Anda di halaman 1dari 11

Menurut Altenbernd dan Lewis (1996:14) mengartikan fiksi sebagai

prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan
mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antar
manusia. Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam
interaksinya dengan lingkungan dan sesama interaksinya dengan diri sendiri,
serta interaksinya dengan Tuhan. Membaca sebuah karya fiksi berarti menikmati
cerita, menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin. Betapapun syaratnya
pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditawarkan, sebuah karya fiksi
haruslah tetap merupakan cerita yang menarik, tetap merupakan bangunan
struktur yang koheren, dan tetap mempunyai tujuan estetik (Wellek & Warren,
1956: 212). Fiksi pertama-tama menyrankan pada prosa naratif, yang dalam hal
ini adalah novel dan cerpen, bahkan kemudian fiksi sering dianggap bersinonim
dengan novel (Abrams, 1981: 61).

Unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu


sendiri. Unsur instrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung)
turut serta membangun cerita. Unsur ekstrinsik adalh unsur-unsur yang berada di
luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau
system organism karya sastra.. Unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita
sebuah karya sastra, namun sendiri tidak ikut bagian di dalmnya. Fakta, Tema,
Sarana Cerita. Stanton (1965:11-36) membedakan unsur pembangunan sebuah
novel ke dalam bagian: fakta, tema,plot dan sarana pengucapan (sastra).

Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita. Watak, perwatakan


dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan
oleh pembaca lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan
dan karakterisasi-karakterisasi sering disamakan artinya dengan karakter dan
perwatakan menunjuk pada penempatan tokoh- tokoh tertentu dengan watak-
watak tertentu dalam sebuah cerita. Tokoh cerita (character), menurut Abrams
(1981: 20), adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau
drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan yang
dilakukan dengan tindakan.
Istilah penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh dan perwatakan
sebab is mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan dan
bagaimana penempatan dan pelukisan dalam sebuah cerita sehingga sanggup
memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus
menyaran pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam suatu
cerita.
Kewajaran Fiksi adalah suatu karya kreatif, maka bagaimana pengarang
mewujudkan dan mengembangkan tokoh-tokoh ceritanya pun tidak lepas dari
kebebasan kreativitasnya. Walaupun tokoh cerita hanya merupakan tokoh
ciptaan pengarang, ia haruslah merupakan tokoh yang hidup secara wajar
sesuai dengn kehidupan manusia yang terdiri dari darah daging, yang
mempunyai pikiran dan perasaan.Tokoh cerita menempati posisi yang strategis
sebagai pembawa pesan,amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin
disampaikan kepada pembaca.
Ke seperti kehidupan. Masalah kewajaran tokoh cerita sering dikaitkan
dengan kenyataan kehidupan manusia sehari-hari. Seorang tokoh cerita
dikatakan wajar , relavan jika mencerminkan dan mempunyai kemiripan
dengan kehidupan manusia sesungguhnya (lifelike). Tokoh cerita hendaknya
mempunyai sifat alami, memiliki sifat (lifelikeness), paling tidak itulah
harapan pembaca. Pengertian lifelikeness itu sendiri merupakan suatu bentuk
penyederhanaan yang berlebihan (oversimplification). Tokoh cerita haruslah
mempunyai dimensi yang lain disamping kesepertihidupan. Kriteria
kesepertihidupan itu sendiri tidak terlalu menolong untuk memahami tokoh
fiksi, bahkan ia dapat menyesatkan kea rah pemahaman literer (Kenny,
1996:24-5).
Tokoh Rekaan versus Tokoh nyata. Tokoh-tokoh cerita yang
ditampilkan dalam fiksi, sesuai dengan namanya, adalah tokoh rekaan, tokoh yang
tidak akan pernah ada di dunia nyata. Pengangkatan tokoh nyata, atau hanya
berupa bentuk personifikasinya, dapat mengesani pembaca seolah-olah peristiwa
yang diceritakan bukan peristiwa imajinatif, melainkan peristiwa factual.
Penokohan dan Unsur Cerita yang Lain.
Penokohan dan Pemplotan. Plot merupakan sesuatu yang bersifat
artificial. Penokohan dan pemplotan merupakan dua fakta cerita yang saling
mempengaruhi dan menggantungkan satu dengan yang lain. Plot adalah apa yang
dilakukan oleh tokoh dan apa yang menimpanya. Adanya kejadian demi kejadian,
ketegangan konflik, dan sampai klimaks yang notabene kesemuanya merupakan
hal yang esensial dalam plot hanya mungkin terjadi jika ada pelakunya.
Penokohan dan Tema. Tema merupakan dasar cerita, gagasan sentral
atau makna cerita. Dengan demikian dalam sebuah fiksi tema bersifat mengikat
dan menyatukan keseluruhan unsure fiksi tersebut. Sebagai unsure utama fiksi,
penokohan erat hubungannya dengan tema. Dalam kebanyakan fiksi, tema
umumnya tidak dinyatakan secara eksplisit. Hal itu berarti pembacalah yang
bertugas menafsirkannya.
Relevansi Tokoh
Berhadapan dengan tokoh fiksi, pembaca sering memberikan reaksi
emotif tertentu seperti merasa akrap, simpati, empati, benci, antipati, atau
berbagai reaksi afektif lainnya. Ada beberapa bentuk relevansi seorang tokoh
cerita seseorang tokoh cerita. Seorang tokoh cerita, yang diciptakan pengarang
itu,jika disukai banyak orang dalam kehidupan nyata, apalagi sampai dipuja dan
digandrungi, berarti merupakan tokoh fiksi yang mempunyai relevansi (Kenny,
1966:27). Salah satu bentuk kerelevansian tokoh sering dihubungkan dengan
kesepertihidupan, lifelikeness. Seorang tokoh cerita dianggap relevan bagi
pembaca, kita, dan atau relevan dengan pengalaman kehidupan kita, jika ia
seperti kita, atau orang lain yang kita ketahui.
besar cerita, dan sebaliknya, ada tokoh-tokoh yang hanya dimunculkan sekali
atau beberapa kali dalam cerita dan itupun mungkin dalam porsi penceritaan
yang relative pendek. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan
penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Tokoh utama paling banyak
diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat
menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. Di pihak lain pemunculan
tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan
kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara
langsung ataupun tak langsung.
Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis
Dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh
protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita
kagumi, yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero tokoh yang
merupakan pengejawantahan norna-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita
(Altenbernd & Lewis, 1966: 59). Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang
sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita pembaca. Sedangkan
tokoh antagonis adalah tokoh yang dibenci pembaca.
Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat
Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh
sederhana (simple atau flat character) dan tokoh kompleks atau tokoh bulat
(complex atau round character). Tokoh sederhana. Tokoh sederhana dalam
bentuknya yang asli adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi
tertentu, satu sifat watak yang tertentu saja. Tokoh sederhana dapat saja
melakukan berbagai tindakan, namun semua tindakannya itu akan dapat
dikembalikan pada perwatakan yang dimiliki dan yang telah diformulakan itu.

