Anda di halaman 1dari 15

PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE PADA PERKARA

KECELAKAAN LALU LINTAS OLEH PENGENDARA MOTOR BESAR DI


KECAMATAN KALIPUCANG KABUPATEN PANGANDARAN PROVINSI
JAWA BARAT DIKAITKAN DENGAN UNDANG UNDANG NO. 22
TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

Rd.Ramdan Arya Wiguna (191000348)


Program Kekhususan : Hukum Acara
Dibawah Bimbingan :
Dr. Murshal Senjaya , S.H., MH
Latar Identifikasi Kerangka
Belakang Masalah Pemikiran

Latar belakang
Penelitian
Bab 1

Restorative justice digunakan sebagai alternatif penyelesaian perkara tindak pidana


Bab 2 yang dalam mekanisme tata cara peradilan pidana berfokus pada pemidanaan
yang diubah menjadi proses mediasi yang melibatkan pelaku, korban , keluarga
pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama- sama menciptakan
Bab 3 kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang adil dan seimbang bagi pihak
korban maupun pelaku dengan mengedapankan pemulihan kembali pada keadaan
semula, dan mengembalikan pola hubungan baik dalam masyarakat.

Bab 4 Restorative Justice, bertujuan untuk memperbaiki kerugian atau kerugian yang
ditimbulkan oleh aktivitas kriminal. Selain itu, Restorative Justice menuntut
pertanggung jawaban langsung dari kelompok pelaku secara keseluruhan dan
Bab 5 kemudian bekerja sama untuk menyatukan kembali setiap individu yang telah
terpecah akibat aktivitas kriminal. Untuk menghentikan kejahatan baru terjadi
contohnya penerapan Restorative justice pada kecelakaan lalu lintas , Pelaku harus
bertanggung jawab penuh atas kerugian korban
Latar Identifikasi Kerangka
Belakang Masalah Pemikiran
Logo

Identifikasi
Masalah
Bab 1

1. Bagaimana mekanisme penyelesaian kecelakaan lalu


Bab 2
lintas dengan menggunakan Restorative Justice dalam
peraturan undang – undang yang berlaku ?
Bab 3 2. Bagaimana faktor penghambat penerapan Restorative
Justice dalam kasus kecelakaan lalu lintas ?
3. Bagaimana pengunaan Restorative Justice dalam
Bab 4 penyelesaian kasus kecelakaan lalu lintas yang
berkeadilan ?
Bab 5
Latar Identifikasi Kerangka
Belakang Masalah Pemikiran
Logo

Kerangka
Bab 1
Pemikiran

Bab 2 A Penerapana Restorative Justice E Teori Relatif


pada kecelakaan Lalu lintas

Undang undang no. 22 tahun 2009 F Teori efektifitas hukum dan


Bab 3 B tentang lalu lintas dan angkutan jalan kepastian hukum

Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 G Teori Keadilan


C Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan
Bab 4 Berdasarkan Keadilan Restoratif
Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia
D Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak
Bab 5 Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Tinjauan
Pustaka
Logo

Tinjauan Pustaka
Bab 1

Kecelakaan Lalu Lintas Dan Undang


Bab 2 A
Restorative Justice Dan Tinjauan B Undang No. 22 tahun 2009 Tentang
Teoritis Mengenai Restorative Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
Justice

Bab 3 1. Pengertian Kecelakaan Lalu


1. Pengertian Restorative Justice
2. Prinsip-prinsip Keadilan Lintas
Restorative Justice 2. Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas
Bab 4 3. Tujuan Pemidanaan Menurut Dan Peraturanya
Keadilan Restoratif
4. Teori-Teori Dalam Penerapan
Bab 5 Restorative Justice
5. Bentuk Penerapan Keadilan
Restoratif
Hasil
Penelitian
Logo

