Anda di halaman 1dari 11

PENGKAJIAN PROSA INDONESIA

Analisis Alur dan Penceritaan

Kelompok 5 :
Karmiati
Zulfa Arianti
Sunaely
Ilda Isdayanti Amir
Nurhikma

PRODI SASTRA INDONESIA


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tokoh, menurut Abrams (1981 : 20) adalah orang yang ditampilkan
dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan
memiliki kualitas moral dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Tokoh cerita
merupakan tokoh ciptaan pengarang. Tokoh cerita sebagai pembawa dan
penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin
disampaikan kepada pembaca.
Abrams (1981 : 175) dalam Nurgiyantoro (1995 : 216) menyatakan
bahwa, latar adalah landas tumpu, penyaran pada pengertian tempat,
hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa
yang diceritakan.
Penceritaan adalah segala sesuatu yang bertalian dengan penyajian
cerita kepada pendengar atau pembaca, siapa yang menyajikan cerita
(pencerita), dari sudut mana ia bercerita (sudut pandang), tokoh mana yang
dipilihnya sebagai sorotan (pusat pengisahan), bagaimana watak tokoh
diungkapkan (penokohan), dan bagaimana peristiwa-peristiwa dalam cerita
disajikan (teknik penceritaan).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tokoh ?
2. Apa yang dimaksud dengan latar ?
3. Apa yang dimaksud dengan penceritaan ?
4. Bagaimana analisis dari karya sastra dari tokoh, latar dan penceritaan ?
C. Tujuan
1. Apa yang dimaksud dengan tokoh ?
2. Apa yang dimaksud dengan latar ?
3. Apa yang dimaksud dengan penceritaan ?
4. Bagaimana analisis dari karya sastra dari tokoh, latar dan penceritaan ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tokoh
Tokoh, menurut Abrams (1981 : 20) adalah orang yang ditampilkan dalam
suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas
moral dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Tokoh cerita merupakan tokoh
ciptaan pengarang. Tokoh cerita sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat,
moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca.
1. Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya
dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling
banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai
kejadian. Tokoh utama sangat menentukan perkembangan plot secara
keseleruhan. Hal yang menjadi ciri tokoh utama adalah ia senantiasa
hadir setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap halaman buku
cerita yang bersangkutan, dialognya paling banyak, dan permasalahan
dalam cerita adalah masalah sang tokoh utama.
Tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak sentral
kedudukannya dalam cerita tetapi kehadirannya sangat diperlukan
untuk mendukung tokoh utama. Hal yang menjadi ciri dalam tokoh
tambahan adalah tokoh yang kemunculannya hanya sedikit dan
kemunculannya hanya ada jika terdapat kaitan dengan tokoh utama
baik secara langsung maupun tidak langsung.
2. Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis
Tokoh protagonis adalah tokoh yang memegang peranan
pimpinan dalam cerita. Tokoh ini menampilkan sesuatu yang sesuai
dengan pandangan kita, harapan-harapan kita sebagai pembaca. Hal
yang dominan menjadi ciri dari tokoh ini adalah ia selalu menjadi
lawan tokoh antagonis, mudah diindentifikasi, disenangi dan
mendatangkan simpati pembaca, dan setiap tindakan karakter
protagonis mendukung tema cerita.
Tokoh antagonis adalah tokoh penentang atau yang berlawanan
dengan tokoh protagonis sehingga menyebabkan konflik dan
ketegangan. Hal yang menjadi ciri tokoh antagonis adalah kebalikan
dari tokoh protagonis dan selalu berhadapan dengan tokoh protagonis
(baik secara fisik atau mental).
Penggambaran setiap tokoh melalui dua teknik yaitu
penggambaran secara langsung maupun tidak langsung.
Penggambaran tokoh secara langsung adalah penggambaran tokoh
secara tersurat yang ada dalam cerita. Pengarang kangsung
menjelaskan sifat atau karakter tokohnya. Teknik secara langsung
dapat dipahami oleh pembaca dalam memahami isi novel tersebut.
Sedangkan penggambaran secara tidak langsung ada beberapa cara
dalam meemberikan sifat-sifat para tokoh di dalam cerita melalui
teknik ini, diantaranya melalui bentuk fisik secara lahir, melalui jalan
pikiran tokoh, melalui tindakan tokoh, melalui lingkungn tokoh, dan
melalui dialog antar tokoh.
B. Latar
Abrams (1981 : 175) dalam Nurgiyantoro (1995 : 216) menyatakan bahwa,
latar adalah landas tumpu, penyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu,
dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
Senada dengan Abrams, Robert Stanton dalam Herman J. Waluyo, (2002:
198) menyatakan bahwa latar adalah lingkungan kejadian atau dunia dekat tempat
kejadian itu berlangsung. Di sisi lain, W.H Hudson dalam Herman J. Waluyo,
(2006: 198) menambahkan bahwa latar atau setting adalah keseluruhan
lingkungan cerita yang meliputi adat istiadat, kebiasaan dan pandangan hidup
tokoh. Latar bukan hanya menunjukkan tempat dalam waktu tertentu tetapi juga
ada hal-hal lainnya.
Fungsi latar menurut Herman J. Waluyo (2006: 28) berkaitan erat dengan
unsur-unsur fiksi yang lain, terutama penokohan dan perwatakan. Fungsi setting
adalah untuk:
a) mempertegas watak pelaku;
b) memberikan tekanan pada tema cerita;
c) memperjelas tema yang disampaikan;
d) metafora bagi situasi psikis pelaku;
e) sebagai pemberi atmosfir (kesan);
f) memperkuat posisi plot.
Burhan Nurgiyantoro (1994: 216) latar sebagai salah satu unsur cerita fiksi
yang harus mampu memberikan pijakan cerita secara konkretdan jelas. Hal ini
penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, sehingga menciptakan
suasana tertentu yang, seolah-olah sungguh ada dan terjadi. Pembaca menilai
kebenaran, ketepatan dan aktualisasi latar yang diceritakan sehingga merasa lebih
