SYARIAH DI INDONESIA
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah ekonomi syariah
Dibawah bimbingan :
Disusun oleh :
Kelas : G
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PASUNDAN
1
ABSTRAK
Jualah adalah sejenis sebuah ungkapan janji yang diucapkan oleh seseorang yang kehilangan
sesuatu barangnya yang hilang dengan memberikan sejenis hadiah kepada orang yang
menemukannya,denganmemberi batasan-batasan tetentu. Hal biasanya dilakukan untuk hal-
hal yang dianggap sangat penting. Masalah Konsep ju’alah yang kebanyakan orang pahami
hampir sama dengan konsep ijarah sehingga dalam memahami suatu perbuatan mu’amalah
kadang berbeda paham. Nah untuk lebih jelasnya apa yang dimaksud dengan ju’alah?
jualah atau jialah, berasal dari bahasa arab: ja’ala-yaj’alu-ja’lan. Ja’ala secara harfiah
bermakna mengadakan atau menjadikan, sedangkan Ju’alah bermakna upah, harga atau gaji.
Dalam kehidupan sehari –hari sering kita jumpai ada seseorang yang kehilangan anaknya,
karena anak tersebut amat sangat penting bagi orang tuanya sehingga orang tua yang
kehilangan tersebut mengadakan sebuah sayembara, barang siapa yang dapat
menemukannya maka akan di berihadiah dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh. Dalam
hal ini penulis akan mencoba membahas pembiyaan akad ju’alah pengertian secara etimologi
berarti upah atau hadiah yang diberikan kepada seseorang karena orang tersebut mengerjakan
atau melaksanakansuatu pekerjaan tertentu. Secara terminologi fiqih berarti “suatu Iltizaam
(tanggung jawab) dalam bentuk janji memberikan imbalan upah tertentu secara sukarela
terhadap orang yang berhasil melakukan perbuatan atau memberikan jasa yang belum
pasti dapat dilaksanakan atau dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan.(Afriani, 2018)
Jualah is a kind of a promise expressed by someone who lost something of his lost item by
giving some kind of reward to the one who found it, with certain limitations. Things are usually
done for things that are considered very important. Ju'alah concept that most people understand
almost the same as the concept of ijarah so that in understanding an act mu'amalah
sometimes differentunderstand. Well for more details what is meant by ju'alah? Jualah or
jialah, derived from Arabic: ja'ala-yaj'alu-ja'lan. Ja'ala is literally meaningful to make or
make, while Ju'alah means wage, price or salary. Everyday life we often encounter someone
wholost his son, because the child is very very important for his parents so that the lost parents
are holding a contest, who can find it will be given a gift with the conditions set by. In this case
the author. Will try to discuss the justification agreement meaning etymology means wages or
rewards given to someone because the person is doing or performing a particular job. The
terminology of fiqih means "an Iltizaam (responsibility) in the form of a promise to give a
certain voluntary wage reward against a person who successfully performs an act or provides an
uncertain service can be executed or produced as expected. (Afriani, 2018)
2
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, tidak saja aspek ibadah, tetapi juga
kesempurnaan Islam tersebut dalam banyak ayat, antara lain Kesempurnaan Islam itu
tidak saja diakui oleh intelektual muslim, tetapi juga para orientalist barat, di
antaranya H.A.R Gibb yang mengatakan, “ Islam is much more than a system of theology
it’s a complete civilization.”Salah satu ajaran Islam yang mengatur kehidupan manusia
cukup banyak, baik dalam Al-quran, Sunnah, maupun ijtihad para ulama. Hal ini
menunjukkan bahwa perhatian Islam dalam masalah ekonomi sangat besar. Ayat
yang terpanjang dalam Al-Quran justru berisi tentang masalah perekonomian, bukan
masalah ibadah (mahdhah) atau aqidah. Ayat yang terpanjang itu ialah ayat 282
dalam surah Albaqarah, yang menurut Ibnu Arabi ayat ini mengandung 52
Pengupahan (ju’alah) menurut bahasa ialah apa yang diberikan kepada seseorang
tertentu kepada orang yang mengerjakan perbuatan khusus, diketahui atau tidak
3
tembok untuknya berhak atas hadiah(upah) yang ia sediakan, banyak atau sedikit.
