Anda di halaman 1dari 31

Model Susceptible Infected Recovered

(SIR) Pada Pola Penyebaran Penyakit Cacar Air

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pemodelan Matematika

Dosen Pengampu : Dr. Eti Dwi Wiraningsih, M. Si.

Disusun Oleh :

1. DIANA ANGGRAENI (1309818019)

2. MOHAMAD MUCHTARRUDIN (1309818013)

3. ROMADA RUMAHORBO (1309818015)

4. QURNIA SYAFITRI (1309818016)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JENJANG MAGISTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gaya hidup dan lingkungan yang tidak sehat merupakan salah satu penyebab

munculnya berbagai jenis penyakit. Menurut Murwanti (2013), secara umum ada

dua jenis penyakit yaitu penyakit menular dan tidak menular. Penyakit menular

biasanya disebabkan oleh organisme – organisme merugikan yang masuk ke dalam

tubuh, seperti virus, bakteri, maupun jamur. Menurut Armaidi (2016), salah satu

penyebab penularan adalah karena individu sehat berinteraksi langsung dengan

individu yang terinfeksi oleh penyakit menular. Interaksi langsung dapat melalui

udara, batuk, bersin, makanan, minuman, bahkan kotoran individu yang

mengandung virus penyakit menular. Menurut Zulkoni (2011), salah satu penyakit

yang dapat ditularkan melalui interaksi langsung adalah cacar air. Bahkan Tuckwell

dan Williams (2007) berpendapat bahwa cacar air (chickenpox) merupakan salah

satu penyakit menular yang pernah menyebabkan epidemi. Menurut Allen (2008),

epidemi adalah penyebaran suatu penyakit yang muncul pada suatu populasi di

suatu daerah dan melebihi keadaan normal dalam waktu singkat. Epidemi tidak

hanya menimbulkan kematian namun juga mengakibatkan kerugian finansial

berupa biaya pengobatan dan perawatan. Penyebaran penyakit-penyakit tersebut

dapat mengancam kelangsungan hidup manusia. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu

cara untuk mengendalikan penyebaran penyakit cacar air agar tidak menjadi wabah

dalam suatu populasi.

Penyakit Varicella disebut juga dengan Chickenpox, di Indonesia penyakit ini

biasa dikenal dengan cacar air. Menurut Zulkoni (2011), cacar air merupakan salah
satu penyakit yang umum ditemui pada anak-anak namun dapat juga menyerang

orang dewasa. Di Indonesia, cacar air diduga sering terjadi pada saat pergantian

musim hujan ke musim panas ataupun sebaliknya. Cacar air merupakan infeksi

primer yangterjadi pertama kali pada individu yang berkontak dengan Varicella

Zoster Virus. Varicella Zoster Virusmerupakan virus penyebab dua jenis infeksi

klinis utama pada manusia yaitu Varicella atau Chickenpox (cacar air) dan Herpes

Zoster (cacar ular). Cacar air atau Varicella merupakan infeksi primer yang terjadi

pertama kali pada individu yang berkontak dengan virus Varicella-Zoster. Pada

3sampai 5 individu dari 100 individu, virus Varicella-Zoster mengalami

reaktivasiyang menyebabkan infeksi rekuren yang kemudian dikenal dengan

Herpes Zoster atau Shingles. Varicella Zoster Virus merupakan salah satu dari

delapan virus herpes yang menyebabkan infeksi pada manusia (NCIRS, 2009).

Gejala yang ditimbulkan dari penyakit cacar air yaitu sakit kepala, demam,

kelelahan ringan kemudian diikuti dengan munculnya ruam pada kulit dan rasa

gatal. Menurut Widoyono (2011) infeksi cacar air menyerang semua usia dengan

puncak insidensi pada usia 5-9 tahun. 90% pasien cacar air berusia dibawah 10

tahun, sangat sedikit sekali terjadi pada orang dewasa. Angka kematian akibat

penyakit ini sangat kecil sekali kecuali adanya komplikasi. Widoyono (2011: 91)

menyebutkan bahwa kasus Varicella di Amerika diperkirakan mencapai 3,1-3,5

juta per tahunnya. Di Amerika, Varicella sering terjadi pada anak-anak dibawah

usia 10 tahun dan 5% kasus terjadi pada usia lebih dari 15 tahun. Sedangkan di

Jepang penyakit ini umum terjadi pada anak-anak dibawah usia 6 tahun sebanyak

81,4%. Mengingat kasus cacar air banyak menyerang anak-anak, sifat


penularannya yang begitu cepat dan dapat menimbulkan kerugian yang cukup besar

maka dibutuhkan suatu cara untuk mengendalikan penyebaran penyakit terrsebut.