akrab.
Hal ini akan terjadi jika latar mampu mengangkat suasana setempat lengkap
dengan perwatakannya ke dalam cerita. Nurgiyantoro (1995 : 227) membedakan
latar menjadi tiga unsur pokok, yaitu :
1) Latar tempat, yaitu menyarankan pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam karya sastra. Tempat yang digunakan dapat berupa
tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi
tertentu tanpa nama yang jelas.
2) Latar waktu, yaitu menyaran pada kapan terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya sastra. Dalam sejumlah karya fiksi
lain, latar waktu mungkin justru tampak samar, tak ditunjukkna secraa
jelas. Hal ini tidak ditunjukkan secara jelas mungkin karena memang
tidak penting untuk ditonjolkan dengan kaitan ceritanya.
3) Latar sosial, yaitu menyarankan pada hal-hal yang berhubungan
dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang
diceritakan dalam karya sastra.
Dari paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa latar dalam karya sastra itu
meliputi latar waktu, latar tempat, dan latar sosial yang sangat berperan penting
dalam membangun karya sastra terutama dalam pembuatan novel. Untuk
menentukan latar sebuah cerita, diperlukan sebuah pertanyaan dimana sebuah
kejadian pada cerita tersebut terjadi? Kapan dan seperti apa suasananya?
Pertanyaan tersebut dapat terjawab jika suatu cerita mempunyai latar yang baik.
C. Penceritaan
Penceritaan adalah segala sesuatu yang bertalian dengan penyajian cerita
kepada pendengar atau pembaca, siapa yang menyajikan cerita (pencerita), dari
sudut mana ia bercerita (sudut pandang), tokoh mana yang dipilihnya sebagai
sorotan (pusat pengisahan), bagaimana watak tokoh diungkapkan (penokohan),
dan bagaimana peristiwa-peristiwa dalam cerita disajikan (teknik penceritaan).
1. Menggunakan Ujaran Langsung
Pencerita menggunakan kalimat-kalimat langsung untuk mendeskripsikan
yang dilihat dan yang ingin dia ceritakan. Dari jarak dekat, visi
pemandang mencakup seluruh objek. Dekatnya jarak visi pemandang
dengan segala sesuatu yang ada dalam cerita menyebabkan pemandang
merasa bahwa ia berada di tengah-tengah cerita. Ia merasa segala
sesuatunya benar-benar terjadi. Kejadian semacam itulah yang ingin
ditularkan kepada pembaca. Kemudian tugas penceritalah yang akan
menyampaikan segala sesuatu yang terjadi kepada pembaca.
2. Menggunakan Ujaran yang Disesuaikan
Pencerita melihat segala sesuatunya dari jarak dekat. Tetapi, pencerita
tidak memberikan mandatnya pada tokoh untuk mengemukakan cerita,
melainkan dirinya sendiri yang berperan. Walaupun demikian, ia berusaha
agar dapat menyampaikan cerita dengan “sedekat mungkin” (seolah-olah
cerita itu nyata). Pencerita tidak menggunakan wicaranya sendiri,
pencerita tidak hanya mengemukakan peristiwa, melaikan juga
pemandangan tokoh, pikiran mereka, dan sebagainya.
Wicara alihan banyak digunakan pencerita dalam mengemukakan
peristiwa, dari pemandangan tokoh maupun pikiran mereka. Jadi, wicara
yang ditampilkan oleh pencerita dalam bentuk wicara yang dialihkan.
Tokoh “aku” sebagai pencerita mereproduksi ujaran tokoh dan sekaligus
tentang yang ia ceritakan. Namun, ia tidak menggunakan wicaranya
sendiri melainkan menggunakan wicara tokoh lain yang dialihkan menjadi
wicaranya sendiri.
D. Analisis Karya Sastra
Karya sastra yang akan dianalisis adalah novel biografi terkenal di Indonesia.
Novel "Anak Sejuta Bintang" karya Akmal Nasey Basral menceritakan tentang
masa kecil Abu Rizal Bakrie atau yang lebih dikenal dengan nama Ical.
Cerita berawal ketika Ical masih berumur tiga tahun. Dia dibesarkan di
keluarga yang harmonis. Ayahnya seorang pengusaha keturunan Lampung dan
ibunya seorang ibu rumah tangga keturunan Batak. Meskipun Bakrie, ayah Ical
sangat sibuk, dia tetap menyempatkan waktu untuk ikut mendidik Ical sejak kecil.
Ical merupakan anak yang mudah bergaul, semangat, dan memiliki jiwa
penolong. Dia juga merupakan anak yang cerdas. Sejak kelas I sampai kelas V,
Ical selalu menjadi juara kelas.
Tokoh Ical yang terdapat dalam novel tersebut merupakan tokoh utama, tokoh
protagonis, tokoh bulat atau kompleks, dan tokoh berkembang. Tokoh Roosniah
yang terdapat dalam novel tersebut merupakan tokoh tambahan, tokoh protagonis,
tokoh sederhana, dan tokoh statis. Tokoh Bakrie yang terdapat dalam novel
tersebut merupakan tokoh tambahan, tokoh protagonis, tokoh sederhana, dan
tokoh statis. Tokoh Wiwik yang terdapat dalam novel tersebut merupakan tokoh
tambahan, tokoh protagonis, tokoh sederhana, dan tokoh statis. Tokoh Ingga yang
terdapat dalam novel tersebut merupakan tokoh tambahan, tokoh protagonis,
tokoh sederhana, dan tokoh statis.
1) Latar dalam novel Anak Sejuta Bintang terdiri atas tiga, yaitu latar
tempat, latar waktu, dan latar sosial.
2) Latar tempat dalam novel Anak Sejuta Bintang sebagian besar berada
di Jakarta dan Cipanas. Latar waktu berhubungan dengan masalah
‘kapan’ terjadinya peristiwa-peristiwa yang diberitakan dalam sebuah
karya fiksi. Penceritaan latar waktu dalam novel Anak Sejuta Bintang
kurang lebih terjadi selama delapan tahun. Latar waktu tersebut
dimulai sekitar tahun 1950-an sampai tahun 1958.
3) Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam
karya fiksi. Dalam novel Anak Sejuta Bintang karya Akmal Nasery
Basral mempunyai latar sosial gabungan dari dua kebudayaan yaitu
Batak dan Lampung. Hal ini dikarenakan, Ahmad Bakrie ayah Ical
berdarah Lampung, sedangkan Roosniah, ibu Ical berdarah Batak,
yang lahir di Pangkalan Berandan, Sumatra Utara. Walaupun berbeda
daerah, akan tetapi keluarga Bakrie sama-sama berdarah Sumatra.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tokoh, menurut Abrams (1981 : 20) adalah orang yang ditampilkan


dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan
memiliki kualitas moral dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Tokoh cerita
merupakan tokoh ciptaan pengarang. Tokoh cerita sebagai pembawa dan
penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin
disampaikan kepada pembaca.

Abrams (1981 : 175) dalam Nurgiyantoro (1995 : 216) menyatakan


bahwa, latar adalah landas tumpu, penyaran pada pengertian tempat,
hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa
yang diceritakan.

Penceritaan adalah segala sesuatu yang bertalian dengan penyajian


cerita kepada pendengar atau pembaca, siapa yang menyajikan cerita
(pencerita), dari sudut mana ia bercerita (sudut pandang), tokoh mana yang
dipilihnya sebagai sorotan (pusat pengisahan), bagaimana watak tokoh
diungkapkan (penokohan), dan bagaimana peristiwa-peristiwa dalam cerita
disajikan (teknik penceritaan).
DAFTAR PUSTAKA

Abram. (1981). Teori Pengantar Fiksi. Yogyakarta: Hanindita Graha Wida.

Herman J. Waluyo. 2002. Pengkajian Sastra Rekaan. Salatiga: Widya Sari Press.

Nurgiyantoro, Burhan. (1995). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada


University Press.

Nurgiyantoro, Burhan. (2002). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada


University Press.

Nurgiyantoro, Burhan. (2007). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Anda mungkin juga menyukai