Anda di halaman 1dari 246

BASIC CARDIOLOGY NURSING

For internal use only

)25,17(51$/
%\$]L]DW

page 1
ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM KARDIOVASKULAR

Tujuan Instuksional Khusus :


Setelah mengikuti sesi ini, peserta dapat :
1. Menyebutkan struktur jantung.
2. Menjelaskan kembali mengenai ruang -ruang jantung
3. Menjelaskan kembali mengenai fungsi pembuluh darah arteri
4. Menguraikan kembali mengenai fungsi pembuluh darah vena
5. Menguraikan mengenai sirkulasi darah tubuh
6. Menguraikan tentang sirkulasi coroner
7. Menguraikan tentang sistem konduksi jantung

A. PENDAHULUAN
Fungsi dari sistem kardiovaskuler adalah mengantarkan oksigen, nutrisi,
hormon- hormon endokrin ke jaringan, dan untuk mengeluarkan sisa-sisa
metabolisme dengan laju yang sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Secara anatomis, sistem kardiovaskuler merupakan sistem yang
berkesinambungan, tertutup, ‘’fluid-filled’’, sirkuit elastis (arteri, kapiler dan vena)
dan dilengkapi dengan sebuah pompa (yaitu jantung). Jantung terletak di dalam
rongga mediastinum, dari rongga dada, dengan posisi agak ke sebelah kiri dari
tulang sternum diantara kedua paru, dan dilapisi oleh selaput pericardium.

Gambar-1. Letak jantung

page 2
B. ANATOMI JANTUNG
1. Dinding Jantung
Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan :
a. Lapisan epikardium (pericardium visceral) disebut lapisan paling luar,
dibagi menjadi 2 lapisan yaitu :
1.) Selaput pariental adalah lapisan luar yang melekat pada dinding dada
dan selaput paru.
2.) Lapisan visceral / epikardium, lapisan permukaan dari jantung itu
sendiri
Diantara kedua lapisan tersebuat, terdapat cairan pericardium (± 20 ml)
yang berfungsi sebagai pelumas untuk mengurangi gesekan saat jantung
berkontraksi.
b. Lapisan miokrdium merupakan lapisan tengah yang merupakan lapisan
otot jantung, mempunyai kemampuan untuk berkontraksi dan
menghantarkan stimuli listrik untuk kontraksi otot
c. Lapisan endocardium merupakan lapisan bagian dalam dan juga
membentuk katup
jantung

Gambar-2. Anatomi jantung

page 3
2. Ruang Jantung
Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu 2 ruang serambi atau bagian yang berdinding tipis
(atrium), dan 2 bilik atau bagian yang berdinding tebal (ventrikel)
a. Atrium
Atrium merupakan bagian dari ruang atas jantung yang, berfungsi sebagai
penampungan darah yang selanjutnya akan mengalir menuju ventrikel. Atrium
berkontraksi untuk membantu pengisian ventrikel
1) Atrium kanan
Dinding atrium kanan memiliki struktur yang tipis, dan memiliki tekanan
yang rendah sebelum memasuki atrium kanan, darah melewati dua vena yang
bermuara ke atrium kanan yaitu vena kava superior (membawa darah dari
bagian tubuh atas dan ekstremitas atas) serta vena kava inferior (membawa
darah dari ekstremitas bawah dan organ abdomen).
Setelah melalui atrium kanan kemudian melewati katup trikuspid darah
menuju ventrikel kanan pada saat fase relaksasi otot jantung (diastole)
2) Atrium kiri
Dinding atrium kiri sedikit lebih tebal disbanding atrium kanan. Darah
yang telah teroksigenisasi melewati 4 buah vena pulmonal memasuki atrium kiri
pada bagian diding belakang.
Selanjutnya darah akan memasuki ventrikal kiri melewati katup mitral
pada saat vase relaksasi otot jantung (diastole). Fungsi dari atrium kiri adalah
sebagai ruang penerima darah yang telah teroksigenisasi dari paru-paru.
b. Ventrikel
Fungsi ventrikel secara umum adalah memompakan darah ke sistem sirkulasi
sistemik dan pulmonal. Ventrikel kiri mempunyai ketebalan tiga kali dari yang
kanan, sesuai dengan kerja jantung yang lebih berat.
1) Ventrikel kanan
Tebal dinding luarnya 4-5 mm dengan bertekanan rendah. Darah
mengalir menuju arteri pulmonal melewati katup pulmonal, pada saat fase
kontraksi / sistolik. Fungsi dari ventrikel kanan adalah memompa darah menuju
paru-paru, kemudian atrium kiri dan system pulmonal.
2) Ventrikel kiri
Ventrikel kiri memiliki otot besar. Tekanan pada ventrikel kiri sangat
tinggi, darah keluar dari ventrikel memalui katup aorta yang berada tepat pada
belakang ventrikel kiri. Fungsi dari ventrikel kiri adalah mengalirkan darah
menuju seluruh bagian tubuh, untuk selanjutnya kembali ke atrium kanan.

page 4
3. Katup Jantung
Katup jantung yang berjumlah 4 buah berfungsi mengalirkan darah dan mencegah
aliran baik darah. Katup ini membuka dan menutup secara pasif yang merupakan
respon dari perubahan tekanan dan perubahan isi dari ruang-ruang jantung.
a. Katup Atrioventrikular
Katup ini membagi jantung menjadi 2 bagian, atrium dan ventrikel. Katup
atrioventrikular ini menghubungkan aliran darah dari atrium ke ventrikel. Terdiri
dari katup tricuspid dan katup mitral.
1) Katup tricuspid
Tricuspid memisahkan atrium kanan dan ventrikel kanan. Katup Trikuspid
memiliki 3 daun katup (anterior, septal, posterior). Daun katup ini disokong oleh
2 muskulus papilaris yang dihubungkan oleh korda tendinae. Fungsi tricuspid
adalah membantu darah mengalir dari atrium kanan ke ventrikel kanan selama
diastole (daun katup membuka). Saat systole daun katup menutup sehingga
tidak terjadi aliran balik.

Gambar-3. Katup jantung


2) Katup Mitral
Katup mitral memisahkan atrium kiri dengan ventrikel kiri. Terdiri dari 2
dua daun katup / bikuspidalis (anterior dan posterior). Fungsi katup mitral adalah
membatu darah mengalir dari atrium kiri ke ventrikel kri saat diastole (daun
katup membuka). Saat systole daun katup menutup sehingga tidak terjadialiran
balik.
b. Katup Semilunar
Katup semilunar memisahkan ventrikel dari pembuluh darah brsar. Dua kutup
semilunar langsung mengalirkan darah dari ventrikal ke pulmonary arteri dan

page 5
aorta. Terdiri dari 3 daun katup. Fungsi katup adalah membiarkan darah mengalir
dari ventrikal ke pembuluh darah besar salama diastole (daun katup terbuka).
1) Katup pulmonal
Katup pulmonal memisahkan ventrikel kanan dan arteri pulmonal, terdiri
dari tiga dun katup (anterior kanan, anterior kiri, dan posterior), fungsi dari katup
pulmonal adalah dan membiarkan mengalir dari ventrikel kanan ke arteri
pulmonal selama sistol (daun katup membuka).
2) Aortic valve
Katup aorta memisahkan ventrikel kiri dan aorta. Terdiri dari 3 daun
katup (coroner kiri, coroner kanan dan non coronary), fungsi membiarkan darah
mengalir dari ventrikel kiri ke aorta selama sistol (daun katup membuka).

C. FISIOLOGI SISTEM KARDIOVASKULAR


1. Aliran darah jantung dan tekanan ruang jantung
Factor yang bertanggung jawab terhadap pergerakan darah melalui
jantung adalah “pressure gradient” antara ruang jantung ( ruang dengan tekanan
yang lebih tinggi menghantarkan darah, sedangkan ruang yang bertekanan lebih
rendah menerima darah). Aliran darah yang normal dan tekanan ruang-ruang
jantung digambarkan pada gambar berikut ini:

Gbr. 4 Aliran darah normal dan tekanan ruang-ruang jantung.

page 6
2. Cardiac Cycle
Darah secara terus menerus mengalir ke dalam atrium dari vena sistemik dan pulmonal.
Pengisian dan pengosongan atrium merupakan suatu siklus yang berkesinambungan.
Mekanisme pengisian (diastol) dan pengosongan (sistol) untuk kedua ventrikel terbagi
menjadi beberapa fase.
a. Empat fase diastol ventrikel
1. Fase I: protodistole
Merupakan fase paling awal (merupakan fase diastol), dimana ventrikel mulai
mengalami relaksasi, katup aorta dan pulmonal menutup. Sedangkan katup
mitral dan trikuspid tetap tertutup. Atrium terisi oleh darah, tetapi tidak ada
darah yang mengalir ke ventrikel.
2. Fase II: Isometric relaxation
Ventrikel terus mengalami relaksasi dan tekanan di ventrikel menurun. Pengisian
atrial yang terus berlangsung meningkatkan tekanan di atrium. Pada fase ini
masih belum ada darah yang mengalir ke ventrikel.
3. Fase III: passive filling
Ketika tekanan atrium melebihi tekanan di ventrikel, katup atrioventrikuler (AV)
membuka dan darah mengalir ke ventrikel. Kurang lebih 70-90% pengisian
ventrikel terjadi pada fase fase passive filling.
4. Fase IV: atrial contraction (atrial kick)
Peningkatan kecil pada tekanan di atrium disebabkan oleh kontraksi atrium
(atrial kick) pada akhir diastole, menyebabkan augmented ventricular end
diastolic filling (pengisian yang diperkuat pada akhir diastolic ventrikel).
Kontraksi atrium berkontribusi terhadap volume end diastolic ventrikel serta
stroke volume sebanyak 10-20%.
b. Tiga fase sistol ventrikel
1. Fase I: isometric contraction
Katup semilunar menutup. Dinding ventrikel cenderung untuk menekan kea rah
pusat ruang ventrikel. Tekanan intraventrikuler mulai meningkat, tetapi masih
belum terjadi pemendekan serat otot yang actual ataupun aliran darah. Ketika
tekanan intraventrikuler melebihi tekanan atrium, katup AV menutup.
2. Fase II dan III: rapid and slowed ventricular ejection
Ketika tekanan intraventrikuler meningkat sampai pada level yang lebih tinggi
dari tekanan diastolic arteri besar, katup semilunar membuka. Kontraksi
ventrikel menyebabkan peningkatan tekanan. Tekanan sistolik ventrikel kiri
(±120 mmHg) menghantarkan darah ke sirkulasi sistemik, dan tekanan ventrikel
kanan (±25mmHg) menghantarkan darah ke sirkulasi pulmonal.

page 7
Gbr. 5 Cardiac Cycle

3. Factor-faktor yang mempengaruhi curah jantung/cardiac output


Cardiac output atau curah jantung adalah jumlah darah yang dipompakan oleh
jantung selama satu menit (±4-8 L/menit) ketika istirahat. Merupakan hasil dari
stroke volume (jumlah darah yang dipompakan oleh jantung setiap satu kali
kontraksi) dan heart rate. Factor-faktor yang mempengaruhi stroke volume dan
cardiac output adalah:

page 8
a. Preload/ beban awal
Merupakan kekuatan yang meregangkan otot-otot ventrikel pada end diastol
atau sesaat sebelum kontraksi, yang digambarkan dengan jumlah volume darah
yang berada di ventrikel pada saat itu. Peningkatan peregangan otot-otot
jantung menyebabkan kontraksi ventrikel dan stroke volume yang lebih kuat.
Semakin besar volume pengisiian ventrikel, semakin besar pula stroke volume.
Peningkatan preload juga menyebabkan peningkatan kerja jantung dan
konsumsi oksigen. Proses ini sesuai dengan hokum Frank – Starling. Sehingga
bila terjadi peregangan yang makssimal, bias terjadi penurunan cardiac output.

Gbr. 6 Hukum Frank – Starling

Di ICU, preload di ventrikel kanan diukur dengan melihat nilai CVP (Central Venous
Pressure/tekanan vena sentral) atau tekanan di atrium kanan. Sedangkan preload di
ventrikel kiri diukur dengan melihat nilai PWP (Pulmonary Wedge Pressure/tekanan
kapiler arteri pulmonal).
b. Afterload/beban akhir
Merupakan beban atau tekanan yang harus dihadapi ventrikel ketika berkontraksi.
Afterload ventrikel kiri adalah tekanan diastolik di aorta dan resistensi vaskular
sistemik (Systemic Vascular Resistance/SVR). Sedangkan afterload ventrikel kanan
adalah tekanan diastolik arteri pulmonal dan resistensi vaskular pulmonal
(Pulmonary Vascular Resistance/PVR).
Kerja jantung, konsumsi oksigen miokard dan performa ventrikel dipengaruhi oleh
afterload.

page 9
c. Contractility/kontraktilitas
Merupakan kekuatan dan velositas pemendekan otot miokard, tergantung pada
preload dan afterload. Stimulus inotropik positif (epinefrin, dopamine) meningkatkan
kekuatan kontraksi, inotropik negatif menyebabkan penurunan kekuatan kontraksi
(beta bloker, asidosis, hipoksemia).
d. Muscular synchrony
Pengisian dan pengosongan ventrikel serta kontraksi ventrikel harus teratur dan
berkelanjutan yang merupakan suatu kesatuan. Kontraksi ventrikel yang tidak
terkoordinasi terjadi pada beberapa penyakit jantung seperti kontusio ventrikel,
aneurisma aorta, bundle branch block atau aritmia ventrikel, yang dapat
menyebabkan penurunan stroke volume.

D. SISTEM VASKULER
Laju dan volume aliran darah dalam sirkulasi ditentukan oleh 2 faktor:
1. Perbedaan tekanan inflow dan outflow (tekanan ke dalam vs tekanan keluar)
Aliran darah terjadi apabila tekanan pada permulaan sirkulasi lebih besar dari
akhir sirkulasi.
2. Resistensi terhadap aliran darah
Faktor utama yang mempengaruhi resistensi terhadap aliran darah adalah
diameter pembuluh darah. Apabila diameter pembuluh darah menurun sampai
satu setengahnya akibat vasokonstriksi, maka aliran darah meningkat 16 kali.
Konstriksi dan relaksasi otot-otot arteriol dan spingter prekapiler merupakan
bagian yang paling berperan dalam perubahan diameter pembuluh darah,
resistensi vaskuler, dan aliran darah regional. Secara umum, semakin besar
resistensi vaskuler, semakin besar pula potensial untuk menurunkan aliran darah
ke jaringan distal dan semakin besar pula mean arterial pressure yang
dibutuhkan untuk menghantarkan darah melalui sirkulasi tersebut.

E. KOMPONEN SISTEM VASKULER


1. sistem Arteri
a. Fungsi
Mengatur volume aliran darah ke setiap organ setiap saat. Konstriksi regional
arteriol mengurangi aliran darah ke jaringan yang tidak mengalami metabolisme
secara aktif, sedangkan vasodilatasi meningkatkan perfusi ke jaringan yang
mengalami metabolisme aktif.

page 10
b. Anatomi
Arteri besar bercabang dari aorta dan secara progresif terbagi menjadi bagian
yang lebih kecil. Arteri kecil bercabang menjadi arteriol, yang kemudian terbagi
menjadi metaarteriol sebekum bergabung dengan kapiler bed.
1) Arteri, berfungsi untuk mengedarkan darah yang bertekanan tinggi ke
jaringan-jaringan. Arteri membawa darah dari jantung ke jaringan,
bercabang seperti pohon, dari cabang yang besar ke cabang-cabang yang
lebih kecil dengan bermacam cabang yang membawa darah ke bagian yang
berbeda pada seluruh tubuh. Karena itu sistem arteri mempunyai dinding
yang kuat, dan darah mengalir dengan cepat menuju jaringan. Dinding aorta
dan arteri relatif mengandung banyak jaringan elastis. Dinding tersebut
teregang waktu sistol dan mengadakan recoil pada saat diastol.
2) Arteriol adalah cabang-cabang paling ujung dari sistem arteri, berfungsi
sebagai katup pengontrol untuk mengatur pengaliran darah ke kapiler. Saat
arteri yang kecil menuju organ, organ tersebut akan memperoleh suplai
darah melalui cabang-cabangnya yang dinamakan Arteriol. Artleriol juga
mempunyai dinding yang kuat. Arteriol mampu berkonstriksi/menyempit
secara komplit atau dilatasi/melebar sampai beberapa kali ukuran normal,
sehingga dapat mengatur aliran darah ke kapiler.
Dinding arteriol mengandung sedikit jaringan elastis dan lebih banyak otot
polos. Otot ini dipersyarafi oleh serabut syaraf kolinergik yang berfungsi
dalam vasodilatasi. Arteriol merupakan penentu utama resistensi atau
tahanan aliran darah, perubahan kecil pada diameternya menyebabkan
perubahan yang besar terhadap resistensi perifer.
3) Kapiler, merupakan pembuluh darah yang paling kecil, berfungsi sebagai
tempat pertukaran cairan dan nutrisi antara darah dan ruang interstitial.
Pertukaran pada kapiler merupakan tujuan dari sistem sirkulasi semua
kegiatan pada sistem ini untuk memperoleh distribusi yang adekuat dan
pasti. Untuk peran ini kapiler dilengkapi dinding yang sangat tipis dan
permeable terhadap substansi-substansi bermolekul halus.

c. Karakteristik
1) Arteri besar cenderung elastis, sedangkan arteri berukuran kecil dan sedang
cenderung lebih kaku dan berotot. Arteriol dan metarteriol disebut sebagai
resistensi pembuluh darah, yang merupakan regulator utama aliran darah.
2) Kurang lebih 13% total volume darah terdapat di sirkulasi arteri
3) Mean arterial pressure/ MAP (Tekanan rata-rata arteri) kurang lebih
90mmHg.

page 11
4) Secara umum sistem arteri mempunyai resistensi tinggi, tekanan yang tinggi
dan mempunyai volume sirkulasi yang rendah. Berfungsi untuk
menghantarkan aliran darah yang sudah teroksigenasi ke kapiler dengan
jumlah yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh.

2. Sistem vena
a. Fungsi
1) Mengembalikan darah yang belum dioksigenasi ke unit kardiopulmonari
2) Menyediakan penampung untuk sirkulasi
3) Mengatur jumlah darah yang kembali ke jantung dengan cara konstriksi dan
dilatasi, sesuai kebutuhan tubuh
b. Anatomi
1) Venul
Kapiler-kapiler arteri berhubungan kembali dengan vena yang terkecil yang
disebut venule. Dinding venul hanya sedikit lebih tebal dari pada dinding
kapiler. Venul berfungsi menampung darah dari kapiler dan secara bertahap
bergabung ke dalam vena yang lebih besar.
2) Vena
Berfungsi sebagai jalur transportasi darah dari jaringan kembali ke jantung.
Karena tekanan dalam sistemik vena rendah (0-5 mmHg). Maka dinding vena
tipis maka berotot dan ini memungkinkan vena berkontraksi sehingga
mempunyai kemampuan untuk menyimpan atau menampung darah sesuai
kebutuhan tubuh. Pembuluh-pembuluh darah tersebut membentuk
lingkaran sirkulasi, yang mempunyai perbedaan tebal dinding, besar rongga
dan luas diameter.
c. Karakteristik
1) Berdinding tipis dan mudah mengalami distensi
2) 65-75% volume sirkulasi darah terdapat dalam sistem vena
3) Tekanan di vena sentral kurang lebih 0-8mmHg, sedangkan tekanan di
periver kurang lebih 4-9 mmHg lebih tinggi.
4) Secara umum sistem vena bertekanan rendah, mempunyai volume yang
besar, resistensi rendah dan mengumpulkan darah dari kapiler serta
mengatur jumlah darah yang kembali ke jantung.

page 12
Gbr. 7 Struktur lapisan pembuluh darah
F. SIRKULASI
Lingkaran sirkulasi dapat dibagi atas dua bagian, yaitu: sirkulasi sitemik dan sirkulasi
pulmonal
1. Sirkulasi sistemik
a. Mengalirkan darah ke berbagai organ
b. Memenuhi kebutuhan organ yang berbeda
c. Memerlukan tekanan permulaan yang besar
d. Banyak mengalami tahanan
e. Kolom hidrostatik panjang
2. Sirkulasi pulmonal
a. Hanya mengalirkan darah ke paru
b. Hanya berfungsi untuk paru-paru
c. Mempunyai tekanan permulaan yang rendah
d. Hanya sedikit mengalami tahanan
e. Kolom hidrostatik pendek
G. SISTEM KORONER
Efisiensi jantung sebagai pompa tergantung dari nutrisi dan oksigenasi yang cukup pada
otot jantung oleh sirkulasi koroner. Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan
jantung dan membawa oksigen untuk miokardium melalui cabang-cabang
intramiokardial yang kecil-kecil.
a. Arteri Koroner
Arteri koroner adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik yang memperdarahi
jantung. Arteri tersebut melintang di permukaan jantung dan mengelilingi jantung.
Terdiri dari arteri koroner kiri dan arteri koroner kanan.
1) Arteri Koroner Kiri (Left Main Coronary Artery)

page 13
Mempunyai dua cabang besar, yaitu Left Arterior Descendenc (LAD) dan Left
Circumflex (LCx).
a) LAD
Cabang LAD berperan dalam memperdarahi RV, dinding anterior LV, dan 2/3
anterior septum. Cabang LAD juga memperdarahi jaringan konduksi seperti
berkasi his, berkas his kiri dan kanan
b) LCx
LCx memperdarahi dinding lateral dan posterior ventrikel kiri. Dan pada sebagian
kecil orang, LCx memperdarahi AV dan SA node.

2) Arteri Koroner Kanan (RCA)


Pada umumnya RCA memperdarahi SA dan AV node, juga memperdarahi berkas his.
RC juga memperdarahi RV, dinding inferior LV dan 1/3 posterior septum ventrikel.

Gambar.8 Left Coronary Artery dan Right Coronary Artery

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran darah koroner


1) Tekanan perfusi koroner (tekanan diastolik aorta – tekanan sinus koroner/ RA
pressure)
Pada orang dewasa normal, tekanan yang dapat mengalirkan darah ke sirkulasi
koroner sebesar 90 mmHg. Aliran darah koroner menurun ketika tekanan < 50
mmHg. Aliran darah benar-benar berhenti ketika tekanan perfusi koroner < 20 mmHg
(disebut critical closing pressure).
2) Resistensi vaskuler koroner

page 14
Resistensi terhadap aliran darah dipengaruhi oleh diameter arteri koroner. Apabila
arteri menyempit, resistensi meningkat sehingga laju dan volume aliran darah
menurun.
Apabila terjadi dilatasi arteri, resistensi menurun, sehingga laju dan volume aliran
darah meningkat. Diameter pembuluh darah diatur secara otomatis (autoregulated)
oleh kebutuhan metabolik miokard. Apabila terjadi peningkatan kebutuhan oksigen
di miokard (misalnya olahraga), maka arteri koroner mengalami dilatasi untuk
meningkatkan aliran darah ke miokard 4 sampai 5 kali normal (istirahat).
3) Faktor-faktor yang dapat menurunkan aliran darah koroner
a) Obstruksi atau penyempitan lumen koroner
Disebabkan oleh spasme, plak aterosklerosis dan atau adanya formasi trombus.
b) Penurunan tekanan diastolik aorta atau peningkatan yang signifikan dari tekanan
atrium kanan
H. SISTEM KONDUKSI JANTUNG
Dalam keadaan normal. Terdapat nodus yang khusus pada sel miokardium
berdepolarisasi secara spontan, menyebarkan impuls listrik ke bagian yang lebih luas
untuk seluruh sel miokardium. Kontraksi atrium dan ventrikel dikoordinasikan oleh
suatu jaringan anatomik yang dinamakan jaringan konduksi. Jaringan konduksi dalam
jantung terdiri dari:
1. Sinoatrial Node (SA Node)
a. terletak di atas katup trikuspid dekat dengan jalan masuk SVC pada atrium kanan.
b. mengeluarkan impuls dengan frekuensi 60-100 x/min
c. menghasilkan impuls sendiri karena adanya sel-sel pacemaker yang mengeluarkan
impuls secara otomatis. Sel inI dipengaruhi oleh syaraf simpatis dan parasimpatis.
2. ATRIOVENTRICULAR NODE (AV Node)
a. terletak di atas sinus coronarius pada dinding posterior atrium kanan
b. mengeluarkan impuls lebih rendah dari SA Node yaitu 40-60 x/min
c. mengatur jumlah impuls atrium yang mencapai ventrikel
3. BERKAS HIS
a. Berkas his menembus jaringan pemisah miokardium atrium dan miokardium
ventrikel
b. pada septum ventrikel bercabang menjadi dua yaitu berkas kanan (Right Bundle
Branch/RBB) dan berkas kiri (Left Bundle Branch/LBB)
c. RBB dan LBB kemudian menuju endokardium ventrikel kanan dan kiri, berkas
tersebut bercabang menjadi serabut purkinje

page 15
4. SERABUT PURKINJE
a. bagian ujung dari bundle branch dan menghantarkan impuls menuju lapisan
subendokardial pada kedua ventrikel, sehingga terjadi depolarisasi yang diikuti
kontraksi ventrikel
b. mampu mengeluarkan impuls dengan frekuensi 20-40 x/min
c. pemacu cadangan ini mempunyai fungsi sangat penting, yakni untuk mencegah
berhentinya denyut jantung pada waktu pemacu alami (Nodus SA) tidak
berfungsi.

Gbr. 9 Sistem Konduksi Jantung

page 16
I. REGULASI TEKANAN DARAH DAN CARDIAC OUTPUT

Gbr. 10 Mekanisme regulasi tekanan darah

Gbr. 11 Mekanisme regulasi tekanan darah II

page 17
Referensi:
Bojar, Robert M. 1999. Manual Perioperative Care in Cardiac Surgery. 3 th edition.
Blackwell Science: Boston
Brunner et al. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 1. EGC:
Jakarta
Cardiothoracic Intensive Care Introducing Preogramme. 2000. Review of Cardiothoracic
Anatomy and Physiology. Intensive Care Unit, Critical Care Division. Liverpool Health
Service: UK
Darovic, Gloria Oblouk. 1999. Handbook og Hemodynamic Monitoring. W. B. Saunders
Company: USA
Ganong, William F. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 17. EGC: Jakarta
Kumpulan Hand Out Cardiovascular Critical Care Nursing Programme. Institute Jantung
Negara: Malaysia
Syaifudin. 1997. Anatomi fisiologi untuk Siswa Perawat. Edisi 2. EGC: Jakarta
Ulfah, Anna et al. 2001. Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler. Edisi pertama. Bidang
Diklat Pusat Kesehatan Jantung Nasional Harapan Kita: Jakarta

page 18
SISTEM RESPIRASI

Tujuan Instruksional Khusus:


Setelah mengkuti sesi ini peserta dapat:
1. Mengetahui konsep dasar sistem respirasi
2. Menyebutkan proses respirasi dan ventilasi
3. Menguraikan saluran sistem respirasi
4. Menyebutkan jenis-jenis sirkulasi pulmonal
5. Menguraikan work of breathing

A. Pendahuluan
Sebelum membahas sistem respirasi, perlu diingat bahwa fungsi ini sangat vital untuk
suatu kehidupan, bukan hanya manusia akan tetapi semua makhluk hidup. Kosep dasar
sistem respirasi pada manusia adalah sebagai berikut:
1. seluruh jaringan tubuh memerlukan suplai O2 yang terus menerus dan konstan.
Sistem pernapasan menghantarkan O2 ke jaringan dan mengangkut sisa metabolisme
dari jaringan melalui darah.
2. pernapasan memerlukan kerja otot, terutama diafragma, untuk membantu paru
mengembang dan mengempis.
3. Udara menempati alveoli dalam paru. Pertukarann gas terjadi antara alveoli dan
kapiler-kapiler darah yang mengelilingi alveoli.
4. Sebagian besar O2 dalam darah berikatan dengan Hb.
5. Gerakan napas pada dasarnya merupakan gerakan involunter, akan tetapi napas
dapat diatur secara sadar.

Adakah perbedaan antara RESPIRASI dan VENTILASI?


Ventilasi: proses mekanik masuk dan keluarnya udara ke dan dari paru-paru.
Ventilasi terdiri atas 2 fase: INSPIRASI dan EKSPIRASI

Respirasi: proses yang kompleks dan luas.

1. respirasi eksternal: Terjadi di paru-paru, berupa proses pertukaran gas antara darah
dan paru-paru. O2 di dalam alveoli berdifusi ke dalam kapiler darah yang
mengelilinginya. Sebaliknya, CO2 dalam darah berdifusi masuk ke alveoli, untuk
kemudian dikeluarkan ke udara bebas.
2. Respirasi internal: Pertukaran darah di tingkat jaringan. O2 dalam darah bertukar
tempat dengan CO2 dari dalam sel.

page 19
3. Respirasi selular: Merupakan proses biokimia intraseluler yang rumit dimana terjadi
utilisasi energi untuk meneruskan kehidupam. Proses metabolisme intraseluler
memerlukan O2 sebagai bahan bakar.

a. Tekanan parsial dan difusi di membran respirasi


b. Tekanan parsial dan difusi di jaringan-jaringan lain

Gbr. 12 Gambaran Proses Respirasi dan tekanan parsial dalam respirasi

B. Traktus Respiratorius
Jalan/saluran napas dibagi atas saluran napas atas, yaitu mulai rongga hidung hingga
pengkal trakea, dan jalan napas bawah, yaitu dari trakea hingga ke brinkioli.

page 20
1. Rongga hidung
Bulu-bulu halus pada bagian luar rongga ini bertugas menyaring udara yanf masuk.
Selaput mukosa yang meliputi seluruh rongga hidung kaya akan kapiler darah. Hal ini
membuat udara yang masuk menjadi hangat, dan karenanya, lebih lembab dari pada
udara dingin.
2. Faring
Jalan napas antara hidung dan laring. Secara otomatis dibagi menjadi 3 daerah
imajiner. Nasofaring adalah bagian faring tepat di belakang rongga hidung hingga ke
orofaring. Orofaring berada tepat di belakang rongga mulut hinggga ke daerah
laringofaring, yaitu bagian faring tepat sebelum laring.
3. Laring
Daerah yang penting di jalan napas. Pada orang dewasa daerah tersempit jalan napas
atas terletak disini, dimana terdapat pita suara. Daerah ini sering disebut daerah
glottis. Laring adalah bagian yang sensitif karena penuh dengan persarafan sensorik.
Disini juga terdapat cabang nervus vagus (n. X). Setiap rangsang yang menimbulkan
nyeri dapat memicu refleks vagal yang dapat fatal. Dapat juga terjadi spasme laring
yang mengakibatkan sumbatan jalan napas.
4. Trakea
Merupakan tabung silinder yang memanjang dari dasar laring hingga puncak paru,
dimana terjadi percabangan menjadi 2 (bronkus kanan dan bronkus kiri).
Percabangan ini disebut karina. Trakea tidak pernah kolaps, karena ada cincin-cincin
trakea berbentuk C, yang melingkari seluruh bagian depan. Lingkaran cincin trakea
berakhir di bagian dorsal, dimana trakea berdekatan dengan esofagus. Bagian dalam
trakea dilapisi oleh epitel yang dilapisi oleh mucus yang lembab. Epitel ini mempunyai
silia yang bergetar ke arah atas. Partikel debu yang lolos dari hidung dan faring dapat
“ditangkap” di trakea dan dikirim ke faring oleh silia, untuk kemudian diludahkan atau
ditelan.
5. “Pohon Pernafasan”
Bronkus kanan dan kiri masing-masing masuk ke paru kanan dan paru paru kiri,
merupakan bronkus primer untuk paru bersangkutan. Tiap-tiap brokus primer
kemudian bercabang menjadi bronkus sekunder, tersier dst. Makin distal ukuran
bronkus semakin kecil, hingga disebut bronkiolus, lalu bronkiolus terminal.
Selanjutnya bronkiolus bercabang-cabang terus hingga menjadi bronkiolus
respiratorius, duktus alveolaris hingga alveolus.

page 21
Gambar 13 sistem respirasi

Gambar 14 site of gas exchange

page 22
C. Dinding Dada dan Otot Pernafasan
Paru-paru terletak di dalam rongga dada, berbagi tempat dengan jantung, trakea dan
kelenjar-kelenjar getah bening. Rongga dada mempunyai kecendrungan mengembang,
sedangkan paru-paru mempunyai kecendrungan untuk mengempis. Kerja sama otot-
otot dinding dada dan pernafasan membuat mereka dapat bertahan dalam bentuk ideal
untuk bernafas. Kecendrungan untuk ekspansi dan mengempis ini disebut daya elastic
recoil. Kemampuan paru untuk mengembang dan mengempis disebut compliance.
Rongga dada dibentuk terutama oleh tulang-tulang iga. Di posterior tulang-tulang iga
menempel pada tulang tulang belakang (vertebra) dan di anterior melekat pada tulang
dada (sternum). Permukaan luar tulang iga berhubungan dengan otot-otot dada,
sedangkan permukaan dalamnya dilekati oleh pleura parietalis. Permukaan paru-paru
diselubungi oleh pleura viseralis. Ruang potensial di antara kedua jenis pleura ini disebut
ruang interpleura, berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas antara keduanya.
Otot pernafasan utama adalah diafragma yang mendapat persarafan dari cabang saraf
spinal yang keluar dari tulang leher (servikal) C3-5. Otot bantu inspirasi adalah
interkostal eksterna.
Apabila diafragma berkontraksi, rongga dada akan meluas ke arah bawah, hingga paru-
paru dapat mengembang. Otot interkostal eksterna lebih berperan membesarkan
dinding dada ke samping (ke luar). Jika kerja nafas harus meningkat, otot-otot bantu
pernafasan akan bekerja untuk membantu inspirasi. Mereka adalah otot-otot
sternokleidomastoid, skalenus, dan pektoralis.
Ekspirasi sebetulnya adalah proses pasif. Tapi jika diperlukan, otot-otot lain dapat
membantu usaha ekspirasi ini, yaitu rektus abdominis, oblikus eksterna dan interna dan
transversus. Otot-otot ini membantu gerakan turun iga.

page 23
Gambar 15 dinding dada dan otot pernafasan
D. Sirkulasi Pulmonal
Ada 2 sirkulasi ke paru-paru
1. Sirkulasi pulmonal
2. Sirkulasi bronkial
Sirkulasi bronkial berasal langsung dari jantung kiri, membawa darah “bersih” untuk
traktus respiratorius. Sirkulasi inilah yang memperdarahi paru-paru, tapi tidak terlibat
langsung dalam proses respiratori eksternal.
Respiratori eksternal/pertukaran gas terjadi karena sirkulasi pulmonal. Sirkulasi ini
berasal dari jantung kanan, melalui arteri pulmonalis. Darak “kotor” masuk hingga ke
kapiler paru. Difusi gas berlangsung antara kapiler dan alveoli, dimana CO2 dieliminasi
dan O2 diserap. “daerah bersih” kemudian mengalir melalui kapiler hingga vena
pulmonalis yang bermuara di atrium kiri. Ada 4 vena pulmonalis , 2 vena untuk tiap-tiap
paru. Jika sebagian vena pulmonal bermuara pada atrium kanan disebyt PAPVD (partial
anomalous of pulmonary vein drainage). Jika semua vena pulmonalis bermuara di
atrium kanan disebut TAPVD (total anomalous of pulmonary vein drainage), dan pasien
pasti sianotik.
Aliran darah sirkulasi pulmonal sama banyaynya dengan sirkulasi sistemik. Akan tetapi,
tahan vaskular paru yang rendah menyebabkan tekanan darah pada sirkulasi pulmonal
hanya sekitar 1/6 dari tekana darah sistemik. Jika nilainya di atas ini disebut hipertensi

page 24
pulmonal. Batas atas nilai tekanan darah pulmonal adalah 2/3 tekanan sistemik. Lebih
tinggi daripada ini dapat fatal.
E. Vo;ume Paru
Vulume paru sangat penting dalam fisiologi pernafasan. Volume total paru adalah isi
paru-paru yang dikembangkan maksimal. Kapasitas paru adalah isi paru yang berperan
secara klinis dalam ventilasi.
Volume paru dapat di bagi menjadi:
 Tidal Volume (TV), udara yang keluar masuk selama ventilasi normal. Dibedakan
sebagai expiratory tidal volume dan inspiratory tidal volume.
 Inspiratory reserve volume, jumlah udara pada waktu inspirasi maksimal
 Inspiratory capacity= TV + IRV
 Expiratory reserve volume, jumlah udara paru pada waktu eksprasi maksimal
 Vital Capacity = inspiratory capacity + expiratory capacity , atau dapat dikatan = TV
+ IRV + ERV
 Residual volume adalah sejumlah udara yang tetap tinggal di paru meskipun telah
ekspirasi maksimal. Residual volume membuat paru-paru tidak pernah kempis
secara spontan.
 Total Lung Capacity = Vital Capacity = RV

Gambar 16. Spirogram volume paru

page 25
F. Kerja Nafas (Work of Breathing)
Kerja nafas dilakukan oleh otot inspirasi (terutama diafragma), sebab ekspirasi normal
hanyalah gerakan pasif. Untuk dapat melakukan ventilasi, ada 3 hal yang berperan:
1. Elastic recoil dada dan paru
2. Tahanan gesekan aliran udara di jalan nafas
3. Tahanan gesekan jaringan
Kerja nafas adalah hasil dari tekanan dan volume. Tekanan dan volume berbanding
terbalik dengan tahanan (resistensi). Apabila tahanan jalan nafas besar, diperlukan
tekanan lebih besar sehingga volume tertentu dapat dihantarkan ke paru. Sebaliknya,
jika sejumlah besar volume dipompakan ke paru yang resistensinya tinggi, tekanan
menjadi sangat tinggi. Prinsip ini yang mendasari terjadinya barotrauma/ volutrauma,
terutama pada pasien yang mendapat bantuan nafas mekanik.
Secara klinis, kerja nafas harus dapat mencapai volume pernafasan dalam semenit yang
adekuat untuk respirasi. Volume semenit (minute volume) pada pasien dengan tahanan
jalan nafas yang tinggi (COPD/PPOM), kerja nafas menjadi tinggi. Untuk mengatasi
kecilnya volume udara yang masuk ke paru, pasien yang bernafas spontan akan
menambah frekuensi nafasnya hingga volume nafas semenit dapat dipertahankan.
G. Kontrol Pernafasan
Perubahan dalam jumlah konsumsi oksigen tubuh dan produksi karbondiaksida
mempengaruhi laju dan kedalaman bernafas. Kurang lebih 200 ml karbondiaksida
diproduksi dan 250 oksigen selama 1 menit oleh orang dewasa normal dalam keadaan
istirahat.
Laju dan kedalaman bernafas berubah untuk mempertahankan gas darah arteri dan pH
dalam keadaan stabil yang sesuai dengan level fisiologis. Respon ventilasi diatur juga
oleh sistem saraf.
1. Kontrol sistem saraf pusat
a. Peningkatan level CO2 arteri (PaCO2) menstimulasi islets jaringan saraf,
disebut kemoreseptor yang terletak di media oblongata dan pons, kemudian
mengeksitasi batang otak untuk meningkatkan laju dan kedalaman bernafas.
b. Penurunan level PaCO2 menyebabkan kemoreseptor menginduksi blunting
of the ventilatory drive sampai nilainya kembali mencapai normal.
2. Kontrol sistem saraf perifer
a. Hipoksemia merangsang kemoreseptor yang terdapat di percabangan arteri
karotis dan arkus aorta, yang kemudian merangsang batang otak untuk
meningkatkan laju dan kedalaman bernafas.
b. Faktor lain, seperti peningkatan PaCO2, hiperfusi, asodosis metabolik atau
respiratorik dan anemia dapat menstimulasi kemoreseptor sehingga
meningkatkan ventilatory drive.

page 26
3. Faktor lain yang mempengaruhi laju dan kedalaman bernafas
a. Peregangan reseptor- reseptor dan saraf sensori di paru menyebabkan
peningkatan laju nafas pada pasien dengan COPD, sedangkan secara akut
dapat terjadi pada pasien dengan emboli paru dan edema paru.
b. Pergerakan otot dan persendian, persepsi nyeri, emosi yang kuat dan sepsis,
dapat meningkatkan laju dan kedalaman bernafas. Hal ini menunjukkan
mengapa cubitan, tamparan atau pergerakan dapat menstimulasi nafas
pada pasien depresi pernafasan apnea.

Referensi:
Ganong, William F. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 17. EGC: Jakarta

page 27
PENGKAJIAN KLIEN DENGAN GANGGUAN FUNGSI KARDIOVASKULAR

Tujuan instruksional khusus:


Setelah mengetahui sesi ini, pesertadapat:
1. Mengetahui prinsip dasar dan tujuan dari pengkajian
2. Menguraikan cara-cara dalam pengkajian
3. Melakukan pengkajian kepada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskular

A. PENDAHULUAN
Anamnesis dari suatu pengkajian merupakan tahapan awal dalam menetapkan
pemenuhan kebutuhan pasien , sehingga hal ini sangat penting sebagai parameter awal
untuk menentukan intervensi yang tepat.
Pengkajian termasuk dalam proses keperawatan merupakan awal dari langkah-langkah
proses keperawatan tersebut. Untuk dapat melakukan pengkajian dengan baik, maka
diperlukan pemahaman, latihan dan keterampilan mengenai gejala dan tanda dari suatu
gangguan nyata maupun potensial sehingga dari hasil pengkajian ini dapat
menggambarkan riwayat penyakit secara kronologis. Pada umumnya proses pengkajian
ini dilakukan melalui tindakan interaksi perawat dengan klien, observasi dan
pemeriksaan fisik.

B.TUJUAN MELAKUKAN PENGKAJIAN


Tujuan pengkajian klien dengan gangguan fungsi kardiovaskular:
 Mengenal secara dini gangguan nyata maupun potensial
 Mengkaji fungsi kardiovaskular
 Mengidentifikasi penyebab gangguan
 Merencnakan pemecahan masalah yang ada
 Menghindari masalah yang akan terjadi

Jenis pengkajian pa yang digunakan untuk mengetahui adanya perubahan dari satu
individu, perlu ditentukan kapan dilakukan dan jenis pengkajian apa yang akan
digunakannnya. Pertemuan dilakukan minimal satu kali, bisa juga dilakukan berkali-kali
sesuai kebutuhan, pengkajian yang dilakukan meliputi: wawamcara, pemeriksaan fisik
dan diagnostik.
1. Wawancara
a. Data biografi: nama, usia, jenis kelamin, suku bangsa, tempat tinggal serta
agama yang dianut pasien
b. Keluhan utama: keluhan yang mendorong pasien meminta pertolongan medis.
Keluhan utama yang sering timbul pada pasien dengan kelainan sistem

page 28
kardiovaskuler antara lain: sesak nafas/dispnea, batuk lendir/darah, nyeri dada,
pingsan, berdebar-debar, edema pada tungkai biasanya, cepat lelah dsb.
c. Riwayat penyakit sekarang: dalam tahap ini perlu dipertanyakan kapan keluhan
tersebut timbul, apakah sering atau hilang timbul dan sudah berapa lama,
bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, apa yang sedang dilakuakn pasien
ketika keluhan timbul, faktor yang dapat menyebabkan timbulnya serangan
dan yang memperberat serangan serta yang dapat mengurangi beratnya
serangan bila timbul.
Selain itu derajat gangguan dapat dikasifikasikan sesuai dengan tingkat aktivitas
fisik yang dapat menimbulkan gejala menurut New York Heart Association
(NYHA)
 Kelas I : tidak ada gejala bila melakukan kegiatan fisik biasa
 Kelas II : timbul gejala bila melakukan kegiatan fisik biasa
 Kelas III : timbul gejala sewaktu melakukan kegiatan fisik ringan
 Kelas IV : timbul gejala pada saat istirahat
d. Riwayat penyakit terdahulu: menanyakan penyakit yang sebelumnya pernah
dialami oleh pasien, apakah pernah dirawat, apakah pasien pernah menderita
hipertensi, hiperkolesterol, diabetes, demam rematik.
e. Riwayat keluarga: menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh
anggota keluarga pasien dan bagaimana pola perilaku dalam keluarga seperti
kebiasaan makan tinggi natrium, tinggi lemak, kegemukan, gaya hidup yang
penuh stress dan lain-lain.
f. Riwayat alergi: menanyakan kemungkinan pasien alergi terhadap makanan,
cuaca, debu atau obat.
g. Kebiasaan sosial: menanyakan kebiasaan dalam pola hidup misal alkohol atau
obat tertentu.
h. Kebiasaan merokok: menanyakan sudah berapa lama merokok, berapa batang
perhari.
2. Pemeriksaan Fisik
Sebelum melakukan pemeriksaan perlu dilakukan penilaian keadaan fisik tiap
bagian tubuh dan pemeriksaan kesadaran pasien.
a. Pemeriksaan kepala dan leher
1) Raut muka
Bentuk muka: asimetris, moon face, merah dan bengkak (sindroma vena
cava superior), ekspresi apakah tampak sesak, nyeri atau kesakitan, tes
saraf; nervus V,VI
2) Mata

page 29
Konjungtiva apakah pucat, ptechiae (perdarahan bawah kulit/selaput
lendir pada endokarditis bakterial), sklera ikterus/kuning (pada pasien
dengan gagal jantung kanan dan gangguan hati), garis melingkar
putih/abu-abu ditepi kornea (arkus senilis), berhubungan dengan
peningkatan kolesterol/ arteri sklerosis, gerakan bola mata lateral (N III),
bawah (N IV), atas (N III), reflek kornea (N V), funduskopi untuk melihat
kondisi pembuluh darah retina pada penderita hipertensi.
3) Bibir
Pucat (anemia), biru (sianosis) pada pasien dengan penyakit jantung
bawaan, misalnya TF, TGA, kering (dehidrasi)
4) Tekanan Vena Jugularis
 Posisi pasien berbaring setengah duduk (45), perhatikan pengisian dari
vena jugularis eksternal. Tarik garis lurus dari manubrium sterni. Nilai
normal adalah 2 sd. 5 cm diatas garis tersebiut. Dari tekanan vena
jugularis dapat dinilai (secara tidak langsung) kecukupan volume
atrium kanan dan status volume intravaskuler tubuh.
 Nilai lebih tinggi dari pada normal menunjukkan tekanan atrium kanan
meningkat. Misalnya pada kelainan katub trikuspid atau gagal jantung
kanan.