Salah satu cara mengendalikan penyebaran penyakit cacar air adalah dengan

membuat rumusan model matematika. Perkembangan ilmu pengetahuan di bidang

matematika memiliki peranan penting dalam mengatasi masalah di kehidupan

nyata. Menurut Tamrin (2007), salah satu alat yang dapat membantu

mempermudah penyelesaian masalah dalam kehidupan nyata yaitu model

matematika. Model matematika adalah hasil perumusan yang menggambarkan

masalah dalam kehidupan nyata yang kemudian akan dicari solusinya. Dari model

matematika tersebut akan terbentuk suatu sistem persamaan diferensial yang dapat

diketahui titik kesetimbangannya dan dapat dianalisis kestabilan di titik

kesetimbangannya.

Salah satu contoh model matematika epidemi adalah model epidemi SIR

(Susceptible-Infected-Recovered). Model SIR umumnya ditulis dalam bentuk

persamaan diferensial biasa (PDB) yang merupakan salah satu bagian deterministik

dengan waktu kontinu. Penyelesaian persamaan diferensial dalam model SIR

dilakukan secara numerik. Model SIR digunakan dalam epidemiologi yaitu ilmu

yang mempelajari pola kesehatan dan penyakit serta fakor yang terkait di tingkat

populasi. Model SIR digunakan untuk menghitung jumlah orang yang rentan,

jumlah orang yang terinfeksi, dan orang yang sembuh dalam suatu populasi. Hal ini

juga digunakan untuk menjelaskan perubahan dalam jumlah orang yang

membutuhkan perhatian medis selama epidemi. Penting untuk dicatat bahwa model

ini tidak bekerja dengan semua penyakit. Untuk model SIR harus sesuai, sekali
seseorang telah sembuh dari penyakit ini, mereka akan menerima kekebalan

seumur hidup.

Model SIR dapat digunakan untuk memodelkan penyebaran penyakit cacar air.

Menurut Zulkoni (2011: 223) pada kasus penyakit cacar air, gejala dari penyakit

akan muncul setelah masa inkubasi yaitu sekitar 14-17 hari. Masa inkubasi yaitu

masa dimana virus masuk ke dalam tubuh sampai saat timbulnya gejala untuk

pertama kali. Model Epidemik tipe SIR adalah salah satu model matematika yang

menyatakan pola penyebaran penyakit menular dengan memperhatikan upaya

pengendaliannya. Dalam hal ini terdapat tiga sub-populasi manusia yang terdiri

dari individu rentan terinfeksi penyakit (susceptible), individu yang sudah

terinfeksi dan dapat menyebarkan penyakit ke sejumlah individu lain (infectious),

serta individu yang telah sembuh atau bebas dari penyakit (removal).

Salah satu judul jurnal yang memodelkan penyebaran penyakit cacar air atau

chickenpox di kota Ghana adalah “Epidemiology of Chickenpox in Agona West

Municipality of Ghana”. Penelitian dalam jurnal tersebut dilakukan oleh Esson,

A.B. et al, pada tahun 2014 di Ghana dengan menggunakan asumsi bahwa tidak

terjadi kelahiran dan kematian dalam populasi. Analisis stabilitas dilakukan dengan

simulasi model.

Pemodelan penyebaran penyakit cacar air dalam penelitian ini memperhatikan

adanya kelahiran dan kematian alami yang terjadi dalam populasi yang mana laju

kelahiran diasumsikan sama dengan laju kematian alami. Selanjutnya akan

diformulasikan model matematika untuk tiga kelas populasi yaitu Susceptible (S),

Infected (I) dan Recovered (R). Melalui model tersebut akan dianalisis kestabilan

disekitar titik ekuilibrium dan dilakukan simulasi untuk nilainilai parameter dan
nilai awal-nilai awal tertentu. Analisis model ini dilakukan untuk mengetahui

perilaku penyebaran penyakit cacar air (Varicella) pada populasi tertutup.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana menerapkan model SIR pada epidemi penyakit cacar air?