Istilah lain dalam pengupahan adalah ijarah. Penggunaan kedua istilah ini sesuai dengan
teks dan konteksnya. Ju’alah adalah meminta agar mengembalikan barang yang hilang
berkata,”Barang siapa yang mendapatkan kudaku dan dia kembalikan kepadaku, aku
bayar sekian”.2Al-ju’l ialah pemberian upah (hadiah) atas suatu manfaat yangdiduga
kepandaian dari seorang guru, atau pencari/ penemu hamba yang lari. Kata jialah
Sabiq: “sebuah akad untuk mendapatkan materi (upah) yang diduga kuat dapat
yaitu memberi upah kepada orang lain yang dapat menemukan barangnya yang hilang
atau mengobati orang yang sakitatau menggali sumur sampai memancarkan air atau
seseorang menang dalam sebuah kompetisi. Jadi, jialah bukan hanya terbatas pada
barang yang hilang namun dapat setiap pekerjaan yang dapat menguntungkan
seseorang. Dalam buku Ensiklopedi Hukum Islam ji'alahberarti upah atau hadiah yang
suatu pekerjaan atau perbuatan tertentu.Meskipun ji'alah berbentuk upah atau hadiah
Pertama, pada ji'alah upah atau hadiah yang dijanjikan hanya boleh diterima oleh
orang yang menyatakan sanggup untuk mewujudkan apa yang menjadi objek
pekerjaan atau perbuatan tersebut, jika pekerjaan atau perbuatan tersebut telah
4
mewujudkan hasil dengan sempurna. Sedangkan pada ijarah, orang yang
melaksanakan pekerjaan tersebut berhak menerima upah sesuai dengan ukuran atau
sempurna dilaksanakannya.
dalam ijarah, batas waktu penyelesaian, bentuk pekerjaan, dan cara kerjanya
pekerjaan dalam ijarah harus mengerjakan pekerjaan yang dijadikan objek perjanjian
sesuai dengan batas waktu dan bentuk pekerjaan yang disebutkan dalam transaksi.
Dengan kata lain, yang dipentingkan dalam ju'alah adalah keberhasilan pekerjaan, bukan
Ketiga, pada ji'alah tidak dibenarkan adanya pemberian imbalan upah atau hadiah
terlebih dahulu dibenarkan, baik secara keseluruhan ataupun sebagian, baik sebelum
Keempat, tindakan hukum yang dilakukan dalam ji’alah bersifat sukarela. Sehingga
apa yang dijanjikan boleh saja dibatalkan (fasakh) selama pekerjaan belum dimulai
bersifat mengikat semua pihakyang melakukan perjanjian kerja. Dengan demikian, jika
perjanjian tersebut dibatalkan, maka tindakan itu menimbulkan akibat hukum bagi pihak
bersangkutan, salah satu pihak yang melakukan perjanjian ijarah dapat mengajukan
5
tuntutan ganti rugi kepada pihak yang lain jika perjanjian ijarah tersebut dibatalkan.
Kelima, dari segi ruang lingkupnya, Mazhab Maliki menetapkan kaidah bahwa
semua yang dibenarkan menjadi objek dalam transaksi ji'alah boleh menjadi
objek dalam transaksi ijarah, tetapi tidak semua yangdibenarkan menjadi objek
dalam transaksi ijarah dibenarkan pula menjadi objek dalam transaksi ji'alah. dengan
kata lain, ruang lingkup ijarah lebih luas dari pada ruang lingkup ji'alah.
air, atau menjadi pembantu rumah tangga selama sebulan misalnya, dapat menjadi
objek dalam transaksi ijarah., tetapi tidak menjadi objek dalam transaksi ji'alah.