5) Arteri Karotis
 Palpasi pada arteri karotis denyutannya akan teraba keras, seperti
berirama, terutama pada insufisiensi katub aorta, palpasi di arteri
karotis sangat penting pada kasus kasus henti jantung.
 Palpasi di arteri karotis kanan dan kiri bila dicurigai ada penyempitan
disekitarnya.
 Bunyi (bruit) pada arteri karotis, menandakan adanya penyempitan
katup aorta atau terdapat aneurisma arteri karotis.
6) Kelenjar tiroid
 Posisi leher pasien sedikit tengadah, anjurkan pasien untuk menelan
ludah, kemudian perhatikan bentuk dan kesimetrisan kelenjar
tiroidnya.
 Letakkan jari telunjuk dan tengah kedua tangan, letakkan pada kedua
sisi isthmus, posisi pemeriksa di belakang pasien, raba trakea dari atas
ke bawah mulai dari krikoid, kemudian meraba ke samping mulai dari
trakea setinggi isthmus, perhatikan bentuk, konsistensi dan ukurannya
 Bising pada kelenjar tiroid menunjukkan vaskularisasi meningkat, yang
disebabkan oleh hiperfungsi.
7) Trakhea

page 30
Pemeriksa berdiri disamping kanan penderita, tempelkan jari tengah pada
bagian bawah trakea. Bila pada tiap denyut jantung trakea terasa tertarik
ke bawah (tanda oliver), kemungkinan ada aneurisma aorta atau tumor
mediastinum.

b. Pemeriksaan Toraks dan Sistem Respirasi


1) Inspeksi
Pasien dalam posisi duduk atau berbaring, pemeriksaan dilakukan dari arah
depan, dari belakang untuk melihat adanya kelainan tulang belakang
(skoliosis, lordosis, kifosis). Pemeriksa juga simetrisitas toraks, bentuk
toraks dan gerakan pernafasan dengan posisi pasien berbaring.
a) Bentuk toraks:
 Thorax en bateau (toraks dada burung)
 Toraks rakhitis (benjolan rakhitis seperti rosario pada
persambungan tulang dan tulang rawan)
 Toraks pektus eskavatus (dada cekung ke dalam)
 Toraks emfisematous (barrel chest) : bentuk seperti tong
 Toraks phtisis (panjang dan gepeng)

b) Thoraks dikatan asimetris jika:


 Satu sisi cembung, karena penimbunan air, nanah, udara di rongga
pleura, aneurisma aort, cairan dalam rongga perikardium, tumor
paru, mediatinum, pembesaran jantung atau abses hati.
 Satu sisi cekung karena kolaps, pleuritis sika, atau proses paru
c) Gerakan pernafasan:
Orang dewasa bernafas 12-20 kali/menit, sifat pernafasan abdominal,
torakoabdominal, sedangkan pada wanita frekuensi pernafasan lebih
cepat sedikit, dan sifatnya torakoabdominal. Anak- anak bernafas 36-
40 kali/menit, tergantung usia sifatnya torakal/torako abdominal
inspirasi biasanya lebih pendek dari pada ekspirasi.
d) Hal-hal yang perlu di inspeksi
 Takipnu: pernafasan cepat (pada suhu tubuh yang tinggi, penyakit
paru/jantung)
 Bradipnu: pernafasan lambat (pada keracunan barbiturat, koma
diabetes, proses dalam otak)
 Cheyne stokes: pernafasan yang sangat dalam yang dilakukan
berulang ulang, kemudian berangsur-angsur dangkal dan berhenti
sama sekali (apneu) beberapa detik kemudian bernafas dalam lagi
page 31
(pada keracunan obat bius, penyakit jantung,paru, ginjal,
perdarahan otak)
 Biot: pernafasan dalam dan dangkal disertai apneu yang tidak
teratur (pada meningitis)
 Kusmaul: inspirasi dan ekspirasi sama panjangnya dan sama
dalamnya, sehingga keseluruhan pernafasan menjadi lambat dan
dalam (pada keracunan alcohol, obat bius, koma diabetic, uremia)
 Asimteri: pnemonia, tbc paru, efusi pericardium/pleura, tumor
paru
 Dangkal: emfisema, tumor paru/mediastinum, cairan di pleura
atau pericardium, konsolidasi paru.
 Hiperpnoea: pernafasan lebih dalam, tetapi kecepatannya
normal.
 Apneustik:inspirasinya megap-megap (gasping) diikuti ekspirasi
yang sangat pendek dan tidak efisien (pada lesi di pusat
pernafasan)
 Denyut apek jantung: bergeser ke lateral bila jantung membesar,
tumor paru, fibrosis paru.
 Pelebaran vena dada: misal pada penyumbatan vena kava
superior karena tumor mediatinum, pembengkakan kelenjar limfe
mediastinum, aneurisma aorta.
 Denyut nadi di dada/punggung: pada koartasio aorta. Penonjolan
dada setempat yang berdenyut, aneurysm aorta, neoplasma yang
kaya pembuluh darah (limfo sarkoma)
2) Palpasi
a) Pemeriksaan kelainan dinding thoraks:
 Nyeri tekan
 Bengkak, tentukan besar, konsistensi, suhu,
berdenyut/getaran
 Meninjol lepas atau dekat dengan dasar
b) Menyatakan adanya tanda tanda penyakit paru dengan memeriksa:
 Gerakan dinding thoraks waktu inspirasi dan ekspirasi,
bandingkan getaran yang terasa di tangan kanan dan kiri.
 Fremitus meningkat pada: konsolidasi paru, pnemonia lobaris,
TBC, infark paru, tumor paru atelektase atau kolaps paru
dengan bronkhus utuh dan kavitasi dekat permukaan paru.

page 32
 Fremitus munurun pada: pleura terisi cairan atau udara,
jaringan pleura yang tebal, bronkhus tersumbat, jaringan paru
tidak el;astis (emfisema), paru fibrotik, kaverne dalam paru.
3) Perkusi
a) Cara: letakkan falangs terakhir dan sebagian falangs kedua jari
tengah tangan kiri pada tempat yang hendak di perkusi. Ujung jari
tengah tangan kanan diketukkan pada jari kiri tersebut, gerakan
sumbu pada pergelangan lengan. Selesai tiap ketukan, jari kanan
harus diangkat kembali. Sebaiknya posisi duduk atau berdiri.
b) Perkusi untuk menentukan keadaan dan batas paru
(1) Keadaan paru:
 Normal: suara resonan
 Jika suara sangat resonan/timpani mungkin disebabkan
karena timbunan udara (pneumothorax, kavitas)
 Jika suara sub timpani: rongga pleura mengandung udara
sedang jaringan paru terdorong ke arah hilus, atau
merupakan batas atas penimbunan cairan dalam pleura.
 Jika suara lebih resonan tetapi belum sub timpani (hiper
resonan): inspirasi dalam, emfisema, pneumothorax
ringan.
 Jika suara kurang resonan (paru kurang udara, misalnya:
fibrosis, infiltrat, pleura menebal).
(2) Batas paru:
 Atas: fossa supraklavikulasris kanan dan kiri
 Bawah: iga 6 garis mid klavikularis, iga 8 garis mid aksilaris,
iga 10 garis skapularis, paru kiri lebih tinggi dari pada paru
kanan. Batas meningkat pada anak, misalnya: fibrosis,
konsilidasi, efusi pleura, asites/tumor intra abdomen.
Batas menurun pada orang tua, misalnya: emfisema,
pneumothorax.
4) Auskultasi
a) Suara nafas
 Trakeo bronkhial: suara normal yang terdengar pada
trakhea, seperti meniup pipa besi, inspirasi lebih keras,
tetapi lebih pendek daripada ekspirasi, biasanya, terjadi
pada thoraks penderita pnemonia, fibrosis.

page 33
 Bronkhovasikuler: suara normal di daerah brinkhi, yakni di
sternum atas (th 3-4), intraklavikuler kanan. Inspirasi seperti
vesikuler, ekspirasi seperti trakheo-bronkhial.
 Vesikuler. Suara normal di jaringan paru, inspirasi ekspirasi
tidak tertutup. Tidak terdengar penebalan pleura, pleura
terisi cairan, pnemothoraks, emfisema, infiltrat di alveoli
(pnemonia, TBC, karsinoma)
b) Resonan Vocal
 Suara meningkat waktu penderita mengatakan satu, dua
dan tiga.
 Peningkatan resonan suara vocal di dapat pada pnemonia
lobaris, kavitas besar yang berhubungan dengan bronkhus,
batas atas timbunan cairan dalam rongga pleura.
 Resonan suara menurun atau menghilang pada efusi pleura,
pleura tebal, pnemothoraks, emfisema
 Terdengar sengau dan mengeras pada efusi pleura dan
konsolidasi paru.
c) Krepitasi
Barasal dari bronkhus, alveolus, kavitas paru yang berisi cairan
 Halus: alveoli yang semula menutup akibat pelekatan
dinding menjadi terbuka dan terdengar seperti suara bila
seberkas rambut di gesek gesek dengan jari
 Kasar: ada eksudat dalam alveoli, seperti suara bila
menututp dalam air.
c. Pemeriksaan sistem kardiovaskuler
1) Palpasi
a) Pemeriksaan pembuluh darah perifer
Kriteria keadaan nadi:
 Frekuensi, menyatakan sejumlah denyut nadi permenit
 Regurgutasi, menunjukkan teratur tidaknya nadi, bila tidak
teratur nadi tentukan apakah ada defisit denyut nadi atau selisih
antara frekuensi nadi dan denyut jantung permenit.
 Amplitudo, menggambarkan besar/kecilnya isi sedenyut (stroke
volume)
 Bentuk (contour), memberikan gambaran upstroke dan down
stoke
 Isi (volume), menunjukkan besar kecilnya isi bolus darah arteri

page 34
 Perabaan arteri, untuk mengetahui keadaan (kondisi) dinding
arteri
b) Pembuluh Darah Arteri
 Nilai : frekwensi , irama, ciri denyutan, isi nadi, keadaan
pembuluh darah. Normal frekwensi 60- 90x/ menit, agak
meningkat pada anak-anak, wanita, dalam keadaan berdiri,
sedang makan dan emosi. Abnormal jika lebih dari 100x/menit-
takikardi ( pulsus frekuens), pada demam, infeksi streptococus,
difteri, dan macam-macam penyakit jantung. Jika kurang dari
60x/menit – bradikardi pada miksudema, penyakit kuning,
demam enteritis, tifoid.
 Irama : Normalnya teratur, jika tidak teratur misalnya aritmi sinus
yang meningkat pada inspirasi dan menurun pada eksiprasi.
Abnormal pada gangguan hantaran jantung.
c) Macam atau ciri denyutan:
 Tiap denyutan nadi dilukiskan sebagai suatu gelombang yang
terdiri dari bagian yang naik, puncak, dan turun.
 Pulsus anarkot yakni denyut nadi yang lemah, mempunyai
gelombang dengan puncak tumpul dan rendah, misalnya :
stenosis aorta.
 Pulsus seler yakni denyut nadi yang seolah-olah meloncat tinngi,
meningkat tinggi dan menurun cepat sekali, mislanya :
insufisiensi aorta.
 Pulsus paradoks yakni denyut nadi yang semakin lemah selama
inspirasi bahkan menghilang sama sekali pada bagian akhir
inspirasi untuk timbul kembali pada ekspirasi, misalnya :
perikarditis konstriktiva, efusi perikard.
 Pulsus alterans yakni nadi yang kuat dan lemah berganti-ganti,
mislanya pada kerusakan otot jantung.
 Pulsus augmenented yakni denyutan radialis dan karotis yang
keras yang menunjukan keadaan sirkulasi yang hiperdemik dan
kekakuan dinding arteri, seperti pada pasien dengan insufisiensi
katup aorta, cemas, anemia atau hipertensi sistolik.
d) Isi Nadi
Pada setiap denyut nadi sejumlah darah melewati bagian tertentu
dan jumlah darah itu dicerminkan oleh tinggi puncak gelombang
nadi.

page 35
 Pulsus magnus : denyutan terasa mendorong ibu jari yang
melakukan palpasi, misalnya : demam.
 Pulsus parvus : denyutan terasa lemah ( gelombang nadi kecil,
misalnya pada perdarahan, infark miokard. Isi nadi
mencerminkan tekanan nadi, yakni beda sistolik dan diastolik.
 Keadaan dinding arteri : dengan palpasi keadaan dinding arteri
dapat ditafsirkan. Normal-kenyal, tetapi dapat mengeras pada
sklerosis.
 Denyutan arteri dipermukaan tubuh : Pada penyumbatan lubang
cabang-cabang aorta dan pada aneurisma aorta, denyut arteri
dapat ditemukan pada permukaan tubuh. Stenosis aorta
menimbulkan sirkulasi kolateral sehingga denyut teraba
dipermukaan toraks terutama bagian belakang. Pada aneurisma
aorta, arteri subkalvia membesar dan berdenyut keras di
klavikula.
e) Pembuluh Darah Vena
Terutama vena jugularis interna dan eksterna, jika vena dada tampak
jelas dan berliku-liku, berarti ada hambatan terhadap vena porta,
vena kava atau ada proses yang menekan atrium kanan akibat tumor
mediastinum atau aneurisma aorta desenden.
f) Pemeriksaan Jantung dan Aorta
 Atrium kanan : Paling jauh disisi kana ( 2cm kanan tepi sternum,
setinggi sendi kosto sternalis ke 3-6).
 Ventrikel kanan : sebagian besar dari proyeksi jantung pada
permukaan dada. Batas bawah adalah garis yang
menghubungkan sendi kosto strenalis ke 6 dengan apeks
jantung.
 Ventrikel kiri : tak begitu tampak depan. Daerah tepi kiri pada
1,5cm merupakan daerah ventrikel kiri. Batas kiri jantung
merupakan garis yang menghubungkan apeks jantung dengan
sendi kosto sternalis ke 2 sebelah kiri.
 Atrium kiri : letaknya paling posterior, tidak terlihat dari depan,
terletak dibelakang kostosternalis kiri ke 2.
2) Inspeksi
a) Bentuk perikardium :
 Normal kedua belah dada simetris
 Bila cekung atau cembung sesisi berarti ada penyakit jantung
atau paru sesisi.
page 36
 Cekung, pada perikarditis menahun, fibrosis/ atelektasis paru,
skoliosis, kifoskoliosis akibat benda yang menekan dinding dada.
 Cembung/ menonjol, pada pembesaran jantung, efusi perikard,
efusi pleura, tumor paru, tumor mediastinum, skoliosis atau
kifoskoliosis. Penonjolan akibat efusi pleura atau perikard
merupakan penonjolan daerah interkostalis. Penonjolan akibat
kelainan jantung menahun atau bawaan merupakan penonjolan
daerah interkostalis. Penonjolan akibat kelainan jantung
menahun atau bawaan merupakan penonjolan iga.
b). Denyut di apeks jantung
Pada umumnya denyut jantung tampak pada apeks. Pemeriksaan
dilakukan sambil penderita berbaring atau duduk sedikit
membungkuk.
 Normal dewasa : terletak di ruang sela iga ke 4 kiri 2-3 cm dari garis
mid klavikularis. Daerah yang berdenyut seluas kuku ibu jari.
 Normal anak : terletak diruang sela iga ke 4 kiri. Bila denyut jantung
berada di belakang tulang iga payudara besar, dinding toraks
tebal,emfisema, efusi perikard maka denyut jantung tersebut tak
tampak.
 Denyut apeks jantung tergeser ke samping kiri pada keadaan
patologis, misalnya : penyakit jantung, skoliosis/kifoskoliosis, efusi
pleura, pneumotoraks, tumor mediastinum.
c). Denyut nadi di dada
 Jika timbul denyutan di sela iga 2 kanan : aneurisma aorta
 Jika timbul denyutan di sela iga 2 kiri : dilatasi arteri pulmonalis,
aneurisma aorta desenden.
d). Denyut Vena
vena di dada dan punggung tak tampak denyutan, yang keliatan
berdenyut hanya vena jugularis interna dan eksterna.
3). Palpasi
Pada palpasi jantung telapak tangan diletakkan di atas precordium dan
dilakukan perabaan di atas iktus kordis ( apical impuls). Lokasi normal
point of maximal impuls terletak pada ruang sela iga V kira-kira jari
medial dari garis midklavikular.
a) Denyut apeks :
Normal di sela iga ke 5 ( 2-3 cm) medial garis mid klavikularis ). Bisa
tak teraba oleh karena kegemukan, dinding toraks tebal, emfisema.

page 37
Meningkat bila curah jantung besar, misalnya : pada insufisiensi
aorta / mitral. Sedikit meningkat pada hipertensi dan stenosis aorta.
b) Getaran ( Thrill)
Getaran atau thrill adalah terabanya getaran yang diakibatkan oleh
desir aliran darah. Pada getaran yang memanjang atau memendek
menunjukan adanya gangguan jantung.
c) Bising jantung yang keras ( derajat VI/6 atau lebih ) akan teraba
sebagai getaran pada palpasi
 Lokasi di sela iga kiri sternum, misalnya : pulmonal stenosis
 Lokasi di sela iga 4 kiri sternum, misalnya : VSD
 Lokasi di sela-sela iga 2 kanan sternum misalnya: aortik
sternum
 Lokasi diapeks : diastol pada mitral stenosis, sistol pada mitral
insufisiensi
d) Getaran trakhea
Anatomi trakhea berhubungan dengan arkus aorta, karenanya
trakhea perlu diperiksa, pada aneurisma aorta denyutnya akan
menjalar ke trakhea. Dan getaran ini bisa diraba.
Cara : Pemeriksa berdiri di belakang penderita dan kedua jari
telunjuk diletakkan pada trakhea sedikit dibawah krikoid. Kemudian
larings dan trakhea diangkat diatas oelh kedua telunjuk. Jika ada
aneurisma aorta, tiap kali jantungnya berdenyut terasa oleh kedua
jari telunjuk bahwa trakhea dan laring tertarik ke bawah.

4). Perkusi
Batas atau tepi kiri pekak jantung terletak pada ruang interkostalis
III/IV pada garis parasternal kiri. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
mengetahui besarnya jantung dan ada tidaknya pembesaran
jantung.
5). Auskultasi
Merupakan pemeriksaan jantung dengan mendengarkan bunyi akibat
vibrasi (getaran suara) yang timbul karena adanya aktivitas jantung dan
hemodinamik darah dalam jantung.
Beberapa aspek bunyi, yang perlu diperhatikan:
- Nada, berhubungan dengan frekuensi tinggi rendahnya getaran.
- Kerasnya (intensitas), berhubungan dengan amplitudo gelombang
getaran.

page 38
- Kualitas bunyi, dihubungkan dengan timbre yaitu jumlah nada dasar
dengan bermacam-macam jenis vibrasi bunyi yang menjadi komponen-
komponen bunyi yang terdengar.
- Bunyi jantung normal: bunyi jantung dibedakan menjadi bunyi jantung I
(BJ 1) dan bunyi jantung 2 (BJ 2) yang merupakan akibat dari penutupan
katup jantung trikuspid dan mitral (bikuspid).
- Bunyi jantung kadang-kadang sulit didengar karena dinding thoraks yang
terlalu tebal misalnya, rongga anteroposterior yang terlalu besar atau
karena kondisi patologis.
Bunyi jantung tambahan:
- Bunyi detak ejeksi pada awal sistolik, merupakan bunyi dengan nada
tinggi yang terdengar karena detak yang diakibatkan oleh adanya
akselerasi aliran darah yang mendadak pada awal ejeksi ventrikel kiri dan
bersamaan dengan terbukanya katup aorta yang menjadi lebih lambat.
- Bunyi ekstra cardial, bunyi yang terdengar pada saat fase sistolik dan
diastolik akibat gesekan pericardium viseral dan parietal, biasanya
ditemukan pada pasien dengan perikarditis.
- Bunyi terdesir atau bunyi murmur, bunyi yang terdengar memanjang
yang timbul akibat vibrasi aliran darah turbulen yang abnormal. Bunyi
murmur ini dibagi menjadi 3 tipe: bising tipe kresendo (bunyi yang
terdengar dari pelan kemudian mengeras, bising tipe dekresendo (bunyi
yang mengeras kemudian pelan), bising tipe dekresendo dan kresendo
(bunyi yang terdengar dari pelan kemudian keras kemudian pelan lagi.

3. Pemeriksaan Diagnostik Kardiovaskular


Pemeriksaan diagnostik kardiovaskular digolongkan atas pemeriksaan diagnostik
invasif dan diagnostik non invasif. Diagnostik non invasif merupakan prosedur
diagnostik yang dilakukan tanpa menyebabkan luka, sehingga dapat menghindari
kemungkinan komplikasi yang mungkin terjadi. Yang termasuk pada pemeriksaan
non invasif diantaranya: EKG, Echocardiografi, foto rontgen, pemeriksaan lab.
Diagnostik invasif merupakan suatu prosedur diagnostik dengan cara memasukkan
benda asing ke dalam tubuh pasien, misalnya katetisasi.
Tujuan dilakukan pemeriksaan ini adalah untuk mengumpulkan informasi tentang
struktur dan fungsi dari sistem kardiovaskuler. Prosedur pemeriksaan yang sering
dilakukan diantaranya:
a. Pemeriksaan Laboratorium
- Hitung jenis darah lengkap (Hb, Ht, Leukosit, Trombosit, Eritrosit)
- Enzim jantung (aspartat aminotransferasi (AST), LDH, CK-CKMB, troponin)

page 39
- Faal pembekuan darah (PT-APTT, ACT, Fibrinogen, INR)
- Kadar elektrolit dalam serum
- Gula darah
- Analisa urine
- Analisa gas darah
- Kadar lemak dalam serum
b. Pemeriksaan Hemodinamik
Yang menjadi tolak ukur dalam pemeriksaan hemodinamik adalah tekanan vena
sentral, tekanan darah, tekanan arteri pulmonalis, curah jantung.
c. Pemeriksaan Radiografik
Pemeriksaan ini meliputi foto toraks, fluoroskopi, kateterisasi jantung,
angiografi, dan radioactive imaging.
d. Prosedur Grafik
Teknik ini dipergunakan untuk merekam gambaran dalam bentuk grafik dari
berbagai aspek fungsi jantung.
Cara diagnostik ini meliputi pemeriksaan EKG, echocardiografi atau uji
pembebanan jantung.

page 40
ELEKTROKARDIOGRAFI

Tujuan Instruksional Khusus:


Setelah mengikuti sesi ini, peserta dapat:
 Menguraikan sistem konduksi yang terdapat di jantung.
 Menguraikan elektrofisiologi sel otot jantung.
 Menguraikan sandapan-sandapan pada EKG.
 Menyebutkan cara menilai EKG.
 Memberikan contoh gambaran-gambaran irama jantung.

A. PENDAHULUAN
Elektokardiografi adalah ilmu yang mempelajari aktifitas listrik jantung. Sedangkan
elektrokardiogram (EKG) adalah suatu grafik yang menggambarkan rekaman listrik
jantung. Kegiatan listrik jantung dalam tubuh dapat dicatat dan direkam melalui
elektroda-elektroda yang dipasang dalam permukaan tubuh. Kelainan tata listrik
jantung akan menimbulkan kelainan gambar EKG.
EKG hanyalah salah satu pemeriksaan laboratorium sebagai alat bantu menegakkan
diagnosis penyakit jantung. Namun gambaran klinis penderita penyakit jantung tetap
menjadi pegangan penting karena pasien dengan penyakit jantung mungkin mempunyai
gambaran EKG normal begitu juga sebaliknya individu normal mempunyai gambaran
EKG abnormal.

EKG mempunyai nilai diagnostik pada keadaan klinis berikut:


 Aritmia jantung
 Hipertrofi atrium dan ventrikel
 Iskemia dan infark miokard
 Efek obat-obatan terutama digitalis dan anti aritmia
 Gangguan keseimbangan elektrolit khususnya kalium
 Penilaian fungsi pacu jantung

B. ANATOMI JANTUNG DAN SISTIM KONDUKSI


Jantung terdiri dari empat ruang yang berfungsi sebagai pompa, yaitu atrium kanan dan
kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Hubungan fungsional antara atrium dan ventrikel
diselenggarakan oleh jaringan susunan hantar khusus yang menghantarkan impuls listrik
dari atrium ke ventrikel. Sistim tersebut terdiri dari:
 NODUS SINO ATRIAL (SAN)
Nodus SA terletak pada pertemuan antara vena cava superior dengan atrium kanan.

page 41
Nodus SA dalam keadaan normal secara otomatis dan teratur mengeluarkan impuls
dengan frekuensi 60-100x/menit. Nodus SA dapat menghasilkan impuls karena
adanya sel-sel pacemaker yang mengeluarkan impuls secara otomatis. Sel ini
dipengaruhi oleh syaraf simpatis dan parasimpatis.
 NODUS ATRIOVENTRIKULER (AVN)
Nodus AV terletak di atas sinus coronarius pada dinding posterior atrium kanan. Sel-
sel dalam AVN mengeluarkan impuls lebih rendah dari SAN yaitu 40-60x/menit. AVN
juga mengatur jumlah impuls atrium yang mencapai ventrikel.
 BERKAS HIS
Nodus AV kemudian menjadi berkas HIS yang menembus jaringan pemisah
miokardium atrium dan miokardium ventrikel, selanjutnya berjalan pada septum
ventrikel yang kemudian bercabang dua menjadi berkas kanan (Right Bundlee
Branch/RBB) dan berkas kiri (Left Bundlee Branch/LBB). RBB dan LBB kemudian
menuju endokardium ventrikel kanan dan kiri, berkas tersebut bercabang menjadi
serabut purkinje.
 SERABUT PURKINJE
Serabut ini merupakan bagian ujung dari bundle branch dan menghantarkan impuls
menuju lapisan subendokardial pada kedua ventrikel, sehingga terjadi depolarisasi
yang diikuti kontraksi ventrikel. Serabut purkinje mampu mengeluarkan impuls
dengan frekwensi 20-40 x/menit. Pemacu cadangan ini mempunyai fungsi yang
sangat penting, yakni untuk mencegah berhentinya denyut jantung pada waktu
pemacu alami (Nodus SA) tidak berfungsi.

C. ELEKTROFISIOLOGI SEL OTOT JANTUNG


Sel otot jantung dalam keadaan istirahat permukaan luarnya bermuatan positif dan
bagian dalamnya bermuatan negative.
Perbedaan potensial muatan melalui membran sel ini kira-kira -90 milli Volt. Ada tiga ion
yang memiliki peran penting dalam elektrofiologi sel yaitu : Natrium, Kalium, dan
Calsium.

Rangsangan listrik dapat secara tiba-tiba menyebabkan masuknya ion natrium dengan
cepat dari luar sel ke dalam sel, sehingga menyebabkan muatan didalam sel menjadi
lebih positif dibandingkan muatan luar sel. Proses terjadinya perubahan muatan akibat
rangsangan disebut DEPOLARISASI.
Setelah depolarisasi, terjadi pengembalian muatan ke keadaan semula, proses ini
dinamakan REPOLARISASI. Seluruh proses tersebut disebut AKSI POTENSIAL.
Aksi potensial mempunyai 5 fase sesuai dengan elektrofiologi jantung :
Fase 0

page 42
Dinamkan fase depolarisasi yang menggambarkan arus masuknya natrium dari luar sel
ke dalam sel secara cepat. Akibatnya muatan dalam sel menjadi positif sedangkan yang
diluar menjadi negative.
Fase 1
Merupakan fase permulaan proses repolarisasi yang mengembalikan potensial dalam
sel ke 0 milli Volt. Hal ini terutama akibat penutupan saluran natrium.
Fase 2
pada fase ini ion kalsium juga banyak bergerak masuk kedalam sel otot jantung dengan
laju yang relatif lebih lambat dan menyebabkan keadaan stabil yang agak lama sesuai
dengan masa refrakter absolut dari miokardium.
Fase 3
Fase ini merupakan fase pengembalian potensial intra sel ke potensial istirahat, akibat
pengeluaran kalium dari dalam ke luar sel sehingga mengurangi muatan positif
didalam sel.
Fase 4
Dinamakan fase istirahat, dimana bagian dalam sel otot bermuatan negative dan
bagian luar bermuatan positif. Dengan demikian sel tersebut mengalami polarisasi.

Gambar 17. Ilustrasi pergerakan ion listrik jantung.

page 43
D. SANDAPAN EKG
Untuk memperoleh rekaman EKG, dipasang elektroda-elektroda di kulit pada tempat-
tempat tertentu. Lokasi penempatan elektroda sangat penting diperhatikan, karena
penempatan yang salah akan menghasilkan pencatatan yang berbeda.
Terdapat 2 jenis sandapan (lead) pada EKG
SANDAPAN BIPOLAR
Dinamakan sandapan bipolar karena sandapan ini hanya merekam perbedaan potensial
dari dua elektroda, sandapan ini ditandai angka romawi I, II, III.
Sandapan I
Merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan tangan kiri (LA) dimana
tangan kanan bermuatan negatif dan tangan kiri bermuatan positif.
Sandapan II
Merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan kaki kiri (LF) dimana tangan
kanan bermuatan negatif dan kaki kiri bermuatan positif
Sandapan III
Merekam beda potensial antara tangan kiri (LA) dengan kaki kiri (LF) dimana tangan kiri
bermuatan negatif dan kaki kiri bermuatan positif.
Ketiga sandapan ini dapat digambarkan sebagai sebuah segitiga sama sisi, yang lazim
disebut segitiga EINTHOVEN.

Gbr 18. Standar sandapan bipolar ekstremitas (lead I, II dan III) beserta aksisnya

page 44
SANDAPAN UNIPOLAR
Sandapan unipolar ini terbagi dua yaitu sandapan unipolar ekstremitas dan unipolar
prekordial
a. Sandapan unipolar ekstermitas
Merekam besar potensial listrik pada satu ekstremitas, elektroda eksplorasi diletakkan
pada ekstremitas yang akan diukur. Gabungan elektroda-elektroda pada ekstremitas
yang lain membentuk elektroda indeferent (potensial 0)
1. Sandapan aVR
Merekam potensial listrik pada tangan kanan (RA) dimana tangan kanan bermuatan
positif (+) tangan kanan dan kaki kiri membentuk elektroda indiferent.
2. Sandaran aVL
Merekam potensial listrik pada tangan kiri (LA) dimana tangan kiri bermuatan positif (+)
sedangkan tangan kanan dan kaki kiri membentuk elektroda indiferent.
3. Sandapan aVF
Merekam potensial listrik pada kaki kiri (LF) dimana kaki kiri bermuatan positif (+)
sedangkan tangan kanan dan tangan kiri membentuk elektroda indiferent.

Gbr. 19. Sandapan unipolar ekstermitas

b. Sandapan unipolar prekordial


Merekam besar potensial listrik jantung dengan bantuan elektroda eksplorasi yang
ditempatkan di beberapa tempat pada dinding dada. Elektroda indiferent diperoleh
dengan menggabungkan ketiga elektroda ekstermitas.

page 45
Gbr. 20 Sandapan unipolar prekardial

Letak Sandapan
V1 : Ruang interkostal IV garis sternal kanan
V2 : Ruang interkostal IV garis sternal kiri
V3 : Pertengahan antara V2 dan V4
V4 : Ruang interkostal V garis midklavikula kiri
V5 : Sejajar V4 garis aksilla depan
V6 : Sejajar V5 garis aksilla tengah
Umumnya perekaman EKG lengkap dibuat 12 sandapan (lead), akan tetapi pada
keadaan tertentu dibuat sampai V7, V8 dan V9 atau V3R dan V4R.

E. KERTAS EKG
 Kertas EKG merupakan kertas grafik yang terdiri dari garis horizontal dan vertikal
Satu kotak kecil = 1 mm x 1 mm
Satu kotak sedang = 5 mm x 5 mm
 Rekaman EKG standar :
Kecepatan rekaman = 25 mm/detik
Kekuatan voltase = 10 mm = 1 mV
 Garis Horizontal :
Menggambarkan waktu dimana 1 mm = 0,04 detik, sedangkan 5 mm = 0,20 detik.

page 46
 Garis Vertikel
Menggambarkan voltase dimana 1 mm = 0,1 mVolt, dan setiap 10 mm = 1 mVolt
Pada praktek sehari-hari perekaman dibuat dengan kecepatan 25 mm/detik. Kalibrasi
yang biasa digunakan adalah 1 mVolt yang menimbulkan defleksi 10 mm dalam
keadaan tertentu kalibrasi dapat diperbesar 2 mVolt yang dapat menimbulkan
defleksi 20 mm atau diperkecil 0,5 mVolt yang dapat menimbulkan defleksi 5 mm.

Gbr. 21 Kertas EKG

F. KURVA EKG
Kurva EKG menggambarkan proses listrik yang terjadi pada atrium dan ventrikel. Proses
listrik ini terdiri dari : Depolarisasi Atrium, Repolarisasi Atrium, Depolarisasi Ventrikel
dan Repolarisasi Ventrikel.
Setiap hantaran EKG normal memperlihatkan tiga proses listrik yaitu : depolarisasi
atrium, depolarisasi ventrikel dan repolarisasi ventrikel. Sedangkan repolarisasi atrium
tidak terlihat karena intensitasnya kecil dan waktunya bersamaan dengan depolarisasi
ventrikel yang intensitasnya lebih besar. Kurva EKG normal terdiri dari gelombang P, Q,
R, S dan T kadang disertai gelombang U.

page 47
Gbr. 22 Kurva EKG

 Gelombang P
Gelombang P merupakan gambaran proses depolarisasi atrium
Gelombang P yang normal :
a. Lebar kurang dari 0,12 detik
b. Tinggi kurang dari 0,3 milliVolt
c. Selalu positif di lead II
d. Selalu negative di lead aVR
 Gelombang QRS
Merupakan gambaran proses depolarisasi ventrikel
Gelombang QRS yang normal :
a. Lebar 0,06 – 0,12 detik
b. Tinggi tergantung lead
c. Gelombang QRS terdiri dari gelombang Q, gelombang R dan gelombang S.
 Gelombang Q
Merupakan defleksi negative pertama pada gelombang QRS
Gelombang Q yang normal :
a. Lebar kurang dari 0,04 detik
b. Tinggi atau dalamnya kurang dari 1/3 tinggi R
c. Gelombang Q abnormal disebut gelombang Q pathologis.

page 48
 Gelombang R
a. Merupakan defleksi positif pertama pada gelombang QRS
b. Gelombang R umumnya positif dilead I, II, V5 dan V6
c. Biasanya hanya kecil atau tidak ada sama sekali di lead aVR, V1 dan V2
 Gelombang S
a. Merupakan defleksi negative sesudah gelombang R
b. Terlihat dalam di lead aVR dan V1
c. Dari V2 sampai V6 akan terlihat makin lama makin menghilang atau bekurang
dalamnya.
 Gelombang T
Merupakan gambaran proses repolarisasi ventrikel. Umumnya gelombang T positif di
lead I, II, V3 – V6 dan terbalik di aVR.
 Gelombang U
Adalah gelombang yang timbul setelah gelombang T dan sebelum gelombang P
berikutnya. Penyebab timbulnya gelombang U masih belum diketahui namun diduga
akibat repolarisasi lambat sistem konduksi interventrikel.
Interval PR
Interval PR diukur dari permukaan gelombang P sampai permulaan gelombang QRS.
Nilai normal berkisar antara 0,12 – 0,20 detik
Ini merupakan waktu yang dibutuhkan untuk depolarisasi atrium dan jalannya impuls
melalui berkas his sampai pada permulaan depolarisasi ventrikel.
 Segmen ST
Segmen ST diukur dari akhir gelombang S sampai awal gelombang T.
Segmen ini normalnya isoelektris, tetapi pada sandapan prekordial dapat bervariasi
dari -0,5 mm sampai +2 mm
Segmen ST yang naik disebut ST Elevasi dan yang turun disebut ST Depresi.

G. CARA MENILAI EKG


 Tentukan frekwensi (Heart Rate)
 Tentukan irama jantung (Rhythm)
 Tentukan sumbu jantung (Axis)
 Tentukan ada tidaknya tanda hipertropi
 Tentukan ada tidaknya tanda iskemia/infark miokard
 Tentukan ada tidaknya tanda akibat gangguan lain seperti efek obat-obatan atau
gangguan keseimbangan elektrolit.

page 49
H. MENENTUKAN FREKWENSI
Cara menentukan frekwensi melalui gambar EKG dapat dilakukan dengan 3 cara :
a. 300 .
Jumlah kotak besar antara R – R

b. 1500 .
Jumlah kotak kecil antara R – R

c. Ambil EKG strip sepanjang 6 detik, hitung jumlah QRS dan kalikan 10.
Atau ambil EKG 12 detik, hitung jumlah QRS dan kalikan dengan 5.

I. MENENTUKAN IRAMA JANTUNG


Dalam menentukan irama jantung urutan yang harus ditentukan adalah sebagai berikut:
 Tentukan apakah denyut jantung berirama teratur atau tidak
 Tentukan berapa frekwensi jantung (HR)
 Tentukan gelombang P normal atau tidak
 Tentukan interval PR normal atau tidak
 Tentukan gelombang QRS normal atau tidak
 Interpretasi
Irama jantung yang normal impulsnya berasal dari nodus SA, maka iramanya disebut
irama sinus ( Sinus Rhythm ). Kriteria irama sinus adalahn sebagai berikut :
 Irama teratur
 Frekwensi jantung (HR) antara 60-100 x/menit
 Gelombang P normal, setiap gelombang P selalu diikuti gelombang QRS dan T
 Interval PR normal (0,12-0,20 detik)
 Gelombang QRS normal (0,06-0,12 detik)
 Semua gelombang sama
Irama EKG yang tidak mempunyai kriteria tersebut diatas disebut DISRITMIA. Disritmia
terdiri dari disritmia yang disebabkan oleh gangguan pembentukan impuls dan disritmia
yang disebabkan oleh gangguan penghantaran impuls.
1. Disritmia yang disebabkan oleh gangguan pembentuakan impuls terdiri dari :
a. NODUS SA
 Sinus Takikardi (ST)
 Sinus Bradikardi (SB)
 Sinus Aritmia
 Sinus Arest
b. ATRIUM
 Atrial Extrasistol ( AES / PAB / PAC )
 Atrial Takikardi ( PAT )
 Atrial Flutter
 Atrial Fibrilasi
 NODUS AV

page 50
 Irama Junctional (JR)
 Junctional Extrasistol ( JES / PJB / PJC )
 Junctional Takikardi
d. SUPRAVENTRIKEL
 Supraventrikel Extrasistol ( SVES )
 Supraventrikular Takikardi ( SVT )
e. VENTRIKEL
 Irama Idioventrikular ( IVR )
 Ventrikel Extrasistol ( VES/PVB/PVC )
 Ventrikel Takikardi ( VT )
 Ventrikel Fibrilasi ( VF )
2. Disritmia yang disebabkan oleh gangguan penghantaran impuls :
a. NODUS SA
 Sinoatrial Block ( SA Block )
b. NODUS AV
 Blok AV derajat 1 ( First degree AV blok )
 Blok AV derajat 2 ( Second degree AV blok )
 Tipe Mobitz 1 ( Wenckebach )
 Tipe Mobitz II
 Blok AV derajat 3 ( Total AV blok )
c. INTERVENTRIKULER
 Right bundle branch block ( RBBB )
 Left bundle branch block ( LBBB )

J. CONTOH GAMBARAN IRAMA JANTUNG


SINUS TAKIKARDI (ST)
Irama : Teratur
Frekwensi (HR) : 100-150 x/menit
Gelombang P : Normal, selalu diikuti gelombang QRS dan T
Interval PR : Normal ( 0,12-0,20 detik )
Gelombang QRS : Normal ( 0,06-0,12 detik )
Semua gelombang sama

Gbr. 23 Sinus takikardi


SINUS BRADIKARDI (SB)

page 51
Irama : Teratur
Frekwensi (HR) : Kurang dari 60 x/menit
Gelombang P : Normal, selalu diikuti gelombang QRS dan T
Interval PR : Normal ( 0,12-0,20 detik )
Gelombang QRS : Normal ( 0,06-0,12 detik )
Semua gelombang sama

Gbr. 24 Sinus bradikardi

SINUS ARITMIA
Irama : Teratur
Frekwensi (HR) : Biasanya antara 60-100 x/menit
Gelombang P : Normal, selalu diikuti gelombang QRS dan T
Interval PR : Normal ( 0,12-0,20 detik )
Gelombang QRS : Normal ( 0,06-0,12 detik )

Gbr. 25 Sinus arrhytmia

SINUS ARREST
Irama : Teratur, kecuali pada yang hilang
Frekwensi (HR) : Biasanya kurang dari 60 x/menit
Gelombang P : Normal, kecuali pada yang hilang
Interval PR : Normal, kecuali pada yang hilang
Gelombang QRS : Normal ( 0,06-0,12 detik )
Hilang satu atau beberapa gelombang P, QRS, T dan hilangnya tidak menyebabkan
kelipatan jarak antara R-R

page 52
Gbr. 26 Sinus Arrest

EKSTASISTOL ATRIAL (AES/PAB/PAC)


Irama : Tidak teratur, karena ada irama yang timbul lebih awal
Frekwensi (HR) : Tergantung irama dasarnya
Gelombang P : Bentuk berbeda dari irama dasarnya
Interval PR : Normal atau memendek
Gelombang QRS : Normal ( 0,06-0,12 detik )

Gbr. 27 Premature atrial complexes

TAKIKARDI ATRIAL (PAT)


Irama : Teratur
Frekwensi (HR) : 100-150 x/menit
Gelombang P : Sukar dilihat, kadang terlihat, tetapi kecil
Interval PR : Tidak dapat dihitung atau memendek
Gelombang QRS : Normal ( 0,06-0,12 detik )

Gbr. 28 Atrial takikardia

page 53
FLUTTER ATRIAL
Irama : Biasanya teratur, bisa juga tidak
frekwensi (HR) : Bervariasi (biasanya normal, lambat atau cepat)
Gelombang P : Tidak normal, seperti gigi gergaji,teratur dan dapat dihitung
Interval PR : Tidak dapat dihitung
Gelombang QRS : Normal, tetapi tidak semua gelombang QRS mengikuti
gelombang P, sehingga pada flutter atrial sering isertai blok 2:1, 3:1 atau 4:1

Gbr. 29 Atrial Flutter

FIBRILASI ATRIAL (AF)


Irama : tidak teratur
Frekwensi (HR) : bervariasi (bisa normal, lambat atau cepat)
Gelombang P : tidak dapat didefinisikan, sering terlihat keriting
Interval PR : Tidak dapat dihitung
Gelombang QRS : Normal (0,06-0,12 detik)

Gbr. 30 Atrial Fibriasi


IRAMA JUNCTIONAL (JR)
Irama : Teratur
Frekwensi (HR) : 40-60 x/menit
Gelombang P : Terbalik di depan, di belakang atau menghilang
Interval PR : Kurang dari 0,12 detik atau tidak dapat dihitung
Gelombang QRS : Normal (0,06-0,12 detik)

Gbr. 31 Junctional Rhytm

page 54
EKSTRASISTOL JUNCTIONAL (JES/PJB/PJC)
Irama : Tak teratur karena ada irama yang timbul lebih awal
Frekwensi (HR) : Tergantung irama dasarnya
Gelombang P : Tidak ada atau tidak normal, sesuai dengan letak impuls
Interval PR : Tidak dapat dihitung atau memendek
Gelombang QRS : Normal (0,06-0,12 detik)

Gbr. 32 Paroxysmal junctional complexes

TAKIKARDI JUNCTIONAL (JT)


Irama : Teratur
Frekwensi (HR) : 60-100 x/menit
Gelombang P : Tidak aa/terbalik didepan atau dibelakang gelombang QRS
Interval PR : Memendek 0,1 detik atau kurang
Gelombang QRS : Normal (0,06-0,12 detik)

Gbr. 33 Junctional Takikardia

SUPRAVENTRIKEL EKSTRASISTOL (SVES)


Irama : Tidak teratur karena ada ekstrasistol yang timbul lebih awal
Frekwensi (HR) : Tergantung irama dasar
Gelombang P : Tidak ada atau kecil (timbul lebih awal)
Interval PR : Tidak ada atau memendek
Gelombang QRS : Normal (0,06-0,12 detik)

page 55
Gbr. 34 Ekstrasistol Supraventrikel (SVES)

SUPRAVENTRIKULER TAKIKARDI (SVT)


Irama : Teratur
Frekwensi (HR) : 150-250 x/menit
Gelombang P : Tidak ada atau kecil
Interval PR : Tidak ada atau memendek
Gelombang QRS : Normal (0,06-0,12 detik)

Gbr. 35 Supraventrikuler Takikardi (SVT)

IRAMA IDIOVENTRIKULER
Irama : Teratur
Frekwensi (HR) : 20-40 x/menit
Gelombang P : Tidak ada
Interval PR : Tidak ada
Gelombang QRS : Lebar, lebih dari 0,12 detik

Gbr. 36 Idioventrikular rhytm

page 56
EKSTRASISTOL VENTRIKEL (VES/PVB/PVC)
Irama : Tidak teratur karena ada irama yang timbul lebih awal
Frekwensi (HR) : Tergantung irama dasar
Gelombang P : Tidak ada
Interval PR : Tidak ada
Gelombang QRS : Lebar, lebih dari 0,12 detik
Lima bentuk ekstrasistol ventrikel (VES) yang berbahaya :
1. VES lebih 6 x/menit
2. VES “Bigemini”
3. VES “Multifokal”
4. VES “Consecutif”
5. VES “R on T”

Gbr. 37 Ventrikel Ekstrasistol (VES)

Gbr. 38 Ventrikel Ekstrasistol Bigemini

Gbr. 39 Ventrikel Ekstrasistol Trigemini

page 57
Gbr. 40 Ventrikel Ekstrasistol Multivokal

Gbr. 41 Ventrikel Ekstrasistol Couplets

TAKIKARDI VENTRIKEL (VT)


Irama : Teratur
Frekwensi (HR) : Lebih dari 100-250 x/menit
Gelombang P : Tidak ada
Interval PR : Tidak ada
Gelombang QRS : Lebar, lebih dari 0,12 detik

Gbr. 42 VT Monomorfik

Gbr. 43 VT Polimorfik

page 58
FIBRILASI VENTRIKEL (VF)
Irama : Tidak teratur
Frekwensi (HR) : Lebih dari 350 x/menit sehingga tidak dapat dihitung
Gelombang P : Tidak ada
Interval PR : tidak ada
Gelombang QRS : Lebar dan tidak teratur

Gbr. 44 Torsade de Pontes

Gbr. 45 Ventrikel Fibrilasi (VF)

BLOK SINOATRIAL (SA BLOCK)


Irama : Teratur, kecuali pada gelombang yang hilng
Frekwensi (HR) : Umumnya kurang dari 60 x/menit
Gelombang P : Normal, dan hilang pada saat terjadi blok
Interval PR : Normal, dan hilang pada saat terjadi blok
Gelombang QRS : Normal (0,06-0,12 detik)
Hilang satu atau dua gelombang P, QRS, T menyebabkan kelipatan jarak antara R-R

Gbr. 46 SA Block

page 59
BLOK ATRIOVENTRIKULER (AV BLOCK) DERAJAT 1
Irama : Teratur
Frekwensi (HR) : Umumnya normal antara 60-100 x/menit
Gelombang P : Normal
Interval PR : Memanjang, lebih dari 0,20 detik
Gelombang QRS : Normal (0,06-0,12 detik)

Gbr. 47 AV Block Derajat 1

BLOK ATRIOVENTRIKULER (AV BLOCK) DERAJAT 2 TIPE MOBITZ 1


Irama : Tidak teratu
Frekwensi (HR) : Normal atau kurang dari 60 x/menit
Gelombang P : Normal, tetapi ada satu gelombang P yang tidak diikuti
gelombang QRS
Interval PR : Makin lama makin panjang sampai ada gelombang P yang tidak
diikuti gelombang QRS, kemudian siklus makin panjang diulang
Gelombang QRS : Normal (0,06-0,12 detik)

Gbr. 48 AV Block Derajat 2 Mobitz 1

BLOK ATRIOVENTRIKULER DERAJAT 2 TIPE MOBITZ 2


Irama : Umumnya tida teratur, kadang bisa teratur
Frekwensi (HR) : Umunya lambat, kurang dari 60 x/menit
Gelombang P : Normal, tetapi ada satu atau lebih gelombang yang tidak diikuti
gelombang QRS

page 60
Interval PR : Normal/memanjang secara konstan
Gelombang QRS : Normal (0,06-0,12 detik)

Gbr. 49 AV Block Derajat 2 Mobitz 2

BLOK ATRIOVENRIKULER DERAJAT 3 (TOTAL AV BLOCK)


Irama : Teratur
Frekwensi (HR) : Kurang dari 60 x/menit
Gelombang P : Normal, tetapi gelombang P dan gelombang QRS berdiri sendiri-
sendiri sehingga gelombang P kadang diikuti gelombang QRS
Interval PR : berubah-ubah
Gelombang QRS : Normal atau memanjang lebih dari 0,12 detik

Gbr. 50 AV Block Derajat 3 (TAVB)


“RIGHT BUNDLE BRANCH BLOCK” (RBBB)
Irama : Teratur
Frekwensi (HR) : Umumnya normal antara 60-100 x/menit
Gelombang P : Normal, setiap gelombang P selalu diikuti gelombang QRS, T
Interval PR : Normal (0,12-0,20 detik)
Gelombang QRS : Lebar (>0,12 detik)
Gelombang S lebar dan dalam lead I,II dan AVL,V5, dan V6
Perubahan ST segmen dan gelombang T di V1 dan V2

page 61
Gbr. 51 AV Right Bundle Branch Block

“LEFT BUNDLE BRANCH BLOCK” (LBBB)


Irama : Teratur
Frekwensi (HR) : Umumnya normal antara 60-100 x/menit
Gelombang P : Normal, setiap gelombang P selalu diikuti gelombang QRS
Interval PR : Normal (0,12-0,20 detik)
Gelombang QRS : Lebar (0,12 detik)
Ada bentuk rSR (“M shape”) di V5 dan V6
Gelombang Q yang dalam dan lebar di V1 dan V2
Perubahan ST segmen dan gelombang T di V5 dan V6

Gbr. 52 AV Left Bundle Branch Block

K. MENENTUKAN SUMBU JANTUNG (AXIS)


Untuk menentukan axis dapat dipakai beberapa cara, yang paling mudah adalah dengan
menggunakan axis QRS rata-rata di bidang frontal. Axis normal terletak antara -30 s/d +
110 derajat. Deviasi axis ke kiri (LAD) antar -30 s/d -90 derajat dengan deviasi axis ke
kanan (RAD) antara +110 s/d -180 derajat

page 62
L. TANDA-TANDA HIPERTROFI
1. Hipertrofi atrium
a) Hipertrofi atrium kanan (RAH)
Ditandai dengan adanya gelombang P yang lancip dan tinggi, paling
jelas terlihat di lead 1 dan II biasa di sebut P-PULMONAL
b) Hipertrofi ventrikel
Ditandai dengan adanya gelombang P yang lebar dan berlekuk,
paling jelas terlihat di lead I dan lead II biasa di sebut gelombang
P-MITRAL
2. Hipertrofi ventrikel
a) Hipertrofi ventrikel kanan (RVH)
 Gelombang R lebih jelas dari gelombang S pada lead
perikordial kanan
 VAT > 0,003 detik di V1
 Gelombang S menetap di V5/V6
 Depresi segmen ST dan gelombang T terbalik di V1-V3
 RAD
b) Hipertrofi Ventrikel kiri (LVH)
 Gelombang R pada V5/V6 lebih dari 25 mm atau gelombang
S di V1 ditambah gelombang R di V5/V6 lebih dari 35 mm
 Depresi segmen ST dan gelombang terbalik di V5/V6
 LAD

M. TANDA-TANDA ISKEMIA DAN INFARK


Iskemia miokard ditandai dengan adanya depresi segmen ST atau
gelombang T terbalik sedangkan untuk infark miokard gambaran yang
paling spesifik untuk diagnostik adalah gelombang Q pathologis. Pada
fase akut umumnya gelombang Q pathologis disertai adanya elevasi
segmen ST atau hanya berupa segmen ST. sedangkan pada fase subakut
atau recent gelombang Q patologis disertai gelombang T terbalik, pada
fase old gambaran EKG berupa gelombang Q patologis, segmn ST dan
gelombang T normal kembali.
Adapun untuk menetukan lokasi iskemia atau infark digunakan ketentuan
sebagai berikut :
1. Anterior kelainannya di V2-V4
2. Anteroseptal kelainannya di V1-V3
3. Anterolateral kelainannya di lead I, AVL, V5-V6
4. Ekstensive anterior kelainannya di lead I, aVL, V1-V6

page 63
5. Inferior kelainannya di II,III,aVF
6. Posterior kelainannya di V1-V2
7. Ventrikel kanan kelainannya di V1, V3R, dan V4R

Gbr. 53 Lokasi iskemik/infark

Anterior : V3, V4
Septal : V1, V2
Inferior : II, III, AVF
Lateral : I, AVL, V5, V6

N. EFEK OBAT-OBATAN DAN ELEKTROLIT


1. DIGITALIS
Efek: Depresi segmen ST, Interval PR memanjang, sinus bradikardi
2. OBAT ANTIARITMIA
Efek : Interval Q memanjang

page 64
3. HIPERKALEMIA
Efek : Gelombang T tinggi dan tajam
4. HIPOKALEMIA
Efek : Gelombang U yang nyata
5. HIPERKALSEMIA
Efek : Interval QT memendek
6. HIPOKALSEMIA
Efek : Interval QT memanjang
O. PROSEDUR PEMASANGAN EKG

1. PERSIAPAN
a) Alat
Troli mesin EKG yang dilengkapi dengan :
 Kabel penyambung listrik
 kabel arde (ground)
 kabel elektroda EKG untuk ekstremitas dan precordial
 Jelly
 Kertas tissue
 Kapas alkohol
 Kertas EKG
 Spidol untuk penulisan
b) Pasien
Penjelasan diberikan pada pasien tentang tujuan
dilakukannya EKG dan hal-hal yang harus diperhatikan
selama dalam perekaman. Dalam pelaksanaanya dinding
dada harus terbuka

2. Prosedur Pemeriksaan EKG


 Sambungkan kabel dengan sumber listrik (bila
menggunakan baterai tidak perlu menyambungkan
dengan sumber listrik)
 Cuci tangan
 Bersihkan daerah dada, pergelangan tangan dan kaki
dengan kapas alkohol
 berikan jelly secukupnya dan pasang elektroda di tempat
yang telah di bersihkan
 Nyalakan mesin EKG

page 65
 kalibrasi mesin EKG
 Mulai merekam setiap lead 3-4 beat, khusus untuk lead II
panjang di buat 6 beat
 setelah selesai perekaman semua elektroda di lepas, jelly
di bersihkan dengan kassa kering atau tissue
 matikan mesin EKG

 Catat identitas pasien, tanggal dan jam pembuatan, nama


masing-masing lead, serta nama perekam
 bersihkan dan rapikan alat-alat
 cuci tangan

Referensi :
Ulfah, Anna et al.2001. Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler. Edisi pertama.
Bidang Diklat Pusat Kesehatan Jantung Nasional Harapan Kita : Jakarta

Lewis, Kathryn M.2000. Sensible ECG Analysis. Delmar Publisher and


International Thomson Publishing Company : Arizona

page 66
KESEIMBANGAN ASAM BASA

Tujuan Intruksional Khusus :


Setelah mengikuti sesi ini,peserta dapat :
1. Mengetahui prinsip dasar asam basa
2. Menguraikan mekanisme kompensasi prubahan keseimbangan asam basa
3. Menerangkan perbedaan asidosis/alakalosis respiratorik dan
asidosis/alkalosis metabolik
4. Menguraikan terapi kelainan asam basa
5. Menerangkan cara menginterpretasi pemeriksaan AGD

A. PENDAHULUAN
Reaksi kimia dalam tubuh bergantung pada keseimbangan konsentrasi ion
hidrogen ( H + ). Berubahnya konsentrasi ion H+ ( H+) dapat menyebabkan
perubahan fisiologik luas di seluruh tubuh. Konsentrasi ion di atur bersamaan
dengan cairan tubuh.
Komponen terbesar tubuh manusia adalah AIR (H2O). Dalam setiap larutan
molekul air terdisosiasi (tapi reversible) menjadi ion hidrogen dan hidroksida.

H2O H+ + OH-

Dengan konstanta disosiasi (Kw),reaksi ini dapat di jabarkan menjadi proses


berikut :

Kw = [H+] [OH-] = 10 -16

Jika seseorang di beri (H+) atau (OH-), konsentrasi ion yang lain dapat di kalkulasi.
Jika [H+] = 10 -8 nmol/L, maka
[OH-] = 10-14 : 10-8 =10-16 nmol/L

(H+) arterial normal adalah 40 nmol/L, atau 40 x 10-9 mol/ L. konsentrasi ini lebih
sering di sebut sebagai pH. PH suatu laruan logaritma negatif dari [H+]. Jadi pH
arterial normal =
- log (40 x 10-9 )= 7.40

page 67
B. ASAM dan BASA

Asam = donor proton (H+)


Basa = penerimaan proton

Keasaman suatu larutan dicerminkan dengan besarnya ( H+ ) larutan tersebut.


Asam kuat adalah suatu zat yang dapat dengan mudah memberikan H+ dan
meningkatkan (H+), sedangkan basa kuat mudah mengikat H+ dan menurunkan
(H+).
Asam lemah memberi H+ tapi dapat dengan mudah mengambilnya lagi
(reversible), demikian pula basa lemah,mudah menerima tapi mudah juga
melepas kembali H+. Hampir seluruh komponen biologis di alam adalah asam
lemah atau basa lemah.

HA H+ + A -

Jika K = konstanta disosiasi, maka:


[H+][A−]
K=
[HA]

[𝐻𝐴]
[𝐴−]

[H+] = K [HA]

[A-]

Ph = pK + log [A-] = persamaan Henderson – Hasselbach

[HA]

C. PERUBAHAN KESEIMBANGAN ASAM – BASA


Istilah “osis” digunakan untuk keadaan yang tidak sesuai dengan keseimbangan
asam – basa. Gangguan yang menurunkan pH disebut asidosis, sedangakan yang
cenderung meningkat pH disebut alkalosis.
Jika gangguan ini terutama menyangkut ( HCO3-) disebut metabolik.
Jika gangguan ini terutama menyangkut PaCO2 respiratori.
Istilah “ emia “ mencerminkan gangguan keseimbangan ini di dalam darah
(arterial). pH normal arterial adalah 7.36 – 7.44. Jika pH < 7.36 =
asidemia,sedangkan jika pH > 7.44 = alkalemia.

page 68
D. MEKANISME KOMPENSASI
Ada 3 respon fisiologik terhadap perubahan (H+):
1. Pembentukan buffer
2. Kompensasi respiratori
3. Kompensasi renal.

E. BUFFER
Buffer terpenting dalam tubuh manusia adalah :
- Bikarbonat (H2CO3 / HCO3-)
- Hb (HbH Hb-)
- Protein-protein intraselular
- Fosfat (H2 PO4- / HPO4 2- )
- Ammonium (NH3 / NH4+ )
Bikarbonat adalah buffer terpenting dalam kompartemen caiaran ekstraseluler.
Hb penting sebagai buffer dalam darah, tapi terbatas dalam sel-sel darah merah.
Protein berperan sebagai buffer intraselular, sedangkan fosfat dan amonium
berperan di dalam urin. Selain bikarbonat,buffer ekstra seluler lain terjadi
melalui pertukaran ion H+ dengan Na+ dan Ca2+, atau pertukaran H+ ekstraseluler
dengan K+ intraseluler.
Perhatikan persamaan kimia di bawah ini :

H2O + CO2 H2CO3 H+ + HCO3-

Enzim anhidrase karbonat

CO2 adalah asam volatil. HCO3- bereaksi dengan H+ menghasilkan CO2. Namun
CO2 dalam keadaan normal dieliminasi melalui paru-paru, sehingga PaCO2 di
pertahankan dan tidak berubah.
Turunnya (HCO3-) mencerminkan bertambahnya asam nonvolatil. Peningkatan
asam volatil (CO2) mempunyai efek minimal terhadap (HCO3-). Jadi kenaikan
PaCO2 ( asidosis respiratori ) tidak dapat di lawan dengan efektif dan
meningkatkan (HCO3-), dan perubahan (HCO3-) bukan indikasi beratnya asidosis
respiratori.
Sebaiknya, asidosis metabolik dapat dengan cepat mempengaruhi perubahan
PaCO2 melalui kompensasi pulmonal

page 69
F. KOMPENSASI PULMONAL
Kompensasi pulmonal dalam perubahan PaCO2 merupakan refleks yang
diperantarai kemoreseptor di batang otak. Resptor ini merespon perubahan pH
dalam cairan cerebrospinal. Dalam kata lain, reseptor ini sensitif terhadap
peningkatan PaCO2-.
Turunnya pH arterial akan merangasang pusat respirasi di batang otak,
menyebabkan hiperventilasi dan menurunkan PaCO2 sehingga meningkatkan pH
mendekati nilai normal.
Proses ini terjadi cepat tapi mungkin baru stabil dalam 12-24 jam.
Peningkatan pH arterial mendepresi pusat respirasi, menyebabkan hipoventilasi
alveolar relatif, cenderung meningkat PaCO2 sehingga pH dapat turun mendekati
normal. Pada kenyataannya mekanisme ini sulit terjadi, karena hipoventilasi
akan merangsang pusat nafas untuk mengatasinya.