Hasil Penelitian
Bab 1
1. Dalam wawancara yang di ajukan kepada bapa Yadi Kurniawan selaku kasubsi penuntutan dan
eksekusi di Kejaksaan Negeri Bandung ia pun mengatakan serupa tidak ada penghapusan pidana
Bab 2 bila menghilangkan nyawa orang lain dan kejaksaan pun memilki ketentuan dan peraturan
tersendiri yang di atur pada Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020
mengenai Penghentian atas Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, Beliau pun pernah
menghadapi kasus yang serupa yang tercantum pada bagian sub 2A namun sang pelaku tetap
Bab 3 menjalani proses peradilan pidana, Dalam kasus tersebut sang pelaku terjerat pasal 310 ayat (4)
Undang Undang No. 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, dikarenakan ia
memenuhi unsur “ Karena kelalainya menyebabkan orang lain meninggal” dan pelaku tersebut
dijatuhkan pidana selama 1 tahun 6 bulan dan denda sebesar Rp. 2.000.000.
Bab 4 2. Dalam wawancara yang di tujukan kepada bapa Arif Tim Tim Firmanto selaku perwira di kapolres
cianjur. Ia mengemukakan meski pelaku sudah memberikan uang Rp 50 juta kepada keluarga
korban, proses hukum sudah pasti harus tetap berjalan. Rp 50 juta itu bukan meniadakan pidana,
Memang namanya perdamaian itu tidak serta merta menggugurkan pidana dari suatu proses pidana
Bab 5 yang terjadi. Di karenakan itu termasuk delik murni dan tidak ada penghapusan pidana bila ia telah
menghilangkan suatu nyawa orang lain dan proses perdamaian tersebut sudah ada ketentuan yang
di atur pada Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 Tentang
Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif ”.
Hasil
Penelitian
Logo

Hasil Penelitian
Bab 1

Penyelesaian persoalan tindak pidana lalu lintas jalan yang mengakibatkan korban meninggal dunia, luka
Bab 2 serius ataupun luka ringan serta kerugian materil secara yuridis ataupun secara damai dianggap bersebrangan
dengan ketentuan hukum yang ada, sehingga sekalipun terjadi perdamaian diantara masing-masing pihak,
maka mekanisme hukum terhadap pelaku akan terus berjalan hinga adanya putusan hakim yang berkekuatan
hukum tetap. Oleh karena itu, Keadilan Restoratif dapat didefinisikan sebagai rangkaian proses peradilan
Bab 3 yang tujuan utamanya adalah me-restore (memulihkan) kerugian yang dialami oleh korban kejahatan. Dalam
Pasal 310 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, masing- masing
pengemudi kendaraan bermotor roda dua maupun empat, yang mengakibatkan kecelakaan fatal yang
mengakibatkan matinya seseorang atau manusia diancam hukuman 6 (enam) tahun penjara atau, membayar
Bab 4 denda hingga 12 (dua belas) juta rupiah. Pelaku pada kasus sebelumnya sudah memenuhi unsur pasal tersebut
namun pengendara tersebut bisa bebas dengan Restorative Justice di karenakan pada faktanya Dalam Pasal
310 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dalam prespektif hukum pidana, keadilan wajib
berusaha mengembalikan keadaan ke keadaan sebelum kecelakaan terjadi. Maka disitu hukum hadir untuk
Bab 5 melindungi hak masing-masing korban kejahatan. "Berdasarkan dasar-dasar itu juga tidak dapat menerapkan
keadilan restoratif.
Pembahasan Add the text Add the text Add the text
Logo