Kedua contoh perbuatan tersebut tidak sah menjadi objek transaksi ji'alah karena
pihak yang menjanjikan upah pekerjaan tersebut telah mendapatkan manfaat dari
kedua pekerjaan tersebut meskipun sumur yang digali tidak sampai menemukan air,
atau meskipun pembantu rumah tangga itu belum cukup sebulan bekerja, padahal
pihak yang melakukan pekerjaan tersebut tidak berhak menerima hadiah atau upah
Di dalam al Qur‟an, Alloh SWT menerangkan model aplikasi al Ju’alah pada kisah Nabi
Yusuf alaihissalam beserta saudara-saudaranya. Tepatnya di dalam surat Yusuf ayat ke-
72. “Penyeru-penyeru itu berkata, "Kami kehilangan gelas piala Raja, dan siapa yang
dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan
aku menjamin terhadapnya". (QS. Yusuf [12]: 72) penjelasan tersebut menunjukkan
6
Landasan Hukum Akad Ji’alah Menurut ulama Hanafiah
akad ji’alah tidak dibolehkan karena di dalamnya terdapat unsur penipuan ( gharar ),
yaitu ketidakjelasan pekerjaan dan waktunya. Hal ini diqiyaskan pada seluruh akad ijarah
(sewa) yang disyaratkan adanya kejelasan dalam pekerjaan,pekerja itu sendiri, upah dan
hadiah kepada orang yang dapat mengembalikan budak yang lari atau kabur, dari jarak
perjalanan tiga hari atau lebih, walaupun tanpa syarat. Jumlah hadiah itu sebesar empat
puluh dirham untuk menutupi biaya selama perjalanan Jika dia mengembalikan budak itu
kurang dari jarak perjalanan tersebut, maka hadiah disesuaikan dengan jarak perjalanan
tersebut sesuai sedikit dan banyaknya perjalanan. Misalnya, jika dia mengembalikan
budak dalam jarak perjalanan dua hari, maka dia mendapat upah dua pertiganya; dan bila
mengembalikannya dalam jarak perjalanan satu hari, maka dia mendapat upah
sepertiganya. Barang siapa yang dapat mengembalikannya kurang dari satu hari atau
budak kepada pemiliknya. Dengan demikian, pemberian upah tersebut adalah sebuah cara
Berdasarkan pemaparan landasan hukum tentang ji’alah diatas dapat di ambil beberapa
1. Ji’alah adalah akad yang diperbolehkan. Jadi kedua belah pihak diperbolehkan
membatalkannya. Jika pembatalan terjadi sebelum pekerjaan dimulai, maka pekerja tidak
7
2. Dalam ji’alah, masa pengerjaan tidak disyaratkan diketahui. Jika seseorang berkata,
“Barangsiapa bisa menemukan untaku yang hilang, ia mendapatkan hadiah satu dinar,
“maka orang yang berhasil menemukannya berhak atas hadiah tersebut kendati ia
3. Jika pengerjaan dilakukan sejumlah orang, hadiahnya dibagi secara merata antara
mereka.
4. Ji’alah tidak boleh pada hal-hal yang diharamkan. Jadi seseorang tidak boleh berkata,
5. Barangsiapa menemukan barang tercecer, atau barang hilang, atau menerjakan suatu
(hadiah), ia tidak berhak atas ja’alah tersebut kendati ia telah menemukan barang tercecer
tersebut, karena perbuatannya itu ia lakukan secara sukarela sejak awal. Jadi ia tidak
berhak mendapatkan ja’alah tersebut kecuali jika ia berhasil menemukan budak yang
melarikan diri dari tuanya maka ia diberi ji’alah sebagai balas budi atas perbuatannya
tersebut.
