Anda di halaman 1dari 38

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Formulasi Model Matematika Penyebaran Covid-19

Model dasar yang digunakan pada penelitian ini adalah model SEIR,

merupakan model penyebaran penyakit yang melibatkan empat kompartemen.

Dalam hal ini diasumsikan bahwa jumlah populasi konstan dan terdapat laju

kematian alami pada tiap kelas individu. Laju penyebaran penyakit diasumsikan

IS
mengikuti laju insidensi bilinear, yaitu linear dalam IS berbentuk dengan
N

N = 1 (total populasi),  menyatakan laju kontak perkapita, I menyatakan jumlah

individu yang sakit dan S menyatakan jumlah individu yang rentan. Laju insidensi

bilinear mengasumsikan homogenitas dalam populasi dan prinsip aktivitas massa,

yaitu jumlah kejadian individu rentan menjadi sakit tergantung dari populasi kelas

yang sakit atau terinfeksi (I).

Beberapa asumsi lain yang ditetapkan dalam formulasi model matematika

penyebaran Covid-19 yaitu:

1. Terdapat kelahiran dan kematian dalam populasi

2. Laju kelahiran sama dengan laju kematian alami

3. Laju kematian akibat Covid-19 diasumsikan sama dengan laju kematian

alami

4. Terdapat individu yang rentan terpapar Covid-19 (suspected)

40
41

5. Terdapat individu yang kontak dengan individu terinfeksi sehingga memiliki

gejala-gejala dengan gambaran klinis meyakinkan terpapar Covid-19 dan

belum terkonfirmasi positif dalam hal ini disebut kasus probable (exposed)

6. Individu yang kontak dengan individu terinfeksi menajalani pemeriksaan

laboratorium Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)

7. Terdapat individu yang terkonfirmasi positif Covid-19 (infected)

8. Individu yang terkonfirmasi positif Covid-19 menjalani karantina/isolasi

9. Terdapat individu yang telah sembuh atau kebal dari Covid-19 (recovered)

10. Terdapat individu yang mendapatkan vaksinasi sehingga kebal atau sembuh

dari Covid-19

11. Individu yang telah sembuh memiliki kekebalan terhadap Covid-19

Berdasarkan asumsi-asumsi pada uraian sebelumnya, maka dapat

digambarkan diagram model SEIR pada Gambar 4.1 dengan deskripsi parameter

dan variabel yang diterangkan pada Tabel 4.1.

IS
N N  
S(t) E(t) I(t) R(t)

S E I R

Gambar 4.1 Diagram Model Epidemi SEIR


42

Berdasarkan diagram model epidemi SEIR pada Gambar 4.1, maka dapat

dibentuk sistem persamaan diferensial non-linear pada sistem persamaan (4.1).

dS
 N  IS  
dt

 IS     E
dE
dt (4.1)

 E     I
dI
dt

dR
 I  R
dt

N (t )  S (t )  E (t )  I (t )  R (t )

Model dasar SEIR ini kemudian diaplikasikan pada kasus penyebaran

Covid-19 di Provinsi Sulawesi Selatan yang dimodifikasi dengan menambahkan

variabel kontrol optimal u(t). Adapun variabel kontrol yang dipilih ialah vaksinasi

Covid-19 dengan tujuan untuk meminimumkan populasi rentan (S) dan populasi

terinfeksi (I) sebagai upaya untuk memaksimalkan populasi sembuh (R).

Penyederhanaan pada variabel kontrol vaksinasi diasumsikan sebagai

0  u(t )  umaks  1 . Hal tersebut dikarenakan tidak mungkin untuk melakukan

vaksinasi untuk semua individu yang masuk kelas rentan penyakit dalam satu

waktu. Arti fisik dari variabel kontrol dalam masalah ini adalah jika jumlah

individu rentan dan terinfeksi mencapai level yang rendah, maka jumlah individu

sembuh akan meningkat.

Kemudian parameter waktu tunda juga ditambahkan ke dalam sistem

yang berarti bahwa pada waktu t hanya sekian persen dari jumlah seluruh individu
43

rentan yang telah tervaksinasi pada waktu  yang lampau. Dengan demikian

individu dalam kelas rentan yang tervaksinasi akan berpindah dari kelas rentan ke

kelas sembuh pada waktu t   .

Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, dapat dibentuk diagram model

epidemi SEIR dengan waktu tunda dari kasus penyebaran Covid-19 di Provinsi

Sulawesi Selatan dengan variabel kontrol vaksinasi u(t) pada Gambar 4.2 dengan

parameter dan variabel yang dijelaskan pada Tabel 4.2.

u t    S t   
IS
N N  
S(t) E(t) I(t) R(t)
1 u

S E I R

Gambar 4.2 Diagram Model Epidemi SEIR dengan Variabel Kontrol Vaksinasi

Berdasarkan diagram model epidemi SEIR dengan variabel kontrol

vaksinasi pada Gambar 4.2, maka dapat dibentuk sistem persamaan diferensial

non-linear pada sistem persamaan (4.2).

 N  I (1  u )   S  u(t   )  S (t   )
dS
dt

 IS (1  u )     E
dE
dt (4.2)

 E     I
dI
dt
dR
 I  u(t   )  S (t   )  R
dt
N (t )  S (t )  E (t )  I (t )  R (t )
44

Tabel 4.1 Defenisi Variabel/Parameter Model Matematika Penyebaran Covid-19

Variabel/Parameter Keterangan

N Jumlah populasi
S Populasi yang rentan (susceptible) terinfeksi Covid-19
E Populasi yang bergejala (eksposed) namun belum
menularkan Covid-19
I Populasi yang terinfeksi (infected) Covid-19
R Populasi yang telah sembuh (recovered) dari Covid-19
 Laju perpindahan dari populasi manusia yang rentan
(susceptible) ke populasi bergejala (eksposed) namun belum
menularkan dikarenakan adanya interaksi dengan populasi
yang terinfeksi Covid-19 baik secara langsung maupun
melalui media yang terkontaminasi virus Covid-19
 Laju perpindahan dari populasi manusia yang bergejala
(eksposed) ke populasi yang terinfeksi (infected) Covid-19
yang diasumsikan bahwa populasi manusia eksposed
menjalani pemeriksaan laboratorium RT-PCR dan
dasumsikan sebanyak 10% terkonfirmasi positif Covid-19.
 Laju perubahan dari populasi manusia yang terinfeksi
(infected) Covid-19 ke populasi yang sembuh (recovered)
dari Covid-19 karena adanya proses karantina/isolasi dari
populasi terinfeksi Covid-19 yang diambil sebesar 95%
u Variabel kontrol tentang efektivitas pemberian vaksin
Covid-19 berdasarkan studi refrensi sebesar 65,3%
 Laju kelahiran dan kematian alami yang diasumsikan sama
t Waktu
 Waktu tunda (time delay)

