Disusun oleh:
AKUNTANSI
2016
1
STRATEGI DASAR PERENCANAAN PAJAK : DISTRIBUSI KEPADA
PEMILIK
Distribusi imbalan kepada pemilik tidak termasuk pengorbanan bagi perusahaan, berbeda
dengan imbalan karyawan dan para kreditur yang keduanya merupakan pengorbanan atau biaya
yang mempengaruhi profitabilitas dan cash generating ability dari aktivitas operasinya, imbalan
kepada pemilik tidak mempengaruhi profitabilitas perusahaan.
2
Contoh 2 : Laba Akuntansi sebagai Batas Maksimum Imbalan Kepada Pemilik
Dua perusahaan sejenis dengan peredaran bruto Rp 4,5 milyar, memperoleh penghasilan
kena pajak sebesar Rp 900 juta dalam tahun pajak 2011. Laba akuntansi(sesudah pajak) sebagai
batasan maksimum imbalan kepada pemilik dalam tahun 2011 untuk masing-masing perusahaan,
sesuai dengan bentuk badan usaha dan status pajaknya adalah sebagai berikut
Perhatikan bahwa untuk jumlah peredaran bruto dan penghasilan kena pajak yang sama
besarnya, perbedaan status pajak bias membuat tarif efektiv pajak perusahaan perseorangan
hamper dua kali lipat di banding tarif efektif pajak perusahaan nonperseorangan.
3
Dengan jumlah peredaran bruto lebih dari Rp 4,8 milyar tetapi kurang dari Rp 50 milyar,
ada dua tarif pajak yang relevan untuk perusahaan WP-badan dalam negeri, masing-masing
12,5% dan 25%. Tarif pajak sebesar 12,5% berlaku untuk jumlah penghasilan kena pajak yan
merupakan bagian dari peredaran bruto sampai dengan Rp 4,8 Milyar. Sedangkan tarif 25%
berlaku unutk jumlah penghasilan kena pajak penghasilan bruto diatas Rp4,8Milyas sampai
dengan Rp 48 milyar.
4
Untuk imbalan kepada pemilik yang merupakan penghasilan objek pajak, manajemen
berkewajiban untuk membantu para pemilik dalam meminimasi beban pajaknya. Seperti halnya
imbalan kepada karyawan, imbalan kepada para pemilikakan berakibat padaberkurangnya asset
atau bertambahnya utang perusahaan. Hal ini disebabkan oleh imbalan yg diterima oleh pemilik
perusahaan akan mengurangi klaim dari para pemilikterhadap aset bersih perusahaan. Satu
satunya alternatif yang dapat dilakukan manajemen adalah membatu meminimasi, termasuk
menunda atau mengangguhkan pembayaran pajak atas imbalan yang diberikan kepada para
pemilik.
Dalam tahun pajak 2012 , kedua perusahaan mempunyai peredaran bruto dan
memperoleh penghasilan kena pajak yang sama besarnya , yakni sebesar Rp 600,00 Juta.
No Deskripsi Laba dibagi - 20% Laba dibagi – 80%
Fa. ACI PT.SEC Fa. ACI PT.SEC
1 Penghasilan Kena Pajak 600.000 600.000 600.000 600.000
2 Pajak Penghasilan Badan
Tarif 12,5% dari 200jt (25.000) (25.000) (25.000) (25.000)
Tarif 25% dari 400jt (100.000) (100.000) (100.000) (100.000)
3 Laba bersih (sudah pajak) 475.000 475.000 475.000 475.000
4 Laba dibagi pada pemilik 95.000 95.000 380.000 380.000
5 PPh –Pemilik (10% Final) 0 (9.500) 0 (38.000)
6 Jumlah pajak penghasilan 125.000 134.500 125.000 163.000
(2+5)
7 Tarif efektif pajak (6/1) 20,83% 22,442% 20,83% 27,17%
5
Tabel di atas menunjukkan tarif efektif pajak penghasilan dari perspektif para pemilik
peerusahaan pada masing-masing alternatif bagian laba yang didistribusikan sebagai imbalan
kepada para pemilik dalam tahun pajak 2012 (rupiah dalam ribuan):
Fa Aci sebagai WP-Badan Dalam Negeri yang modalnya tidak terbagi dalam saham-
saham dikenakan pajak penghasilan hanya sekali pada tingkat perusahaan (badan). Sedang PT
SEC dikenakan pajak penghasilan sebanyak 2x, satu pada tingkat (badan) dan satu pada tingkat
pemilik, untuk bagian laba yang didistribusikan kepada pemilik. Semakin besar bagian laba yang
didistribusikan pada pemilik , semakin tinggi tarif efektif pajaknya di mata para pemilik. Dengan
20% bagian laba didistribusikan pada pemilik, tarif efektif pajak di mata para pemilik berjumlah
1,59% lebih tinggi atau +/- 108% dari tarif pajak efektif di mata pemilik Fa. ACI. Tarif efektif
pajak di mata pemilik Fa.ACI tidak mengalami perubahan, berapapun bagian laba yang
didistribusikan pada para pemilik. Sementara itu, semakin besar bagian laba yang didistribusikan
pada para pemilik, akan semakin besar pula tarif efektif pajak di mata para pemilik SEC. Itulah
sebabnya mengapa selisih tarif efektif pajak di mata para pemilik PT.SEC menjadi 6,34% lebih
tinggi atau +/- 130% dari tarif efektif pajak di mata para pemilik Fa.ACI jika 80% bagian dari
laba didistribusikan pada pemilik.