6. Jika seseorang berkata, “Barangsiapa makan dan minum sesuatu yang dihalalkan, ia
berhak atas ji’alah (hadiah), “maka ji’alah seperti itu diperbolehkan, kecuali jika ia
7. Jika pemilik ja’alah dan pekerja tidak sependapat tentang besarnya ji’alah , maka
ucapan yang diterima ialah ucapan pemilik ja’alah dengan disuruh bersumpah. Jika kedua
8
berbeda pendapat tentang pokok ji’alah , maka ucapan yang diterima ialah ucapan
1.Lafal (akad). Lafal itu mengandung arti izin kepada yang akan bekerja dan tidak
ditentukan waktunya. Jika mengerjakan jialah tanpa seizin orang yang menyuruh (punya
barang) maka baginya tidak berhak memperoleh imbalan jika barang itu ditemukan.
a. Ja'il yaitu orang yang mengadakan sayembara. Disyaratkan bagi ja'il itu orang yang
b. 'Amil adalah orang yang melakukan sayembara. Tidak disyaratkan 'amil itu orang-
2. Orang yang menjanjikan memberikan upah. Dapat berupa orang yang kehilangan
3. Pekerjaan (sesuatu yang disyaratkan oleh orang yang memiliki harta dalam sayembara
tersebut).
4. Upah harus jelas, telah ditentukan dan diketahui oleh seseorang sebelum
Syarat Jialah
tasharruf), yaitu berakal, baligh, dan rasyid (tidak sedang dalam perwalian). Jadi ji'alah
9
2. upah (ja’il) yang dijanjikan harus disebutkan secara jelas jumlahnya. Jika upahnya
tidak jelas, maka akad ji’alah batal adanya, karena ketidak pastian kompensasi. Seperti,
barang siapa yang menemukan mobil saya yang hilang, maka ia berhak mendapatkan
baju. Selain itu, upah yang diperjanjikan itu bukanlah barang haram, seperti minuman
keras.
3. Aktivitas yang akan diberi kompensasi wajib aktivitas yang mubah, bukan yang haram
dan diperbolehkan secara syar’i. Tidak diperbolehkan menyewa tenaga paranormal untuk
mengeluarkan jin, praktek sihir, atau praktek haram lainnya. Kaidahnya adalah, setiap
asset yang boleh dijadikan sebagai obyek transaksi dalam akad ji’alah (Ahmad
Saepuddin,2018)
Konsep perbankan syariah lahir dari sistem ekonomi syariah. Untuk itu perlu dikaji
pengertian dan prinsip hukum ekonomi syariah. Pengertian Hukum Ekonomi Syariah
atau Hukum Ekonomi Islam dikemukakan oleh beberapa pakar. Muhammad Abdullah
umum ekonomi yang disimpulkan dari Al Qur’an dan As Sunah dan merupakan
dengan tiap lingkungan dan masa. Menurut Muhammad Syauqi Al Fanjari ekonomi
syariah adalah ilmu yang mengarahkan kegiatan ekonomi dan mengaturnya sesuai
dengan dasar-dasar dan siasat ekonomi Islam. Selain Muhammad Abdullah Al-Arabi dan
sebagai ilmu yang mempelajari perilaku muslim (yang beriman) dalam suatu masyarakat
10
Islam yang mengikuti Al Qur’an, hadist Nabi (Muhammad), Ijma dan Qiyas.(Imaniyati,
2011)
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) adalah surat berharga yang berbentuk
sertifikat. SWBI ini dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana oleh
perbankan syariah yang bersifat jangka pendek. Perjanjian SWBI ini dilakukan oleh
pihak Bank Indonesia dengan perbankan syariah serta tidak dapat diperjualbelikan
kepada pihak lain. Jangka waktu jatuh tempo penitipan SWBI berdasarkan Peraturan
Bank Indonesia Nomor : 6/7/PBI/2004 adalah 7 hari, 14 hari atau 28 hari (jangka
pendek). Dana yang dititipkan minimal bernilai Rp 500.000.000,00 dan diatas nilai
perbankan syariah telah menitipkan dananya kepada Bank Indonesia atau dengan kata
lain Bank Indonesia memiliki utang kepada perbankan syariah tersebut. Dana yang telah
dititipkan kepada Bank Indonesia dalam bentuk sertifikat tersebut akan disalurkan oleh
Bank Indonesia kepada pihak yang membutuhkan dana. Tujuannya agar dana yang
dititipkan tersebut dapat bermanfaat serta menghindari terjadinya dana menganggur (idle
cash). nitipan dana yang dilakukan oleh perbankan syariah tidak dapat diambil kembali
sebelum tanggal jatuh tempo. Keuntungan yang didapat oleh perbankan dari SWBI
adalah bonus. Pemberian bonus ini dilakukan pada saat tanggal jatuh tempo, dimana
besarnya bonus tersebut berdasarkan kewenangan Bank Indonesia. Jumlah bonus yang
diberikan disesuaikan dengan kebijakan dan anggaran yang dimiliki oleh Bank Indonesia.
