Anda di halaman 1dari 12

400 | Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.13 No.

2 (2022) 400-411

HUBUNGAN KONSUMSI SUMBER ZAT BESI DENGAN KEJADIAN


ANEMIA PADA REMAJA PUTRI SMP DAN SMA DI WILAYAH BANTUL
Tazkia Fadila Putria, Faurina Risca Fauziab,*
a,b
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
email author: faurinafauzia@unisayogya.ac.id
Abstrak
Masa remaja merupakan masa dimana proses pertumbuhan terjadi dengan cepat, sehingga kebutuhan
gizi pada masa remaja turut meningkat. Zat gizi yang kebutuhannya meningkat adalah zat besi. Kekurangan
zat besi dianggap sebagai penyebab paling umum dari kejadian anemia secara global. Anemia dapat
berisiko terjadi pada semua kelompok usia antara lain usia sekolah, remaja, wanita usia subur, dan ibu
hamil.Penelitian ini termasuk kuantitatif dengan jenis penelitian observasional analitik dan menggunakan
desain cross sectional. Populasi yang digunakan adalah remaja putri SMP dan SMA di wilayah Bantul.
Pemilihan sekolah dilakukan secara cluster random sampling dan jumlah sampel diambil menggunakan
proportioned random sampling sebanyak 196 siswi. Subjek pada penelitian ini adalah remaja putri yang
bersekolah di Bantul dan memenuhi kriteria insklusi serta eksklusi. Hasil penelitian menunjukkan
responden dengan asupan zat besi kurang berstatus anemia sebesar 46,34%, sementara responden dengan
asupan zat besi cukup berstatus anemia sebesar 53,66%. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,182.
Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara konsumsi sumber zat besi dengan kejadian anemia pada remaja
putri (p-value>0,05).
Kata Kunci: Remaja, Anemia, Asupan Zat Besi

Abstract
Adolescence is a period where the growth process occurs rapidly, so that the nutritional needs of
adolescence also increase. Nutrients whose needs increase is iron. Iron deficiency is considered the most
common cause of anemia globally. Anemia can occur at risk in all age groups including school age,
adolescents, women of childbearing age, and pregnant women. The population used is junior high and high
school girls in the Bantul area. Schools were selected by cluster random sampling and the number of
samples was taken using proportioned random sampling as many as 196 students. The subjects in this study
were young women who attended school in Bantul and met the inclusion and exclusion criteria. The results
showed that respondents with insufficient iron intake had anemic status of 46.34%, while respondents with
sufficient iron intake had anemic status of 53.66%. The results of statistical tests obtained p-value 0.182.
Conclusion: There is no relationship between consumption of iron sources with the incidence of anemia in
adolescent girls because p-value is 0.182 (p-value>0.05).
Keywords: Adolescence, Anemia, Iron Intake

jenis makanan. Pemilihan jenis makanan yang


PENDAHULUAN salah dapat mempengaruhi kualitas hidup
Kebutuhan gizi seseorang dipengaruhi oleh hingga usia dewasa (Hendra et al., 2019).
perilaku pola makan yang dijalani. Kualitas
dan kuantitas dari makanan maupun minuman Masa remaja merupakan masa dimana
yang dikonsumsi dapat mempengaruhi tingkat proses pertumbuhan terjadi dengan cepat,
kesehatan individu dan masyarakat. sehingga kebutuhan gizi pada masa remaja
Konsumsi zat besi yang tidak seimbang serta turut meningkat. Zat gizi yang kebutuhannya
tidak optimal berkaitan dengan kesehatan meningkat adalah zat besi. Zat besi
yang buruk, yang dapat meningkatkan risiko dibutuhkan semua sel didalam tubuh dan
penyakit yang tidak diharapkan. Masa remaja merupakan dasar dalam proses fisiologis,
(andolosence), adalah masa terjadinya proses seperti pembentukan hemoglobin (sel darah
transisi dari masa kanak-kanak menuju arah merah) dan sebagai fungsi enzim. Perempuan
dewasa. Remaja individu akan mengalami membutuhkan zat besi yang lebih tinggi
berbagai perubahan salah satunya perubahan dibandingkan dengan laki-laki. Kebutuhan zat
berkaitan dengan perilaku. Perubahan besi yang pada perempuan berdasarkan AKG
perilaku adalah perilaku dalam pemilihan 2019 sebesar 15 mg/hari. Remaja putri
Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.13 No.2 (2022) 400-411 | 401