2. Bagaimana menganalisa titik tetap dari model SIR serta kestabilannya?

3. Bagaimana menentukan Rasio Reproduksi Dasar Cacar Air dengan

mengunakan parameter untuk penyakit cacar air?

4. Bagaimana menginterpretasikan grafik dari model SIR pada penyakit cacar air?

C. Batasan Masalah

Supaya pembahasan lebih terfokus, maka penulis membuat batasan masalah

dalam pembahasan, yaitu:

1. Model SIR yang digunakan model SIR yang sederhana tanpa memperhatikan

tingkat vaksinasi serta laju kematian dan laju kelahiran.

2. Penyebaran penyakit terjadi pada populasi yang bersifat sehingga pengaruh

migrasi diabaikan.

3. Jumlah populasi diasumsikan konstan dan masa inkubasi tidak perhatikan.


D. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian akan terarah jika memiliki tujuan yang jelas. Ada pun tujuan

yang hendak dicapai yaitu :

1. Menerapkan SIR pada epidemi penyakit cacar air.

2. Menentukan Rasio Reproduksi Dasar Cacar Air dengan mengunakan parameter

untuk penyakit cacar air.

3. Menganalisa titik tetap dari model SIR serta kestabilannya.

4. Menginterpretasikan grafik dari model SIR pada penyakit cacar air.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan memberikan informasi tentang pola penyebaran wabah sehingga

dapat dilakukan langkah pencegahan wabah yang lebih meluas.

2. Wahana dalam menambah pengetahuan ilmu matematika, khususnya tentang

aplikasi matematika dalam dunia nyata.


BAB 2

LANDASAN TEORI

Materi yang akan dibahas untuk mendukung tujuan penelitian ini yaitu pemodelan

matematika, sistem persamaan diferensial, nilai eigen dan vektor eigen, titik

ekuilibrium, analisis kestabilan, dan bilangan reproduksi dasar (Basic Reproduction

umber).

A. Pemodelan Matematika

Peran matematika pada masalah kehidupan sehari-hari maupun ada

ilmu lain dapat disajikandalam pemodelan matematika. Widowati dan utimin,

(2007: 1) menyatakan bahwa pemodelan matematika merupakan bidang

matematika yang merepresentasikan dan menjelaskan sistem-sistem fisik

atau masalah pada dunia nyata ke dalam pernyataan matematik, sehingga

diperoleh pemahaman dari masalah dunia nyata yang lebih tepat.Representasi

matematika yang dihasilkan dari pemodelan matematika disebut

sebagai model matematika. Model matematika digunakan dalam

banyak disiplin ilmu dan bidang studi yang berbeda. Menurut

Widowati dan Sutimin, (2007: 3) proses pemodelan matematika dapat

dinyatakan dalam diagram alur yang disajikan pada Gambar 2.1 berikut ini:
Langkah-langkah pemodelan matematika adalah sebagai berikut:

1. Menyatakan masalah dunia nyata ke dalam pengertian matematika.

Penyelesaian masalah dunia nyata secara langsung kadang sulit dilakukan.

Oleh karena itu untuk mempermudah mencari penyelesaiannya, masalah yang

ada di dunia nyata dimodelkan ke dalam bahasa matematis. Berdasarkan

masalah yang diperoleh, kemudian diidentifikasi variabel-variabel yang ada

dalam masalah dan dibentuk beberapa hubungan antara variabel-variabel

yang dihasilkan dari masalah tersebut.


2. Membuat asumsi-asumsi model

Pada dasarnya, asumsi mencerminkan bagaimana proses berfikir sehingga

model dapat berjalan. Asumsi-asumsi ini dibuat agar model yang dihasilkan

dapat menggambarkan dengan tepat masalah dalam dunia nyata.

3. Memformulasikan persamaan atau pertidaksamaan

Berdasarkan variabel-variabel yang ditentukan, hubungan antar variabel

dan asumsi-asumsi yang telah dibuat sehingga dapat dibentuk suatu

persamaan atau pertidaksamaan yang menggambarkan masalah yang ada

dalam dunia nyata.

4. Menyelesaikan persamaan atau pertidaksamaan

Setelah didapatkan suatu persamaan atau pertidaksamaan, selanjutnya dapat

dicari solusi dari model matematika dengan penyelesaian secara matematis.