Pembahasan
Bab 1
Mekanisme Penyelesaian Kecelakaan Lalu Lintas dengan Mengunakan
Restorative Justice dalam Peraturan Perundang Undangan yang Berlaku
Bab 2 Mekanisme penyelesaian kecelakaan lalu lintas dengan Restorative Justice mengakui bahwa setiap kecelakaan memiliki
konteks dan karakteristik yang unik. Penyelesaian masalah dan hukuman yang diberlakukan dapat disesuaikan dengan kasus
tersebut, dengan melibatkan semua pihak yang terkena dampak. Pendakatan ini mengakui bahwa tidak ada solusi tunggal
Bab 3
yang cocok untuk semua kasus kecelakaan lalu litnas, dan penyelesaian yang memadai harus memperhatikan kebutuhan dan
kepentingan semua pihak yang terlibat. Keadilan restoratif merupakan sebuah pelengkap dari sistem peradilan pidana yang
sudah ada, bukannya merupakan pengganti dari sistem peradilan pidana yang sudah ada, karena penerapan keadilan restoratif
dapat dilakukan dalam setiap tahap pelaksanaan peradilan pidana, yaitu pada tahap pra-ajudikasi, yaitu pada tahap
pemeriksaan di kepolisian; tahap penuntutan, yaitu setelah selesainya dilakukan pemeriksaan di kepolisian dan sebelum
Bab 4 terdakwa diajukan ke sidang pengadilan tahap ajudikasi, yaitu pada saat proses pemeriksaan terdakwa di persidangan dan
tahap pasca ajudikasi, yaitu ketika terdakwa menjalani hukuman yang diberikan kepadanya. Penerapan keadilan restoratif
pada tahap-tahap penyelesaian perkara pidana tersebut sangat bergantung pada berat ringannya tindak pidana yang dilakukan
dan peran serta korban, serta penerapan prinsip diskresi dari para penegak hukum seperti penyidik atau jaksa. Restorative
Bab 5 Justice dapat digunakan namun pada tindak pidana kecelakaan lalu lintas ringan saja tidak pada kecelakaan lalu lintas sedang
dan berat. Hal tersebut sebagaimana yang sudah dijelaskan pada Pasal 236 ayat (2) UULLAJ menyebutkan bahwa kewajiban
mengganti kerugian pada kecelakaan lalu lintas ringan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang, dapat
dilakukan di luar pengadilan jika terjadi kesepakatan
Pembahasan
Logo

Pembahasan
Bab 1
Faktor Penghambat Penerapan Restorative Justice dalam Kasus
Kecelakaan Lalu Lintas
Bab 2 Dalam kasus kecelakan ini, dikatakan bahwa Dalam Pasal 310 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, masing - masing pengemudi kendaraan bermotor roda dua maupun empat, yang mengakibatkan kecelakaan
fatal yang mengakibatkan matinya seseorang atau manusia diancam hukuman 6 (enam) tahun penjara atau, membayar denda
hingga 12 (dua belas) juta rupiah. Pelaku pada kasus yang saya teliti sebelumnya sudah memenuhi unsur pasal tersebut
Bab 3
namun pengendara tersebut bisa bebas dengan Restorative Justice di karenakan pada faktanya Dalam Pasal 310 Undang-
Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tidak dipakai malah di kesampingkan yang
menyebabkan sanksi solen nya tidak sesuai sein , Dikarenakan ada batasan-batasan tertentu di mana menurut peraturan
Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan
Restoratif dan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 mengenai Penghentian atas
Bab 4 PenuntutandBerdasarkan Keadilan Restoratif :

a) Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana;


b) Tindak pidana hanya dapat diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana kurungan maksimal 5 (lima)
Bab 5 tahun; dan
c) Tindak pidana dilaksanakan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang disebabkan akibat dari tindak pidana
maksimal Rp.2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).
d) Bukan merupakan Tindak Pidana terorisme, Tindak Pidana terhadap keamanan negara, Tindak Pidana Korupsi dan
Tindak pidana terhadap nyawa orang.
Pembahasan
Logo

Pembahasan
Bab 1
Penggunaan Restorative Justice dalam Penyelesaian Kasus Kecelakaan
Lalu Lintas Ya ng Berkeadilan
Bab 2
Penggunaan Restorative Justice dalam penyelesaian kasus kecelakaan lalu lintas dapat memberikan keadilan yang lebih
holistik dan berkeadilan. Dalam pendekatan ini, korban, pelaku, dan masyarakat terlibat secara aktif dalam penyelesaian
masalah, dengan tujuan untuk memperbaiki kerugian yang ditimbulkan oleh kecelakaan dan memulihkan hubungan yang
Bab 3 terganggu. Restorative Justice memungkinkan korban untuk berbicara tentang dampak emosional, fisik, dan finansial yang
mereka alami akibat kecelakaan. Mereka juga dapat mengungkapkan kebutuhan mereka, seperti pemulihan dan kompensasi.
Pelaku juga diberikan kesempatan untuk memahami dampak dari tindakan mereka dan bertanggung jawab atas perbuatannya.
erapan Restorative Justice dalam hukum positif terpenuhi, yakni penyelesaian dengan bentuk model restorative board,
dimana bentuk ini melibatkan hakim, jaksa, dan pengacara untuk menyelesaikan perkara kecelakaan lalu lintas yang
Bab 4 menyebabkan kematian. Meskipun pengadilan bukan termasuk wadah atau Lembaga untuk Restorative Justice maka disini
perlu untuk dikodifikasikan. Kemudian unsur pemberian maaf, ganti rugi/restitusi dan keringanan hukuman menjadi
pendukung dalam penerapan Restorative Justice. Pemberian maaf tidak dapat menggugurkan hukuman pidana, karena dalam
hukum positif tidak ada alasan pemaaf untuk ditiadakan penghapusan pidana, tetapi hanya sebagai keringanan hukuman saja.
Bab 5
Kesimpulan Saran
Logo