G. KOMPENSASI RENAL
Ginjal dapat mengontrol reabsorbsi HCO3- dari tubulus ginjal, sehingga kadar
(HCO3-) darah terjaga. Ginjal juga dapat membentuk HCO3- dan mengeleminasi
H+ dan dalam bentuk titratable acids dan ion-ion ammonium.
Respon ginjal pada waktu asidosis dapat terjadi 3 tingakat :
1. meningkatkan reabsorbsi HCO3- yang difiltrasi
2. meningkatkan ekskresi titratable acids
3. meningkatkan produksi amonia
Dalam keadaan alkalosis metabolik, ginjal paling efektif mengatasinya dengan
cara mengekskresikan sejumlah besar bikarbinat

H. ASIDOSIS
Efek asidemia dapat sangat luas. Miokard dapat langsung terdepresi, demikian
pula resistensi vaskular. Hasilnya adalah hipotensi yang progresif. Pada asidosis
berat, sistem kardiovaskular tidak respons trehadap pemberian katekolamin
eksternal dan ambang untuk fibrilasi ventrikel (VF) juga turun.
Hiperkalemia dapat terjadi akibat keluarnya K+ dari intrasel ke ekstrasel, bertukar
dengan H+ ekstrasel.[K+] plasma meningkat 0,6 mEq/L untuk tiap penrunan pH
0,10.
Hiperkalemia ini jika progresif dapat terjadi fatal.
Asidosis respiratori adalah peningkatan PaCO2 primer:

H20 + CO2 H2CO3 H+ + HCO3 -

page 70
Persamaan ini akan bergeser ke kanan, menyebabkan peningkatan (H+) dan
penurunan pH, akan tetapi HCO3- hanya sedikit terpengaruh.
PaCO2 mencerminkan keseimbangan antara produksi dan eliminasi CO2

𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝐶𝑂2
PaCO2 ≈ 𝑉𝑒𝑛𝑡𝑖𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑙𝑣𝑒𝑜𝑙𝑎𝑟

CO2 adalah produk samping metabolisme lemak dan karbohidrat. Kontraksi otot,
suhu tubuh dan hormon tiroid dapat mempengaruhi produksi CO 2,Karena CO2
hanya di eliminasi oleh paru-paru, maka hambatan hiperventilasi alveolar dapat
menyebabkan peningkatan produksi CO2 yang memicu asidosis respiratori.

Terapi asidosis respiratori adalah penyeimbangan produksi dan eliminasi CO 2.


Pada batas tertentu, jika kemampuan hiperventilasi menjadi masalah, maka
ventilasi mekanik di indikasikan. Pasien dengan asidosis respiratori kronik lebih
sulit di atasi. Disini terapi bertujuan mengembalikan PaCO2 pasien nilai basalnya.
Pemberian O2 harus hati-hati, sebab dorongan nafas di pusat respirasi
bergantung pada keadaan hipoksemia, jadi kadar O2 yang tinggi justru
mendepresi nafas.
Asidosis metabolik adalah turunnya (HCO3) primer. Proses patologis dapat
menyebabkan keadaan ini melalui 3 mekanisme :
1 konsumsi HCO3- oleh asam volatil yang kuat
2 pengeluaran bikarbonat oleh ginjal / gastrointestinal
3 pengenceran eksesif kompartemn cairan ekstrasel dengan cairan tanp[a
bikarbonat
Turunnya (HCO-) plasma tanpa di barengi penurunan PaCO2 akan menurunkan
pH.
Asidosis metabolik dapat dibedakan berdasarkan anion gap.
Anoin gap adalah selisih kation plasma mayor dan anion plasma mayor.

Anion gap = kation-kation mayor – anion-anion mayor

= [Na+]- ([CI] + [HCO3])

= 140- (104+24)

= 12 mEq/L

Nilai anion gap normal : 9 – 15 mEq/L page 71


Dalam keadaan normal, anion gap = anion-anion yang tak tertukar – kation-
kation yang tak tertukar.
Kation-kation yang tak tertukar : K+, Ca 2+,Mg 2+
Anion-anion yang tak tertukar : P-, SO42-, anion-anion organik ( termasuk protein
plasma ).
Asidosis metabilik dengan anion gap normal biasanya di tandai dengan
hiperkloremia ( (CI-) tinggi ).keadaan ini biasanya disebabkan kehilangan HCO3-
melalui ginjal atau gastrointestial. Dapat juga akibat pemberian ceoat dan
berlebihan cairan yang tidak mengandung bikarbonat, misalnya NaCl atau infus
asam amino.

Terapi asidosis metabolik


Terapi asidosis metabolik ideal adalah dengan mengatasi penyebabnya.
Sebagian besar asidosis metabolik di sebabkan buruknya perfusi ke jaringan yang
menyebabkan meningkatnya kadar laktat. Terapi asidosis laktat di mulai dengan
memeberikan oksegenasi dan perfusi yang adekuat.
Pada kasus ketoasidosis diabetikum, terapi mencakup penggantian defisit cairan
yang hebat ( akiabt diuresis osmosis hiperglikemia), insulin,KCl,Fosfat<Mg<dsb.
Perli atau tidaknya pemberian larutan bikarbonat semakin sering menjadi
perdebatan di kalangan intensivis. Pemberian bikarbonat sendiri bukan tidak ada
kerugiannya,antara lain peningkatan cepat Na+ darah dan PaCO2.
NaHCO3 = BE X 30 %

Dalam praktek, biasanya hanya di berikan bikarbonat ½ dari hasil perhitungan di atas

I. ALKALOSIS
Alkalosis menyebabkan pergeseran ke kiri kurva disosiasi HbO2, menjadikan afinitas Hb
dan O2 lebih kuat. Akibatnya Hb sulit melepaskan O2 ke jaringan. H+ intrasel akan keluar,
bertukar dengan K+ ekstrasel yang masuk ke intrasel. Akibatnya dapat terjadi
hipokalemia. Alkalosis juga menurunkan [Ca2+] plasma, menyebabkan depresi sirkulasi
dan iritabilitas neuromuskular.
Alkalosis respiratori menurunkan aliaran darah otak (CBF), menyebabkan
vasokontrikasi sistemik ( SVR meningkat ) dan dapat menyebabkan vasospasme koroner.
Alkalosis respiratori menurunkan PVR tapi juga menyebabkan bronkokontriksi.

page 72
Mekanisme terjadinya penurunan PaCO2 adalah karena ventilasi alveolar berlebihan di
bandingkan dengan produksi CO2- (HCO3) plasma akan turun 2 mmol/L untuk setiap
penurunan 10 mmHg PaCO2 di bawah 40 mmhg.
Terapi hiperventilasi adalah mengeleminasi penyebabnya. Sering kali hal ini sulit di
lakukan atau memerlukan waktu yang sangat lama. Beberapa usaha dapat di lakukan
untuk meringankan keadaan,misalnya menurunkan ventilasi semenit ( minute volume)
pasien yang dapat ventilasi mekanik,memperbesar deadspace atau penggunaan
rebreathing mask dengan harapan dapat “ menjarinng kembali “ CO2 udara ekspirasi. Di
bawah ini daftar beberapa kemungkinan penyebab alkalosis respiratori.

Tabel 1. Beberapa kemungkinan penyebab alkalosis respiratori

Stimulasi Susunan Syaraf Pusat


 Nyeri
 Anxietas
 Iskemia
 Stroke
 Tumor
 Infeksi
 Demam
 Obat-obatan dan hormon (salisilat, progesteron)

Stimulasi Syaraf Perifer


 Hipoksemia
 Ketinggian (high altitude)
 Penyakit dan kelainan paru (edema paru,asma,emboli paru)
 Anemia berat
 Latrogenik (setting ventilator yang tidak tepat)

Mekanisme tidak di ketahui dengan jelas


 Sepsis
 Ensefalopati metabolik

Alkalosis metabolik biasanya di sebabkam oleh :


1. akibat definisi NaCl dan pengeluaran cairan ekstrasel (sering disebut sensitif klorida)
2. akibat meningkatnya aktivitas mineralokortikoid (resisten klorida)
Alkalosis metabolik yang sensitif klorida
Penyebab tersering adalah diuretik (furosemid, tiazid) yang menyebabkan pengeluaran
eksesif cairan tubuh bersama pengeluaran Na+, Cl-, dan K+. Hilangnya cairan lambung
berlebihan juga dapat menjadi penyebab.
Alkalosis metabolik yang resisten klorida

page 73
Aktivitas mineralokortikoid yang meningkat menyebabkan retensi Na+ dan ekspansi
cairan ekstraselular. Reabsorbsi Na+ di tubulus proksimal ginjal turun menyebabkan
tingginya kadar Na+ di tubulus distal. Sekresi K+ dan H+ akan meningkat, menyebabkan
hipokalemia dan alkalosis. Biasanya kadar Cl- urin >20 mmol/L
Terapi alkalosis metabolik
Terapi utama tetaplah mengeleminasi penyebab alkalosis. Ventilasi mekanik dapat
membantu dengan cara mencegah penurunan PaCO2 (yang akan memperburuk
alkalosis). Untuk alkalosis yang sensitif klorida dapat di berikan cairan NaCl dan koreksi
Kcl. Jika terdapat pengeluaran cairan lambung berlebihan dapat di berikan ranitidine
atau simetidin. Pada paien yang edema dapat di berika dieuretik acetazolamin (diamox)
yang merupakan penghmbat enzim anhidrase karbonat.
Alkalosis akibat peningkatan aktivitas mineralokortikoid berespon baik dengan
antagonis aldosteron (spironolakton/ aldakton).

Tabel 2. Beberapa penyebab alkalosis metabolik

sensitif terhadap klorida


 Gatrointestinal (muntah,aspirasi via NGT,diare,adenoma vilus)
 Renal(diuretik, pascahiperkapnia,intake klorida yang kurang)
 keringat (fibrosis kistik)
Resitensi terhadap klorida
 Peningkatan aktivitas mineralokortikoid (hiperaldosteronisme, sindrom cushing,
licorice ingestion, sindrom bartter)
 hipokalemia berat
Lain-lain
 Transfusi masif
 koloid yang mengandung asetat
 Pemberian antasida, terapi alkalin disertai insufisiensi renal
 Hiperkalsemia (metastasis tulang )
 Penisilin
 Pemberian makanan gula setelah starvasi

J.DIAGNOSA GANGGUAN ASAM – BASA


1. Lihat hasil pemeriksaan AGD : asidosis atau alkalosis ?
2. Jika asidosis lihat PaCO2 : apakah ada peningkatan PaCO2 di atas nilai normal ?
Jika ya, berarti asidosis respiratori.
3. Lihat PaO2. Apakah dibawah normal ? Jika ya berarti asidosis respiratori disertai
hipoksemia. Segera di berikan terapi oksigen !
4. Jika PaCO2 tidak di atas nilai normal, lihat ( HCO3-) dan base excess (BE). Jika
keduanya di bawah ini normal, berarti asidosis metabolik.

page 74
5. Jika nilai pH normal tapi PaCO2 tinggi : lihat ( HCO3-) dan BE. Jika nilainya tinggi,
berarti asidosis respiratori terkompensasi. Kemungkinan besar ini adalah proses
kronik.
6. Jika nilai pH normal tapi ( HCO3 ) dan BE sangat rendah, lihat PaCO2. Jika nilainya
rendah berarti asidosis metabolik terkompensasi ( dengan hiperventilasi).
Hal yang sama berlaku jika alkalosis.

Ganong, Wiliam F. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 17. EGC : Jakarta
Morgan and Moller. Anesthesiologi

page 75
OBAT-OBATAN PADA UNIT KARDIOVASKULER

Tujuan instruksional khusus :


setelah mengikuti sesi ini, peserta dapat :
1. menguraikan tentang obat-obatan kardiovaskular
2. menguraikan tentang obat-obatan golongan sedative
3. menguraikan tentang obat-obatan golongan pelumpuh otot
4. menguraikan tentang obat-obatan golongan analgetik narkotik

Pendahuluan
Obat-obatan yang biasanya digunakan di unit kardiovaskular terutama di ICU adalah :
1. Obat-obatan kardiovaskular
a. obat anti angina
b. obat anti gagal jantung
c. obat anti aritmia
d. obat anti koagulasi
2. Golongan sedative
3. Golongan pelumpuh otot
4. Golongan analgetik narkotik (opioid)

Penjelasan
I. Obat-obatan kardiovaskuler
A. Obat anti angina
1. beta Blocking agents
a. efek pada hemodinamik
ß blockers memiliki sifat inotrop positif dan kronotroik negative. Dengan sifat ini ß
blockers dapat menurunkan kontraktilitas miokard dan heart rate, sehingga
mengurangi kebutuhan oksigen miokard dan meningkatkan suplai oksigen miokard.
b. Jenis beta blocker
Jenis ß blockers yaitu :
- Kardioselektif (tidak menyebabkan spasme bronkus), misalnya Metoprolol,
Atenolol, Esmolol.
- Non kardioselektif (menyebabkan spasme bronkus), misalnya Propanolol, Pindolol
dan Nadolol
c. Indikasi
- systolic hypertention
- aritmia
- angina pectoris

page 76
d. kontraindikasi
- heart rate kurang dari 60 x/menit
- systolik blood pressure < 100 mmHg
- severe LV failure
- Hipoperfusi
- AV blok derajat 2 atau 3
e. Efek samping
- gagal jantung
- AV blok
- Spasme bronkus
- depresi
g. Nursing point
Hal-hal yang harus diperhatikan oleh perawat adalah pada pemberian ß
blockers ini adalah tekanan darah dan heart rate.

2. Nitrat
a. Efek pada hemodinamik
- Nitrat adalah vasodilator pembuluh darah yang kuat, terutama pada pembuluh
darah arteri. Nitrat juga mempunyai efek dilatasi pembuluh darah vena sistemik
- Menurunkan kebutuhan oksigen miokard
- Meningkakan suplai oksigen miokard
- Menurunkan preload dan afterload
b. Indikasi
- Spasme koroner
- Hipertensi
- Pulmonary hypertention
- Preoperative ischemia
c. Dosis
- IV : dosis yang diberikan adalah 0,1-10 Чg/kgBB/min
- Sublingual : 0,3-0,4 mg bisa diulang setiap 5 menit
- Aerosol spry: 1-2 semprot untuk 0,5-1 detik tiap 5 menit (±0,4 mg/dose)
maksimal 3 kali semprotan
d. Efek lain
efek lain dari nitrat adalah menurunkan tekanan darah, pusing, sakit kepala.
e. Nursing point
Hal yang harus diperhatikan saat pemberian nitrat adalah tekanan darah pasien.

page 77
3. Calcium channel blockers/Ca antagonis
a. Efek pada hemodinamik
 Sangat efektif untuk mengontrol hipertensi pasca operasi karena
mempunyai efek vasodilator dan menurunkan tahanan perifer.
 Sangat efektif untuk menangani angina pectoris yang timbul akibat
spasme koroner
 juga sebagai terapi aritmia dengan cara memperpanjang periode
refraktor AV node.
b. Indikasi
 hipertensi
 spasme koroner
 menurunkan respon ventrikel pada atrial fibrilasi dan atrial flutter
 obat oral digunakan untuk sistemik hipertensi dan ischemic heart disease
c. Kontraindikasi
 Kegagalan fungsi ventrikel
 myocard infark baru
 blok AV total
d. Efek dari jenis -jenis Ca Antagonis
Nicardipin Diltiazem Verapamil Nifedipin Isardipine

Inotropy 0 O O

Heart rate

AV conduction O O O

Systemic
resistance

Coronary
vascular
resistance

e. Nursing point
hal-hal yang harus diperhatikan saat pemberian Ca antagonis adalah
tekanan darah, heart rate, elektrolit dan gambaran EKG

page 78
B. Obat Anti Gagal Jantung
1. Diuretik
a. Efek pada hemodinamik
Diuretik mempunyai efek sebagai venodilator, digunakan untuk menurunkan
volume darah dan cairan interstitial dengan cara meningkatkan eksjesi
natrium clorida dan air.
b. Indikasi
Diuretik diberikan pada pengobatan edema paru, hipertensi, edema perifer
dan sindroma nefrotik
c. Dosis
Dosis yang diberikan 0,5-1 mg/kgBB, bila tidak respon bisa diberikan double
dose (2 mg/kgBB).
d. Jenis Diuretik
- Boros kalium, yaitu mengeluarkan kalium. Contohnya Furosemide
- Hemat kalium, yaitu menahan kalium. Contohnya spironolakton
e. Nursing point
Diuretik sebaiknya diberikan pada pagi hari agar pasien tidak terganggu
tidurnya karena harus bolak-balik pergi ke kamar mandi. Hal lain yang harus
diperhatikan adalah monitor intake output, berat badan pasien, tekanan
darah, kadar elektrolit dan edema.

2. ACE inhibitor
a. Efek pada hemodinamik
ACE inhibitor adalah agent yang menghambat pembetukan angiotensin II,
sehingga menurunka tekanan darah. ACE inhibitor juga menurunkan preload
dan afterload sehingga menurunkan kebutuhan oksigen myocard dan
meningkatkan oksigen myocard pada kegagalan fungsi ventrikel dan gagal
jantung kongestif.
b. Jenis ACE ihibitor
Jenis ACE inhibitor yaitu:
- Short acting (tiap 8 jam). Contohnya : Enalapril 2 x 1,25 mh dan dapat
dinaikan bertahap. Captopril 2-3 x 6,25-12,5 mg sehari
- Long acting (satu kali sehari). Contohnya : Lisinopril 1 x 2,5 mg
c. Indikasi
ACE inhibitor digunakan pada pasien dengan:
- gagal jantung
- hipertensi
- suspected infark miokard dan ST elevasi di 2 lead atau lebih

page 79
- Clinical heart failure tanpa hipotensi pada pasien yang tidak respon pada
digitalis atau diuretik
- Clinical signs dan infark miokard dengan disfungsi LV
- Ejection fraction LV < 40%
e. Nursing point
Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemberian ACE inhibitor adalah tekanan
darah pasien, keluhan sakit kepala, fungsi ginjal dan batuk.
3. Digitalis
a. Efek hemodinamik
Digitalis mempunyai efek menyekat sodium yang merupakan membran bound
yaitu suatu sistem transport enzyme yang mempengaruhi pertukaran Na, Ca di
intreseluler, sehingga meningkatkan jumlah Ca yang secara langsung dapat
meningkatkan kontraktilitas myocard (inotropik positif). Digitalis juga
mempunyai efek kronotropik negatif, yaitu menurunkan denyut jantung.
b. Indikasi
- untuk mengontrol ventrikular rate pada atrial fibrilasi dan atrial flutter
- digunakan setelah adenosin untuk mengobati SVT dengan QRS kompleks yang
sempit.
c. Kontraindikasi
kontraindikasi pemberian digitalis adalah total AV blok, kardiomiopati, sindrom
WPW, hipokalemia dan gagal ginjal.
d. Efek lain
Akibat pemberian digitalis, kadang menimbulkan toksik dan muntah
e. Nursing point
observasi heart rate dan dapat menyebabkan intoksikasi.
4. Inotropik
a. Dopamin
Efek hemodinamik
- pada pemberian dosis rendah (3-5 Чg/kgBB/min), dopamin menstimulasi
reseptor dopaminergik yang menghasilkan vasodilatasi arteri renal dan
meningkatkan urine output. Denyut jantung dan curah jantung bisa meningkat.
- Pada pemberian dosis sedang (5-8 Чg/kgBB/min), dopamine dapat
menstimulasi reseptor ß1 yang meningkatkan kontraktilitas dan meningkatkan
heart rate.
- Pada pemberian dosis tinggi (> 10 Чg/kgBB/min), dopamine dapat menstimulasi
reseptor alfa yang mengakibatkan vasokontrikso, meningkatkan SVR,
meningkatkan tekanan darah dan meningkatkan konsumsi oksigen myocard.

page 80
Indikasi
- Digunakan pada pasien dengan cardiac output yang rendah, terutama dengan SVR
yang rendah dan blood pressure yang marginal.
- Untuk meningkatperfusi ke renal dan urine output pada pasien dengan atau tanpa
preexisting renal dysfunction
Efek samping
Efek samping yang mungkin muncul adalah mual, muntah takikardi, hipertensi dan
vasokontriksi pembuluh darah perifer.
Nursing point
hal yang harus diperhatikan pada pemberian dopamin adalah tekanan darah, Heart rate
dan intake output.

b. Dobutamin
Efek pada hemodinamik
Dobutamin merupakan adrenergic β1 yang berefek meningkatkan kontraktilitas otot
jantung dan meningkatkan aliran darah ke koroner. Dobutamin juga memiliki mild β2
yang menyebabkan vasodilatasi sehingga menurunkan SVR.
 Pada pemberian dosis rendah (2-5 Чg/kgBB/min), mempunyai efek
meningkatkan curah jantung tanpa meningkatkan heart rate.
 Pada pemberian dosis sedang (5-10 Чg/kgBB/min), dapat meningkatkan curah
jantung disertai penurunan tekanan kapiler pulmonal.
 Pada pemberian dosis tinggi ( 10-20 Чg/kgBB/min), meningkatkan cardiac output
Dobutamin dapat diberikan dengan dopamin dan kombinasi keduanya dapat
mengatasi sindroma low cardiac output dan bendungan paru.
Indikasi
Diberikan pada pasien yang cardiac outputnya marginal dan mengalami takikardi
Efek lain
Efek lain dapat timbul pada pemberian dobutamin adalah mual, muntah, sakit kepala
dan palpitasi.
Nursing point
Observasi tekanan darah dan heart rate

C. Adrenalin/ ephineprin
Efek pada hemodinamik
Ephineprin merupakan adrenergic β1 yang paling kuat yang dapat meningkatkan
cardiac output dengan meningkatkan heart rate dan kontraktilitas. Ephineprin juga
merupakan agen β2 yang kuat yang berfungsi sebagai bronchodilator.

page 81
- Dosis < 0,2 Чg/kgBB/min, dengan β2 nya yang menyebabkan dilatasi perifer dan
meningkatkan cardiac output.
- Dosis > 0,2 Чg/kgBB/min, dengan α effeknya meningkatkan SVR dan blood pressure
secara signifikan.
Indikasi
Indikasi untuk pemberian ephineprin adalah:
- Borderline cardiac output tanpa takikardi dan ventrikular ectopy
- Ketika menggunakan pacing untuk heart rate yang rendah, ephineprin meningkatkan
atrium responsive pada pacing.
- Bronchospasme
- Anaphylaxis
- Resusitasi pada cardiac arrest
Dosis
Dosis dimulai pada 0,02-1 Чg/kgBB/min
Nursing point
Observasi heart rate dan tekanan darah

d. Noradrenalin/ Norephineprin
Efek pada hemodinamik
Noradrenaline memiliki Efek katekolamin yang kuat dengan α dan β adrenergiknya. α
efek meningkatkan SVR dan blood pressure dan β1 meningkatkan kontraktilitas dan
heart rate dengan meningkatkan afterload dan kontraktilitas,maka konsumsi oksigen
myocard juga meningkat dan hal ini juga mengurangi perfusi system organ.
Indikasi
Indikasi untuk pemberian noradrenalin adalah low cardiac output yang disebabkan
menurunya SVR.
Dosis
Dosis di muali dari 0,05-0,5 Чg/kgBB/min
Nursing point
Observasi tekanan darah, heart rate, urine output dan perfusi perifer.

C. Obat anti aritmia


Obat-obat anti aritmia dibagi menjadi 4 kelas, yaitu:
Kelas 1 : Sodium channel blocker yang terdiri dari kelas 1 A, 1B, 1C
Kelas 2 : β adrenergil blocker
Kelas 3 : Prolog repolarisation
Kelas 4 : Calcium Channel blocker

page 82
Anti Aritmia kelas 1
1. Kelas 1A
a. Quinidine
Digunakan untuk pemeliharaan dan mencegah berulangnya atrial fibrilasi
atau atrial flutter, Wolf Parkinson White (WPW) syndrom, Paroxysmal
Supraventrikular tachicardy (PSVT) dan ventrikel takiaritmia.
Dosis peroral 3 x 300 mg perhari. Efek hemodinamik yang ditimbulkan
adalah inotropik negative dan menurunkan SVR.
1. Efek samping yang ditimbulkan adalah AV Block, mual, muntah,
vertigo, trombocytopenia, hemolytic anemia, hepatitis.
Hal yang harus diperhatikan pada pemberian quinidine adalah irama jantung,
blood pressure, heart rate, elektrolite, keadaan gastrointestinal, Hb,
trombosit.

b. Procainamide
diberikan pada Paroxysmal Atrial fibrilasi, WPW syndrom, dan ventrikel
ekstrasistol.
Dosis :
 IV : 100 mg setiap 5 menit sampai aritmia terkontrol atau total 1-
1,5 gram, lalu di drip 2-4 mg/min
 Oral : pertama di loading 500 – 100 mg, lalu diberikan 3 x 375 mg per
oral
Efek pada hemodinamik adalah menurunnya SVR, dan inotrop negative pada
dosis tinggi.
Efek sampingnya adalah mual, muntah, anorexia, hipotensi, insomnia dan
depresi.

c. Dysopiramide
Diberikan pada SVT akut, WPW syndrom, dan mencegah atrial fibrilasi yang
berulang.
 IV : 2 mg/kgBB diberikan selama 10-15 menit, dosis total tidak boleh
lebih dari 150 mg
 Oral : 4 x 100 – 200 mg
Kontra Indikasi : Total AV block, gagal jantmng , gagal ginjal
Efek samping : mual, muntah, nafsu makan berkurang, sakit kepala, retensi
urine, konstipasi, insomnia

page 83
2. Kelas 1B
a. Lidocain
Diberikan pada aritmia ventrikel, khususnya yang timbul akibat iskemia
myocard, ventricular takikardi.
Dosis : Bolus 1 – 2 mg/kgBB dalam 5 menit, dan bisa diulang dalam 3 – 5
menit tetapi tidak boleh lebih dari 300 mg dalam periode 1 jam.
Dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 1 – 4 mg / menit.
Kontra indikasinya adalah total AV block dan gagal jantung
Efek sampingnya : pusing, agitasi, disorientasi, mual, muntah.

b. Maxiletine
diberikan pada pasien dengan aritmia dan VT.
Dosis :
 IV : bolus 200 – 250 mg selama 10 menit. Dosis pemeliharaan 0,5
mg per menit.
 Oral : 3 x 200 – 300 mg
Efek sampingnya adalah tremor , confusion, mual, munah.
c. Phenytoin
diberikan pada pasien dengan digoxin toxic ventricular ectopy. Efek pada
hemodinamik akan terjadi hypotensi dan cardiac arrst bila diberikan
intravenous dengan cepat.
Dosis :
 IV : 100 mg diberikan setiap 5 menit sampai aritmia berhenti dengan
batas 1 gram, lalu diberikan 3 x 100 mg
 Oral : 2 x 300 mg, lalu 3 x 100 mg diberikan 24 jam kemudian.
Efek samping yang ditimbulkan adalah dizzines, vertigo, nausea,
anorexia.

3.Kelas 1c
Flecainide
Diberikan pada pasien dengan ventrikel ektopik dan takikardi.
Dosis :
- IV : 2 mg/kgBB diberikan dalam 10 menit, dosis total 150 mg
- Oral : 2 * 100 mg per hari.
Selama pemberian melaluiIV, tekanan darah dalam irama jantung harus di
monitor.

page 84
Anti Aritmia Kelas 2
Diberikan pada pasien dengan aritmia atrium berulang setelah pasca oprasi, atrial
fibrilasi dengan rapid respon, sinus takikardi, ventrikel aritmia dengan QT
prolongation. Kontraindikasi : asma bronkiale, PPOK, dan gagal jantung. Efek pada
hemodinamik adalah bradikardi, hypotensi, negative inotrop, heart block.
Dosis :
 Propanolol
IV : 0,5 mg setiap 5 menit sampai aritmia berhenti dan tidak boleh melebihi 0,2
mg/kgBB
PO : 6 x 10 – 80 mg
 Metoprolol
IV : 5 mg setiap 5 menit sampai aritmia berhenti hanya untuk 3 kali pemberian
PO : 12 x 25 – 50 mg
 Esmolol
500 mg mq/kg loading IV, lalu 50 – 200 mq/kg/min drip
Efek nonj cardiac yang ditimbulkan adalah bronkoxpasme, diare, depresi, mual,
muntah.

Anti Aritmia Kelas 3


- Amiodarone / Cordarone
diberikan pada pasien dengan VT, SVT berulang, atrial fibrilasi pasca operasi.
Dosis : IV : 150 – 300 mg diberikan dalam 15 – 30 menit. Dosis pemeliharaan 450 mg,
600 mg, 900 mg per 24 jam.
Pada pmberian amiodarone via IV, sebaiknya di berikan melalui vena central untuk
menghindari tromboplebitis.
Efek pada hemodinamik : ß blockr, coronary dan vasodilatasi perifer (efek α
adenergic).
Anti Aritmia Kelas 4
golongan ini mempunyai efek menghambat pemasukan calsium kedalam sel dan otot
polos, sehingga dapat mencegah kontraksi dan mengurangi afterload.
- Verapamil
Indikasinya supraventrikuler aritma
Dosis :
IV : bolus 5 – 10 mg diberikan selama 5 menit atau lebih, dosis dapat di ulang setelah
5 menit sebanyak 5 mg.
Oral: 3 x 40 – 160 mg per hari
Efek samping : Hipotensi

page 85
D. Obat Anti Koagulasi
Obat-obatan yang digunakan untuk koagulasi di bagi menjadi :
 Anti koagulan, yaitu obat yang menghambat secara langsung
koagulan aktif atau dengan sintesa factor pembekuan di hati
 Anti Trombotik, yaitu obat yang menghancurkan bekuan darah
dengan mengaktifkan endogenus plasminogen yang menyebabkan
fibrinolisis
 pengontrol platelet, yaitu obat yang menghambat fungsi flatelet
1. Heparin
Heparin menghambat agregasi platelet oleh trombin. Heparin
digunakan dalam pengobatan dan pencegahan tromboemboli di vena dan
arteri. Tetapi lebih efektif bila digunakan untuk pengobatan tromboemboli
di vena. Juga digunakan untuk pengobatan miokard infark, unstable angina
pectoris, dan disseminasi intraventricular coagulaphaty (DIC).
Kontra indikasi adalah pada pasien dengan kecendrungan terjadi
perdarahan, gastric ulcer, defisiensi vitamin K, atau pasien yang baru
menjalani bedah otak atau spinal coerd. Pemberianheparin juga tidak
dianjurkan pada pasien denga hipertensi maligna, TBC aktif, atau pada pasien
kecendrungan alcohol.
Cara pemberian parenteral : dosis awal di berikan xecara bolus
sebanyak 5000 unit di lanjutkan dengan drip 1000 atau 20.000 – 30.000 unit
per 24 jam. Pada pemberian heparin harus dilakukan pemerksaan APTT tiap
6 jam di mana APTT berkisar 1,5 – 2 kali nilai control.
Efek samping : meskipun sangat jarang, biasanya suka timbul
mual, muntah, skin rush.
2. Warfarin (Anti Koagulan Oral)
indikasinya diberikan pada pasien yang berisiko terjadi
tromboemboli, misalnya pada pasien dengan pasca infark miokard, atrial
fibrilasi, gagal jantung kongestif, adanya riwayat emboli sistemik atau adanya
thrombus di LV, atau pada pasien – pasien pasca ganti katup jantung.
Pemberian warfarin harus di kontrol dengan pemeriksaan Internasional
Normalized Ratio (INR).
II. Golongan sedative
Obat – obatan ini mempunyai efek seedativ (menimbulkan kantuk) sampai
hypnosis (tidur). Obat – obatan ini dapat digunakan untuk mengatasi
kejang (konvulsi) sntral.

page 86
Kegunaan obat golongan ini selain sedasi untuk prabedah, digunakan juga
untuk anastesi umum, dan sedasi untuk tindakan – tindakan infasiv lain.
Obat – obatan golongan ini adalah :

A. Midazolam
Sediaan : Tablet 7,5 mg, sirup 5 mg/cc, ampul 15 mg / 3cc, ampul 5mg
/ 5cc
Dosis dan cara pemberian :
 IM 0,07 – 0,08 mg/kgBB
 IV 0,1 – 0,2 mg/kg
Midazolam termasuk obat yang unpredictable. Dosis yang diatas
adalah dosis yang berlaku di sebagian besar populasi, dan sangat
bersivat individual. Oleh sebab itu pemberiannya harus diberikan
secara titrasi.
Efek samping obat ini adalah, hipotensi, takikardi, aritmia, apnea,
bronkospasme, larigospasme, kegelisahan, euphoria, penglihatan
kabur, agitasi, halusinasi
kontra indikasi pemberiannya adalah syok, kehamilan,
hipersensitivitas terhadap benzodiazepam.

B. Diazepam
Diazepam juga memiliki efek relaksasi otot, sehingga dapat berguna
mengatasi spasme otot (misalnya pada tetanus). Akan tetapi masa
eliminasi obat ini lebih panjang daripada midazolam, sehingga dapat
menyebabkan prolonged sedation. Suntikan diazepam menimbulkan
rasa nyeri. Oleh sebab itu tidak di anjurkan pemberian secara IM.
Sediaannya :
 Tablet 2 mg, 5 mg, 10 mg
 Ampul 10 mg/2 cc
 Suppositorial 5 mg dan 10 mg
Dosis :
 Oral 0,1-0,2 mg/kgBB
 IV bolus 0,1-0, mg/kgBB
 Per rektal 5-10 mg
Efek samping yang ditimbulkan adalah hipotensi, takikardia, apnea,
amnesia retrograde, depresi, halusinasi, penglihatan kabur, tinitus,
konstipasi, nausea, muntah.

page 87
Kontra indikasi pemberian diazepam adalah syok, kehamilan,
hipersensitivitas terhadap benzodiazepine.

C. Propofol
Obat ini tersedia dalam larutan pekat, oleh karena itu harus di
berikan secara IV. Masa eliminasi obat ini cukup cepat, sehingga tidak
menimbulkan prolonged sedation.
Sediaannya adalah larutan emulsi 1 % atau 2 %
Dosis :
IV bolus 1-2 mg/kgBB
IV infuse 0,2-2 mg/kgBB/jam
Efek samping yang ditimbulkan adalah hipotnsi, takikardia,
bradikardia, apnea, hipoventilasi, agitasi, dizziness, parestesia.
Kontraindikasi pemberian obat ini adalah hipersensitivitas,
hiperlipidemia

III. Golongan pelumpuh otot (muscle relaxant)


Obat-obatan golongan ini bekerja menghambat kontraksi otot di tingkat
motor end plate rangka, termasuk diafragma dan otot pernafasan lainnya.
Obat ini tidak mempunyai efek pada jantung, tidak mempunyai efek sedasi
dan analgesia. Oleh karena itu obat ini tidak menyebabkan perubahan
tekanan darah. Efek pada kardiovaskuler umumnya melalui perubahan laju
jantung.
Obat ini digunakan untuk intubasi dan kontrol nafas pasien.
Pelumpuh otot di bagi dalam 2 golongan besar :
1. Pelumpuh otot depolarisasi
a) Succinylcholine (scholine)
Onsetnya cepat (kurang lebih 60 detik) dan berdurasi singkat (kurang
lebih 5 menit). Efek samping yang terjadi sebagian besar berhubungan
dengan fasikulasi otot ( kedutan) yang hebat.
Sediaan : vial 20 mg/mL
Dosis : Bolus 2 mg/kgBB. Sebaiknya tidak diberikan berulang.
Kontra indikasinya adalah myasthenia gravis, riwayat hipertermia
malignan dalam keluaraga.
Efek samping yang terjadi adalah hipertermia malignan,
peningkatan tekanan intracranial, intraorbital dan intra
abdominal, nyeri otot pasca operasi, bradicardia setelah
pemberian kedua (terutama pada anak kecil)

page 88
2. Pelumpuh otot nondepolarisasi
a) Pancuronium (Pavulon)
Onset kurang lebih 3 menit, lama kerja kurang lebih 45 menit.
Obat ini menyebabkan takikardi sementara. Kelebihan obat ini
adalah histamine release yang relatif rendah.
Sediaan : ampul 4 mg/2 mL
pemberian : IV
Dosis : 0,04-0,1 mg/kgBB
b) Vecuronium (Norkuron)
Onset kurang lebih 2 menit, lama kerja kurang lebih 20 menit.
Kelebihan obat ini adalah kurang mempengaruhi
kardiovaskular.
Sediaan : ampul 4 mg dan vial 10 mg
Pemberian : IV
Dosis : bolus 0,08-0,1 mg/kg
c) Atracurium (Tracrium)
Onset kurang lebih 2 menit, lama kerja kurang lebih 20-30
menit. Obat ini cukup tinggi melepaskan histamine. Akan
tetapi obat ini mempunyai kelebihan khusus, yaitu mengalami
metabolisme spontan, sehingga eliminasinya tidak
bergantung pada fungsi hepar maupun ginjal.
Sediaan : ampul 25 mg/5 mL dan ampul 50 mg/ 5 mL
Pemberian : IV
Dosis : Bolus 0,4-0,5 mh/kgBB
d) Rocuronium (Esmeron)
Onset cepat kurang lebih 60 detik, lama kerja 20 menit. Karena
cepatnya onset ini, Rocuronium sangat berguna pada
prosedur intubasi emergensi. Akan tetapi obat ini juga cukup
banyak melepaskan histamine.
Sediaan : ampul 50 mg/5 mL
Pemberian : IV
Dosis : bolus 0,6 mg/kgBB

IV. Golongan Analgetik Narkotik (Opioid)


Narkotika bekerja dengan cara menduduki reseptor opiate di susunan syaraf
pusat (Otak dan medulla spinalis). Obat-obat ini bersifat alkalis, bila di kecap akan
terasa pahit dan pekat.

page 89
Golongan ini merupakan analgetik kuat, namun mempunyai berbagai efek
samping. Golongan ini ada yang merupakan agonis opioid murni, namun
sebagian besar mempunyai sifat campuran agonis dan antagonis.
Efek samping yang paling terkenal adalah depresi nafas, adiksi, mual dan
pelepasan histamine. Kematian akibat obat ini biasanya karena depresi nafas.
Efek samping lain adalah kekakuan otot dan spasme bilier.
Pengunaan morfin jangka panjang yang dihentikan tiba-tiba dapat menimbulkan
gejala putus obat(withdrawal) yang dapat fatal.
1.Morphine
Narkotika alami, sering di sebut sebagi opiate. Menjadi ac uan atau pembanding
kekuatan analgesia obat opioid lain, bahkan analgetik lain. Morfin sangat
berguna mengatasi nyeri hebat akibat IMA atau kanker.
Onset 5-10 menit, masa kerja panjang (sekitar kurang lebih 6 jam),
namun metabolismenya aktif adan dapat bekerja bahkan lebih
lama daripada obat asalnya.
Morfin sangat potensial menimbulkan depresi nafas, adiksi dan
mual. Pelepasan histamine pun besar. Morfin juga mempunyai
efek vasodilator, terutama pada vaskularisasi paru.
Sediaan : ampul 10 mg/1 mL
Pemberian : IV, IM, Oral, SC, Epidural, Spinal
Dosis : IV 0,05-0,2 mg/kgBB
IM / Sc 0,05-0,3 mg/kgBB
Oral 10-30 mg/ hr
Epidural 3-5 mg
Spinal 0,1-1 mg
2. Fentanyl
Narkotik sintetik, karenanya di sebut opioid. Ptensi analgesianya kurang lebih
100 kali morfin. Onset sangat cepat (segera), lama kerja kurang lebih 15-20
menit. Efek pelepasan histamine rendah di bandingkan dengan morfin.
Demikian juga efek mual yang ditimbulkan. Efek pada kardiovaskuler minimal,
biasanya berupa penurunan ringan laju jantung.
Sediaan : ampul 100 µg/2 mL, 100 µg /10 mL
Pemberian : IV
Dosis : 1-2 µg

3. Sufentanil
Hampir sama dengan fentanyl, namun durasinya sangat singkat
kurang lebih 5-10 menit

page 90
Sediaan : ampul 50 µg/ml
Pemberian : IV
Dosis : 1-5 µg /kgBB

4. Codein
Kegunaan yang paling popular adalah untuk mengatasi nyeri dan
sebagai antitusif. Efek sampingnya antara lain konstipasi. Onset
30-45 menit dan efeknya dapat bertahan selama kurang lebih 4
jam.
Sediaan : tablet 15 mg, 30 mg
Pemberian : Oral
Dosis : Analgesia 10-50 mg
Antitusif 1020 mg
5. Antidotum Narkotika : Naloxon (Narcan)
Sediaan : ampul
Pemberian : IV
Dosis : titrasi mulai 0,04 mg

Referensi
American Heart Association. 2004. ACLS Provider Manual. AHA:USA
. 2004. Handbook of Emergency Cardiovascular Care : For Healtcare Providers.
AHA:USA
Bojar, Robert m. 1999. Manual of perioperative care in Cardiac Surgery. Edisi
3. Blackwell science: Boston
Kumpulan Hand Out Cardiovascular Critical care Nursing Programme.
Institute jantung negara: Malaysia
Lewis, Kathryn M. 2000. Sensible ECG Analysis. Deelmar Publishers and
International Thomson Publishing Company: Arizona
Ulfah, Anna et al. 2001. Buku ajar keperawatan Kardiovakuler. Edisi pertama.
Bidang Diklat Pusat Kesehatn Jantung Nasional Harapan Kita: Jakarta

TERAPI OKSIGEN
Dr. Ratna F. Soenarto, SpAn
Bahan di dapat antara lain dari buku Clinical Anesthesiology (Ganong)

page 91
Tujuan Intruksional Khusus:
Setelah mengikuti sesi ini, peserta dapat :
1. Mengetahui prinsip dasar oksigen
2. Menyebutkan tujuan terapi oksigen
3. Menguraikan cara-cara pemberian terapi oksigen

A. PENDAHULUAN
Oksigen termasuk sumber utama kehidupan, seperti juga air. Jika air adalah unsur
terbesar yang di perlukan sel-sel kehidupan, maka oksigen adalah bahan bakar utama
kelangsungan hidup sel, karena metabolisme normal dalam tiap-tiap sel memerlukan
oksigen secara terus-menerus tanpa henti, 24 jam sehari.
Terhentinya supali oksigen ke sel hanya dapat berlangsung beberapa menit saja
(kurang dari 10 menit), jika lebih lama akan mengakibatkan kerusakan sel. Pada sel-
sel yang daya regenerasinya rendah tentu waktu ini lebih pendek lagi.

B. TERAPI OKSIGEN
Oksigen di berikan untuk mengatasi masalah hipoksemia, baik karena penyakit/
kelainan paru maupun hal lain. Tujuan utama terapi oksigen adalah mencegah
hipoksia jaringan.
Jaringan yang paling rentan terhadap hipoksia adalah sel-sel otak, karena buruknya
kemampuan regenerasi sel-sel syaraf. Apabila otak tak mendapat oksigen dalm
beberapa menit, sel-selnya akan rusak permanen dan dapat mengakibatkan
gangguan fungsi tubuh secara keseluruhan.
Oksigen di berikan sendirian (murni) atau sebagai campuaran (biasanya dengan
udara), sebagai sumber tunggal oksigenasi ataupun sebagai suplemen pada udara
inspirasi. Untuk mengoreksi hipoksemia arterial di perlukan tekanan gas (oksigen)
minimal sebesar 60 mmHg. Tekanan yang lebih kecil dapat di terapkan pada pasien
yang secara kronik mengalami hipoksia dan retensi CO2 (misalnya COPD/PPOK)
Tekanan oksigen yang tinggi di perlukan pada pasien hipotensi, pasien dengan kadar
Hb rendah, curah jantung rendah, intoksikasi CO (karbon monoksida) atau sianida.

C. CARA PEMBERIAN OKSIGEN


Idealnya oksigen di berikan dengan fraksi inspirasi yang terkontrol dengan teliti. Hal ini
lebih mudah dilakukan dengan penggunaan ventilator dan jika pasien mempunyai
akses jalan nafas buatan (ETT atau tracheostomy tube).

page 92
Ada beberapa alat bantu untuk pemberian oksigen, yaitu :
1. Kanul Nasal
Jika di gunakan kanul nasl, konsentrasi oksigen ditentukan dengan oxygen flow rate,
volume nasofaring dan flow rate inspirasi pasien sendiri (tergantung volume tidal dan
laju nafasnya). Memberikan konsentrasi oksigen antara 24-44 % dengan aliran 1-6
liter/menit
konsentrasi oksigen meningkat sekitar 3-4 % per liter oksigen yang di berikan (pada
pasien dewasa). Dengan alat ini tidak dapat diharapkan konsentrasi sampai 40-50 %.
flow rate 4-6 L/menit dalam jangka panjang sangat tidak nyaman karena menimbulkan
kekeringan dan merusak mukosa.
2. Sungkup Muka
Ada beberapa sungkup yang di kenal :
a) Venturi mask
Oksigen melewati lubang kecil pada sungkup. Tekanan subatmosfer di dapat
percepatan arus oksigen ke udara atmosfir melalui lubang (side port). Dengan
mengubah flow oksigen melalui lubang kecil dan ukuran side port , konsentrasi
oksigen dapat di kontrol dalam 1-2 %. sungkup ini tersedia untuk memberikan
oksigen dengan konsentrasi 24 %, 28 %, 35 %, 40 % atau 50 %.
b) Simple Open Mask
Sungkup ini dapat menghantarkan oksigen hingga 50-60 %. di perlukan aliran 6
L/menit untuk menjamin tidak terhirupnya kembali CO2 Ekspirasi.
c) Nonrebreathing Mask
Sungkup ini dapat menghantarkan oksigen hingga 100 %, jika di kenekan dengan
ketat dan tidak ada kebocoran udara. Reservoir bag yang melekat pada sungkup ini
menjamin volume udara yang cukup untuk flow rate pasien. Katup satu arah pada
sisi sungkup menjaga tidak ada udara dari luar yang masuk ke dalam sungkup dan
antara sungkup dengan reservoir bag mencegah masuknya udara ekspirasi ke
reservoir bag . Bag harus di jaga untuk tidak kempis selama pasien inspirasi, jadi
flow oksigen ke dalamnya harus cukup. Aliran yang di berikan 8-12 liter/menit
d) Rebreathing Mask
Bedanya dengan nonrebreathing mask hanyalah tidak adanya katup searah pada
sisi sungkup dan antara sungkup dengan reservoir bag. Konsentrasi oksigen dapat
mencapai 80 %. Aliarn yang diberikan 8-12 liter/menit.
VENTILASI MEKANIK

Tujuan Instruksional Khusus :


Setelah mengikuti sesi ini, peserta dapat :

page 93
1. Menyebutkan pengertian ventilasi mekanik.
2. Menyebutkan jenis-jenis ventilasi mekanik
3. Menyebutkan indikasi pemasangan ventilator
4. menyebutkan parameter ventilator
5. menguraikan asuhan keperawatan pasien yang menggunakan ventilasi mekanik

A. PENDAHULUAN
Oksigen termasuk sumber utama kehidupan, seperti juga air. Jika air adalah unsur
terbesar yang diperlukan sel-sel kehidupan, maka oksigen adalah bahan bakar
utama kelangsungan hidup sel, karena metabolisme normal dalam tiap-tiap sel
memerlukan oksgen secara terus-menerus tanpa henti, 24 jam sehari. Terhentinya
suplai oksigen ke sel hanya dapat berlangsung beberapa menit saja (kurang dari
10 menit), jika lebih lama akan mengakibatkan kerusakan sel. Pada sel-sel yang
daya regenerasinya rendah tentu waktu ini lebih pendek lagi.

B. PENGERTIAN
Ventilasi mekanik adalah tindakan yang membantu atau mengambil alih
pernapasan pasien. Ventilasi mekanik dapat dilakukan secara manual (bag and
mask) atau dengan mesin ventilator. Ventilasi mekanik di lakukan untuk
mengatasi gagal nafas pada pasien, terutama gagal ventilasi. Pada beberapa
keadaan ventilator digunakan secara sengaja untuk mendapatkan keadaan klinis
yang diinginkan, misalnya pada resusitasi otak.

Tabel 1. Panduan umum indikasi ventilasi mekanik


Berdasarkan tekanan gas PaO2 < 50 mHg pada udara kamar respirasi
respirasi PaCO2 > 50 mmHg, tanpa alkalosis metabolik dan

page 94
pada pasien yang bukan PPOH (COPD)
P A-a O2> 350 mmHg

Keadaan klinis pasien Apneu


Respirasi rate > 35 x/menit
Hipoksemia yang tidak ada perubahan setelah
mendapatkan terapi oksigen

Indikasi mekanik Tidal volume : <5 mL/kgBB


Vital Capacity : <15 mL/kgBB

Ventilasi mekanik pada umumnya diberikan dalm bentuk ventilasi tekanan positif
(positive pressure ventilation). Paru dikembangkan dengan memberikan tekanan
positif melalui endotracheal tube atau tracheostomy tube. Manipulasi paru
dilakukan dengan mengatur besar volume atau dan/ atau tekanan positif yang
diberikan. Kerugian penggunaan teknik ini adalah risiko barotrauma/ volutrauma
dan gangguan kardiovaskuler.

Gangguan kardiovaskular yang sering terjadi akibat penggunaan ventilasi mekanik


adalah turunnya curah jantung (cardiac output) karena turunnya aliran balik vena
(venous return). Venous return berkurang karena tingginya tekanan positif rongga
thoraks akibat ventilasi mekanik.

Kerugian lain yang secara tidak langsung timbul adalah penggunaan endotracheal
tube (ETT), baik oral maupun nasal. ETT mempermudah terjadinya infeksi saluran
nafas. Penggunaan ETT lebih dari 2-3 minggu meningkatkanrisiko cedera pada
trakhea dan daerah glotis/infraglotik. Penggunaan ETT nasal sebetulnya lebih
nyaman, terutama pada pasien yang tidak disedasi dalam, sebab paien dapat
leluasa menutup mulut dan mengurangi secret, namun cara ini meningkatkan
kemungkinan pardarahan nasal dan sinusitis atau otitis.

Tabel 2. Istilah-istilah dalam ventilasi mekanik

page 95
Mode of Ventilation Pola nafas, yaitu jenis setting ventilasi mekanik yang
dipilih.

Tidal Volume Volume tidal, volume inspirasi maupun ekspirasi


pasien.
I VT= vol. Tidal inspirasi, yaitu yang masuk ke pasien.
E VT = vol. Tidal ekspirasi, yaitu yang kembali ke
mesin.
Biasanya tidal volume ditentukan oleh berat badan
yaitu sekitar 5-8 mL/KgBB

Minute Volume (VM) Ventilasi semenit, yaitu banyaknya udara yang


keluar-masuk paru dalam satu menit. VM adalah
hasil perkalian antara VT x RR

Respiratory Rate Laju nafas, frekuensi nafas dalam satu menit

PEEP Positive End-Expiratory Pressure, yaitu tekanan


positif dalam paru pada akhir ekspirasi. Dalam
keadaan “normal” tekanan akhir ekspirasi adalah 0
dan pada awal inspirai tekanan menjadi negatif,
sehingga paru terkembang dan udara terhirup.
Namun, sebenarnya setiap orang mempunyai PEEP
alamiah, yaitu yang disebut intrinsic PEEP yang
besarny 2.5-5 cmH2O

CPAP Continuous Positive Airway Pressure, yaitu PEEP


pada pasien yang bernafas spontan

FiO2 Kadar oksigen yang diberikan

I : E Ratio Perbandinga lamanya inspirasi dan ekspirasi, pada


umumnya di set 1 :2

Sensitivitas Diberikan guna merangsng mesin untuk


memberikan bantuan nafas

C. JENIS VENTILATOR

page 96
Mesin ventilator pada umumnya diklasifikasikan menurut karakternya
dalam fase inspirasi dan cara siklus perpindahan dari inspirasi ke ekspirasi.
1. Karakteristik Inspirasi
a) Flow generator. Suatu aliran gas dihantarkan secara konstan pada waktu
inspirasi tanpa memperhatikan tekanan jalan nafas (airway pressure).
Aliran konstan didapat dengan adanya katup on-off dan sumber gas
bertekanan tinggi (5-50 psi). Tekanan tinggi ini memungkinkan aliran
udara tetap komplians paru.
b) Pressure generator. Jenis ini memberikan tekanan positif secara konstan
selama inspirasi tanpa memperhatikan aliran udara yang dihasilkan.
Aliran udara berhenti ketika tekanan jalan nafas menyamai tekanan
inspirasi yang telah disetel. Generator bekerja pada tekanan gas yang
rendah, sedikit saja di atas tekanan inspirasi puncak.
2. Perubahan dari inspirasi ke ekspirasi
a) Volume-Cycled. Fase inspirasi akan berakhir jika sejumlah volume
tertentu (yang disetel) telah dihantarkan. Biasanya ventilator ini
mempunyai limit sehingga secara teoritis dapat mecegah barotrauma.
Jika tekanan inspirasi melebihi limit, mesin akan langsung masuk fase
ekspirasi meskipun volume yang dihantarkan belum cukup.
b) Pressure-cycled. Fase ekspirasi dimulai jika tekanan jalan nafas mencapai
level yang disetel. Volume tidal dan masa inspirasi bervariasi, bergantung
resistensi jalan nafas serta komplians paru dan sirkuit nafas. Jika terjadi
peningkatan tiba-tiba resistensi jalan nafas, komplians paru atau sirkuit
naas (misalnya ETT tersumbat/kingking), volume tidal dapat turun. Akan
tetapi teknik ini lebih aman daripada volume cycled dalam hal
menyebabkan barotrauma/volutrauma. Saat ini pressure cycled lebih
sering digunakan oleh pakar-pakar intensivist di dunia.
c) Time-cycled. Siklus diatur berdasarkan waktu, dihitung dari mulainya
inspirasi. Jika waktu telah dicapai, ventilator langsung masuk ke fase
ekspirasi. Tidal volume didapat dari waktu inspirasi yang disetel dan
inspiratory flow rate.
d) Flow-cycled. Jika aliran tertentu telah dihantarkan ke pasien, mesin akan
masuk ke dalam fase ekspirasi.