Persamaan model matematika mungkin saja tidak memiliki solusi

atau bahkan mempunyai lebih dari satu solusi. Oleh karena itu,

pada langkah ini dapat dilakukan analisis sifat atau perilaku dari solusi

model matematika tersebut.

5. Intepretasi hasil atau solusi

Intepretasi hasil atau solusi adalah salah satu langkah terakhir yang akan

menghubungkan kembali formulasi model matematika ke masalah dunia

nyata. Intepretasi dapat diwujudkan dalam berbagai cara, salah satunya

dengan bentuk grafik yang digambarkan berdasarkan solusi yang diperoleh

kemudian diintepretasikan sebagai solusi dunia nyata. Selanjutnya solusi yang

didapatkan dibandingkan dengan beberapa data yang ada dan dihubungkan

untuk melihat ketepatan model yang dibuat dengan situasi di dunia nyata.
Apabila solusi yang didapatkan belum sesuai dengan situasi di dunia nyata

maka dapat ditinjau ulang asumsi-asumsi yang telah dibuat sebelumnya.

B. Persamaan Diferensial

Definisi 2.1 (Ross, 1984: 3)

Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang melibatkan turunan dari satu

atau lebih variabel tak bebas terhadap satu atau lebih variabel bebas.

Contoh 2.1
Berikut adalah beberapa contoh persamaan diferensial:

1. Persamaan Diferensial

Definisi 2.2 (Ross, 1984: 4)

Persamaan diferensial biasa adalah suatu persamaan diferensial yang

melibatkan turunan biasa dari satu atau lebih variabel tak bebas terhadap satu

variabel bebas.

Contoh 2.2

Berikut diberikan beberapa contoh persamaan diferensial biasa:


Variabel y pada Persamaan (2.4) dan (2.5) merupakan variabel tak bebas

sedangkan variabel x merupakan variabel bebas.

2. Persamaan Diferensial Parsial

Definisi 2.3 (Ross,1984: 4)

Persamaan diferensial parsial adalah suatu persamaan diferensial yang

melibatkan turunan parsial dari satu atau lebih variabel tak bebas terhadap

dua atau lebih variabel bebas.

Contoh 2.3

Berikut beberapa contoh persamaan diferensial parsial:

Pada Persamaan (2.6) variabel s dan t merupakan variabel bebas dan v merupakan

variabel tak bebas. Sedangkan pada Persamaan (2.7) variabel bebasnya x dan y

dan variabel tak bebasnya adalah u.

C. Solusi Persamaan Diferensial

Definisi 2.4 (Ross, 1984: 8)

Diberikan suatu persamaan diferensial orde-n berikut:

dengan F adalah fungsi real.


1. Misalkan f adalah fungsi bilangan real yang terdefinisi untuk semua x

dalam interval I dan mempunyai turunan ke-n untuk semua x I. Fungsi f


disebut solusi eksplisit dari (2.8) dalam interval I jika fungsi f memenuhi

syarat berikut:

a.

b.

hal ini berarti bahwa subsitusi f(x) dan variasinya turunan y dan

turunannya yang berkorpondensi ke (2.8) akan membuat (2.8) menjadi

suatu identitas di interval I.

2. Suatu relasi g(x,y)=0 disebut solusi implisit dari persamaan (2.8) jika relasi

ini mendefinisikan sedikitnya satu fungsi bilangan real f dengan variabel x di

interval I.

3. Solusi eksplisit dan solusi implisit biasa disebut sebagai solusi sederhana.

Contoh 2.4

Carilah solusi dari persamaan diferensial berikut,

Penyelesaian:

Jadi,solusi dari persamaan diferensial adalah


D. Sistem Persamaan Diferensial

Kumpulan dari beberapa persamaan diferensial disebut sebagai sistem persamaan

diferesial. Diberikan vektor dengan dan

adalah himpunan terbuka dari dengan dan

dimana adalah himpunan semua fungsi yang mempunyai

turunan pertama yang kontinu di Jika menyatakan turunan

terhadap maka sistem persamaan diferensial dapat dituliskan menjadi,

Sistem (2.9) dapat dituliskan menjadi

Sistem persamaan diferenseial berdasarkan kelinearannya dibagi menjadi dua yaitu

Sistem persamaan diferensial linear dan sistem persamaan diferensial non-linear.