Pajak penghasilan pada khususnya merupakan fungsi dari profitabilitas, dan harus
dibayar sehingga mempengaruhi likuiditas(laba tunai atau arus kas bersih dari aktivitas operasi).
Adanya keseimbangan dari kedua indikator atau pengukur kinerja perusahaan akan sangat
membantu manajemen dalam distribusi dividen.
6
- Konsep tingkat pertumbuhan berkelanjutan (Sustainable Growth Rate)dan Free Cash Flows
Dalam konsep ini perusahaan diharapkan bisa terus eksis dan berkembang, maka dari itu
pertanyaan mendasarnya adalah seberapa besarkah tingkat pertumbuhan yang seharusnya dicapai
oleh perusahaan mengingat tingkat pertumbuhan mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk
memberikan imbalan pada pemilik.
Secara matematis SGR dapat dinyatakan sebagai berikut
Sustainable Growth Rate = ROE x (1-DPO)
Variabel (1-DPO) merupakan bagian laba yang tidak dibagi sebagai deviden dan
seringkali disebut retention ratio (RR) atau dengan kata lain RR= 1-DPO
Mengacu pada tingkat pertumbuhan berkelanjutan tersebut, PT.ACI akan tumbuh atau
berkembang 2x lebih pesat (10% = 12,5% x 0,80) dibanding PT ICI (5% = 12,5% x 0,40).
Sebagai akibatnya total aset, total utang, dan total ekuitas dari masing-masing perusahaan pada
akhir tahun pajak 2011 akan menjadi sebagai berikut (rupiah dalam ribuan):
Deskripsi PT ACI (SGR = 10%) PT ICI (SGR = 5%)
1 Jan 31 Des 1 Jan 31 Des
7
Total Aset 50.000.000 55.000.000 50.000.000 52.500.000
Total utang (bunga 9%) 20.000.000 22.000.000 30.000.000 31.500.000
Modal saham (nominal @1rb) 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000
Laba yang ditahan 20.000.000 23.000.000 10.000.000 11.000.000
Total Utang dan Ekuitas 50.000.000 55.000.000 50.000.000 52.500.000
Perhatikan bahwa jumlah kenaikan laba yang ditahan (ekuitas) dari masing-masing
perusahaan (sebesar 3M untuk PT ACI dan 1M untuk PT ICI). Jadi pada akhirnya, tingkat
pertumbuhan berkelanjutan tersebut termanifestasi pada kenaikan atau pertumbuhan total aset,
utang & ekuitas perusahaan.