Tokoh bulat, kompleks adalah tokoh yang memiliki dan diungkapkan


berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya.
Dengan demikian tokoh kompleks lebih sulit dipahami, terasa kurang familiar
karena yang ditampilkan adalah tokoh-tokoh yang kurang akrap dan kurang
dikenal sebelumnya.
Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang
Berdasarkan criteria berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh cerita dalam
sebuah novel, tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh statis, tidak berkembang
(static character) dan tokoh berkembang (developing character). Tokoh statis
adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan atau
perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa- peristiwa yang
terjadi (Altenbernd &Lewis, 1966: 58). Sedangkan tokoh berkembang adalah
tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan
dengan perkembangan dan perubahan peristiwa dan plot yang dikisahkan.
Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral
Berdasarkan kemungkinan pencerminan tokoh cerita terhadap sekelompok
manusia dari kehidupan nyata, tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh
tipikal (typical character) dan tokoh netral (netral character). Tokoh tipical
adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya, dan
lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya. Tokoh netral
adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia benar-benar
tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi.
TEKNIK PELUKISAN TOKOH
Teknik Ekspositori
Teknik ini sering disebut sebagai teknik analitis, pelukisan tokoh cerita
dilakukan dengan memberikan deskropsi, uraian, atau penjelasan secara
langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang tidak berbelit-
belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya yang
mungkin berupa sikap, watak, tingkah laku, atau bahkan juga cirri fisiknya.
Kelemahan teknik analitik antara lain adalah penuturannya yang bersifat
mekanis dan kurang alami. Artinya, dalam realitas kehidupan tidak akan
ditemui deskripsi kedirian seseorang yang sedemikian lengkap dan pasti.