1. Sistem persamaan diferensial linear

Secara umum sistem persamaan diferensial linear orde satu dengan variabel tak

bebas serta variabel bebas dapat dinyatakan sebagai berikut,


Diasumsikan bahwa semua fungsi didefinisika oleh

jika dengan

untuk setiap

maka sistem (2.11) disebut sistem persamaan diferensial linear homogen.

Sedangkan jika maka sistem (2.11) disebut sistem persamaan diferensial

linear nonhomogen (Ross, 1984: 505-506).

Selanjutnya Sistem (2.11) dapat dinyatakan menjadi

dengan merupakan variabel tak bebas dan A adalah matriks ukuran n x n.

Matriks A dengan dan adalah

matriks ukuran n x 1 dalam fungsi t. Sehingga dapat dinyatakan,

Jika pada sistem (2.12) didefinisikan F(t)= 0 dan dimana vektor

dan maka diperoleh sistem

persamaan diferensial linear homogen,


Dengan A adlah matrik berukuran n x n.

E. Nilai Eigen dan Vektor Eiger

Nilai eigen digunakan untuk mengetahui kestabilan dari suatu sistem

persamaan diferensial. Definisi untuk nilai eigen dan vektor eigen dijelaskan

pada Definisi 2.7 berikut,

Definisi 2.7 (Anton, 1997: 277)


Jika A adlah matriks,maka vektor tak nol x didalam eigen dinamakan

vektor dari A jika Ax adalah skalar dari x,yakni

untuk suatu skalar . Skalar dinamakan nilai eigen dari A dan x

dikatakan vektorigen yang bersesuaian dengan .

Selanjutnya untuk mencari nilai-nilai eigen dari matriks A, Persamaan (2.18)

dapat ditulis menjadi

dengan I adalah matriks identitas. Menurut Anton (1991:278) supaya

menjadi nilai eigen maka harus ada pemecahan tak nol dari persamman (2.19).
Persamaan (2.19) akan mempunyai pemecahan tak nol jika dan hanya jika

Persamaan (2.20) disebut persamaan karateristik dari A, sedangkan skalar

yang memenuhi persamaan (2.20) adalah nilai eigen dari A.

F. Titik Ekuilibrium

Titik ekuilibrium atau tidak kesimbangan merupakan solusi dari sistem

yang tidaj mengalami perubahan terhadap waktu. Definisi tentang

titik ekuilibrium akan dijelaskan pada Definisi 2.8 berikut ini,

Definisi 2.8 (perko,2001:102)

Titik

Contoh 2.9

Akan dicari titik ekuilibrium dari sistem berikut ini,

Penyelesaian:

Misalkan adalah titik ekuilibrium dari sistem (2.22) maka


Dari persamaan (2.23) diperoleh

Subsitukan ke persamaan (2.24) sehingga didapatkan . jika

disubstitukan ke Persaman (2.24) maka peroleh

Jadi sistem(2.22) memiliki titik ekuilibrium yaitu

G. Analisis Kestabilan

Kestabilan di titik ekuilibrium secara umum dibagi menjadi tiga jenis yaitu

stabil, stabil asimtotik dan tidak stabil. Kestabilan titik ekuilibrium dari suatu sistem

persamaan diferensial baik linear maupun nonlinear akan dijelaskan pada Definisi

2.11 dan Teorema 2.2.

Definisi 2.11 (Olsder, 2004: 57)


Diberikan persamaan diferensial orde satu ) dan adalah solusi

persamaan pada saat t dengan kondisi

1. Vektor

2.
3.
4. tidak

memenuhi (2).

Ilusrtrasi dari Definisi 2.11 disajikan pada Gambar 2.2 berikut ini,

Stabil Stabil Asimtotik Tidak stabil

Menganalisis kestabilan sistem persamaan diferensial disekitar titik ekuilibrium

dengan menggunakan Definisi 2.11 terlalu sulit untuk dilakukan. Oleh karena itu,

diberikan teorema mengenai sifat kestabilan suatu sistem yang ditinjau dari nilai eigen

untuk mempermudah dalam menganalisis kestabilan sistem disekitar titik ekuilibrium.

Teorema tersebut dijelaskan dalam Teorema 2.2 berikut ini,

Teorema 2.2 (Olsder, 2004: 58)

Diberikan persamaan diferensial , dengan A adalah matriks berukuran

mempunyai nilai eigen yang berbeda yaitu dengan

1. Titik ekuilibrium adalah stabil asimtotik jika dan hanya jika

untuk semua

2. Titik ekuilibrium adalah stabil jika dan hanya jika , untuk

semua dan untuk setiap nilai eigen pada sumbu imajiner


dengan yang multiplisitas aljabar dan multiplisitas geometri untuk

nilai eigen sama.

