Anda di halaman 1dari 9

Pengaruh Tingkat Persentase Angkak……………………………………Intan Syapinatin Naja

PENGARUH TINGKAT PERSENTASE ANGKAK TERHADAP SIFAT


FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS SAPI

THE EFFECT OF LEVEL PERCENTAGE OF RED YEAST RICE ON


PHYSICAL CHARACTERISTIC AND ORGANOLEPTIC OF BEEF
SAUSAGE

Intan Syapinatin Naja*, Denny Suryanto Sutardjo**, Kusmajadi Suradi**


Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jalan Raya Bandung – Sumedang KM. 21 Sumedang 45363
*Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016
**Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
e-mail: intan2291@gmail.com

ABSTRAK
Angkak merupakan beras yang difermentasi dengan menggunakan ragi Monascus
spp.. Penggunaan angkak sebagai pewarna telah banyak diaplikasikan khususnya di wilayah
Asia untuk mempertajam warna merah pada produk daging kyuring. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh tingkat persentase angkak dan mendapatkan persentase angkak
yang memberikan pengaruh terbaik terhadap sifat fisik dan organoleptik sosis sapi. Penelitian
ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan, Fakultas
Peternakan, Universitas Padjadjaran, Sumedang pada tanggal 27 Agustus sampai 2 September
2015. Penelitian dilakukan secara eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) terdiri dari 5 perlakuan persentase angkak yaitu P1 (0%), P2 (0,5%), P3 (1%), P4
(1,5%), dan P5 (2%) dengan 4 ulangan sehingga terdapat 20 satuan percobaan. Peubah yang
diukur yaitu daya ikat air, susut masak, dan organoleptik. Analisis data sifat fisik
menggunakan Sidik Ragam dan uji lanjut menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan untuk
mengetahui perbedaan antar perlakuan, untuk organoleptik menggunakan Kruskal-Wallis dan
uji lanjut menggunakan Uji Mann-Whitney. Penggunaan angkak 1,5% menghasilkan sosis
sapi dengan sifat fisik terbaik (DIA 30,04% dan susut masak 0,58%) dan secara organoleptik
(warna, rasa, aroma, tekstur dan total penerimaan) diterima.
Kata kunci : Angkak, Sosis Sapi, Sifat Fisik, Organoleptik

ABSTRACT
Red Yeast Rice is rice that fermented with yeast Monascus spp.. Utilizing of red yeast
rice as coloration agent has been widely applied especially in Asia to sharpen red colour in
curing meat products. The aims of research to determine the effect of level percentage of red
yeast rice and find out percentage of red yeast rice that gives the best effect on the physical
characteristic and organoleptic of beef sausage. The research was devided at Technology
Processing of Animal Husbandry Products Laboratory, Faculty of Animal Husbandry,
Padjadjaran University, Sumedang on August 27th until September 2nd, 2015. The research
was conducted experimentally by using Completely Randomized Design (CRD) with 5
different percentages of Red Yeast Rice treatment were P1 (0%), P2 (0,5%), P3 (1%), P4
(1,5%), and P5 (2%) with 4 replication that resulted in 20 experimetal units. The parameters
measured are water holding capacity, cooking loss, and organoleptic. Analysis data of
physical characteristic using analysis of variance and further testing using Duncan’s Multiple
Range Test to determine differences between treatments, for organoleptic using Kruskall-
Wallis and further testing using Mann-Whitney Test. Utilizing of red yeast rice 1,5% produce
beef sausage with the best physical characteristic (WHC 30,04% and cooking loss 0,58%) and
organoleptic (color, taste, flavor, texture and total acceptance) accepted.
Keywords : Red Yeast Rice, Beef Sausage, Physical Characteristic, Organoleptic

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 1


Pengaruh Tingkat Persentase Angkak……………………………………Intan Syapinatin Naja

Pendahuluan
Pengolahan daging seperti halnya pengolahan bahan lainnya bertujuan untuk
memperpanjang umur simpan, memperbaiki sifat organoleptik, menambah variasi bentuk
hasil olahan daging, memungkinkan tersedianya produk daging setiap saat serta menghemat
waktu dan energi untuk persiapan sebelum dimakan.
Daging sapi dapat diolah menjadi berbagai produk olahan daging yang bergizi tinggi,
salah satunya adalah sosis. Sosis adalah daging lumat yang dicampur dengan bumbu atau
rempah-rempah kemudian dimasukkan dan dibentuk dalam pembungkus atau casing. Bahan-
bahan yang digunakan untuk pembuatan sosis terdiri dari : daging, lemak, bahan pengikat,
bahan pengisi, air, garam dapur dan bumbu (Sutrisno Koswara, 2009).
Proses pembuatan sosis melalui beberapa tahap yaitu kyuring, pembuatan adonan,
pengisian selongsong, pengasapan dan perebusan (Soewedo Hadiwiyoto, 1983). Proses
kyuring sering dilakukan dalam pembuatan sosis. Kyuring adalah proses menambahkan
beberapa bahan kimia diantaranya garam NaCl, Na-nitrit dan atau Na-nitrat, dan gula, serta
bumbu-bumbu pada daging untuk mendapatkan warna yang stabil, aroma, tekstur dan
kelezatan yang baik, dan untuk mengurangi pengerutan selama prosesing serta
memperpanjang masa simpan (Soeparno, 2005).
Salah satu indikator penting yang membuat sosis dapat diterima oleh konsumen adalah
warna. Warna khas sosis sapi yang berada di pasaran dan yang pada umumnya dikonsumsi
oleh masyarakat adalah warna merah ada kaitannya dengan persepsi masyarakat bahwa
daging sapi berwarna merah. Warna juga merupakan faktor pertama penentu mutu sosis
secara visual yang memegang peranan penting terhadap penerimaan konsumen karena
merupakan salah satu karakteristik sensoris yang paling mudah dideteksi oleh konsumen
dibandingkan dengan karakteristik sensoris lainnya. Bahan makanan yang mempunyai gizi
baik, enak dan teksturnya sangat baik tidak akan diterima apabila memiliki warna yang
menyimpang.
Proses kyuring tidak dapat menghasilkan warna merah yang diinginkan pada sosis
sapi, oleh karena itu diperlukan pewarna. Salah satu pewarna alami yang dapat digunakan
yaitu angkak. Pewarna ini telah digunakan secara luas di Asia sebagai pewarna makanan
alami pada ikan, keju Cina, anggur merah, dan sosis (Ronald, dkk., 2007). Kapang penghasil
pigmen angkak adalah Monascus purpureus digolongkan ke dalam kelas Ascomycetes, sub
kelas Placetomycetes, ordo Eurotiales, famili Monascaceae dan genus Monascus
(Alexopoulus dan Mims, 1979).

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 2


Pengaruh Tingkat Persentase Angkak……………………………………Intan Syapinatin Naja

Angkak berfungsi sebagai pewarna, pembangkit rasa dan pengawet pada makanan
karena mengandung oligopeptida dan senyawa monascidin A (Indrawati, dkk., 2010). Angkak
sangat aman digunakan karena tidak mengganggu kesehatan, mudah diproduksi, harga relatif
murah (Fabre, dkk., 2003) sehingga pewarna ini cocok diaplikasikan pada industri sosis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan angkak sebanyak 0,3% pada
pembuatan sosis sapi menunjukkan hasil yang terbaik berdasarkan kualitas sensoris tetapi
tidak berpengaruh terhadap nilai daya ikat air (DIA) sosis sapi (Dyah Wahyuni, dkk., 2012).
Demikian pula penambahan angkak hingga level 150 ppm tidak berpengaruh nyata terhadap
DIA daging sapi panggang (Cheng dan Ockerman, 1998).
Hasil uji kimia pada sosis sapi dengan formula angkak 1% dan rumput laut 4%
menunjukkan hasil terbaik, terhadap tekstur dan rasa sosis sapi tetapi tidak pada kekenyalan,
warna, aroma, dan kesukaan (Tri Andini Syafani, 2013). Penggunaan natrium nitrat dan
angkak terbaik pada pembuatan kornet daging sapi pada penggunaan natrium nitrat 50 ppm
(0,005%) dan angkak 1% (Desi Farisandi, 2013).
Penggunaan angkak 1,5% pada pembuatan sosis hati menghasilkan nilai intensitas
warna merah paling tinggi namun secara organoleptik tidak memperlihatkan perbedaan yang
nyata kecuali penampakan dan aroma dibandingkan penggunaan angkak 0,5% dan tanpa
penggunaan angkak (Ernisa Dianingtyas, 2001). Semakin banyak pigmen angkak yang
ditambahkan, maka intensitas warna merah sosis semakin tinggi demikian pula terhadap sifat
fisik, karena penambahan angkak dapat memperbaiki tekstur dan flavor (Fabre, dkk., 1993).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat persentase angkak
terhadap sifat fisik dan organoleptik sosis sapi serta berapa persentase angkak yang
menghasilkan sosis sapi dengan sifat fisik dan organoleptik terbaik.

Bahan dan Metode


1. Alat dan Bahan
(1) Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari food processor, timbangan digital,
pisau, panci, kompor, sendok, talenan, baskom, stuffer, termometer bimetal, plat kaca,
kertas saring, stopwatch, kalkulator, plastik tahan panas, kertas label, lembar kuisioner,
pulpen, garpu, piring kecil dan gelas.
(2) Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari daging sapi bagian paha belakang
(silverside) tanpa lemak yang berasal dari sapi Peranakan Ongole (PO) jantan. Bahan-

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 3


Pengaruh Tingkat Persentase Angkak……………………………………Intan Syapinatin Naja

bahan lain yang digunakan adalah tepung tapioka, bumbu-bumbu (garam, gula, merica,
dan bawang putih), es batu, susu skim, margarin, sendawa dan selongsong sosis sintetis.
2. Metode
(1) Pembuatan Sosis Sapi
Cara kerja pembuatan sosis mengacu pada Lilis Suryaningsih (2006).
1. Daging sapi dikyuring (konsentrasi sendawa, garam dan gula masing-masing
adalah 0,05%, 2% dan 1%.) dan didiamkan selama 24 jam di dalam refrigerator.
2. Daging dibersihkan untuk menghilangkan sisa sendawa.
3. Bumbu-bumbu dan bahan lain yang dibutuhkan ditimbang dan disiapkan.
4. Daging yang telah dikyuring digiling kemudian dipisahkan ke dalam 20
mangkok.
5. Masing-masing daging giling tersebut dicampur filler, bumbu-bumbu dan bahan
makanan tambahan lain kemudian digiling menggunakan food processor sampai
homogen menjadi adonan.
6. Bubuk angkak ditambahkan sesuai perlakuan dan tata letak percobaan lalu
dihaluskan sehingga membentuk emulsi dengan menggunakan food processor.
7. Adonan dicetak ke dalam selongsong (casing) menggunakan stuffer dengan
panjang sosis 10 cm dan diikat ujungnya.
8. Sosis direbus dalam air dengan suhu 80°C selama 30 menit.
9. Sosis ditiriskan kemudian dilakukan pengujian sifat fisik dan uji organoleptik.

(2) Daya Ikat Air


Daya ikat air ditentukan dengan menggunakan metode Hamm (1972) yang telah
dimodifikasi oleh Soeparno (2005) yaitu sampel ditimbang seberat 0,3 gram kemudian
sampel diletakkan diantara kertas saring dan dua buah plat kaca. Sampel dipres dengan
beban 35 kg selama 5 menit. Dilakukan pengukuran luas sampel area yang tertutup
sampel dengan luas area basah luar (πr2).
Luas Area Basah = luas area luar – luas area tertutup sampel
Kandungan air bebas sampel dapat dihitung menggunakan rumus :

mgH2O =

Penentuan kadar air sampel ditentukan dengan metode Gravimetri

KA (%) =

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 4


Pengaruh Tingkat Persentase Angkak……………………………………Intan Syapinatin Naja

DIA = KA (%) –

(3) Susut Masak


Sosis sapi ditimbang terlebih dahulu sehingga diperoleh berat awal kemudian sosis sapi
direbus pada suhu 80°C selama 30 menit dan didinginkan pada suhu ruang ±30 menit.
Perhitungan susut masak menggunakan rumus :

%Susut Masak =

(4) Organoleptik
Pengujian organoleptik berdasarkan uji hedonik (kesukaan) dengan skala 1 = tidak suka,
2 = netral, 3 = agak suka, 4 = suka, 5 = sangat suka, 6 = amat sangat suka (Soewarno,
1985) yang meliputi warna, rasa, aroma, tekstur, dan total penerimaan. Pengujian
dilakukan pada 15 orang panelis agak terlatih mahasiswa Fakultas Peternakan,
Universitas Padjadjaran minat Teknologi Hasil Ternak. Tahapan pengujian organoleptik
dimulai dari sampel sosis diletakkan di atas piring kertas yang telah diberi kode 3 digit
yang berbeda untuk masing-masing perlakuan kemudian segelas air disiapkan untuk
menetralisir mulut panelis dengan cara dikumur-kumur, alat tulis dan kuisioner disiapkan
untuk diisi panelis.

(5) Analisis Statistik


Penelitian dilakukan secara eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan 5 perlakuan konsentrasi angkak (berdasarkan berat daging sapi) yaitu P1 (angkak
: 0%), P2 (angkak : 0,5%), P3 (angkak : 1%) P4 (angkak : 1,5%) dan P5 (angkak : 2%).
Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Data yang diperoleh dari daya ikat air
ditransformasi ke dalam arcsin dan untuk susut masak ditransformasi ke dalam akar
kuadrat, kemudian dianalisis dengan menggunakan Analisis Ragam dan apabila hasil
analisis berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan. Uji
Kruskal-Wallis digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap sifat
organoleptik sosis sapi dan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan, maka dilakukan
pengujian dengan menggunakan uji Mann-Whitney (Siegel, 1992).

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 5


Pengaruh Tingkat Persentase Angkak……………………………………Intan Syapinatin Naja

Hasil dan Pembahasan


Hasil penelitian pengaruh tingkat persentase angkak terhadap sifat fisik (daya ikat air
dan susut masak) dan organoleptik (warna, rasa, aroma, tekstur dan total penerimaan) sosis
sapi disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh Tingkat Persentase Angkak Terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik
Sosis Sapi

Perlakuan
Peubah yang diamati
P1 P2 P3 P4 P5
Daya Ikat Air (%) 30,03 a 28,27 a 30,04 a 29,88 a 27,86 a
Susut Masak (%) 1,69 b 1,85 b 0,60 a 0,58 a 0,64 a
Organoleptik :
Warna 3,86 a 3,73 a 4,46 a 4,80 a 4,26 a
Rasa 4,06 a 3,60 a 3,73 a 4,13 a 3,93 a
Aroma 4,13 a 4,20 a 4,20 a 4,20 a 4,26 a
Tekstur 4,00 a 3,86 a 4,00 a 4,06 a 4,20 a
Total Penerimaan 4,00 a 3,93 a 4,20 a 4,46 a 4,20 a
Keterangan : huruf yang berbeda ke arah horizontal pada kolom perlakuan menunjukkan
berbeda nyata

1. Daya Ikat Air


Tabel 1 menunjukkan, bahwa pengaruh penambahan tingkat persentase angkak
terhadap daya ikat air sosis sapi tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena
kandungan protein angkak yang digunakan rendah sehingga kemampuan mengikat air pun
rendah karena angkak yang digunakan dalam sosis sapi ini hanya sebagai pewarna dan jumlah
yang digunakan sedikit sehingga tidak berpengaruh terhadap daya ikat air sosis sapi, keadaan
ini sejalan dengan pernyataan Cheng dan Ockerman (1998) bahwa penambahan angkak level
150 ppm tidak berpengaruh nyata terhadap DIA daging sapi panggang.