membutuhkan asupan zat besi untuk pada remaja putri pada tahun 2018 sebesar
mengganti zat besi yang hilang melalui darah 26,50% (Priyanto, 2018). Prevalensi anemia
yang keluar ketika mengalami menstruasi gizi besi pada remaja putri tahun 2021 di
setiap bulannya (Astrika Yunita et al., 2020). Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) usia 12-
Kekurangan zat besi dianggap sebagai 19 tahun yaitu 36,00% (Hermanto et al., 2020).
penyebab paling umum dari kejadian anemia Gambaran grafis memperlihatkan bahwa di
secara global, akan tetapi beberapa lainnya Kabupaten Bantul prevalensi anemia gizi besi
kekurangan zat gizi lain seperti folat, vitamin pada remaja usia 12-19 tahun sebesar 54,8%
B12, dan vitamin A serta mengalami kondisi (Aprilianti & Arisjulyanto, 2018).
akut, peradangan kronis dan parasit infeksi Penelitian yang dilakukan (Sari Arum et al.,
yang dapat menyebabkan anemia (Suryani et 2017) diketahui ada hubungan antara asupan
al., 2015). zat besi dengan kejadian anemia pada remaja
Masalah anemia tidak hanya terjadi pada di SMK 2 Muhammadiyah Sukoharjo dan
negara berkembang namun juga terjadi pada SMA N 1 Nguter Magelang. Penelitian lain
negara maju. Anemia dapat berisiko terjadi yang dilakukan oleh (Junengsih, 2017) juga
pada semua kelompok usia antara lain usia diketahui bahwa ada hubungan antara asupan
sekolah, remaja, wanita usia subur, dan ibu zat besi dengan kejadian anemia pada remaja
hamil. Kelompok yang paling rawan putri di SMU 98 Jakarta Timur. Paparan latar
mengalami anemia adalah kelompok remaja belakang yang sudah dijelaskan iatas tentang
putri usia 10-19 tahun (Permatasari et al., kejadian anemia pada remaja putri di
2020). Anemia merupakan keadaan dimana Indonesia yang memiliki prevalensi cukup
ada penurunan hemoglobin per unit volume tinggi, dan terdapat pula hubungan antara
darah dibawah kadar normal yang sudah asupan zat besi dengan kejadian anemia pada
ditentukan untuk usia dan jenis kelamin remaja putri di Indonesia serta masih
tertentu. Ketentuan terjadinya anemia apabila kurangnya penelitian kejadian anemia pada
kadar hemoglobin pada perempuan <12 g/dl remaja putri di daerah Yogyakarta maka
sementara pada laki-laki <14 g/dl serta kadar peneliti tertarik melakukan penelitian dengan
hematocrit <34% (Kaimudin et al., 2017). judul “Hubungan Konsumsi Sumber Zat Besi
Dampak dari anemia antara lain Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri
terganggunya pertumbuhan dan SMP dan SMA di Wilayah Bantul”. Tujuan
perkembangan, kelelahan, meningkatkan penelitian ini adalah untuk mengetahui
kerentanan terhadap infeksi karena sistem hubungan konsumsi sumber zat besi dengan
kekebalan tubuh yang menurun, menurunkan kejadian anemia pada remaja putri
fungsi dan daya tahan tubuh lebih rentan
terhadap keracunan dan terganggunya fungsi
kognitif (Astrika Yunita et al., 2020). Gejala LANDASAN TEORI
yang ditimbulkan antara lain lesu, lemah, letih, Zat Besi
lelah, dan lalai (5L), hal ini dikarenakan Zat besi adalah mineral yang dibutuhkan
menurunnya kadar oksigen dalam darah yang dalam proses biologis didalam tubuh. Besi
dibutuhkan oleh jaringan didalam tubuh merupakan unsur esensial untuk sintesis
termasuk otot untuk melakukan aktivitas fisik hemoglobin, produksi panas, dan sebagai
dan otak untuk berfikir karena pembawa komponen enzim-enzim tertentu yang
oksigen adalah hemoglobin (Triwinarni et al., dipergunakan untuk proses produksi
2017). adenosine trifosfat yang terlibat dalam
Prevalensi anemia secara nasional pada respirasi sel. Zat besi sendiri disimpan dalam
semua kelompok umur adalah 21,7%. hepar, lien, dan sum-sum tulang belakang.
Prevalensi anemia pada perempuan relative Sebanyak 70% zat besi yang ada di dalam
lebih tinggi sebesar 23,90% sementara pada tubuh berada dalam hemoglobin, dan sisanya
laki-laki sebesar 18,40%. Prevalensi anemia berfungsi sebagai simpanan oksigen
secara nasional menurut data Riskesdas 2018 intramuskuler (Agustina, 2019). Zat besi
sebesar 48,9%, sementara prevalensi anemia sendiri ada 2 jenis berdasarkan sumbernya.
402 | Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.13 No.2 (2022) 400-411
Zat besi yang berasal dari sumber pangan Kadar normal hemoglobin pada pria
nabati disebut non-heme sementara zat besi sebesar 14-16 g/dl sementara pada perempuan
yang berasal dari sumber pangan hewani sebesar 12-16 g/dl. Timbulnya anemia dapat
disebut heme. Ketersediaan biologi disebabkan oleh asupan makan yang salah,
(bioavailability) zat besi heme sebesar 15- tidak teratur dan tidak seimbang dengan
30% sementara ketersediaan biologi kecukupan sumber zat gizi yang dibutuhkan
(bioavailability) zat besi non-heme sebesar 5- tubuh antara lain, asupan protein, asupan
10%. Kebutuhan zat besi pada remaja putri karbohidrat, asupan lemak, asupan vitamin C,
usia 13-18 tahun berdasarkan AKG 2019 dan yang terutama kurangnya asupan sumber
sebanyak 15 mg/hari. Sumber zat besi heme zat besi (Utami & Mahmudah, 2019).
berasal dari makanan hewani seperti daging, Tanda dan gejala anemia ada bermacam-
ikan, hati, telur dan susu, sementara sumber macam tergantung kondisi tiap individu
zat besi non-heme berasal dari makanan yang antara lain gejala 5L (lemah, letih, lesu,
berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti sayuran lunglai, lemas), sering merasa ngantuk,
hijau, kacang-kacangan, buah, dan serealia. timbulnya rasa pusing, nyeri kepala, kulit
Zat besi memiliki beberapa fungsi esensial terlihat pucat, adanya luka pada lidah,
didalam tubuh antara lain, zat besi sebagai konjugtiva pucat, bantalan pada kuku pucat,
media angkut oksigen dari paru-paru ke nafsu makan menurun, timbulnya rasa mual
jaringan tubuh, menjadi alat angkut elektron dan muntah (Triwinarni et al., 2017). Jenis
ke dalam sel, dan dapat membantu enzim anemia ada 6 yaitu anemia defisiensi besi,
didalam jaringan tubuh. anemia aplastic, anemia hemolitik, anemia
Absorbsi zat besi didalam tubuh megaloblastik, anemia pernisiosa, dan anemia
dipengaruhi oleh beberapa faktor interaksi sickle cell (Sarifah et al., 2014). Penyebab
antar zat makanan yang dikonsumsi. Sumber anemia secara umum ada 3 yaitu penyebab
pangan enhancer zat besi adalah sumber langsung, penyebab tidak langsung, dan
makanan yang dapat mempercepat proses penyebab mendasar (Priyanto, 2018).
penyerapan zat besi. Sumber pangan enhancer Penyebab anemia defisiensi besi yaitu diet
antara lain, daging ayam, ikan, telur, tomat, atau asupan zat besi kurang, kebutuhan zat
dan pisang. Sumber pangan inhibitor zat besi besi meningkat, gangguan penyerapan dan
adalah sumber makanan yang dapat kehilangan darah kronis (Fitriany & Saputri,
menghambat proses penyerapan zat besi. 2018). Dampak anemia berpengaruh besar
Sumber pangan inhibitor antara lain tempe terhadap siklus daur kehidupan pada remaja
dan tahu. Penyerapan zat besi yang terhambat yang nanti akan menjadi calon ibu yaitu
ini dikarenakan makanan inhibitor seperti terjadinya abortus, melahirkan bayi dengan
tahu dan tempe yang berbahan dasar kedelai berat lahir rendah, mengalami penyulit
merupakan salah satu bahan makanan yang lahirnya bayi karena rahim tidak mampu
didalamnya terkadung fitat. berkontraksi dengan baik serta risiko
terjadinya perdarahan pasca persalinan yang
menyebabkan kematian maternal (Rahayu et
Anemia al., 2019).
Anemia adalah suatu keadaan dimana
jumlah dan ukuran sel darah merah atau
konsentrasi hemoglobin lebih rendah dibawah METODE PENELITIAN
nilai cut-off (batas) yang telah ditetapkan, Penelitian ini termasuk kuantitatif dengan
akibatnya mengganggu kapasitas darah untuk jenis penelitian observasional analitik dan
mengangkut oksigen disekitar tubuh. Tidak menggunakan desain cross sectional.
hanya kadar hemoglobin yang rendah namun Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari
kadar eritrosit dan hematokrit rendah tahun 2022. Variabel dependen adalah
termasuk penanda terjadinya anemia pada kejadian anemia diukur kadar hemoglobin
seseorang. Penderita anemia lebih sering dengan alat Easytouch GcHb sementara
disebut kurang darah, hal ini dikarenakan sel variabel independen adalah asupan zat besi
darah merah yang dibawah normal. diukur dengan kuesioner SQ-FFQ selama 1
Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.13 No.2 (2022) 400-411 | 403