D. MODE OF VENTILATOR

page 97
Mode of ventilation (MoV) bergantung jenis siklus (cycles) ventilator dari ekspirasi ke
inspirasi. Ventilator modern umumnya dapat memberikan lebih dari satu macam pola
nafas dan bahkan dapat memberikan kombinasi beberapa macam pola sekaligus.
1. Controlled Ventilation
Ventilation akan bekerja menurut time-cycled. Intervalnya menentukan laju nafas.
Pola ini memberikan volume tidal yang tetap dan laju nafas yang tetap (fixed
minute volume). Pola ini sesuai pada pasien yang tidak dapat barnafas spontan
(misalnya yang diberi pelumpuh otot).
2. Assist-Control Ventilation
Usaha pasien untuk bernafas akan diterima oleh sensor pada sirkuit nafas dan
menjadi trigger bagi mesin ntuk masuk fase inspirasi. Besarnya usaha nafas pasien
untuk memberikan trigger dipilih dengan sensitivity control. Mesin disetel dengan
laju nafas tertentu, tapi tiap usaha nafas pasien yang adekuat akan
menghantarkan tidal volume yang disetel (patient-cycled). Selama tidak ada
trigger, mesin akan bekerja sesuai setting.
3. Intermittent Mandatory Ventilation (IMV)
Di sini pasien dapat bernafas spontan dan tetap mendapatkan bantuan dari mesin.
Tidal volume disetel untuk membantu nafas spontan pasien. Jika laju nafas disetel
tinggi, pola ini sama saja dengan controlled ventilation. Makin rendah laju nafas
yang disetel makin sedikit bantuan mesin. Kerugiannya, kadang usaha nafas pasien
“bertabrakan” dengan pemberian bantuan oleh mesin (terutama jika laju nafas
yang disetel agak tinggi). Pembuat ventilator kemudian mengembankan modifikasi
dengan menciptakan SIMV (Syncronized Intermittent Mandatory Ventilation).
4. Mandatory minute Ventilation (MMV)
Pasien dapat bernapas dengan spontan dan juga menerima bantuan nafas
mekanik. Mesin memonitor ventilasi semenit ekspirasi. Mesin akan menyesuaikan
laju nafas mesin, sehingga ventilasi semenit tetap sesuai yang distel.
5. Pressure Support Ventilasi (PSV)
Pola ini diciptakan untuk meningkatkan volume tidal pasien yang telah bernafas
spontan tapi belum adekuat (volume tidal masih kecil). Secara teoritis pola ini juga
dapat mencegah “tabrakan” antara inspirasi pasien dan bantuan mekanik dario
mesin.
6. Inverse I:E Ratio Ventilator (IRV)
I:E ratio orang normal adalah 1:2 pola ini mengubahnya menjadi 1:1 atau bahkan
kurang . Pemanjangabn pase inspirasi dimaksud untuk mendapatkan oksigenasi
yang lebih baik.
Tentu saja hal ini beresiko meningkatkan PaCO2 akibat memendeknya fase
eksprasi. Namun dalam intensive care dikenal istilah “permissive hypercarbia”,

page 98
dimana peningkatan PaCO2 dapat di terima hingga 80 mmHg, asalkan PH tidak <
7.20. Hal ini didasarkan pada pada pengertian bahwa hipoksemia lebih berbahaya
dari pada hiperkaribia. Keuntungan lain dengan memperpanjang fase inspirasi ini
adalah tekanan puncak inspirasi jadi lebih rendah dan dead space (ruang rugi)
mengecil.

E. PENYAPIHAN DARI VENTILATOR (WEANING PROCESS)


Bantuan ventilasi mekanik tidak dapat dihentikan tiba-tiba. Semakain besar bantuan awal
yang diterima, semakin lama pasien berada dalam ventilasi mekanik, semakin perlahan
proses inin dapat dilaksanakan. Kesulitan pada prolonged mechnical ventilation biasanya
terjadi karena kelemahan otot-otot pernafasan karena kurang digunakan (disused
atrophy) dan infeksi paru nosokomial. Disused atrophy lebih nyata pada pasien dengan
nutrisi yang buruk, geriatrik dan pasien PPOK.
Pada perinsipnya, pasien dapat mulai disapih dari mesin jika dinilai sudah tidak
memerlukan bantuan mekanik lagi, dengan kata lain sudah tidak memenuhi keriteria
untuk ventilasi mekanik (lihat table 1), ditunjang dengan pemeriksaan tambahan
(laboratorik, X-ray toraks, dll). Parameter yang dinilai antara lain adalah :
 kemampuan pasien untuk mempertahankan jalan nafas (refleks batuk,
kekuatan untuk mengeluarkan secret sendiri, dsb). Pasien dengan kemampuan
mempertahankan jalan nafas yang buruk (Glasgow Coma Scale < 8, terlalu
lemah untuk mengeluarkan dahak, kelumpuhan pita suara, dll) memerlukan
trakeostomi sebelum dapat dilepas dari ventilator.
 Analisa gas darah dan laju nafas adekuat
 Oksigenasi harus diyakini adekuat
 SpO2 harus > 90% pada FiO2 40-50% dan PEEP < 5 cmH2O
 Laju nafas harus di bawah 35 x/menit (pada orang dewasa).

WATER SEALED DRAINAGE (WSD)

page 99
Tujuan Intruksional Kuhusus :
Setelah mengikuti sesi ini, peserta dapat :
3. menyebutkan definisi Water Sealed Drainage (WSD)
4. Menguraikan indikasi serta tujuan WSD
5. Menguraikan prinsip penggunaan WSD
6. Menyebutkan jenis-jenis sistem drainage
7. Menyebutkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan WSD

A. PENGERTIAN
Suatu komponen yang terintegrasi untuk mengeluarkan dan menampung cairan atau
udara dari rongga toraks.

B. INDIKASI DAN TUJUAN


1. Postoperative drainage
Tujuan :
a. Mengeluarkan darah dan udara dari rongga toraks dan mencegah kembali
kerongga toraks.
b. Memperbaiki dan mempertahankan pengembangan paru-paru secara optimal
c. Mengembalikan tekanan negatif pada rongga pleura
Tempat-tempat pemasangan drainage :
a. Mediastinal
b. Perikardial
c. Efikardial
d. Apikal paru : mengeluarkan udara
e. Basal paru : mengeluarkan darah dan cairan
2. Nonsurgical drainage
a. Pneumotoraks, disebabkan oleh :
- Idiopatic rupture dari pseudocyst
- Chronic obstructive lung disease
- Bullous emphysema
- latrogenik perforasi pada paru dari tindakan invasif seperti pemasangan
kateter pada vena subclavia
- lung injury

b. Efusi pleura, disebabkan oleh :


- Peningkatan permeabilitas kapiler paru akibat inflamasi atau tumor

page 100
- Peningkatan tekanan hidrostatik akibat dari CHF
- Penurunan tekanan onkotik akibat hipoalbuminemia
- Peningkatan tekanan negative intra pleura akibat atelektasis
- Penurunan drainase limfatik karena obstruksi pada kelenjar limfe akibat
adanya tumor
c. Empyema, disebabkan oleh :
- Komplikasi dari prosedur torasik seperti trauma dada dan infeksi paru
d. Hemotoraks, disebabkan oleh :
- Injury pada jantung, pembuluh darah besar, pembuluh darah parenkim pada
paru atau interkostal
e. Cylotoraks, disebabkan oleh :
- Disrupsi atau obstruksi pada duktus torasik, primer akibat adanya kanker
- Injury pada duktus torasikus sebagai komplikasi dari prosedur operasi
seperti esopagectomy, pemasangan kateter pada vena subclavia.

C. PRINSIP PENGGUNAAN SISTEM DRAINAGE


1. Gravitasi
Udara dan cairan mengalir dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang
bertekanan rendah
2. Tekanan Positife
Memberikan tekanan positife yang lebih rendah dari tekanan dalam rongga
toraks sehingga darah atau cairan dapat mengalir dari tekanan tinggi ke
tekanan yang lebih rendah.
3. Menarik tekanan atmosfer dalam water-sealed sehingga tekanannya menjadi
lebih rendah dari tekanan dalam rongga toraks dan cairan dapat mengalir
ketekanan yang lebih rendah.

D. JENIS-JENIS SISTEM DRAINAGE

1. Sistem satu botol


a. Langsung terhubung dari drain ke dada pasien
b. Botol berfungsi sebagai penampung cairan dan water-sealed
c. Kerja berdasarkan prinsip gravitasi
d. Perhitungan cairan atau darah yang keluar kurang akurat

2. Sistem dua botol


a. Botol pertama sebagai penampung cairan

page 101
b. Botol kedua berisi air seteril (2 cm) berfungsi sebagai water-sealed atau
katup satu arah
c. Perhitungan banyaknya cairan atau darah yang keluar lebih akurat
d. Kerja berdasarkan prinsife gravitasi dan tekanan positife pada drainase
3. Sistem dua botol dan suction
a. Botol pertama berfungsi sbagai penampung dan water-sealed
b. Botol kedua sebagai control suction
c. Keuntungan : menggunakan suction
d. kerugian : Penambahan cairan drainase akan menambah tekanan pada
water-sealed, sehingga kedalaman tube pada botol kedua harus sering
diperhatikan agar tidak melebihi 2 cmHg
4. Sistem tiga botol
a. Botol pertama sebagai penampung
b. Botol kedua berisi water-sealed, berisi 2 cm air seteril
c. Botol ketiga berfungsi sebagai control suction, berisi 20 cm air seteril atau
saline yang dihubungkan kepada wall suction
d. Keuntungan : Pehitungan jumlah cairan yang keluar lebih akurat dan jumlah
air dalam water seal stabil
e. Kerugian : Tidak praktis saat transfer pasie

E. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN


1. Pertahankan posisi tubing dan sistem drainage selalu di bawah dada pasien
untuk mencegah kembalinya cairan masuk ke dalam rongga toraks
(Bojar, 1989).
2. Karena cairan mengalami evaporasi, awasi jumlah cairan dalam water-sealed
dan tambahkan jika diperlukan, jaga selalu kedalaman tubing 2 cm dalam
air.
3. Tekanan normal dalam rongga pleura antara -4 sampai -12 cm H2O, tekanan
-20 cm H2O sudah mencukupi untuk menarik keluar gas dan efusi cairan
dari dalam rongga.
4. Level tekanan penghisap lebih tinggi (-25 sampai -40 cm H2O) dapat
digunakan pada keadaan fbrinous hemotoraks, empyema, kebocoran paru
yang menetap.
5. Awasi terjadinya kinking, coiling atau looping yang mengakibatkan cairan
terperangkap dalam tubing yang dapat menghambat drainase.

6. Jika terjadi bubling (gelembung udara) dalam water seal :

page 102
- Menandakan terjadi kebocoran dari udara luar ke dalam sistem drainase
melalui sambungan atau adanya lubang pada sistem
- Buka balutan pada tempat insersi tubing untuk memastikan ada
tidaknya celah
- Periksa kembali sambungan pada tiap tubing dan ketatkan
- Periksa letak kebocoran dengan klem tubing mulai dari yang dekat
dengan dada terus turun kebawah sampai tidak ada bubling pada
water-sealed, hal ini ini menandakan adanya lubang pada unit sistem
drainase, dan harus diganti (Munnell, 1991)
7. Dalam keadaan normal, jika wter seal tidak dihubungkan dengan suction, akan
terjadi fluktuasi air dalam water seal mengikuti pernafasan pasien secara
sinkronisasi. Air akan naik saat inhalasi dan turun saat ekshalasi (undulasi).
8. Jika setelah suction dilaksanakan dari water-sealed tidak terjadi fluktuasi, hal ini
menandakan tube tidak berfungsi yang di sebabkan oleh :
- Paru telah berkembang secara penuh
- Terjadi oklusi / sumbatan pada lubang tubing drainase oleh permukaan paru
- Tubing terjadi kinking, terjadi clot fibrin atau debris
9. Jika terjadi oklusi pada tubing dan pasien tetap menghasilkan udara atau cairan
dari rongga toraks, dapat dilakukan stripping (milking) dengan cara :
- Pada bagian proksimal dari tubing yang oklusi, tutup / tekan dengan jario kedua
tangan.
- Gerakan tangan bagian distal dengan gerakan memeras kearah bawah
sepanjang tubing drainas
- kemudian tangan bagian proksimal dilepaskan (Erikson, 1989b).
- Jika cara ini tidak berhasil, tubing dapat diganti dengan yang baru (Hood, 1989).

MONITOR HEMODINAMIK

page 103
TUJUAN INTRUKSIONAL KHUSUS
Setelah mengikuti pelatihan ini peserta dapat :
 Menyebutkan defenisi dari monitoring hemodinamik
 Menyebutkan indikasi untuk penggunaan monitoring hemodinamik
 menyebutkan jenis-jenis monitoring hemodinamik
 Menguraikan persiapan monitoring hemodinamik
 Mengetahiu komplikasi pemasangan monitoring hemodinamik
 menguraikan perawatan pasien dengan monitoring hemodinamik

A. PENDAHULUAN
Monitoring hemodinamik adalah suatu pengukuran terhadap sistem
kardiovaskuler yang dapat dilakukan baik secara invasif atau noninvasif. Pemantauan
ini dapat memberikan informasi mengenai jumalah darah yang ada dalam tubuh,
keadaan pembuluh darah dan untuk mengetahui kemampuan jantung dalam
memompakan darah. Pemantauan hemodinamik secara invasif sangat penting,
terutama padqa pasien-pasien kritis dimana perubahan hemodinamik dapat terjadi
dengan cepat.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ditemukan satu
metode pengukuran hemodinamik dengan cara invasif, pengukuran ini dilakukan
dengan cara memasukan kateter kedalam tubuh melalui pembuluh darah, selain bisa
digunakan untuk pengambilan contoh darah untuk pemeriksaan laboratorium,
pemberian obat-obatan, nutrisi dan pemasangan alat pacu jantung intrakardiak.

B. INDIKASI PEMANTAUAN
Pada umumnya pemantauan hemodinamik dilakukan pada kelien :
 Syok
 Infark miokard Akut
- Gagal jantung kanan / kiri sakit dada berulang
- Hipertensi, Hipotensi berat
 Edema paru
 Pasca operasi jantung
 Penyakit katup jantung
 Tamponade jantung
 Gagal Napas Akut
 Hipertensi Pulmonal
 Sebagai sarana untuk pemberian cairan / obat-obatan tertentu

page 104
C. JENIS-JENIS MONITORING HEMODINAMIK
 Tekanan arteri sistemik
 Tekanan vena central
 Tekanan arteri pulmonalis
 Tekanan kapiler arteri pulmonalis
 Tekanan atrium kiri
 Tekanan ventrikel kanan
 Curah jantung (cardiac output)

D. PRINSIP KERJA ARI ELEKTRONIK HEMODINAMIK SYSTEM


- Tekanan pulsatif dari kateter intravaskuler di transmisikan melalui cairan yang
dihubungkan ke sensor pada tranduser
- Siklustekanan menimbulkan pergerakan membran diafragma di tranduser
kemudian mengubahnya menjadi impuls listrik yang ditampilkan pada monitor
dalam bentuk gelombang
- Sistolik, diastolik dan mean pressure di ukur dalam mmHg, semua ditampilkan
secara digital pada monitor

E. PERSIAPAN MONITORING HEMODINAMIK


1. Persiapan Alat
a. Kateter atau abocath
b. Tranduser tekanan (tranduser disposible)
c. Monitor
d. Sistem flush
- NaCl 0,9% 500 cc+heparin 500 IU dihubungkan ke kateter atau abocath melalui
stopcock dan tubing extension (monitoring kit)
- Cairan flush diletakan pada bag pressure dengan tekanan 300 mmHg,
memberikan aliran 3-5 ml/jam
Sistem flush mencegah terjadinya bekun dan aliran balik dari pembuluh darah.

2. Pengaturan posisi pasien


Posisi 'supine' dianggap sebagai posisi standar untuk pengukuran tekanan
hemodinamik. Kenaikan atau penurunan level kepala dan thorax akan
berpengaruh terhadap nil;ai tekanan yang diukur karena disebabkan oleh gravitasi
dan tekanan intravaskuler. Tetapi bagaimanapun kenaikan level kepala dan thorax
sampi dengan 30 derajat pada umumnya tidak berpengaruh pada nilai tekanan
yang diukur.
3. Leveling

page 105
adalah prosedur untuk mensejajarkan posisi tranduser dengan midchest. Ketika
melakukan zeroing dan monitoring posisi tranduser dan midchest harus selalu
sejajar. Hal ini disebabkan karena mulai dari ujung kateter sampai dengan alat
pengukur tekanan merupakan alat (device) yang berisi cairan, sehingga perbedaan
level antara midaksilaris dan tranduser akan menghasilkan tekanan hidrostatik
tambahan terhadap diafragma tranduser atau manometer air yang akibatnya akan
menghasilkan nilai yang tidak valid.
Referensi level untuk semua pengukuran tekanan sirkulais adalah posisi midchest
(pertengahan diameter anteroposterior dada atau midaxila, sejajar dengan ICS ke
4) dibawah sternal angle. Posisi ini dipilih karena hasil penilaian fluoroskopik
dengan menggunakan 'cross-table lateral' menunjukan bahwa ventrikel kiri dan
aorta pada umumnya tampak dipertengahan sternum dan bagian atas dari matras.

Gbr. 54 Midchest position


4. Zeroing
Untuk menghasilkan level yang betral dan standar bagi setiap tekanan yang diukur,
setiap tranduser/monitoring system membutuhkan “ a zero reference point”.
Prosedur ini dapat mengurangi efek dari tekanan atmosfir dan hidrostatik terhadap
pembacaan hasil tekanan yang di ukur. Prosedur zeroing ini merupakan teknik yang
penting dan harus dilakukan setiap kali melakukan “set up”, setiap pergantian shift,
ataupun setiap saat dimana validitas dari nilai yang di ukur dipertanyakan, harus

page 106
dilakukan dengan cara: Membuka stopkock terhadap atmosfir dan sejajarkan
dengan level pasien yang tepat sesuai dengan jenis monitoring yang diperlukan.
Tekan tombol zero, tutup stopkock ke atmosfir setelah semua nilai zero.
F. SOLUSI MASALAH SISTEM MONITORING TEKANAN
MASALAH KEMUNGKINAN PENYEBAB/SOLUSI

- Tidak ada gelombang > Power belum ON


> Stopkock mungkin masih menutup ke arah pasien
> Connecting tube mungkin tertekuk
> line atrial mungkin blok

- Artifact > Cek elektrode pasien


> Pasien bergerak
> Kateter tercabut
> Cek ulang NIBP atau tekanan non invasif lainnya

- Tidak bisa Flush > Cek stopkock/ tubing yang tertekuk


> Cek bag pressure
> pindahkan kateter jauh dari dinding

- Lambat pembacaan > Kalibrasi/ leveling udara


> Cek konektor
> Cek adanya gelembung udara

- Penguapan > Cek gelembung udara


> Cek tertekuknya tubing
> Cek adanya darah pada sistem
> Kemungkinan ada sumbatan di ujung kateter

G. MONITORING TEKANAN ARTERIAL


Tekanan arteri dapat dijelaskan sebagai Mean Arterial Pressure (MAP) dan fluktuasi dari
MAP tersebut (sistolik dan diastolik). MAP yang merupakan gambaran dari tekanan rata-
rata dari seluruh siklus jantung dipengaruhi oleh Cardiac Output (CO) dan Sistemik
Vascular Resistance (SVR) seperti yang dijelaskan berikut :

MAP = CO x SVR

Tekanan sistolik dipengaruhi oleh stroke volume ventrikel kiri, heart rate dan kelenturan
dari dinding pembuluh darah, sedangkan tekanan diastolik dipengaruhi oleh resistensi
perifer. Satu hal penting mengenai hemodinamik monitoring ini adalah bahwa tekanan
sistolik perifer lebih tinggi 5-20 mmHg dari tekanan aorta sebagai hasil refleksi dari
gelombang pulsasi balik dari perifer dan “ end-pressure product”. Kedua refleksi

page 107
gelombang pulsasi balik dari perifer dan “ end-pressure product” ini, yang merupakan
hasil dari konversi energi kinetik dari aliran darah menjadi tekanan menghasilkan
augmentasi terhadap tekanan sistolik.
Analisis gelombang ABP (Arterial Blood Pressure)
Gelombang ABP ditandai dengan sebuah langkah “Upstroke” yang disebabkan oleh
sistolik ventrikel, diikuti sebuah puncak (anacrotic shoulder). Pd akhir sistolik tekanan
di aorta dan ventrikel kiri jatuh menghasilkan gelombang defleksi ke bawah. Ketika
tekanan LV jatuh di bawah tekanan aortiv, katup aortic menutup incisura. Tekanan
aorta kemudian terus menurun dan menghasilkan gelombang defleksi yang ringan
sampai sistolik ventrikel yang berikutnya.

Gbr. 55 Komponen gelombang arteri selama siklus jantung


Gelombang a-c terjadi ketika darah di ejeksikan ke aorta dari ventrikel kiri selama
sistolik.Perubahan atau perpindahan volume dari ventrikel kiri ke aorta terjadi di titik c.
Segmen d terjadi selama “late systole” ketika pengosongan ventrikel dan pergerakan
volume yang lambat. Penotupan katup aorta direfleksikan sebagai “dicrotic notch” (titik
e). Di titik e, katup pulmonal juga menutup dan katup atrioventrikular membuka.
“Upstroke” dari gelombang arteri ini kurang lebih 0,2 detik setelah QRS komplek.

H. TEKANAN VENA SENTRAL/ CVP (CENTRAL VENOUS PRESSURE)


Tekanan CVP merupakan gambaran langsung dari tekanan atrium kanan dan secara
tidak langsung menggambarklan beban awal (preload dari ventrikel kanan/ RV end
diastolyc pressure). CVP dipengaruhi oleh “vascular tone”, volume darah yang kembali
ke jantung, kemampuan pompa jantung dan posisi dari pasien.

page 108
Normal nilai CVP adalah 3-8 cmH2O atau 2-6 mmHg (1 mmHg=1,36 cmH2O). Pada
posisi supine, nilai CVP kurang dari 2 mmHg menggambarkan kondisi hypovolumic,
vasodilatasi, atau peningkatan kontraktilias miokardium. Sedangkan peningkatan CVP
menggambarkan peningkatan volume sirkulasi darah, vasokontriksi atau penurunan
kontraktilitas miokardium.

Interpretasi data
Informasi klinik yang dapat dinilai adalah gambaran dari atrium dan vena besar selama
siklus jantung.
Terdapat lima komponen mekanik dari gelombang tekanan atrium (RAP atau Right Atrial
Pressure). Mean RAP ditentukan oleh dua seksi a, c, dan v, sehingga terdapa
keseimbangan antara gelombang bagian atas dan bawah.

Gbr. 56 Gelombang CVP

I. TEKANAN ARTERI PULMONAL (PA pressure)


PA pressure ini menggambarkan index tekanan dalam pulmonal, dipengaruhi oleh
compliance dari ventrikel kiri, pulmonary vascular pressure, aliran darah ke paru, dan
kondisi dari jaringan paru itu sendiri.
PA pressure secara perlahan naik sesuai penambahan usia. Misalnya: pada orang
sehat berumur lebih dari 60 tahun, mean PA rata-rata 16±3 mmHg dan PVR 124±32
dynes/S/cm-5. Sebaliknya pada orang-orang berusia kurang dari 60 tahun, mean PA
dan PVR rata-rata ±12 mmHg dan ±70 dynes/S/cm-5.
Ada tiga pengukuran PA : sistolik, diastolik, dan mean PA. Sistolik menggambarkan
aliran darah kedalam PA dari ventrikel kanan. Pada keadaan norrmal dimana tidak
ada obstruksi dan peningkatan PVR, tekanan sistolik PA akan sama dengan tekanan
sistolik ventrikel kanan. Selama diastolik, katup mitral membuka dan volume darah
dari PV ke atrium kiri dan ventrikel kiri, untuk tekanan sesaat sebelum kontraksi (end
diastolik) hampir sama di PA, LA dan LV. Sebagai hasil dari kesamaan ini, PA-end

page 109
diastolik pressure (PAEDP) sering digunakan sebagai indikator tidak langsung dari
PAWP (Pulmonary Artery Wedge Pressure) dan LVEDP.
Pemasangan kateter arteri pulmonal pada umumnya dilakukan untuk mendiagnosa
dan mengkaji respon pasien terhadap obat-obatan sirkulasi atau gangguan pilmonal,
seperti edema paru. Selain itu juga pemasangan kateter arteri pulmonal diperlukan
pada pasien yang membutuhkan pemantauan tekanan PA seperti BCPS
J. PAWP (Pulmonary Wedge Pressure)
PAWP diukur dengan cara mengembangkan balon yang ada pada ujung kateter PA,
sehingga balon tersebut akan terbawa aliran darah dan masuk kedalam kapiler paru.
Pengukuran PAWP ini mutlak diperlukan pada situasi dimana terdapat perubahan
compliance myocardium, seperti disfungsi LV atau MI(mitral insuffiency). Sebagai
tambahan bahwa PAWP selain merupakan indikator tidak langsung dari LVEDP
(preload). PAWP juga sebagai indikator langsung tekanan kapiler di paru.
K. Perawatan yang harus dilaksanakan pada pasien yang terpasang alat pantau
hemodinamik meliputi :
1. Menjaga alat monitoring, terpasang dan berfungsi dengan baik.
2. Mendapatkan nilai yang akurat dengan cara :
- melakukan zeroing dan leveling
- melakukan kalibrasi
3. Mengkolerasikan nilai yang terlihat pada monitor dengan keadaan klinis pasien
4. Mencatat tekanan dan kecendrungan perubahan hemodinamik
5. Memantau perubahan hemodinamik setelah pemberian obat-obatan
6. Mencegah terjadinya komplikasi dan mengidentifikasi tanda-tanda komplikasi
7. Memberikan rasa aman dan nyaman pada pasien

KOMPLIKASI PEMANTAUAN HEMODINK

page 110
NO KOMPLIKASI PENCEGAHAN/TINDAKAN
1 Emboli Udara Membuat posisi trendelenberg pada saat pemasangan kateter (untuk
pemasangan melalui vena)
Lubang kateter harus keadaan tertutup pada saat pemasangan
Sebelum kateter dipasang, semua lumen kateter harus dibilas dengan
cairan NACL 0,9%
Sebaiknya menggunakan sambungan luer lock
Sistem alat pemantau tekanan harus bebas dari udara
Anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam pada saat kateter dicabut
atau pada saat kateter dilepaskan sambungannya dengan sistem alat
pemantau tekanan
Jika emboli udara sudah terjadi miringkan posisi pasien kesebelah kiri
dengan posisi kepala lebih rendah
2 Balon Pecah Membatasi volume udara untuk mengembangkan balon
Membiarkan balon mengempis secara pasif
Memberi tanda pada balon yang sudah pecah
3 Aritmia Jika kateter tertarik pada V kanan maka lakukan kolaborasi dengan
dokter untuk memperbaiki
Menyimpan alat-alat untuk resusitasi selama pemasangan
Memantau gelombang tekanan arteri pulmonalis

4 Kelebihan cairan Membatasi jumlah cairan yang masuk kedalam tubuh pasien
Membatasi pengukuran curah jantung
5 Hematoma Menekan daerah penusukan selama 5-10 menit setelah kateter arteri
dicabut
6 Infeksi Mengganti cairan pembilas setiap 24 jam
Mengganti sistem pemantauan tekanan setiap 48-72 jam
Menggunakan tehnik ketika mengganti balutan setiap 24-48 jam atau
jika diperlukan
Mengganti kateter yang terpasang setiap 72-96 jam
Membersihkan darah pada stopcock setiap kali selesai pengambilan
sample darah
Mengurangi pemakaian stopcock pada sistem pemantauan tekanan
Menjaga keseterilan pada saat mengambil darah dan pengukuran
curah jantung
Memantau tanda dan gejala infeksi
7 Pneumotorax Rontgen foto toraks setelah pemasangan vena dalam
Pemasangan WSD jika penemotorks sudah terjadi
8 Ruptur Arteri Mengembangkan balon dengan udara secukupnya
Pulmonalis
9 Infark Pulmonal Membatasi waktu dan frekuensi pengembangan balon
Referensi :
Darovic, Gloria Oblouk. 1999. Handbook of Hemodynamic Monitoring. W.B. Saunders
Company. USA
Ulfah, Anna et al. 2001. Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler. Edisi Pertama. Bidang
Diklat Pusat Kesehatan Jantung Nasional Harapan Kita. Jakarta
GAMBARAN RONTGEN DADA

page 111
(PEMERIKSAAN RADIOLOGI TORAKS)

Tujuan Intruksional Khusus


Setelah mengikuti sesi ini, peserta dapat :
1. Menjelaskan kegunaan rontgen toraks
2. Menyebutkan macam-macam pemeriksaan radiologi thoraks
3. Menyebutkan macam-macam proyeksi foto toraks
4. Menjelaskan interpretasi dasar foto thoraks

A. MACAM_MACAM PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan tanpa kontras
Digunakan sebagai pemeriksaan rutin dan pendahuluan, untuk pembuatan
radiografi dengan proyeksi AP, PA, Lateral, Oblique
2. Pemeriksaan dengan kontras
Pemeriksaan untuk melihat kelainn dalam jantung, biasanya dilakukan di ruang
kateterisasi jantung

B. MACAM_MACAM PROYEKSI FOTO TORAKS


 Anterior – Posterior (AP)
Paling sering dilakukan di ruang gawat dan ruang intensif. Pengambilan
dilakukan dengan posisi pasien berbaring, filem diletakan di punggung pasien
dan kamera berada 1,5 m di depan pada pasien
 Posterior – Anterior (AP)
Paling sering dilakukan di bagian radiologi dengan pengambilan gambar filem
diletakan di dada pasien dan kamera berada di belakang pasien
 Lateral
Posisi lateral sesuai indikasi bisa lateral kiri dan kanan. Biasanya posisi ini untuk
angiografi, melihat kebocoran di septum jantung, dan lainnya.

C. INTERPRETASI DASAR FOTO TORAKS


Untuk membaca foto toraks yang perlu diperhatikan adalah dentitas atau derajat
tebalnya bayangan hitam pada foto, ada 4 macam densitas yaitu :
1. Gas
Substansi yang densitasnya paling rendah atau sedikit menyerap sinar, gambar
strutur yang berisi udara seperti paru adalah paling hitam
2. Air

page 112
Dnsitas air tampak bersama jaringan lunak, otot, dan darah. Jatung akan
tampak lebih terang dari densitas gas atau udara
3. Lemak
Densitas lemak tampak lebih terang daam foto
4. Merupakan densitas paling terang karena paling banyak menyerap sinar seperti
pada tulang rusuk, klavikula, skapula.
D. KEGUNAAN RONTGEN TORAKS
Informasi yang dapat melalui rontgen thoraks meliputi :
1. kuran jantung dan gambaran bayangan jantung
2. Pembesaran ruang jantung tertentu
3. PBF (Pulmonal Blood Flow) or PMV (Pulmonary Vascular Markings)
4. Keterangan atau informasi lain yang berhubungan dengan parekim paru,
tulang belakang, tulang toraks, letak abdomen dan keterangan lain

E. UKURAN DAN BAYANGAN JANTUNG


1. Ukuran
Cardiotorasic ratio (CT ratio) adalah dengan membagi diameter garis melintang
terpanjang dari jantung dengan diameter internal terlebar dari dada.
CT ratio lebih dari 0,5 berhubungan dengan adanya indikasi kardiomegali. Namun
bagaimanapun juga CT ratio tidak dapat digunakan secara tepat pada neonatus dan
bayi kecil, dimana jarang ditemukan gambar dada dengan respirasi yang bagus.

Gambar. 46 Pengukuran carsiothorasic (CT) ratio dari gambaran anterior posterior dari
CXR (chest X-Ray)
CT ratio didapat dengan membagi garis terpanjang horisontal dari jantung (A+B)
dengan panjang diameter internal dada .
CT Ratio = A+B
C

page 113
2. Gambaran bayangan jantung normal
Struktur dari bentuk batas jantung pada proyeksi anterior posterior dan lateral dari
rontgen thorax terlihat pada gambar. Pada neonate, bagaimanapun tipe gambaran
jantung terlihat pada gambar jarang terlihat karena adanya kelenjar timus yang
besar dan MPA segmen lebih ke arah medial dibanding anak yang lebih dewasa dan
tidak membentuk batas kiri jantung.

Gambar. 46. Proyeksi posterior anterior dan lateral pada jantung normal

3. Gambaran bayangan jantung yang abnormal


Secara keseluruhan bentuk bayangan jantung abnormal, kadang-kadang menunjukan
tanda penting dari tipe kerusakan atau kebocoran jantung.
A. Bentuk sepatu bot pada jantung ( Boot-Shape)
Bentuk gambaran ini disertai dengan penurunan aliran darah ke paru (PBF/
Pulmonary blood flow) yang terlihat pada bayi dengan TOF sianotik dan
beberapa pada Trikuspid AtresI.
B. Bentuk seperti pinggang yang sempit dan bentuk telur ( Narrow Waist and Egg
Shape ). Bentuk gambaran ini dusertai dengan peningkatan aliran darah ke paru
( PBF ) yang terlihat pada bayi yang sianotik yang kelainannya mengarah ke
TGA.
C. Bentuk seperti orang salju “ Snowman “
Bentuk gambaran ini di sertai dengan peningkatan aliran darah ke paru ( PBF )
yang terlihat pada anak dengan tipe Suprakardiak dari TAPVR

page 114
Gambar 47. Gambar jantung jang tidak normal a) Bentuk “boot-shape”, b)
Bentuk “Egg-Shape”, c) Bentuk “Snowman Shape”

F. RUANG – RUANG JANTUNG DAN ARTERI BESAR


Pembesaran Ruang Jantung
a. Pembesaran atrium kiri ( LAE : Left Atrial Enlargement )
LAE sedang dapat di ketahui pada proyeksi lateral dengan adanya penonjolan
pada bagian posterior batas PA ( Pulmonary Artery ). LAE mungkin menghasilkan
bentuk ganda dari gambaran arteri pulmonal. Pembesaran dari apendik atrium
kiri lebih jelas pada batas jantung kiri dan bagian utama bronkus kiri menjadi
meningkat.
b. Pembesaran ventrikel Kiri ( LVE : Left Ventricel Enlargement )
Pada gambaran anterior posterior, apek jantung bergeser kearah kiri dan kanan
inferior. Pada gambaran lateral batas terbawah posterior jantung bergeser kje
arah posterior.
c. Pembesaran atrium kanan ( RAE : Righ Atrial Enlargement )
Pada gambaran Anterior Posterior, pembesaran atrium kanan terlihat pada
peningkatan penonjolan dari batas paling bawah jantung kanan
d. Pembesaran Ventrikel Kanan ( RVE : Righ Ventrikcel Enlargement )
RVE dapat terihat secara jelas pada proyeksi lateral dengan adanya penambahan
ruang retrosternal

page 115
Gambar 48 Gambar AP dan lateral pada rontgen pada pembesaran atrium
kiri dan ventrikel kiri seperti pada pasien dengan VSD berat, adanya
pembesaran atrium kiri, ventrikel kiri dan MPA serta peningkatan
vaskularisasi pulmonal. Pada ASD tidak ditemukan pembesaran Atrium kiri.

Gambar 49 gambaran PA dan lateral pada ventrikel kanan dan ventrikel kiri.
Ada peningkatan vaskularisasi pulmonal. Pembesaran ventrikel kanan, aorta
dan arkusnya dan apendik atrium kiri terlihat jelas pada proyeksi lateral

4. Ukuran dari Arteri Besar


a. Penonjolan segmen MPA ( Main Pulmonal Artery )
Penonjolan arteri pulmonal pada gambaran anterior posterior
berhubungan dengan salah satu dari tanda di bawah ini :
- Dilatasi postenosis ( contoh : stenosis katup pulmonal )

page 116
- Peningkatan aliran darah melalui arteri pulmonalis ( contoh : ASD, VSD )
- Peningkatan tekanan arteri pulmonal ( contoh : hipertensi pulmonal )
- Kadang – kadang normal pada orang dewasa terutama wanita
b. Segmen cekung dari MPA ( Main Pulmonary artery )
Segmen cekung ini menghasilkan bentuk sepatu bot pada jantung ( Boot
shape yang dapat terlihat pada pasien TOF dan trikuspid atresia
c. Dilatasi Aorta
Pembesaran aorta desenden terlihat pada stenosis aorta ( dilatasi post
stenosis ) dan TOF, jarang terlihat pada PDA, COA ( coartasio aorta ) atau
hipertensi sistemik. Ketika aorta desenden dan arkus aorta menjadi besar,
artik knob (AK ) mungkin terlihat menonjol pada gambaran anterior
posterior.

Gambar 50 Bentuk Abnormal pada Arteri Besar


a. Penonjolan segmen utama arteri pulmonalis
b. Lekukan segmen arteri pulmonalis
c. Dilatasi aorta desenden dan penonjolan aortik knob

G. TANDA-TANDA VASKULARISASI PULMONAL (PULMONAL VASCULAR


MARKINGS/PMV)
Salah satu tujuan utama pemeriksaan radiologi adalah untuk melihat
vaskularisasi pulmonal.
1. peningkatan vaskularisasi pulmonal tampak bila arteri pulmonalis membesar
dan meluas sampai sepertiga lateral dinding paru, peningkatan vaskularisasi
paru sampai ke apeks, diameter eksternal arteri pulmonalis kanan pada
hilus kanan lebih besar dari diameter internal trakhea. Oeningkatan
vaskularisasi pulmonal pada anak yang asianosis terjadi pad VSD, ASD,
PDA.ACD. PAVPR atau kombinasi kelainan tersebut. Peningkatan
vaskularisasi pulmonal pada anak yang sianosis terjadi pada TGA, TAPVR,
HLHS, persistent truncus arteriosus, single ventrikel.

page 117
2. Penurunan vaskularisasi pulmonal harus dicurigai bila hilus tampak kecil dan
tipis. Iskemia lapangan paru tampak pada penyakit jantung sianotik dengan
penurunan vaskularisasi paru seperti atresia atau stenosis berat katup
pulmonal, TOF
3. Kongesti vna pulmonalis ditandai oleh batas vaskuler paru yang tidak jelas
dan kabur. Hal ini disebabkan oleh hipertensi vena pulmonal sebagai akibat
dari obstruksi ventrikel kiri dan drainage aliran vena pulmonalis.
4. Vaskularisasi paru normal dapat tampakpada pasien dengan lesi obstruksi
ringan-sedang seperti pada stenosis aorta dan pulmonal, dan pada pasien L-
R shunt yang kecil.

H. PENILAIAN SISTEMIK
Intreprestasi dari rontgen toraks seharusnya di lakukan sistemik secara rutin
untuk menghindari kesalahan interprestasi.
1. Lokasi hati dan gelembung gas perut. Apeks jantung seharusnya sejajar
dengan perut atau berlawanan dengan bayangan hepar. Ketika terjadi
heterotaxia, apeks di sebelah kanan dan perut di sebelah kiri atau
sebaliknya, kemungkinan besar terjadi kebocoran jantung yang serius. Garis
tengah dari hati berhubungan dengan sindrome asplenia ( Ivemark's ) atau
syndrome polyslenia.
2. Aspek kerangka pada rontgen toraks. Pectus excavatum mungkin terbentuk
karena kesalahan kesan dari kardiomegali pada proyeksi Anterior
Posterior.Scoliosis toraks dan abnormal vertebral sering di temukan pada
pasien jantung. Penonjolan tulang dada merupakan tanda yang khas pada
COA pada anak yang lebih besar (biasanya lebih besar dari 5 tahun).
3. Identifikasi aorta. Bila aorta desenden terlihat pada daerah kiri vertebral
maka menunjukan arkus aorta dikiri. Bila aorta desenden terlihat pada
daerah kanan vetebra maka arkus aorta ke kanan. Arkus aorta kekanan
biasanyaberhubungan dengan TOF atau persistent trunkus arteriosus.
Bagian atas mediastinum : Kelenjar timus menonjol pada anak yang sehat
dan mungkin memberikan kesalahan kesan dari kardiomegali.
4. Bayangan yang menyempit pada mediastinum terlihat pada TGA atau
sindrom di George. Bentuk “ Snowman” (bentuk konfigurasi 8 ) terlihat
pada anak dengan supra kardiak TATVR, biasanya lebih dari 4 tahun
5. Parenkim pulmonal : kepadatan dalam jangka lama, partikel pada bagian
bawah paru kanan mungkin bisa menjadi bronkopulmonal. Bayangan
vaskularisasi vertikal sepanjang batas bawah jantung kanan mungkin
menggambarkan PAPVR dari lobus yang terendah ( Sindroma Scimitar )

page 118
I. FLOW CHART ROENTGEN THORAKS KELAINAN JANTUNG BAWAAN
ASIANOTIK DEFECTS SIANOTIK DEFECTS

1.Peningkatan aliran darah ke paru : 1. Peningkatan aliran darah ke paru


- LVH or CVH - LVH atau CVH
- VSD - Trunkus arteriosus
- PDA - Single ventrikel
- Endocardial Cushion Defect - TGA yang disertai VSD
- RVH - RVH
- AS - TGA
- Partial Anomalus Pulmonary Vein Drainage - Total Anomalus Pulmonary Vein Drainage
- HLHS

2. Normal aliaran darah ke paru : 2. Penurunan aliran aliran darah


- LVH - CVH
- AS atau AR - TGA yang di sertai PS
- Penyakit primer pada miokard - Trunkus arteriosus dengan hipoplastik PA
- MR - Single ventrikel desertai PS
- RVH - LVH
- PS - Trikuspid atresia
- COA pada anak - Pulmonari atresia disertai hipoplastik RV
- MS - RVH
- TOF
- Eissemerger's dari ASD, VSD dan Pda
- Eibstein anomaly

page 119
EKHOKARDIOGRAFI DAN DOPLER

Tujuan Intruksional Khusu :


Setelah mengikuti sesi ini, peserta di harapkan dapat :
1. Menyebutkan definisi ekhokardiografi dan doppler
2. Menyebutkan kegunaan pemeriksaan ekhokardiografi dan doppler
3. Menguraikan jenis-jenis pengambilan gambar ekhokardiografi
4. Menguraikan jenis – jenis gambar ekhokardiografi
5. Menyebutkan hal-hal yang harus di persiapkan untuk pemeriksaan
akhokardiografi
6. Menguraikan prinsip-prinsip kerjaa ekhokardiografi

A. DEFINISI
Ekhokardiografi adalah pemeriksaan non invansif dengan menggunakan
ultrasound, untuk menilai struktur anatomi jantung dan pembuluh darah
jantung, fungsi serta hemodinamiknya. Ultrasound adalah suara yang
memancarkan gelombang dengan frekuensi di atas 20.000 Hertz (pendengaran
manusia mampu menangkap gelombang suara 30 -50 Hz sampai 15.00 Hz).
Ekhokardiografi Doppler di gunakan untuk menilai aliran darah dalam jantung
dan pembuluh darah. Gambaran yang di dapat berupa gambaran spektum yang
menunjukan aliran darah pada suatu tempat tertentu dalam jantung dan
pembuluh darah.

B. TUJUAN PEMERIKSAAN EKHOKARDIOGRAFI


 Menegakan diagnosis kelainan struktur pada jantung dan p[embuluh darah.
 Menetapkan derajat kelainan.
 Mengevaluasi fungsi kardiovaskular
 mengevaluasi hasil opersai jantung
 ngevaluasi hasil terapi medis
 Menlai keterlibatan kardiovaskuler pada penyakit lain.

C. KEGUNAAN EKHOKARDIOGRAFI DOPPLER


1. Mengetahui kelainan aliran diatas dalam jantung
a. Stenosis ( stenosis penyempitan )
- Mitral stenosis
- Aorta stenosis
- Trikuspid stenosis
- Pulmonal stenosis

page 120
b. Regurgitasi ( Kebocoran / insufiensi )
- Mitral regurgitasi
- Aorta regurgitasi
- Trikuspid regurgitasi
- Pulmonal regurgitasi
2.Mengetahui adanya shunt pada kelainan jantung bawaan.
a. Atrial Septal Defect
b. Ventrikular Septal Defect
c. Patent Ductus Arteriosus
3. Menilai pressure gradient pada katup – katup
4. Menilai adanya hipertensi pulmonal secara tidak langsung.

D. JENIS GAMBAR EKHOKARDIOGRAFI


1. Dua Dimensi
Menghasikan gambaran dua dimensi yang merupakan hasil dari p[antulan
gelombang ultrasound pada objek, dengan menggunakan dua dimensi dapat melihat
dengan jelas anatomi jantung serta pembuluh darahnya.
2. M – Mode
M – Mode dapat di gunakan untuk menilai ukuran dari ruang – ruang jantung,
pergerakan katup dan dinding ventrikel, gambar di dapat melalui pancaran
gelombang ultrasound. Dengan mengendalikan kursor maka dapat diperoleh
gambaran M – Mode struktur yang diinginkan.

E. PENGANBILAN GAMBAR
Pengambilan gambar ekhokardiografi dimulai dengan gambar 2D. Ada 4 posisi standar
dimna transduser diletakkan dan diarahkan :
1. Posisi Parasternal
Tranduser diletakan pada sela iga 2 – 4 parasternal kiri dan diarbahkan sesuai
dengan sumbu panjang (parasternal long axis view) dan sumbu pendek (parasternal
short axis view) jantung. Pada posisi ini akan tampak atrium kiri, atrium kanan,
ventrikel kiri, ventrikel kanan, katup mitral, katup trikuspid, katup aorta, dan katup
pulmonalis.
5. Posisi Apikal
Tranduser di letakan pada bagian apeks jantung dimana pulsasi apeks teraba. Pada
posisi ini akan tampak ruang – ruang jantung :atrium kanan, atrium kiri, ventrikel
kanan, dan ventrikel kiri serta katup mitral dan tricuspid.

page 121
6. Posisi subkostal
Tranduser di letakan di abdomen tepat di subxipoid (ujung sternum bawah). Pada
posisi ini akan tampak atrium kanan, atrium kiri, vena cava inferior dan aorta
abdominalis.
7. Supra Sternal
Tranduser diletakkan pada lekuk supra-sternal. Pada posisi akan terlihat arkus aorta.

F. PERSIAPAN PASIEN
Yang palinng penting dalam hal ini adalah penjelasan kepada pasien bahwa
pemeriksaan ini tidak berbahaya dan tidak menyakitkan supaya pasien tenang.
Karena hal itu penting pada saat pemeriksaan berlangsung. Untuk anak2 disertakan
orang tua untuk mendampingi agar ketenangan terjamin. Bila anak meronta dan sulit
di tenangkan bisa di beri sedatif.
Posisi pasien miring ke kiri agar jantung lebih dekat ke dinding dada untuk
menghasilkan gambar yang akurat.

G. BAGIAN – BAGIAN EKHOKARDIOGRAFI


1. Unit utama mesin ekhokardiografi
Alat ini bekerja dengan menggunakan sistem komputer yang menghasilkan
gelombang ultrasound dan di pantulkan ke layar computer menjadi bntuk
gambar yang dapat dilihat dan dianalisa oleh pemeriksa.
2. Tranduser
Merupakan alat penghubung dari mesin ekhokardiografi ke pasien untuk
mengirim gambar dari mediastinum dan jantung ke layar monitor dengan
menggunakan berkas ultrasound yang di sebut beam.
3. Kabel Pemantau Elektrokardiogram
Terdapat 3 buah kabel pemantau elektrokardiogram yang di lengkapi dengan
elektroda dan dapat di pantau secara terus menerus senggi fase sistolik dan
diatolik mudah di kenali.
4. Jelly Tranduser
Digunakan sebagai transmisi antara tranduser dan tubuh pasien.
5. Printer Film
Untuk merekam gambar dari hasil pemeriksaan dengan kertas khusu, bisa hitam
putih ataupun warna. Hasil pemeriksaan ini di gunakan untuk dokumentasi di
status paien.
6. Vidio Recorder dan Cassete
Menggunakan kaset vidio untuk merekam gambaran dari hasil pemeriksaan
sehingga dapat di lihat berulang-ulang setiap saat.

page 122
H. PRINSIP KERJA
1. Aliran yang menuju tranduser akan berada di atas garis dasar
2. Aliran yang menjauhi tranduser akan berada di bawah garis dasar

I. GAMBAR ALIRAN DARAH


1. Aliran Laminer
Aliran darah yang teratur, homogen dan searah yang memberikan gambaran
halus, satu arah, dengan garis batas jelas dan suara yang halus.
2. Aliran Turbulent
Aliran yang tidak teratur, heterogen kasar dan tidak searah menimbulkan
suara frequensi yang kasar dan tidak teratur.

page 123
UJI LATIH JANTUNG BEBAN (ULJB) DALAM BIDANG REHABILITASI MEDIK

Tujuan Intruksional Khusu


Setelah mengikuti sesi ini, peserta dapat :
5. Menyebutkan tujuan ULJB
6. Menyebutkan kontra indikasi dilakukan ULJB
7. Menerangkan macam – macam protokol dalam ULJB
8. Menerangkan prosedur ULJB
9. Menerangkan penilaian yang di lakukan selama ULJB

A. PENDAHULUAN
Sejak jaman dahulu kira-kira 200 tahun yang lalu bangsa romawi dan yunani telah
menggunakan alat roda berjalan ( Treadmil ) sebagai alat hukuman sampai seseorang
mengalami kelelahan. Edwarrd Smit, tahun 1846 meneliti kemampuan fisik seseorang
secara fisiologis dengan alat ini yang kemudian diaplikasikan terhadap klinik.
Uji latih jantung beban (ULJB) secara objektip digunakan untuk menilai kepastian
aerobik pasien seperti menganbil napas maksimal (VC2 Max ), perubahan
hemodinamik, gejala dan tanda klinis seperti angina, peruahan irama jantung (EKG)
aritmia atau perubahan ST, miokard infak dll.
Menurut WHO pada Expert Commtee on Rehabilitasion tujuan utama uji latih
jantung beban untuk mengetahui respon kardiorespirasi pada level aktivitas dan
latihan. Sehingga di dapat kemampuanmaximal seseorang untuk melakukan aktivitas
dan latihan. Ada beberapa metode dan lat yang di dapat du gunakan untk
melaksanakan uji latih jantung beban (ULJB), tetapi untuk di gunakan di klinik ada 2
macam:
 Treadmil exercise test
 Ergicycle exercise test
Masing-masing alat dan metode mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-
masing, yang penting adalah kita harus mengetahui jenis alat dan protokol yang dapat
di aplikasikan untuk menilai kondisi jantung pada level penyakit jantung tertentu.

B. TREADMIL EXERCISE TEST


Treadmil merupakan alat uji latih jalan di tempat dengan beban, mempunyai
pegangan di samping atau di depan yang di utamakan untuk kesetabialn tubuh pada
saat pasien berdiri.

page 124
Saat di lakukan uji latih dengan alat ini tidak di benarkan menggengngam erat rel di
depan atau si samping karena akan mengurangi konsumsi oksigen dan terjadi
penambahan waktu uji latih yang bias. Alat ini mempunyai kecepatan tertntu pada
setiap protokol yang di gunakan, dan alat tradmill harus di lakukan kalibrasi secara
teratur. Uji latih beban dengan treadmill cukup aman walaupun terjadinya infark
miolard atau kematian tetap ada. Beberapa laporan menyebutkan komplikasi terjadi
pada kurang lebih 1 samapi 5 per 100.000 uji latih.

C. ERGOCYCLE EXERCISE TEST


Uji latih jantung beban menggunakan sepeda tidak berpengaruh terhadap berat badan,
dengan kecepatan 50-80 rpm. Sepeda ergometer beban awal biasanya 10 ayau 25 watt
yang biasa ditingkatkan tiap 2-3 menit samapi titik akhir tercapai. Alat ini juga harus di
lakukan kalibrasi secara teratur agar akurasi pengukuran tetap terjaga dengan baik.
Keuntungan dari ergocycle tidak memerlukan ruangan yang laus, tidak ribut,gerakan
bagian atas tubuh kurang di bandingkan dengan tradmill sehingga mudah dalam
memeriksa tekanan darah dan nadi pasien saat di lakukan uji latih.

D. TUJUAN UJI LATIH JANTUNG BEBAN


1. Diagnosa :
- Mendekati kelainan koroner ( lebih dari satu pembuluh darah ) dan otot jantung
yang terganggu berat.
- Menilai fungsi ventrikuler keseluruhan maupun abnormal segmental.
- Provokasi untuk timbulnya aritmia ventrikuler.
2. Prognosis : Memperkirakan timbulnya kejadian koroner pada masa datang.
3. Kapasitas fungsional :
- Menilai kemampuan yang di kaitkan dengan aktivitas rumah
- Menilai kemampuan untuk bekerja kembali
- Sarana bagi program rehabilitasi medik

E. KONTRA INDIKASI
1. Mutlak
- infark miokard akut
- Angina pectoris
- Aritmia jantung tidak terkontrol
-Aorta stenosis berata
- Gagal jantung sistomatik tidak terkontrol
- Miokarditis akut
- Perikarditis akut
- Diseksi aorta akut
- Psikosis (emosional distress)
page 125
4. Relatif
- Stenosis koroner (left mean)
- Penyakit jantung katup moderat
- Abnormalitas elektrolit
- Takiaritmia atau bradikardi
- Kardiomeopathi hipertropi
- AV block derajat berat
- Hipertensi, sistolik lebih dari 200 mmHg, diatolik lebih dari 110 mmHg

F. PROTOKOL UJI LATIH JANTUNG BEBAN


Macam-macam protokol uji latih jantung beban untuk menilai kapasitas fungsional,
sebelum melakukan test, terangkan tentang protokol y6ang akan di gunakan secara
jelas, beberapa pasien kadang merasa cemas oleh karena itu kita harus dapat
menerangakn dan memotivasi pasien agar dapat bekerjasama dengan tenang dan
nyaman. Ada 3 macam protokol treadmil test yang umum sering di gunakan yaitu Bruce,
Modifikasi Bruce dan Noughton.

1. PROTOKOL BRUCE
Protokol bruce lebih familiar di gunakan dan protokol ini digunakan secara luas
untuk menilai denyut nadi, tekanan darah dan ambilan oksigen maksimak (VO2
max).Protokol Bruce terrdiri dari 6 stage, beban kerja awal di mulai dengan
kecepatan yang rendah dan meningkat setiap 3 menit.
2. PROTOKOL MODIFIKASI BRUCE
Merupakan uji latih jantung yang mirip dengan Bruce, perbedaannya pada 3 menit
pertama dan 3 menit kedua beban kerja pada kecepatan 1.7 dengan sudut elevasi
dimulai dari0% meningkat menjadi 5% pada stage berikutnya.
3. PROTOKOL NOUGHTON
Lebih ringan dari kedua protokol Bruce dan modifikasi Bruce. Protokol ini banyak di
gunakan pada pasien-pasien congestive heart failure kronik stabil dengan
penggunaan oabat-obatan yang sudah adekuat tidak berubah-ubah. Protokol
Noughton mempunyai rentang waktu antara stage setiap 2 menit.