3. Titik ekuilibrium adalah tidak stabil jika dan hanya jika

untuk beberapa atau terdapat nilai eigen pada sumbu

imajiner dengan yang multiplisitas aljaber lebih besar dari pada

multiplisitas geometri untuk nilai eigen.

H. Bilangan Reproduksi Dasar (Basic Reproduction Number)

Bilangan reproduksi dasar merupakan bilangan yang menunjukkan jumlah

individu rentan yang dapat menderita penyakit yang disebabkan oleh satu individu

terinfeksi. Menurut Driessche dan Watmough (2001) bilangan reproduksi dasar

adalah bilangan yang menyatakan rata-rata banyaknya individu yang dapat terinfeksi

akibat tertular individu terinfeksi yang berlangsung dalam populasi Susceptible.

Bilangan reproduksi dasar dinotasikan dengan . Jika maka penyakit tidak

menyerang populasi, sedangkan jika maka penyakit akan menyebar.

Model kompartemen untuk penularan penyakit, suatu kompartemen (kelas) disebut

kompartemen penyakit jika individu-individu didalamnya terinfeksi penyakit. Misalkan

terdapat n kelas terinfeksi dan m kelas tidak terinfeksi. Dimisalkan x menyatakan

subpopulasi kelas terinfeksi dan y menyatakan subpopulasi kelas tidak terinfeksi dengan

dan untuk Model kompartemen (kelas) dapat dituliskan

dalam bentuk berikut,

,n

(2.31)
dengan merupakan matriks dari laju individu baru terinfeksi penyakit yang

menambah kelas terinfeksi dan merupakan matriks laju perkembangan penyakit,

kematian dan kesembuhan yang mengurangi kelas terinfeksi.

Perhitungan bilangan reproduksi dasar berdasarkan linearisasi dari Sistem

(2.31) pada titik ekuilibrium bebas penyakit. Persamaan kompartemen kelas terinfeksi

yang telah dilinearisasi pada titik ekuilibrium bebas penyakit adalah sebagai berikut,

Dengan f dan v matriks berukuran n x n,

Dimana merupakan titik ekuilibrium bebas penyakit.

Selanjutnya didefinisikan matriks K sebagai berikut,

K disebut sebagai Next generation matriks. Bilangan reproduksi dasar ( dari model

kompartemen adalah yaitu nilai eigen terbesar dari matriks K

(Driessche dan Watmough, 2001).


BAB III

PEMBAHASAN

1. Asumsi

Berikut merupakan asumsi dalam membuat pemodelan matematika pada

penyakit cacar air menggunakan model SIR:

1) Populasi manusia dibagi menjadi 3 kompartemen yaitu kelas populasi rentan

susceptible (S), kelas populasi terinfeksi infected (I), dan kelas populasi cacar

airrecovered (R).

2) Laju kelahiran dan laju kematian dianggap sama μ > 0.

3) Laju penularan penularan penyakit dari susceptible menjadiinfected konstan

Β > 0.

4) Laju kesembuhan penyakit dariinfectedmenjadi recovered konstan α > 0.

2. Skema

Berdasarkan asumsi di atas, maka skema penyebaran penyakit cacar air dengan

model SEIR dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Skema SEIR pada penularan cacar air

μS μI μR

SS II
μ αI
S
βSI
I R

KETERANGAN:
Variabel:

S : Jumlah populasi susceptible (rentan)


I : Jumlah populasi terinfeksi cacar air (infected)
R : Jumlah populasi recovered
Parameter:
= Rata-rata kelahiran = Rata-rata kematian alami
= Rata-rata transfer penyakit
= Rata-rata individu infected menjadi recovered

3. Model

Berdasarkan asumsi dan skema di atas, maka model matematika penyebaran

penyakit cacar air dengan model SEIR sebagai berikut:

Sistem Pemodelan (1)

dS
   IS  S    I   S
dt
dI
 IS  I  I  IS     I
dt

dR
 I  R
dt

4. Analisis Titik Kesetimbangan

Karena variabel R tidak muncul pada persamaan untuk variabel S dan I dari (1),

maka persamaan tersebut dapat dituliskan kembali menjadi:

dS
   I   S (2)
dt

dI
 IS     I , dengan S(0) > 0; I(0) > 0
dt

dS dI
Dengan mengambil  0 dan  0 pada persamaan (2) maka diperoleh
dt dt

IS     I  0  I S       0

 
Sehingga diperoleh I0* = 0 atau S1* = kemudian substitusikan I0* = 0 ke

dS
persamaan  0 sehingga    0 S  S  0    S  0
dt

Diperoleh S0* = 1.

dS
Dari  0 dan I0* = 0 didapatkan titik kesetimbangan P1 = (S0*,I0*) = (1,0).
dt

dS
Sedangkan titik kesetimbangan endemik diperoleh dari  0 sehingga
dt

1 1  
didapat   S  IS    S   IS      I
 S 

 
 
1  1   
*
Maka diperoleh I1 =         atau
         
 
  

 
 
 1   
*
I1 =  1    1
         
 
  

Dari uraian tersebut diperoleh titik kesetimbangan P1 = (S0*,I0*) = (1,0) disebut

titik kesetimbangan bebas penyakit (disease-free equilibrium) dan P2 = (S1*,I1*)

      
=  ,   1  . Titik tersebut disebut titik kesetimbangan endemik
       

(endemic equilibrium). Adapun syarat agar kondisi bebas endemik adalah

S1* ≥ 1dan Ro< 1. Ro adalah basic reproductive ratio.

Misalkan persamaan (2) dinotasikan dengan F dan G, maka bentuk matriks

Jacobian dari sistem persamaan diferensial tersebut adalah:

 F F 
 I 
J   S (3)
G G 
 
 S I 
dengan P1 = (S0*,I0*) = (1,0) disubstitusikan ke persamaan (3) maka diperoleh

matriks Jacobian:

   
J 
 0      

Selanjutnya akan dilakukan pengujian terhadap kasus Ro < 1 dengan

menggunakan kriteria Stabilitas Routh-Hurwitz, sebuah titik kesetimbangan

akan stabil bila a1> 0 ; a2 > 0 sehingga untuk koefisien persamaan karakteristik

diperoleh


a1 = -(μ11 + μ22) = -(-μ + β - μ - α) = 2μ + α - β > 0 ; sebab <1
 

dan a2 = (μ11 μ22 - μ12 μ21) = -[μ(β - (μ + α)] - [-β(0)] = -μβ + μα + μ2


= μ(μ + α - β) > 0 ; sebab μ > 0 dan < 1.
 

Dengan demikian P1 = (S0*,I0*) = (1,0) stabil untuk Ro< 1.

      
Sedangkan saat titik kesetimbangan P2 = (S1*,I1*) =  ,   1 
       

disubstitusikan ke persamaan (3) maka diperoleh matriks Jacobian:

   
     
 
J=  .
     1 0 
     
 
 

   
Sehingga diperoleh a1 = -(μ11 + μ22) =      >0
     

       
a2 = (μ11 μ22 - μ12 μ21) =   0             
          
 

       
        

 1 < 0, sebab

<1
         
Didapatkan titik kesetimbangan P2 = (S1*,I1*) tidak stabil untuk R0< 1. Dengan

cara yang sama dilakukan analisis kestabilan untuk R0> 1 yakni

mengsubtitusikan titik kesetimbangan P1 = (S0*,I0*) sehingga:


a1 = -(μ11 + μ22) = -(-μ + β - μ - α) = 2μ + α - β > 0 ; sebab >1
 

a2 = (μ11 μ22 - μ12 μ21) = -[μ(β - (μ + α)] - [-β(0)] = -μβ + μα + μ2 = μ( μ + α - β) < 0


Sebab μ > 0 dan 1
 

Dengan demikian P1 = (S0*, I0*) tidak stabil untuk R0> 1 sedangkan saat

   
a1 = -(μ11 + μ22) =      >0
     

       
a2 = (μ11 μ22 - μ12 μ21) =   0             
          
 

       
        

 1 > 0, sebab

>1
         

      
Dengan demikian P2 = (S1*,I1*) =  ,   1  stabil untuk R0> 1.
       