minggu terakhir yang dilampirkan dalam Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
GoogleForm. Pemilihan sekolah dilakukan Usia dan Tipe Kelas
secara cluster random sampling dan jumlah Variabel Frekuensi Persentase
sampel diambil menggunakan proportioned (n) (%)
random sampling. Populasi pada penelitian ini Usia
adalah remaja putri yang bersekolah di 13-15 tahun 84 42.42
wilayah Bantul sebanyak 3.807 siswi. Sampel 16-18 tahun 114 57.58
yang diteliti pada penelitian ini yaitu yang Kelas
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi VII 23 11.61
a. Kriteria Inklusi VIII 28 14.14
1) Remaja putri usia 13-18 tahun IX 5 2.53
2) Berstatus sebagai pelajar SMP dan X 67 33.84
SMA di wilayah Bantul XI 74 37.37
3) Bersedia menjadi responden dan XII 1 0.51
menandatangani informed consent Total 198 100
b. Kriteria Eksklusi Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa
1) Menderita thalassemia/kelainan sel responden dalam penelitian ini sebagian besar
darah merah berusia 16-18 tahun sebanyak 114 remaja
2) Sedang dalam periode pengobatan putri (57,58%) dan berdasarkan tipe kelas
thalassemia/ kelainan sel darah merah responden dalam penelitian ini duduk
3) Memiliki alergi protein dibangku SMA kelas XI sebanyak 74 remaja
hewani/nabati/sayur/buah putri (37,37%).
4) Responden tidak mengikuti seluruh
proses penelitian atau hanya
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pekerjaan Bapak
mengikuti setengah rangkaian
Variabel Frekuensi Persentase
penelitian
(n) (%)
Jumlah sampel minimal sebanyak 196 Pekerjaan Bapak
remaja putri yang di hitung menggunakan Tidak 12 6.06
rumus analitik numerik tidak berpasangan. Bekerja
Analisis data melalui dua tahap : PNS 27 13.64
Wiraswasta 61 30.81
1. Analisis univariat
Wirausaha 18 9.09
Analisis data univariat dilakukan bertujuan Buruh 46 23.23
untuk mengetahui karakteristik subjek yang Karyawan 18 9.09
diteliti meliputi usia, tipe kelas, pekerjaan swasta
bapak & ibu, pendidikan bapak & ibu, asupan Petani 2 1.01
zat besi, asupan vitamin C, dan status anemia
Guru 1 0.51
menggunakan software STATA 13 dan
TNI 5 2.53
Nutirsurvey.
Polri 2 1.01
2. Analisis data bivariat Pendeta 1 0.51
Analisis data bivariate dilakukan bertujuan Tukang 1 0.51
untuk mengetahui hubungan antara konsumsi jahit
sumber zat besi dengan kejadian anemia pada
Sopir 2 1.01
remaja putri. Uji yang dilakukan
menggunakan Chi Square dengan nilai α= Dosen 1 0.51
0,05 pada software STATA 13. Pedagang 1 0.51
Total 198 100
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan diagram diatas diketahui
Hasil bahwa pekerjaan bapak responden bermacam-
1. Analisis univariat macam namun 3 yang terbanyak yaitu
wiraswasta sebanyak 61 orang (30,81%),
404 | Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.13 No.2 (2022) 400-411
buruh sebanyak 46 orang (23,23%) dan PNS Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa
sebanyak 27 orang (13,64%). pendidikan terakhir bapak responden sebagian
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu besar adalah SMA sebanyak 96 orang (72%)
Variabel Frekuensi Persentase dan pendidikan terakhir ibu responden
(n) (%) sebagian besar adalah SMA sebanyak 93
PekerjaanIbu orang (47%).
Tidak 111 56.06
bekerja/IRT Tabel 5. Distribusi Frekuensi Asupan Zat Besi
Responden
PNS 20 10.10
Asupan Frekuensi Persentase Mean
Wiraswasta 19 9.60 zat besi (n) (%) ±SD
Wirausaha 14 7.07
Buruh 12 6.06 Kurang 110 55.56
Guru 11 5.56 (<15 mg)
22.88
Pedagang 2 1.01 ±1.6
Cukup 88 44.44
Petani 2 1.01 (>15 mg)
Bisnis 1 0.51
Dosen 1 0.51 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat
Polri 1 0.51 asupan zat besi responden yang masih kurang
Penjahit 1 0.51 (<15 mg) sebanyak 110 remaja putri
Karyawan 3 1.52 (55,56%), dan yang sudah cukup sebanyak 88
swasta remaja putri (44,44%).
Total 198 100
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Asupan Vitamin C
Berdasarkan tabel diatas diketahui
Asupan Frekuensi Persentase Mean±SD
pekerjaan ibu responden bermacam-macam
vitamin (n) (%)
namun 3 terbanyak yaitu tidak bekerja/IRT C
sebanyak 111 orang (56%), PNS sebanyak 20 Kurang 110 55.56
orang (10%), dan wiraswasta sebanyak 19 (<65mg) 69.23±3,58
orang (10%). Cukup 88 44.44
(>65mg)
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pendidikan Orangtua Berdasarkan tabel diatas asupan vitamin C
Responden responden yang masih kurang (<65mg/hari)
Variabel Frekuensi Persentase sebanyak 110 remaja putri (55,56%)
(n) (%) sementara yang sudah cukup sebanyak 88
Pendidikan remaja putri (44,44%). Rata-rata asupan
Bapak vitamin C remaja putri sebesar 69,23 mg/hari.
Tidak 14 7.07
sekolah/SD Tabel 7. Distribusi Frekuensi Status Anemia
SMP 22 11.11 Responden
SMA 96 48.48 Status Frekuensi Persentase Mean±SD
Perguruan 66 33.33 anemia (n) (%)
Tinggi Tidak 157 79.29
anemia 13.14±1.81
Pendidikan
(>12g/dl)
Ibu Anemia 41 20.71
Tidak 12 6.06 (<12g/dl)
sekolah/SD Berdasarkan tabel diatas responden yang
SMP 32 16.16 tidak anemia (>12 g/dl) sebanyak 157 remaja
SMA 93 46.97 putri (79,29%) sementara yang anemia
Perguruan 61 30.81 sebanyak 41 remaja putri (20,71%). Rata-rata
Tinggi hasil pemeriksaan kadar hemoglobin pada
Total 198 100 remaja putri sebesar 13,14 g/dl.
Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.13 No.2 (2022) 400-411 | 405