Kesimpulan
Bab 1
Mekanisme penerapan keadilan restoratif dapat dilakukan dalam setiap tahap pelaksanaan
1
peradilan pidana, yaitu pada tahap pra-ajudikasi, yaitu pada tahap pemeriksaan di kepolisian;
Bab 2
tahap penuntutan, yaitu setelah selesainya dilakukan pemeriksaan di kepolisian dan sebelum
terdakwa diajukan ke sidang pengadilan tahap ajudikasi, yaitu pada saat proses pemeriksaan
terdakwa di persidangan dan tahap pasca ajudikasi, yaitu ketika terdakwa menjalani hukuman
Bab 3 yang diberikan kepadanya. Penerapan keadilan restoratif pada tahap-tahap penyelesaian perkara
pidana tersebut sangat bergantung pada berat ringannya tindak pidana yang dilakukan dan
peran serta korban, serta penerapan prinsip diskresi dari para penegak hukum seperti penyidik
Bab 4 atau jaksa. Restorative Justice dapat digunakan namun pada tindak pidana kecelakaan lalu
lintas ringan saja tidak pada kecelakaan lalu lintas sedang dan berat. Hal tersebut sebagaimana
yang sudah dijelaskan pada Pasal 236 ayat (2) UULLAJ menyebutkan bahwa kewajiban
mengganti kerugian pada kecelakaan lalu lintas ringan yang mengakibatkan kerusakan
Bab 5
kendaraan dan/atau barang, dapat dilakukan di luar pengadilan jika terjadi kesepakatan damai
diantara pihak yang terlibat
Kesimpulan Saran
Logo

Kesimpulan
Bab 1
2 Restorative Justice adalah pendekatan yang bertujuan untuk memulihkan hubungan antara korban dan
pelaku kejahatan. Namun, dalam kasus kecelakaan lalu lintas, Dalam kasus kecelakan ini, dikatakan bahwa
Bab 2 Dalam Pasal 310 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, masing -
masing pengemudi kendaraan bermotor roda dua maupun empat, yang mengakibatkan kecelakaan fatal
yang mengakibatkan matinya seseorang atau manusia diancam hukuman 6 (enam) tahun penjara atau,
Bab 3 membayar denda hingga 12 (dua belas) juta rupiah. Faktor penghambat penerapan Restorative Justice pada
kecelakaan lalu lintas ialah di karenakan pada faktanya Dalam Pasal 310 Undang-Undang No. 22 Tahun
2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tidak dipakai malah di kesampingkan yang menyebabkan
sanksi solen nya tidak sesuai sein , Dikarenakan ada batasan-batasan tertentu di mana yaitu telah tercipta
Bab 4 perdamaian dan pemulihan kembali pada korban, ancaman pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun,
kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah), dan bukan
pengulangan tindak pidana. Selain itu, Restorative Justice tidak bisa diterapkan pada tindak pidana yang
mengancam keamanan negara, korupsi, kejahatan terhadap nyawa orang, tindak pidana lingkungan hidup,
Bab 5 dan tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi. peristiwa yang menyebabkan kematian orang lain
diselesaikan dengan proses restoratif.
Kesimpulan Saran
Logo