B. Analisis Eksistensi dan Karakterisasi Kontrol Optimal

Permasalahan kontrol optimal dalam pembahasan ini berkaitan dengan

tindakan pemberian vaksin pada kasus penyebaran Covid-19 di Provinsi Sulawesi

Selatan dengan tujuan untuk mengurangi jumlah individu yang terinfeksi Covid-

19 dan meningkatkan jumlah individu yang sembuh. Vaksinasi Covid-19 ini


45

diasosiasikan dengan variabel kontol u dan ditambahkan ke dalam model

penyebaran penyakit Covid-19 dengan u(t ) U yang merupakan persentase dari

individu-individu yang telah tervaksinasi per satuan waktu. Kemudian U

didefinisikan dalam bentuk himpunan kontrol yang admissible sebagai berikut:

U  {u (t ) ; 0  u(t )  umax  1, t  [0, t end ]} (4.3)

Analisis yang digunakan untuk membuktikan eksistensi dan karakterisasi

dari variabel kontrol vaksinasi pada kasus penyebaran Covid-19 di Provinsi

Sulawesi Selatan ini ialah Metode Prinsip minimum Pontryagin dengan langkah-

langkah pembuktian dituliskan pada step 1 sampai step 5.

Step 1 : Mendefenisikan Fungsi Tujuan (J)

Tujuan dari permasalahan kontrol optimal pada penelitian ini adalah untuk

meminimumkan jumlah individu yang rentan dan terinfeksi Covid-19 sekaligus

memaksimalkan jumlah individu yang sembuh dari Covid-19. Dalam

permasalahan optimasi tujuan tersebut dikaitkan dengan meminimumkan fungsi

tujuan. Berdasarkan deskripsi model matematika dari proses terjadinya kontrol

optimal pada sistem persamaan (4.2), maka spesifikasi fungsi tujuan pada

penelitian ini diasumsikan sebagai berikut:

Fungsi tujuan (J) = Meminimumkan populasi rentan (S), terinfeksi (I) dan

memaksimalkan populasi sembuh (R)

T
1
J (u)   S (t )  I (t )  Cu 2 (t )dt (4.4)
0
2

dengan kendala/state pada sistem persamaan (4.2).


46

koefisien C  0, adalah koefisien bobot untuk meminimumkan jumlah

individu yang rentan dan terinfeksi Covid-19. Nilai C merupakan penyeimbang

dari kontrol yang dilakukan. Selanjutnya akan dicari kontrol yang optimal u * (t ) ,

sehingga berlaku:

J (u * )  min{ J (u); u  U } (4.5)

dengan U  {u(t ) : 0  u(t )  1, t  [0, T ]}

Step 2 : Membentuk Fungsi Hamiltonian

Hamiltonian merupakan suatu fungsi yang digunakan untuk

menyelesaikan masalah kontrol optimal dalam sistem dinamik dengan cara

menggabungkan fungsi tujuan dengan variabel-variabel state atau kendala pada

sistem persamaan (4.2), dan setiap variabel state dikalikan dengan multiplier

lagrange  . Sehingga diperoleh fungsi Hamiltonian pada persamaan (4.6)

berdasarkan fungsi tujuan pada persamaan (4.4) dan kendala pada persamaan

(4.2).

4
H  S (t )  I (t )  Cu 2 (t )   i (t )  g i  x (t ), u(t ), t 
1
(4.6)
2 i 1

H  S (t )  I (t )  Cu 2 (t )  1 (t )N (t )  I (t )(1  u )   S (t )  u(t   )  S (t   ) 


1
2
 2 (t )I (t ) S (t )(1  u)     E (t )   3 (t )E (t )     I (t ) 

 4 (t )I (t )  u(t   )  S (t   )  R(t )

Step 3 : Mencari Persamaan State dan Costate

Menurut prinsip minimum Pontryagin, fungsi Hamiltonian mencapai

solusi optimal jika persamaan state dan costate serta kondisi stasioner terpenuhi.
47

1) Persamaan State

Persamaan state diperoleh dengan menurunkan fungsi Hamiltonian pada

persamaan (4.6) terhadap masing-masing pengali lagrangenya (  ) sehingga

diperoleh sistem persamaan (4.7).

 H
x1   N (t )  I (t )(1  u )   S (t )  u(t   )  S (t   )
1

 H
x2   I (t ) S (t )(1  u )     E (t ) (4.7)
2

 H
x3   E (t )     I (t )
3

 H
x4   I (t )  u(t   )  S (t   )  R(t )
4

2) Persamaan Costate

Persamaan costate diperoleh dengan menurunkan fungsi Hamiltonian pada

persamaan (4.6) terhadap masing-masing variabel state/kendala (SEIR) sehingga

diperoleh sistem persamaan (4.8).

 H
1    1  1 (t ) I (t )(1  u )     2I (t )(1  u ) 
S

 1  1 (t ) I (t )(1  u)     2I (t )(1  u)

 H
2    2      3  (4.8)
E

 H
3    1  1 (t ) (1  u ) S (t )  2 S (t )(1  u )  3      4
I

 H
4    4 (t ) 
R

dengan syarat batas 1 (t )  2 (t )  3 (t )  4 (t )  0


48

Step 4 : Menentukan kondisi stasioner untuk mendapatkan bentuk kontrol


yang optimal ( u * )

Kondisi stasioner diperoleh dengan menurunkan fungsi Hamiltonian pada

persamaan (4.6) terhadap variabel kontrol u(t) sehingga diperoleh persamaan

(4.9).

H
0
u

Cu(t )  1 (t )I (t )S (t )  2 (t )I (t )S (t )  0

 1 (t )I (t ) S (t )   2 (t )I (t ) S (t )
u (t )  , atau
C

 1IS (t )  2IS (t )
u (t )  (4.9)
C

Karena 0  u(t )  1, maka diperoleh u * (t ) sebagaimana pada persamaan (4.10)

 

0 , u0

 
u * (t )   u , 0 u  1 (4.10)



1 u 1
 ,

Jadi eksistensi dari kontrol optimal terbukti ada dengan bentuk kontrol

optimal u * (t ) untuk mengoptimalkan fungsi tujuan pada persamaan (4.11).

   
u * (t )  min max 0, u ,1
   

   IS (t )  2IS (t )  
u * (t )  min max 0, 1 ,1 (4.11)
  C  
49

Step 5 : Menentukan Persamaan State dan Costate yang Optimal

Persamaan state dan costate yang optimal diperoleh dengan mensubtitusi

u * (t ) pada persamaan (4.11) ke persamaan (4.7) dan (4.8).

