id
Oleh:
DENISYA NUR BUDIASTITI
NIM. E 0007110
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit
2011to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Denisya Nur Budiastiti, E0007110. 2011. ANALYSIS THE ROLE SHAPE AND
PROTECTION OF THE VICTIMS IN THE OCCURRENCE OF CRIMINAL ACT
OF SEXUAL INTERCOURSE AGAINST MINORS BY THE TERMS OF
VICTIMOLOGY ( STUDY DECISION NUMBER 92/Pid.Sus/2009/PN.Srg). Law
Faculty of Surakarta Sebelas Maret University.
This legal research aims to determine how the role shape of the victims in the
occurrence of criminal act of sexual intercourse against herself and whether the
victims was getting adequate legal protection during the judicial process takes
place in the Decision Number 92/Pid.Sus/2009/Pn.Srg by the terms of
victimology.
This is a prescriptive normative legal research that aims to find the legal
facts about the role shape of the victims and the presence or absence of legal
protection for victims during court proceedings in Decision Number
92/Pid.Sus/2009/Pn.Srg.
The types of and sources of legal materials used are of primary and
secondary legal materials. Legal material collection techniques used are from
library research by reading, studying, reviewing, and analyzing the decision,
literature books, and legislation. Then from all the legal material collected by
legal material analyzed by the method of syllogistic deduction techniques.
Based on the research results can be seen that the first form of the role of victims
in cases that terminated sexual intercourse in Decision Number
92/Pid.Sus/2009/Pn.Srg. is the passive role due to the inherent nature of the
victim is a young woman who is physically weak and has the mental toughness
that has not been strong so consciously or not to have stimulated the offender to
carry out his intention committing a crime (latent victims), the second, the victims
had the protection for the judicial process, but has not been adequate. The form of
protection that has been gained, among others, provide a statement before the
investigators without any pressure from anybody and or in any form (Article 117
paragraph (1) Criminal Code), free from the trap question (Article 166 Criminal
Code), and obtain assistance from a special officer the volunteers of the APPS
Non Governmental Organisation, but it is only temporary when the examination
at the police (Article 64 Paragraph (2) Point b of Act Number 23 Year 2002
concerning the Protection of Children).
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6. Bapak dan Ibu Dosen atas segala ilmu dan bimbingan yang diberikan kepada
penulis selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta serta seluruh karyawan Fakultas Hukum UNS;
7. Bapak dan Ibu tercinta yang selalu medukung dan memberikan kasih sayang
serta do’anya kepada saya serta mama tersayang di surga yang selalu mejadi
motivasi saya untuk terus maju;
8. Kakak dan adik tercinta yang selalu memberi dukungan dan motivasi kepada
saya;
9. Sahabat-sahabatku Rizqa, Raras, Ucik dan Asli untuk semua doa, dukungan
dan motivasinya;
10. Teman-temanku seperjuangan angkatan 2007 khususnya “BJC” (Citra, Yuko,
Fanti, Helza, Chandra, Ardy, Bram, Tuhu ) dan Desi untuk semua doa,
bantuan dan dukungannya;
11. Teman-teman kos “luvely esem” Rere, Ita, Uli, Mbak Ci, Sita, Riri, Nong,
untuk semua semangat dan dukungannya;
12. Serta seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
penulisan hukum ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tak ada gading yang tak retak,
begitu pula penulisan hukum ini masih jauh dari sempurna, tidak luput dari
kekurangan, baik dari segi materi yang disajikan maupun dari segi analisisnya.
Namun penulis berharap bahwa penulisan hukum ini mampu memberikan
manfaat baik bagi penulis sendiri maupun bagi pembacanya. Dengan lapang dada
penulis menerima segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua
pihak untuk kesempurnaan penulisan hukum ini.
Penulis
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN.............................………………………. iv
ABSTRAK ................................................................................................ v
ABSTRACT .............................................................................................. vi
KATA PENGANTAR .............................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................. ix
DAFTAR BAGAN ................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 6
D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 7
E. Metode Penelitian................................................................................ 7
1. Jenis Penelitian .............................................................................. 8
2. Sifat Penelitian .............................................................................. 8
3. Pendekatan Penelitian ................................................................... 9
4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum .................................................. 10
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ............................................ 11
6. Teknik Analisis Bahan Hukum ..................................................... 11
F. Sistematika Penulisan Hukum............................................................. 12
ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR BAGAN
BAGAN
Gambar 1 Kerangka Pemikiran ................................................................. 46
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
1
perpustakaan.uns.ac.id 2
digilib.uns.ac.id
korban. Sikap dan perilaku pihak korban dalam hal ini anak perempuan sebagai
korban dengan didukung oleh situasi dan kondisi tertentu pada saat itu dapat
merangsang pihak pelaku untuk melakukan viktimisasi kriminal terhadap anak
perempuan tersebut. Pihak perempuan sebagai korban dapat tidak melakukan
suatu tindakan, tidak ingin dijadikan korban atau dapat mengatakan tidak
menyangka akan dijadikan korban, tetapi sikap dan perilaku serta keadaan
yang ada pada perempuan seperti fisik perempuan yang dianggap lemah serta
mudah diperdaya karena bodoh dapat merangsang atau mendorong pelaku
untuk melakukan viktimisasi kriminal.