Melanjutkan contoh tersebut diatas, diumpamakan tahun 2012 ROE PT ACI turun 10%
dan PT ICI naik 15% dan jika kebijakan deviden tidak berubah maka akan menjadi seperti
berikut:
Deskripsi PT ACI (SGR = 8%) PT ICI (SGR = 6%)
31 des ‘11 31 Des ‘12 31 des ‘11 31 Des ‘12
Total Aset 55.000.000 59.400.000 52.500.000 55.650.000
Total utang (bunga 9%) 22.000.000 23.760.000 31.500.000 33.390.000
Modal saham (nominal 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000
@1rb) 23.000.000 25.640.000 11.000.000 12.260.000
Laba yang ditahan
Total Utang dan Ekuitas 55.000.000 59.400.000 52.500.000 55.650.000
Konsep ini relevan untuk dipakai oleh manajemen, karena bisa digambarkan sebagai berikut :
- Dalam hal investasi yang diinginkan melebihi tingkat pertumbuhan berkelanjutan. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara :
1. Memperkecil deviden,
2.Mengubah struktur modal lewat penerbitan sekuritas utang/saham baru
- Dalam hal investasi yang diinginkan kurang dari tingkat pertumbuhan berkelanjutan. Hal
ini dapat dilakukan deganncara kebalikan cara sebelumnya.
8
1. Disebut traditional view, kebijakan dividen dipandang relevan dalam arti dapat
mempengaruhi harga pasar saham serta pemegang saham lebih menyukainya daripada
capital gains yang tidak pasti.
2. Menyatakan sebaliknya, bahwa para pemegang saham lebih menyukai capital gains
daripada dividen. Sebab capital gains dikenakan pajak dengan tarif yang lebih rendah
dibandingkan dividen dan pajak atas penghasilan berupa dividen bersifat tak
terhindarkan, sedang pajak atas capital gains bersifat opsional.
3. Harga pasar saham relatif tidak dipengaruhi oleh kebijakan dividen yang diterapkan oleh
perusahaan. Serta perubahan dividend-payout ration perusahaan tidak akan
mempengaruhi harga pasar sahamnya. Dalam hal ini kebijakan dividen bersifat pasif dan
bukan merupakan keputusan yang bersifat pasif.
4. Perubahan kebijakan deviden merupakan sinyal penting bagi para pemodal menyangkut
perubahan-perubahan dalam ekspetasi manajemen terhadap laba yang dapat dihasilkan
oleh perusahaan dimasa mendatang.
Perbedaan Status dan Tarif Pajak Atas Penghasilan Berupa Dividen dan Capital Gain
Pajak adalah salah satu penyebab terjadinya inefisiensi pasar modal (market
imperfections). Undang-undang Pajak Penghasilan (Undang-undang Nomor 36 tahun 2008) tidak
memperlakukan secara berbeda antara penghasila berupa dividen dengan penghasilan berupa
9
capital gains. Bisa jadi, hal ini disebabkan oleh karena keduanya merupakan penghasilan yang
berasal dari harta atau modal (investment income).
Dividen dan capital gain adalah dua tipe penghasilan yang dapat diharapkan dari
investasi berupa sekuritas saham atau penyertaan modal pada suatu perusahaan. Dividen adalah
distribusi laba yang dihasilkan oleh perusahaan, sedang capital gain adalah kenaikan harga
saham atau nilai investasi dalam perusahaan yang diperoleh pada saat penyertaan modal atau
sekuritas saham dijual. Dengan menjual kembali penyertaan modal atau investasi sahamnya pada
harga yang lebih tinggi dibandingkan nilai perolehannya, para pemodal sebagai wajib pajak
memperoleh penghasilan berupa capital gain.
Pajak atas penghasilan berupa dividen terutang pada saat atau dalam tahun diterimanya
dividen, sedang pajak atas penghasilan berupa capital gain (kenaikan harga pasar saham)
terutang pada saat atau dalam tahn terjadinya transaksi penjualan kembali sekuritas saham
terkait. Ditambah lagi dengan fakta bahwa tarif pajak atas penghasilan berupa dividen berbeda
(biasanya lebih tinggi) dibandingkan tarif pajak atas penghasilan berupa capital gain.
Meskipun Undang-undang Pajak Penghasilan (Undang-undang Nomor 36 tahun 2008)
tidak secara eksplisit membedakan antara penghasilan berupa dividen dengan penghasilan berupa
capital gain, namun demikian situasi dan kondisi serupa, sedikit banyak juga dihadapkan oleh
para pemodal. Yang secara garis besar dapat diikhtisarkan sebagai berikut :
i. Penghasilan dari Transaksi Saham yang diperdagangkan di Bursa Efek
Pasal 4, ayat 2 huruf (c) Undang-undang Pajak Penghasilan (UU Nomor 36 tahun
2008), antara lain menyatakan bahwa "penghasilan dari transaksi saham dan
sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa efek, dan
transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal venture dapat dikenai pajak
bersifat final" (Untuk transaksi saham yang diperdagangkan di bursa efek, tarif pajak
penghasilan bersifat final tersebut adalah 0,1% atau 5,1% dari nilai bruto transaksi
khusus untuk saham pendiri).
ii. Penghasilan Berupa Dividen
Undang-undang Pajak Penghasilan (UU Nomor 36 tahun 2008) mengatur penghasilan
dividen sebagai salah satu tipe pnghasilan yang berasal dari investasi berupa sekuritas
saham atau penyertaan modal dalam suatu perusahaan sedemikian kompleks.