1) Persamaan State yang Optimal x * (t )

H
x1 (t ) 
*

1

     IS (t )  2IS (t )    
 N (t )   I (t )1  min max 0, 1 ,1    
     
  C 
    IS (t )  2IS (t )   
S (t )  1  min max 0, 1 ,1 (t   )  S (t   )
   C  

H
x 2 (t ) 
*

2
    IS (t )  2IS (t )   
 I (t ) S (t )1  min max 0, 1 ,1      E (t )
   C  

H
x 3 (t )   E (t )     I (t )
*
(4.12)
3

H
x 4 (t ) 
*

4
   IS (t )  2IS (t )  
 I (t )  min max 0, 1 ,1(t   )  S (t   )  R(t )
  C  

2) Persamaan Costate

H
1* (t )  
S

     IS (t )  2IS (t )    
 1  1 (t )  I (t )( 1  min max 0, 1 ,1    
    C   
    IS (t )  2IS (t )   
 2I (t )1  min max 0, 1 ,1 
   C  
50

H
3 * ( t )    2      3  (4.13)
E

H
3* (t )  
I
    IS (t )  2IS (t )   
 1  1 (t ) 1  min max 0, 1 ,1  S (t )
   C  
    IS (t )  2IS (t )   
 2 S (t )1  min max 0, 1 ,1 
   C  

H
4 * (t )    4 (t ) 
R

dengan syarat batas 1 (t )  2 (t )  3 (t )  4 (t )  0

C. Analisis Titik Kesetimbangan

Model matematika pada penyebaran Covid-19 di Provinsi Sulawesi

Selatan dianalisis dengan cara menentukan titik kesetimbangan atau yang sering

disebut juga dengan titik tetap dan bilangan reproduksi dasar (R0). Variabel-

variabel S(t), E(t), I(t), R(t) dan N(t) selalu berkaitan dengan waktu (t), namun

untuk memudahkan dalam analisis selanjutnya cukup dituliskan variabel SEIR

dan N.

Titik kesetimbangan ditentukan berdasarkan sistem persamaan (4.2), yakni

semua turunan pertama dari sistem persamaan (4.2) yang telah dirumuskan

dS dE dI dR
disamakan dengan nol, yaitu 0,  0,  0 dan  0. dengan
dt dt dt dt

demikian dapat dibentuk sistem persamaan (4.14).

N  I (1  u)   S  u(t   )  S (t   )  0

IS (1  u)     E  0 (4.14)
51

E     I  0

I  u(t   )  S (t   )  R  0

Sehingga diperoleh solusi dari sistem persamaan (4.14) yaitu persamaan

(4.15) sampai (4.18).

N  I (1  u)   S  u(t   )  S (t   )  0

N  I (1  u)   S  uS (t   )  0

N
S (4.15)
I (1  u)    u(t   )

IS (1  u)     E  0

IS (1  u)
E (4.16)
 

E     I  0

E
I (4.17)
 

I  u(t   )  S (t   )  R  0

I  uS (t   )  R  0

I  uS (t   )
R (4.18)

Berdasarkan model matematika penyebaran Covid-19 pada persamaan

(4.15) sampai (4.18) akan dibentuk dua kondisi titik kesetimbangan, yaitu titik

kesetimbangan bebas Covid-19 dan titik kesetimbangan tidak bebas Covid-19

(endemik).
52

1. Titik Kesetimbangan Bebas Covid-19

Bebas Covid-19 diasumsikan tidak ada populasi manusia yang sakit akibat

virus Covid-19. Titik kesetimbangan bebas Covid-19 terjadi jika nilai pada

populasi infected ( I ) bernilai 0, maka dengan mensubtitusikan I = 0 pada

persamaan (4.15) sampai (4.18) akan diperoleh persamaan (4.19) sampai (4.22).

N
S (4.19)
  u(t   )

E 0 (4.20)

I 0 (4.21)

uS (t   )
R

 N 
u (t   )
   u(t   ) 

u( N )( t   ) Nu(t   )
  2 (4.22)
 (   u(t   ))   u(t   )

Sehingga diperoleh titik kesetimbangan bebas penyakit pada penyebaran

Covid-19 pada persamaan (4.23).

 N Nu(t   ) 
( S , E , I , R )   ,0,0, 2  (4.23)
   u(t   )   u(t   ) 
53

2. Titik Kesetimbangan Tidak Bebas Covid-19 (Endemik)

Kebalikan dari titik kesetimbangan bebas Covid-19, titik kesetimbangan

tidak bebas Covid-19 diasumsikan adanya populasi manusia yang sakit akibat

virus Covid-19, dalam hal ini populasi infected ( I ≠ 0 ). Pada keadaan ini akan

dicari solusi dari persamaan (4.15) sampai (4.18) untuk merepresentasikan titik

kesetimbangan endemik. Langkah pertama dengan mensubtitusi persamaan (4.16)

ke persamaan (4.17), sehingga diperoleh persamaan (4.24).

E
I
 

  IS (1  u ) 
I  
       

IS (1  u)
I
      

S (1  u )
1
      

S
      
(4.24)
 (1  u )

Selanjutnya S pada persamaan (4.24) disubtitusi ke persamaan (4.15),

diperoleh persamaan (4.25).

N
S
I (1  u)    u(t   )

        N
 (1  u) I (1  u)    u(t   )
54

N(1 - u)
I (1  u)   (   u(t   ))
      

N (1  u)
I   (   u (t   )
(1  u )      

N (   u(t   ))
I 
       

N  (   u(t   ))       


I (4.25)
       

Selanjutnya S pada persamaan (4.24) dan I pada persamaan (4.25) di

subtitusi ke persamaan (4.16), diperoleh persamaan (4.26).

IS (1  u)
E
 

 N  (   u(t   ) 2 )               


   (1  u)
            
E
 

 N  (   u(t   ))        


E   (1  u ) (4.26)
      

Selanjutnya S pada persamaan (4.24) dan I pada persamaan (4.25)

disubtitusi ke persamaan (4.18), diperoleh persamaan (4.27).

I  uS (t   )
R

 N  (   u(t   ))                


    u (t   )
            (1  u) 
R

 N  (   u(t   ))                 


R       u(t   )
            (1  u ) 
55


  (1  u )N  (   u(t   ))                2 
R 

u(t   ) ( 4.27)
  2 2        (1  u ) 

Jadi berdasarkan persamaan (4.24) sampai (4.27) diperoleh titik

kesetimbangan endemik pada penyebaran Covid-19 pada persamaan (4.28).

        
 , 
  (1  u ) 
  N  (   u(t   ))         
  (1  u ), 
       
( S , E, I , R)   ( 4.28)
N  (   u(t   ))       
 
         

  
    (1  u )N  (   u(t   ))                 u(t   ) 
2

   2 2        (1  u )
 
   

D. Analisis Kestabilan

Setelah diperoleh titik-titik kesetimbangan dari keadaan bebas penyakit

maupun endemik,maka langkah selanjutnya ialah dilakukan analisis kestabilan

dari titik-titik kesetimbangan. Analisis kestabilan pada titik kesetimbangan

dilakukan dengan membentuk suatu matriks dari sistem persamaan (4.2) yang

disebut matriks Jacobian (J), dan kestabilan dari titik-titik kesetimbangan

ditentukan dengan melihat nilai-nilai eigennya, yaitu i dengan i  1,2,3,..., n

yang diperoleh dari I  J  0 dan I adalah matriks identitas.


56

Berdasarkan sistem persamaan (4.2) dapat dibentuk matriks jacobian (J)

berikut pada persamaan (4.29).

 I (1  u )     u(t   ) 0  S (1  u ) 0 
 I (1  u )      S (1  u ) 0 
J    (4.29)
 0       0 
 
 u  (t   ) 0   

Selanjutnya dilakukan analisis kestabilan pada titik kesetimbangan model

penyebaran Covid-19 dengan memperhatikan Teorema (4.1) dan Teorema (4.2).

Teorema 4.1

Titik kesetimbangan bebas penyakit model matematika penyebaran Covid-19

dikatakan stabil jika R0  1dan tidak stabil jika R0 > 1.

Bukti:

Titik kesetimbangan bebas penyakit untuk I = 0 disubtitusi pada matriks J

persamaan (4.29), sehingga diperoleh matriks baru:

    u (t   ) 0  S (1  u ) 0 
 0      S (1  u ) 0 
J  
 0       0 
 
 u (t   ) 0   

Kemudian dicari nilai eigen dengan uraian sebagai berikut:

1 0 0 0
0 1 0 0
 
Det I  J  0 , dengan I   
0 0 1 0
 
0 0 0 1
57

maka:

I  J  0

 1 0 0 0     u ( t   ) 0  S (1  u ) 0  
    
 0 1 0 0 0      S (1  u ) 0 
I  J       0
0 0 1 0  0       0 
    
 0 1  u ( t   )     
  0 0 0

  0 0 0      u ( t   ) 0  S (1  u ) 0  
   
 0  0 0  0      S (1  u ) 0 
I  J     0
0 0  0  0       0 
  
 0 0 0    u (t   )   
   0 

  (   u(t   )) 0 S (1  u ) 0 
 0        S (1  u ) 0 
I  J    0
 0        0 

  u(t   ) 0     

Sehingga:

       S (1  u)
I  J         u(t   )  
       

=        u(t   )            S (1  u)

2                


=        u(t   )  
 S (1  u) 

Selanjutnya subtitusi S pada persamaan (4.19), diperoleh

2                


 
        u(t   )   N  
   (1  u )
    u (t   )  
 

 
        u(t   )  2                  R0  0 (4.30)
58

dengan R0 = bilangan reproduksi dasar pada persamaan (4.33)

Berdasarkan aturan tanda Descartes, persamaan (4.30) akan memiliki akar

yang semuanya negatif apabila semua tanda pada setiap suku-sukunya positif .

Jadi, dapat disimpulkan bahwa titik kesetimbangan bebas penyakit dikatakan

stabil apabila 𝑅0 ≤ 1 dan tidak stabil apabila 𝑅0 > 1 .

Teorema 4.2

Titik kesetimbangan endemik model matematika penyebaran Covid-19 stabil

asimptotik.

Bukti:

Titik kesetimbangan endemik berlaku untuk I ≠ 0, maka berdasarkan matriks J

pada persamaan (4.29), diperoleh matriks baru:

 I (1  u )     u(t   ) 0  S (1  u ) 0 
 I (1  u )      S (1  u ) 0 
J  
 0       0 
 
 u (t   ) 0   

Kemudian dicari nilai eigen dengan uraian sebagai berikut:

I  J  0

 1 0 0 0   I (1  u )     u(t   ) 0  S (1  u ) 0  
  
 0 1 0 0  I (1  u )      S (1  u ) 0 
I  J       0
0 0 1 0  0       0 
    
 0 u (t   )     
  0 0 1  0
59

  0 0 0   I (1  u )     u(t   ) 0  S (1  u ) 0  
   
 0  0 0  I (1  u )      S (1  u ) 0 
I  J     0
0 0  0  0       0 
  
 0 0 0       
   u ( t ) 0 

  I (1  u )    u(t   )  0 S (1  u ) 0 
  I (1  u )        S (1  u ) 0 
I  J   0
 0        0 

  u(t   ) 0     

diperoleh:

        S (1  u ) S (1  u )  
      I (1  u )    u(t   )   
 0
 I  
                 

            S 


      I (1  u )    u(t   )  
 I (1  u )(S (1  u )) 
2                    S (1  u )
      I (1  u )    u(t   )  
  SI (1  u )
2 2

Selanjutnya subtitusi nilai S 


       pada persamaan (4.24)
 (1  u )

N  (   u(t   ))       


dan I  pada persamaan (4.25)
       

untuk: 2                    S (1  u)

          
=> 2                      (1  u)
   (1  u)  

  (1  u )       
 2                    (1  u )
  (1  u ) 
60

 2          

Sehingga :

      I (1  u)    u(t   ) 2              2 SI (1  u) 2

  N  (   u(t   ))         


         (1  u)    u(t   ) 
           

                
2 2        N  (   u(t   ))        
(1  u ) 

       
(1  u ) 2

 
  N  (   u(t   ))         
        (1  u)    u(t   ) 
          

               (1u)     N  ( u(t))      (1  u)


2 2

 
 N 
        (   u(t   )) (1  u )    u(t   )2           
        
 N  (   u(t   ))      (1  u)

Jadi menurut aturan tanda descartes, jika semua akar-akar persamaan

karakteristiknya (  ) bernilai positif, maka dapat disimpulkan bahwa titik

kesetimbangannya Stabil Asimptotik dengan syarat:

N
N    u(t   ) , dan 1
  u (t   )
61

E. Bilangan Reproduksi Dasar

Bilangan reproduksi dasar yang dilambangkan dengan 𝑅0 penting untuk

diketahui sebab bilangan ini dapat menyatakan tingkat penyebaran suatu penyakit.

Bilangan ini menunjukkan jumlah individu rentan yang dapat menderita penyakit

yang disebabkan oleh satu individu terinfeksi. Bilangan 𝑅0 merupakan kondisi

ambang batas untuk menentukan apakah suatu populasi terjadi endemik atau

tidak.

Bilangan reproduksi dasar dapat dicari dengan menggunakan metode

matriks generasi mendatang (next generation matrix). Matriks ini dibentuk dengan

memperhatikan bagian positif dan bagian negatif pada laju penularan populasi

terinfeksi yaitu populasi eksposed dan infected. Rumus untuk menentukan

bilangan reproduksi dasar dapat dilihat pada persamaan (4.31).

R  F '(V ' ) 1 (4.31)

Dengan F bagian positif dan V bagian negatif. Berdasarkan sistem persamaan

(4.2), maka:

 IS (1  u )     E
dE
dt

 E     I
dI
dt

Sehingga diperoleh:

IS (1  u ) 0 S (1  u )
F   , F'  
 0  0 0 

    E     0 
V   , V'  
   I  E       
62

 1 
 0 
 
(V ' ) 1   
  1 
           

R  F ' (V ' ) 1

 1 
 0 
0 S (1  u )  
 
0 0 
  1 
           
 S (1  u ) S (1  u ) 
          

R 

 0 0 
 
(4.32)

Setelah diperoleh matriks R pada persamaan (4.32), selanjutnya akan dicari

nilai eigennya dengan rumus Det I  J   0 , dengan J adalah matriks R pada

persamaan (4.32) dan I matriks identitas. Bilangan reproduksi dasar akan

ditentukan berdasarkan nilai eigen (  ) terbesar.

I  J  0

 1
 0 0 0  S (1  u ) S (1  u ) 
 
 0 1 0 0          

I  J     
  0
 0 0 

0 1
 0   0 0
 
0 0 1 
  

  0 0 0   S (1  u ) S (1  u ) 
  
  0  0 0           

I  J        0
 0 0  0  
 0 0 0  
0 0
     
63

 S (1  u )  S (1  u ) 
           
I  J   
 0
 0  
 

 S (1  u ) 
I  J        0
        

S (1  u)
diperoleh 1  , dan 2  0
      
S (1  u )
sehingga diperoleh nilai eigen terbesar yaitu 1 
      

N
Selanjutnya subtitusi nilai S  pada 1 , maka diperoleh bilangan
  u (t   )
reproduksi dasar R0 pada persamaan (4.33).

N (1  u )
R0  (4.33)
      (   u(t   ))

F. Simulasi dan Interpretasi Data Penelitian

Data yang digunakan untuk simulasi menggunakan software Maple 2020

bersumber dari kantor Kementrian Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, dapat

dilihat pada lampiran data penelitian. Data yang diperoleh berupa data harian

kasus Covid-19 yang terdata mulai tangggal 19 Maret 2020 sampai 31 Desember

2021. Data vaksinasi Covid-19 berupa akumulasi data bulanan jumlah orang yang

mendapatkan vaksinasi di wilayah Sulawesi Selatan yang terdata mulai bulan

Januari sampai Desember 2021. Data ini menjadi nilai awal untuk setiap

parameter maupun variabel penelitian.


64

Adapun nilai-nilai variabel dan parameter yang digunakan untuk simulasi

dihitung dan dinyatakan dalam bentuk proporsi seperti dituliskan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Nilai - Nilai Variabel dan Parameter yang Digunakan

Variabel Nilai Sumber


S 0.84618 Dinas Kesehatan Prov. Sul-Sel
E 0.12979 Dinas Kesehatan Prov. Sul-Sel
I 0.01214 Dinas Kesehatan Prov. Sul-Sel
R 0.01189 Dinas Kesehatan Prov. Sul-Sel

Parameter Nilai Sumber


 0.03900 Irianto, dkk., 2009
 0.62000 Annas, dkk., 2020
 0.12330 Dinas Kesehatan Prov. Sul-Sel
 0.13108 Dinas Kesehatan Prov. Sul-Sel
u 0.19138 Dinas Kesehatan Prov. Sul-Sel

Data jumlah penduduk Sulawesi Selatan atau total populasi (N) pada

penelitian ini bersumber dari Badan Pusat Statistik tahun 2020 yaitu sebanyak

9.060.000 jiwa. Jadi berdasarkan Tabel 4.2 jumlah populasi yang tervaksin dosis

sebanyak 2.655.321 jiwa, artinya sekitar 29,3% dari total populasi N telah

memperoleh suntikan vaksin Covid-19 dosis 2. Demikian pula diperoleh nilai S =

0.84618 yang berarti bahwa sebanyak 84,6% masuk ke dalam kelas Susceptible,

nilai E = 0.12979 yang berarti bahwa sebanyak 13% masuk ke dalam kelas

Exposed, nilai I = 0.01214 yang berarti bahwa sebanyak 0,12% masuk ke dalam

kelas Infected, dan nilai R = 0.01189 yang berarti bahwa sebanyak 0,12% masuk

ke dalam kelas Recovered.


65

Parameter  = 0.039 menyatakan laju kelahiran dan kematian alami

individu dari setiap kelas populasi yang dirujuk dari hasil penelitian RI Irianto,

dkk. (2009), peneliti pada puslitbang Ekologi dan status kesehatan Badan

Litbangkes Depkes RI,  menyatakan laju perubahan dari kelas S ke E sebesar

0.62000 orang per-hari dirujuk dari penelitian Annas, dkk. (2020),  menyatakan

laju perpindahan dari E ke I sebesar 0.12330 orang per-hari yang ditentukan

berdasarkan data proporsi jumlah orang pada kelas Exposed melakukan test PCR

dan diasumsikan sebanyak 10% yang terkonfirmasi positif Covid-19, sedangkan

 meyatakan laju perpindahan dari kelas I ke R sebesar 0.13108 orang per hari

yang ditentukan berdasarkan data proporsi jumlah orang yang melakukan

karantina kemudian diambil sebesar 95%.

Sedangkan parameter u menggambarkan tingkat efektifitas vaksin dari

data vaksinasi dosis 2 yang dirujuk berdasarkan jenis vaksin dengan tingkat

efektifitas terendah, yakni vaksin Coronavac yang dikembangkan oleh Sinovac

Life Sciences (Beijing China) atau yang lebih dikenal dengan vaksin sinovac

dengan tingkat efektifitas sebesar 65,3%. Hal ini ditentukan berdasarkan hasil

studi refrensi dari Nugroho & Hidayat (2021) yang meneliti tentang efektifitas

dan keamanan beberapa jenis vaksin Covid-19, dan diperoleh hasil bahwa untuk

vaksin jenis sinovac di Indonesia memiliki tingkat efektifitas perlindungan

sebesar 65,3% lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat efektifitas jenis

vaksin lainnya sebesar 70% – 95%.

Data pada Tabel 4.2 selanjutnya disimulasikan menggunakan Maple 2020

untuk melihat perbandingan grafik dari model penyebaran Covid-19 berdasarkan


66

model matematika SEIR pada sistem persamaan (4.1) dan model matematika SEIR

dengan variabel kontrol vaksinasi pada sistem persamaan (4.2). Untuk model pada

sistem persamaan (4.2) akan disimulasikan dalam dua kasus berbeda, yakni

menggunakan variabel kontrol vaksinasi dengan waktu tunda dan tanpa waktu

tunda.

1. Model SEIR tanpa Variabel Kontrol Vaksinasi

Gambar 4.3 Grafik Model SEIR tanpa Variabel Kontrol Vaksinasi

Simulasi model pada Gambar 4.3 digambarkan prediksi populasi rentan

(S) mengalami penurunan hingga hari ke-40 namun kembali meningkat dari 30%

naik ke 35% mulai hari ke-50 sampai hari ke 90 hingga stabil pada hari ke-100,

sedangkan populasi exposed (E) mengalami peningkatan mulai hari ke-2 dan

menurun kmbali hingga stabil pada hari ke-100, demikian pula untuk populasi

terinfeksi (I) laju perubahannya cenderung cenderung meningkat dari hari pertama

dan menurun hingga stabil pada hari ke-70, dan yang terakhir untuk populasi
67

yang sembuh (R) cenderung meningkat dari waktu ke waktu dengan angka

kesembuhan tertinggi pada sekitar hari ke-50 kemudian stabil pada hari ke-100.

2. Model SEIR dengan Variabel Kontrol Vaksinasi tanpa Waktu Tunda

Gambar 4.4 Grafik Model SEIR dengan Variabel Kontrol Vaksinasi tanpa
Waktu Tunda

Model penyebaran Covid-19 pada Gambar 4.4 disimulasikan dengan

menambahkan vaksinasi sebagai variabel kontrol dengan tujuan untuk

mengurangi populasi rentan (S) dan terinfeksi (I) serta memaksimalkan populasi

yang sembuh (R). Berdasarkan Grafik terlihat bahwa populasi rentan (S) terus

mengalami penurunan dengan cepat yakni pada hari ke-20 dari sekitar 85%

menurun dan mencapai angka 16% dari total populasi hingga nampak stabil mulai

hari ke-60, sedangkan populasi exposed (E) laju perubahannya cenderung

melandai hingga stabil pada hari ke 40, demikian pula untuk populasi terinfeksi

(I) meskipun pada mengalami peningkatan di awal waktu namun laju


68

perubahannya terus menurun hingga stabil pada hari ke-50 dan menuju 0, dan

yang terakhir untuk populasi yang sembuh (R) terus meningkat drastis hingga

mencapai di atas 80% dan stabil berkisar pada hari ke-50. Hal ini

mengindikasikan bahwa variabel kontrol vaksinasi cukup berpengaruh signifikan

guna menekan laju penularan Covid-19 dari populasi rentan (S) ke populasi yang

terinfeksi (I), sebab populasi rentan (S) akan menjadi populasi yang kebal

terhadap Covid-19 sehingga populasinya sebagian besar menuju ke populasi yang

telah sembuh atau kebal terhadap penyakit dalam hal ini Covid-19.
69

3. Model SEIR Dua Waktu Tunda dengan Variabel Kontrol Vaksinasi

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4.5 Grafik Model SEIR Dua Waktu Tunda dengan Kontrol Vaksinasi
(a) dengan parameter   0 (c) dengan parameter   10
(b) dengan parameter   5 (d) dengan parameter   20
70

Model penyebaran Covid-19 pada Gambar 4.5 disimulasikan dengan

menambahkan vaksinasi dan waktu tunda dengan tujuan untuk melihat pengaruh

waktu tunda (time delay) atau perlambatan pemberian vaksin terhadap populasi

rentan (S) dan pengarunya terhadap setiap kelas populasi S, E, I, dan R.

Berdasarkan Gambar 4.5 (a) untuk nilai τ = 0 artinya tidak ada penundaan

pemberian vaksin pada populasi kelas rentan terinfeksi Covid-19, maka grafiknya

akan menyerupai Model SEIR dengan variabel kontrol vaksinasi tanpa waktu

tunda seperti tampak pada Grafik 4.2.

Sedangkan untuk nilai τ = 5 pada Gambar 4.5 (b) terlihat bahwa populasi

rentan (S) akan mengalami penurunan, tetapi pada hari ke-10 mengalami kenaikan

sebesar 25% dari total populasi dan menurun kembali pada hari ke-30 sebesar

16% dari total populasi yang kemudian tampak stabil pada hari ke-80, sedangkan

populasi bergejala (E) laju perubahannya cenderung menurun dari waktu ke

waktu, demikian pula untuk populasi terinfeksi (I) meskipun mengalami

peningkatan di awal waktu tetapi tidak signifikan sebab laju perubahannya

cenderung terkontrol dan stabil dari waktu ke waktu, dan yang terakhir untuk

populasi yang sembuh (R) mengikuti pola dari populasi kelas rentan (S) namun

berbanding terbalik yakni jika populasi kelas rentan (S) menurun maka akan

meningkatkan populasi kelas yang sembuh (R).

Selanjutnya untuk nilai τ = 10 pada Gambar 4.5 (c) terlihat bahwa pada

populasi rentan (S) nampak grafiknya mengalami fluktuasi (kenaikan dan

penurunan) atau perlambatan yang cukup signifikan, sedangkan populasi

bergejala (E) laju perubahannya cenderung menurun dari waktu ke waktu,


71

demikian pula untuk populasi terinfeksi (I) meskipun mengalami peningkatan

tetapi tidak signifikan sebab laju perubahannya cenderung terkontrol dan stabil

dari waktu ke waktu, dan yang terakhir untuk populasi yang sembuh (R)

mengikuti pola dari populasi kelas rentan (S) namun berbanding terbalik yakni

jika populasi kelas rentan (S) menurun maka akan meningkatkan populasi kelas

yang sembuh (R).

Selanjutnya untuk nilai τ = 20 pada Gambar 4.5 (d) terlihat bahwa pada

populasi rentan (S) nampak grafiknya juga mengalami fluktuasi (kenaikan dan

penurunan) atau perlambatan yang cukup signifikan, sedangkan populasi

bergejala (E) laju perubahan yang awalnya menurun tetapi pada waktu tertentu

dapat mengalami lonjakan yang cukup drastis seiring dengan meningkatnya

populasi kelas terinfeksi (I) seperti tampak pada hari ke-110 sampai hari ke-180

populasi kelas E mengalami kenaikan seiring dengan meningkatnya populasi

kelas I, dan yang terakhir untuk populasi yang sembuh (R) mengikuti pola dari

populasi kelas rentan (I) namun berbanding terbalik yakni jika populasi kelas

rentan (I) menurun maka akan meningkatkan populasi kelas yang sembuh (R).

Jadi dapat dinyatakan bahwa adanya waktu tunda yang diberikan akan

berpengaruh signifikan pada model penyebaran Covid-19, yakni seiring

bertambahnya nilai waktu tunda maka populasi S, E, I, dan R akan mengalami

perlambatan atau membutuhkan waktu yang lama untuk menuju kestabilan.

Adapun bilangan reproduksi dasar atau R0 yang menjelaskan tentang

potensi penyebaran penyakit dalam suatu populasi dapat dihitung dengan

mensubtitusikan nilai-nilai parameter pada Tabel 4.2 ke persamaan (4.32).


72

sehingga diperoleh nilai R0 dari ketiga simulasi yang telah dilakukan pada Tabel

4.3.

Tabel 4.3 Bilangan Reproduksi Dasar (R0)

No Model matematika Nilai R0


1 Model SEIR tanpa kontrol vaksinasi 2,76938
2 Model SEIR dengan Kontrol vaksinasi tanpa 0,37909
waktu tunda
3 Model SEIR dengan Kontrol vaksinasi dua 0,37909
waktu tunda

Berdasarkan Tabel 4.3, untuk model SEIR tanpa kontrol vaksinasi

diperoleh nilai R0 = 2,8 yang berarti bahwa setiap 1 individu terinfeksi Covid-19

dapat menularkan kepada 2-3 orang lainnya selama periode menular. Sedangkan

untuk model SEIR dengan variabel kontrol vaksinasi baik tanpa waktu tunda

maupun dengan dua waktu tunda menghasilkan nilai - nilai R0 = 0,37909, hal ini

menunjukkan rata-rata individu yang terinfeksi Covid-19 menghasilkan kurang

dari satu individu terinfeksi baru dari populasi yang rentan terinfeksi Covid-19,

artinya penyebaran Covid-19 berdasarkan titik-titik kesetimbangannya cenderung

stabil dan potensi penyebarannya akan rendah dengan adanya vaksin Covid-19.

G. Pembahasan

Penelitian mengenai model matematika penyebaran Covid-19 ini

sebelumnya pernah diteliti oleh Yulida dan Karim (2020) dengan studi kasus di

Provinsi Kalimantan Selatan, serta Nuraini, dkk. (2020) dengan studi kasus di

Indonesia. Pada penelitian Yulida & Karim (2020) diperoleh hasil bahwa Puncak

dari kasus terinfeksi Covid-19 mencapai 37.82% dan kematian mencapai 0.49%
73

yang diperkirakan terjadi pada pekan ke-2 Agustus hingga pekan ke-1 Oktober

2020, dan pada penelitian Nuraini, dkk. (2020) diperoleh hasil bahwa endemik

Covid-19 di Indonesia diprediksi akan berakhir pada April 2020 dengan jumlah

total kasus lebih dari 8.000. Sedangkan pada penelitian ini mengambil studi kasus

di Provinsi Sulawesi Selatan sebagai salah satu provinsi yang menyumbang kasus

konfirmasi positif Covid-19 terbanyak di Indonesia, dan berdasarkan data

penelitian yang bersumber dari kantor Dinas Provinsi Sulawesi Selatan dengan

rentan waktu dari bulan Maret 2020 sampai Desember 2021, diperoleh hasil

bahwa kasus tertinggi infeksi Covid-19 khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan

terjadi pada awal Juli hingga akhir September 2020 dan pada tahun 2021 kasus

infeksi Covid-19 terbanyak juga terjadi pada bulan Juli hingga September 2021

yang puncaknya terjadi pada pertengahan bulan Agustus yang mencapai angka di

atas 1000 orang terinfeksi perhari, dan total kasus terinfeksi hingga Desember

2021 sebanyak 110.000 orang.

Penelitian lain tentang model penyebaran Covid-19 juga diteliti Annas,

dkk. (2020) dan Abdy, dkk. (2021) dengan studi kasus di Indonesia. Pada

penelitian Annas, dkk. (2020) mempertimbangkan faktor vaksinasi dan isolasi,

dan penelitian Abdy, dkk. (2021) mempertimbangkan vaksinasi, pengobatan dan

penerapan protokol kesehatan sebagai parameter kontrol dan juga menggunakan

metode Fuzzy. Sedangkan pada penelitian ini mengkaji tentang efektifitas

vaksinasi sebagai variabel kontrol optimal.

Hasil simulasi pemberian vaksin pada penelitian Annas, dkk. (2020)

menunjukkan bilangan reproduksi dasar R0 untuk kasus endemik Covid-19 dengan


74

pemberian vaksin hanya 1% adalah R0 = 3.2094, yang berarti bahwa, jika seorang

terinfeksi Covid-19 akan menularkan kepada 3 orang lainnya. Sedangkan nilai R0

pada pemberian vaksin 50% akan mengurangi penularan COVID-19 dan 100%

tidak mengakibatkan penyebaran Covid-19 di Indonesia.

Sedangkan pada penelitian Abdy, dkk. (2020), hasil simulasinya

menunjukkan bahwa jika pengobatan, vaksinasi, dan protokol kesehatan belum

dilaksanakan, angka reproduksi dasar adalah 9,32, yang berarti satu orang dengan

Covid-19 dapat menulari sembilan orang lainnya. Sedangkan jika efektifitas

pengobatan 20% tanpa vaksinasi dan tanpa menerapkan protokol kesehatan dapat

menurunkan angka reproduksi dasar menjadi 2,13 sehingga satu orang dengan

Covid-19 dapat menulari dua orang lainnya. Namun, jika efektivitas pengobatan

mencapai 85%, maka angka reproduksi dasar diturunkan menjadi 0,58, yang

berarti penyebaran Covid-19 dapat dikendalikan. Selanjutnya, jika efektivitas

vaksinasi atau efektivitas penerapan protokol kesehatan lebih dari 10%, maka

angka reproduksi dasar kurang dari 0,44, artinya wabah Covid-19 akan hilang di

populasi.

Berbeda dengan penelitian Annas, dkk. (2020) dan Abdy, dkk (2021),

pada penelitian ini data Covid-19 disimulasikan dalam model berbeda yakni tanpa

pemberian vaksin dan saat diberikan vaksin untuk melihat perbandingan grafik

prediksi dari model matematika penyebaran Covid-19, sehingga dapat

dibandingkan sejauh mana efektifitas vaksinasi Covid-19. Dari Grafik 4.1 tentang

model matematika penyebaran Covid-19 tanpa adanya variabel kontrol vaksinasi

menunjukkan bahwa populasi manusia baik yang rentan, bergejala dan yang
75

terinfeksi Covid-19 mengalami fluktuasi atau peningkatan dan penurunan dan

stabil di angka yang masih relatif tinggi dari total populasi, sehingga populasi

manusia yang sembuh belum begitu maksimal. Sedangkan pada saat diberikan

vaksin maka populasi manusia yang rentan terinfeksi Covid-19 dari angka 84%

akan menurun drastis dan stabil di angka 16%, demikian pula untuk populasi

kelas bergejala dan terinfeksi cenderung menurun menuju titik stabil seperti

tampak pada Grafik 4.2, dengan demikian populasi yang sembuh juga akan secara

maksimal baik itu sembuh dari infeksi Covid-19 maupun kebal akibat vaksin yang

diberikan. Kemudian parameter waktu tunda juga dimasukkan untuk melihat

seberapa besar pengaruhnya dalam model penyebaran Covid-19 seperti tampak

pada Grafik 4.3, menunjukkan bahwa adanya penundaan pemberian vaksin cukup

berpengaruh signifikan terhadap populasi yang rentan dan populasi yang sembuh

dari infeksi Covid-19, namun populasi yang terinfeksi Covid-19 akan tetap

terkontrol dengan diberikannya vaksin Covid-19.

Berdasarkan data penelitian yang disimulasikan dengan tiga jenis model

matematika penyebaran Covid-19 ini diperoleh nilai R0 > 1 untuk model tanpa

kontrol vaksinasi dan R0 < 1 untuk model yang dilengkapi variabel kontrol

vaksinasi baik dengan waktu tunda maupun tanpa waktu tunda. Hal ini berarti

bahwa penyebaran Covid-19 di Provinsi Sulawesi Selatan dapat hilang dari

populasi dengan adanya vaksinasi Covid-19 sebagai salah satu upaya untuk

mengontrol penyebaran Covid-19.

Penelitian tentang kontrol optimal vaksinasi juga pernah diteliti oleh

Setiwan, dkk. (2014) dan Katrina, dkk. (2018). Pada penelitian Setiwan, dkk.
76

(2014) merupakan jenis kajian pustaka yang mengkaji tentang kontrol optimal

vaksinasi dalam model Epidemi SEIR dengan dua waktu tunda, tetapi dalam hal

ini pengendalian atau kontrol optimal penyakit yang dibahas tidak merujuk

kepada jenis/nama penyakit tertentu tetapi pada jenis penyakit yang memenuhi

asumsi–asumsi dasar model SEIR secara umum, belum diaplikasikan pada data

real kasus penyebaran penyakit berikut simulasinya. Berbeda dengan penelitian

Setiawan, dkk. (2014), penelitian ini merupakan jenis penelitian pustaka sekaligus

terapan, yakni berupaya membuktikan eksistensi dan karakterisasi dari variabel

kontrol optimal, kemudian menerapkan kontrol optimal vaksinasi pada kasus

penyebaran Covid1-19 di Provinsi Sulawesi Selatan dengan asumsi-asumsi

tambahan berdasarkan data penelitian yang bersumber dari Kantor Dinas

Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan.

Sedangkan pada penelitian Katrina, dkk. (2018) yang mengkaji tentang

kontrol optimal model SIR penyebaran penyakit demam berdarah (DBD), hasil

penelitiannya menggambarkan bahwa kelas populasi manusia yang rentan dan

yang terinfeksi penyakit DBD mengalami penurunan setelah diberi kontrol.

Sedangkan kelas populasi manusia sembuh mengalami kenaikan setelah diberi

kontrol. Berbeda dengan penelitian Katrina, dkk. (2018), pada penelitian ini

menggunakan model SEIR dengan penambahan parameter waktu tunda pada

variabel kontrol vaksinasi. Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa populasi

manusia yang rentan terinfeksi Covid-19 akan menurun setelah diberikan kontrol

vaksinasi, sedangkan populasi manusia yang bergejala dan yang terinfeksi Covid-

19 cenderung stabil dan yang sembuh akan meningkat dengan adanya vaksin.
77

Penelitian lain tentang model epidemi SEIR dengan waktu tunda juga

pernah diteliti oleh Rusdi, dkk. (2015), penelitiannya berupa kajian pustaka dan

simulasi numerik terhadap model penyebaran penyakit secara umum yang

memenuhi asumsi model SEIR, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengaruh

waktu tunda pada model epidemik SEIR hanya mempengaruhi konvergensi dari

kestabilan tiap titik keseimbangan dan tidak mempengaruhi jenis kestabilannya.

Dalam hal ini waktu tunda hanya memberikan pengaruh pada periode penyebaran

infeksi penyakit dari individu rentan ke individu terinfeksi. Berbeda dengan

penelitian Rusdi, dkk. (2015), pada penelitian ini menambahkan variabel kontrol

vaksinasi terhadap model epidemi SEIR penyebaran Covid-19 dengan data real

yang dikumpulkan langsung dari Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi

Selatan. Waktu tunda yang diberikan pada variabel kontrol vaksinasi pada

penelitian ini akan mempengaruhi model penyebaran Covid-19 terutama dari

populasi rentan ke populasi yang sembuh tetapi kondisinya akan kembali stabil

karena adanya vaksinasi sebagai variabel pengontrol.

Anda mungkin juga menyukai