G. PROSEDUR UJI LATIH JANTUNG BEBAN


Setiap pasien yang akan menjalani ULJB dievaluasi secara seksama dan perlu di
dapatkan informasi apakah pasien telah mengikuti program rehabilitasi medik jantung
sebelumnya. Evaluasi medik termasuk penyakit, pemeriksaan fisik, EKG resting di data
sebelumnya dengan teliti.

page 126
1. Pemeriksaan fisik
Evaluasi awal terhadap pasien sebelum di lakukan tes sangat penting, agar hal-hal
yang mungkin terjadi dapat diantisipasi sebelumnya. Mengetahui jenis penyakit
jantung yang di derita pasien, kondisi fisik serta jenis obat-obatan yangn di minum
menjadi data awal yang perlu di identifikasi.
Komponen pemeriksaan fisik :
 Berat badan, tinggi badan, body mass indek
 Denyut nadi dan regularitas irama jantung
 tekanan darah istirahat
 aukultasi jantung : murmur, gallop, kiks, dan rubs
 Auskultasi paru : bunyi napas, wheezing,dll
 Palpasi dan auskultasi karotis, abdominal dan arteri femoral
 infeksi d an palpasi ekstremitas bawah terhadap edema, puls arteri, integritas
kulit (khususnya DM)
 Pemeriksaan yang berhubungan dengan ortopedi, neurologi atau kondisi
keterbatasan lainnya.
 Pemeriksaan dada dan kakiterutama yang di lakukan PTCA atau CABG.
 Data ini menurut American Heart Association (AHA) Penting untuk menghindari
resiko yang dapat terjadi pada saat di lakukan uji latih jantung beban.
2. Alat-alat yang perlu di sediakan untuk melakukan ULJB :
 Treadmill
 Tensimeter dan stetoscope
 Oksigen
 Alat-alat infus set
 Alat-alat emergensi
 Defibrilator
 EKG sederhana

H. PENILAIAN SELAMA UJI LATIH JANTUNG BEBAN


1. Penilaian awal (pretest measurement)
 Minimal 5 menit istirahat sebelum penilaian di lakukan
 Inform konsent sudah di tanda tangani
 Di informasikan kerja alat pada pasien
 Terangkan tentang precaution dan terminasi (endpoint)
 EKG 12 lead saat di tidurkan dan posisi tegak saat test
 Tekanan darah posisi tiduran dan posisi tegak saat test
 Penilaian obat-obatan dan status klinik

page 127
2. Penilaian saat test (exercise measurement)
 EKG 12 leads selama dan akhir test
 Tekanan darah dan RPE selama dan akhir test
 Denyut nadi selama dan akhir test
 Penampilan fisik klien selama dan akhir test
3. Penilaian akhir (post measurement)
 Periode recovery sampai 6 menit dievaluasi.
 EKG 12 leads diperiksa setiap menit
 Tekanan darah dan nadi di periksa setiap 1-2 menit sampai kembali normal.
 Symptom setiap menit dicatat dan di evaluasi

I. PENGHENTIAN TEST (TERMINASI)


Uji latih jantung beban dapat di hentikan atas permintaan pasien atau oleh dokter.
Pasien dapat menerima agar test di hentikan apabila merasa pusing, berkunang-kunang,
nyeri dada hebat, berdebar-debar, sesak napas, kelelahan atau merasa kram
persendian.
Dokter (supervisor) menghentikan uji lati jantung ini berdasarkan :
 Abnormalitas EKG, perubahan ST, aritmia, block jantung, dll
 Tekanan darah sistolik, diastolik turun di bawah normal (sat awal test)
 Tekanan darah sistolik meningkat di atas 200 mmHg, diastolik di atas 110 mmHg.
 Denyut nadi menurub
 Denyut nadi sudah mencapai target
 Kondisi pasien mengkhawatirkan : confuse, ataksia, sianosis.
 Gangguan pada alat uji latih jantung beban.

J. KESIMPULAN
1. Uji latih jantung beban dengan menggunakan alat treadmill banyak di gunakan
dalam klinik dan keberhasialn melakukan ini tergantung dari kemampuan
operator secara profesional dari kompeten terlatih di bidangnya.
2. Protokol yang umum di pakai ada 3 macam : Bruce, Modifikasi Bruce,
Noughton.
3. Dalam rehabilitasi jantung yang penting penentuan prognosis pasien dan
mengaplikasikan hasil uji latih dalam program rehabilitasi

page 128
DIAGNOSTIK INVASIF
DAN INTERVENSI NON BEDAH
PADA KELAINAN KARDIOVASKULER

Tujuan Intruksional Khusus:


Setelah mengikuti sesi ini peserta dapat:
1. Menyebutkan definisi kateterisasi jantung
2. Menjelaskan tujuan kateterisasi jantung
3. Menjelaskan jenis – jenis kateterisasi
4. Menyebutkan indikasi kateterisasi
5. Menjelaskan kontarindikasi kateterisasi
6. Menyebutkan komplikasi kateterisasi
7. Menjelaskan persiapan pasien yang akan dilakukan kateterisasi
8. Menguraikan perawatan pasien setelas kateterisasi

A. DEFINISI
Diagnostik invasif kardiovaskuler adalah suatu tindakan pemeriksaan untuk
diagnosa secara invasif pada kelainan jantung dan pembuluh darah dengan memasukan
sebuah alat berupa kateter melalui pembuluh darah hingga ke jantung yang dikenal
dengan kateterisasi jantung.
Intervensi non bedah kardiovaskuler adalah suatu tindakan yang diambil untuk
mengatasi kelainan jantung dan pembuluh darah menggunakan metode diluar operasi.

B. DIAGNOSTIK INVASIF KARDIOVASKULER (KATETERISASI JANTUNG)


1. Pengertian
Kateterisasi jantung adalah Tindakan diagnostik yang dilakukan pada pasien anak
dan dewasa untuk mengetahui adanya kelainan jantung dengan cara
memasukan kateter kedalam jantung, arteri koroner (Angiogram) serta
pengukuran tekanan pada bagian –bagian jantung.
2. Tujuan
Tujuan diagnostik dari kateterisasi jantung antara lain :
a. Mendapatkan gambaran dari arteri koroner dan ruang-ruang jantung
b. Mengukur secara tepat tekanan dalam ruang jantung (hemodinamik
intrakardiak)
c. Mengetahui keadaan dan fungsi dari sistem kardiovaskuler untuk kelainan
pembuluh darah aorta, pulmonal dan perifer
d. Mengidentifikasi struktur kelainan jantung seperti pada kelainan arteri
koroner, disfungsi miokardial, kelainan katup dan kelainan jantung bawaan.

page 129
3. Jenis Kateterisasi
a. Kateterisasi perkutan
 Menggunakan metode Seldinger dan modifikasi seldinger.
 Insersi pada arter dan vena.
 Memiliki tingkat kenyamanan yang tinggi
 Menggunakan jarum perkutan yang memiliki obturator tajam
didalamnya.
 Pada modifikasi seldinger digunakan jarum singel-wall tanpa obturator
didalamnya.
b. Kateterisasi langsung melalui arteri brachial
 Insisi di atas vena brachialis untuk kateterisasi jantung sebelah kanan
 Insisi pada arteri dan vena brachial untuk kateterisasi jantung sebelah
kanan dan kiri.
c. Kateterisasi jantung kanan
 Diagnosa untuk menilai:
 Tekanan jantung kanan
 Keadaan katup pulmonal dan trikuspid
 Kadar oksigen darah ruang jantung guna memastikan L-R shunt
 Cardiac output
 Keadaan stenosis dan insufisiensi katup mitral
 Kateterisasi transseptal
 Insersi melaui vena femoral
d. Kateterisasi jantung kiri
 Digunakan untuk :
 Menilai tekanan untuk evaluasi katup aorta dan mitral
 Menilai fungsi jantung kiri
 Menggunakan angiography untuk evaluasi kelainan katup aorta
dan mitral
 Membuat ventrikulography
 Dilakukan dengan tiga cara:
 Retrograde
 Kateter masuk dari atrium kanan ke katup aorta
 Antegrade
 Kateter masuk dari arteri melalui aorta menuju ventrikel kiri
 Puncture ventrikel kiri
 Cara ini jika teknik untuk memasuki ventrikel kiri tidak berhasil
biasanya pada stenosis aorta berat.

page 130
4. Pemerikasaan Kateterisasi biasanya dilakukan dengan cara :
a. Angiography
Yaitu suatu cara untuk menggambarkan anatomi aliran pembuluh darah dan
kelainannya, dengan memasukan zat kontras kemudian merekam dan
mendokumentasikannya kedealm CD untuk membuat diagnosa dan
perencanaan pengobatan.
b. Penyadapan
Yaitu tindakan pengambilan / pendokumentasian tekanan darah,
kandungan oksigen (saturasi O2) dan kelainan sistem listrik jantung pada
setiap ruang jantung tanpa menggunakan zat kontras.
C. INTERVENSI NON BEDAH
1. Angioplasty / Stenting
Yaitu prosedur pengobatan pada kelainan stenosis arteri koroner dengan cara
menggambarkan balon kateter angioplasty bersamaan bersamaan dengan stent
tepat pada area stenosis. Tindakan ini dilakukan agar pembuluh darah tetap
terbuka.
2. Angioplasty Perifer / Stenting
Yaitu tindakan pengobatan dengan cara pengembangan balon kemudian
stenting pada area pembuluh darah perifer (iliaka, caritid, renal) yang
menyempit agar suply darah lancar.
3. Angioplasti Valvular
Yaitu tindakan pengobatan pada penyempitan katup jantung (pulmonal, aorta,
mitral) dengan cara mengembangkan balon dalam waktu beberapa detik pada
katup yang menyempit.
4. Pemasangan Permanen Pacu jantung
Yaitu tindakan untuk memberikan stimulus elektrikal pada otot jantung ketika
mengalami gangguan irama jantung sehingga suply darah ke sistemik adekuat,
dengan cara memasang generator (pacu jantung) dan dapat diprogram sesuai
keadaan.
5. Radiofrequensi Ablasi
Yaitu tindakan pengobatan pada kelainan irama jantung yang cepat (VT, atrial
fibrilasi, atial flutter ektopik atrial takikardi, SVT) dengan cara memberikan
energi listrik (radiofrekuensi dan direct curent) melalui kateter langsung ke
dalam jantung.
6. Penutupan Defek dengan ‘device’
Yaitu tindakan penutupan defek pada penyakit jantung bawaan seperti PDA, ASD
2, VSD dengan cara menempatkan device (alat) (contohnya Amplatzer Occluder)
secara transkateter pada defek.

page 131
D. INDIKASI
Menurut American College Cardiology / American Heart Assosiation Subcommitte
on Coronary Angiography, indikasi untuk kateterisasi adalah:

a. Diperkirakan mengalami gangguan pembuluh darah koroner jantung


b. Infark miokardial
c. Kelainan katup jantung
d. Kelainan jantung bawaan (sebelum dilakukan tindakan bedah)
e. Diseksi aorta
f. Konstriksi perikardium atau tamponade
g. Kardiomiopati
h. Pemeriksaan awal dan lanjutan untuk transplantasi jantung

E. KONTRAINDIKASI
a. Absolut
Keadaan peralatan dan fasilitas kateterisasi yang tidak adekuat
b. Relatif
 Kegagalan jantung kongestif yang tidak terkontrol
 Tekanan darah tinggi
 Aritmia
 Kecelakaan pada otak yang baru (< 1 bulan)
 Infeksi atau demam
 Ketidakseimbangan elektrolit
 Perdarahan saluran cerna akut atau anemia
 Kehamilan
 Dalam terapi anti koagulan (perdarahan tidak terkontrol)
 Pasien tidak kooperatif
 Keracunan obat (digitalis, phenothiazine)
 Gagal ginjal

F. KOMPLIKASI
Analisa yang dilakukan pada 200.000 pasien kateterisasi jantung, komplikasi yang
terjadi :
a. Kematian (< 0,2 %)
b. Infark miokardial (< 0,5%)
c. Stroke (< 0,5%)
d. Aritmia ventrikular yang serius (< 1%)

page 132
e. Komplikasi pembuluh darah besar (<1%):
 Perdarahan
 Pseudoaneuriysm
 Trombosis/embolus/emboli udara
 Diseksi aorta
 Tamponade
 Keracunan zat kontras
 Reaksi protamine
 Infeksi
 Gagal jantung kongestif

G. PERSIAPAN PASIEN
Persiapan yang dilakukan sebelum menjalani kateterisasi jantung:
1. X-Ray dada
2. Pemeriksaan laboratorium (darah dan rutin)
3. EKG 12 Lead
4. Puasa 4-6 jam sebelum dilakukan tindakan
5. Membersihkan area area penusukan yang dilakukan kateterisasi
6. Premedikasi
7. Singkirkan perhiasan ,kaca mata, lensa kontak, gigi palsu sebelum kateterisasi
8. Persiapan administrasi termasuk inform consent dan kelengkapan administrasi

page 133
H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN DAN PENDIDIKAN PASIEN
Pengkajian dan pendidikan merupakan bagian yang penting dalam persiapan
pasien. Pengkajian keperawatan diantaranya termasuk pemeriksaan tanda-tanda vital,
evaluasi denyut nadi perifer pada lengan dan kaki, dan juga denyut jantung dan paru.
Informasi ini digunakan untuk membandingkan evaluasi pulsasi perifer setelah
kateterisasi.
Pengkajian keperewatan juga mencakup pada status emosional dan
pengetahuan pasien tentang kateterisasi yang akan dijalankan. Tindakan kateterisasi
merupakan hal yang baru dan dapat menakutkan bagi pasien, sehingga diperlukan
pengarahan dan pengenalan yang baik untuk mengatasinya. Di beberapa institusi
pasien diajak dan dikenalkan ke ruang tindakan untuk mengurangi ketakutan pasien.
Beberapa hal penting yang harus di perhatikan dalam kehidupan dalam
pendidikan bagi pasien:
1. Pasien akan dipuasakan selama 6-12 jam sebelum kateterisasi.
2. Medikasi akan diberikan sebelum atau selama kateterisasi berlangsung, tetapi
pasien akan tetap bangun selama tindakan.
3. Pasien diajarkan untuk bernafas dalam, menahan nafas tanpa mengedan (valsavas
manuever) serta batuk.
4. Keadaan laboratorium kateterisasi harus dijelaskan kepada pasien termasuk
kegunaan alat-alat yang ada didalamnya.
5. Pasien akan diberikan pakaian khusus untuk digunakan di dalam laboratorium.
6. Tempat insersi kateter akan dicuci, dan rambut sekitarnya di cukur.
7. Lamanya prosedur yang dilakukan dijelaskan kepada pasien,
8. Pasien akan diberikan anastesi lokal, dan jarang menimbulkan sakit selama
prosedur, pasien dianjurkan memberitahu perawat bila dirasakan sakit untuk
diberikan tambahan anastesi.
9. Pasien mungkin akan merasa panas atau mual pada saat zat kontras disuntikan.
10. Pasien dianjurkan untuk melaporkan adanya angina atau sakit dada yang lain
kepada perawat.
11. Pasien diberitahukan untuk istirahat panjang di tempat tidur setelah kateterisasi.

page 134
I. PERAN PERAWAT DALAM LABORATORIUM KATETERISASI
Perawat berperan dalam berbagai hal di laboratorium kateterisasi, diantaranya
sebagai scrub nurse yang bertanggung jawab membantu dokter selama prosedur
berlangsung, monitor tanda-tanda vital dan perubahan hemodinamik seperti cardiac
output, membantu memasukan sedasi intravena. Perawat yang lain sebagai
circulating nurse yang membantu kelancaran jalannya prosedur.
Secara garis besar perawat harus menguasai pengetahuan tentang
kardiovaskuler termasuk obat-obatan, aritmia, prinsip sedasi intravena, teknik steril,
anatomi dan fisiologi kardiovaskuler dan konsep tentang penggunaan kateter serta
pembentukan embolus dan pencegahannya.

J. PERAWATAN SETELAH KATETERISASI


1. Mengkaji keluhan yang dirasakan pasien
2. memonitor tanda-tanda vital 1 jam pertama selama 15 menit, 1 jam kedua selama
30 menit sampai keadaan membaik.
3. Monitor adanya perdarahan, hematoma dan bengkak sekitar area penusukan
dengan cara:
 penekanan dengan bantal pasir dan immobilisasi pada daerah penusukan
selama 6 jam.
 bila perlu bekerjasama dengan keluarga pasien untuk mengamati perdarahan.
4. Monitor adanya tanda-tanda dari efek samping zat kontras.
 cek adanya tanda alergi ( gatal, menggigil, mual, muntah) observasi tanda vital
dan volum cairan yang masuk dan keluar tanda dari hipotensi.
5. Monitor adanya tanda infeksi.
 menjaga area penusukan ganti balutan setiap hari dengan memperhatikan
septik dan antiseptik.
 cek adanya perubahan warna, suhu pada luka tusukan.
6. Monitor tanda-tanda gangguan sirkulasi ke perifer
 lakukan palpasi arteri poplitea, dorsalis pedis kanan dan kiri setiap 15 menit
sekali bila nadi lemah konfirmasi dokter untuk pemberian obat anti koagulan.
7. Catat resume instruksi dokter mengenai terapi yang akan diberikan setelah dilakukan
tindakan.

page 135
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN HIPERTENSI

Tujuan Instruksional Khusus :


1. Menyebutkan definisi ipertensi
2. Menyebutkan penyebab hipertensi
3. Menyebutkan klasifikasi hipertensi
4. Menyebutkan patofisiologi hipertensi
5. Menyebutkan manifestasi klinis
6. Menyebutkan pengaruh terhadap organ
7. Menyebutkan pemeriksaan fisik dan penunjang
8. Menyebutkan terapi dan pengobatan hipertensi
9. Menyebutkan proses keperawatan

A. DEFINISI
Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik lebih dari 90 mmHg yang menetap.
Tekanan darah berasal dari mekanisme pompa jantung yang mendorong sejumlah
volume darah, dengan tekanan yang tinggi agar darah sampai ke seluruh organ tubuh
melalui pembuluh darah. Jadi tingginya tekanan darah, ditentukan oleh jumlah darah
yangt dipompakan jantung ( curah jantung ) dan diameter pembuluh darah (
resistensi perifer )

TEKANAN DARAH = CURAH JANTUNG X RESISTENSI PERIFER

B. PENYEBAB
Menurut penyebabnya hipertensi dibagi dua :
1. Hipertensi Esensial atau hiperensi primer
Merupakan bagian terbesar ( 90%). Penyebab belum diketahui. Faktor yang
mempengaruhi seperti genetik, lingkunga, hiperaktivitas susunan saraf simpatis,
sistem renin-angiotensin, defek dalam eksresi Na, peningkatan Na dan Ca
intraseluler. Faktor yang meningkatkan resiko seperti obesitas, alkohol, merokok
serta polisitemia.
2. Hipertensi sekunder
Penyebab spesifiknya diketahui :
a. Kelainan ginjal
 Glomerulonephritis akut
 Glomerulonephritis kronik

page 136
 Pyelonephritis kronik
 Penyempitan arteri renalis
b. Kelainan hormon
 Diabetes Melitus
 Pil KB
 Phaecromactytoma ( tumor adrenal ) : release of excessive amounts of
epinephrine dan norephinephirene)
c. Kelainan neurologis
 Polineuritis
 polimyelitis
d. lain- lain
 obat-obatan
 preeklampsi
 koarktasio aorta
 post operative. Etiologi : Efek CPB, Vasokontriksi dari hypotermi, demam,
cemas, nyeri, abnormal ABG.

C. KLASIFIKASI
Kategori Sistolik mmHg Diastolik mmHg
Optimal <120 < 80
Normal <130 < 85
High normal 130-139 85-89

Kategori Sistolik mmHg Diastolik mmHg


Derajat I 140- 159 90-99
Derajat II 160-179 100-109
Derajat III >180 >110

1. Borderline Hypertension : Peningkatan tekanan darah yang intermitten dan


diselingi dengan tekanan darah yang normal. Pasien tetap mempunyai resiko
untuk mendapatkan penyakit kardiovaskular.
2. White coat Hypertension : Pasien yang mempunyai tekanan darah normal kecuali
ketika pengukuran tekanan darah diambil oleh tenaga medik khusunya oleh
dokter. penyebabnya diperkirakan karena takut.
3. Malignant Hypertension : Sindroma yang ditandai dengan peningkatan tekanan
darah ( diastolik > 140 mmHg) dihubungkan dengan papiledema.

page 137
Accelerated hypertension merupakan sindroma yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah dengan perdarahan dan eksudat retina. Accelerated
hypertension bisa berkembang menjadi malignant hypertension jika tidak diatasi
dengan baik.
4. Benign hypertension. Merupakan hipertensi yang tidak kompleks, biasanya
terjadi lama dengan derajat ringan sampai sedang. Benign hypertension bisa
primer atau sekunder.
5. Krisis hipertensi
a. Hipertensi darurat ( hipertensi emergency)
Kondisi dimana diperlukan penurunan tekanan darah dengan segera ( tidak
selalu diturunkan sampai batas normal ), untuk mencegah atau membatasi
kerusakan organ. Misalnya pada ensefalopati hipertensif, perdarahan
intracranial, infark miokard akut.
Tujuan : menurunkan kurang lebih 25% ( dalam hitungan menit sampai 2 jam
). Kemudian mencapai 160/100 mmHg dalam 2-6 jam, guna menghindari
iskemia ginjal, otak atau koroner. Obat yang biasa digunakan : Sodium
Nitroprusside, Nikardipin, Nitrogliserin, Enalaprilat, Hidralazin, Diakziksid,
Labetalol, Esmolol, Fentolamin.
b. Hipertensi mendesak ( hipertensi urgency)
Kondisi dimana penurunan tekanan darah harus dilakukan dalam beberapa
jam, misalnya pada hipertensi dengan edema pada lempeng optic retina atau
komplikasi organ yang progresif. Obat yang diberikan adalah dosis oral
dengan mula kerja yang cepat. Misalnya : diuretic, ß blocker, ACE inhibitor, α
antagonis, Ca antagonis.

page 138
D. PATOFISIOLOGI
1. Primary Hypertension
Saraf simpatis

Renin

Angiotensinogen ( hati )

ACE
(Angiotrnsin Converting Enzyme)

Angiotensin I ( paru)

Angiotensin II

Rangsang saraf pusat halus Vasokontriksi Aldosteron

ADH Increased peripheal resitance Retensi Na

Over volume Tekanan Darah Over


volume

2. Secondary hypertension
Mekanisme primer yang berperan dalam proses terjadinya hipertensi sekunder
adalah (1) peningkatan sekresi ketokalamin ( mis : pheochromocytoma ), (2)
peningkatan pengeluaran renin ( mis : stenosis arteri renalis ) dan ( 3) Expansi
Natrium dan volume darah ( mis : Cushing’s syndrome ).
Penyakit parenkim ginjal, terutama Glomerulonephritis kronik menjadi penyebab
hipertensi sekunder selanjutnya. Pengaruh yang penting ke ginjal dipengaruhi

page 139
oleh ekskresi natrium, perfusi ginjal , atau mekanisme renin-angiotensin-
aldosteron yang dapat meningkatkan tekanan darah.
Kelenjar Adrenal menyebabkan hipertensi sekunder sebagai hasil dari
pengeluaran aldosterone, kortisol dan katekolamine. Aldosteronisme primer
biasanya meningkat pada solitary benign adenomas dari korteks adrenal yang
melepas aldosterone. Pengeluaran aldosteron menyebabkan retensi sodium dan
air di ginjal, meningkatkan volume darah, damn meningkatkan tekanan darah.
Masalah korteks adrenal yang lain adalah pengeluaran kortisol (cushing’s
syndrome). Pasien dengan chusing syndrom beresiko 80% lebih rentan untuk
terjadi hipertensi. Kortisol meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan
retensi sodium di ginjal, level angiotensin II, dan reaktivitas vaskuler terhadap
noreprinephrin. Pheochromacytoma, adalah suatu tumor kecil di medula adrenal,
yang bisa menyebabkan hipertensi akibat pelepasan epinephrin dan
norepinephrin yang berlebih.
3. Perubahan pembuluh darah
Pada pembahasan sebelumnya dikatakan bahwa hipertensi primer dan sekunder,
kemungkinan tidak terdapat perubahan patologis pada pembuluh darah dan
organ. Pasien bisa mengalami gejala ataupun tidak terdapat gejala selain
peningkatan intermiten dari tekanan darah (labil hypertension). Perlahan lahan,
perubahan patologis yang luas terjadi di pembuluh darah kecil dan besar, di
jantung, ginjal dan otak. Pembuluh darah yang besar seperti aorta, arteri koroner,
arteri basiler ke otak, dan pembuluh darah perifer di ekstremitas mengalami
schlerosis dan menjadi kaku. Lumen pembuluh darah tersebut menjadi sempit,
sehingga terjadi penurunan aliran darah ke jantung, otak, dan extremitas bawah.
Pada kerusakan yang lebih lanjut, pembuluh darah besar mulai terganggu dan bisa
terjadi perdarahan.
Kerusakan pembuluh darah kecil, sama berbahyanya , karena bisa menyebabkan
perubahan struktural pada jantung, ginjal, dan otak. Peningkatan tekanan
diastolik merusak lapisan intima pembuluh darah kecil. Karena lapisan intima
mengalami kerusakan, fibrin terakumulasi di pembuluh darah, edema lokal mulai
terjadi, sumbatan intravaskular jaringan jantung, otak, ginjal, dan retina (2)
gangguan fungsional yang progresif dari organ.
Pada perkembangan penyakit jantung hipertensif, lingkaran perubahan patologis
terjadi pada setiap menifestasi penyakit ini. Ketika arteriol menyempit, jantung
harus meningkatkan kontraktilitasnya untuk mempertahankan cardiac output
yang normal dan mengatasi peningkatan afterload. Keadaan seperti ini bila terjadi

page 140
dalam waktu yang lama dapat menyebabkan jantung mengalami hipertrofi,
terutama ventrikel kiri. Hipertrofi bisa mengarah pada insufisiensi koroner dan
infark miokard, jika otot jantung membesar melebihi suplai darahnya.
Jika jantung yang mengalami hipertofi tidak bisa mempertahankan cardiac output
yang cukup, maka bisa terjadi gagal jantung kiri. Hipertrofi ventrikel kiri
merupakan faktor resiko mayor terjadinya aritmia dan kematian mendadak.

Ketika tekanan diastolik meningkat pada atrium dan ventrikel kiri, keadaan
kongesti ini akan mempengaruhi arteri pulmonal dan pada akhirnya bisa
mengakibatkan gagal jantung kanan ( RV failure ). Bisa terjadi aliran darah balik ke
sirkulasi sistemik dan meyebabkan peningkatan tekanan vena sistemik. Kondisi
kongesti di vena dan aliran arteri yang menurun menyebabkan penurunan perfusi
ke ginjal . kemudian terjadillah gagal ginjal, yang pada akhirnya bisa menambah
parah hipertensi. Peningkatan tekanan di arteri, ditambah dengan adanya
arteriosklerosis semakin melemahkan pembuluh darah, yang bisa menyebabkan
anuerisma dan ruptur pembuluh darah.

E. MANIFESTASI KLINIS

1. Occipital headache 8. Mual


2. Pusing 9. Muntah
3. Lemas 10. Epistaksis
4. Sesak nafas 11. Kelemahan otot
5. Kelelahan 12. Blureed vision
6. Palpitasi 13. Kesadaran menurun
7. Gelisah 14. Penurunan mental

F. PENGARUH TERHADAP ORGAN


1. Penyakit pembuluh darah otak
o Stroke
o Perdarahan otak
o Transien Ischmeic Attack (TIA)
2. Penyakit jantung
o Gagal jantung
o Infark Miokard

page 141
o Angina pektoris
3. Penyakit ginjal
o Gagal ginjal
4. Penyakit pembuluh darah
o Diseksia Aorta
o Artherosklerosis
5. Penyakit mata
o Odema pupil
o Penebalan retina
o Perdarahan retina

G. TERAPI DAN PENGOBATAN HIPERTENSI


Tujuan pengobatan hipertensi adalah menurunkan mortaslitas dan morbiditas
berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Tujuan terapi adalah mencapai dan
mempertahankan tekanan sistolik dibawah 140 mmHg dan tekanan diastolik
dibawah 90 mmHg dan mengontrol faktor resiko. Hal ini dapat dicapai melalui
modifikasi gaya hidup atau dengan aobat antihipertensi.
1. Pengobatan Non Farmakologi
Pengobatan non farmakologi banyak disarankan sebagai terapi awal pada
banyak pasien, setidaknya untuk 3-6 bulan pertama setelah diagnosa awal.
 Pengurangan berat badan. Pengurangan berat badan dalam 15% dari berat
badan ideal direkomendasikan untuk semua pasien hipertensi yang obesitas.
 Pengurangan asupan Natrium. Pengurangan natrium sekitar 1 sampai 2.5 g
atau 4 sampai 6 garam per hari.
 Modifikasi diet lemak. Modifikasi diet lemak dengan cara menurunkan asupan
lemak jenuh, dan meningkatkan lemak tak jenuh ganda yang dapat
menurunkan tekanan darah dan menurunkan level kolesterol.
 Olahraga. Olahraga aerobik ( isotonic ) yang teratur dapat memfasilitasi
pengkondisian kardiovaskuler, dan dapat menurunkan berat badan pada
pasien hipertensi yang obesitas. Olahraga isometric yang berat seperti angkat
berat dapat berbahaya ; tekanan darah sering meningkat pada level yanng
sangat tinggi karena vasovagal refleks yang terjadi selama kontraksi isometric.
 Pengurangan asupan alcohol. Untuk yang sering minum harus melakukan
pengurangan . ( misalnya kurang dari 1 sampai 2 onz ethanol per hari ). Ada 1
onz (28 g) ethanol dalam 100 wishkey murni, 8 onz wine, atau 24 onz bir.

page 142
 Pengurangan asupan alcohol. Beritahukan pasien untuk membatasi caffeine
sampai 250 mg ( jumlahnya dua sampai tiga cangkir ) karena bisa
meningkatkan tekanan darah dengan mengaktifkan system saraf simpatis.
 Tehnik relaksasi. Macam- macam tehnik relaksasi seperti yoga, psikoterapi
telah memperlihatkan penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi
setidaknya untuk sementara.
 Berhenti merokok. Nikotin meningkatkan nadi dan menyebabkan
vasokontriksi perifer, yang akan meningkatkan tekanan darah arteri dalam
waktu singkat.
 Suplemen kalium
 Suplemen kalsium
 Suplemen magnesium. Terapi diuresis dapat menyebabkan hipomagnesemia.
2. Pengobatan Farmakologi
a. Diuretik. Contoh : Furosemide, Spironolactone.
b. Vasodilator. Contoh : Sodium Nitroprusside, Nitroglycerin, Hydralazine,
Enalaprilat
c. ACE inhibitor. Contoh : captopril, Enalapril, Lisinopril.
d. Calcium antagonis. Contoh : Nifedipine, Verapamil, Diltiazem, Nicardipine.
e. Alpha adrenergic inhibitor. Contoh : Prazosin Hydrochloride
f. Beta blocker. Contoh : Propanolol, Metoprolol, Atenolol, Labetalol.

H. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas pasien : nama, umur, jenis kelamin, suku, pekerjaan.
b. Riwayat
- riwayat kesehatan kieluarga : adanya penyakit hipertensi, diabetes melitus
atau penyakit jantung
- Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat penyakit sekarang
- Manifestasi klinis penyakit jantung seperti angina, dyspnea
- kebiasaan sehari-hari : nutrisi, istirahat dan olahraga
- Faktor psikososial dan lingkungan : stress emosional, budaya makan dan
statis ekonomi
- Faktor resiko: Merokok, obesitas dan hiperlipidemia
- Riwayat alergi
- Riwayat pemakaian obat : pil KB, steroid dan NSAID

page 143
c. Pemeriksaan fisik
- Berat badan dan tinggi badan
- Mata : pemeriksaan funduskopi untuk pemeriksaan retinal arteriolar,
perdarahan, eksudat dan papiledema.
- Leher : JVP, bising karotis dan pembesaran tyroid.
- Paru : pernafasan (irama, frekuensi dan jenis suara nafas)
- Jantung : Denyut jantung, suara jantung dan bising jantung. Tekanan darah
di ukur minimal 2 kali dengan tenggang waktu 2 menit dalam posisi
berbaring atau duduk dan berdiri sekurangnya setelah 2 menit. Pengukuran
menggunakan cuff yang sesuai dan sebaiknya dilakukan pada kedua sisi
lengan dan jika nilainya berbeda maka nilai yang tertinggi yang di ambil.
- Abdomen : Bising usus dan pembesaran ginjal
- Ekstremitas : lemahnya atau hilangnya nadi perifer dan edema.
- Neurologi : tanda trombosis cerebral dan perdarahan
d. pemeriksaan penunjang
- EKG : adanya pembesaran ventrikel kiri, pembesaran atrium kiri, adanya
penyakit jantung koroner atau aritmia.
- Hemoglobin atau hematokrit : bukan diagnosis tapi meng kaji hubungn dari
sel-sel terhadap volume cairan atau viskositas dan dapat mengindikasikan
faktor-faktor resiko seperti hiperkogulalibitas dan anemia.
- BUN/ kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi ginjal.
- Glukosa : hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi)
- Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron
utama (penyebab) atau dapat menjadi efek samping terapi diuretik.
- Kalsium serum : peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan
hipertensi.
- Kolesterol dan trigliserida serum : peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa (efek
kardiovaskular)
- asam urat : hiperuricemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko
terjadinya hipertensi.
- Foto rontgen : adanya pembesaran jantung, vaskularisasi atau aorta yang
melebar
- Echocardiogram : tampak adanya penebalan dinding ventrikel kiri, mungkin
juga sudah terjadi dilatasi dan gangguan fungsi sistolik dan diastolik

page 144
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan beban akhir yang
meningkat, vasokontriksi, iskemi miokard, hipertrofi ventrikel.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan tubuh,
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan.
c. Gangguan rasa nyaman : nyeri/sakit kepala berhubungan dengan peningkatan
tekanan pembuluh darah serebral
d. Gangguan nutrisi melebihi kebutuhan tubuh berhubungan dengan
pemasukan berlebihan, keyakinan budaya
e. Tidak efektifnya koping individu berhubungan dengan tidak adekuatnya
support system, tidak adekuatnya relaksasi, perubahan cara hidup.
f . Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, rencana pengobatan berhubungan
dengan kurangnya informasi, misinterpretasi informasi, menyangkal diagnosa.

3. Perencanaan
a. Tujuan yang diharapkan
- Tekanan darah terkontrol dengan baik dalam batas yang diharapkan
- pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan atau diperlukan
- Pasien melaporkan bahwa nyeri berkurang atau hilang dengan
menggunakan metode yang diberikan
- Adanya perubahan pola hidup
- Pasien mampu mengidentifikasi potensial situasi stress dan menmbil
langkah untuk menghindari atau mengubahnya.
- Pasien memahami tentang proses penyakit, pengobatan dan komplikasi
yang perlu diperhatikan
b. Intervensi keperawatan
- Monitor dan catat tekanan darah pada kedua lengan dan paha pada awal
pemeriksaan dengan menggunakan ukuran manset yang tepat dan teknik
yang akurat.
- monitor dan catat kualitas pulsasi apeks dan perifer
- Auskultasi bunyi jantung dan paru
- Observasi warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
- Observasi dan catat adanya edema
- Berikan obat sesuai indikasi
- berikan penjelasan tentang efek samping, dosis obat-obatan yang diberikan

page 145
- Monitor efek obat-obatan
- Batasi cairan sesuai kebutuhan
- Ukur dan catat cairan masuk dan keluar setiap 24 jam
- Kaji respon pasien terhadap aktivitas
- Intruksikan pasien tentang teknik penghematan energi, misalnya :
menggunakan kursi saat mandi, duduk saat menyisir rambut atau menyikat
gigi, melakukan aktivitas dengan perlahan.
- Motivasi pasien untuk melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap
bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
- Pertahankan tirh baring selama fase akut
- Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas/keributan lingkungan.
Batasi jumlah pengunjung
- Berikan tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, misal :
kompres dingi pada dahi, pijat punggung dan leher, tenang, redupkan lampu
kamar, teknik relaksasi (paduan imajinasi dan aktivitas pengalihan),
- Batasi aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala. Misal :
mengejan saat BAB, batuk panjang dan membungkuk.
- Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
- Kaji pemahaman pasien tentang hubungan langsung antara hipertensi
dengan kegemukan.
- Diet rendah garam dan lemah
- Hindari makanan yang berkalori tinggi
- Kolaborasi dengan ahli gizi
- Anjurkan untuk menurunkan berat badan bila pasien obesitas
- Meningkatkan asupan kalium dengan menganjurkan makanan alami tinggi
kalium
- Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku, misal :
kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi
dalam rencana pengobatan.
- Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, penurunan
konsentrasi
- Libatkan pasien dalam perencanaan keperawatan dan beri dorongan
partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan.
- Motivasi pasien untuk mengevaluasi prioritas/tujuan hidup

page 146
- Tetapkan dan nyatakan batas tekanan darah normal. Jelaskan tentang
hipertensi, pengobatan dan perawatan serta efeknya pada jantung,
pembuluh darah, ginjal dan otak.
- Jangan katakan tekanan darah normal tetapi tekanan darah terkontrol
dengan baik
- bantu pasien dalam mengidentifikasi faktor resiko yang dapat di ubah, misal:
obesitas, diet tinggi lemak jenuh dan kolesterol, merokok dan minum
alkohol.
- Anjurka nerhenti merokok bila pasien merokok
- Anjurkan berhenti atau menghindari penggunaan alkohol
- Anjurkan olahraga yang optimal dan teratur sesuai usia dan kondisi
kardiovaskular
- Jelaskan tentang obat yang diresep bersamaan dengan rasional, dosis, efek
samping yang diperkirakan dan efek yang merugikan.
- Anjurkan pasien untuk control secara teratur, istirahat teratur

4. Evaluasi
Evalusi dilakukan pada tahap proses dan hasil
Proses langsung setelah tindakan
Hasil tujuan yang diharapkan

page 147
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN KELAINAN KATUP JANTUNG

Tujuan intruksional khusus :


Setelah mengikuti sesi ini, peserta dapat :
1. menyebutkan definisi kelainan katup jantung
2. Menyebutkan etiologi kelainan katup jantung
3. menjelaskan macam-macam kelainan katup jantung
4. Menyebutkan tanda dan gejala pada kelainan katup jantung
5. Menyebutkan penatalaksanaan medis pada kelainan katup jantung
6. Menguraikan proses keperawatan pada kelainan katup jantung

A. DEFINISI
Kelainan katup merupakan ketidaknormalan struktur katup ditandai dengan menurunya
fungsi katup saat membuka dan menutup pada waktu sistolik dan diastolik.

B. ETIOLOGI
Kelainan katup sebagian besar diakibatkan oleh demam rematik yang merupakan efek dari
peradangan faringitis yang diakibatkan oleh kuman streptococcus ß haemolyticus type A.
Hal ini diakibatkan oleh penurunan daya tahan tubuh terhadap kuman tersebut. Pada
umumnya demam rematik terjadi pada usia 5-15 tahun.

C. JENIS KELAINAN KATUP


1. Kelainan katup mitral
a. mitral stenosis
Mitral stenosis merupakan penebalan progressif dari kontraktur leaflet katup sehingga
menyebabkan penyempitan orifisium dan obstruksi progresif aliran darah.
Tanda dan gejala :
- Dypsneu
- Palpitasi
- Batuk
- Pembesaran hepar, abdominal discomport, edema perifer
- Peningkatan JVP
- Cyanosis, Fatigue
- RVH, RAD, Gambaran P mital

page 148
b. Mitral insufisiensi
Mitral insufisiensi merupakan akibat dari inkompetensi dan distorsi dari katup mitral
sehingga leaflet katup tidak bisa menutup secara sepurna selama sistolik.
Tanda dan gejala :
- Dypsneu
- Fatigue, palpitasi, pansistolik murmur
- LVH, Aritmia, P mitral
- Edema perifer, pembesaran hepar
2. Kelainan katup aorta
a. Aorta Stenosis
Merupakan penyempitan orifisium antara ventrikel kiri dan aorta. Obstruksi aliran ke
aorta menyebabkan peningkatan tekanan di ventrikel kiri yang dapat menyebabkan
hipertrofi dan kegagalan. Aorta stenosis dapat terjadi akibat kongenital atau kalsifikasi
leaflet.
Tanda dan Gejala:
- Fatigue, dispneu
- Nyeri dada, sincope, vertigo
- LVH, midsistolik murmur
b. Aorta Insufisiensi
Aorta insufisiensi disebabkan oleh inflamasi pada leaflet katup sehingga orifisium aorta
tidak bisa menutup ketika diastolik, sehingga mnyebabkan aliran balik dari aorta ke
ventrikel kiri.
Aorta insufisiensi dapat disebabkan oleh endokarditi reumatik, infeksi endokarditis atau
koma karena malformasi kongenital atau kelainan yang dapat menyebabkan dilatasi
aorta ascende.
Aorta insufisiensi yang kronik dapat meningkatkan tekanan dan volum di ventrikel kiri,
sehingga terjadi dilatasi ventrikel kiri secara progresif, dan timbulnya tanda-tanda gagal
jantung kiri.
Tanda dan gejala :
- Palpitasi
- Fatique
- Ortophneu
- PND, RHF
- Diastolik murmur

page 149
3. Kelainan katub trikuspid dan pulmonal
a. trikuspid insufisiensi
trikuspid insufisiensi pada umumnya terjadi karena dilatasi ventrikel kanan. Hal ini
menyebabkan aliran balik darah dari ventrikel kanan ke atrium kanan ketika fase sistolik
ventrikel.
Tanda dan gejala :
- Dispneu
- Sianosis
- Peningkatan tekanan vena jugularis
- Edema perifer, pembesaran hepar
b. pulmonal stenosi dan regurgitasi
pulmonal stenosis ataupun pulmonal atresia pada umumnya terjadi pada kelainan
konginetal. Sedangkan pulmonal regurgitasi biasanya terjadi karena adanya hipertensi
pulmonal, dilatasi arteri pulmonalis, gangguan jaringan katub dan endokarditis.
Tanda dan gejala :
- Sianosis
- Dipsneu
- Gagal jantung kanan
D. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Medikamentosa
Digitalis, diuretik, antikoagulan, antiaritmia
2. Ballon mitral valvuloplasty ( BMV)
Melebarkan kembali katub mitral yang stenosis dengan menggunakan ballon kateter di
ruang kateterisasi
3. pembedahan
a. Mitral valve Replacement / repair
b. Aortic valve Replacement / repair
c. Tricuspid Annuloplasty (TAP)

E. PENGKAJIAN
1. Kaji pasien untuk komplikasi dan perkembangan diafungsi katup
2. Kaji pasien tentang riwayat gagal jantung kongestif, endokarditis infeksi, dan penyakit
jantung rematik.
3. Auskultasi suara jantung tambahan dan adanya murmur

page 150
a. Mitral Stenosis
1.) Auskultasi adanya suara jantung pertama yang disertai dengan “opening snap” di
apeks dengarkan adanya suara low pitched diastolik murmur ( rumbling murmur).
Catat durasi murmur ( lamanya durasi murmur mrnunjukkan stenosis yang signifikan).
b. Mitral Insufisiensi
1.) Auskultasi hilangnya suara jantung pertama
2.) Auskultasi murmur sistolik ( prominent finding)
3.)Insufisiensi ringan dapat menyebabkan pansistolik murmur
c. Aorta Stenosis
d. Aorta Insufisiensi
e. Ttrikuspid Stenosis
4. Pemeriksaan penunjang
a. EKG : P – Mitral, P – pulmonal, Hipertrofi ventrikel dan atrium
b. Foto Rontgen
c. Ekokardiografi
d. Laboratorium
e. Kateterisasi

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Penurunan cardiac output berhubungan dengan faktor-faktor mekanik ( peningkatan
atau penurunan preload, afterload, kontraktilitas)
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan oksigen yang tersedia untuk
energi
3. Potensial terjadinya koping tidak efektif berhubungan dengan penyakit akut atau
kronik

F. PERENCANAAN
1. Menganjurkan pasien untuk istirahat
2. Memberikan bantuan oksigen
3. Menempatkan pasien dalam posisi duduk atau semi fowler
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat-obatan seperti vasodilator, ß-bliker,
Ca antagonis, dll.
5. Membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari
6. Memberikan penjelasan kepada pasien tentang keadaan penyakitnya.
7. Memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya dan
bertanya tentang penyakitnya.

page 151
H. EVALUASI
1. Cardiac output yang adekuat dapat dipertahankan dengan kriteria tekanan darah dan
heart rate dalam batas normal, respirasi rate ketika istirahat 14-18 kali per menit,
tidak ada batuk atau produksi sputum, tidak ada sakit dada, fatigue minimal (istirahat
diantara aktivitas sehari-hari, menyatakan fatigue tidak bertambah buruk)
2. Bisa menerima/beradaptasi dengan kondisi sakit yang dialami.

page 152
PENYAKIT JANTUNG KORONER
(CORONARY ARTERY DISEASE/CAD)

Tujuan Instruksional Khusus:


Setlah mengikuti sesi ini, pesert dapat:
1. Menjelaskan pengertian CAD
2. Menyebutkan faktor resiko penyebab terjadinya CAD
3. Menyebutkan tanda dan gejala CAD
4. Menjelaskan macam-macam CAD
5. Menyebutkan pemeriksaan diagnostik untuk CAD
6. Menyebutkan penatalaksanaan medis untuk CAD
7. Menguraikan proses keperawatan untuk CAD

A. DEFINISI CAD
Coronary Heart Disease (CAD) adalah penyakit jantung yang ditandai denga penyumbatan
progresif pada arteri koroner akibat respon terhadap perlukaan multifaktor dinding
pembuluh darah koroner sehimgga terjadi sikemik atau infark pada jantung.

B. FAKTOR RESIKO TERJADINYA CAD


1. Tidak dapat dirubah (non modifiable)
a. Umur dan jenis kelamin
pada umur 45 tahun laki-laki 4 kali beresiko lebih banyak dari wanita
b. Riwayat keluarga
2. Dapat dirubah
a. Merokok
b.DM
c.kolesterol tinggi
d.Obesita
e.Hipertensi
f.Gaya hidup
g.Strees emosional

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Tanpa Gejala
2. Angina pektoris
3. Infark miokard akut
4. Aritmia
5. Payah jantung

page 153
6. Kematian mendadak
D. MACAM-MACAM PENYAKIT JANTUNG KORONER
1. Angina Pektoris
Angina pectoris adalah rasa sakit dada akibat adanya iskemia otot jantung,
dikarenakan timbunan asam laktat, akibat metabolism anaerob pada sel miokard
yang hipoksia. Angina pectoris diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu :
a. Angina Pektoris Stabil
Adalah serangan sakit dada yang bersifat stabil / tidak berubah derajat, lama
frekwensi dan faktor pencetusnya, dan timbul saat melakukan aktivitas. Rasa sakit
tidak lebih dari 15 menit dan hilang dengan istirahat.
Pada pemeriksaan EKG didapatkan segment ST depresi atau elevasi yang timbul
saat serangan dan hilanmg atau normal kembali sesudah serangan.
b. Angina Pektoris tidan Stabil
Adalah sakit dada yang timbul saat istirahat, lamanya lebih dari 15 menit, ada
peningkatan dalam frekwensi sakitnya atau ada gejala perburukan.
Pemeriksaan EKG didapatkan segmen ST depresi / elevasi yang timbul saat
serangan atau sebagian setelah serangan selesai.
c. Angina Variant / Prizmetal
Adalah bentuk angina tidak stabil yang disebabkan oleh spasme arteri koroner.
2. Infark Miokard
Infark Miokard adalah kematian jaringan otot jantung yang ditandai adanya
a. Sakit dada khas yang lama sakitnya lebih dari 30 menit
b. Tidak hilang dengan istirahat atau pemberian anti angina
c. Biasanya disebabkan oleh thrombus arteri koroner yang lokasi dan luasnya infark
tergantung let5ak arteri koroner yang tersumbat.
d. Kelainan EKG :
1.) Fase Akut
Adanya gelombang Q patologis disertai adanya elevasi segment ST atau
hanya berupa elevasi segmenST
2.) Fase Subakut atau Recent
Gelombang Q patologis disertai gelombang T terbalik
3.) Fase Old
Berupa gelombang Q patologis, segmen ST dan gelombang T sudah normal
kembali
Adapun untuk menentukan lokasi iskemia atau infark digunakan ketentuan
sebagai berikut :
- Anterior kelainannya di V2-V4

page 154
- Anteroseptal kelainannya di V1-V3
- Anterolateral kelainannya di 1, AVL, V5-V6
- Ekstensif anterior kelainannya di 1, AVL, V1-V6
- Inferior kelainannya di 2,3 AVF
- Posterior kelainanya di V1-V2 (Resiprokal)
- Ventrikel kanan kelainannya di V1, V3R, V4R
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK UNTUK CAD
1. EKG
2. Echokardiography
3. Stres test
4. Koronary Angiography
5. MRI
F. PENATALAKSANAAN MEDIS UNTUK CAD
1. Medical mentosa
a. Vasodilator : Nitroglyserin
b. β Adrenergic bloker yaitu propanolol
c. Calsium chenel blocker : Verapamil, diltiazem, atau unifedipin
d. Anti koagulan : Aspirin
2. Trombolitik
Menggunakan r – TPA atau streptokinase
3. Percutaneus Transluminal Coronary Angioplasty (PTCA)
Memasukan ballon kateter dengan panduan radiography kedalam arteri koroner
untuk mengembangakan bagian arteri koroner yang menyempit
4. Coronary Artery Baypas Graft (CABG)
Operasi untuk revaskularisasi arteri koroner dengan membuat jalan pintas (BAYPAS)
dari aorta kebagian jantung yang terserang.

page 155
Gambar. 57 PTCA

Gambar. 58 CABG

G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Keluhan sakit dada
2) Kualitas sakit dada
3) regional sakit dada
4) Lama sakit dada

page 156
5) Gejala yang menyertai
6) Riwayat keluarga dan sebelunya
7) Faktor resiko yang dimiliki
b. Pemeriksaan fisik
1) Tanda-tanda vital
2) Perfusi perifer
3) Bunyi jantung
4) Bunyi paru
5) Respon psikologi
6) Depresi
7) Cemas
c. Prosedur diagnostik
1) EKG
- Q patologis
- ST elevasi/depresi
- Aritmia
2) Laboratorium
- Darah rutin
- Kadar enzim: CK dan CKMB
- Fungsi ginjal, hati, dan lain-lain
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
a. Gangguan perfusi miokardium b.d stenosis di arteri koroner
b. Gangguan rasa nyaman: nyeri dada b.d menurunnya perfusi miokard
c. Kecemasan b.d penyakit yang diderita
d. Intoleransi aktivitas b.d penurunan fungsi jantung
3. Intervensi
a. Bedrest/istirahat total
b. Observasi tanda-tanda vital
c. Memberi penjelasan tentang prosedur yang dilakukan
d. Memasang infus
e. Monitor EKG
f. Memberi kesempatan kepada klien untuk bertanya perihal penyakitnya
g. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian oksigen dan obat-obatan kardiovaskuler
h. Membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari
i. Menjaga lingkungan agar tetap nyaman
4. Evaluasi

page 157
a. Keadaan pasien
b. Perkembangan nyeri dada
c. Kemampuan beraktivitas
d. Status psikologis

page 158
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TERAPI TROMBOLITIK

Tujuan Intruksional Khusus:


Setelah mengikuti sesi ini, peserta dapat:
1. Menyebutkan definisi terapi trombolitik
2. Menyebutkan indikasi dan kontraindikasi terapi trombolitik
3. Menyebutkan efek samping terapi trombolitik
4. Menyebutkan macam-macam agen trombolitik
5. Menyebutkan persiapan pemberian terapi trombolitik
6. Menguraikan pelaksanaan terapi trombolitik
7. Menerangkan hal-hal yang ahus diperhatikan serta hasil evaluasi dari terapi
trombolitik
8. Menguraikan proses keperawatan dari terapi trombolitik

A. DEFINISI
Terapi rombolitik adalah salah satu penanganan pada infark miokard akut yang ditujukan
untuk mencairkan trombus koroner segera setelah terjadinya infark miokard akut guna
menyelamatkan miokardium dan mengurangi ukuran akhir dari infark (Sylvia Anderson P,
551: 1995)

B. INDIKASI TERAPI TROMBOLITIK


1. Kelas I
a. Pasien dengan usia kurang dari 75 tahun dengan ST elevasi lebih dari 0,1 mV di 2
sandapan atau lebih. Onset kurang dari atau 12 jam sejak mulainya sakit dada khas
infark.
b. Pasien dengan bundle branch block dan diperkirakan mengalami serangan IMA
2. Kelas II
a. Pasien dengan usia lebih dari 75 tahun dengan ST elevasi lebih dari 0,1 mV di 2
sandapan atau lebih. Onset kurang dari atau 12 jam sejak mulainya sakit dada khas
infark.
b. Pasien dengan ST elevasi lebih dari 0,1 mV di dua sandapan atau lebih. Onset 12-14
jam sejak mulainya sakit dada khas infark.
c. Pasien dengan tekanan darah sistolik lebih dari 180 mmHg dan diastolik lebih dari 110
mmHg, yang dihubungkan dengan risiko tinggi IMA
3. Kelas III
a. Pasien dengan ST elevasi lebih. Onset lebih dari 24 jam dan nyeri iskemik sudah
berkurang

page 159
b. Pasien dengan ST depresi
C. KONTRAINDIKASI TERAPI TROMBOLITIK
1. Mutlak
a. Riwayat stroke perdarahan dan kejadian kardiovaskular dalam satu tahun terakhir
b. Neoplasma intrakranial
c. Perdarahan internal aktif
d. Diseksi aorta
2. Relatif
a. Hipertensi tidak terkontrol (lebih dari 180/110 mmHg)
b. Sedang menjalani terapi antikoagulan
c. Trauma baru dalam 2-4 minggu, operasi besar kurang dari 3 minggu
d. Tusukan vaskular yng tidak dapat diatasi
e. Perdarahan internal baru dalam 2-4 minggu
f. Pemberian streptokinase sebelumnya atau riwayat alergi sebelumnya.
g. Kehamilan
h. Ulkus peptikum aktif

D. EFEK SAMPING
Efek samping yan dapat terjadi di antaranya adalah perdarahan intrakranial, accelerated
idioventricular rhtyhm, sinus bradycardia, dysrhymias, hipotensi, ventricular
tachycardia, perdarahan gastrointestinal, nausea, vomit, hematuria, epistaxis, oral
bleeding, ecchymoses, fever, rash, urticaria, laryngeal edema, hemoptysis, alergi.