Apabila besarnya anggaran atas SWBI yang telah dianggarkan oleh Bank Indonesia
11
tinggi, maka bonus yang diterima oleh perbankan syariah akan tinggi pula dan
sebaliknya. Hal ini mengindikasikan bahwa bonus yang diterima oleh perbankan syariah
jumlahnya fluktuatif, sehingga kemungkinan untuk mendapat return yang rendah ada.
Selain itu, pemberian bonus juga dilatarbelakangi oleh kinerja perbankan syariah.
Apabila kinerja perbankan syariah tersebut meningkat, maka ia akan mendapat bonus
Wadiah Bank Indonesia resmi diubah menjadi Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
dengan menggunakan akad ju’alah. Karakteristik SBIS berbeda dengan SWBI. Jangka
waktu SBIS adalah paling kurang 1 bulan dan paling lama 12 bulan (1 tahun) dengan
satuan unit sebesar Rp 1.000.000,00. SBIS diterbitkan tanpa warkat (scripless), dapat
dijadikan agunan kepada Bank Indonesia pada saat perbankan syariah ingin meminjam
dana kepada Bank Indonesia. Sama halnya dengan SWBI, SBIS tidak dapat
Aplikasinya ialah pada SBIS (sertifikat Bank Indonesia Syariah). Peraturan Bank
Syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia (Pasal 1 angka 4 PBI 10/11/2008). SBIS yang diterbitkan oleh Bank Indonesia
menggunakan akad Ju’alah (Akad ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk
12
memberikan imbalan tertentu (’iwadh/ ju’l) atas pencapaian hasil (natijah) yang
Syariah Ju’alah (SBIS Ju’alah) adalah SBIS yang menggunakan Akad Ju’alah, dengan
Ju’alah. Dalam SBIS Ju’alah, Bank Indonesia bertindak sebagai ja’il (pemberi
likuiditas dari masyarakat dan menempatkannya di Bank Indonesia dalam jumlah dan
Pembatalan Ju’alah
Ju’alah adalah perbuatan hukum yang bersifat suka rela, para ulama sepakat bahwa
dibolehkannya pembatalan akad Ju’alah. Namun yang menjadi perbedaan adalah waktu
kapan dibolehkannya pembatalan akad tersebut. Dengan demikian, pihak pertama yang
menjanjikan upah atau hadiah, dan pihak kedua yang melaksanakan pekerjaan dapat
Mazhab Maliki berpendapat bahwa ju’alah hanya dapat dibatalkan oleh pihak pertama
sebelum pekerjaan dimulai oleh pihak kedua. Mazhab Syafi’i dan Hanbali berpendapat,
bahwa pembatalan itu dapat dilakukan oleh salah satu pihak setiap waktu, selama
13
pekerjaan itu belum selesai dilaksanakan, karena pekerjaan itu dilaksanakan atas dasar
suka rela. Namun, apabila pihak pertama membatalkannya, sedangkan pihak kedua
belum selesai melaksanakannya, maka pihak kedua harus mendapatkan imbalan yang
pantas sesuai dengan volume perbuatan yang dilaksanakannya. Kendatipun pekerjaan itu
4. Jika pekerjaan dilakukan sejumlah orang, hadiahnya dibagikan secara adil, menurut
5. Jika seseorang berkata. “barangsiapa makan atau minum sesuatu (yang dihalalkan), ia
6. Jika pemilik ju’alah dan pekerja tidak sependapat tentang ju’alah, ucapan yang
keduanya berbeda pendapat tentang pokok ju’alah, ucapan yang diterima ialah
14
BAB II
METODE PENELITIAN
B. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yakni mendeskripsikan data yang diperoleh dari
hasil pengamatan, jurnal, dokumen dan catatan lapangan, kemudian dianalisa yang
dituangkan kedalam bentuk tesis untuk memaparkan permasalahan dengan judul yang
dipilih yaitu analisis bagaimana penerapan akad jualah terhadap perbankan syariah di
Dimana dalam penelitian ini diteliti dengan menggunakan bahan pustaka (bahan
sekunder) atau penelitian hukum perpustakaan yang secara garis besar ditujukan kepada :
Bahan Penelitian
a. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah bagaimana penerapan akad jualah dalam
perbankan ekonomi syariah.Dan bahan penelitian tersebut diambil dari jurnal jurnal
b. Data penelitian
Data yang mendukung dalam melakukan penelitian ini adalah data data sekunder
yaitu :
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dengan membaca dan referensi yang
15
Langkah-langkah Penelitian
dan mempelajari literatur yang berkaitan dengan Jualah dan perbankan syariah
syariah. Sumber literatur berupa buku teks, paper, journal, karya ilmiah,dan situs-
situs penunjang. Kegunaan metode ini diharapkan dapat mempertegas teori serta
16
BAB III
Penelitian ini bersifat sekunder yang mana penelitian ini di teliti hanya dengan melihat
Dalam dunia Pendidikan Konsep al Ju’alah bisa kita terapkan dalam sebuah lembaga
Penerapan konsep ini memiliki peran yang signifikan dalam mendongkrak prestasi
peserta didik maupun melejitkan potensi para guru. Misalnya kegiatan berikut ini: A.
1. Sekolah membuka peluang al Ju’alah bagi para guru untuk membuat penelitian
tentang pengaruh ibadah shalat terhadap kedisiplinan siswa dan prestasi belajar. Bagi
guru yang mampu membuat penelitian tersebut, maka ia akan mendapatkan imbalan
2. Sekolah membuat Ju‟alah untuk para siswa/mahasiswa untuk membuat karya Ilmiah
di berbagai disiplin ilmu pengetahuan dengan imbalan piala dari kepala sekolah dan
3. Al Ju‟alah dengan hadiah beasiswa kuliah penuh untuk siswa yang berhasil meraih
17
1. Al Jua‟alah untuk men-desain logo, brand, dan kemasan produk yang menarik
kegiatan ekonomi.
produk.
dalam transaksi.
Prinsip ju’alah ini dapat diterapkan oleh bank dalam menawarkan berbagai
pelayanan dengan mengambil fee dari nasabah, seperti referensi bank, informasi usaha
dan lain sebagainya. Aplikasi ini bisa dilihat dalam praktek penerbitan SBIS (Sertifikat
Bank Indonesia Syariah). SBIS adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia berjangka waktu pendek berdasarkan prinsip syariah.
SBIS Ju’alah adalah SBIS yang menggunakan akad Ju’alah sesuai dengan Fatwa DSN
Ketentuan dalam akad ini adalah BI bertindak sebagai ja’il (pemberi pekerjaan). Bank
Syariah bertindak sebagai maj’ul lah (penerima pekerjaan) dan objek/underlying Ju’alah
adalah partisipasi Bank Syariah untuk membantu tugas Bank Indonesia dalam
18
BI dalam operasi moneternya melalui penerbitan SBIS mengumumkan target penyerapan
kepada Bank-bank syariah sebagai upaya pengendalian moneter dan menjanjikan imbalan
berkewajiban mengembalikan dana SBIS Jua’alah kepada pemegangnya pada saat jatuh
tempo. Bank Syariah hanya boleh/dapat menempatkan kelebihan likuiditasnya pada SBIS
dipindahtangankan, dan bukan merupakan bagian dari portofolio investasi bank syariah.
Pada SBIS (sertifikat Bank Indonesia Syariah). Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.
waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (Pasal 1
angka 4 PBI 10/11/2008). SBIS yang diterbitkan oleh Bank Indonesia menggunakan akad
Ju’alah (Akad ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan
tertentu (’iwadh/ju’l) atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu
Ju’alah (SBIS Ju’alah) adalah SBIS yang menggunakan Akad Ju’alah, dengan
19
memperhatikan substansi fatwa DSN-MUI no. 62/DSNMUI/XII/2007 tentang Akad
Ju’alah. Dalam SBIS Ju’alah, Bank Indonesia bertindak sebagai ja’il(pemberi pekerjaan);
Ju’alah(mahall al- ‘aqd) adalah partisipasi Bank Syariah untuk membantu tugas Bank
dan menempatkannya di Bank Indonesia dalam jumlah dan jangka waktu tertentu
sebagai berikut:
a. Shighat atau akad yang menunjukkan pekerjaan yang akan diberi imbalan. Lafazh
shighat harus jelas dan mudah dipahami serta berisi janji untuk memberikan imbalan atas
amal yang ditentukan. Seperti perkataan “Barang siapa yang bisa menghafal 12 juz al
Qur‟an dalam 1 tahun, maka baginya imbalan uang Rp.10.000.000 misalnya. Seandainya
ada seorang yang beramal tanpa sepengetahuan yang memberikan janji, atau seandainya
orang yang mengucapkan tersebut telah menunjuk orang tertentu kemudian ada orang
lain yang beramal semisalnya, dan menyelesaikan tugasnya, maka dia tidak wajib
mendapatkan imbalan. Sebab, pada dasarnya orang yang beramal tanpa mengetahui amal
tersebut adalah Ju‟alah dia beramal sukarela saja. Isyarat seorang yang bisu dalam
shighat namun bisa dipahami, maka hal tersebut kedudukannya seperti halnya shighat
yang sah .
b. Upah/ Imbalan. Imbalan ini harus jelas dan tidak samar. Maka, tidak boleh seperti
“Barangsiapa menemukan motor saya, maka baginya hadiah. menarik. Hal demikian
merupakan akad Ju’alah yang rusak. Karena imbalan dalam akad tersebut tidak jelas.
20
Begitu juga tidak boleh upah yang dijanjikan dalam Ju’alah dari sesuatu yang haram
seperti khamr, daging babi, atau barang-barang curian. Hendaknya upah yang diberikan
c. Orang yang Menjanjikan Upah. Orang yang menjanjikan upah tidak harus yang
mempunyai hajat, namun boleh siapa saja yang bersedia memberikan upahnya.
d. Pekerjaan yang mubah. Pekerjaan yang terkait dengan Ju’alah haruslah bukan
pekerjaan yang haram seperti berjudi, zina, dukun, atau mendzolimi sesama muslim.
Namun, pekerjan tersebut yang sifatnya mubah di dalam Islam. Maka, tidak boleh bahkan
haram mengikuti Ju’alah seperti, “Barangsiapa yang bisa menyantet fulan (seorang
21
BAB IV
A. Kesimpulan
22