Kesimpulan
Bab 1
Restorative Justice dalam penyelesaian kasus kecelakaan lalu lintas dapat memberikan keadilan yang lebih
3 holistik (cara pandang yang menyeluruh atau secara keseluruhan ) dan berkeadilan. Dalam pendekatan ini,
Bab 2 korban, pelaku, dan masyarakat terlibat secara aktif dalam penyelesaian masalah, dengan tujuan untuk
memperbaiki kerugian yang ditimbulkan oleh kecelakaan dan memulihkan hubungan yang terganggu.
Restorative Justice memungkinkan korban untuk berbicara tentang dampak emosional, fisik, dan finansial
Bab 3 yang mereka alami akibat kecelakaan. Mereka juga dapat mengungkapkan kebutuhan mereka, seperti
pemulihan dan kompensasi. Pelaku juga diberikan kesempatan untuk memahami dampak dari tindakan
mereka dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Pada beberapa kasus serupa penerapan Restorative
Justice dalam hukum positif terpenuhi, yakni penyelesaian dengan bentuk model Restorative Board,
Bab 4 dimana bentuk ini melibatkan hakim, jaksa, dan pengacara untuk menyelesaikan perkara kecelakaan lalu
lintas yang menyebabkan kematian. Kemudian unsur pemberian maaf, ganti rugi/restitusi dan keringanan
hukuman menjadi pendukung dalam penerapan Restorative Justice. Pemberian maaf tidak dapat
menggugurkan hukuman pidana, karena dalam hukum positif tidak ada alasan pemaaf untuk ditiadakan
Bab 5 penghapusan pidana, tetapi hanya sebagai keringanan hukuman saja.
Kesimpulan Saran

Saran

Diperlukan suatu peraturan tertulis di Indonesia yang menjelaskan keadaan tertentu dalam keberadaan Restorative justice bisa
Bab 1 1 digunakan dalam kecelakaan lalu lintas. Misalnya melalui undang-undang di bidang lalu lintas atau KUHP. Pengaturan ini harus
memperhatikan kekhususan penyelenggaraan kecelakaan lalu lintas yang memiliki risiko tinggi terhadap keselamatan korban
dan tidak ada penyalah gunaan kekuasaan oleh oknum tertentu karna bila di atur hanya di peraturan kepolisian dan kejaksaan
dikhawatirkanya ada penyalah gunaan kekuasaan pada oknum tertentu
Bab 2 Pihak kepolisian dalam menentukan ganti kerugian bagi korban dalam kecelakaan lalu lintas, seharusnya dapat menerapkan
2 aturan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Selain itu, perlu diperhatikan kemampuan para pihak dan rasa keadilan dalam
menentukan pertanggung jawaban perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan korban jiwa. Adanya kekhawatiran bahwa
penerapan Restorative Justice dapat mengurangi efektivitas hukum dan kepastian hukum juga menjadi faktor penghambat.
Bab 3 Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk memfasilitasi dialog antara korban dan pelaku serta meningkatkan pemahaman
masyarakat tentang keadilan restoratif agar mereka dapat mencapai kesepakatan yang adil dan memuaskan bagi kedua belah
pihak.
Sesungguhnya sebaik apapun aparat penegak hukum bekerja, tidak akan secara maksimal termanifestasikan bila tidak ada
Bab 4 3 dukungan dari masyarakat. Aparat penegak hukum dan masyarakat harus bekerja sama dan membangun persepsi yang sama
tentang perlindungan terhadap korban’’. Bahwa dikarenakan berlandaskan pada paradigma Restorative Justice dapat dilakukan
melalui mediasi antara pelaku dan korban kecelakaan lalu lintas, di mana keduanya dapat berbicara dan mencari solusi Bersama
untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi. Restorative Justice juga dapat melibatkan keluarga dan masyarakat sebagai pihak
Bab 5 yang terkena dampak dari kecelakaan lalu lintas. Dalam hal ini, Restorative Justice dapat membantu memperbaiki hubungan
antara pelaku dan korban kecelakaan tersebut, sekaligus memperbaiki perilaku pelaku agar tidak melakukan kejahatan serupa di
masa depan.maka disini dibutuhkan peranan aktif dari masyarakat agar hal ini dapat berjalan secara maksimal. Meskipun
pengadilan bukan termasuk wadah atau Lembaga untuk Restorative Justice maka disini perlu untuk dikodifikasikan. Kemudian
unsur pemberian maaf, ganti rugi/restitusi dan keringanan hukuman menjadi pendukung dalam penerapan Restorative Justice.
Pemberian maaf tidak dapat menggugurkan hukuman pidana, karena dalam hukum positif tidak ada alasan pemaaf untuk
ditiadakan penghapusan pidana, tetapi hanya sebagai keringanan hukuman saja.
Thankyou
Any Question?

Anda mungkin juga menyukai