Diagram 1. Makanan Sumber Zat Besi Diagram 2. Makanan Sumber Vitamin C

Berdasarkan diagram diatas makanan


sumber vitamin C yang sering dikonsumsi
Berdasarkan diagram diatas makanan remaja putri yaitu wortel paling sering
sumber zat besi yang sering dikonsumsi dikonsumsi dengan frekuensi 1-2x seminggu
remaja putri yaitu daging ayam paling sering sebanyak 113 remaja putri (66,47%). Bayam
dengan frekuensi 1-2x seminggu sebanyak paling sering dikonsumsi dengan frekuensi 1-
104 remaja putri (55,91%). Telur ayam paling 2x seminggu sebanyak 121 remaja putri
sering dengan frekuensi 1-2x seminggu (82,31%). Brokoli paling sering dikonsumsi
sebanyak 86 remaja putri (46,74%). Tahu dan dengan frekuensi 1-2x seminggu sebanyak
tempe paling sering dengan frekuensi 3-4x 128 remaja putri (93,43%). Daun pepaya
seminggu sebanyak 94 remaja putri (49,21%). paling sering dengan frekuensi 1-2x seminggu
Bakso paling sering dengan frekuensi 1-2x sebanyak 95 remaja putri (94,06%).
seminggu sebanyak 160 remaja putri Kangkung paling sering dengan frekuensi 1-
(89,98%). Sosis paling sering dengan 2x seminggu sebanyak 101 remaja putri
frekuensi 1-2x seminggu sebanyak 134 (80,16%).
remaja putri (77,01%).

2. Analisis Data Bivariat


Tabel 8. Hubungan Konsumsi Sumber Zat Besi Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri
Konsumsi Kejadian Anemia
sumber Tidak Anemia Anemia Total % P Value
zat besi n % n %
Kurang 91 57.96 19 46.34 110 100
(<15 mg)
Cukup 66 42.34 22 53.66 88 100 0.182
(<15 mg)
Total 157 100 41 100 198 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui hasil uji anemia pada remaja putri SMP dan SMA di
analisis Chi-Square hubungan antara Wilayah Bantul.
konsumsi sumber zat besi dengan kejadian Pembahasan
anemia pada remaja putri menunjukkan nilai Anemia adalah suatu kondisi kekurangan
signifikansi 0,182 lebih dari α= 0,05 (p- zat besi dalam tubuh dalam waktu lama
value>α) atau H0 diterima sehingga sehingga berdampak pada pertumbuhan dan
dinyatakan tidak ada hubungan antara perkembangan sel dan juga system saraf.
konsumsi sumber zat besi dengan kejadian Kurangnya zat besi sebagai salah satu mineral
406 | Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.13 No.2 (2022) 400-411
penting untuk mengangkut oxygen dalam rendah dan jenis makanan yang dikonsumsi
hemoglobin yang merupakan penyebab utama kurang beragam. Dari hasil SQ-FFQ remaja
anemia (Fauzia et al., 2021). Kadar putri SMP dan SMA di wilayah Bantul
hemoglobin adalah ukuran pigmen diketahui bahwa asupan sumber zat besi yang
respiratorik dalam butiran-butiran dalam sering dikonsumsi yaitu dari golongan zat besi
darah. Hemoglobin adalah protein yang kaya non-heme diantara nya tahu, tempe, kangkung,
akan zat besi memiliki afinitas (daya gabung) daun pepaya, bayam, wortel, dan brokoli.
terhadap oksigen dan oksigen akan Padahal asupan zat besi non-heme sendiri
membentuk oxihemoglobin di dalam sel darah memiliki tingkat absorbsi dan bioavailabilitas
merah. Hemoglobin merupakan senyawa rendah. Bioavailabilitas besi non-heme
pembawa oksigen pada sel darah merah dipengaruhi oleh berbagai komponen diet
(Yulianti et al., 2016). Kadar normal yang dapat menghambat atau meningkatkan
hemoglobin pada remaja putri usia 13-18 penyerapan.
tahun adalah >12 g/dl (Dumilah & Sumarmi, Penyerapan zat besi non-heme dapat
2017). Remaja putri yang menjadi responden dihambat oleh bahan makanan yang
pada penelitian ini sebagian besar memiliki mengandung asam fitat yang biasanya dalam
kadar hemoglobin yang normal sebanyak 157 sayuran dan kacang-kacangan (Arima et al.,
orang (79,29%). Rata-rata kadar hemoglobin 2019). Selain sumber zat besi non-heme,
remaja putri pada penelitian ini 13,14 g/dl remaja putri juga mengkonsumsi asupan zat
sehingga dapat dikatakan normal. besi heme namun dari 20 sumber zat besi yang
Zat besi merupakan unsur penting yang ada disediakan hanya 4 sumber zat besi heme yang
dalam tubuh dan dibutuhkan untuk sering dikonsumsi yaitu daging ayam, telur
membentuk sel darah merah (hemoglobin), ayam, sosis, bakso. Padahal asupan zat besi
zat besi merupakan salah satu komponen sendiri memiliki tingkat absorbsi dan
heme yang menjadi bagian dari hemoglobin. bioavailabilitas yang tinggi. Hal ini karena zat
Hal ini terjadi karena remaja putri setiap besi heme tersedia dalam bentuk besi
bulannya mengalami menstruasi yang Fe2+(ferro) yang langsung dapat di absorbsi
berdampak kekurangan zat besi dalam darah. dan tidak dipengaruhi zat yang dapat
Pada dasarnya asupan zat gizi pada tubuh menghambat penyerapan. Asupan zat besi
harus tercukupi khususnya pada remaja putri heme yang masih kurang ini dipengaruhi oleh
seperti salah satunya asupan zat besi frekuensi, jumlah dan jenis yang dikonsumsi
(Christina et al., 2018). Apabila simpanan sedikit (Arima et al., 2019). Selain asupan
besi habis maka tubuh akan kekurangan sel sumber zat besi, remaja putri pada penelitian
darah merah dan jumlah hemoglobin ini juga memiliki asupan protein hewani yang
didalamnya akan berkurang pula sehingga masih kurang hal ini dapat dilihat dari
dapat mengakibatkan anemia (Pertiwi et al., pemilihan asupan protein hewani yang sering
2018). Asupan zat besi remaja putri pada dikonsumsi remaja putri hanya 8 sumber
penelitian ini diambil dengan menggunakan pangan hewani.
metode SQ-FFQ selama 1 minggu terakhir. Protein berperan penting dalam transportasi
Kecukupan asupan zat besi remaja putri usia zat besi dalam tubuh. Kurangnya asupan
13-18 tahun berdasarkan AKG 2019 sebesar protein akan mengakibatkan transportasi zat
15 mg/hari. besi terhambat sehingga akan terjadi
Dilihat dari rata-rata asupan zat besi remaja defisiensi besi (Lewa, 2016). Pada penelitian
putri sebesar 22,88 mg/hari yang berarti sudah (Sholihah et al., 2019) menunjukkan bahwa
memenuhi dari kebutuhan yang seharusnya. remaja putri dengan tingkat konsumsi protein
Namun, dari hasil pengambilan data sebagian kurang berisiko 30,333 kali lebih besar
besar remaja putri sebanyak 110 orang terkena anemia dibandingkan dengan remaja
(55,56%) memiliki asupan zat besi yang putri yang memiliki tingkat konsumsi cukup,
masih kurang (<15mg/hari) hal ini sedangkan hubungan yang berpola positif
dipengaruhi oleh frekuensi asupan zat besi tersebut menandakan bahwa jika asupan
remaja putri yang sebagian besar hanya 1-2x protein hewani semakin tinggi maka kadar hb
seminggu serta jumlah konsumsi nya juga juga semakin tinggi. Protein hewani juga
Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.13 No.2 (2022) 400-411 | 407

memiliki peran dalam transportasi zat besi ke bentuk non-heme meningkat empat kali lipat
sumsum tulang belakang untuk pembentukan apabila ada vitamin C. Akibatnya, risiko
sel darah merah. Protein hewani dapat terjadinya defisiensi zat besi dapat dihindari
membantu peningkatan penyerapan zat besi, dan meminimalisir terjadinya anemia (Arima
sehingga rendahnya asupan protein dapat et al., 2019).
mempengaruhi kadar Hb menjadi kurang dan Diketahui bahwa vitamin C dapat
dapat mengakibatkan anemia (Sholihah et al., membantu penyerapan zat besi dalam
2019). pencegaham terjadinya anemia, namun
Selain itu remaja putri SMP dan SMA di apabila zat besi yang dikonsumsi dalam
wilayah Bantul sering mengkonsumsi susu. jumlah terbatas maka fungsi vitamin C
Susu sendiri mengandung beberapa macam sebagai enhancer zat besi tidak akan berjalan.
zat gizi salah satunya adalah kalsium. Selain itu vitamin C merupakan promotor
Kalsium sendiri termasuk sumber bahan yang kuat terhadap penyerapan zat besi dari
makanan inhibitor zat besi yang dapat makanan dan dapat melawan efek
menghambat penyerapan zat besi. Sumber penghambat dari fitat dan tannin (Baha et al.,
pangan inhibitor lainnya yang sering 2021). Faktor lain yang dapat menyebabkan
dikonsumsi remaja putri berasal dari golongan kejadian anemia pada remaja putri yaitu
buah yaitu pisang. Selain susu dan pisang berdasarkan usia, pekerjaan orang tua, dan
sebagai sumber pangan inhibitor yang sering pendidikan terakhir orang tua. Berdasarkan
konsumsi remaja putri SMP dan SMA di hasil penelitian yang telah dilakukan kepada
wilayah Bantul sering mengkonsumsi coklat. 198 responden remaja putri SMP dan SMA di
Coklat sendiri juga termasuk ke dalam sumber wilayah Bantul, distribusi frekuensi
pangan inhibitor yang dapat menghambat karakteristik responden dilihat dari usianya
penyerapan zat besi dan mengakibatkan menunjukkan bahwa sebanyak 114 orang
anemia. Selain asupan zat besi, asupan (57,58%) berada direntang usia 16-18 tahun.
vitamin C juga berpengaruh dalam proses Kategori ini termasuk usia remaja menengah
penyerapan zat besi. Asupan vitamin C remaja yang duduk dibangku SMA (Permatasari et al.,
putri pada penelitian ini diambil 2020). Remaja mempunyai body image
menggunakan metode SQ-FFQ selama 1 sendiri sehingga remaja membatasi asupan
minggu terakhir. Kecukupan vitamin C nutrisinya. Hal tersebut memiliki peluang
remaja putri usia 13-18 tahun berdasarkan mengalami kejadian anemia karena
AKG 2019 sebesar 65 mg/hari. pertumbuhan dan perkembangan pada masa
Rata-rata asupan vitamin C remaja putri remaja menyebabkan perubahan gaya hidup
sebesar 69,23 mg/hari yang berarti sudah dan perilaku konsumsi remaja (Muhayati &
memenuhi kebutuhan seharusnya. Namun Ratnawati, 2019).
dari hasil pengambilan data sebagian besar Temuan tersebut sesuai dengan hasil
remaja putri sebanyak 110 orang (55,56%) penelitian ini bahwa dari 41 remaja putri yang
memiliki asupan vitamin C yang masih terkena anemia, 22 diantara nya berada di
kurang (<65 mg/hari) hal ini dipengaruhi oleh rentang usia 16-18 tahun sementara 19 lainnya
remaja putri jarang mengkonsumsi sayuran berada di rentang usia 13-15 tahun.
dan buah-buahan yang tinggi vitamin C. Dari Pendidikan terakhir bapak responden
hasil SQ-FFQ diketahui bahwa asupan sebagian besar adalah SMA sebanyak 96
vitamin C yang sering dikonsumsi remaja orang (48,48%) begitu juga dengan
putri dari 19 pilhan sumber pangan hanya 4 pendidikan terakhir ibu sebagian besar adalah
sumber pangan vitamin C berasal dari sayur SMA sabanyak 93 orang (46,97%).
yaitu bayam, kangkung, daun pepaya, dan Pendidikan merupakan modal penting untuk
brokoli. Padahal vitamin C termasuk bahan menunjang ekonomi suatu keluarga, dimana
makanan yang dapat meningkatkan untuk ibu rumah tangga pendidikan sangat
penyerapan zat besi. Kandungan vitamin C ini berguna dalam penyusunan pola makan
dapat mereduksi besi ferri menjadi ferro keluarga salah satunya dengan meyajikan
dalam usus halus sehingga memudahkan makanan sumber zat besi yang dapat
proses absorbsi zat besi. Absorbsi besi dalam meningkatkan kadar hemoglobin anak
408 | Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.13 No.2 (2022) 400-411
sehingga meminimalisir kejadian anemia hemoglobin. Dilihat dari data yang diperoleh
(Basith et al., 2017). Penelitian (Sondey et al., sebagian besar asupan zat besi pada remaja
2015) tentang hubungan antara sosial putri masuk dalam kategori kurang (<15
ekonomi dengan kejadian anemia pada siswi mg/hari). Penelitian lain yang dilakukan oleh
SMP N 5 Kota Manado juga menjelaskan (Lewa, 2016) juga diperoleh hasil yang
bahwa siswi dengan tingkat pendidikan ayah sejalan dengan penelitian ini yaitu tidak ada
rendah memiliki peluang 27,000 kali untuk hubungan antara asupan zat besi dengan
mengalami anemia. kejadian anemia remaja putri.
Penelitian (Sondey et al., 2015) juga Hal ini diduga karena dipengaruhi oleh
menyatakan bahwa ayah yang berpendidikan perbedaan jumlah yang cukup besar antara
rendah 0,351 kali untuk memiliki anak anemia asupan kurang dan cukup sehingga data yang
dibandingkan dengan ayah yang diperoleh tidak homogen serta sebaran data
berpendidikan tinggi. Begitu juga dengan tidak seimbang sehingga sulit dinilai
pendidikan ibu, responden dengan tingkat hubungan antara keduanya (Lewa, 2016).
pendidikan ibu rendah 10,929 kali lebih Namun penelitian lain yang dilakukan oleh
berisiko untuk terkena anemia bila (Sholihah et al., 2019) tidak sejalan dengan
dibandingkan dengan siswi yang memiliki ibu hasil penelitian ini sebab terdapat hubungan
dengan pendidikan tinggi (Sondey et al., yang signifikan dan bersifat positif antara
2015). Pendidikan menjadi modal besar dalam tingkat konsumsi zat besi dengan kejadian
menunjang perekonomian, tingkat pendidikan anemia dengan kekuatan hubungan yang kuat
yang tinggi dapat mempengaruhi penentuan dan berpola positif. Meskipun uji statistika
dalam mendapatkan gizi yang lebih baik dalam penelitian ini menunjukan tidak ada
menjadi meningkat (Dumilah & Sumarmi, hubungan antara asupan zat besi dengan
2017). Pekerjaan bapak sebagian besar adalah kejadian anemia pada remaja putri SMP dan
wiraswasta sebanyak 61 orang (30,81%) dan SMA di wilayah Bantul, namun (Lewa, 2016)
pekerjaan ibu sebagian besar tidak bekerja menyatakan bahwa remaja putri yang
atau ibu rumah tangga sebanyak 111 orang memiliki asupan zat besi kurang memiliki
(56,06%). Pekerjaan orang tua responden ini kecenderungan berisiko mengalami anemia
akan mempengaruhi status ekonomi di 1,7 kali. (Sholihah et al., 2019) dalam
keluarga tersebut. Penelitian Siahaan 2012 penelitiannya juga menyatakan bahwa remaja
dan Yamin 2012 dalam (Dumilah & Sumarmi, putri yang memiliki asupan zat besi kurang
2017) menunjukkan ibu yang tidak bekerja berisiko 33,5 kali lebih tinggi mengalami
dan ayah dengan pekerjaan tidak tetap anemia jika dibandingkan dengan remaja putri
berpeluang 0,536 dan 2,535 kali remaja yang memiliki asupan zat besi yang cukup.
menderita anemia dibandingkan ibu yang Tidak adanya hubungan asupan zat besi
bekerja dan pekerjaan ayah yang tetap. dengan kadar hemoglobin kemungkinan
Pendapatan keluarga juga mempengaruhi dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak
daya beli, pendapatan yang cukup dikendalikan peneliti seperti status gizi
mempermudah dalam memenuhi segala (Pertiwi et al., 2018). Status gizi merupakan
kebutuhan. Pendapatan yang rendah gambaran secara makro akan zat gizi dalam
menyebabkan pemenuhan kebutuhan tubuh, termasuk salah satunya adalah zat besi.
terutama daya beli makanan menjadi rendah Apabila status gizi tidak normal
sehingga mempengaruhi kesehatan (Dumilah dikhawatirkan status zat besi dalam tubuh
& Sumarmi, 2017). Setelah diuji juga tidak baik.. Namun, responden dalam
menggunakan uji analisis Chi-Square penelitian ini sebagian besar memiliki status
diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan gizi yang baik. Sehingga dapat disimpulkan
antara konsumsi sumber zat besi dengan bahwa status gizi berhubungan dengan
kejadian anemia pada remaja putri SMP dan kejadian anemia. Hal ini sejalan dengan
SMA di wilayah Bantul (p-value>α). Hasil penelitian (Ayuningtyas et al., 2020) yang
penelitian ini sejalan dengan penelitian menyatakan bahwa terdapat hubungan
(Pertiwi et al., 2018) bahwa tidak ada bermakna antara status gizi dengan kejadian
hubungan antara asupan zat besi dengan kadar
Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.13 No.2 (2022) 400-411 | 409

anemia pada remaja putri yang didukung SMP Negeri 01 Wates Kulon Progo.
dengan nilai p-value (0,008) < α= 0,05. Public Health Symposium.
Arima, L. A. T., Murbawani, E. A., &
KESIMPULAN Wijayanti, H. S. (2019). Hubungan
1. Tidak ada hubungan antara konsumsi Asupan Zat Besi Heme , Zat Besi Non-
sumber zat besi dengan kejadian Heme dan Fase Menstruasi Dengan
anemia pada remaja putri karena 0,182 Serum Feritin Remaja Putri. Journal of
> 0,05 (p-value>α) yang artinya Ho Nutrition College, 8.
diterima. Astrika Yunita, F., Anggarini Parwatiningsih,
2. Gambaran jumlah dan frekuensi S., Eka Nurma Yuneta, A., & Kartikasari,
asupan zat besi dan vitamin C pada N. D. (2020). The Relationship Between
198 remaja putri sebagian besar masih The Level Of Knowledge Of Teenagers
tergolong kurang yaitu sebanyak 110 (Girl) About Iron Consumption With The
remaja putri (55,56%) dan 88 remaja Incidence Of Anemia In SMP 18
putri (44,44%) lainnya sudah Surakarta. PLACENTUM Jurnal Ilmiah
tergolong cukup. Kesehatan Dan Aplikasinya, 8(1), 2020.
3. Gambaran status anemia pada 198
remaja putri sebagian besar tergolong Ayuningtyas, G., Fitriani, D., & Parmah.
tidak anemia yaitu sebanyak 157 (2020).Hubungan Status Gizi Dengan
remaja putri (79,29%) dan 41 remaja Kejadian Anemia Pada Remaja Puteri di
putri (20,71%) lainnya mengalami Kelas XI SMA Negeri 3 Tangerang
anemia. Selatan. Prosiding Senantias, 1(1), 877–
886.
SARAN Azizah. (2013). Kebahagiaan dan
1. Bagi responden sebaiknya Permasalahan di Usia Remaja Tantangan
memperhatikan asupan makanan zat perubahan yang dibawa oleh era
besi tiap hari nya, dikarenakan globalisasi. Jurnal Bimbingan Konseling
sebagian besar responden memiliki Islam, 4(2), 295–316.
asupan zat besi yang kurang sehingga
untuk meminimalisir risiko terjadinya Baha, M. H., Patimah, S., Sumiaty, Gobel, F.
anemia maka asupan zat besi dan A., & Nurlinda, A. (2021). Hubungan
sumber zat gizi lainnya harus Konsumsi Zat Besi, Protein, Vitamin C
terpenuhi dan beragam. dengan Kejadin Anemia Remaja Putri
2. Bagi peneliti selanjutnya apabila Kabupaten Majene. Window of Publlic
penelitian menggunakan kuesioner Health Journal, 2(2), 979–991.
SQ-FFQ yang dilampirkan dalam Basith, A., Agustina, R., & Diani, N. (2017).
Google-Form sebaiknya disertai Faktor-Faktor Yang Berhubungan
gambar agar memperjelas takaran Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja
yang ditentukan sehingga hasilnya Putri. Dunia Keperawatan, 5(1), 1.
tidak underestimate atau overestimate. https://doi.org/10.20527/dk.v5i1.3634

DAFTAR PUSTAKA Christina, M., Sukartiningsih, E., & Amaliah,


Agustina, W. (2019). Comparison Of M. (2018). Faktor Yang Berhubunan
Hemoglobin Levels In Pregnant Moms Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja
Who Comsume Iron Tablets With And Putri di Wilayah Kerja Puskesmas Area
Without Vitamin C In The Puskesmas East Sumba Regency. Jurnal Kesehatan
Working Area Langsa Lama 2019. Jurnal Primer, 3(1), 16–29.
Nasional Ilmu Kesehatan, 2, 76. Cia, A., Annisa, S. N., & F Lion, H. (2021).
Aprilianti, Y., & Arisjulyanto, D. (2018). Asupan Zat Besi dan Prevalensi Anemia
Hubungan Gaya Hidup Dengan Kejadian pada Remaja Usia 16-18 Tahun Article
Anemia Pada Siswi-Siswi Kelas VIII history : Accepted 20 April 2021
Address : Available online 25 April 2021
410 | Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.13 No.2 (2022) 400-411
Email : Phone : Jurnal Kesehatan, 04(02), Kaimudin, N. I., Lestari, H., & Afa, J. R.
144–150. (2017). Skrining dan Determinan
Kejadian Anemia Pada Remaja Putri
Diananda, A. (2018). Psikologi Remaja Dan
SMA Negeri 3 Kendari Tahun 2017.
Permasalahannya. In ISTIGHNA (Vol. 1,
Issue 1). www.depkes.go.id Kurniati, I. (2020). Anemia Defisiensi Zat
Besi ( Fe ) Iron Deficiency ( Fe ) Anemia.
Dumilah, P. R. A., & Sumarmi, S. (2017).
JK Unila, 4, 18–33.
Hubungan Anemia Dengan Prestasi
Belajar Siswi Di SMP Unggulan Bina Lestari, I. P., & Lipoeto, N. I. (2017). Artikel
Insani. Amerta Nutrition, 1(4), 331. Penelitian Hubungan Konsumsi Zat Besi
https://doi.org/10.20473/amnt.v1i4.7140 dengan Kejadian Anemia pada Murid
SMP Negeri 27 Padang. Jurnal
Fajarini, F., & Khaerani, N. M. (2014).
Kesehatan Andalas, 6(3), 507–511.
Kelekatan Aman, Religiusitas, Dan
Kematangan Emosi Pada Remaja. Jurnal Lewa, A. F. (2016).Hubungan Asupan Protein,
Psikologi Integratif, Vol 2, 22–29. Zat Besi dan Vitamin C Dengan Kejadian
Anemia Pada Remaja Putri di MAN 2
Fauzia, F. R., Wahyuntari, E., & Wahtini, S.
Model Palu. Jurnal Publikasi Kesehatan
(2021). Hubungan Anemia pada Ibu
Masyarakat Indonesia, 3(1), 26–31.
Hamil dengan Anemia Bayi Relationship
Between Maternal Anemia and The Marina, Indriasari, R., & Jafar, N. (2015).
Incidence of Anemia In Infants Aged 6- Konsumsi Tanin dan Fitat Sebagai
36 Months. Midwiferia Jurnal Kebidanan, Determinan Penyebab Anemia Pada
7(2). Remaja Putri di SMA Negeri 10
Makassar. Jurnal MKMI, 50–58.
Fitriany, J., & Saputri, A. I. (2018). Anemia
defisiensi besi. Jurnal Averrous, 4(2). Martini. (2015). Faktor-Faktor yang
Berhubungan Dengan Kejadian Anemia
Hendra, P., Suhadi, R., Virginia, D. M., &
Pada Remaja Putri Di MAN 1 Metro.
Setiawan, C. H. (2019). Sayur Bukan
Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai,
Menjadi Preferensi Makanan Remaja di
VIII(1), 1–7.
Indonesia. Jurnal Kedokteran Brawijaya,
30(4), 331. Muhayati, A., & Ratnawati, D. (2019).
https://doi.org/10.21776/ub.jkb.2019.030 Hubungan Antara Status Gizi dan Pola
.04.18 Makan dengan Kejadian Anemia Pada
Remaja Putri.
Hermanto, R. A., Kandarina, B. I., & Latifah,
L. (2020). Hubungan Antara Status Permatasari, T., Briawan, D., Madanijah, S.,
Anemia, Tingkat Aktivitas Fisik, Gizi, P., Teknik, F., Medan, U. N., &
Kebiasaan Sarapan Dan Depresi Pada Pertanian Bogor, I. (2020). Hubungan
Remaja Putri Di Kota Yogyakarta. Media Asupan Zat Besi Dengan Status Anemia
Gizi Mikro Indonesia, 11(2), 141–152. Remaja Putri Di Kota Bogor. Jurnal
https://doi.org/10.22435/mgmi.v11i2.59 Kesehatan Masyarakat, Volume 4, 95–
7 100.
Jaelani, M., Simanjuntak, B. Y., & Yuliantini, Pertiwi, D., Kusudaryati, D., & Prananingrum,
E. (2015). Faktor Risiko yang R. (2018).Hubungan Usia, Asupan
Berhubungan dengan Kejadian Anemia Vitamin C dan Besi Dengan Kadar
pada Remaja Putri. 358–368. Hemoglobin Pada Remaja Putri Anemia.
University Research Colloquium 2018
Junengsih, Y. (2017). Hubungan Asupan Zat
Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Besi Dengan Kejadian Anemia Pada
250–255.
Remaja Putri SMU 98 Di Jakarta Timur.
Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kesehatan, Pratiwi, R., & Widari, D. (2018). Hubungan
55–65. Konsumsi Sumber Pangan Enhancer dan
Inhibitor Zat Besi dengan Kejadian
Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Vol.13 No.2 (2022) 400-411 | 411

Anemia pada Ibu Hamil Relation of Iron content/uploads/2016/02/Jurnal-Angel-


Enhancer and Inhibitor Food Sondey.pdf
Consumption with Anemia in Pregnant Suryani, D., Hafiani, R., & Junita, R. (2015).
Women. Amerta Nutr, 283–291. Analisis Pola Makan dan Anemia Gizi
https://doi.org/10.2473/amnt.v2i3.2018.2 Besi Pada Remaja Putri Kota Bengkulu.
83-291 Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas,
Priyanto, L. D. (2018). The Relationship of Vol 10, 11–18.
Age, Educational Background, and http://jurnal.fkm.unand.ac.id/index.php/j
Physical Activity on Female Students kma/
with Anemia. Jurnal Berkala Triwinarni, C., Sri Hartini, T., & Susilo, J.
Epidemiologi, 6(2), 139. (2017). Hubungan Status Gizi dengan
https://doi.org/10.20473/jbe.v6i22018.13 Kejadian Anemia Gizi Besi (AGB) pada
9-146 Siswi SMA di Kecamatan Pakem.
Rahayu, A., Yulidasari, F., Putri, A. O., & Utami, U., & Mahmudah, M. (2019). The
Anggraini, L. (2019). Buku Referensi Relationship Between Diet and The
Metode Orkes-Ku (Raport Kesehatanku) Incidence of Anemia in Young Women at
dalam Mengindentifikasi Potensi Muhammadiyah 1 Karanganyar High
kejadian Anemia Gizi pada Remaja. School. Maternal, III(2), 82–85.
Sari Arum, Pamungkasari Eti P, & Dewi Yulianti, H., Hadju, V., & Alasiry, E. (2016).
Yulia LR. (2017). Hubungan Asupan Fe Pengaruh Ekstrak Daun Kelor Terhadap
dengan Kadar Hemoglobin pada Remaja Peningkatan Kadar Hemoglobin Pada
Putri Anemia di SMK 2 Muhammadiyah Remaja Putri Di SMU Muhammadiyah
Sukoharjo dan SMA N 1 Nguter. Kupang. JST Kesehatan, 6(3), 399–404.
University Research Colloquium, 385–
387.
Sarifah, P., Wahyuni, & Sri, D. (2014).
Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu
Hamil Tentang Tablet Penambah Darah
Dengan Kejadian Anemia Di Puskesmas
Sragen. Indonesian Journal on Medical
Sciene, 1(2), 11–19.
Sholihah, N., Andari, S., & Wirjatmadi, B.
(2019). Hubungan Tingkat Konsumsi
Protein , Vitamin C , Zat Besi dan Asam
Folat dengan Kejadian Anemia Pada
Remaja Putri SMAN 4 Surabaya
Correlation between Consumption Level
of Protein , Vitamin C , Iron and Folic
Acid with Anemia among Female
Teenagers at SMAN 4 Surabaya. 135–
141.
https://doi.org/10.2473/amnt.v3i3.2019.1
35-141
Sondey, A. M., Punuh, M. I., & Rombot, D. V.
(2015). Hubungan Antara Sosial
Ekonomi Dengan Kejadian Anemia Pada
Siswi Smp Negeri 5 Kota Manado. Jurnal
Fakultas Kesehatan Masyarakat, 7(5), 1–
7. http://medkesfkm.unsrat.ac.id/wp-

Anda mungkin juga menyukai