Teknik dramati adalah teknik penampilan tokoh cerita, mirip dengan yang
ditampilkan pada drama, dilakukan secara tidak langsung. Artinya
pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta
tingkah laku tokoh.ceritauntuk menunjukkan kemandiriannya sendiri melalui
berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun non
verbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang
terjadi. Kelebihan teknik dramatic adalah sifatnya yang lebih sesuai dengan
kehidupan nyata. Sedangkan kelemahannya adalah sifatnya yang tidak
ekonomis. Wujud Penggambaran Teknik Dramatik. Penampilan tokoh secara
dramatic dapat dilakukan dengan beberapa teknik.

Teknik Cakapan
Percakapan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh cerita biasanya juga
dimaksudkan untuk menggambarkan sifat-sifat tokoh yang bersangkutan.
Tidak semua percakapan, memang mencerminkan kemandirian tokoh, atau
paling tidak, tidak mudah untuk menafsirkan sebagai demikian. Namun
percakapan yang baik,efektif, yang lebih fungsional, adalah yang menunjukkan
perkembangan plot dan sekaligus mencerminkan sifat kemandirian tokoh
pelakunya.
Teknik Tingkah Laku
Teknik ini dimaksudkan untuk menunjuk tingkah laku verbal yang berwujud
kata-kata para tokoh, teknik tingkah laku menyaran pada tindakan yang
bersifat non verbal, fisik.
Teknik Pikiran dan Perasaan
Bagaimana keadaan dan jalan pikiran serta perasaan, apa yang melintas di
dalam pikiran dan perasaan, serta apa yang (sering) dipikir dan dirasakan oleh
tokoh, dalam banyak hal akan mencerminkan sifat-sifat kediriannya jua.
Teknik Arus Kesadaran
Teknik arus kesadaran (stream of consciousness) berkaitan erat dengan teknik
pikiran dan perasaan. Keduanya tidak dapat dibedakan secara pilah bahkan
mungkin dianggap sama- sama menggambarkan tingkah laku batin tokoh. Arus
kesadaran merupakan sebuah teknik narasi yang berusaha menangkap
pandangan dan aliran proses mental tokoh, di mana tanggapan indera
bercampur dengan kasadaran dan ketaksadaran pikiran, perasaan, ingatan,
harapan, dan asosiasi-asosiasi acak.
Teknik Reaksi Tokoh
Teknik reksi tokoh dimaksudkan sebagai reaksi tokoh terhadap suatu kejadian,
masalah, keadaan, kata, dan sikap tingkahlaku orang lain dan sebagainya yang
berupa rangsang dari luar tokoh yang bersangkutan.
Teknik Reaksi Tokoh Lain
Reaksi tokoh lain dimaksudkan sebagai reaksi yang diberikan oleh tokoh lain
terhadap tokoh utama, atau tokoh yang dipelajari kediriannya, yang berupa
pandangan, pendapat, sikap, komentar dan lain-lain.
Teknik Penulisan latar
Pelukisan suasana latar dapat lebih mengintensifkan sifat kedirian tokoh seperti
yang telah diungkapkan dengan berbagai teknik yang lain.
Teknik Pelukisan Fisik
Keadaan fisik seseorang sering berkaitan dengan keadaan kejiwaannya, atau
paling tidak, pengarang sengaja mencari dan memperhubungkan adanya
keterkaitan itu.
Catatan Tentang Identifikasi Tokoh
Prinsip Pengulangan
Prinsip pengulangan ini digunakan untuk menekankan dan mengintensifkan
sifat sifat yang menonjol sehingga pembaca dapat memahami dengan jelas.
Prinsip Pengumpulan
Seluruh kedirian tokoh diungkapkan sedikit demi sedikit dalam seluruh
cerita. Usaha pengidentifikasian tokoh, dengan demikian, dapat dilakukan
dengan mengumpulkan data-
data kedirian yang tercecer diseluruh cerita tersebut, sehingga akhirnya
diperoleh data yang lengkap.
Prinsip Kemiripan dan Pertentangan
Identifikasi tokoh yang mempergunakan prinsip kemiripan dan pertentangan
dilakukan dengan memperbandingkan antara seorang tokoh dengan tokoh lain
dari cerita fiksi yang bersangkutan

Anda mungkin juga menyukai