Sekurang-kurangnya terdapat 4 pasal mengatur tentang penghasilan berupa dividen
yakni :
a. Ketentuan pasal 4, ayat 1 huruf (g) tentang pengertian atau definisi dividen.
Ketentuan pasal 4, ayat 1 huruf (g) menyatakan bahwa dividen sebagai
penghasilan obyek pajak merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham
atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang
diperoleh oleh anggota koperasi. Termasuk pengertian dividen :
1. Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama
dan dalam bentuk apapun
10
2. Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang
disetor
3. Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham
bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham
4. Pembagian laba dalam bentuk saham
5. Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa setoran
6. Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh
pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseorangan
yang bersangkutan
7. Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan,
jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan
8. Pembayaran sehubuungan dengan tanda-tanda laba
9. bagian laba sehubungan dengan kepemilikan obligasi
10. Bagian laba yang diterima sebagai pemegang polis asuransi
11. Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi
12. Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham
b. Ketentuan pasal 4, ayat 3 huruf (f) pengecualian dividen sebagai obyek pajak
Ketentuan pasal 4, ayat 3 huruf (f) menyatakan bahwa dividen yang dananya
berasal dari laba setelah dikurangi pajak dan diterima atau diperoleh : (i)
Perseroan terbatas sebagai wajib pajak badan dalam negeri, (ii) Koperasi, (iii)
Badan usaha milik negara (BUMN) atau Badan usaha milik daerah (BUMD)
dari pernyetaan pada badan usaha lainnya yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia, dengan syarat :
1. Dividen berasal dari cadangan laba ditahan
2. Bagi perseroan teerbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen penyertaan
sekurang-kurangnya 25% dari modal yang disetor dikecualikan dari atau
tidak termasuk obyek pajak.
11
(2) Biaya transaksi yang lebih besar jumlahnya. Barangkali memang tidak praktis, bagi suatu
perusahaan mengumpulkan seluruh pemegang sahamnya hanya untuk menentukan status
pajaknya masing masing. Namun suatu perusahaan dapat mengestimasi tarif pajak break-even
(break-even tax rate) yang membuat para pemegang saham sebagai suatu kelompok, menjadi
indiferen diantara pembelian saham treasuri dengan distribusi deviden yang dilakukan oleh
perusahaan
Dengan mengurangi beban pajak, sekarang tidak lagi tersedia jika sisa portofolio investasi saham
dijual (pada suatu saat T), dan R merupakan biaya modal dari para pemegang saham
Break even tax rate= [(BT x Jumlah transaksi) + (BS – BA)(jumlah pms)]
: {kas tersedia – (BA x Jumlah pms) – P x (kas tersedia – BPST) x (1- tax
basis/HPS)[1 – (1 + R)]}
12
Perhitungan Break-Even Tax Rate
Suatu perusahaan dengan 100rb pemegang saham, bermaksud untuk mendistribusikan
kas sebesar Rp 100 juta kepada para pemegang sahamnya. Menurut catatan pembukuannya,
untuk memberikan pelayanan kepada setiap pemegang saham (BA) diperlukan biaya
administrasi sebesar 500 rupiah. Menurut hasil analisis yang dilakukan oleh perusahaan,
pembelian saham treasuri akan memerlukan biaya sosialisasi untuk setiap pemegang saham (BS)
sebesar 200 rupiah, dan biaya transaksi sebesar 100 rupiah per transaksi (BT) untuk jumlah
transaksi yang diperlukan guna menyelesaikan seluruh program pembelian saham treasuri
sebanyak 4000. Rata rata volume atau jumlah saham berjumlah ¼ dari jumlah saham yang
beredar, sehingga rata rata masa kepemilikan saham perusahaan adalah 2tahun. Harga pasar
saham sekarang kurang lebih 2x dari rata rata harga pasarnya selama 4 tahun terakhir. Oleh
karena itu, perusahaan memutuskan untuk menggunakan rasio tax basis dengan harga pasar
saham sebelum transaksi pembelian saham treasuri sebesar 0,50. Estimasi komponen
penghasilan berupa capital gain yang harus ditambahkan kepada ordinary income untuk
menentukan rata rata jumlah pajak yang terutang oleh para pemegang saham adalah 0,281.