Tindak Pidana Persetubuhan, khususnya yang dilakukan terhadap
anak dapat bermula dari pergaulan antara pria dan wanita yang memiliki
kecenderungan berlangsungnya hubungan seks di luar pernikahan yang sering
salah diartikan sebagai ungkapan rasa sayang. Hal ini dapat dimulai dari
meraba tangan, kemudian meningkat menjadi cium pipi kanan-kiri, kemudian
meningkat lagi menjadi ciuman bibir, lalu berkembang menjadi meraba organ-
organ intim dan berakhir dengan persetubuhan. Anak yang tergolong remaja
seringkali menjadi korban dikarenakan sikap mereka yang masih lugu, mudah
dibujuk dan dirayu oleh pelaku. Apalagi jika pelaku merupakan orang yang
dekat dengannya, bersikap baik dan memberikan perhatian dan kasih sayang
seperti layaknya kakak atau orang tua serta memberikan apa yang mereka
butuhkan. Belum matangnya kepribadian dan ketahanan moralitas sering
membuat anak terbuai dengan kelihaian pelaku sehingga seringkali secara tidak
sadar mereka mau saja melakukan apa yang diminta oleh pelaku, termasuk
melakukan persetubuhan di luar perkawinan.
Ketentuan Pidana untuk tindak pidana persetubuhan terhadap anak telah
diatur secara khusus dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23
Tahun 2002 Pasal 81 yang menyebutkan bahwa:
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau
ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan
dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun
commit
dan denda paling banyak Rpto300.000.000,00
user (tiga ratus juta rupiah)
dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
perpustakaan.uns.ac.id 5
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id
B. Rumusan Masalah:
Dalam kaitannya dengan latar belakang masalah di atas, maka Penulis
merumuskan pokok-pokok masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk peran korban terhadap terjadinya tindak pidana
persetubuhan yang dilakukan oleh terdakwa dalam PUTUSAN NOMOR
92/Pid.Sus/2009/PN.Srg di Pengadilan Negeri Sragen?
2. Apakah korban sebagaimana tersebut dalam PUTUSAN NOMOR
92/Pid.Sus/2009/PN.Srg di Pengadilan Negeri Sragen telah mendapatkan
perlindungan hukum selama proses peradilan pidana?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah hal-hal tetentu yang hendak dicapai dalam suatu
penelitian dan digunakan untuk memberikan arah dalam pelaksanaan
penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Tujuan Objektif
a. Mengetahui bentuk peran korban anak dalam terjadinya tindak pidana
persetubuhan yang dilakukan terdakwa terhadap dirinya;
b. Mengetahui bentuk-bentuk perlindungan yang telah diberikan terhadap
korban atas tindak pidana persetubuhan yang dialaminya dalam proses
peradilan pidana.
2. Tujuan Subjektif
a. Menambah wawasan, pengetahuan dan kemampuan analitis penulis di
bidang Hukum Pidana, khususnya berkaitan dengan Peran Korban
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id
D. Manfaat Penelitian
Penulis dalam hal ini berharap bahwa penelitian hukum ini akan
bermanfaat bagi penulis maupun pihak lain yang terkait dengan penulisan
hukum ini. Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan
hukum ini antara lain:
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum
pada umumnya dan Hukum Pidana pada khususnya;
b. Memperkaya referensi dan literatur kepustakaan Hukum Pidana
tentang bentuk peranan dan perlindungan bagi korban tindak pidana
persetubuhan terhadap anak di bawah umur; dan
c. Memberikan hasil yang dapat dijadikan bahan acuan bagi penelitian
yang sama atau sejenis pada tahap selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan
pola pikir ilmiah, serta untuk mengetahui kemampuan penulis dalam
menerapkan ilmu yang diperoleh; dan
b. Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi semua
pihak yang berkepentingan, khususnya bagi aparat penegak hukum
guna memperoleh jawaban (solusi) dari permasalahan yang diteliti.
E. Metode Penelitian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id
yang telah ditentukan dengan persyaratan yang sangat ketat berdasarkan tradisi
keilmuan yang terjaga sehingga hasil penelitian yang dilakukan memiliki nilai
ilmiah yang dihargai oleh komunitas ilmuwan terkait. Dua syarat utama yang
harus dipenuhi sebelum mengadakan penelitian ilmiah dengan baik dan dapat
dipertanggungjawabkan yakni peneliti harus lebih dulu memahami konsep
dasar ilmu pengetahuan yang berisi sistem dan ilmunya dan metodologi
penelitian disiplin ilmu tersebut (Johny Ibrahim, 2006:26).
Metode penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan
hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab
isu hukum yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan
argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskipsi dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi ( Peter Mahmud Marzuki, 2005:35).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai
berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun
penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian
hukum kepustakaan karena dalam hal ini penulis menggunakan
studi putusan pengadilan dan mengkajinya dari segi viktimologi.
Penelitian hukum normatif memiliki definisi yang sama
dengan penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu penelitian
berdasarkan bahan-bahan hukum (library research) yang fokusnya
pada membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum primer dan
sekunder (Johny Ibrahim, 2006:44).
2. Sifat Penelitian
Sesuai dengan judul dan permasalahan dalam penelitian ini
maka penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian yang bersifat
preskriptif yaitu penelitian ilmu hukum yang mempelajari tujuan
hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep
hukum dan norma norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005:
22) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id
3. Pendekatan Penelitian
Dalam buku Penelitian Hukum karangan Peter Mahmud
Marzuki disebutkan bahwa dalam penelitian hukum terdapat
beberapa pendekatan yaitu:
a) Pendekatan Perundang-undangan (statute approach)
b) Pendekatan Kasus (case approach)
c) Pendekatan Historis (histirocal approach)
d) Pendekatan Perbadingan (comparative approach)
e) Pendekatan Konseptual (conceptual approach)
(Peter Mahmud Marzuki, 2005: 93-95).
Sedangkan menurut Johny ibrahim dalam bukunya Teori &
Metodologi Penelitian Hukum Normatif, selain kelima pendekatan
sebagaimana tersebut diatas masih ada beberapa pendekatan lain,
yaitu:
a) Pendekatan Analitis (analyticalapproach) (Johny Ibrahim,
2006: 311);
b) Pendekatan Filsafat (philosophicalapproach) ( (Johny Ibrahim,
2006: 320).
Adapun pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian
ini diantaranya adalah:
a) Pendekatan Kasus (case approach)
Pendekatan dilakukan dengan cara melakukan telaah
terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi
yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap.
Dalam hal ini, penulis mengambil studi putusan Pengadilan
Negeri Sragen No. 92/Pid.Sus/2009/PN.Srg yang telah
diperkuat dengan putusan Mahkamah Agung No. 2700
K/Pid.Sus/2009
b) Pendekatan Perundang-Undangan (statute approach)
Pendekatan dilakukan dengan menelaah semua undang-
commit to user
undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak dalam Hukum Pidana
Indonesia
a. Pengklasifikasian Tindak Pidana Persetubuhan Dalam Hukum
Pidana
Tindak Pidana persetubuhan dikategorikan dalam tindak pidana
kesusilaan (Buku II Bab XIV KUHP) dalam arti sempit yaitu kejahatan
kesusilaan yang berhubungan dengan seksualitas.
Tidak pidana kesusilaan yang berhubungan dengan seksualitas
dalam KUHP dibedakan menjadi dua, yaitu tindak pidana perkosaan
untuk bersetubuh yang diatur dalam pasal 285- 288 KUHP dan tindak
pidana perkosaan untuk berbuat cabul yang diatur dalam pasal 289-296
KUHP, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, tindak pidana kesusilaan yang
berhubungan dengan seksualitas yang melibatkan anak didalamnya
diatur dalam Pasal 81 (persetubuhan), 82 (pencabulan) dan Pasal 88
(eksploitasi seksual).
Delik kesusilaan banyak menimbulkan kesulitan dalam
penyelesaian baik dalam penyidikan, penuntutan maupun tahap
pengambilan keputusan, selain kesulitan dalam batasan, kesulitan
pembuktian misalnya pemerkosaan atau cabul yang pada umumnya
dilakukan tanpa kehadiran orang lain. Untuk itu, peranan korban sangat
diperlukan bagi kelangsungan proses peradilan.
b. Pengertian Persetubuhan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah persetubuhan
berasal dari kata “tubuh” yang berarti keseluruhan jasad manusia atau
binatang yang kelihatan dari bagian ujung kaki sampai ujung rambut.
commit toberarti
Sedangkan kata “setubuh” user satu badan, sebadan. Jadi
14
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id
Unsur-unsurnya:
1) ”Barangsiapa” merupakan suatu istilah bagi subyek/ pelaku
dari peristiwa yang karena perbuatannya telah disangka
melakukan tindak pidana yang mana terdapat kemampuan
pada dirinya untuk bertanggung jawab secara pidana atau
bukan termasuk dalam kategori sebagaimana disebutkan
dalam KUHP sebagai dasar penghapus dan pembenar tindak
pidana;
2) ”Bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan”,
hubungan seksual dilakukan dengan seorang wanita yang
bukan isterinya, tidak ada ikatan perkawinan yang sah antara
pelaku dengan wanita yang disetubuhi (korban);
3) ”Diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya
belum 15 (lima belas tahun), atau kalau tidak nyata berapa
umurnya, bahwa perempuan itu belum masanya untuk
kawin”, pelaku harus mengetahui (dolus) atau sepatutnya
menduga (culpa) bahwa perempuan itu belum berusia 15
tahun atau jika tidak jelas umurnya, harus dibuktikan bahwa
pelaku mengetahui atau sepatutnya menduga bahwa si
perempuan belum waktunya untuk kawin (Junaedi, 2005:5).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id
d. Pengertian Korban
1) Berdasarkan Deklarasi PBB dalam ”Declaration of Basic
commit to user
Principles of Justice for Victim of Crime and Abuse of Power
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id
e. Tipologi Korban
Perkembangan ilmu viktimologi selain mengajak masyarakat
untuk lebih memerhatikan posisi korban juga memilah-milah jenis
korban hingga memunculkan berbagai jenis korban, yaitu sebagai
berikut:
1) Ditinjau dari perspektif tingkat keterlibatan korban dalam
terjadinya kejahatan menurut Ezzatb Abde Fattah:
a) Nonparticipating victims, yaitu mereka yang tidak perduli
terhadap upaya penanggulangan kejahatan;
b) Latent victims, yaitu mereka yang mempunyai sifat karakter
tertentu sehingga cenderung menjadi korban;
c) Provocative victims, yaitu mereka yang menimbulkan
rangsangan terjadinya kejahatan;
d) Participating victims, yaitu mereka yang dengan
perilakunya memudahkan dirinya menjadi korban;
e) False victims, yaitu mereka yang menjadi korban karena
perbuatan yang dibuatnya sendiri (Lilik Mulyadi,
2007:124).
commit to user
Mereka yang merupakan nonparticipating victims
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id
3) Von Hentig dalam bukunya yang berjudul The Criminal and his
victim membagi enam kategori korban dilihat dari keadaan
psikologis masing-masing, yaitu:
a) The depressed, who are weak and submissive (Yang
tertekan, yang bersikap tunduk dan lemah);
b) The acquisitive, who succumb to confidence games and
racketeers (Orang tamak yang menyerah pada keyakinan
permainan dan pemeras);
c) The wanton, who seek escampimin forbidden vices (Orang
yang ceroboh yang mencari escampimin melarang sifat
buruk);
d) The lonesome and heart broken, who are susceptible to
theft and fraud (Para kesepian dan patah hati yang rentan
terhadap pencurian dan penipuan);
e) The termentors, who provoke violence (Para termentor yang
memprovokasi kekerasan); and (dan)
f) The blocked and fightings, who are unable to take normal
defensive measures (Para penghalang dan perkelahian yang
tidak mampu untuk mengambil tindakan bertahan yang
normal) (Dikdik M Arief Mansur dan Elisatris Gultom,
2007: 39).
4) John A.Mack menulis ada tiga tipologi keadaan sosial dimana
seseorang dapat menjadi korban kejahatan yaitu:
a) Calon korban sama sekali tidak mengetahui akan terjadi
kejahatan, ia sama sekali tidak ingin jadi korban bahkan
selalu berjaga-jaga atau waspada terhadap kemungkinan
terjadi kejahatan;
b) Calon korban tidak ingin menjadi korban, tetapi tingkah
laku korban atau gerak-geriknya seolah-olah menyetujui
untuk menjadi korban;
c) Calon korban tahu ada kemungkinan terjadi kejahatan, dan
ia sendiri tidak ingin jadi korban tetapi tingkah laku seolah-
olah menunjukkan persetujuannya untuk menjadi korban
(Sagung Putri M.E Purwani, 2008:4).
5) Sedangkan menurut
commit toHerman
user Manntienn yang mengutip
pendapat B. Mendelsohn membedakan lima macam korban
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id
a. Perlindungan Korban
Bentuk perlindungan terhadap korban dalam suatu proses
peradilan pidana menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006
tentang perlindungan saksi dan korban meliputi:
1) Memberikan kesaksian tanpa hadir langsung di pengadilan
tempat perkara tersebut diperiksa dalam hal dirinya merasa
berada dalam ancaman yang sangat besar, dengan persetujuan
dari hakim (Pasal 9 Ayat (1)).
2) Korban tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun
perdata atas laporan ataupun kesaksian yang akan , sedang, atau
telah diberikannya (Pasal 10 Ayat (1)).
Kitab Undang-Undang hukum Acara Pidana juga mengatur
mengenai bentuk perlindungan terhadap korban melalui beberapa
hak yang dapat digunakan oleh korban kejahatan dalam suatu
proses peradilan pidana, yaitu:
1) Hak untuk melakukan kontrol terhadap penyidik dan penuntut
umum
Hak ini berupa hak mengajukan keberatan terhadap
tindakan penghentian penyidikan dan/atau penuntutan dalam
kapasitasnya sebagai pihak ketiga yang berkepentingan (Pasal
77 jo 80 KUHAP).
Hal ini penting untuk diberikan guna menghindari
adanya upaya dari pihak-pihak tertentu dengan berbagai motif,
yang bermaksud menghentikan proses pemeriksaan
2) Hak korban berkaitan dengan kedudukannya sebagai saksi
Hak ini commit
berupa to user
hak untuk mengundurkan diri sebagai
perpustakaan.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id
(terdakwa).
d) Tuntutan ganti rugi yang diajukan kepada terdakwa tadi
digabungkan atau diperiksa dan diputus sekaligus
bersamaan pada pemeriksaan dan putusan perkara pidana
yang didakwakan kepada terdakwa dan dalam bentuk satu
putusan (R.Soeparmono, 2003:83).
commit to user
Pemberian perlindungan dari pemberitaan identitas di media
perpustakaan.uns.ac.id 45
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
46
B. Kerangka Pemikiran
Peristiwa Hukum
Tindak Pidana Persetubuhan
Terhadap Anak
Putusan Pengadilan
Isu Hukum Negeri Sragen Nomor
Analisis
2. Undang-Undang Perlindungan
Anak Nomor 23 Tahun 2002;
3. Undang-Undang Pelindungan
Saksi dan Korban Nomor 13
Tahun 2006.
Simpulan
Keterangan:
Kerangka pemikiran dalam bentuk skema diatas mencoba memberikan
gambaran mengenai alur pemikiran penulis yang disusun secara sistematis guna
menelaah, menjabarkan dan menemukan jawaban atas rumusan masalah dalam
penelitian hukum ini menyangkut Analisis Bentuk Peran dan Perlindungan
Korban Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak Ditinjau Dari Viktimologi
yang dalam hal ini mengambil studi putusan Pengadilan Negeri Sragen No.
92/Pid.Sus/2009/PN.Srg.
Peristiwa hukum yang hendak diangkat penulis adalah tindak pidana
persetubuhan terhadap anak dengan studi putusan Pengadilan Negeri sragen
Nomor 92/Pid.Sus/2009/PN.Srg. Fakta hukumnya bahwa korban adalah anak
berdasarkan ketentuan undang-undang perlindungan anak Nomor 23 Tahun 2002
yaitu di bawah 18 tahun (korban berumur 17 tahun ketika tindak pidana terjadi)
dan fakta hukum yang hendak digali adalah bagaimana bentuk peran korban
dalam tindak pidana persetubuhan yang dialaminya dan apakah korban telah
mendapatkan perlindungan hukum selama proses peradilan pidana. Dalam hal ini
penulis berusaha menganalisis kasus tersebut dengan menggunakan perundang-
undangan terkait yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang
Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 dan Undang-Undang Perlindungan
Saksi dan Korban Nomor 13 Tahun 2006 serta mengaitkan dengan teori-teori
viktimologi berkaitan dengan bentuk peranan korban dalam terjadinya tindak
pidana.