E. JENIS-JENIS AGEN TERAPI TROMBOLITIK


 Selektif Fibrin
Bekerja dengan mengaktivasi plasminogen yang mengikat fibrin. Jenis selektif ini
meliputi :
a. t-PA (tissue Plasminogen Activator)
b. rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator)
c. r-PA (recombinant Plasminogen Activator)
d. SCUPA (Single Chain Urokinase Plasminogen Activator)
 Non Selektif Fibrin
Bekerja dengan mengaktivasi plasminogen bebas menjadi plasmin. Jenis ini
meliputi streptokinase, APSAC (Anisoylated Plasminogen Streptokinase Activator
Complex) dan Urokinase

page 160
F. PERSIAPAN PEMBERIAN TERAPI TROMBOLITIK
 Administrasi, termasuk “informed consent”
 Memberikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
 Pemeriksaan penunjang seperti EKG lengkap, foto thoraks, darah rutin, masa
perdarahan, masa pembekuan, APTT, trombosit, enzim CK dan CKMB serta
elektrolit.
 Siapkan monitor EKG, defibrilator dan obat-obatan resusitasi jantung paru

G. PELAKSANAAN TERAPI TROMBOLITIK


1. Pasang kateter intravena no.22 pada lengan kiri untuk pengobatan trombolisis
2. Pasang kateter intravena no.20 pada lengan kanan untuk mengambil darah atau
memberikan obat lain dan hubungkan dengan heparin lock jika tidak dipakai.
3. Cara pemberian :
a. r – TPA
 Sebaiknya diberikan sebelum 6 jam
 Berikan bolus 15 mg IV
 Lanjutkan 0,75 mg/kg BB (maks. 50 mg) dalam drip selama 30 menit
 Kemudian 0,50 mg/kg BB (maks. 35 mg) selama 60 menit
 Total dosis ≤ 100 mg
 Berikan heparin IV 5000 unit bolus pada saat bersamaan dengan pemberian
r-TPA bolus, dilanjutkan dengan pemberian heparin drip 1000 unit/jam,
kemudian dosis disesuaikan dengan nilai APTT. Nilai APTT berkisar 1,5 – 2 kali
nilai kontrol
 Cek APTT setelah 4 jam pemberian heparin.
b. Streptokinase
 Sebelum pemberian berikan hydrocortisone 100 mg IV sebagai profilaksis dari
reaksi alergi
 1.500.000 unit streptokinase dalam 100 ml dextrose 5% diberikan secara IV
dengan menggunakan IMED pump
 Berikan 3 ml dan observasi selama 10 menit terhadap anaphylaksis,
bronchospasme dan urtikaria
 Berikan 97 ml selama 60 menit.
 Berikan heparin SC 12.500 unit 4 jam setelah pengobatan trombolitik

page 161
H. HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN
1. Pasien harus istirahat total (bedrest)
2. Observasi tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, dan iramanya.
3. Lakukan pemantauan irama dengan memasang monitor EKG dan kaji irama jantung
serta dokumentasikan adanya perubahan
4. Kaji semua aspek terjadinya nyeri dada
5. Kaji toleransi hemodinamik terhadap perubahan irama jantung
6. Kaji adanya perdarahan pada bekasc tu7sukan gusi, sekresi, dan cairan tubuh
7. Kaji adanya perubahan neurologis, sistem perkemihan dan GI tiap jam
8. Pemeriksaan APTT setiap 4 jam setelah heparinisasi
9. Jaga pasien dari kecelakaan pada tempat tidur akibat terjatuh, luka atau cedera
10. Kaji adanya keuhan gatal atau kemerahan pada kulit
11. Jelaskan proses tindakan dan keadaan diri pasien

I. EVALUASI PADA TERAPI TROMBOLITIK


 Evaluasi proses
Dilakukan pada setiap tindakan pemberian terapi trombilitik, meliputi tekanan
darah dan nadi yang dipantau setiap 15 menit, irama jantung (EKG), tanda
perdarahan, skala nyeri, juga kelancaan infus.
 Evaluasi hasil
a. Berkurangnya gejala/ keluhan sakit dada, penampilan pasien lebih baik
b. Penurunan ST elevasi lebih dari 50% dan amplitudo gelombang T
c. Aritmia ventrikel sesaat

J. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas pasien
b. Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang, yaitu keluhan mengenai lakasi dan penyebaran
nyeri, kualitas nyeri, lamanya serangan, faktor pencetus dan faktor-faktor
yang meringankan. Biasanya nyeri timbul khas infark timbul lebih dari 30
menit, tidak hilang dengan istirahat dan obat nitrat, kadang-kadang pasien
merasa seperti tercekik.
 Riwayat kesehatan dahulu, meliputi penyakit yang pernah dialami.
 Faktor resiko, biasanya klien yang mempunyai riwayat meroko, obesitas dan
hiperlipidemia

page 162
c. Pemeriksaan fisik
 Penampilan umum, pasien biasanya dalam keadaan lemah sampai payah
karena sakit dada.
 Tanda-tanda vital (tekanan darah, pernapasan, dan nadi)
 Pemeriksaan paru: bunyi nafas tidak ada perubahan, kecuali bila disertai
kelainan paru.
 Pemeriksaan jantung: bunyi S1 dan S2 murni, gallop tidak ada, murmur tidak
ada
d. Pemeriksaan penunjang
 Laboratorium
 Echocardiografi
 Thorax foto
 EKG
2. Masalah/ diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
a. Nyeri dada berhubungan dengan tidak adequatnya perfusi otot jantung akibat
penyempitan pembuluh darah koroner
b. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan : dampak pengobatan trombolisis pada
jaringan miokard
c. Resiko tinggi terjadinya cidera yang berhubungan dengan perubahan status koagulasi
yang mengakibatkan perdarahan.
d. Resiko penurunan curah jantung yang berhubungan dengan menurunnya
kontraktifitas jantung dan aritmia
e. Takut dan cemas terhadap kematian dan perubahan status kesehatan
3. Intervensi keperawatan
a. tirah baring
b. observasi tekanan darah, nadi, pernafasan dan iramanya
c. lakukan pemantauan irama dengan memasang monitor EKG dan kaji irama jantung
serta dokumentasikan setiap ada perubahan
d. kaji semua aspek terjadinya nyeri dada ( dengan menggunakan skala 1-10)
e. ajarkan tekhnik relaksasi
h. kaji toleransi hemodinamik terhadap perubahan irama jantung
I. lakukan pemeriksaan PT dan APTT 4 jam setelah pemberian
j. kaji keluhan gatal dan kemerahan pada kulit
k. Jelaskan proses tindakan dan kondisi pasien

page 163
ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN GAGAL JANTUNG

Tujuan intruksional khusus:


1. Menyebutkan definisi gagal jantungterpadu
2. Menguraikan patofisiologi terjadinya gagal jantung
3. Menyebutkan etiologi terjadinya gagal jantung
4. Menguraikan manifestasi klinis terjadinya gagal jantung
5. Menyebutkan pemeriksaan penunjang pada pasien dengan gagal jantung
6. Menyebutkan komplikasi dari gagal jantung
7. Menyebutkan terapi medis pada pasien dengan gagal jantung
8. Menguraikan asuhan keperawatan pada pasien gagal jantung

A. Pengertian
Gagal jantung adalah keadaan dimana jantung tidak mampu memompakan cukup
darah untuk memenuhi kebutuhan O2 untuk metabolisme tubuh serta kebutuhan
nutrisi, sehingga menyebabkan ketidakseimbangan antara suplai dan demand O2
miokard.

B. PATOFISIOLOGI
Untuk mengkompensasi penurunan curah jantung, terjadi peningkatan aktivitas saraf
simpatik, stimulasi pengeluaran Renin Angiotensin Aldosteron dan pelepasan ADH.
Mekanisme kompensasi neuro hormonal ini membantu mempertahankan curaj
jantung yang adekuat tetapi dapat menyebabkan terjadinya “cardiac modeling”
(perubahan pada struktur dari ventrikel : dilatasi, hypertrophy) serta dapat5
memperberat kondisi gagal jantung itu sendiri.

C. ETIOLOGI
Mekanisme dan kondisi yang dapat menyebabkan kegagalan jantung adalah sebagai
berikut :
1. Penurunan Kontraktilitas miocard
a. Penyakit jantung koroner
b. Tamponade jantung
c. Aneurisma Ventrikel
d. Penyakit infiltrat
2. Peningkatan kerja miocard secara berlbihan
a. Afterload meningkat :

page 164
1) Hypertensi
2) Stenosis Aorta / pulmonal
3) Cor pulmonal
b. Preload meningkat
1) Insufisiensi Aorta/ mitral/ trikuspid
2) Shunting kongenital kiri dan kanan
3) Aritmia
3. Kebutuhan tubuh meningkat
a. Anemia berat
b. Kehamilan
c. Thyrotoxicosis
d. Fistula Arteri – vena
e. Defisiensi nutrisi (penyakit beri beri)

D. MANIFESTASI KLINIK
Gejala dan tanda yang timbul tergantung pada sisi jantung yang mengalami gangguan.
Gejala pada forward failure disebabkan oleh penurunan curah jantung. Sedangkan
gejala pada backforward berhubungan dengan kegagalan ventrikel dalam
memompakan darah secara sempurna, yang menyebabkan gangguan aliran darah.
Pada gagal jantung kiri terjadi penurunan kemampuan pengosongan ventrikel kiri yang
menyebabkan penurunan perfusi sistemik serta penumpukan darah di atrium kiri dan
pembuluh pulmonal. Bendungan di pembuluh pulmonal menyebabkan edema paru
dengan gejala takhipnea, dyspnea, bunyi nafas abnormal.
Pada gagal jantung kanan, efek dari penurunan fungsi dan pengosongan ventrikel kanan
dan penurunan aliran darah pulmonal dan penahanan aliran darah di atrium kanan
penebab bendungan vena sistemik. Yang memaneifestasikan dengan edema perifer dan
gejala disfungsidan pembesaran organ. Pada tahap awal dapat terjadi kegagalan
jantung pada satu sisi saja (biasanya sisi kiri) tetapi kemudian dapat berkembang
menjadi gagal jantung pada kedua sisi.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Thorax
Gambaran kardiomegali, bendungan vena pulmonal dan adanya efusi.
2. Elektrokardiogram (EKG)
Melihat gambaran infark, aritmia maupun pembesaran jantung.
3. Laboratorium

page 165
 Hemoglobin untuk melihat adanya anemia.
 Enzim jantung : CK-MB untuk melihat resiko infark akut.
 Fungsi hepar untuk melihat kelainan trutama pada gagal jantung kanan.
 Fungsi Renal
 Elektrolit: melihat kadar potassium dan sodium sebagai indicator kelebihan
cairan. Biasanya potassium rendah pada pasien yang mendapat terapi diuretik.
 Digoxin level: untuk pasien yang telah mendapatkan terapi digitalis. Apakah
mengalami intoksikasi digitalis atau tidak.
4. Echocardiografi
- Ketebalan otot-otot ruang jantung
- Fungsi sistolik dan diastolik
- Pembentukan thrombus
- Fungsi katup
- Efusi perikad
5. Nuclear scaning
- Fungsi ruang – ruang jantung
- Iskemia dan infark miocard
6. Kateterisasi
7. Monitoring Hemodimamik
Monitoring hemodimamik dapat mengestimasi fungsi ventrikel dengan akurat. Data
berikut menggunakan PAWP sebagai petunjuk dalam mengkaji perkembangan gagal
jantung.
Nilai PAWP kesan

0-6 mmHg Penurunan Volume sirkulasi


6-12 mmHg Dalam batas normal
12-20 mmHg bendungan paru ringan
20-25 mmHg Bendungan paru sedang
25-30 mmHg Bendungan paru berat
> 30 mmHg edema paru

F. KOMPLIKASI
 Aritmia
Dapat terjadi karena respon terhadap peningkatan katekolamin dan iskemi miokard.
Iaskemi atrial yang lama dapat menimbulkan atrial fibrilasi (AF).
 Angina dan infark miokard.

page 166
Terjadi akibat peningkatan kerja otot jantung yang iskemi, atau akibat dari
penurunan perfusi arteri koroner yang disebabkan penurunan tekanan sistemik.
 Syok kardiogenik
Terjadi akibat penurunan cardiac output.
 Renal failue
Terjadi akibat penurunan aliran darah ke ginjal.
 Pembentuakan emboli
Terjadi akibat bendungan dan statis vena.
 Hepatomegali
Akibat dari bendungan vena kava inferior.
 Komplikasi pengobatan
a. Hypovolume
b. Hypokalemia
c. Intoksikasi digitalis
d. Arithmia
e. Infark miokard

G. TERAPI MEDIS.
5. Deuretik
6. ACE inhibitor
7. Inotropik positif ( kontraindikasi terhdap pengobatan gagal diastolic )
8. Betabloker
9. Spironolactone

H. PROSES KEPERAWATAN
I. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang adakah nyeri dada, nafas pendek, toleransi
terhadap aktivitas, edema tungkai, peningkatan berat badan berlebihan
dalam beberapa hari, adakah paroxymal nocturnal dyspnea (PND), obat
obat yang masih diminum, diet penyakit lain yang menyertai.
2) Riwayat kesehatan dahulu (riwayat penyakit jantung sebelumnya dan
pengobatannya)
b. Pemeriksaan fisik.
1) Gejala dan tanda penurunan curah jantung.

page 167
Kelelahan, heart rate meningkat, nadi lemah, hipotensi, pucat
berkeringat, sinkope, pusing, penurunan kesadaran.
2) Gejala dan tanda bendungan jantung, paru dan vena
Terdapat BJ III dan/atau BJ IV, orthopnea, tachipnea, ronchi paru,
batuk, edema perifer, distensi vena jugular, hepatomegali, anoreksia.
3) Gejala dan tanda edema paru
Batuk produktif disertai sputum dengan bercak darah merah muda,
gallops, nocturia, dan oliguria.
II. Diagnosa dan rencana asuhan keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan :
 Perubahan kontraktilitas jantung ( kegagalan miocard)
 Perubahan heart rate, irama, dan konduksi jantung
 Perubahan struktur jantung ( kelainan katup, aneurisma)
Data subyektif : sesak nafas, nyeri dada.
Data objektif : takikardia, hipo/ hipertensi, gangguan irama (aritmia),
perubahan EKG, bunyi jantung abnormal, menurunnya pengeluaran urine,
denyut nadi lemah, keringat dingin, sesak nafas, sianosis, JVP meninggi,
edema.
Tujuan keperawatan : curah jantung adekuat dengan kriteria evaluasi :
tanda-tanda vital baik, tidak ada disritmia, tidak ada tanda-tanda gagal
jantung, pasien menyatakan tidak sesak nafas lagi, dapat melakukan aktifitas.
Rencana tindakan keperawatan :
 Observasi tanda-tanda vital, irama jantung dan bunyi jantung
 Berikan O2 4-6 liter/menit dan berikan posisi setengah duduk
 Cek perifer pulse, keadaan kulit apakah ditemukan sianosis, keringat
dingin
 Pasang dower kateter
 Monitor urin output, catat bila ada perubahan jumlah, warna
 Berikan obat sesuai program pengobatan
 Kaji adanya perubahan sensoris
 Ciptakan lingkungan yang tenang
 Berikan penjelasan bila akan melakukan tindakan
 Tinggikan kaki, cegah tekanan dibawah lutut
 Anjurkan untuk mobilisasi pasif/aktif sesuai kemampuan pasien
b. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan :
 Ketidakseimbangan supply dan kebutuhan O2

page 168
 Kelemahan seluruh tubuh
 Immobilisasi/tirah baring yang lama
Data objektif : kelelahan, perubahan tanda-tanda vital, disritmia, dyspneu,
pucat/keringat dingin
Tujuan keperawatan: pasien mampu melakukan aktifitas sehari-hari dengan
kriteria evalasi : peningkatan kemampuan melakukan aktifitas tanpa
lelah/lemas dan tanda-tanda vital stabil
Rencana tindakan keperawatan:
 Cek tanda-tanda vital sebelum dan sesudah melakukan aktifitas khususnya
pasien dengan obat vasodilator, diuretic, dan beta blocker
 Catat respon kardiopulmonal pada saat melakukan aktifitas seperti :
takkardi, disritmia, dyspneu, keringat dingin, pucat
 Kaji faktor pencetus lainnya atau penyebab kelelahan yang berlebihan
seperti pengobatan, nyeri dada atas obat-obatan
 Kaji ketidakmampuan beraktifitas yang bertambah buruk, apakah karena
kegiatan yang berlebihan atau dekompensasi yang bertambah berat
 Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaanya sehubungan dengan
pembatasan-pembatasan aktifitasnya
 Bantu pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari untuk memenuhi
kebutuhan dirinya (hindari aktifitas yang memperberat kerja jantung)
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya cardiac output/meningkatnya produksi ADH) dan
retensi cairan serta sodium.
Data objektif : ortopneu, suara jantung abnormal, oliguria, edema,
peningkatan tekanan vena jugularis, reflek hepatojugular, berat badan
meningkat, hipertensi, suara nafas abnormal.
Data subjektif : pasien mengeluh susah nafas
Tujuan keperawatan :
volume cairan nomal sesuai kebutuhan (adekuat) dalam waktu 5x24 jam
dengan kriteria : volume cairan stabil dan seimbang antara intake dan output,
suara nafas normal, tanda-tanda vital baik, berat badan stabil, edema tidak
ada, pasien mengatakan akan mengikuti diit dan membatasi cairan.
Rencana tindakan keperawatan :
 monitor intake output, catat jumlah dan warna urin
 berikan obat-obat diuretic dan aldactone sesuai anjuran
 anjurkan pasien untuk bedrest atau semifowler

page 169
 timbang berat badan setiap hari
 periksa jika terjadi distensi pada daerah leher, perifer dan periksa jika
terdapat edema pada tungkai serta asites
 tinggikan posisi kaki saat duduk dan periksa permukaan kulit serta pastikan
keadaan tetap kering, bila perlu gunakan bantalan (padding)
 periksa suara nafas apakah ada ronchi, wheezing, dan catat bila menemukan
dyspneu, takipneu, takipnea, ortopnea, dan batuk hilang timbul
 monitor tekanan darah dan CVP
 anoreksia, mual, muntah, distensi abdomen, dan konstipasi
 berikan makanan dalam porsi kecil, sering dan ringan
 periksa jika ditemukan hepatomegali dan perhatikan adanya keluhan pada
kuadran kanan atas abdomen dan nyeri tekan
 perhatikan jika ada kelelahan yang berat, hipotensi dan kram otot
 potensial gangguan poertukaran gas (O2) berhubungan dengan perubahan
membran alveoli-capilari seperti bendungan cairan dan keluarnya cairan ke
interstisial
Tujuan Keperawatan :
Pertukaran gas (O2) lancar dalam waktu 2 hari dengan kriteria : ventilasi dan
oksigenasi adekuat dengan AGD dalam batas normal, tidak ditemukan adanya
gangguan pernafasan, mengikuti program pengobatan yang telah direncanakan
sesuai dengan tingkat kemampuannya
Rencana Tindakan Keperawatan
 dengarkan bunyi nafas dan pastikan tidak ada ronchi/wheezing
 ajarkan dan anjurkan pesan untuk batuk efektif. Latihan nafas dalam dan
melakukan perubahan posisi yang teratur
 pertahankan posisi bedrest atau semifowler
 cek astrup dan berikan O2 sesuai kebutuhan bila perlu
 berikan therapy diuretik seperti lasik dan jenis bronchodilator (aminophiline)
e. Potensial Gangguan Integritas kulit berhubungan dengan :
- imobilisasi terlalu lama
- edema menurunnya perfusi jaringan
Tujuan Keperawatan :
Integritas kulit baik selama tirah baring dengan kriteria evaluasi : Integritas kulit
tetap baik, mampu melakukan teknik pencegahan kerusakan kulit
Rencana Tindakan Keperawatan:
- perhatikan kulit terutama bagian yang menonjol dan tertekan

page 170
- lakukan massage punggung dan bokong
- Lakukan perubahan posisi secara teratur bila perlu dibantu oleh perawat
- Lakukan perawatan kulit, hindari dari keadaan lembab
- Hindari obat-obat intra muskular
f. Kurangnya Pengetahuan berhubungan dengan ketidaktahuan/salah mengerti
tentang fungsi jantung, penyakit, atau gagal jantung
Data Subjektif : pasien sering bertanya dan persepsi yang salah mengenai
penyakitnya
data Objektif : decomp yang berulang
Tujuan Keperawatan :
Pasien mengetahui tentang fungsi penyakit atau gagal jantung dengan kriteria
evaluasi : dapat menguraikan gejala dan tanda-tanda yang membutuhkan
tindakan segera, dapat mengkaji stress dari diri sendiri dan faktor resiko, dapat
mengetahui cara/teknik untuk mengatasinya, dapat menerima perubhan gaya
hidup dan mengikuti semua program pengobatan, dapat menghubungkan
program pengobatan terhadap peristiwa berulang dari penyakit dan komplikasi
Rencana Tindakan Keperawatan :
- Terangkan fungsi antung yang normal termasuk fungsi ventrikel normal
- Jelaskan tujuan pengobatan
- Terangkan agar pasien aktif bila sudah diperbolehkan tanpa menimbulkan
kelelahan
- Jelaskan pentingnya pembatasan garam, gejala, dan tanda-tanda
ketidakseimbangan
- Anjurkan pasien agar membaca label makanan dan pembungkus obat-obatan
- Anjurkan minum obat diuretik pada pagi hari
- Anjurkan pasien untuk memperlihatkan kemampuannya untuk mencari dan
mencatat denyut nadinya setiap hari dan melapor ke dokter seperti dibawah
atau di atas rate biasanya
- Jelaskan dan diskusikan peranan pasien dalm mengontrol faktor-faktor
pencetus seperti makanan tinggi garam, kurang/berlebihan dalam melakukan
aktivitas
- Beritahu kembali tanda-tanda dan gejala yang memerlukan pertolongan
segera seperti : BB naik dengan cepat, batuk, hemaptoe dan panas
- Sediakan waktu bagi pasien dan keluarga untuk membicarakan hal – hal yang
penting untuk drubah dalam gaya hidupnya
- Tekankan pada pasien untuk segera melapor bila adatanda-tanda intoksikasi

page 171
digitalis seperti adanya gangguan pada pencernaan, perubahan penglihatan,
perubahan rate dan irama

page 172
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN
DENGAN EDEMA PARU AKUT

Tujuan Instruksional Khusus:


Setelah mengikuti sesi ini, peserta dapat:
1. menyebutkan pengertian edema akut
2. menyebutkan etiologi edema akut
3. menyebutkan tanda dan gejala edema paru akut
4. menguraikan asuhan keperawatan pada pasien dengan edema paru akut

A. PENGERTIAN
Edema paru akut adalah adanya cairan berlebih di paru – paru baik di dalam ruang
interticial ataupun di alveoli. Edema paru dapat dibagi menjadi dua bagian :
Kardiogenik dan non kardiogenik. Edema paru kardiogenik merupakan komplikasi dari
gagaljantung kiri akut.

B. ETIOLOGI
2. Penyakit jantung (gagal jantung kiri akut, infark miokard, stenosis aorta, penyakit
katup mitral yang berat, hipertensi, gagal jantung kongestif)
3. Proses inflamasi (SIRS, Sepsis) karena berbagai sebab
4. Kelebihan cairan (infus dan transfusi berlebih) atau akibat produksi urine
menurun akibat gagal ginjal
5. Injuri paru – paru (inhalasi asap yang berlebih, paru – paru yang syok, infark atau
emboli paru)
6. reaksi withdrawal narkotik (“sakau”)
7. Hipersensitif terhadap obat, alergi, keracunan
8. Injuri sistem saraf pusat (stroke, trauma kepala)
9. Pascakardioversi, pasca anastesi, pasca-CPB

C. TANDA DAN GEJALA


1. Batuk yang mengganggu istirahat tidur
2. Dispnea dan ortopnea yang ekstrim (pasien biasanya menggunakan otot – otot
pernafasan
3. tambahan dengan retraksi ruang intercostal dan area supraklavikula)
4. Batuk yang disertai sputum berwarna putih atau kemerahan (frothy sputum)
5. cemas berat dan panik
6. Suara nafas ramai (terdengar wheezing dan bubling saat inspirasi dan ekspirasi)

page 173
7. sianosis
8. Takikardia
9. Nyeri pada daerah prekordial (bila edema paru akibat infark miokad)

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan cemas, penumpukan caian di dalam paru
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan penumpukan sekret, edema mukosa
bronkial
3. Cemas berhubungan dengan rasa tidak nyaman akibat sesak nafas

E. RENCANA KEPERAWATAN
Pola nafas tidak efektif berhubngan dengan cemas, pnumpukan cairan di paru
a. Tujuan
Pasien dapat bernafas dengan teratur (efektif)
b. Intervensi keperawatan
 berikan oksigen dengan konsentrasi tinggi untuk mengatasi hipoksia dan dispnea
 Ajarkan kepada pasien untuk bernafas dalam dan penggunaan terapi oksigen
 Atur posisipasien pada posisi duduk tegak, dengan kaki menjuntai ke bawah sehingga
diharapkan dapat menurunkan venous return ke jantung.
 Kolaborasi pemberian morfin dengan dosis rendah diberikan secara intermitten dan
dititrasi sampai dispnea berkurang. Diharapkan mengurangi kecemasan sehingga
pasien dapat bernafas dengan tenang dan pertukaran oksigen yang lebih baik dapat
tercapai. Morfin juga membantu menurunkan resistensi perifer sehingga darah dapat
didistribusikan ulang dari sirkulasi paru – paru ke sirkulasi perifer
 Morfin tidak diberikan pada pasien dengan stroke, penyakit paru kronik atau syok
kardiogenik
 Pantau depresi pernafasan berat
 Monitor tanda-tanda vital
 Siapkan antagonis morfin (Naloxone hydrochloride (Narcan)
 Kolaborasi pemberian diuretik untuk menurunkan volume darah dan kongestif paru
 Pasang kateter urine, observasi intake output
 pantau adanya penurunan tekanan darah, peningkatan heart rate, penurunan urine
output
 Periksa level elektrolit
 Kolaborasi pemberian vasodilator bila pasien sudah tidak respon terhadap terapi
 Periksa AGD
(2) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekre, edema

page 174
mukosa bronkial
a. Tujuan
Mempertahankan bersihan jalan nafas
b. Intervensi Keperawatan
- Latih nafas dalam dan batuk efektif
- Lakukan fisioterapi dada
- Lakukan penghisapan lendir
- Kolaborasi pemberian bronkodilator
- Atur posisi pasien agar tidak terjadi aspirasi paru
3. Cemas behubungan dengan rasa tidak nyaman akibat sesak nafas
a. Tujuan
Cemas berkurang . Pasien kooperatif dalam menjalankan perawatan
b. Intervensi Keperawatan
 Temani pasien dan tunjukkan serta yakinkan bahwa kita akan menolong pasien
- Jelaskan kepada pasien dengan baik pentingnya untuk dapat mengatasi
kecemasan
- Latih pasien bernafas dalam
- Berikan kepada pasien dan keluarga kesempatan untuk mengungkapkan
ketakutan dan perhatiannya
- Jelaskan kepada pasien pentingnya menggunakan masker oksigen. Pastikan
penggunaan masker oksigen tidak menambah kecemasan pasien.

F. EVALUASI
 Oksigenasi yang lebih baik dapat tercapai dengan frekuensi nafas 14-18 kali/menit,
pada auskultasi dada tidak terdengar suara nafas tambahan, AGD dalam batas normal,
batuk dan sputum berkurang.
 Kecemasan berkurang, pasien tampak tenang dan dapat istiahat dengan nyaman

page 175
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN (PJB)

Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mengikuti sesi ini, peserta dapat:
- Menyebutkan pengertian dari penyakit jantung kongenital
- Menyebutkan etiologi penyakit jantung kongenital
- Menjelaskan jenis-jenis penyakit jantung kongenital
- Menguraikan cara pengkajian pada pasien dengan penyakit jantung kongenital
- Menguraikan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit jantung kongenital

A. PENGERTIAN
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah malformasi struktur jantung atau pembuluh darah
besar yang muncul sejak lahir.

B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi
ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan aangka kejadian
PJB.
Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Faktor prenatal
- Ibu menderita infeksi : Rubela
- Ibu alkoholisme
- Ibu umur lebih dari 40 tahun
- Ibu menderita penyakit diabetes melitus yang memerlukan insulin
- Ibu meminum obat-obat penenang atau jamu
2. Faktor genetik
- Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
- Ayah atau ibu menderita penyakit jantung bawaan
- Kelainan kromosom, misalnya Down Syndrome
- Lahir dengan kelainan bawaan yang lain

C. JENIS-JENIS PJB
PJB dibagi menjadi 2 golongan :
1. Golongan PJB Asianotik
a. Atrial Septal Defect (ASD)
Atrial Septal Defect adalah suatu defek pada septum atrium yang menyebabkan
adanya aliran darah di antara atrium kanan dan atrium kiri

page 176
Gambar 51 atrial septal defect

a) Tipe-tipe ASD
Ostium primum (ASD 1), defek terjadi di bawah/ akhir dari septum. Dapat
dihubungkan dengan kelainan katup mitral
Ostium sekundum (ASD 2), defek terjadi di dekat pertengahan septum
Sinus Venosus Defek, defek terletak di junction vena kava superior dan atrium
kanan
b) Patofisiologi
Pasien dengan sefek septum atrium mempunyai beban pada sisi kanan jantung,
akibat pirau dari atrium kiri ke atrium kanan. Pada hasil foto dada, tampak atrium
kanan dan ventrikel kanan membesar, pulmonalis menonjol dan vaskularisasi paru
meningkat. Aorta, atrium kiri dan ventrikel kiri relatif tidak akan berubah.
Elektrokardiogram menunjukkan sumbu QRS normal atau berdeviasi ke kanan,
terdapat inkomplit right bundle branch block yang ditandai oleh pola RSR
dihantaran V1 disertai hipertropi ventrikel kanan. Defek septum atrium biasanya
asimptomatik, pada auskultasi bunyi jantung I normal atau mengeras, bunyi jantung
II terdengar split.
c) Etiologi
ASD merupakan penyakit kongenital, terjadi bila ada kesalahan dalam jumlah
absorbsi atau proliferasi jaringan selama perkembangan embriologi pada minggu
ke-4 sampai minggu ke-6 kehamilan, maka dapat terjadi defek.
d) Manifestasi Klinis
Pasien mungkin asimptomatik. Dapat juga berlanjut menjadi CHF, adanya
karakteristik dari pada murmur. Pasien beresiko terjadinya disritmia dan penyakit

page 177
obstruksi pembuluh darah pulmonal yang selanjutnya terjadi emboli karena
peningkatan aliran darah paru yang kronis
e) Pemeriksaan penunjang
EKG : NormalRVH, RVH, RBBB, PR memanjang, Left Axis Deviasi (Ostium Primum),
normal atau Right Axis Deviasi (Ostium Sekundum)
CXR : Pembesaran RA, RV, PA, peningkatan vaskularisasi ke pulmonal, tanda LA, LV,
dan aorta knob kemungkinan kecil
Echokardiografi : pada ostium sekundum adanya pembesaran RV, paradoxic
movement pada septum pada saat sistolik
Kateterisasi : L-R shunt, peningkatan O2 saturasi pada RA, tekanan pada RA
biasanya normal, MR
f) Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada ASD besar yaitu gagal jantung
g) Terapi medis
a). Tindakan Operasi
Operasi penutupan defek dengan menggunakan “Dacron Patch” pada moderate
defect sampai defek yang besar, dilakukan perbaikan dengan melalui mesin jantung
paru (CPB). Pada defek sinus venosus dilakukan dengan pemasangan “Patch”. Pada
ASD 1 dilakukan repair antar jantung dengan atau tanpa penggantian mitral
b). Tanpa Operasi
ASD juga dapat dilakukan penutupan menggunakan alat khusus melalui prosedur
kateterisasi yang disebut dengan ASO (Atrial Septal Occluder)

b. Ventricular Septal Defect (VSD)


VSD adalah suatu keadaan di mana terdapat lubang (defek) abnormal pada sekat
yang memisahkan ventrikel kanan dan kiri

Gambar 52 ventricle septal defect

1). Terdapat 2 jenis VSD

page 178
- Membranous (terjadi 80%)
- Muskular
Klasifikasi:
Asianotik dengan peningkatan aliran darah pulmonalis
Biasanya defek berhubungan dng adanya kelainan: TGA, TOF,PDA,ASD, PS
2). Patofisiologi
Aliran dari kiri ke kanan melalui lubang abnormal menyebabkan kerja
berlebihan pada ventrikel kanan, meningkatkan tahanan pembuluh darah
pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan. Ukuran defek dan tahanan
pembuluh darah pulmonal mempengaruhi hemodinamik.
3.) Etiologi
Perkembangan embrio: gabungan ventrikular dan membranus terjadi saat
kehamilan umur 4-8 minggu. Perkembangan septum muscular terjadi saat
ventrikel kanan dan kiri membentuk sumbu (fuse) sedangkan septum
membranous terjadi akibat pertumbuhan dari “Endocardial Cushions”.
Selama proses pembentukan sekat ini dapat terjadi defek kongenital akibat
gangguan pembentukan.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan gangguan adalah:
a). Faktor prenatal
Ibu menderita infeksi : Rubela, ibu alkoholisme, ibu umur lebih dari 40
tahun, ibu menderita DM yang memerlukan insulin, ibu meminum obat-
obat penenang atau jamu
b). Faktor genetik
Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan, ayah
atau ibu menderita penyakit jantung bawaan, kelainan kromosom, lahir
dengan kelainan bawaan yang lain
4). Manifestasi Klinis
Berhubungan dengan banyaknya aliran darah yang melewati lubang (defek)
dan tahanan pulmonal dengan tanda dan gejala sebagai berikut :
a). VSD Kecil
- Tidak memperlihatkan keluhan
- pertumbuhan dan perkembangan pada umumnya normal
- Bising ajntung biasanya terdeteksi umur 2-6 bulan
- Pada auskultasi biasanya bunyi jantung normal
- Defek muskular ditemukan bising sistolik dini, pendek yang mungkin
didahului oleh early sistolik click

page 179
- Ditemukan bising pansistolik di sela iga 3-4garis sternal kemudian menjalar
sepanjang garis sternum kiri, bahkan keseluruhan perikardium
b). VSD Sedang
Pada pasien besar dapat terjadi penonjolan dada
Pada bayi :
- Sesak nafas pada waktu amkan dan minum atau tidak mampu
menghabiskan makanan dan minumannya
- Peningkatan berat badan terhambat
- Seringkali menderita infeksi paru yang memerlukan waktu yang lama untuk
sembuh
- Gagal jantung mungkin terjadi sekitar 3 bulan
- Fisik bayi tampak kurus dengan dyspnea – takhipnea serta retraksi sela iga
c). VSD Besar
- Gejala dan gagal jantung sering terlihat
- Pasien tampak sesak saat istirahat, kadang pasien biru, gagal tumbuh dan
banyak keringat
- Sering terjadi infeksi saluran nafas bagian bawah
- Aktivitas perikardium meningkat
- Bising yang terdengar nada rendah, pansistolik tidak terlokalisir
- Gejala sering timbul setelah minggu ketiga sampai dengan keempat pada
saat resistensi paru sudah menurun
d). VSD dengan Resistensi Paru Tinggi “Eisenmenger Syndrome”
- Terlihat dada menonjol akibat pembesaran ventrikel kanan yang hebat
- Terjadi pirau terbalik dari kanan ke kiri sehingga pasien sianotik
- Sering batuk dan infeksi saluran pernapasan berulang
- Terjadi gangguan pertumbuhan yang makin hebat
- Clubbing finger
- Pada pemeriksaan auskultasi, bunyi jantung dengan split yang sempit
- Pada pemeriksaan palpasi hepar teraba besar akibat bendungan sistemik
5). Pemeriksaan penunjang
Elektrokardiogram
Gambaran EKG pada pasien VSD dapat menggambarkan besar kecilnya defek
dan hubungannya dengan hemodinamik yang terjadi :

a). Pada VSD Kecil

page 180
Gambaran EKG biasanya normal namun kadang-kadang dijumpai
gelombang S yang sedikit dalam dihantarkan pericardial, atau
peningkatan ringan gelombang R di V5 dan V6
b). Pada VSD Sedang
EKG menunjukkan gamabr hipertrofi ventrikel kiri, dapat juga ditemukan
hipetrofi ventrikel kanan jika terjadi peningkatan tekanan arteri
pulmonal.
c). Pada VSD Besar
Pada keadaan ini selalu ditemukan gambaran hipertrofi kombinasi
ventrikel kiri dan kanan. Tidak jarang terjadi hipertrofi ventrikel kiri dan
kanan disertai deviasi aksis ke kanan (RAD). Defek septum ventrikel
perimembranous inlet sering menunjukkan deviasi aksis ke kiri (LAD)
Gambaran radiologi thoraks
a). Pada VSD kecil, memperlihat bentuk dan ukuran jantung normal dengan
vaskularisasi normal atau sedikit meningkat
b). Pada VSD sedang, menunjukkan kardiomegali sedang dengan konus
pulmonalis yang menonjol, hilous membesar dengan vaskularisasi paru
meningkat
c). Pada VSD besar disertai hipertropik pulmonal atau syndrome
Einsenmenger, tampak konus pulmonal sangat menonjol dengan
vaskularisasi paru meningkat di daerah hilus namun berkurang di perifer.
Echocardiography
Pemeriksaan ekokardiografi pada VSD meliputi: M mode, 2 dimensi, doppler.
Pada doppler berwarna dapat ditentukan lokasi, besar, dan arah pirau. Pada
defek yang kecil, M mode dalam batas normal, sedangkan pada 2 dimensi
defek kecil sulit dideteksi. Pada defek sedang lokasi dan ukuran dapat
ditentukan dengan ekokardiografi 2 dimensi, dengan M mode terlihat
pelebaran ventrikel kiri atau atrium, kontraktilitas ventrikel masih baik. Pada
defek besar, ekokardiografi dapat menunjukkan adanya pembesaran
keempat ruang jantung dan pelebaran arteri pulmonalis.
Kateterisasi Jantung
kateterisasi jantung diperlukan pada :
a) VSD kecil dan sedang yang diduga terdapat peningkatan tahanan paru
b) VSD besar atau gagal jantung
c)
Tujuan kateterasi jantung terutama untuk mengatasi :

page 181
- Jumlah defek
- Evaluasi besarnya pirau
- Evaluasi tahanan vaskualr paru
- Evaluasi beban kerja ventrikel kanan dan kiri
- Mengetahui defek lain selain VSD
- kateterisasi jantung kanan untuk mengukur tekanan dan saturasi pada
aliran darah pulmonal, sedangkan kateterisasi jantung kiri utnuk mengukur
tekanan dan saturasi pada aliran darah sistemik.
6). Komplikasi
a) Gagal jantung kongestif
b) Hipertensi arteri pulmonalis
c) Bakteri endokarditis
7). Terapi Medik
Tujuan terapi medik pada pasien VSD adalah :
d) Mengatasi gagal jantung kongestif
e) Mengurangi gejala klinis
f) Mengurangi frekuensi infeksi saluran nafas
g) Mencapai pertumbuhan normal
Jenis pengobatan
a). Pengobatan konservatif : oksigen, digitalis, diuretik, dopaminergik,
vasodilator, ACE inhibitor
b). Operatif atau bedah
 Pulmonary Artery banding (PA banding)
 Penutupan VSD (prosedur pilihan) : pada lubang kecil yaitu dengan
dilakukan jahitan langsung. Pada lubang besar dengan menggunakan
tambalan “Dacron”
Kedua prosedur di atas menggunakan mesin jantung paru (CPB), prosedur
bedah dilakukan melalui atrium kanan dan katup trikuspid. Komplikasi
p[ost operasi meliputi VSD berulang dan gangguan konduksi.

c. Patent Ductus Arteriosus (PDA)


1). Pengertian
Adanya pembuluh darah yang menghubungkan antara aorta dan arteri
pulmonal. Duktus arteriosus ini normal pada saat bayi dalam kandungan. Oleh
karena satu hal, maka pembuluh darah ini tidak menutup secara sempurna
setelah bayi lahir.

page 182
Gambar. PDA
2). Gangguan Hemodinamik
Darah dari aorta yang bertekanan tinggi mengalir melalui duktus tersebut ke
arteri pulmonal
3). Manifestasi Klinis
 Bising kontinyu yang kasar di daerah pinggir sternum kiri atas
 Tekanan nadi melebar
 Takikardia
 Kardiomegali
4). Komplikasi
 Gagal jantung
 Endokarditis
 Hipertensi pulmonal
5). Terapi
 Pada bayi prematur dengan pemberian terapi indomethacin
 Pada bayi cukup bulan dengan pembedahan (ligasi PDA)
 Saat ini sering digunakn “Coil” untuk menutup PDA terutama pada anak-
anak atau dewasa.

d. Pulmonal Stenosis (PS)


1). Pengertian
Pulmonali stenosis adalah adanya penyempitan atau obstruksi pada muara
arteri pulmonalis
2). Tipe Stenosis Pulmonal
a). Sub-valvular : di bawah katup atau infundibulum
b). Valvular : pada katupnya sendiri
c). Supra valvular : di atas katup
d). Perifer : stenosis cabang pulmonalis

page 183
3). gangguan Hemodinamik
Karena adanya obstruksi, maka aliran darah ke paru-paru berkurang, dan lama-
kelamaan akan terjadi hipertrofi ventrikel kanan
4). Manifestasi
a) Tumbuh kembang anak tidak terganggu, sering tidak memperlihatkan
gejala, anak seperti sehat
b) Bunyi jantung II terdengar seperti melebar terutama di daerah pinggir
sternum, obstruksi semakin berat
c) Bising sistolik kasar
5). Komplikasi
a) Curah jantung yang rendah
b) Tekanan vena sistemik yang tinggi
c) Infeksi Endokarditis
6). Terapi
Pelebaran katup pulmonal dengan balon (Balloon Pulmonary Valvulotomy)
atau melalui pembedahan.

e. Coartatio of the Aorta


Pengertian
Coartatio of the aorta adalah adanya penyempitan setempat dari aorta.
Lokasi jadinya penyempitan: Preduktal (sebelum duktus), Juxta-duktus atau
Post Duktal (distal duktus)

Gambar. Coarctatio Aorta

2) Gangguan hemodinamik

page 184
Terjadi peningkatan tekanan aorta proksimal coartasio dan penurunan
tekanan coartasis/ bagian distalnya.
3) Manifestasi klinis
a) Pada tipe post duktal tekanan darah tinggi dan hentakan nadi yang
kencang pada bagian tubuh yang menerima darah dari pembuluh
darah proksimal coartasis.
b) Nadi femoral lemah atau tidak teraba, nadi ekstremitas bawah
mungkin lebih lemah dibandingkan dengan ekstremitas atas.
c) Kram otot bisa terjadi akibat peningkatan aktivitas dari jaringan yang
tidak teroksigenasi. Anak mengalami pening, sakit kepala, pingsan,
dan mimisan akibat hipertensi.
d) Bising sistolik dapat ditemukan ataupun atau tidak.
e) EKG pada bayi dapat menunjukkan RVH, mungkin terjadi
Biventrikular Hipertrofi. Pada usia dewasa gelombang T terbalik pada
prekordial kiri atau LAD.
4) Komplikasi
a) Perdarahan intrakranial
b) Hipertensi
c) Ruptur aorta
d) Penyakit jantung hipertensi
e) Gagal jantung kongestif
f) Endokarditis
5) Terapi
Pembedahan : Reseksi bagian yang menyempit dan menyambung ujung
ke ujung atau pemasangan graft pada daerah itu.

2. PJB Sianotik
a. Tetralogy of Fallot (TOF)
1) Pengertian
Tetralogy of Fallot merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang
terdiri dari 4 kelainan, yaitu : Ventricular Septal Defect (VSD), Pulmonal
Stenosis (PS), Overriding Aorta, dan hipertrofi ventrikel kanan.

page 185
Gbr. 55 Tetralogy of Fallot

2) Patofisiologi
Secara anatomis, TOF merupakan suatu defek septum ventrikel
subaortik yang disertai deviasi ke anterior septum infundibuler. Deviasi
ini menyebabkan akar aorta bergeser ke depan sehingga terjadi
overriding aorta terhadap septum interventrikuler stenosis pada bagian
infundibuler ventrikel kanan dan penyempitan arteri pulmonal.
Tekanan dalam ventrikel kanan meningkat karena obstruksi
infundibuler, tapi dengan adanya defek septum ventrikel pada TOF,
darah akan didorong ke kiri masuk ke aorta, sehingga tekanan dalam
ventrikel kiri dan aorta relatif menjadi sama.
Berat ringannya stenosis pada TOF tergantung berat ringannya
stenosis infundibuler yang terjadi dan arah pirau interventrikel. Sianosis
bisa timbul sejak lahir dan ini menandakan adanya suatu stenosis
pulmonal yang berat, atau atresia pulmonal. Sianosis biasanya
berkembang perlahan-lahan dengan bertambahnya usia dan ini
menandakan adanya peningkatan hipertrofi infundibuler pulmonal yang
memperberat obstruksi pada bagian tersebut.
3) Etiologi
TOF merupakan salah satu kelainan jantung bawaan yang disebabkan
oleh adanya ketidaksempurnaan pembentukan jantung dalam masa
kehamilan.
4) Manifestasi klinis
- Sianosis
- Dispnea
- Squatting

page 186
- Clubing finger
- Murmur
5) Pemeriksaan penunjang
EKG : Gambaran RAD (TOF yang sianotik). Pada Pink TOF axis normal.
Adanya RVH, kadang-kadang ditemukan RAH.
CXR : Apex jantung tampak naik (boot shaped heart), tidak ada
kardiomegali, gambaran vaskularisasi paru berkurang, kadang-kadang
ditemukan pembesaran RA pada pasien Pink TOF, pemeriksaan CXR tidak
dapat dibedakan dengan pasien yang menderita VSD kecil.
6) Komplikasi
Komplikasi yang sering timbul yaitu :
- Anak yang TOF asianotik (Pink TOF) sering berkembang menjadi
sianotik
- Gejala menjadi bertambah buruk sehubungan dengan semakin
bertambah beratnya stenosis infundibulum
- Sering terjadi spell hypoksia
- Dapat terjadi abses serebri
- Infeksi endokarditis
- Polisitemia
- Gangguan pertumbuhan
- Koagulapathy
- Anemia defisiensi besi
7) Terapi
a) Obat-obatan
- Antibiotika profilaksis untuk mencegah infeksi endokarditis
sesuai indikasi.
- Jika terjadi spell hypoksia : posisikan pasien knee chest, berikan
Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kg SC/IM, berikan oksigen dan atasi
asidosis.
- Propanolol untuk mencegah spell hipoksia.
- Atasi anemia defisiensi besi.
b) Pembedahan
- Paliatif : BT Shunt, untuk menambah aliran darah ke paru.
- Koreksi total : menutup VSD dan pelebaran RVOT.

page 187
b. Transposition of the Great Artery (TGA)
1) Pengertian
Transposition of the Great Artery (TGA) adalah suatu keadaan dimana
arteri pulmonalis keluar dari ventrikel kiri dan aorta keluar dari ventrikel
kanan, sehingga tidak ada hubungan antara sirkulasi sistemik dan
pulmonal.
2) Kelainan penyerta dan hemodinamik
Supaya pasien tetap hidup, harus ada pencampuran darah bersih
dan darah kotor, hubungan ini bisa terjadi di tingkat atrial (ASD), ventrikel
(VSD) atau pembuluh darah besar (PDA). Dengan adanya defek-defek
tersebut, dapat meningkatkan terjadinya gagal jantung kongestif karena
darah yang mengalir dari jantung ke paru-paru meningkat.
Berat ringannya sianotik tergantung dari jumlah pencampuran
darah. Jika darah yang bercampur minimum, maka bayi akan mengalami
sianotik berat dan memburuk pada saat lahir. Tapi apabila ada defek
septum atau PDA yang besar, mungkin sianotik yang terjadi ringan dan
gagal jantung kongestif akan lebih menonjol. Kardiomegali lebih jelas
tampak beberapa minggu setelah lahir. Bunyi jantung juga bervariasi
tergantung dari tipe defek penyerta.

Gbr. 56 Transposition of the Great Arteries

3) Komplikasi
- Gagal jantung
- Hipoksia yang mengakibatkan kematian
4) Pengobatan

page 188
a) Operasi paliatif
Bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit vaskuler pada paru
dan gagal jantung kongestif, sampai anak dapat dikoreksi total.
Jenis operasi yang bisa dikerjakan adalah :
- Balloon Atrial Septostomy (BAS), yaitu membuat defek pada PFO
sehingga darah dapat bercampur di atrium.
- Bedah Blalock-Hanlon yaitu operasi membuat ASD.
- Pulmonary Artery Banding (PA Banding) bertujuan untuk
menurunkan aliran darah ke paru, juga untuk melatih ventrikel
kiri (Left Ventricle Training).
- Blalock Taussig Shunt (BT Shunt) yaitu dengan membuat duktus
arteriosus jika terdapat pulmonal stenosis.
b) Koreksi total
Operasi koreksi total pada TGA yang paling ideal adalah Arterial
Switch yakni dengan menukar posisi kedua arteri besar, disertai
dengan memindahkan arteri koronaria. Selain itu dapat pula dengan
cara menghubungkan atrium kiri dengan ventrikel kanan dan atrium
kanan dengan ventrikel kiri dengan menggunakan perikard (Senning
Procedure) atau menggunakan prosthesis (Mustard Procedure).

D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Umum
- Ukur berat badan, panjang badan, lingkar kepala.
- Gambarkan secara umum ukuran dan bentuk tubuh, postur saat istirahat,
adanya edema dan lokasinya.
- Bentuk wajah untuk melihat adanya kelainan seperti : Down Syndrome.
b. Pengkajian Pernafasan
- Gambarkan bentuk dada : pada pasien dengan PJB ditemukan bentuk
dada yang asimetris, bentuk dada burung (pigeon chest), kardiomegali
tampak salah satu bagian dada lebih besar.
- Penggunaan otot-otot pernafasan tambahan saat bernafas, gerakan
cuping hidung, retraksi substernal atau intercostalis atau subclavia.
- Frekuensi pernafasan cepat dan tidak teratur.
- Auskultasi dan gambarkan bunyi nafas, bandingkan bunyi nafas paru
kanan dan kiri, adakah stridor, crackles, wheezing.

page 189
- Ukur saturasi oksigen dengan menggunakan oxymetri pulse dan analisa
gas darah.
c. Pengkajian Kardiovaskuler
- Tentukan denyut jantung dan iramanya, sering ditemukan denyut
jantung yang irreguler.
- Gambarkan bunyi jantung : murmur, pada pasien dengan TOF biasanya
ditemukan bunyi jantung murmur sistolik, murmur kontiniu bila ada PDA
dan ejection click (aorta), gallops, dll.
- Tentukan Point Maksimum Impulse (PMI), point dimana bunyi jantung
terdengar paling keras.
- Tentukan tekanan darah, sebutkan ekstremitas yang dilakukan
pengukuran.
- Kaji warna kuku dan membran mukosa bibir, apakah tampak bibir dan
kuku berwarna biru pucat, adakah clubbing finger.
- Gambarkan keadaan kulit sianotik, pucat, jaundice, motting, squatting,
- Gambarkan nadi perifer, pengisian kapiler (CRT) normal < 3 detik..
- Gejala yang sering dialami pada pasien yang mengalami PJB : sakit dada,
sesak nafas, palpitasi, pusing dan sinkop, batuk-batuk, kelelahan, edema,
sianosis, kesulitan dalam pemberian makan atau menyusu.
d. Pengkajian Gastrointestinal
- Tentukan adanya distensi abdomen : meningkatnya lingkar perut, kulit
yang terang (bright), adanya eritema dinding abdomen, peristaltik usus.
- Tentukan adanya tanda-tanda regurgitasi, waktu yang berhubungan
dengan pemberian makan, bila memakai NGT tentukan karakter, jumlah
residu, warna, konsistensi.
- Palpasi daerah hati, adanya pembesaran hati.
- Gambarkan bising usus : ada atau tidak, jumlah.
- Gambarkan jumlah, warna, konsistensi feces.
e. Pengkajian Genitourinaria
- Gambarkan bentuk abnormal dari genitalia jika ditemukan.
- Gambarkan jumlah (ditentukan oleh berat badan), PH dan berat jenis
untuk menggambarkan status urine.
- Timbang berat badan (tindakan yang sering dilakukan untuk mengkaji
status cairan).

page 190
f. Pengkajian Neuro-Muskuloskeletal
- Gambarkan gerakan bayi : random, bertujuan, twitching, spontan,
tingkat aktivitas dengan stimulasi, evaluasi saat kehamilan dan
persalinan.
- Gambarkan sikap dan posisi bayi/anak : fleksi atau ekstensi.
- Observasi reflex : moro, sucking, babinski, plantar, dan reflex-reflex
lainnya serta tentukan tingkat respon.
- Gambarkan adanya perubahan pada lingkar kepala (bila ada indikasi)
ukuran, fontanel, dan garis sutura.
- Gambarkan respon pupil pada bayi yang usia kehamilannya lebih dari 32
minggu.
g. Pengkajian Kulit
- Gambarkan beberapa perubahan warna, tanda kemerahan, iritasi, abrasi,
khususnya dimana terdapat daerah penekanan oleh infus atau alat lain
yang kontak dengan kulit bayi / anak juga observasi dan catat bahan yang
digunakan untuk perawatan kulit.
- Gambarkan suhu kulit dan aksila.
- Gambarkan hubungannya dengan suhu lingkungan.
- Tentukan tekstur dan turgor kulit.
- Gambarkan adanya rash, luka kulit, atau tanda lahir.
- Gambarkan kateter infus atau jarum yang digunakan dan observasi
adanya tadna infiltrasi.
- Gambarkan adanya infus parenteral : lokasi, arteri, vena perifer,
umbilikal, sentral, jenis infus (obat, saline, dextrose, elektrolit, lemak,
TPN).

