Anda di halaman 1dari 10

AKUNTANSI PAJAK

Penilaian Kembali (Revaluasi) Aktiva Tetap


Revaluasi Aktiva Tetap

Revaluasi : Penilaian kembali harta


yang tercatat sebesar NSBF
menjadi sebesar harga pasar. Nilai
Harta setalah dilakukan revaluasi
adalah yang disetujui oleh Ditjen
Pajak.
Revaluasi Aktiva Tetap
Pasal 19 UU PPh Jo KMK No.486/KMK.03/2002
PMK No.79/PMK.03/2008
Alasan Revaluasi :
 Mark Up nilai perusahaan
 Meningkatkan biaya penyusutan aktiva
 Meningkatkan keakuratan penghitungan
penghasilan maupun biaya
 Neraca perusahaan menunjukkan posisi
kekayaan perusahaan yang sebenarnya
PPh Final Revaluasi
 PPh yang harus dibayar : 10 % X Selisih Lebih
Revaluasi dan bersifat final

 Selisih lebih dihitung dengan mengurangkan


nilai pasar aktiva (hasil penilaian) dengan NSBF.

 Bila PPh terhutang mencapai 2 Triliun, dapat


dibayar dengan mengangsur maksimal 12 bulan,
Perlakuan Aktiva Tetap
Setelah Direvaluasi
 Nilai Buku sesuai dengan harga pasar
 Harga Pasar tsb menjadi dasar penyusutan yang baru dan mulai
berlaku pada tanggal dilakukannya revaluasi
 Masa manfaat kembali menjadi mulai nol
 Apabila terjadi pengalihan, kurang dari 10 Tahun maka akan
dikenakan sanksi PPh tambahan tarif tertinggi PPh
Badan dikurangi 10%
 Aktiva tidak boleh dialihkan sebelum berakhirnya masa manfaat
yang baru kecuali :
◦ Bersifat Force Majeur berdasarkan kebijakan pemerintah atau
pengadilan
◦ Memenuhi persyaratab penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha
untuk tujuan perpajakan
◦ Penarikan karena mengalami kerusakan berat yang tidak dapat diperbaiki
lagi.
Teknis Akuntansi Atas Selisih Lebih Akibat Revaluasi Aktiva Tetap

Selisih lebih akibat revaluasi aktiva tetap setelah diperhitungkan dengan kompensasi kerugian
dibukukan dalam perkiraan (rekening/akun) tersendiri yang diberi nama “Selisih Penilaian
Kembali Aktiva” dan termasuk dalam kelompok perkiraan modal. Pemberian saham bonus
atau pencatatan tambahan nilai saham tanpa penyetoran kepada para pemegang saham
sebagai akibat pemindahbukuan perkiraan “Selisih Penilaian Kembali Aktiva” ke perkiraan
“Modal Saham” tidak dikenakan PPh bagi pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam
memori penjelasan ketentuan Pasal 4 Ayat (1) huruf g UU PPh.
Manajemen Pajak
Revaluasi Aktiva Tetap

Contoh:

PT Melati tahun 2000 membeli aktiva tetap berupa mesin dengan harga perolehan RP 400 juta. Mesin
tersebut termasuk dalam aktiva kelompok 2 dan selama ini perusahaan menggunakan metode
penyusutan garis lurus. Pada awal tahun 2003 berdasarkan penilaian dari perusahaan jasa penilai
yang diakui oleh pemerintah, nilai wajar dari mesin Rp 600 juta. Apakah perusahaan sebaiknya
melakukan revaluasi? Jika kondisi perusahaan diasumsikan sebagai berikut:
a. Perusahaan tidak mempunyai rugi fiskal;
b. Tahun 1998 perusahaan mengalami rugi fiskal sebesar Rp 1 miliar dan sampai tahun 2002 baru
sebesar Rp 500 juta yang telah dikompensasi dan laba tahun berjalan diprediksi Rp 200 juta.
Jika dilakukan revaluasi:
Harga perolehan mesin Rp 400 juta
Akumulasi penyusutan Rp 150 juta
Nilai buku mesin Rp 250 juta
Nilai revaluasi Rp 600 juta

Selisih lebih revaluasi Rp 350 juta*

*selisih lebih merupakan objek PPh yang dikenakan tarif 10% final.
Perusahaan Tidak Mempunyai Rugi Fiskal

Karena perusahaan tidak mempunyai rugi fiskal maka yang harus dipertimbangkan adalah 
besarnya laba yang diperoleh tahun berjalan.

Apakah laba tersebut masih dikenakan tarif terendah (10%) atau sudah mencapai tarif tertinggi
(30%).

Jika laba perusahaan masih dikenakan tarif terendah yakni 10% maka sama denga tarif
PPh final yang harus dibayar. Hal ini kurang menguntungkan karena pembebanan selisih lebih
harus melalui penyusutan sesuai dengan umur aktiva yang bersangkutan.

Jika laba mencapai tarif tertinggi, maka perlu dihitung nilai tunai dari jumlah penyusutan
aktiva yang berasal dari selisih lebih, baru kemudian dibandingkan dengan PPh final yang harus
dibayar.
Perusahaan Mempunyai Rugi Fiskal

Jika perusahaan mempunyai rugi fiskal, misalnya Rp 500 juta dan laba tahun berjalan diprediksi
hanya Rp 200 juta, maka akan ada kompensasi kerugian yang hangus sebesar Rp 300 juta
(karena sudah lima tahun).

Daripada kompensasi tersebut hangus, perusahaan sebaiknya melakukan revaluasi pada tahun
2003. Hal ini karena selish lebih revaluasi sebesar Rp 350 juta dikompensasi terlebih dahulu
dengan sisa rugi fiskal, sehingga tidak dikenakan PPh final.

Dengan demikian rugi fiskal pada tahun 2003 tinggal sebesar Rp 150 juta, dan apabila laba
tahun berjalan Rp 200 juta, maka perusahaan tinggal membayar pajak untuk laba setelah di
kompensasi sebesar Rp 50 juta yang dikenakan tarif terendah.

Di samping itu, perusahaan juga akan mendapat tambahan biaya penyusutan dari revaluasi,
yang juga akan mengurangi laba fiskal.

Anda mungkin juga menyukai