2. Susut Masak
Tabel 1 menunjukkan nilai susut masak tertinggi pada perlakuan angkak 0% (P1) dan
angkak 0,5% (P2) satu sama lain tidak berbeda nyata tapi keduanya nyata (P<0,05) lebih
tinggi dibandingkan perlakuan angkak 1% (P3), 1,5% (P4) dan 2% (P5), hal ini karena
persentase angkak yang digunakan pada P1 dan P2 lebih rendah dibandingkan dengan P3, P4
dan P5 namun penggunaan angkak lebih dari 0,5% tidak diikuti dengan peningkatan susut
masak yang nyata. Hal ini disebabkan karena persentase angkak pada P1 dan P2 lebih rendah
sehingga jumlah protein yang ditambahkan lebih sedikit bila dibandingkan dengan P3, P4 dan
P5. Faktor yang mempengaruhi susut masak salah satunya adalah kandungan protein,
dikarenakan semakin tinggi kandungan protein maka semakin tinggi kemampuan untuk

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 6


Pengaruh Tingkat Persentase Angkak……………………………………Intan Syapinatin Naja

mengikat air sehingga susut masak semakin rendah. Susut masak bisa juga dipengaruhi oleh
pH, panjang sarkomer serabut otot, panjang potongan serabut otot, status kontraksi miofibril,
ukuran dan berat sampel daging dan penampang melintang daging. Daging dengan jumlah
susut masak rendah mempunyai kualitas yang lebih baik karena kehilangan nutrisi saat
pemasakan akan lebih sedikit (Soeparno, 2005).

3. Organoleptik
Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pengaruh berbagai perlakuan terhadap uji
organoleptik (warna, rasa, aroma, tekstur dan total penerimaan) tidak berbeda nyata. Hal ini
disebabkan penggunaan angkak jumlahnya tidak terlalu jauh berbeda sehingga warna yang
dihasilkan cenderung hampir sama.
Persentase angkak yang diberikan pada setiap perlakuan tidak sama namun
pengaruhnya terhadap rasa sosis sapi dirasakan rasa yang sama oleh panelis. Rasa angkak
tidak terdeteksi oleh panelis dikarenakan pada saat proses pembuatan adonan sosis sapi,
angkak menyatu dan bercampur dengan bahan-bahan dan bumbu sosis sapi sehingga rasa
bumbu yang lebih dominan.
Aroma angkak tidak tercium pada sosis sapi, hal ini disebabkan aroma yang dominan
dalam sosis sapi adalah aroma dari daging sapi, hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh
Soeparno (2005) bahwa dengan adanya proses pemasakan maka akan timbul senyawa-
senyawa volatil yang akan menghasilkan flavor dan aroma yang unik dari daging masak.
Kandungan air pada angkak rendah (7 – 10%) sehingga penambahan angkak 0,5% -
2% tidak berpengaruh besar terhadap tekstur sosis sapi. Menurut Winarno (1991), air
merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena dapat mempengaruhi
penampakan, tekstur, serta cita rasa pada makanan. Kadar air sosis sapi tidak jauh berbeda
pada setiap perlakuan, demikian pula jumlah tepung yang digunakan pada setiap perlakuan
sama sehingga kemampuan sosis sapi untuk menyerap air juga sama yang menyebabkan
tekstur yang dihasilkan juga sama.
Penambahan tingkat persentase 0,5% - 2% angkak tidak memberikan pengaruh nyata
terhadap total penerimaan sosis sapi. Hal ini disebabkan penggunaan angkak dengan jumlah
yang kecil bila dibandingkan dengan bahan-bahan dan bumbu-bumbu lain sehingga tidak
berpengaruh terhadap warna, rasa, aroma, dan tekstur pada sosis sapi, sehingga dihasilkan
total penerimaan yang sama.

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 7


Pengaruh Tingkat Persentase Angkak……………………………………Intan Syapinatin Naja

Simpulan
1. Penambahan tingkat persentase angkak berpengaruh terhadap susut masak sosis sapi,
namun tidak berpengaruh terhadap daya ikat air dan organoleptik.
2. Penggunaan angkak 1,5% menghasilkan sosis sapi dengan sifat fisik terbaik (DIA
30,04% dan susut masak 0,58%) dan secara organoleptik (warna, rasa, aroma, tekstur
dan total penerimaan) diterima.

Saran
1. Penggunaan angkak dengan persentase 1,5% dapat direkomendasikan pada proses
pembuatan sosis sapi.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai sifat kimia sosis sapi.

Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ir. Denny Suryanto Sutardjo, M.S., dan
Prof. Dr. Ir. Kusmajadi Suradi, M.S., selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan
kepada penulis selama penulisan jurnal ini serta kepada Prof. Dr. Ir. Kusmajadi Suradi, M.S.,
selaku Kepala Laboratorium Pengolahan Produk Peternakan Fakultas Peternakan Universitas
Padjadjaran yang telah memberikan izin menggunakan Laboratorium selama masa penelitian.

Daftar Pustaka
Alexopoulus, C.J. and C.W. Mims. 1979. Introductory Mycology. John Willey and Sons Inc.
New York.

Cheng, J-H. and H.W. Ockerman. 1998. Effects of Anka Rice, Nitrite, and Phosphate on
Warmed-Over Flavor and Palatability Characteristics in Roast Beef. Meat Science 49
(1): 65 - 78.

Desi Farisandi. 2013. Pengaruh Jumlah Natrium Nitrat dan Angkak Bubuk Terhadap Sifat
Organoleptik Kornet. E-Journal Boga 2 (1) : 33 – 38.

Dyah Wahyuni, Setiyono, dan Supadmo. 2012. Pengaruh Penambahan Angkak dan
Kombinasi Filler Tepung Terigu dan Tepung Ketela Rambat Terhadap Kualitas Sosis
Sapi. Jurnal. Buletin Peternakan 36 (3): 181-192.

Ernisa Dianingtyas. 2001. Sifat Fisik dan Daya Terima Sosis Hati Sapi Dengan Penggunaan
Pigmen Angkak Sebagai Pewarna Alami. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor, Bogor (online). Tersedia http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/13092
(26 April 2016).

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 8


Pengaruh Tingkat Persentase Angkak……………………………………Intan Syapinatin Naja

Fabre, C.E., A.L. Santerre, M.O. Loret, R. Baberian, A. Pareilleux, G. Goma, and P.J. Blanc.
1993. Production and Food Aplications of The Red Pigments of Monascus ruber. J.
Food Sci., 58; 1099 - 1102.

Fabre, C.E., G. Goma and P.J. Blanc. 2003. Production and Food Applications of The Red
Pigments of Monascus ruber. Journal Food Science 58 (5): 1099-1102.

Indrawati, T., D. Tisnadjaja, dan Ismawatie. 2010. Pengaruh Suhu dan Cahaya terhadap
Stabilitas Angkak Hasil Fermentasi Monascus purpureus 3090 pada Beras. Jurnal
Farmasi Indonesia 5 (2): 85-92.

Lilis, S. 2006. Pengaruh Jenis Daging, Penambahan Antidenaturan dan Natrium


Tripoliposfat pada Nikumi terhadap Karakteristik Produk Daging Olahan. Disertasi.
Program Studi Ilmu Ternak. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
34-35.

Ronald, J.W., Lambert and E. Bidlas. 2007. Gamma Study of pH, Monascus purpureus of
aeromonas hydrophilia. Quality and Safety Departement, Nestle Research Center,
Ver-Chez-Les-Blanc, 100 lausanne 26. Switzerland.

Siegel, S. 1992. Statistik Non Parametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta. 145 - 159; 230 - 241.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan keempat. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta. 1;178 – 179; 233 - 236; 240 - 243; 253 – 254; 283, 289 – 291, 300.

Soewarno T. Soekarto. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Bhratara Karya Aksara. Jakarta. 77-81.

Soewedo Hadiwiyoto. 1983. Hasil-hasil Olahan Susu, Ikan, Daging, dan Telur. Liberty.
Yogyakarta.

Sutrisno Koswara. 2009. Teknologi Praktis Pengolahan Daging (online). Tersedia


http://eBookPangan.com (26 April 2016).

Tri Andini Syafani. 2013. Pengaruh Formula Angkak Bubuk dan Rumput Laut (Eucheuma
cottonii) terhadap Mutu Organoleptik Sosis Sapi. E-journal Boga 2 (1) : 103 – 108.

Winarno. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 84 – 85.

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 9

Anda mungkin juga menyukai