2. Diagnosa Keperawatan dan Rencana Tindakan Keperawatan


a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan bentuk lubang, disfungsi
miokard.
Tujuan keperawatan :
Curah jantung meningkat dengan kriteria : urine cukup (1-3 cc/kgBB/jam),
akral hangat.
Rencana Tindakan Keperawatan :
- Kolaborasi pemberian digoksin/lanoksin.

page 191
- Periksa nadi selama 1 menit sebelum pemberian, hentikan bila nadi di
bawah 90-110 x/menit (bayi), atau di bawah 70-85 x/menit (anak)
kolaborasi untuk menghentikan obat.
- Kenali tanda-tanda keracunan digoksin (mual, muntah, anoreksia,
bradikardi, disaritmia).
- Buat EKG lengkap bila perlu.
- Periksa asupan dan nilai serum potassium.
- Kolaborasi pemberian obat untuk menurunkan afterload.
- Monitor denyut nadi, irama, dan ukur tekanan darah, lapor bila ada
perubahan yang berarti.
- Monitor hasil elektrolit.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kongesti paru
Tujuan Keperawatan :
Pola nafas efektif dengan kriteria : RR pasien normal, AGD dalam batas
normal, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada nafas cuping hidung,
pemberian oksigen efektif.
Rencana Tindakan Keperawatan :
- Tinggikan posisi kepala pasien 30o-45o.
- Gunakan pakaian yang tidak ketat (longgar) pada bagian dada dan perut.
- Kolaborasi : penggunaan oksigen dengan menggunakan humidifier.
- Kaji laju nafas, kemudahan untuk bernafas, warna kulit, dan saturasi
oksigen menggunakan oxymetri pulse.
- Observasi suara nafas pasien.

c. Volume cairan berlebih berhubungan dengan akumulasi cairan (edema)


Tujuan Keperawatan :
Tidak terjadi akumulasi cairan dengan kriteria : tidak ada peningkatan BB,
tidak ada edema, tidak ada asites, urine keluar.
Rencana Tindakan Keperawatan :
- Kolaborasi pemberian diuretik, batasi masukan cairan.
- Catat pemasukan dan pengeluaran cairan.
- Timbang berat badan.
- Observasi tanda-tanda edema pada tungkai, palpebra, rongga perut.
- Observasi pengeluaran urine tiap jam.

page 192
d. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan tubuh berhubungan dengan
nutrisi yang tidak adekuat
Tujuan Keperawatan :
Pertumbuhan dan perkembangan tubuh sesuai dengan usia.
Rencana Tindakan Keperawatan :
- Kaji pola makan pasien.
- Berikan makanan yang disukai oleh pasien dan sesuai dengan usia pasien.
- Beri makan dan minum dalam porsi kecil tapi sering.
- Timbang berat badan setiap hari.
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk diet pasien.

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan suplai dan kebutuhan oksigen tidak


seimbang sekunder terhadap penurunan curah jantung
Tujuan Keperawatan :
Pasien dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan dan usia pasien.
Rencana Tindakan Keperawatan :
- Kaji aktivitas apa saja yang dapat menimbulkan sesak.
- Kaji seberapa jauh aktivitas yang dapat dilakukan pasien secara mandiri.
- Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang aktivitas yang dapat dilakukan
dengan tahapan-tahapannya.
- Libatkan keluarga dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
- Observasi tanda-tanda vital sebelum, selama, dan sesudah aktivitas.

f. Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh, kongestif


paru
Tujuan Keperawatan :
Tidak ada tanda-tanda infeksi.
Rencana Tindakan Keperawatan :
- Kaji tanda-tanda infeksi.
- Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan dengan
desinfektan.
- Hindarkan kontak dengan sumber infeksi.
- Anjurkan cukup istirahat dan berikan nutrisi yang optimal.
g. Gangguan psikologis pada anak dan atau keluarga berhubungan dengan masa
perawatan di rumah sakit
Tujuan Keperawatan :

page 193
Keluarga dan anak dapat menyesuaikan dengan kondisi penyakit yang
diderita.
Rencana Tindakan Keperawatan :
- Kaji hospitalisasi anak dan keluarga.
- Jelaskan prosedur tindakan medis dan keperawatan.
- Ciptakan lingkungan kamar/ruangan seperti keadaan di rumah.
- Sediakan mainan sesuai dengan perkembangan usia pasien.

h. Cemas berhubungan dengan penyakit yang diderita


Tujuan Keperawatan :
Cemas berkurang dengan kriteria : keluarga mengetahui tentang penyakit
yang diderita anaknya dan perawatannya.
Rencana Tindakan Keperawatan :
- Kaji tingkat ansietas dan tentukan penyebab primer.
- Kaji tingkat informasi keluarga pasien untuk mengidentifikasi kesalahan
pengertian sehubungan dengan kondisinya.
- Kaji mekanisme koping yang biasa digunakan yang berkaitan dengan
stress.
- Lengkapi, klarifikasi, dan validasi informasi yang sesuai dengan kondisi.
- Bantu pasien berpikir secara realistis terhadap ansietas, berikan
alternatif lain dalam menangani stress seperti : membantu imajinasi,
melakukan relaksasi otot secara progresif.
- Berikan reinforcement positif tentang prognosis, bantu pasien dalam
mencapai tujuan dan gaya hidup yang realistik.
- Lengkapi pasien dan keluarga dengan gambaran adanya defek (tanda dan
gejala) dan intervensi secara bedah maupun non-bedah.
- Ingatkan aktivitas yang dianjurkan dan pembatasannya sesuai indikasi.
- Lengkapi konsultasi mengenai pelajaran di sekolah, olahraga, dan
pekerjaan.
- Jelaskan tentang diet dan pembatasannya sesuai dengan indikasi.
- Jelaskan untuk pencegahan terjadinya endokarditis.
- Jelaskan tentang pentingnya kontrol secara teratur.

page 194
PERSIAPAN PRA BEDAH JANTUNG

Persiapan sebelum pembedahan jantung memerlukan pendekatan multidisiplin dan


dilakukan semua pihak yang terkait. Diperlukan pengetahuan tentang keadaan pasien
secara menyeluruh guna mendapatkan pengertian tentang rencana tindakan, kesulitan
yang mungkin dihadapi sebelum, selama, dan sesudah pembedahan, kelengkapan
peralatan, dan obat-obatan yang diperlukan dan strategi penatalaksanaan pasca bedah.
Pasien dan keluarganya juga harus mendapatkan pengertian yang mendalam tentang
penyakit dan kondisi yang dihadapi, termasuk risiko dan kemungkinan komplikasi pasca
bedah. Pendidikan terhadap pasien dan keluarga tentang perawatan pasca bedah dan
periode penyembuhan juga sangat penting.

Persiapan pra bedah bertujuan untuk :


- Pasien dan keluarga kooperatif pasca bedah
- Persiapan mental dan fisik pasien untuk tindakan bedah
- Hasil adalah sebagai perbandingan pra dan pasca bedah
- Untuk memenuhi aspek legal (hukum)

Persiapan pra bedah pada dasarnya meliputi :


1. Persiapan administrasi, termasuk pembiayaan dan inform consent
2. Persiapan pasien :
a. Secara Umum
1) Data dasar pasien
2) Riwayat kesehatan
3) Pengkajian fisik : observasi tanda-tanda vital, status gizi (malnutrisi dan
kegemukan), termasuk pengkajian sistem tubuh.
4) Pemeriksaan penunjang, diantaranya :
 Ekokardiografi
 Elektrokardiografi
 Kateterisasi jantung / angiografi koroner
 Chest X-Ray
 Laboratorium : darah lengkap (Hb, Ht, Leukosit, Trombosit),
elektrolit, sistem koagulasi (PT, APTT, INR bila perlu), ureum dan
kreatinin, fungsi hepar, serologi
 Konsultasi dengan bidang lain sesuai indikasi, seperti : konsultasi
gigi mulut, THT, pulmonologi, endokrin, rehabilitasi medik, dll.

page 195
5) Terapi obat-obatan
 Obat-obat antikoagulan dihentikan 1 minggu sebelum operasi,
seperti : aspirin, plavix, ticlid, dan lain-lain. Warfarin seharusnya
dihentikan 4 hari sebelum operasi. Heparin dapat dihentikan 4-6
jam pra bedah. Namun pada kasus-kasus tertentu dimana heparin
sangat krusial, dapat terus diberikan (dengan infus kontiniu) hingga
pembedahan.
 Obat diuretik dihentikan 3 hari sebelum operasi, seperti :
furosemide, spironolakton, kecuali bila ada instruksi.
 Obat digitalis dihentikan 12 jam sebelum operasi, seperti lanoksin,
digoksin.
 Obat Calcium bloker diberikan sampai hari operasi.
6) Persiapan mental
Dibutuhkan dukungan moril bagi pasien dan keluarga dari berbagai
pihak yang terkait. Sebelum dilakukan operasi, pasien dan keluarga
harus diberikan pengertian tentang fase-fase yang akan dialami pasien,
baik sebelum atau sesudah dilakukan operasi dengan jelas sehingga
pasien dan keluarga lebih kooperatif. Selain itu, perlu dilakukan
orientasi ruangan (ruang rawat, ICU, dan kamar operasi, bila
memungkinkan).
7) Persiapan darah
 Pasien dewasa
 Packed cell : 15-20 cc/kgBB
 FFP : 15-20 cc/kgBB
 Trombosit : 5 unit atau sesuai kebutuhan
 Pasien anak
 Anak dengan BB < 6 kg :
 Packed red cell 150 cc
 FFP 1 unit
 Trombosit 1 unit
 Anak dengan BB 6-20 kg :
 Whole blood 500 cc
 Packed red cell 250 cc
 FFP 2 unit
 Trombosit 2 unit

page 196
 Anak dengan BB 20-40 kg :
 Packed red cell 500 cc (20 cc/kgBB)
 FFP 3 unit
 Trombosit 3 unit

b. Secara Khusus
1) Persiapan Gastrointestinal
Mengosongkan gastrointestinal untuk mengurangi risiko muntah saat
pembiusan dan mencegah kontaminasi dari bahan kotor dengan cara :
 Puasa 4-6 jam menjelang operasi
 Diberikan pencahar, seperti dulcolax suppositoria dan tablet atau
microlac sesuai ketentuan
 Klisma jika diperlukan
2) Persiapan kulit mencegah terjadinya infeksi oleh karena kulit yang tidak
bersih (pada ujung-ujung rambut tempat bersarangnya kuman),
dengan cara :
 Pencukuran dilakukan 6 jam sebelum operasi, usahakan tidak
menimbulkan luka
 Mandi dan keramas dengan sabun antiseptik 6 jam sebelum
operasi
 Ganti dengan baju khusus dan topi operasi
 Lepas semua protesa yang dikenakan pasien (seperti gigi palsu,
anting lensa kontak, make up, cat kuku, dan lain-lain) sebelum
dibawa ke ruang operasi.
3) Isi semua check list pra bedah, pastikan semua persiapan telah lengkap.

page 197
PERAWATAN INTRA BEDAH

Pendahuluan
Perawatan intra bedah dimulai saat pasien dibawa ke ruang operasi dan dterima oleh
perawat sirkuler dan berakhir saat pasien diterima di ICU. Perawatan bedah jantung
merupakan asuhan keperawatan spesialis, oleh karena itu diperlukan perawat yang
mempunyai ketrampilan dan pengetahuan yang sesuai dengan perkembangan teknologi
dalam teknik pembedahan jantung. Dalam hal ini akan dijelaskan secara singkat aspek
operasi jantung secara umum dan asuhan keperawatannya.

Definisi Operasi Jantung


Operasi jantung adalah operasi yang dilakukan untuk memperbaiki kelainan fungsi dan
anatomi jantung.

Jenis Operasi Jantung


c. Operasi jantung terbuka
Pembedahan yang dilakukan dengan membuka ruang jantung dan menggunakan
mesin pintas jantung paru (cardiopulmonary bypass machine/ekstrakorporal).
ci. Operasi jantung tertutup
Pembedahan yang dilakukan tanpa membuka ruang jantung sehingga tidak perlu
menggunakan mesin pintas jantung paru.

Tujuan Operasi Jantung


a) Koreksi total dai kelainan anatomi, misal
Penutupan defek septum (Atrial septal defect/ASD, Ventrikel Septal Defect/VSD)
Tetralogy of Fallot/TOF
Transposisi Arteri Besar (Transposition of Great Arteries/TGA)
Koartasio aorta, stenosis pulmonal
b) Operasi palliative yaitu melakukan operasi sementara dengan tujuan untuk
menghadapi operasi definitif (koreksi total) di kemudian hari
c) Reparasi atau mengganti katup yang mengalami penyempitan dan kebocoran
d) Bedah Pintas Koroner (coronary artery bypass graft/CABG) memakai transplant
vena saphena dan arteri mammaria interna untuk mengatasi sumbatan arteri
koroner.
e) Transpalntasi jantung : mengganti jantung pasien yang tidak mungkin diperbaiki
lagi dengan jantung pasien yang meninggal karena sebab lain.

page 198
Indikasi Operasi Jantung
1. Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
- Penyakit jantung bawaan asianotik (ASD, VSD, PDA, dll)
- Penyakit jantung bawaan sianotik (TOF, TGA, dll)
2. Penyakit Jantung Koroner (PJK)
 Angina pectoris kronik yang tidak respon terhadap obat-obatan/terapi medikal
 klien dengan left mean stenosis > 60%
 Oklusi arteri koroner > 70 % pada suatu pembuluh/lebih
 Angina yang tidak stabil
 Adanya disritmia yang maligna/ganas
 Klien PTCA yang bermasalah: diseksi, komplikasi lain
3. Penyakit Katup Jantung
a. Aorta
- Stenosis katup aorta berat dengan Aortic Valva Area/AVA < 0,6 cm2
- Pasien dengan gejala kelas fungsional III atau IV NYHA
- Pasien dengan disfungsi ventrikel kiri
- Pasien dengan kelas fungsional II atau lebih pada Canadian Heart Association
dengan atau tanpa CAD
b. Mitral
 Pasien dengan gejala kelas fungsional III atau IV NYHA
 Mitral stenosis sedang (Mitral Valve Area/MVA < 1 cm2)
 Pasien dengan Mitral Stenosis sedang atau berat, kelas fungsional III, IV NYHA
 Pasien dengan NYHA kelas fungsional II, III, IV dengan gejala
 Insufiensi mitral akut yang simtomatik
 Pasien dengan disfungsi LV yang berat (30%)
 Pasien dengan MVP (mitral valve prolaps)
c. Trikuspid
 Anuloplasti pada insufisiesi katup trikuspid yang berat disertai dengan hipertensi
pulmonal.
 Penggantian katup trikuspid akibat stenosis katup trikuspid yang berat dan
dengan kondisi buruk
 Penggantian katup atau anuloplasti pada insufisiensi katup berat dengan tekanan
arteri pulmonalis < 60 mmHg dan disertai gejala
4. Tumor dalam ruang jantung
Tumor dalam ruang jantdung dapat menyebabkan obstuksi katup (misal : myxoma)

page 199
5. Trauma Jantung
Trauma jantung yang berakibat tamponade atau perdarahan harus segera dioperasi
6. Transpalantasi jantung
Apabila jantung pasien sudah tidak dapat berfungsi dan tidak mungkin dapat
diperbaiki lagi, perlu diganti dengan jantung dari pasien yang meninggal karena
sebab lain.

Kelas Fungsional New York Association (NYHA)


Kelas I : keluhan timbul bilabekerja sangat berat, misal berlari
Kelas II : keluhan timbul pada aktifitas cukup berat, misal berjalan cepat
Kelas III : keluhan timbul pada aktifitas yang melebihi aktifitas kebutuhan primer
Kelas IV : keluhan sudah dirasakan pada aktifitas untuk kebutuhan primer, misal : makan,
minum, sehingga pasien harus terus terbaring

Waktu untuk melakukan operasi


waktu ditentukan berdasarkan resiko yang paling minimal sesuai dengan kondisi pasien
 Umur yang aman untuk melakukan koreksi total Tetralogy of Falot adalah pada
usia 4-5 tahun, tetapi di negara maju sering dilakukan pada masa bayi (bila ukuran
arteri pulmonal dianggap cukup untuk dilakukan total koreksi)
 resiko juga berdasarkan klasifikasi fungsional, misal : insufisiensi aorta pada kelas
fungsional IV mempunyai resiko lebih tinggi dibandingkan kelas III
 bedah pintas koroner yang dilakukan koroner yang dilakukan secara darurat,
resiko 2x lebih tinggi dibanding elektif.

Pembagian Waktu Operasi


 Darurat
Operasi yang sifatnya sangat perlu untuk menyelamatkan jiwa pasien sesegera mungkin.
Untuk pasien dengan infark yang mengancam penyumbatan akut dalam waktu 3 jam
terdapat robekan miokard dan gagalnya PTCA misal: diseksi, komplikasi atau terjadinya
infark serta gagalnya ballon mitral valvuloplasti (BMV)
 Semi elektif
Operasi yang bisa ditunda 2-3 hari, pasien dengan bedah pintas koroner dilakukan 3x24
jam setelah kateterisasi jantung
 Elektif
Operasi dilakukan dengan perencanaan matang atas indikasi tertentu, misal angina
pectoris yang da[at membaik dengan obat-obatan, waktunya lebih dari 3 hari.

page 200
Sayatan Operasi
1. Median Sternotomi
Posisi pasien telentang, kepala ekstensi, dada dibusungkan dengan cara meja operasi
dipatahkan pada bagian punggung atas. Batasan sayatan mulai dari sternal notch
sampai dengan Prosesus Xipoideus, berada di tengah-tengah tulang sternum. Untuk
membuka sternum, digunakan gergaji sternum (untuk pasien dewasa), dan digunakan
gunting besar lurus (untuk anak-anak < 8 kg). Hemostasis menggunakan kauter diatermi
dan bonewax. Dilanjutkan dengan prosedur operasi.
Setelah selesai prosedur utama, dinding dada akan ditutup. Sebelumnya dilakukan
hemostasis pada dinding sternum. Penutupan sternum dilakukan dengan wire (dewasa)
biasanya 6 ikatan atau PDS Loop (anak-anak). Selama penutupan perhatikan
hemodinamik. Lanjutkan dengan tutup subkutis dan kulit (sub kutikuler) menggunakan
benang yang bisa diserap oleh jaringan.
Insisi ini digunakan pada pasien yang akan dilakukan tindakan penutupan ASD/VSD,
CABG, Ballock Taussig Shunt, Glenn Shunt.
2. Torakotomi Posterolateral
posisi pasien miring kanan dan diganjal dengan bantal untuk mendapatkan posisi yang
diinginkan. Insisi mulai dari garis aksila tengah ke posterior kira-kira 2 cm dibawah
angulus inferior scapula dan processus spinosus vertebra. Kulit, subkutis, otot latisimus
dorsi dipotong.
Untuk hemostasis digunakan kauter dan rongga thorax dibuka pada sela iga ke IV.
Insisi ini biasanya dipakai pada pasien dengan koartasio aorta, PDA ligasi, Glen shunt,
Blallock Taussig Shunt atau aneurisma aorta desenden.
3. Torakotomi Anterolateral
posisi pasien telentang dan bagian kiri diganjal dengan ketinggian 45 derajat. Insisi
dilakukan pada sela iga ke V. Insisi seperti ini biasanya dipakai pada pasien dengan luka
tusuk jantung dengan tamponade, perikardiotomi, arteri banding pumonal.

Keperawatan Perioperatif
 Fase Preoperasi
Fase preoperasi dimulai dari saat pasien dijadwalkan untuk operasi dan diakhiri saat
pasien diinduksi.
Dalam hal ini peran perawat adalah melakukan pengkajian dan pendidikan kesehatan
pada pasien dan keluarganya.

page 201
 Fase Intra operasi
Fase intra operasi dimulai dari saat pasien dibawa ke kamar operasi, dan berakhir saat
pasien diterima di ICU.
Dalam hal ini peran perawat adalah melakukan tindakan pengamanan dan penyelamatan
saat menerima pasien dan saat membawa serta mengatur posisi sebelum operasi,
mengontrol teknik aseptik.
 Fase Post Operasi
Fase post operasi dimulai dari saat operasi selesai dan berlanjut sampai ke ruang
perawatan.
Dalam hal ini peran perawat adalah melakukan observasi secara ketat dan intensif,
mengkaji kondisi pasien, mendokumentasikan semua tindakan yang dilakukan.

Pengkajian Pasien Saat Tiba Di Kamar Operasi


 observasi tingkat kesadaran pasien
 observasi emosi pasien
 observasi aktivitas pasien
 cek obat yang digunakan
 observasi pernafasan pasien
 cek riwayat penyakit keluarga, gaya hidup
 observasi tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu paien
 observasi kulit : warna, turgor, suhu, keutuhan
Pemeriksaan diagnostik :
- elektrokardiografi : untuk mengetahui adanya aritmia
- rontgen thorax
- hasil laboratorium : darah lengkap, koagulasi, elektrolit, ureum kreatinin, HbsAg
- Echocardiografi
- kateterisasi jantungterpadu

Tindakan Perawat Kamar Operasi Saat Menerima Pasien di Kamar Operasi


- melakukan serah terima dengan perawat ruangan
- memperkenalkan diri dan anggota tim kamar operasi kepada pasien
- mengecek identitas pasien dengan memanggil namanya
- memberikan dukungan kepada pasien
- menginformasikan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan seperti
ganti baju, pemasangan infus, kanulasi arteri pemasangan lead EKG
- mendampingi pasien saat pemberian premediakasi

page 202
- menciptakan situasi yang tenang
- meyakinkan bahwa pasien tidak menggunakan gigi palsu, perhiasan, kontak lensa,
dan alat bantu dengar
- membawa pasien ke ruang operasi

Perawatan Intra Operasi


1. Airway (Jalan Nafas)
Perawatan airway/jalan nafas dalam hal ini adalah menyiapkan alat untuk
memperlancar jalan nafas pasien intra operasi, antara lain: guedel, laringoskop, ETT,
suction lendir.
2. Breathing (Pernafasan)
Perawatan yang dilakukan adalah mempersiapkan alat untuk terapi oksigen,
antaralain: kanul oksigen, sungkup oksigen, bagging dan ventilator, pulse oksimetri.
3. Circulation (Sirkulasi)
Perawatan yang dilakukan adalah pemasangan EKG, kateter arteri, CVP, kateter arteri
pulmonalis, kateter urine, suhu nasofaringeal/rectal, persiapan obat-obatan :
anestesia, inotropik,kronotopik,antiaritmia,diuretik,anti hipertensi anti koagulan dan
koagulan.
4. Defibrilator
Persiapan alat defibrilator (lengkap dengan paddle eksternal dan internal) untuk
mengantisipasi terjadinya ventrikel takikardia tanpa nadi (VT) atau ventrikel fibrilasi
(VF)
5. Diathermi
Perawatan yang dilakukan antaralain pemasangan diatermi pad sesuai ukuran untuk
mencegah panas yang tinggi/terbakar. Penempatan pad harus tepat di bagian tubuh
yang datar yang tidak ada rambut(bila ada rambut,harus dicukur), tidak pada tulang,
dan tidak pada tempat yang mudah dilalui air. Bila merubah posisi pasien, pastikan
pad masih menempel dengan baik.
6. Posisi Pasien di Meja Operasi
Posisi pasien diatur sesuai dengan kebutuhan prosedur operasi yang akan dilakukan,
seperti mediansternotomy, anterolateral,posterolateral.
Hal – hal yang harus diperhatikan dalam mengatur posisi, antaralain posisi pasien
harus fisiologis, sistem musculoskeletal harus terlindung, lokasi operasi mudah
terjangkau, mudah dikaji oleh anastesi, pastikan adanya perlindungan pada bagian
yang tertekan (kepala,sacrum,scapula,siku dan tumit)

page 203
7. Persiapan Lain
b) TEE (Trans Esophageal Echocardiografi) untuk melihat penampilan pergerakan
jantung, fungsi katup,fungsi miokard,anantomi,adanya udara di ruang jantung,
keefektifan ventilasi
c) EEG (Elektro Encephaloram) untuk memonitor fungsi serebral dari injuri,
iskemia dan gangguan neurologic post operasi
d) ECG (Elektro Cardiogram) untuk memantau iskemia miokard
e) Nasofaringeal/Rectal temperatur untuk mengevaluasi temperatur pada saat
cooling dan rewarming, derajat proteksi miokard, perfusi perifer yang adekuat,
maligna hipertensi
f) IABP (Intra Aortic Balon Pump) untuk memperbaiki sirkulasi miokard (
meningkatkan supply oksigen miokard dan mengurangi kebutuhan oksigen
miokard. Perawatan yang dilakukan adalah mempersiapkn arteri femoralis
untuk pemasangan IABP
8. Menjaga Kesterilan Bedah
Dalam hal ini tindakan perawatan yang dilakukan antaralain : menjaga teknik
aseptik selama prosedur operasi, menjaga sterilitas pada alat yang dipakai
menjelaskan kepada anggota tim kamar operasi, mencuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan tindakan, memakai gaun dan sarung tangan steril,
mempersiapkan kulit( prepasasi kulit) dengan hibiscrub, dilanjutkan dengan
betadin solution 10 % dan alkohol, melakukan drapping.

FUNGSI KEPERAWATAN DI KAMAR OPERASI


1. Sirculating Nurse (sirkulator)
Tugas sirkulator adalah:
o manager kamar operasi: menjaga keamanan dan kebutuhan kesehatan pasien dan
memonitor aktivitas anggota tim kamar operasi serta mengecek kondisi kamar
operasi.
o bertanggung jawab terhadap kebersihan, temperatur, kelembaban, lampu kamar
operasi
o menjamin peralatan di kamar operasi berfungsi dengan baik
o memonitor teknik aseptik
o memonitor pasien selama prosedur
o membuat dokumentasi

page 204
2. Scrub Nurse
Tugas scrub nurse adalah:
o persiapan benang dan instrumen
o membantu dokter-dokter bedah selama operasi
o mengecek/menghitung kembali semua jarum, kassa, dan instrumen menjelang akhir
operasi.
o memberi label setiap spesimen.
o memahami prinsip asepsis
o mempunyai kemampuan dalam prinsip anatomi dan keperawatan jaringan
o mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk mengantisipasi kebutuhan
opeerasi
o mempunyai kemampuan dalam mengatasi situasi emergensi di kamar operasi
o merawat luka operasi
o merawat luka drain

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL PADA INTRAOPERASI


1. takut/cemas berhubungan dengan ketidaktahuan akan tindakan operasi, sakit,
perubahan gambaran diri, dan kematian
2. gangguan pola tidur berhubungan dengan takut menghadapi operasi
3. gangguan kebersihan jalan napas berhubungan dengan slaim yang banyak
4. resiko terjadi aspirasi berhubungan dengan pemasangan endotrakeal tube
5. penurunan curah jantung berhubungan dengan depresi dari fungsi miokard,
perdarahan, atau disritmia
6. hipotermia berhubungan dengan penggunaan mesin pintas jantung paru
8. tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan atelektasis paru-paru
9. resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tindakan operasi
10. gangguan integritas kulit berhubungan dengan prosedur invasif
11. resiko terjadi luka bakar berhubungan dengan penggunaan diatermi
12. resiko kekurangan volume cairan
13. gangguan komunikasi verbal

page 205
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN PASCA BEDAH JANTUNG

Tujuan Instruksional Khusus:


Setelah mengikuti sesi ini, peserta dapat:
1. mengetahui hal-hal yang harus diketahui pada saat transfer pasien dari kamar
operasi ke ICU.
2. menyebutkan prioritas keperawatan pada waktu pasien masuk ICU.
3. mengetahui hal-hal yang harus diobservasi pada waktu pasien masuk ICU.
4. menguraikan proses keperawatan pasien di ICU.
5. menguraikan komplikasi-komplikasi yang terjadi dan intervensi yang dapat
dilakukan.
6. menyebutkan hal-hal yang harus dilaporkan pada saat pasien keluar dari ICU.
7. menjelaskan pengertian perawatan pasca bedah jantung di ruang rawat.
8. menjelaskan komplikasi yang mungkin terjadi dan perawatannya.
9. menguraikan clinical pathway perawatan pasca bedah jantung di ruang rawat.

PENDAHULUAN
Perawatan pasien pasca bedah jantung pada umumnya dilakukan di unit perawatan
kritis/Intensive Care Unit (ICU) pasca operasi. Setelah operasi selesai pasien segera
dipindahkan ke ICU tanpa melalui perawatan di ruang pemulihan. Pada umumnya
pasien diantar ke ICU oleh seorang dokter anestesi, dokter bedah, dan peraawat bedah.
Setibanya di ICU diterima oleh seorang dokter ICU, perawat utama yang akan merawat
pasien, dibantu seorang perawat lain.
1. Beberapa hal yang harus diperhatikan saat memindahkan pasien dari ruang operasi
ke ICU:
2. hemodinamik pasien stabil saat akan ditransfer ke ICU.
3. semua kateter dan tube harus terfiksasi dengan baik.
4. penting untuk memasang monitor ECG dan arterial pressure. Pulse oximetry sangat
membantu untuk pemantauan saturasi oksigen dan perfusi perifer.
5. semua obat harus dipasang pada syringe pump, dimana penggunaannya (terutama
baterai untuk transfer) harus dicek sebelum digunakan.
6. perlengkapan untuk reintubasi dan manajemen untuk cardiac arrest (obat-obatan,
pacemaker, monitor portable/defibrilator) harus tersedia dan siap pakai.

page 206
A. SAAT KEDATANGAN DI ICU
1. perawat ICU harus sudah mengetahui data dasar pasien sebelum pembedahan
selesai. Data dasar meliputi nama, usia, berat badan, diagnosis, dan jenis
pembedahan.
2. perawat ICU sudah harus bersiap menerima kedatangan pasien setelah ada
pemberitahuan dari petugas OK bahwa pasien segera tiba.
3. perawat harus sudah memberitahukan juga dokter jaga OCU/intensivist.
4. pasien datang dari OK di bawah tanggung jawab dokter anestesiologi dan dokter
bedah sampai serah terima selesai.
5. Serah terima pasien meliputi pemberian informasi secara verbal maupun tertulis,
identifikasi pasien sesuai cairan dan obat yang diberikan, rencana penatalaksanaan
dan terapi.
6. dokter bedah harus memberikan informasi tentang hal-hal penting menyangkut
teknik pembedahan, kesulitan yang timbul ataupun resiko dan potensi bahaya pasca
operasi.
7. dokter anestesiologi harus memberikan informasi tentang manajemen ventilasi
pasca bedah (termasuk rencana ekstubasi), kesulitan intubasi (jika ada), komplikasi
intra maupun pasca bedah (aritmia, kesulitan pengakhiran bypass, dan lain-lain),
obat-obat yang diberikan beserta dosis dan pengencerannya.
8. instruksi khusus dari dokter bedah ataupun anestesiologi harus ditulis di atas chart.
9. setelah pasien stabil, dokter bedah harus memberikan penjelasan kepada keluarga
pasien dan memberi kesempatan pada mereka untuk melihat pasien.
10. prinsip dasar yang harus ditekankan adalah pasien dirawat dan dimonitor secara
ketat 24 jam non stop. Perawat yang bertugas menjaga pasien tidak diperkenankan
meninggalkan area perawan pasien tersebut. Apabila ada keperluan mendesak yang
mengharuskan perawat yang bersangkutan meninggalkan area, harus dilakukan
delegasi sebelumnya kepada perawat lain.

B. PRIORITAS KEPERAWATAN PADA WAKTU PASIEN MASUK


1. tempat perawatan di ICU disiapkan, meliputi ventilator yang sesuai, syring pump,
pressure trsnducers dan monitor lain.
2. monitor diset sesuai data dasar pasien.
3. pasien < 5 kg dissediakan infant warmer. Pasien > 5kg cukup menggunakan blanket
warmer

page 207
4. pada waktu pasien tiba dari OK, setidaknya 2 perawat menerima pasien. Perawat
utama yang bertugas bertanggung jawab dalam serah terima dengan dokter.
perawat kedua wajib membantu perawat utama.
5. Pada semua pasien dilakukan monitoring non-invasif (ECG dan pulse oksimetri, juga
NIBP)
6. Hampir semua pasien juga dipasang monitor Invasif (ABP, CVP, dan LAP)
7. Semua monitor invasif haru dihubungkan dengan tranduser, dan gelombang serta
tampilan numerik harus muncul di layar monitor.
8. Biasakan memindahkan kabel monitor secara sistematis, dari monitor transport ke
bed side monitor. Dimulai dengan memindahkan kabel ECG. Setelah gelombang ECG
muncul, pindhkan kabel P1 (ABP). Setelah gelombang ABP muncul, lakukan kalibrasi.
Pindahkan kabel CVP, lakukan kalibrasi. Terakhir pindahkan kabel SpO2.
9. Pindahkan semua syringe pump
10. Atur semua chest drain, sambungkan ke suction.
11. Aktifkan penghangat

C. OBSERVASI PADA WAKTU PASIEN MASUK ICU


1. Perhatikan keadaan umum, warna kulit, isi denyut nadi, pengisian kapiler, suhu
badan. Suhu kulit seharusnya di monitor tiap jam. Suhu aksila diperiksa tiap 2 jam.
2. Hemodinamik: laju jantung dan ritme, ABP dan CVP. Target tekanan arteri (ABP),
tekanan vena central (CVP) dan lain-lain tidak sama untuk setiap pasien, tergantung
banyak hal: usia, jenis kelainan jantung dan jenis operasinya. Parameter – parameter
dapat berubah seiring berjalannya waktu, fungsi miokard dan status cairan. Oleh
karena itu perlu ada persetujuan dengan dokter anesthesiology maupun dokter
bedah tentang parameter optimal.
3. Ventilasi dan oksigenasi: laju napas, SpO2
4. Input: jumlah masukan cairan dan jenisnya, cairan flush, obat- obatan.
5. Output: urin, drain, NGT
6. Gula daarah: gula darah harus diperiksa sesaat setelah pasien tiba. Setelah itu
diperiksa tiap 8 jam pada anak < 10 kg atau yang belum mendapat nutrisi enteral,
atau yang mempunyai kadar gula tidak normal. Pada anak dan pasien dewasa
penderita diabetes, Dextrosix sebaiknya diperiksa tiap 4 jam.
Tata laksana selanjutnya yang spesifik adalah pengkajian terhadap sistem
kardiovaskuler, respirasi ginjal, neurologi, gastrointestinal, pemeriksaan laboratorium
dan diagnostik.

page 208
Pengkajian dilakukan setiap 15 menit pada 2 jam pertama pasien di ICU, dan jika
keadaan pasien stabil dilakukan setiap jam. Data yang didapat dari hasil pengkajian
dibandingkan dengan data awal, kemudian dicatat pada lembar observasi.

Hal – hal lain yang harus diperhatikan saat pasien masuk di ICU adalah:
1. jalur Intravascular:
 alur arteri dan vena harus difiksasi dengan baik. Demikian pula kateter vena
sentral.
 Setiap jalur harus diberi label untuk membedakan
 Semua jalur harus diperiksa secara berkala patensinya. Harus ada cairan yang
mengalir untuk mempertahankan potensi semua jalur
 Apabila mungkin, hindari memberikan infuse inotrop dan vasodilator dalam jalur
yang sama.
2. Drain:
 WSD dihubungkan dengan low continuos suction (3-4kPa)
 Banyaknya drain beserta lokasinya harus diketahui dengan pasti dan ditulis
dalam chart.
 Apabila dada tidak ditutup, atau ada dua selang drain dari satu lubang insisi,
jangan hubungkan dengan suction.
 Bila terpasang PD catheter,jangan diklem, biarkan mengalir ke dalam drainage
bag (urine bag).
3. NGT
NGT harus diaspirasi dan diulangi setiap 4 jam. Cairan yang diaspirasi dihitung
jumlahnya dan dicatat dalam chart.
NGT dibiarkan terbuka dan mengalir bebas ke dalam plastic penampung.
4. Urin
Urin yang tertampung dalam urin bag adalah urin selama periode post bypass
hingga tiba di ICU. Urin ini harus dicatat jumlahnya kemudian dibuang. Urin yang
sekarang tertampung dan seterusnya adalah produksi selama perawatan di ICU.
Keluaran urin harus dicatat setiap jam. Bila kateter sudah dicabut dan pasien
memakai pampers, berat pampers harus ditimbang setiap 3 jam.
5. EKG
Perawat ICU harus membuat rekaman EKG 12 leads sesegera mungkin. Apabila ada
abnormalitas harus segera dilaporkan kepada dokter yang bertugas.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. ACT (Activated Clotting Time)

page 209
 ACT berguna untuk menilai reversal dari efek heparin. ACT sebaiknya
diperiksa 10 menit setelah pasien tiba. Nilai ini digunakan sebagai acuan
untuk nilai ACT berikutnya.
 Selisih nilai ACT awal dengan pemeriksaan selanjutnya harus minimal (±10
detik).
 Nilai absolute ACT harus < 160 detik. Jika memanjang, pertimbangkan
pemberian protamin 1 mg/IV.
b. Analisa gas darah, elektrolit (Na, K+, Ca++) dan hematokrit
 Harus diperiksa sesegera mungkin setelah pasien tiba di ICU dan tidak lebih
dari 30 meit.
 PCO2 pasien harus normal (35-45 mmHg), kecuali pada keadaan tertentu.
Pada pasien dengan hipertensi pulmonal, pasien akan dibuat sedikit
hiperventilasi (pCO2 30-35 mmHg). Pada pasien tertentu justru dibuat
hiperkarbia (pCO2 45-50 mmHg) untuk menghindari aliran darah pulmonal
yang terlalu banyak.
 Untuk repair biventriikular, oksigenasi yang tinggi (pCO2 100-150 mmHg)
lebih diutamakan pada awal periode pasca bedah.
 Jika ada residu R to L shunt, desaturasi arterial yang menetap adalah biasa.
Harus diperhatikan target nilai SpO2 yang disepakati dokter bedah dan
anestesiologi.
 Hiperkalemia, hipokalemia, dan hipokalsemia pada periode awal pasca
bedah dapat berbahaya, sehingga tidak boleh diabaikan.
7. X ray Toraks (CXR)
a. Bedah thorak harus diambil sesegere mungkin dan harus segera dievakuasi
hasilnya oleh dokter bedah dan anestisiologi .
hal-hal yang perlu dilihat dari hasil X ray antara lain adalah :
 Posisi ETT
 Posisi jalur-jalur intrakardiak (CVP, LAP, dll)
 Posisi NGT
 Posisi semua selang drain
 Gambaran abnormal di lapangan paru dan kontur jantung
 Adanya pneumotoraks
 Adanya hematotoraks atau efusi pleura
 Adanya edema paru atau etelaktasis

page 210
b. Bedah jantung tertutup
 Pasien biasanya hanya perlu sati foto Xray pasca bedah, kecuali ada
indikasi lain.X ray dapat diambil dalam 4 jam pertama pasca bedah
 Pasien yang tidak mempunyai selang drain harus segera diambil X ray
toraks untuk menyingkirkan pneumotoraks.
D. PENGKAJIAN
1. Kardiovaskuler
Pengkajian pada system cardiovaskuler diawali dengan melakukan pengkajian
terhadap parameter hemodinamik. Pengkajian ini meliputi pemeriksaan :
 Tekanan darah arteri
 Frekuensi nadi
 Tekana arteri pulmonal
 Tekanan kapiler arteri pulmonal
 Tekanan vena sentral
 Suhu tubuh sentral (dan perifer terutama pada anak dan bayi)
 Warna kulit terutama pada bagian perifer
2. Respirasi
Pengkajian terhadap status respiratori bertujuan untuk mengetahui secara dini
tanda dan gejala tidak kuatnya ventilasi dan oksigenasi.
Pengkajian terhadap parameter ventilasi mekanik yang digunakan oleh pasien
meliputi :
 Persentase fraksi oksigen
 Volume tidal
 Frekuensi pernafasan
 Modus yang digunakan
Memastikan posisi ETT yang tepat dengan cara auskultasi suara paru kanan dan kiri,
serta inspeksi dan palpasi pengembangan dada. Frekuensi nafas dan pola nafas
dipobservasi untuk mengetahui seberapa jauh pasien membutuhkan bantuan
ventilasi mekanik.
Pemeriksaan analisa gas darah dan elektrolit bertujuan untuk mendeteksi tanda
hipoksemia, pirau dan keseimbangan asam basa. Pemeriksaan dilakukan setelah 30
menit pasien dalam ventilator di ICU, selanjutnya sesuai dengan kondisi pasien.
3. Ginjal
Pengkajian pada system ginjal terutama ditujukan pada status keseimbangan
cairan, yang meliputi :
 Jenis dan jumlah cairan yang diberikan diruang operasi

page 211
 Jenis cairan yang sekarang terpasang pada pasien
 Jumlah cairan atau obat-obatan yang tersisa pada botol infuse atau syring pump
 Jumlah cairan masuk dan keluar
 Pemantauan terhadap jumlah cairan yang masuk mencangkup :
 Cairan pemeliharaan (maintenance)
 Cairan dalam obat-obatan
 Cairan flush
 Pemberian cairan untuk meningkatkan tekanan pengisian jantung seperti
cairan colloid atau kristaloid dan tranfusi darah.
 Pemantauan terhadap cairan yang keluar meliputi :
 Produksi urin
 Produksi drainage
 IWL
4. Neurologi
Pengkajian pada status neurologi meliputi kesadaran, ukuran pupil, pergerakan
seluruh ekstremitas, dan kemampuan menanggapi respon verbal maupun non
verbal.
5. Gastrointestinal
Pengkajian pada status gastrointestinal meliputi auskultasi bising usus, palpasi
abdomen (datar, lembut, dan distensi) serta rasa sakit pada saat palpasi.

E. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Pada umumnya diagnosis keperawatan pada pasien pasca bedah jantung adalah
sebagai berikut:
1. Resiko terjadi komplikasi pada system kardiovaskular berhubungan dengan
gangguan hemodinamik
2. Resiko terjadi komplikasi system respirasi berhubungan dengan efek obat-obat
anestesi,nyeri pasca operasi, dan keterbatasan gerak
3. Resiko terjadi komplikasi pada ginjal berhubungan dengan gangguan
hemodinamik, keseimbangan cairan, dan efek fissiologis mesin pintas jantung
paru.
4. Ansietas berhubungan dengan nyeri, kesulitan berkomunikasi, putus asa,
lingkungan dan perawatan yang terdapat di ICU
5. Resiko terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan respon stress akibat trauma pembedahan, efek fisiologi mesin pintas
jantung paru, dan perpindahan cairan ekstravaskuler.

page 212
6. Gangguan kesadaran berhubungan dengan factor sikologis atau factor lingkungan
di ICU

F. RENCANA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN


1. Resiko terjadinya komplikasi system kardiovaskuler
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah penurunan curah jantung, sindroma
pasca pericardiotomi, temponade jantung infark miokard akut, disritmia,
perdarahan, hipotensi, hipertensi, dan syok cardiogenok.
a. Penurunan curah jantung
Menurunnya curah jantung dapat disebabkan oleh tidak adekuatnya beban awal
dan kontraktilitas miokard ventrikel kiri.
1) Criteria yang diharapkan untuk mendapatkan curah jantung yang adekuat
adalah:
a) Tekanan arteri rata-rata (MAP) minimal 80 mmHg atau teksknsn sistolik
100 mmHg dan tekanan nadi normal.
b) Produksi urine > 1 ml/kgBB/jam
c) Ekstremitas hangat dan kering, serta tidak terdapat vasokontriksi
pembuluh darah perifer yang hebat
d) Tekanan pengisian jantung : tekanan vena sentral atau tekanan atrium
kiri normal
e) Nadi teraba kuat
f) Tidak terdapat gangguan kesadaran
2) Intervensi keperawatan kolaborasi pada pasien dengan curah jantung
rendah yang diakibatkan oleh gangguan kontraktilitas miokard adalah:
a) Cari dan atasi penyebab non cardiac pada curah jantung rendah seperrti
respiratori, keseimbangan asam basa dan elektrolit
b) Atasi iskemia atau spasme koroner
c) Optimalisasi pre load
d) Optimalisasi nadi 90-100 beats/ min dengan pacing
e) Control aritmia
f) Berikan inotrop jika cardiac index < 2,0 I/min/m2
- Dopamine (jika SVR rendah) atau dobutamine (jika SVR tinggi)
- Epinephrine jika tidak ada aritmia atau takikardi
- Amrinone
g) Perhitungkan SVR dan berikan vasodilator jika SVR > 1500
- Nitroprusside jika tekanan darah tinggiakibat SVR yang tinggi

page 213
- Nitroglycerin jika filling pressure tinggi atau adanya iskemik atau
spasme koroner
h) Jika SVR rendah:
- Berikan norepineprine jika marginal cardiac output
- Berikan phenylephrine jika cardiac output sangat rendah
- Berikan tranfusi darah jika hematokrit < 26 %
- Intra aortic ballon pump (IABP) dapat digunakan apabila obat-obatan
tidak berhasil mengatasi masalah curah jantung rendah.
3) Intervensi keperawatan mandiri pada curah jantung rendah yaitu:
a) Mengkaji tanda dan gejala curah jantung rendah
b) Mengkaji respon terapi yang dijalankan dengan cara memantau
hemodinamik seperti tekanan darah arteri, frekuensi nadi, CVP, dan
Pulmonal Capillary Wedge Pressure (PCWP)
c) Memantau cairan yang masuk dan keluar
d) Memeriksa sirkulasi ke perifer dengan cara melakukan palpasi pada suhu
ekstremitas, warna kulit, dan pulsasi perifer
e) Melakukan pengukuran curah jantung.
b. Sindroma Pasca Perikardiotomi
Sindroma pasca perikardiotomi dapat terjadi dalam beberapa jam atau beberapa
minggu pasca operasi. Tanda dan gejalanya adalah nyeri dada, frictio rub, atrial
fibrilasi. Tanda lain adalah pasien mengalami demam selama 3-5 hari pasca
operasi. Intervensi keperawatan yang dijalankan adalah kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian terapi anti inflamasi seperti aspirin atau kadang-kadang
kortikosteroid. Intervensi keperawatan mandiri mendeteksi secara dini gejala
sindrom ini, dan apabila terjadi perawat bertanggung jawab untuk memantau
tanda dan gejala komplikasi yang terjadi seperti tamponade jantung.
c. Tamponade Jantung
Tamponade jantung merupakan resiko komplikasi yang sering terjadi pada pasca
bedah jantung. Penyebabnya adalah penumpukan darah disekitar rongga
jantung. Penumpukan darah ini menyebabkan jantung tertekan, sehingga
pengisian ventrikel terganggu dan selanjutnya terjadi curah jantung rendah.
Gejalnya: akral yang dingin, oliguri, hipotensi, JVP yang meningkat, CVP dan
tekanan “wedge” yang meningkat, takikardi kadang-kadang ditemukan pulsus
paradoksus. Seringkali pasien diberikan inotropik, tapi diperlukan dosis yang
meningkat terus, dapat terjadi “cardiac arrest” tiba-tiba.

page 214
Intervensi yang harus segara dilaksanakan oleh perawat adalah pemeriksaan
foto thorax, mempersiapkan darah, dan segera menguhubungi dokter bedah
agar cairan yang menumpuk dalam rongga segera dikeluarkan.
d. Infark Miokard
Infark miokard dapat terjadi pada saat persiapan pembedahan, selama
pembedahan atau pasca bedah. Perawat harus selalu memeriksa hasil rekaman
EKG pasca bedah untuk mendeteksi kemungkinan aritmia atau miokard infark.
Infark miokard selama operasi sangat sulit di diagnosa karena peningkatan enzim
jantung dapat juga disebabkan oleh cedera pada jantung adan otot skelet pada
saat pembedahan. Maka pemeriksaan CK-MB harus disertai EKG lengkap.
Pemeriksaan enzim jantung dilaksanakan selama dua hari pasca bedah.
Pemantauan terhadap gambaran irama jantung pada monitor dilakukan setiap
jam.
e. Aritmia
Terdapat banyak factor penyebab aritmia pasca bedah, diantaranya kondisi
penyakit jantung yang berat, trauma akibat manipulasi pada system konduksi,
efek mesin pintas jantung paru, hipotermi, gangguan keseimbangan asam basa
dan elektrolit.
Pembedahan pada katup aorta dan mitral mempunyai resiko yang paling beasar
untuk terjadinya aritmia, karena katup itu paling dekat dengan system konduksi
(bundle his). Aritmia yang terjadi adalah atrial fibrilasi dan blok nodus AV.
Operasi pintas pembuluh darah arteri koroner dapat menimbulkan aritmia
supraventrikel.
Intervensi keperawatan pada gangguan irama jantung prinsipnya mengacu pada
dua factor penting, yaitu mencari factor penyebab dan mengkaji akibat aritmia
terhadap pasien. Terapi aritmia dikolaborasikan dengan dokter.
f. Perdarahan
Perawat harus menetahui factor penyebab terjadinya perdarahan, diantaranya
hemostasis yang tidak adekuat, tidak adekuatnya penangkal heparin pasca
bedah, gangguan factor pembekuan darah.
1) Medical
Perdarahan terjadi karena gangguan factor pembekuan darah, akibatrusak atau
pecahnya trombosit. Biasanya darah encertanpa bekuan, sebaiknya ahli bedah
diberitahu, kemudian ACT diperiksa secara rutin. Apabila masih tinggi, mungkin
efek heparin masih ada, apalagi bila dipakai darah sisa dari mesin jantung paru
untuk tranfusi. Dapat diberikan protamin 25 mg dan FFP atau trombosit.

page 215
2) Surgical
Perdarahan terjadi karena factor bedah, misalnya dari jahitan yang bocor atau
dari dinding dada akibat tusukan kawat sternum. Biasanya diambil pedoman
lebih dari 200cc/jam dalam 3 jam berturut-turut, atau lebih dari 3 ml/kgBB/jam.
Wrnanya lebih merah dan dengan bekuan. Kadang-kadang terjadi gangguan
hemodinamik atau hipotensi walaupun telah dikoreksi dengan tranfusi.
Tindakan yang harus diambil adalah retorakotomi untuk menghentikan
perdarahan. Bila perdarahan terjadi dari dinding dada, dengan kauter seringkali
dapat dihentikan. Akan tetapi bila dari jahitan atau lobang pada jantung, maka
diperlukan jahitan pledge untuk menghentikan perdarahan tersebut.
Peran perawat yang terpenting adalah mendeteksi factor penyebab dan
mencegah terjadinya perdarahan dengan melakukan intervensi keperawatan
seperti:
- Memantau tanda dan gejala perdarahan, takikardi, penurunan tekanan
darah, bertambahnya drainase sebanyak 200 ml/jam, penurunan sirkulasi
jaringan, dan nilai hematokrit serta hemoglobin yang rendah.
- Memantau system drainase: sambungan-sambungan pada system drainase
dan tekanan pengisap.
- Pemeriksaan factor pembekuan darah : activated clotting time (ACT), PT,
APTT< fibrinogen dan trombosit.
- Memantau hemodinamik
- Kolaborasi denghan dokter untuk mengatasi perdarahan sesuai dengan
factor penyebabnya, seperti pemberian cairan pengganti plasma atau darah,
obat-obat untuk mengatasi gangguan pembekuan darah, atau kolaborasi
dengan tim bedah untuk pembedahan ulang jika perdarahan disebabkan
oleh prosedur pembedahan.

Manajemen perdarahan hebat pasca bedah (>3 ml/kgBB/jam) :


- Ganti kehilangan darah. Hati-hati menggunakan pump blood, karena Ht yang
rendah dan mengandung heparin.
- Yakinkan drain berfungsi dengan baik
- Beritahu dokter bedah dan anestesiologi adanya perdarahan yang hebat
- Periksa ACT. Perdarahan dengan nilai basal (prabedah) harus kurang dari 10
detik, atau nilai absolutnya < 160 detik. Jika nilainya memenjang berikan
protamin 1 mg/kg IV.

page 216
- Ambil darah pasien untuk pemeriksaan koagulasi dan permintaan trombosit, FFP
dan darah
- Jika ACT tidak memenjang dan tetap berdarah berikan trombosit 5-10 lm/kg
dalam 15-30 menit.
- Jika ada perdarahan mikrovaskuler ( mukosa, lokasi kateter, ptekie, hematom)
berikan trombosit dan pertimbangkan FFP.
- Jika perdarahan tetap berlangsung dan ada koagulopati berikan FFP 5-10 ml/kg
selama 5-10 menit dan vitamin K 0,3 mg/kg (max 10 mg) IV
- Jika tranfusi > 1 x volume darah pasien ( tranfusi massif ), berikan FFP 10-20
ml/kg
- Jika perdarahan tampak terus berlangsung dan massif, segera hubungi dokter
bedah dan anastesiologi.
- Jika drain tiba-tiba tidak produktif, hati-hati tamponade jantung.
g. Hipotensi dan Hipertensi
Penyebab utama hipotensi adalah:
- Penurunan curah jantung baik akibat gagal jantung, aritmia ataupun tamponade
jantung.
- Hipovolemia yang disebabkan oleh perdarahan atau beban awal yang tidak
adekuat
- Hipoksia.
Intervensi yang dilakukan perawat maupun dokter adalah mengatasi penyebab,
dengan tujuan untuk mengembalikan tekanan darah pada kondisi yang dapat
memenuhi sirkulasi ke organ-organ vital
Hipertensi yang terjadi pasca bedah dapat menyebabkan komplikasi lain seperti
temponade jantung, perdarahan, aritmia, dan infark miokard. Factor penyebab
hipertensi tidak diketahui secara jelas. Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan
obat-obat untuk menurunkan tekanan darah. Perawat memantau hemodinamik,
tanda dan gejala hipertensi dan obat-obat penurun hipertensi
h. Syok Kardiogenik
Hemodinamik yang tidak stabil tidak hanya menyebabkan hipotensi, tetapi juga
dapat menyebabkan syok kardiogenik. Penyebab syok kardiogenik lebih komplek
daripada terapinya. Peran perawat adalah mendeteksi tanda dan gejala syok
kardiogenik, diantaranya kulit lembab dan dingin, vasokontriksi, hipotensi, oliguria,
kesadaran menurun, takipneu, takikardi, dan nadi lemah.

page 217
2. Resiko terjadinya komplikasi system respirasi
Setiap pasien pasca bedah operasi jantung mempunyai resiko untuk terjadi gangguan
pada system respirasi.
a. Diagnosa keperawatan pada system respirasi adalah:
 Jalan nafas tidak efektif
 Gangguan pola nafas
 Gangguan pertukaran gas
 Resiko terjadi pneumotoraks dan hemotoraks
b. Factor penyebab dari masalah tersebut diatas adalah:
 Depresi system saraf pusat akibat pemakaian obat-obatan anastesi dan narkotik
 Perubahan hemodinamik yang tiba-tiba sehingga curah jantung rendah atau gagal
jantung
 Efek mesin pintas jantung paru seperti hemodilusi dan rusaknya sel darah merah.
Hemodilusi menyebabkan kapasitas oksigen yang dibawa untuk sel berkurang
 Kerusakan surfaktan yang disebabkan hipotermia, penggunaan oksigen dengan
konsentrasi tinggi (100%) dalam waktu yang lama, humidifikasi yang tidak adekuat,
dan pemberian volume tidal yang terlalu tinggi atau rendah. Rusaknya surfaktan
menimbulkan kolap alveolar
 Kelalaian perawatan system drainage
 Pemberian volume tidal dan tekanan positif pada ventilator yang terlalu tinggi
 Posisi alat-alat pantau tekanan tidak tepat, seperti pemasangan CVP masuk ke intra
pleura
c. Intervensi keperawatan yang dilaksanakan meliputi :
 Melakukan auskultasi suara nafas pada kedua paru. Jika pada paru kiri tidak
terdengar suara nafas, maka kemungkinan disebabkan letak ETT terlalu dalam,
sehingga udara hanya masuk ke paru kanan. Lakukan pula auskultasi pada bagian
bawah paru
 Mengkaji perkembangan dada untuk mengetahui bahwa volume tidal yang
diberikan cukup adekuat
 Memeriksa posisi ETT, jika terlalu dalam akan menyebabkan batuk dan pasien
melawan ventilator
 Memantau perubahan pada pengaturan ventilator. Peningkatan tekanan jalan
nafsa secara bertahap merupakan indikasi penurunan daya regang paru, oleh
karenanya, data dasar parameter pengaturan ventilator harus dikaji dan dicatat
 Melakukanpenghisapan lendir setiap 1-4 jam, atau sesuai dengan kondisi pasien.
Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan batuk, perkusi, dan vibrasi

page 218
 Mengkaji status oksigenasi dengan cara memantau saturasi oksigen dan
pemeriksaan analisa gas darah
 Kolaborasi dengan dokter untuk melakukan ekstubasi pada pasien yang sudah
stabil
 Setelah ekstubasi pasien diberikan oksigen dengan sungkup sederhana 6 liter/
menit, pemantauan saturasi oksigen dan pemeriksaan analisa gas darah pasca
ekstubasi
 Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan analgetik agar pasien dapat
melakukan latihan batuk dan nafas dalam
3. Resiko terjadi komplikasi pada ginjal
Pengkajian terhadap gangguan yang terjadi pada ginjal pasca operasi jantung harus
diawali dengan melakukan pengkajian keadaan ginjal pra bedah. Keadaan ginjal
sebelum operasi akan berdampak pada keadaan pasca operasi jantung. Factor lain
yang dapat menyebabkan komplikasi pada ginjal adalah mesin pintas jantung paru.
Pemakaian mesin pintas jantung paru saat pembedahan dapat memberikan dampak
rusaknya sel darah merah, tekanan darah berubah-ubah dengan cepat, episode
hipotensi, dan curah jantung rendah. Keadaan tersebut menyebabkan gangguan
perfusi ke ginjal pasca operasi.
Tanggung jawab perawat adalah memantau hemodinamik, produksi urin,
keseimbangan cairan dan elektrolit, serta pemeriksaan osmolalitas urin.
4. Resiko terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Pasca bedah jantung terdapat tiga masalah besar yang menyebabkan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, yaitu :
 Stres akibat trauma pembedahan
 Efek fisiologis mesin pintas jantung paru
 Perpindahan cairan antar kompartemen tubuh
Ketiga factor tersebut pada akhirnya akan menyebabkan curah jantung rendah,
hipovolemia, perdarahan, dan gangguan keseimbangan elektrolit seperti hipokalemia.
5. Ansietas
Ansietas dan nyeri merupakan satu siklus yang tidak dapat dipisahkan. Beberapa
factor yang menyebabkan ansietas dan rasa sakit pada luka operasi, khawatir jahitan
dan alat-alat yang terpasang lepas.
Intervensi yang sebaiknya dilaksanakan oleh perawat dalammenghadapi pasien
ansietas dan kesakitan yaitu:
 Berada di dekat pasien dan membantu pasien untuk mengungkapkan keluhannya

page 219
 Memberikan penjelasan mengenai kondisi perbaikan yang dialami oleh pasien
sehingga membantu mengurangi perasaan gelisah
6. Resiko terjadi gangguan kesadaran
Gangguan kesadaran pada pasien pasca bedah jantung dapat terjadi karena factor
patologis, psikologis, dan lingkungan. Factor penyebab patologis yaitu menurunnya
fungsi neurologis yang disebabkan adanya mikro emboli udara atau bekuan darah
akibat pemakaian mesin pintas jantung paru
a. Intervensi keperawatan untuk gangguan kesadaran meliputi :
- Pemantauan status neurologi setiap jam
- Menciptakan suasana yang nyaman dan aman di lingkungan ICU
- Menghindari pelaksanaan prosedur keperawatan pada waktu pasien tidur
- Membatasi kunjungan
- Melibatkan keluarga untuk menceritakan tentang keadaan di luar rumah sakit
atau membacakan surat kabar pada pasien
- Segera memindahkan pasien dari ICU ke unit perawatan intermediate bila
kondisi pasien stabil dan sudah tidak membutuhkan perawatan yang intensif.

G. EVALUASI
- Tidak terjadi komplikasi pada system kardiovaskular, system pernapasan, system
perkemihan, system saraf
- Kesadaran pasien penuh (compos mentis)
- Hemodinamik dalam batas normal
- Oksigenasi optimal
- Aktivitas klien terpenuhi sesuai dengan tingkat kemampuan klien
- Ansietas berkurang atau tidak ada ansietas

H. RENCANA PASIEN PINDAH


Setelah pasien dirawat 2-3 hari di ICU dan kondisinya stabil, maka segera dipindahkan
ke ruang intermediate. Persiapan meliputi penjelasan kepada pasien dan keluarganya
mengenai kondisi pasien. Penjelasan meliputi aktivitas yang harus dilakukan sendiri
oleh pasien dan memberikan gambaran bahwa di ruang rawat yang baru
perawatannya tidak sama seperti di ICU, karenakondisi pasien sudah lebih baik.

Laporan keperawatan yang dibawa ke ruang rawat yang baru mencakup :


- Data pasien
- Diagnosis dan tindakan khusus yang dilakukan

page 220
- Resume selama dirawat
- Keadaan pasien saat ini
- Instruksi terakhir
- Pemberian O2
- Kebutuhan cairan selama 24 jam baik oral maupun parenteral
- Diet pasien
- Obat-obat yang masih dibutuhkan oleh pasien
- Fisioterapi yang dijalani
- Tahap mobilisasi pasien
- Keadaan luka operasi
- Alat-alat yang masih terpasang pada pasien
- Barang-barang yang diserahkan
- Perjanjian yang sudah dibuat
- Aspek legal perawat yang memindahkan dan perawat yang menerima

I. PASCA BEDAH JANTUNG DI RUANG RAWAT


1. Alur pasien bedah jantung:
Pasien dilakukan persiapan operasi di ruang rawat kemudian setelah persiapan
selesai dibawake ruang OK untuk dilakukan cardiotomi. Setelah operasi selesai
pasien dibawa ke ruang ICU untuk diobservasi secara intensif. Setelah stabil pasien
dipindahkan kembali ke ruang rawat.
2. Kriteia pasien pasca bedah jantung di ruang perawatan
- Telah diekstubasi di ICU (biasanya dalam 12 jam pertama setelah operasi)
- Umumnya hari pertama pasca operasi bila keadaan umum pasien sudah stabil
di ICU
- Tidak lagi memerlukan pemantauan invasive
- Telah diberhentikan semua dukungan inotropik (biasanya pada pagi hari post
operasi)
- Pemantauan keadaan umum tetap diperlukan untuk mencegah komplikasi yang
terjadi
3. Kompilkasi yang mungkin terjadi di ruang rawat
a. Komplikasi system kardiovaskular
 Resiko terjadi penurunan curah jantung
 Resiko terjadi sindrom pasca pericardiotomi
 Resiko terjadi tamponade jantung
 Resiko terjadi infark miokard

page 221
 Resiko terjadi aritmia
 Resiko terjadi perdarahan
 Resiko terjadi hipotensi dan hipertensi
 Resiko terjadi syok kardiogenik
b. Komplikasi system system respirasi dan ginjal
c. Gangguan keseimbangan asam basa
d. Ansietas
e. Resiko terjadi gangguan kesadaran
4. Perawatan secara umum di ruang rawat setelah pasien ditransfer dari ICU:
- Observasi keadaan umum pasien dan TTV
- Kondisi luka operasi dan jadwal ganti balutan
- Obat-obatan pasien
- Aktivitas baik yang boleh ataupun yang tidak boleh dilakukan pasien
- Nutrisi pasien
- Alat-alat yang terpasang pasca operasi
- Masalah yang terjadi selama proses pembedahan dan selama di ICU
5. Clinical Pathway
a. POD 1
- Transfer ke ruang rawat dengan terpasang EKG dan pulse oksimetri sampai
48 jam
- Pasien boleh mobilisasi duduk di kursi dan boleh berjalan sekitar tempat
tidur
- Diet pasien ditingkatkan
- Cabut kateter urin
b. POD 2-3
- Stop antibiotic kecuali bila ada tanda-tanda infeksi
- Tingkatkan diet sampai sesuai dengan target
- Tingkatkan aktivitas
- Lanjutkan dieresis sampai dengan berat badan sebelum operasi tercapai
(bila pasien mengalami edema)
- Rencana perawatan rumah dan rehabilitasi
c. POD 3-4
- Pertimbangkan penggunaan heparin untuk pasien yang ganti katup
- Untuk pediatric ganti balutan, aspirasi, evaluasi, echo, aff pigtail (bila ada
pigtail)
- Cabut pacing wire (bila terpasang pacing wire)

page 222
- Periksa lab sebelum pasien ditentukan untuk pulang (Hb, Ht, leukosit,
trombosit, elektrolit, ureum, kreatinin, foto thoraks dan EKG)
- Ajari perawatan di rumah
d. POD 4-5
- Angkat jahitan, tinggalkan jahitan jika diperkirakan akan ada masalah
penyembuhan luka
- Pasien dipulangkan

J. KEBUTUHAN CAIRAN PASIEN PASCA BEDAH


1. Pediatrik (Retriksi cairan) :
- Open heart (ASD, VSD, TOF dan lain-lain): bertahap setiap hari dari 50-100%
kebutuhan cairan
- Close heart (PDA ligasi, BT shunt): dapat 100% dari kebutuhan cairan total
pasien
- Univentricular repair (BCPS): dipertahankan 60%-70% dari total kebutuhan
cairan sampai dengan 3 bulan
2. Adult
- Kebutuhan cairan berkisar 1200-1600 cc/24 jam sampai pulang ke rumah

page 223
MESIN PINTAS JANTUNG PARU
(Cardiopulmonary Bypass)

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Setelah mengikuti sesi ini mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan tujuan dari penggunaan mesin pintas jantung paru
2. Menyebutkan komponen-komponen dari cardiopulmonary bypass
3. Menjelaskan fungsi dari komponen cardiopulmonary bypass
4. Menguraikan system sirkulasi cardiopulmonary bypass
5. Menjelaskan teknik yang dilakukan untuk proteksi miokard
6. Menjelaskan komplikasi pemakaian mesin pintas jantung paru

A. PENDAHULUAN
Kemajuan dalam sejarah bedah jantung yang terpenting adalah ditemukannya mesin
pintas jantung paru (Cardiopulmonary Bypass) yang memungkinkan sirkulasi di luar
tubuh (ekstrakorporeal). Darah dari tubuh dialirkan ke luar tubuh melewati
oksigenator,kemudian dikembalikan ke dalam tubuh dengan system pompa (pump).

B. TUJUAN
Tujuan utama dari sirkulasi ekstrakorporeal adalah:
1. Mempertahankan sirkulasi dan respirasi yang adekuat dengan mengalirkan darah
ke sirkuit ekstrakorporeal yang berfungsi menyerupai jantung dan paru
2. Menciptakan lapangan operasi yang bersih (dari darah) dan menghentikan jantung
dengan cara mengalirkan darah keluar dari jantung dan menghisap darah yang
amsuk ke jantung sehingga dokter bedah dapat melakukan koreksi pembedahan
dengan bebas

C. KOMPONEN MESIN PINTAS JANTUNG PARU


1. Oxigenator, berfungsi melakukan oksigenisasi darah menggantikan fungsi paru
2. Roller pump, berfungsi untuk mengalirkan darah ke tubuh sebagai pengganti fungsi
jantung
3. Heat exchanger, system untuk mengatur suhu tubuh

D. SISTEM PINTAS JANTUNG PARU


1. Sistem sirkulasi normal
Darah dari system vena masuk ke vena cava superior dan vena cava inferior
kemudian ke atrium kanan lalu masuk ke ventrikel kanan melalui katup tricuspid.

page 224
Kemudian darah dipompa ke arteri pulmonalis dan selanjutnya terjadi proses
oksigenisasi di paru (dan mengikat oksigen dan melepaskan CO2). Darah yang kaya
oksigen kemudian dialirkan ke atrium kiri, kemudian ke ventrikel kiri melalui katup
mitral. Darah dari ventrikel kiri kemudian dipompakan ke seluruh tubuh melalui
katup aorta.
2. Sistem sirkulasi CPB
Darah dari system vena yaitu vena cava superior dan vena kava inferior atau dari
atrium kanan dialirkan secara gravitasi menuju oksigenator, kemudian
dikembalikan ke tubuh melalui kanula aorta asending atau arteri femoralis.
Modifikasi letak kanula tergantung dari operasi dan prosedur yang dikerjakan.
Darah dari atrium dan pericardium dihisap dengan suatu pompa penghisap dan
dialirkan ke oksigenator. Darah masuk kembali ke aorta atau tubuh melalui filter
untuk mencegah emboli, serta untuk mencapai suhu yang dikehendaki.
Pemasangan kanula di aorta atau atrium kanan dilakukan dengan jahitan “Tabak
Zak”
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan pada penggunaan system ini yaitu:
a. Antikoagulan
Penggunaan sirkuit dengan cairan memerlukan upaya pencegahan pembekuan
darah. Untuk mencegah terjadinya pembekuan seperti dimaksud di atas
digunakan heparin yang diberikan sebelum kanulasi. Dosis pemberian 300 ui/kg
BB. Efek antikoagulan diukur dengan “Activated Clothing Time” (ACT).
Setelah selesai by pass maka efek heparin dihilangkan dengan memberikan
protamin dengan dosis 1-1 1/4 kali dosis heparin sampai bekuan terjadi.
Heparin maupun protamin diberikan melalui vena sentral, atau langsung ke
dalam atrium kanan untuk menjamin masuknya obat-obat tersebut ke dalam
sirkulasi darah.
b. Cairan Priming (Priming Solution)
Sistem sirkuit diisi dengan cairan sebelum bypass dimulai, dan dilakukan
sirkulasi pada selang mesin untuk mengeluarkan gelembung udara dan
sekaligus untuk hemodilusi darah selama bypass. Dilusi diharapkan mencapai
hemoglobin 6-7 g% atau hematoktrit 20-25%
c. Jenis Cairan Priming
Tanpa darah: digunakan untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg
Memakai darah: digunakan untuk pasien berat badan kurang dari 10 kg.

d. Jumlah Cairan Priming

page 225
Pada pasien dewasa kurang lebih 2000 ml, sedangkan pada anak-anak 1000-
1500 ml. Adapun jumlah darah pasien berdasarkan berat badan :
Berat Badan (kg) Jumlah Darah (ml/kg BB)
< 10 85
10 – 20 80
20 – 30 75
30 – 40 70
>40 65

e. Komposisi Cairan Priming


Untuk pasien dewasa
- Ringer laktat 1000-1500 ml
- Gelafundin / Haemacel 500 ml
- Heparin 25 mg / liter cairan
- Bikarbonat 30 ml
- Manitol 20% 5 mg/kg BB
f. Priming Memakai Darah
Biasanya digunakan untuk pasien bayi atau anak dengan berat badan <10 kg
atau pasien dengan hemoglobin atau hematokrit rendah, sehingga hemodilusi
tidak terlalu besar.
Formula yang dipakai adalah metode yang dipakai di Royal Children’s Hospital
Melbourne Australia yaitu:

(Hb P – 9) x BV + (Jumlah darah donor)


Hb P 4

Keterangan:
Hb P : hemoglobin pasien
BV : volume darah pasien yang dihitung sebagai berikut:
0 – 6 bulan = 100 ml/kg BB
6 – 18 bulan = 90 ml/kg BB
>18 bulan = 80 ml/kg BB

g. Ketentuan Priming

page 226
1. Pasien dengan berat badan < 6-10 kg:
- Darah heparin (470 ml darah + heparin 25 mg + dextrose 5% = 50 ml)
- Heparin 30 mg/liter diluents (cairan tambahan)
- Bicarbonat 5-10 mEq
- Ringer laktat tergantung jumlah diluent
2. Pasien dengan berat badan 6-18 kg:
- Darah CPD 500 ml (1 unit)
- Ringer laktat tergantung jumlah diluents – Dextrose 5%
- Dextrose 5% = 150 ml
- Heparin 25 mg/ unit darah + 30 mg/ liter diluents
- Bicarbonate 20 ml
- CaCl2 5 ml/ unit darah
3. Pasien dengan berat badan >18 kg:
- Ringer laktat 500 ml
- Gelafundin / Haemacel 500 ml
- Heparin 30 mg/ liter cairan
- Bicarbonate 30 ml
- Manitol 20% (5 mg/kg BB)

E. PROTEKSI MIOKARD
Untuk melindungi miokardium dari kerusakan yang berlebihan selama operasi
jantung berlangsung, telah dikembangkan beberapa macam cara proteksi miokard
(Myocardial protection).
Adapun teknik yang dikerjakan untuk proteksi miokard pada operasi bedah jantung
yaitu ada 2 teknik :
1. Tanpa “cross clamp” aorta
a. Ventricular fibrillation
b. Operasi pada keadaan jantung berdenyut tetapi kosong / tanpa beban
2. Dengan “cross clamp” aorta
a. Perfusi arteri koroner terus menerus
b. Hipotermi topical
c. Infuse/ pemberian kardioplegia
d. Kombinasi b dan c
Teknik operasi pada keadaan ventrikel fibrilasi harus memakai “ven” untuk
mencegah dilatasi jantung akibat beban volume.

page 227
Operasi pada keadaan jantung berdenyut tanpa beban biasanya untuk
mengerjakan operasi jantung bagian kanan yang tidak mempunyai hubungan
langsung (pirau) dengan jantung bagian kiri (misalnya ASD/ VSD).
Teknik yang sekarang dianjurkan adalah operasi dalam keadaan ‘cardiac arrest’
karena jantung dalam keadaan diam dan lapangan operasi cukup bersih
sehingga prosedur operasi dapat dikerjakan dengan tenang.
Hal ini dilakukan dengan cara:
- Infuse/ pemberian kardioplegia
- Low flow bypass (suhu diturunkan)
- Kanulasi kedua vena kava
- Vent untuk darah balik dari arteri bronchial yang masuk ke jantung kiri
- Pendinginan topical pada otot jantung
3. Kardioplegia
Sampai saat ini belum ada susunan formula kardioplegia yang baik/ aman, dan
upaya perbaikan masih terus berlangsung.
a. Prinsip kardioplegia
Untuk mencapai “cardiac arrest” dan hipotermia otot jantung, maka
dianjurkan pemakaian prinsip sebagai berikut:
- Konsentrasi kalium cukup tinggi sehingga cepat terjadi ‘cardiac arrest’
- Dextrose sebagai sumber kalori
- Hiperosmolaritas untuk mencegah edema interstitial miokardium
- Buffer pH untuk mencegah asidosis
- Anestesi local untuk stabilitas membrane sel
b. Komposisi
Komposisi kardioplegia yang dipakai ada beberapa macam tergantung
kondisi pasien yang akan dioperasi.
1) “Clear cardioplegia” dengan komposisi:
- Ringer solution 500 ml
- Cardioplegia St. Thomas 10 ml
- Bikarbonat 2,5 ml
2) “ Blood cardioplegia” dengan komposisi:
a) Konsentrasi kalium yang tinggi
- Ringer laktat 500 ml
- Kardioplegia St. Thomas 40 ml
- Bicarbonate 30 ml

page 228
b) Konsentrasi kalium yang rendah
- Ringer laktat 500 ml
- Cardioplegia St. Thomas 20 ml
- Bicarbonate 15 ml
c. Rute pemberian kardioplegia
1) Antegrede , yaitu pemberian melalui aortic root dengan cara:
- Menggunakan jarum kardioplegia
- Menggunakan hand canulla, biasa digunakan untuk operasi aorta.
2) Retrograde, yaitu pemberian melalui sinus koronarius dengan
menggunakan kanula khusus
3) Antegrade/Retrograde, yaitu menggunakan cara 1 dan 2 bersama-sama.
d. Dosis pemberian kardioplegia
1) Untuk pemberian secara antegrade, aliran kardioplegia adalah:
- Pemberian pertama 20 ml/kgBB atau 250 ml/menit, diberikan dalam
waktu 4 menit
- Pemberian berikutnya selama 20 menit dengan dosis 10 ml/kgBB
atau 250 ml/menit, diberikan dalam waktu 2 menit.
- Tekanan yang dihasilkan dari antegrade cardioplegia adalah 60-80
mmHg dipangkal atau aortic root
2) Untuk pemberian secara retrograde, aliran kardioplegia adalah: 100-
200 ml/menit diberikan selama 4-5 menit dengan menghasilkan tekanan
25-50 mmHg pada sinus koronarius.

4. Hipotermia
Dengan teknik hipotermia diharapkan kebutuhan jaringan terhadap oksigen
menurun, sehingga flow dapat diturunkan menjadi 30-50 ml/kg/menit dan
tekanan sistolik dapat dipertahankan antara 60-70 mmHg. Kadang perlu
diberikan vasodilator (gas isofluren) atau vasokonstriktor (phenyleprin) selama
bypass atau rewarming dimulai sebelum prosedur utama selesai.
5. Kanulasi Vena Kava
Kanulasi darah vena dianjurkan untuk pediatric, sebaiknya pada kedua vena
kava, sedangkan untuk dewasa jika operasi tanpa membuka rongga jantung
bagian kanan bisa dikerjakan pada atrium kanan dan vena kava inferior (two
stage cannula).

6. Vent

page 229
Berfungsi menghisap darah yang kembali ke jantung kiri selama bypass
sehingga jantung tetap kosong atau tidak mengalami dilatasi. Vent dapat
dipasang melalui:
- Apeks ventrikel kiri
- Melalui vena pulmonalis kanan atas ke atrium kiri atau ventrikel kiri
- Dari pangkal aorta
- Dari aorta pulmonalis
7. Pendinginan Topikal
Teknik ini membantu untuk mempertahankan suhu otot jantung selama
prosedur utama dikerjakan.
Cara yang banyak dikerjakan adalah:
a. Irigasi otot jantung dengan ringer dingin 4ºC.
Jantung direndam dalam cairan.
b. Memakai ringer dingin seperti bubur (ice slush)
Cara ini harus hati-hati jangan memakai pecahan es yang dapat
menyebabkan “fross bite” dan paralisis frenikus. Untuk mencegah hal ini
dipakai “pericardiac pad” yang diletakkan di belakang jantung sehingga juga
mencegah rewarming dari kolateral (mediastinum) terhadap otot jantung.

F. PEMANTAUAN SELAMA PINTAS JANTUNG PARU BERLANGSUNG


1. Tekanan darah dipertahankan MAP 70-80 mmHg untuk dewasa, untuk anak-
anak MAP 30-50 mmHg.
2. Pressure line (saluran pengukur tekanan)
3. EKG pada saat jantung berhenti
4. Flow rate (cardiac output) apakah sesuai dengan kebutuhan pasien
5. Urine output, jumlah urin minimal 1 ml/kgBB/jam
6. Saturasi O2 darah vena sekitar 65-75%
7. Analisa gas darah, keseimbangan asam basa, elektrolit, dan ACT dipertahankan
> 480 detik.

G. KOMPLIKASI CARDIOPULMONARY BYPASS


1. Efek CPB pada paru-paru
Pada waktu operasi jantung berlangsung paru-paru mulai bekerja pada
lingkungan yang tidak normal yaitu ketika organ vital ini diminta kempis untuk
membelah sternum menjadi dua dengan gergaji sternum.
Selama bypass paru-paru dalam keadaan kempis (collapsed) dan tidak ada
darah sedikitpun yang dipompakan melalui arteri pulmonal, namun sedikit

page 230
jumlah darah akan masuk ke paru-paru melalui sumber lain. Bypass
meningkatkan cairan di dalam paru-paru sehingga memungkinkan cairan
melewati membrane pulmonal. Kondisi ini sama dengan yang ditemukan pada
acute respiratory distress syndrome (ARDS). Penyebab penting lainnya pada
masalah pulmonal adalah panjangnya waktu bypass. Lamanya waktu bypass
berhubungan pada peningkatan kegagalan fungsi pulmonal. Microaggregates
pada paru juga berkaitan dengan kegagalan paru setelah operasi.
2. Efek pada ginjal
Pasien yang dilakukan operasi jantung sering kali mempunyai masalah dengan
ginjalnya, sehingga memungkinkan kegagalan ginjal dan membutuhkan dialisa.
CPB dengan menggunakan cairan yang banyak menimbulkan efek dramatic
terhadap sistem endokrin dan aliran darah ginjal,kedua faktor besar tersebut
adalah yang mempengaruhi fungsi ginjal.
Kerusakan pada sel darah merah selama bypass berlangsung mengakibatkan
hemoglobin keluar dari plasma. Mesin CPB berperan dalam menyebabkan
terjadinya hemolisis, hemolisis yang banyak dapat menyebabkan hemoglobin
casts dan kegagalan pada ginjal. Terdapatnya hemoglobin dalam urin dihasilkan
ketika ginjal tidak mampu untuk mereabsorbsi hemoglobin yang disaring oleh
glomerolus.
Cardiopulmonary bypass juga dapat menimbulkan komplikasi pada organ tubuh
lain seperti terjadinya stroke dan perdaarahan serebral pada otak. Pada darah
itu sendiri CPB dapat menimbulkan komplikasi antara lain;
coagulopaty,penurunan hematokrit, trombocytopenie, free plasma hemoglobin
dan penurunan fibrinogen.

page 231
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN YANG TERPASANG MESIN
INTRA AORTIC BALLON PUMP (IABP)

A. Pengertian
Intra Aortic Ballon Pump (IABP) merupakan suatu teknik yang dapat memberikan
bantuan hemodinamik dan / atau mengontrol iskemi dengan menurunkan O2 demand
dan meningkatkan perfusi koroner.

B. Prinsif Kerja
Kateter ballon dimasukan melalui arteri femoral secara percutaneus sampai aorta
desenden, yang akan mengembangkan kempis sesuai dengan cardiac cycle sebagai
pompa tambahan membantu aliran darah. Hal ini menghasilkan augmentasi diastole
yang menghasilkan peningkatan aliran darah ke arteri koroner dan meningkatkan
cardiac output serta mengurangi left ventricular end pressure dengan menghasilkan
pengosongan jantung yang maksimal. Hal ini juga menyebabkan penurunan resistensi
di aorta yang dihadapi oleh ventrikel sehingga mengurangi kebutuhan oksigen miokard.

C. Indikasi
1. Penatalaksanaan syok kardiogenik akibat infark miokard.
2. Kondisi Low Cardiac Output setelah operasi jantung terbuka atau akibat aritmia
yang mengancam jiwa.
3. Kondisi High Cardiac Output akaibat sepsis, perdarahan.
4. Iskemi miokard yang tidak respon terhadap terapi medis.

D. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
Pada pasien dengan bantuan IABP biasanya menunjukan riwayat hemodinamik
yang jelek, dengan fungsi pompa jantung yang lemah. Riwayat adanya iskemi atau
serangan infark yang ditandai dengan nyeri dada sering dijumpai. Pada pasien post
operasi perlu diketahui riwayat intra operasi dan masalah yang muncul
intraoperasi. Juga perlu dikaji riwayat penggunaan obat-obatan yang
mempengaruhi koagulan serta obat-obatan jantung lainnya.

page 232
2. Data Biologis
Pengkajian meliputi kesadaran, tanda-tanda vital, cardiac output, irama jantung,
iskemia,urine output, perfusi perifer.
Pulsasi perifer (kaki yang dikanulasi) harus diperiksa sebelum dan selama dan
sesudah pemasangan IABP. Bandingkan pulsasi, warna dan suhunya dengan kaki
yang tidak dikanulasi.
Pasien dengan IABP biasanya mobilisasikan karena panggul dari kaki tempat
penusukan kateter tidak boleh menekuk (fleksi), pemasangan alat monitoring
invasive serta line infuse.
Biasanya juga pasien terintubasi dan menggunakan alat bantu ventilasi. Sehingga
beresiko terjadinya infeksi saluran pernapasan ataupun atelektasis.
Kondisi hypotensi yang lama akibat syok bisa mengganggu fungsi ginjal, sehingga
memonitor pengeluaran urine dan kualitasnya membantu dalam pemulihan fungsi
ginjal, sehingga dapat mencegah terjadinya gagal jantung akut.
Pengkajian kardiovascular yang baik dapat memberikan indikasi dari efektivitas
therapy IABP dalam membantu fungsi ventrikel kiri.
3. Data psikologis
Pasien-pasien dengan IABP harus dirawat diruang ICU yang dapat menyebabkan
stress pada pasien ataupun keluarga. Kaji koping pasien atau keluarga dalam
menghadapi stress akibat penyakit ataupun akibat lingkungan ICU.
4. Data Sosial Spiritual
Kaji kebiasaan klien dalam memenuhi kebutuhan spritualnya. Tanyakan kepada
keluarga tentang kebiasaan klien dalam beribadah. Karena kebiasaan beribadah
dapat membantu pasien dalam menghadapi stress akibat penyakit ataupun
lingkungan ICU.
5. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic yang perlu dilakukan adalah foto roentgen thorax untuk
memastikan letak ballon IABP yaitu ujung kateternya tepat di bawah arkus aorta.
Pemantauan nilai ACT perlu dilakukan secara berkala karena pada pasien IABP
diberikan infuse heparin secara continous dengan menggunakan syiring pump dan
nilainya harus dilaporkan kepada dokter. Gambaran EKG harus diobsrvasi melalui
monitor, laporkan jika adanya disritmia.

E. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1. Potensial penurunan perfusi jaringan ektermitas bawah berhubungan dengan
kemungkinan obstruksi kateter, emboli atau trombosi.

page 233
2. Penurunan cardiac output berhubungan dengan kurang optimalnya therapy IABP.
3. Perubahan sensori/persepsi: sensory overload berhubungan dengan lingkungan
ICU dan kebutuhan monitoring yang berkala.
4. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan support tidak adekuat, deficit
knowledge, rasa takut pasien meninggal, dan lingkunagan ICU.
5. Potensi injuri berhubungan dengan terbentuknya thrombus, trombositopenia dan
infeksi.
F. Perencanaan
1. Potensial penurunan perfusi jaringan ektermitas bawah berhubungan dengan
kemungkinan obstruksi kateter, emboli atau trombosi.
a. Tujuan Keperawatan
- Mengurangi resiko penurunan perfusi jaringan ektermitas bawah
- Mendeteksi lebih awal manisfestasi penurunan perfusi jaringan ektermitas
bawah
b. Kriteria evaluasi
- Pulsasi dorsalis pedis dan posterior tibial adekuat
- Kulit teraba hangat, kering dan berwarna normal
- Pasien mengerti pentingnya posisi pinggul yang baik
c. Intervensi Keperawatan
Intervensi Rasional
- Catatan kualitas pulsasi perifer sebelum - Memberikan data dasar kualitas pulsasi
insert kateter IABP sehingga dapat mengetahui bila terjadi
perubahan.
- Evaluasi kualitas pulsasi perifer, warna - Dapat mendeteksi adanya perubahan
kulit, pengisian kapiler dan suhu badan
1 jam sekali.
- Pertahankan antikoagulan level dalam
batas normal dengan monitoring yang
akurat terhadap pemberian heparin - Trombus dapat terbentuk sepanjang
ballon jika nilai ACT dibawah nilai
- Mobilisasi kaki pasien dengan fleksi dan teurapeutik.
ektensi ankle setiap 1 – 2 jam sekali - Mobilisasi otot betis dapat
mengurangi venous statis dan
potensial terjadi deep venous
thrombosis.

page 234
- Pertahankan ektermitas yang dikanulasi - Fleksi bagian pinggul dapat
dalam pasisi lurus dan hindari fleksi menurunkan aliran pada arteri yang
bagian pinggul. dikanulasi sehingga mengganggu
Pasang restrain jika diperlukan sirkulasi bagian distal.
- Posisikan tempat tidur dalam posisi 150
pada posisi kepala
- Jika pasien sadar, jelaskan kepada
pasien tentang pentingnya menghindari
fleksi bagian panggul
- Pertahankan inflasi dan deflasi ballon
yang adekuat. - Inflasi dan deflasi yang berkelanjutan
mengurangi resiko terjadinya
thrombus di sekitar ballon yang tidak
bergerak (inflasi dan deflasi)

2. Penurunan cardiac output berhubungan dengan kurang optimalnya therapy IABP


a. Tujuan keperawatan
- Mencegah penurunan cardiac output
- Mengurangi atau menghilangkan gangguan terhadap IABP timing rasio.
b. Kriteria Evaluasi
- MAP 60- 70 mmHg atau lebih
- IABP timing baik dengan inflasi saat end diastole dengan pressure lebih rendah
8- 10 mmHg dari unassisted end diastole.
- Ballon diisi ulang sebelum gas benar-benar habis
- Penggunaan inotropik minimal
- Irama jantung regular
- Tidak ada trigger yang mengganggu IABP
- IABP timing dirubah sesuai dengan heart rate pasien
- Kinking tidak terjadi
c. Intervensi Keperawatan
Intervensi Rasional
- Pastikan IABP timing yang tepat setiap - Timing bisa terganggu bila terjadi
jam. Lakukan koreksi sesuai kebutuhan. perubahan heart rate atau fungsi
- Catat seting inflasi, deflasi, sistolik, end sistolik meningkat.
diastolic dan MAP (dengan bantuan - Pencatatan dapat mengilustrasikan
IABP) trend, perbaikan dan intervensi yang

page 235
- Catat level augmentasi diastolik. dibutuhkan untuk mencapai bantuan
- Evaluasi adanya penurunan augmentasi yang optimal.
- Pertahankan volume ballon yang cukup - Penurunan augmentasi diastolic
untuk mendapatkan augmentasi menunjukan ballon harus diisi ulang.
diastolic yang optimal. Penurunan augmentasi diastolic yang
cepat dapat menunjukan kebocoran
ballon.
- Isi ulang ballon setiap 2- 4 jam sesuai - Pengisian ballon yang optimal
dengan mesin yang dipakai. Gunakan menentukan augmentasi diastolic yang
filling mode jika memungkinkan. optimal.
- Evaluasi timing setiap adanya - Perubahan heart rate lebih dari 10 – 20
perubahan heart rate lebih dari 10 – 20 beat mempengaruhi rasio sistol –
beat atau adanya dydrhythmia. diastole pada setiap cardiac cycle.
Seting inflasi deflasi sebelumnya
mungkin tidak sesuai dengan
perubahan yang terjadi.
- Pertahankan signal trigger ECG yang - Hilangnya signal trigger mengganggu
adekuat. Ganti elektroda yang longgar kemampuan IABP membantu jantung
dengan yang baru pada kulit yang bersih pada setiap cardiac cycle.
dan kering.
- Lapor kepada dokter jika terjadi - Dysrhytmia ireguler bisa mengganggu
dysrithmia ireguler dan mengganggu IABP membantu pada setiap cardiac
IABP tracking. Berikan antiarithmia cycle. Pacing bisa menstabilkan
sesuai order dari dokter. keadaan ini sehingga rasio sistol dan
diastole sesuai dengan setiap cardiac
cycle. Spike dari pacemaker dapat
digunakan sebagai trigger IABP.
- Pertahankan posisi pasien pada posisi - Mendudukan pasien tegak atau
yang benar (bagian kepala tempat tidur mengelevasikan kepala tempat tidur
di tinggikan 150 dan tidak ada fleksi bisa menyebabkan fleksi pinggul
bagian panggul) sehingga dapat terjadi kingking pada
- Gunakan restain bila diperlukan kateter. Kinking mengganggu aliran
- Informasikan kepada semua petugas gas ke ballon. Posisi tegak juga bisa
medic agar tidak mendududkan pasien. menyebabkan kateter migrasi ke arkus
aorta.

page 236
3. Perubahan sensori/ persepsi: sensory overload berhubungan dengan lingkungan ICU
dan kebutuhan monitoring yang berkala
a. Tujuan Keperawatan
- Mengurangi atau menghilangkan stimulus sensori yang berlebihan yang dapat
mengganggu siklus tidur – jaga pasien.
- Membantu pasien dengan mempertahankan orientasi dan derajat control diri
sendiri.
b. Kriteria Evaluasi
- Tidak ada suara yang tidak diperlukan atau berlebih dilingkungan pasien.
- Pasien akan mendapatkan waktu istirahat yang cukup
- Pasien dapat diorientasikan terhadap tanggal, waktu dan tempat.
- Pasien mampu menginterpretasikan lingkungan sekitarnya.
c. Intervensi Keperawatan
Intervensi Rasional
- Pertahankan volume alarm monitor - suara yang tidak diperlukan
pada level terendah yang dapat mengganggu tidur pasien dan
terdengar menyebabkan level stress yang tinggi
- Kurangi suara yang tidak diperlukan ketika pasien bangun
dari alat-alat lainnya - mematikan lampu ketika malam,
- Kurangi kegaduhan yang membantu pasien membedakan siang
ditimbulkan oleh komunikasi staf dan malam dan memberikan
diruangan pasien lingkungan yang nyaman untuk
- Matikan lampu dikamar pasien pada istirahat.
malam hari jika memungkinkan - Pengaturan tindakan perawatan
- Atur tindakan keperawatan memberikan periode 2 jam pada
sehingga tidak mengganggu waktu pasien dimana tidak diperlukan
istirahat pasein pada malam hari tindakan yang langsung menyentuh
yang disesuaikan dengan kondisi pasien. Bila kondisi sudah membaik
pasien berikan waktu lebih lama lagi.
- Bicara pada pasien bila melakukan - Penjelasan membantu pasien untuk
tindakan. Jelaskan suara, aktivitas menginterpretasikan lingkungan
dan prosedur yang dilakukan dengan tepat dan mengurangi stress
- Libatkan pasien dalam mengambil dan kecemasan akibat rasa takut akibat
keputusan dalam perawatan bila ketidaktahuan
memungkinkan. Ketika pasien - Melibatkan pasien dalam mengambi
mampu, ajarkan untuk keputusan membantu pasien dalam

page 237
memfleksikan ankle dan lathan nafas mempertahankan derajat control
dalam. terhadap diri sendiri
- Beritahu pasien tentang waktu dan - Mengorientasikan pasien secara
tanggal serta lingkungan sekitar berkala membantu mencegah
secara berkala disorientasi
- Tempatkan objek yang dikenali - Objek yang dikenal membantu dalam
pasien pada lapang pandang pasien. mempertahankan orientasi.
Libatkan keluarga dalam proses
perawatan

4. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan support tidak adekuat, deficit
knowledge, rasa takut pasien meninggal, dan lingkungan ICU
a. Tujuan Keperawatan
- Membantu keluarga dalam mengembangkan kemampuan koping
b. Kriteria evaluasi
- Anggota keluarga dapat mengenali rasa takut dan cemasnya
- Keluarga mampu mengungkapkan penurunan rasa takutnya danterlihat lebih
tenang.
- Keluarga bisa memperlihatkan koping yang efektif
c. Intervensi keperawatan
Intervensi Rasional
- Berikan kesempatan kepada - Ekspresi perhatian keluarga
keluarga untuk mengungkapkan membantu membentuk koping yang
perasaannya, perhatian dan stress efektif
emosiaonalnya
- Berikan penjelasan tentang keadaan - Rasa takut dikurangi dengan
pasien dan setiap perubahan yang mengklarifikasikan ketidakmengertian
terjadi dengan cara yang baik untuk keluarga
mengurangi rasa takut
- Berikan waktu berkunjung pada - Informasi mengurangi rasa takut
keluarga dan berikan kesempatan karena ketidaktahuan
untuk bertanya. Berikan penjelasan
tentang lingkungan ICU
- Berikan harapan yang realistic sesuai - Harapan membantu keluarga
dengan kondisi pasien. Jelaskan membentuk koping yang positif

page 238
setiap perkembangna kepada
keluarga - Partisipasi keluarga membantu
- Libatkan keluarga dalam perawatan mengurangi rasa ketidakmampuan
sesuai kebutuhan dalam memberikan bantuan kepada
pasien unruk sembuh
- Sangat penting untuk mengidentifikasi
- Perhatikan bagaimana keluarga mekanisme koping efektif sebelumnya
menghadapi stress sebelumnya sehingga membantu dalam
menggunakan mekanisme tersebut

5. Potensi injuri berhubungan dengan terbentuknya thrombus, trombositopenia dan


infeksi
a. Tujuan Keperawatan
Komplikasi akibat penggunaan mesian IABP dapat dihindari
b. Kriteria evaluasi
- Integritas kulit dapat dipertahankan
- Pasien mampu melakukan gerakan ROM secara aktif
c. Intervensi keperawatan
Intervensi Rasional
- Observasi pulsasi perifer dengan - Pulsasi perifer menunjukan perfusi
palpasi atau dengan dopler setiap jaringan perifer. Dengan
jam memeriksanya dapat mengetahui
- Observasi warna dan suhu adanya perubahan perfusi ke jaringan
ekstremitas setiap jam. Lapor kepada perifer yang dimanifestasikan juga
dokter bila ekstremitas menjadi dengan prubahan warna kulit dan
dingin atau dusky. suhu.
- Monitor suhu pasien setiap 2-4 jam - Adanya peningkatan suhu dapat
sekali dan laporkan bila ada menunjukan adanya infeksi
peningkatan suhu sampai dengan - Pemeriksaan kultur darah, sputum dan
38,50C. urine dibutuhkan untuk memantau
- Periksa kultur darah, sputum dan perkembangan infeksi apakah sudah
urine sesuai dengan intruksi dokter terjadi atau belum
- Periksa adanya kemerahan, bengkak, - Kemerahan, bengkak dan peningkatan
panas pada tempat kanulasi IABP suhu menunjukan adanya inflamasi
atau tempat penusukan infus lainnya yang dapat berkembang menjadi
infeksi

page 239
- Lakukan tekhnik cuci tangan yang - Cuci tangan mencegah infeksi
baik sebelum dan sesudah nosokomial dan melindungi pasien,
memegang pasien. Libatkan juga petugas kesehatan dan keluarga
keluarga dalam tindakan ini
- Terapi antikoagulan membantu
- Kolaborasi pemberian terapi mencegah terbentuknya thrombus di
antikoagulan ( heparin ) daerah sekitar balon
- Evaluasi nilai prothrombin time (PT) - Nilai prothrombin dan ACT diperlukan
atau ACT setiap hari dan observasi untuk memantau status pembekuan
adanya tanda-tanda perdarahan darah pasien akibat terapi
antikoagulan, hal ini juga membantu
dalam mencegah timbulnya
perdarahan.

G. Evaluasi
Setelah dilakukan intervensi, diharapkan:
1. Hemodinamik stabil dengan cardiac index > 2,4 I/min/m2, pengeluaran urine > 30
ml/jam, tidak ada nyeri dada.
2. Memahami faktor yang menyebabkan rasa takut dengan mengucapkan
kemampuan koping dari rasa takut
3. Tidak adanya komplikasi yang dimanifestasikan dengan pulsasi perifer yang
adekuat, kulit teraba hangat dan berwarna normal, temperature dalam batas
normal.
4. Integritas kulit dan joint motion dalam batas normal, tidak terdapat kerusakan
integritas kulit, pasien mampu secara aktif melakukan latihan ROM
5. Kebutuhan istirahat tidur terpenuhi dengan waktu tidur 5 jam per-hari tanpa
adanya gangguan.

page 240
REHABILITASI JANTUNG

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Setelah mengikuti sesi ini mahasiswa dapat:
1. Menyebutkan pengertian rehabilitasi jantung
2. Menjelaskan fase-fase rehabilitasi jantung
3. Menjelaskan lima langkah reahbilitasi jantung menurut AHA
4. Menjelaskan tujuan rehabilitasi jantung
5. Menjelaskan program rehabilitasi jantung setelah perawatan dirumah sakit

A. PENDAHULUAN
Penyakit jantung sampai saat ini merupakan salah satu penyebab utama kematian.
Berdasarkan data survey kesehatan rumah tangga ( SKRT ) kematian akibat penyakit
kardiovaskular adalah:

Th. 1975 = 5,9 %

1981 = 9,1 %

1986 = 16 %

1995 = 19 %

Rehabilitasi artinya mencegah skunder. Sedangkan rehabilitasi jantung ( WHO )


adalah sejumlah kegiatan untuk memperbaiki fisik, mental dan social agar pasien
dapat menjalani hidup secara aktif.

B. MACAM PENYAKIT JANTUNG


1. Dewasa
- Acute Coronayi Syndrome
- CHF
- PTCA
- CABG
- Kelainan katup: MI, MS, AI, AS, dll.
2. Anak-anak:
a. Sianotik:
- Tetralogi of Fallot ( ToF )
- Transposisi Great Artery ( TGA )

page 241
b. Non sianotik:
- Patent Ductus Arteriosus ( PDA )
- Ventricular Septal Defect ( VSD )
- Atrial Septal Defect ( ASD )
- Cortasio Aortae ( CoA )

C. FASE REHABILITASI JANTUNG


Fase rehabilitasi pasien pasca intervensi atau operasi jantung dibagi menjadi tiga fase:
- Fase I : In patient
- Fase II : Out patient
- Fase III : Maintenance

1. FASE I ( In Patient )
Fase I pasien dimulai sejak pasien dirawat diruang Intensif (ICU), semua program
dilakukan di ICU segera setaelah pasien sadar. Program fase I meliputi:
- Edukasi
- ROM exercise
- Chest physical therapy
- Ankle pumping
- Konservasi energy
- Latihan mobilisasi
Tujuan yang diharapkan pada fase I adalah:
- Level kapasitas fungsional 3-4 Mets
- Lamanya 7-14 hari
Menurut American Heart Association (2004) fase I dapat dibagi menjadi 5 tahapan
berdasarkan waktu setelah operasi ( Post Operation Day/POD) yaitu:
a. POD - 1
- Latihan ROM aktif dengan bantuan
- Terapi fisik dada
- Duduk di kursi
- Level aktifitas 1-2 Mets
b. POD - 2
- Latihan ROM aktif
- Makan mandiri
- Bed side commode
- Berjalan dengan jarak pendek
- Level aktifitas 1- 3 Mets

page 242
c. POD - 3
- Mandi sendiri di kamar mandi dengan shower
- Berjalan di lorong ( 3 kali )
- Level aktifitas 1 – 4 Mets
d. POD - 4
- Duduk disamping tempat tidur 3-4 jam sehari
- Berjalan ditingkatkan
- Mandi dengan shower
- Perawatan diri mandiri
- Level aktifitas 3 – 4 Mets
- Rencana pulang
- Program konseling

2. FASE II ( Out Patient )


a. Konseling program latihan
b. Stratifikasi resiko
c. Intervensi latihan:
- Senam peregangan: 10 menit
- Exercise : - Walking/cycling
- Bersepeda: beban: 25 watt/ 10 menit
- Latihan jalan: 2-3 km/ 30 menit
- Pemanasan: 5 menit
- Latihan inti: 20-30 menit
- Pendinginan: 5 menit
d. Terapi relaksasi
e. Penyuluhan kesehatan terhadap
- Pola hidup sehat
- Penanganan faktor resiko
- Aktivitas dirumah dan hobi
- Kembali bekerja
- Secondary prevention
f. Akhir fase II melakukan treadmill test
g. Tujuan yang diharapkan pada fase II adalah:
- Lamanya 8-12 minggu
- Level aktivitas 6 Mets

page 243
3. FASE III ( Maintenance )
a. Melanjutkan latihan fase II out door
b. Sudah dilakukan treadmill test
c. Konseling program latihan
d. Intervensi exercise
- Senam pemanasan dan erobik 10-15 menit
- Latihan jalan 3-4 km/ 30 menit
e. Terapi relaksasi
f. Penyuluhan kesehatan
g. Tujuan yang diharapkan pada fase III adalah:
- Lamanya 3-6 bulan
- Level aktivitas 6-8 Mets

D. TUJUAN UTAMA REHABILITASI JANTUNG


- Mengembalikan kondisi ( reconditioning )
- Mengurangi efek fisik dan psikologis akibat tirah baring
- Meningkatkan fungsi kardiovaskular
- Meningkatkan daya tahan dan kapasitas kerja fisik
- Mengontrol keluhan-keluhan kardiak
- Mengidentifikasi dan memperbaiki faktor resiko
- Menstabilkan proses atherosclerosis
- Meningkatkan status psikologis penderita
E. PROGRAM REHABOLITASI JANTUNG PASCA PERAWATAN RUMAH SAKIT (CABG,
PTCA, MVR, MCI, dll)
1. Penjelasan umum/ edukasi
a. Mengendalikan emosi; hindari stress
b. Mengatur tidur dan istirahat
1) Jangan tidur terlalu malam
 Tidur 6-8 jam malam hari
 Tidur siang 20-30 menit
2) Atur waktu untuk istirahat
c. Membagi pekerjaan sehari-hari dan membuat jadwal kegiatan tiap minggu
1) Kurangi pekerjaan yang tidak penting
2) Istirahat bila lelah
3) Duduk bila bekerja

page 244
d. Hindari aktifitas yang menahan napas seperti mengedan, mendorong,
mengangkat dan menarik benda
e. Diet
1) Pertahankan berat badan
2) Makan 3-4 kali sehari porsi kecil
f. Hindari suhu yang terlalu dingin atau panas
g. Hentikan merokok
h. Yang perlu diperhatikan:
1) Bila timbul nyeri dada:
 Hentikan aktivitas dan istirahat
 Bila nyeri tidak hilang dengan obat (Nitroglicerin) dibawah lidah,
 Pergilah ke dokter
2) Denyut nadi: sesuai petunjuk dokter
3) Nafas pendek: hentikan aktivitas kemudian istirahat
4) Kegiatan seksual: sesuai petunjuk dokter

F. KONSULTASI SEBELUM PULANG DARI RUMAH SAKIT


1. Aktivitas sehari-hari dirumah (ADL)
2. Aktivitas olahraga
3. Aktivitas hobi
4. Aktivitas bekerja
5. Aktivitas seksual
6. Program nutrisi
7. Menghindari dan memperbaiki faktor resiko (hipertensi, hiperkolesterol, diabetes,
kegemukan, stress)

G. AKTIVITAS SEHARI-HARI
1. Minggu 1-2: duduk dan jalan
2. Minggu 3-4 :
- Membersihkan furniture
- Mengupas kentang
- Mencuci baju yang ringan
- Memasak ringan
- Main piano
3. Minggu 5-6:
- Menyetrika baju
- Meremas adonan
- Membersihkan jendela
- Membersihkan tempat tidur
- Naik kuda perlahan-lahan
- Bowling

page 245
4. Minggu 7-8 :
- Menjemur pakaian
- Bersepeda di jalan rata
- Merawat tanaman
- Main golf ringan
- Boleh kembali bekerja di kantor
- Menyetir mobil
5. Minggu 9-10:
- Memukul karpet
- Main golf (9 hole)
- Berenang
- Berdansa

H. LATIHAN JASMANI
1. Rehabilitasi jantung fase II-III
2. Latihan teratur 3-4 kali per minggu
3. Pemanasan sebelum latihan
4. Sepatu yang baik
5. Jangan berlatih bila: sakit, demam, minum kopi, merokok
6. Jangan mandi air panas setelah latihan
7. Jangan memakai pakaian terlalu tebal.

I. PROGRAM JALAN (WALKING EXERCISE)


1. Edukasi:
- Jalan ditempat yang datar
- Bila cuaca panas jalan sore hari
- Bila cuaca dingin jalan siang hari
- Hindari naik tangga sampai ada ijin dari dokter.
2. Kecepatan, jarak dan waktu
Minggu Kecepatan (km/jam) Jarak (km) Waktu
(menit)
2 2 1 30
3 3 1,5 30
4 4 2 30
5 4,5 2,25 30
6 5 2,5 30
7 5,5 2,75 30
8 6 3 30

page 246

Anda mungkin juga menyukai