5. Simulasi Model

a. Nilai parameter untuk R0 < 1

Parameter Nilai
μ 0,475
β 0,3818
α 0,216

b. Nilai parameter untuk R0 > 1


Parameter Nilai
,275
,618
0,216

6. Kesimpulan

a. Titik kesetimbangan (S, I) = (1,0) akan menghasilkan nilai R0 < 1. Dengan nilai

parameter = ,475, = ,3818 =0,216 akan menghasilkan nilai R0 = 0,552 <

1. Grafik plot dapat dilihat pada gambar berikut. Dari grafik plot dapat dilihat

bahwa untuk R0 < 1 akan menuju titik kesetimbangan (1,0) yang artinya penyakit

cacar air bukan menjadi masalah endemik. Grafik plot dari fungsi s(t), i(t), dan r(t)

terhadap t masing-masing dapat dilihat pada gambar berikut.

Grafik s(t),i(t), dan r(t) Grafik s(t) terhadap


terhadap t waktu t waktu
Grafik i(t) terhadap Grafik r(t) terhadap
t waktu t waktu

      
b. Titik kesetimbangan (S, I) =  ,   1  akan menghasilkan nilai R0
       

> 1. Dengan nilai parameter μ = 0.275, β = 0.618, dan α = 0.216 akan menghasilkan

nilai R0 = 1.259 > 1. Grafik plot dapat dilihat pada gambar berikut. Dari grafik plot

dapat dilihat bahwa untuk R0 > 1 akan menuju titik kesetimbangan

      
 , 
  1   sehingga penyakit cacar air tidak lagi menjadi masalah
     
  

endemik.

Grafik s(t) terhadap


Grafik s(t), I(t), dan r(t) t waktu
terhadap t waktu
Grafik i(t) terhadap
t waktu

Grafik r(t)
terhadap t waktu
DAFTAR PUSTAKA

Anton, Horward. 1997. Aljabar Linear Elementer, Fifth Edition (Alih Bahasa
Patur Silaban, Ph. D). Jakarta: Erlangga.
Driessche, P. Van Den and James Watmough. 2001. Reproduction Numbers and
Sub-Threshold Endemik Equilibria for Compartemental Models of
Disease Transmission. Mathematical Bioscience. 180. hlm 29-48.
Esson, Ahmed B., dkk. 2014. Epidemiology of Chickenpox in Agona West
Municipality of Ghana. Netjournals Physical Sciences Research
International. Vol. 2(1). Pp. 6-11.

Iswanto, Ripno J. 2012. Pemodelan Matematika Aplikasi dan Terapannya.


Yogyakarta: Graha ilmu.
Johnson, Teri. 2009. Mathematical Modelling of Diseases: Susceptible-Infected-
Recovered (SIR) Model. Math 4901 Senior Seminar. University of
Minnesota.
Kartono. 2005. Maple untuk Persamaan Diferensial. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Luenberger, D. G. 1979. Introduction to Dynamic Systems Theory, Models, and
Applications. New York: John Wiley and Sons.

Murwanti, I., Ratianingsih, R., Jaya, A.I. 2013. Studi Penyebaran Penyakit Flu
Burung Melalui Kajian Dinamis Revisi Model Endemik SIRS dengan
Pemberian Vaksinasi Unggas. Online Jurnal of Natural Science. Vol.
2(1): 27-35.
Ofori MM, 2011. Mathematical Modeling of The Epidemiology of Varicella.
Kwame Nkrumah University of Science and Technology Kumasi, Ghana.

Olsder, G. J & Woude. J. W. van der. 2004. Mathematical System Theory.


Netherland: VVSD.
Perko, Lawrence. 2001. Differential Equations and Dynamical Systems: Third
Edition. New York: Spinger-Verlag, New York.
Ranuh IG.N, dkk. 2014. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi ke-5. Jakarta:
Badan Penerbitan IDAI.
Soemantri, R. 1994. Fungsi Variabel Kompleks. Yogyakarta: Yogyakarta Press.

Tamrin, H dkk. 2007. Model SIR Penyakit Tidak Fatal. Yogyakarta: Jurusan
Matematika UGM.
Widowati dan Sutimin. 2007. Buku Ajar Pemodelan Matematika. Jurusan
Matematika Universitas Diponegoro.
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiology, Penularan, Pencegahan,
Pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Zulkoni, Akhsin. 2011. Parasitologi untuk Keperawatan, Kesehatan Masyarakat,
dan Teknik Lingkungan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai