Anda di halaman 1dari 2

Rusuh, ricuh, tangisan dan darah dimana-mana, bangunan-bangunan yang dahulu berdiri kokoh

sekarang telah hancur melebur menjadi satu dengan tanah. Hanya menyisakan sedikit puing-
puing yang tertinggal dikota itu. Kepul hitam bekas ledakan beberapa jam lalu juga ikut
menghiasi langit-langit yang ada dikota. Situasi yang mengerikan, tak kusangka akan benar-
benar terjadi didepan mata kepalaku sendiri. Hanya menyisakan beberapa orang yang kalau saja
Tuhan berkehendak lain, mereka tidak akan membuka mata lagi dibumi ini.
***
“Mak, kenapa mamak mau sih jadi sukarelawan? Apa nggak pegal bikin makan buat orang-orang
banyak terus?”
Padahal hanya ocehan anak kecil berusia 6 Tahun, tetapi ternyata ocehan tadi berhasil membuat
mamak-ku ini tertawa dengan leganya. Yang tadinya kami sedang berjalan menuju toko mbak
Emi untuk membeli beras, mendadak berhenti ditengah jalan begitu saja. Mamak yang
merupakan satu-satunya keluargaku ini sebenarnya jarang tersenyum, apalagi sampai tertawa
lebar seperti itu.
Ia kemudian mengajakku menepi dan duduk disebuah badukan dipinggir jalan kampung. Ia
menepuk pelan tempat kosong disebelahnya, mengisyaratkan agar aku segera duduk disamping
mamakku ini.
“Dek..” katanya lirih.
“Kamu tau nggak? Manusia itu makhluk yang aneh. Terkadang mereka suka sekali merasa paling
berkuasa, terkadang mereka suka menindas yang lemah, dan tak jarang juga mereka akan berbuat
semaunya untuk memuaskan keinginan mereka sendiri.” Sambil tersenyum tipis, mamak
memandangku.
“Tapi, bukan berarti manusia semuanya itu jahat.” Lanjutnya.
Aku hanya menatap bingung, mencoba menerjemahkan perkataan dari mamakku ini.
“Masih ada manusia lainnya yang berusaha untuk membantu manusia lain, tidak mementingkan
egonya sendiri, merekalah manusia-manusia terkuat yang berada dibumi ini. Mamak tidak suka
melihat orang lain tersiksa, mengalami kepedihan yang tak kunjung usai. Karena itu mamak suka
kalau bisa bantu orang, apalagi kalau mereka seneng sama masakannya mamak.”
“Kamu juga harus jadi salah satu manusia terkuat dibumi, dek. Jangan sampai kamu diremehkan
dan ditindas oleh orang yang tidak tahu-menahu apapun tentang dirimu.”

Ah, perkataan mamak waktu itu masih membuatku kepikiran sekali.


Memang siapa sih yang jahat? Memang kenapa kok mamak sampai bilang kayak gitu?
Perkataan mamak waktu itu cukup membuat pusing gadis kecil 6 tahun ini. Tapi, yang kutahu
pasti dari perkataan mamak adalah; Manusia itu aneh. Dan benar saja! Bahkan contoh nyatanya
telah muncul didepanku langsung. Seorang anak aneh berambut ikal, memiliki kulit yang lebih
gelap dari kulitku dengan lutut yang memakai plester berwarna merah muda, sedang terlihat
asyik memakan eskrimnya dan melambaikan tangannya menyapaku. Namanya Ribo, tapi aku
lebih sering memanggilnya Kebo karena aku pernah melihatnya jatuh saat ia ingin berusaha
menaiki kerbau kepunyaan pak Slamet untuk membajak disawah. Wajahnya saat itu dipenuhi
dengan lumpur, seperti pepatah ‘sudah jatuh malah tertimpa tangga’.

Anda mungkin juga menyukai