Dengan asumsi biaya modal para pemegang saham R= 10% dan rata rata kepemilikan
saham 4 tahun, P= 2, maka break even tax rate dapat ditentukan sebagai berikut :
13
Informasi tersebut pada tabel diatas didasarkan pada fakta dan beberapa asumsi sebagai
berikut :
- Perusahaan mempunyai kas dan surat berharga berlebih sebesar 160 juta
- Jika perusahaan bermaksud untuk mendistribusikan kas kepada para pemegang saham
dalam jumlah lebih dari 160 juta, kekurangan nya harus dipenuhi melalui pinjaman bank
berjangka panjang dengan bunga 12%
- Penggunaan kas dan surat berharga yang lebih, termasuk apabila harus ditambah dengan
pinjaman bank berjangka panjang untuk melakukan pembelian saham treasuri akan
berakibat pada berkurangnya laba atau penghasilan kena pajak yang berasal dari harta
atau modal sebesar 10% dari nilai investasi.
14
Sepanjang rata rata harga pasar saham tidak lebih dari Rp80 per saham, maka dengan jumlah
kas yg berlebih tersebut perusahaan akan dapat melakukan pembelian saham treasuri sampai
dengan 2 juta saham. Pembelian saham treasuri tersebut akan mengurangi laba bersih perusahaan
dalam tahun tahun mendatang, namun oleh karena jumlah saham yg beredar juga kurang dengan
presentase yang lebih besar, maka dapat diharapkan akan terjadinya kenaikan laba per saham.
Pada contoh ini, nilai buku saham juga berkurang karena pembelian saham treasuri dilakukan
dengan harga diatas nilai buku sebelum terjadinya transaksi (catatan : nilai buku saham akan
mengalami kenaikan apabila harga beli saham treasuri kurang dari nilai buku sebelum terjadinya
transaksi). Pada akhirnya , sebagai akibat dari pembelian saham treasuri rasio keuangan yang
berhubungan dengan kemampuan perusahaan untuk memperoleh sumber dana eksternal berupa
utang sedikit mengalami penurunan, sebagai mana tampak pada penurunan rasio rasio likuiditas
dan kenaikan leverage.
15
beberapa alasan atau motif yang melandasi perusahaan melakukan pembelian saham treasuri atau
menarik kembali saham dari peredaran. Beberapa alasan atau motif tersebut di antaranya:
16
KESIMPULAN
Salah satu fungsi manajemen pajak adalah perencanaan pajak (tax planning).
Perencanaan pajak itu sendiri sesungguhnya merupakan tindakan penstrukturan yang terkait
dengan konsekuensi potensi pajaknya. Tujuannya adalah bagaimana pengendalian tersebut dapat
mengefisiensikan jumlah pajak yang akan dibayar.
Perencanaan merupakan proses penentuan tujuan organisasi (perusahaan) dan kemudian
menyajikan (mengartikulasikan) dengan jelas strategi – strategi (program), taktik –taktik (tata
cara pelaksanaan program), dan operasi (tindakan) yang diperlukan untuk mencapai tujuan
perusahaan secara menyeluruh.
Intinya Tax Planning (Perencanaan Pajak) adalah proses mengorganisasi usaha wajib
pajak sekelompok wajib pajak sehingga utang pajaknya, baik pajak penghasilan maupun pajak
lainnya. Dan pada umumnya , perencanaan pajak merujuk pada proses merekayasa usaha
transaksi wajib pajak agar utang pajak berada dalam jumlah yang minimal tetapi masih dalam
bingkai peraturan perpajakan. Jika perencanaan tepat maka akan menghasilkan beban pajak
minimal yang merupakan hasil dari perbuatan penghematan / penghindaran pajak bukan karena
penyelundupan pajak yang tidak berdasarkan pada peraturan perundang – undangan.
17