Hasil dari analisis tersebut akan menghasilkan beberapa kesimpulan berkaitan
dengan rumusan masalah, yaitu bentuk peran korban dalam tindak pidana
persetubuhan yang dialaminya serta telah atau belum terpenuhinya perlidungan
hukum terhadap korban selama proses peradilan pidana. Dari analisis dan
simpulan tersebut dapat terlihat apakah keputusan yang dikeluarkan oleh
Pengadilan Negeri Sragen sudah memperhatikan adanya peran korban dalam
terjadinya tindak pidana dan sudah pula memperhatikan terpenuhinya
perlindungan terhadap korban selama proses peradilan pidana berlangsung.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Kasus Posisi
Pada hari Sabtu, tanggal 20 Nopember 2008 sekitar pukul 10.00 WIB
terdakwa Sulistyanto (31 tahun) bertemu dengan korban Dwi Handayani (17
tahun) di perempatan Nguwer Sidoharjo setelah terdakwa dimintai tolong oleh
saksi korban untuk mengambil rapor dikarenakan bapaknya sedang bekerja
dan kemudian mereka pergi ke sekolah saksi korban dengan menggunakan
mobil terdakwa yang bermerk Toyota Kijang Super dengan Nomor Polisi DN.
316-A warna abu-abu sementara sepeda motor saksi korban dititipkan untuk
mengambil rapor dimana saksi korban berjanji akan memberi upah.
Setelah selesai mengambil rapor, terdakwa menelpon kedua temannya
yang bernama Syamsudin dan Bambang untuk diajak makan bersama di
rumah makan ayam gong SIN. Saksi korban tadinya tidak ikut turun, hanya
menunggu di mobil, namun kemudian dipanggil oleh terdakwa dan diajak
makan bersama atas inisiatif saksi yang bernama Syamsudin. Saksi yang
merupakan seorang polisi merasa curiga melihat saksi korban yang mengaku
sebagai keponakan terdakwa terlihat manja dan mesra dengan terdakwa. Saksi
kemudian meperingatkan terdakwa untuk berhati-hati karena anak yang
dibawanya masih dibawah umur dan kalau terjadi apa-apa hukumannya akan
berat.
Seusai makan, saksi korban dan terdakwa berpisah dengan kedua teman
terdakwa (saksi Bambang dan Syamsudin), mereka berjalan-jalan membeli
buah dan kemudian terdakwa mengemudikan mobilnya menuju hotel Palma.
Saksi korban sempat menunggu di dalam mobil namun kemudian setelah
dibujuk oleh terdakwa dengan ditarik tangannya dia bersedia ikut masuk dan
kemudian keduanya masuk ke kamar hotel.
commit to user
48
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
49
50
No.370/01/1/2009 tanggal 8 Januari 2009 yang dibuat oleh Dr. Dian Ika
Putri SpOG dokter pada Rumah Sakit Umum Pemerintah Daerah
Kabupaten Sragen yang menerangkan pemeriksaann daerah kemaluan:
selaput dara robek pada pukul 9 dan pukul 7 sampai dasar. Kesan akibat
perlukaan benda tumpul, kesan luka lama.
2. Identitas Terdakwa:
Nama Lengkap : SULISTYANTO alias SULIS bin SASTRO
SUPARNO
Tempat Lahir : Sragen
Umur/tanggal lahir : 31 tahun/25 Februari 1978
Jenis Kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Dagang alat dapur
Tempat tinggal : Dukuh Bulakrejo, Rt.04 Rw.03, Kel.jirapan,
Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen
3. Dakwaan:
Primair:
Bahwa ia Terdakwa SULISTYANTO alias SULIS bin SASTRO SUPARNO
pada hari Sabtu tanggal 20 Nopember 2008 sekitar jam 14.30 WIB. Atau pada
waktu tertentu di dalam bulan Nopember 2008 atau setidak-tidaknya di suatu
tempat tertentu yang masuk dalam Daerah Hukum Pengadilan Negeri Sragen
dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak
perempuan bernama Dwi Handayani binti Sukamto umur 17 tahun untuk
melakukan persetubuhan dengan terdakwa atau dengan orang lain. Perbuatan
terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 81 Ayat (1)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
51
Subsidair:
Bahwa ia terdakwa SULISTYANTO alias SULIS bin SASTRO SUPARNO
pada waktu dan di tempat sebagaimana telah diuraikan dalam Dakwaan
Primair tersebut di atas, dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian
kebohongan, atau membujuk anak perempuan bernama DWI HANDAYANI
bin SUKAMTO unur 17 tahun untuk melakukan persetubuhan dengan
terdakwa atau dengan orang lain. Perbuatan terdakwa diancam pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Lebih Subsidair:
Bahwa ia terdakwa SULISTYANTO alias SULIS bin SASTRO SUPARNO
pada waktu dan ditempat sebagaimana telah diuraikan dalam Dakwaan
Primair tersebut diatas, dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman
kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau
membujuk anak perempuan bernama DWI HANDAYANI bin SUKAMTO
unur 17 tahun untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
Perbuatan terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 82
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak.
4. Tuntutan:
1). Menyatakan terdakwa SULISTYANTO alias SULIS bin SASTRO
SUPARNO tidak terbukti secara sah menurut hukum bersalah melakukan
tindak pidana dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman
kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya,
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 81 ayat (1,) Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor: 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak, tersebut dalam Dakwaan Primair Jaksa Penuntut
Umum;
2). Membebaskan terdakwa dari Dakwaan Primair;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
52
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
53
B. Pembahasan
1. Bentuk Peran Korban Terhadap Terjadinya Tindak Pidana Persetubuhan
Yang Dilakukan Oleh Terdakwa dalam PUTUSAN NOMOR
92/Pid.Sus/2009/PN Sragen
Peran korban dalam terjadinya tindak pidana juga patut diperhatikan dan
menjadi salah satu faktor yang penting dalam menentukan berat ringannya
hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku. Arif Gosita mengemukakan bahwa
tindak pidana adalah suatu hasil interaksi karena adanya interrelasi antara
fenomena yang ada dan saling mempengaruhi. Pelaku dan korban
berkedudukan sebagai partisipan yang terlibat secara aktif atau pasif dalam
suatu tindak pidana. Masing-masing memainkan peran yang penting dan
menentukan. Korban membentuk pelaku dengan sengaja atau tidak sengaja
berkaitaan dengan situasi dan kondisi masing-masing (bersifat relatif).
Hubungan antara pelaku dengan korban dalam hal ini dalah hubungan yang
fungsional (Arif Gosita, 1993:117).
Peran yang dimaksud disini adalah sebagai sikap dan keadaan diri
seseorang yang akan menjadi calon korban ataupun sikap dan keadaan yang
dapat memicu seseorang untuk berbuat kejahatan (Chaerudin dan Syarif
Fadillah, 2004: 10-11).
Peran korban antara lain berhubungan dengan apa yang dilakukan oleh
pihak korban, bilamana dilakukan sesuatu, di mana hal tersebut dilakukan.
Keadaan dan sikap tertentu dari calon korban seringkali dapat menjadi faktor
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
54
stimulan bagi calon pelaku untuk menjalankan niat jahat yang semula
memang sudah ada. Mereka yang menurut pandangan pelaku keadaan mental,
fisik maupun kedudukan sosialnya lemah akan dianggap lebih mudah
dijadikan sasaran kejahatan. Peran korban ini mempunyai akibat dan pengaruh
bagi diri korban serta pihaknya, pihak lain dan lingkungannya. Pihak korban
dapat berperan dalam keadaan sadar atau tidak sadar, secara langsung atau
tidak langsung, sendiri atau bersama-sama, bertanggung jawab atau tidak,
secara aktif atau pasif, dengan motivasi positif maupun negatif. Semuanya
bergantung pada situasi dan kondisi pada saat kejahatan tersebut berlangsung.
Perlunya peran korban dihubungkan dengan set peran korban, yaitu sejumlah
peran yang berkaitan, interdipenden dan komplementer (Arif Gosita, 1993:
103-104).
Menurut John S Carrol sebagaimana dikutip oleh Rena Yulia, untuk
melihat peran, karakteristik pelaku, dan korban kejahatan dilakukan dengan
pendekatan rasional-analitis (mencari penjelasan). Dimana kejahatan adalah
realisasi dari keputusan yang diambil dengan turut mempertimbangkan
beberapa faktor antara lain SU (subjective utility), p(S) (probability of
success), G (gain), p(F) (probability of fail), dan L (loss).
SU= (p(S) x G) – (p(F) x L)
Penjelasan:
SU (subjective utility) berarti seseorang yang akan melakukan kejahatan harus
mempertimbangkan apakah ia akan melaksanakan tindak pidana yang
direncanakannya atau tidak. Secara garis besar keputusan yang dibuat hanya
dalam dua pilihan, akan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan.
Hal-hal yang harus dipertimbangkan adalah (i) faktor p(S), yaitu seberapa
besar kemungkinan berhasilnya rencana kejahatan, (ii) faktor G, yaitu
seberapa besar keuntungan (materi dan kepuasan) yang akan diperoleh, (iii)
faktor p(F), yaitu seberapa besar kemungkinan gagalnya rencana kejahatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
55
dan (iv) faktor L, yaitu seberapa besar kerugian yang akan diderita manakala
kejahatan yang direncanakan gagal dan tertangkap.
Jika rumus di atas dianalisis dengan pendekatan perspektif korban,
menunjukkan bahwa faktor p(S) dan p(F) sebagian besar terletak pada korban.
Artinya, berhasil atau gagalnya rencana kejahatan tergantung pada keadaan
diri ataupun tipologi calon korban. Sedangkan faktor G (gain) terlihat pada
sikap korban yang senang dengan gaya hidup mewah dan pamer materi yang
lebih menjurus pada peningkatan daya rangsang, sehingga pelaku kejahatan
secara dini telah dapat memperkirakan besarnya keuntungan yang akan
diperoleh (Rena Yulia, 2010:82).
Dengan mengacu pada teori kejahatan dilihat dari sisi etiologi kriminil
yang dikemukakan David Abrahamson sebagaimana dikutip oleh G.
Widiartana (G. Widiartana 2009: 27-28) dimana K (Kriminalitas) = {T
(Tendensi) + S (Situasi/Keadaan}/R (Resistensi/Daya Tolak), tindak pidana
persetubuhan sebagaimana termuat dalam putusan
No.92/Pid.Sus/2009/PN.Srg dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Tendensi/Niat Pelaku: berdasarkan hasil pemeriksaan terdakwa Sulistyanto
di persidangan, diperoleh keterangan bahwa terdakwa sudah mempunyai
niat untuk menyetubuhi korban Dwi Handayani sejak pulang dari
mengambil rapor di sekolah korban.
b. Situasi/Keadaan: korban bersedia diajak ke hotel tanpa paksaan dan
perlawanan berarti kemudian masuk ke dalam kamar setelah dibujuk oleh
terdakwa, korban dan terdakwa berada di dalam kamar hotel hanya berdua
saja dimana korban sempat ditinggal pergi oleh terdakwa dan dia tidak
merasa takut ataupun berpikiran untuk pergi.
c. Resistensi/Daya Tolak: keadaan batin korban yang tidak menginginkan
kejahatan terjadi tampak pada saat dia menolak untuk disetubuhi
dikarenakan perasaan takut, namun daya tolak korban tersebut terpatahkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
56
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
57
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
58
59
laki-laki. Orang berusia muda atau anak-anak (the young) sangat mudah
menjadi target kejahatan bukan saja karena secara fisik tidak kuat, tetapi juga
karena belum matang kepribadian dan ketahanan moralitasnya. (G.
Widiartana, 2009: 23-24).
Dilihat dari kualifikasi jenis-jenis korban menurut Sellin dan Wolfgang,
korban Dwi Handayani tergolong dalam Primary victimization karena
merupakan korban individual dimana dia merupakan satu-satunya korban
dalam tindak pidana persetubuhan yang dilakukan oleh terdakwa.
Hubungan antara korban dan terdakwa sendiri bersifat personal karena
mereka bertetangga yang tentunya saling mengenal satu sama lain dan
hubungan mereka cukup dekat, terbukti dari tindakan korban yang sering
mengadakan kontak langsung dengan pelaku yang dalam hal ini dilakukan
korban dengan cukup intensif, bahkan korban sering menerima pemberian
dari terdakwa baik berupa barang, uang, maupun pulsa baik atas permintaan
dia maupun inisiatif dari terdakwa sendiri. Hal ini terbukti dengan kesaksian
korban maupun terdakwa dimana terungkap fakta bahwa korban dan terdakwa
mempunyai hubungan yang cukup dekat, dalam keterangannya di persidangan
terdakwa bahkan mengaku bahwa dirinya sudah berpacaran dengan korban
selama kurang lebih 6 (enam) atau 7 (tujuh) bulan. Hal ini menunjukkan
adanya peran fungsional korban sebagai pihak yang terlibat dalam tindak
pidana persetubuhan yang menempatkannya sebagai korban.
Peran korban sebagaimana tersebut diatas apabila dilihat dari klasifikasi
peran korban dilihat dari situasi dan kondisi korban menurut Arief Gosita
sebagaimana dikutip oleh Rena Yulia (Rena Yulia, 2010:77) masuk dalam
bentuk situasi dan kondisi dimana korban mengadakan kontak langsung
dengan pelaku yang dalam hal ini dilakukan dengan intensif.
Dilihat dari teori Von Hentig tentang dapat berperan aktifnya korban
dalam terjadinya kejahatan sebagaimana dikutip oleh G. Widiartana (G.
Widiartana, 2009: 28), korban Dwi Handayani tidak berperan secara aktif
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
60
61
pengaduan dari pacar korban yang bernama Ari Priyanto bahwa korban telah
disetubuhi oleh terdakwa.
Korban Dwi Handayani dengan didampingi orang tuanya memberikan
keterangan mengenai terjadinya tindak pidana yang dialaminya dan menjadi
saksi di persidangan. Yang menarik disini adalah, saksi korban sempat
memberikan kesaksian yang berbeda dengan yang termuat dalam BAP
Penyidik, namun kemudian kesaksian tersebut dicabut kembali dan saksi
korban menerangkan bahwa kesaksian yang benar adalah seperti yang
tercantum dalam BAP Penyidik.
Berdasarkan pemeriksaan di persidangan, terungkap bahwa saksi korban
memberikan kesaksian yang menguntungkan terdakwa dikarenakan
permintaan dari pihak keluarga terdakwa yang mendatanginya di rumah guna
meminta korban memberikan kesaksian sesuai apa yang ditulis oleh keluarga
korban yang bernama Emil Dwi Sapto Rahayu (adik ipar terdakwa) dengan
tujuan untuk meringankan hukuman terdakwa, hal ini dilakukan dengan
alasan bahwa antara pihak keluarga terdakwa dan keluarga korban sudah
terjadi perdamaian dan tertuang dalam surat perjanjian perdamaian dan
ditandatangani bersama. Saksi korban dalam keterangan lanjutan
menerangkan bahwa dirinya bersedia untuk memberikan keterangan sesuai
dengan yang tertulis dalam kertas yang dibawa Emil yang isinya pada intinya
memutar balikkan fakta karena merasa dirinya terancam, dalam dirinya timbul
perasaan takut dirinya akan diapa-apakan apabila tidak menuruti permintaan
keluarga terdakwa.
Keterangan saksi korban sendiri nantinya akan turut menentukan berat-
ringannya hukuman yang akan dijatuhkan kepada terdakwa karena
keterangannya digunakan untuk memperkuat sangkaan mengenai telah
dilakukannya tindak pidana oleh pelaku/terdakwa. Tindakan korban
memberikan keterangan yang meringankan terdakwa karena adanya intimidasi
dari keluarga terdakwa menunjukkan peran korban setelah tindak pidana
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
62
terjadi. Akan tetapi, dalam hal ini saksi korban tidak dapat dipersalahkan
karena dia berada di bawah tekanan akibat intimidasi dari keluarga terdakwa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
63
64
65
66
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
67
68
(Pasal 168 b); suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau
yang bersama-sama sebagai terdakwa (Pasal 168 c). Perkecualian
dalam hal mereka menghendakinya dan penuntut umum serta
terdakwa secara tegas menyetujuinya dapat memberikan keterangan di
bawh sumpah (Pasal 169 Ayat (1)).
Saksi Dwi handayani merupakan saksi korban yang keterangannya
sangat diperlukan guna mencari fakta-fakta hukum dan dalam
kedudukannya sebagai saksi dia telah memenuhi panggilan sidang
untuk memberikan kesaksian.
Upaya perlindungan terhadap korban dalam kedudukannya sebagai
saksi meliputi:
1) Memberikan keterangan di depan penyidik tanpa tekanan dari
siapa pun dan atau dalam bentuk apapun (Pasal 117 ayat (1)
KUHAP);
2) Bebas dari pertanyaan yang menjerat (Pasal 166 KUHAP);
3) Berhak mendapatkan penterjemah (Pasal 177 Ayat (1) KUHAP);
4) Berhak untuk mendapatkan penggantian biaya (Pasal 229
KUHAP).
Saksi korban Dwi Handayani tidak mendapatkan tekanan dari
siapapun dan dalam bentuk apapun selama penyidikan. Tekanan dari
keluarga terdakwa terjadi ketika kasus ini telah masuk ke pengadilan
yaitu sebelum saksi korban memberikan keterangan di persidangan.
Tekanan tersebut dilakukan oleh adik ipar terdakwa yang bernama
Emili Dwi Sapto Rahayu yang mendatangi korban dan keluarganya di
rumah bersama dengan istri terdakwa, kemudian membujuk korban
untuk memberikan kesaksian yang meringankan terdakwa dan tidak
usah hadir dalam sidang-sidang selanjutnya sehingga saksi korban
sempat mencabut keterangannya yang tercantum dalam BAP Penyidik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
69
70
Dr. Dian Ika Putri. SpOG, dokter pada Rumah Sakit Umum
Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen yang menerangkan bahwa
pemeriksaan pada daerah kemaluan menunjukkan selaput dara robek
pada pukul 9 dan pukul 7 sampai dasar akibat perlukaan benda tumpul,
kesan luka lama. Kesimpulan, terdapat luka lama akibat benda tumpul
pada pukul 9 dan pukul 7 di selaput dara.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
71
72
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
73
74
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
75
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB IV
PENUTUP
A. SIMPULAN
Terdapat dua masalah pokok dalam penelitian ini yaitu: (1) tentang bentuk
peran korban Dwi Handayani terhadap terjadinya tindak pidana persetubuhan
yang dilakukan oleh terdakwa, dan (2) apakah korban Dwi Handayani telah
mendapatkan perlindungan hukum selama proses peradilan pidana (STUDI
PUTUSAN No. 92/Pid.Sus/2009/Pn. Srg)
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap dua masalah pokok
di atas maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut :
1. Peran korban Dwi Handayani yang merupakan korban individu (primary
victimization) dalam tindak pidana persetubuhan yang dialaminya
merupakan peran yang bersifat pasif. Perannya tersebut lebih dikarenakan
keadaan fisik dan mentalnya yang lemah sebagai perempuan muda (young
female). Korban yang merupakan perempuan mempunyai fisik yang
cenderung lemah. Usianya yang masih remaja membuatnya belum
mempunyai kepribadian yang matang dan ketahanan moralitas sehingga
dengan mudah dibujuk dan dirayu oleh pelaku (Terdakwa Sulistyanto)
sehingga akhirnya terjadilah tindak pidana persetubuhan dimana dia
menjadi korbannya (latent victims).
2. Korban Dwi Handayani telah mendapatkan perlindungan hukum dalam
proses peradilan pidana atas tindak pidana persetubuhan yang dialaminya,
namun perlindungan tersebut masih sangat minim. Belum memadainya
perlindungan hukum terhadap korban Dwi Handayani tampak dari belum
terpenuhinya semua hak korban dan hak-hak tersebut juga belum
diakomodir dengan baik, bahkan perlindungan korban dalam
kedudukannya sebagai saksi sekaligus korban sebagaimana telah diatur
dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi
dan Korban terutama Pasal 5 Ayat
commit (1) tidak terpenuhi karena tidak ada
to user
76
perpustakaan.uns.ac.id 77
digilib.uns.ac.id
pengajuan secara tertulis kepada lembaga terkait yaitu LPSK baik atas
inisiatif dari pejabat yang berwenang (aparat penegak hukum) maupun dari
pihak keluarga korban sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 29 a tentang
Tata Cara Memperoleh Perlindungan. Selain itu, perlindungan khusus bagi
korban sebagai anak yang berhadapan dengan hukum sekaligus sebagai
anak korban tindak pidana yang telah diatur dalam Undang-Undang No.
23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 64 Ayat (2) & (3) juga
tidak didapat oleh korban. Adapun beberapa perlindungan yang telah
diperoleh korban antara lain:
a. Memberikan keterangan di depan penyidik tanpa tekanan dari siapa
pun dan atau dalam bentuk apapun (Pasal 117 ayat (1) KUHAP);
b. Bebas dari pertanyaan yang menjerat (Pasal 166 KUHAP);
c. Memperoleh pendampingan dari petugas khusus yaitu relawan dari
LSM APPS, tetapi sifatnya hanya sementara yaitu ketika pemeriksaan
di tingkat kepolisian (Pasal 64 Ayat (2) Huruf b Undang-Undang No.
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak).
B. SARAN
Berdasarkan permasalahan sebagaimana tersebut di atas, penulis
mengajukan beberapa saran sebagai berikut:
1. Dalam proses penanganan perkara, aparat penegak hukum harus
memperhatikan pula peran korban dalam terjadinya tindak pidana untuk
mementukan berat ringannya hukuman yang akan dijatuhkan, karena di
samping pelaku, korban juga merupakan partisipan yang berpengaruh
dalam terjadinya tindak pidana sehingga diharapkan nantinya akan
tercapai keadilan baik bagi korban maupun pelaku (terdakwa);
2.
a. Untuk meningkatkan inisiatif pihak saksi dan/atau korban maupun
pejabat berwenang dalam mengupayakan perlindungan bagi saksi
dan/atau korban perlu adanya sosialisasi mengenai undang-undang
terkait yaitu Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan
Saksi dan Korban oleh commit to user undang-undang kepada aparat
pembuat
perpustakaan.uns.ac.id 78
digilib.uns.ac.id
commit to user