Abstraksi
Hari ini banyak sekali penelitian di berbagai bidang keilmuan dan
teknologi untuk mendukung kemajuan zaman. Lembaga-lembaga research pun
bermunculan dan berani membiayai berbagai penelitian meskipun dengan biaya
sangat tinggi. Seringkali mereka memotivasi dengan memberikan reward yang
menggiurkan bagi siapa saja yang mampu menemukan atau menghasilkan
penelitian bermanfaat. Konsep seperti ini sebenarnya bukanlah konsep yang
baru di dalam agama Islam. Konsep inilah yang secara ringkas disebut dengan
konsep al Jualah di dalam pranata hukum Islam.
Konsep al Ju’alah merupakan bukti konkrit keluhuran agama Islam yang
menghargai jerih payah dan hak cipta. Konsep ini juga selaras dengan
profesionalitas kerja yang sangat dihargai oleh masyarakat modern; yaitu
memberikan penghargaan sesuai dengan beratnya beban pekerjaan. Imbalan
atau komisi yang bersifat lazim dalam akad al Ju’alah merupakan bukti bahwa
Islam adalah agama yang konsekuen dan konsisten dalam memegang prinsip
kejujuran. Keselarasan hukum Islam inilah yang menjadikan aturan Islam selalu
relevan dengan perkembangan zaman.
Selain selaras dengan prinsip profesionalitas kerja, Al Ju’alah memicu
dan mamacu banyak pihak untuk berlomba-lomba dalam bidang kreativitas.
Kejumudan dan kebekuan berfikir seringkali terbuka dengan diaplikasikannya
konsep al Ju’alah di berbagai bidang kehidupan.
Kontribusi konsep al Ju’alah sangat besar dalam mendorong kemajuan
masyarakat di berbagai bidang kehidupan seperti pendidikan, bisnis, dan Iptek.
Di samping itu, konsep ini juga merupakan bentuk ta’awun alal birri wa taqwa
(tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan) untuk membangun
masyarakat Islami yang modern, maju, dan berkepribadian luhur dalam
bermuamalah.
“ Apa saja yang dijadikan untuk upah atau Wahbah al Zuhaili dalam kitabnya
risywah(sogokan).” mendefinisikan al Ju‟alah dengan
ungkapan sebagai berikut:
Adapun di dalam Kamus al Bisri2, kalimat التزام عىض معلىم على عمل معين أو
al Ju‟alah berarti (الجائشة/hadiah/persen)
. مجهىٌ عظس علمه
dan juga berarti (العمىلة/ komisi).
“Kesepakatan memberikan imbalan atas
Sedangkan Wahbah al Zuhaili3
suatu pekerjaan tertentu atau pekerjaan
mendefinisikan al Ju’alah secara bahasa
yang belum pasti bisa dilaksanakan.”
sebagai berikut.
هي ما ًجعل لإلوظان على فعل ش يء أو ما Sayyid Sabiq6 mendefinisikan al Ju‟alah
وتظمى عىد.ٌُ ْعطاه إلاوظان على أمس ًفعله yaitu:
الجعالة علد على مىفعة ًظن حصىلها
الىعد بالجائصة:اللاهىهيين
“al Jualah adalah apa saja yang
. همن ًلتزم بجعل
dijadikan(imbalan) bagi seseorang atas “ al Ju’alah adalah akad atas suatu
suatu pekerjaan atau apa saja yang manfaat yang diperkirakan akan
diberikan seseorang untuk melaksanakan mendapatkan imbalan sebagaimana yang
suatu pekerjaan tertentu. Dalam istilah dijanjikan atas suatu pekerjaan.”
perundang-undangan, hal itu dinamakan Menurut Drs.Imron7 Ju’alah adalah
dengan perjanjian yang berimbalan tindakan penetapan orang yang sah
hadiah.” pentasarrufannya(penggunaannya) tentang
Jadi, secara bahasa makna al suatu ganti yang telah diketahui jelas atas
Ju’alah adalah upah/imbalan atas suatu pekerjaan yang ditentukan.
perjanjian dalam sebuah muamalah.4 Menurut Sulaiman Rasjid
Jialah(Ju‟alah) ialah meminta agar
b. Definisi al Ju’alah Menurut mengembalikan barang yang hilang
Istilah (terminologis). dengan bayaran yang ditentukan, misal
Para ulama berbeda pendapat tentang seseorang yang kehilangan seekor kuda dia
definisi al Ju‟alah secara istilah. Imam berkata ” siapa yang mendapatkan kudaku
Syamsyuddin Muhammad ibnu al Khotib dan mengembalikan kepadaku, maka aku
asy Syarbini5 yang juga diikuti oleh bayar sekian..”.
Dari berbagai definisi di atas pada
esensinya adalah sama. Perbedaan definisi
2
Bisri, Adib, Kamus al Bisri, Pustaka
dalam hal tersebut hanyalah perbedaan
Progresif,1999.
3
Al Zuhaili, Wahbah, al Fiqh al Islami wa yang bersifat lafdzi(perbedaan dalam hal
Adillatuhu, Dar al Fikr, Beirut,2004. lafadz saja) sedangkan kontennya adalah
4
Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Dr. Mustofa
Dieb Al Bigha. Lihat Fiqh Islam, Dr. Mustofa Dieb sama. Namun, perlu dipahami bahwa
Al Bigha,Insan Amanah, Surabaya, 1424H, hlm.
6
271. Sayyid Sabiq, Fiqh al Sunnah, Muasasah al
5
Muhammad, Syamsuddin bin al Khotib asy Risalah Nasyirun, Beirut, 2008. Hlm. 235.
7
Syirbini, Mughni al Muhtaj ila Ma’rifati Ma’ani Abu Amar, Drs. Imron. Terjemah Fathul Qarib,
Alfadz al Minhaj, Dar al Fikr, Beirut. Menara Kudus, Kudus: 1983.
dalam Ju’alah bukan hanya sekedar untuk ini, maka sayembara atau perlombaan
meminta pengembalian barang yang hilang mubah dan berhadiah yang hadiahnya dari
sebagaimana dalam definisi Sulaiman satu pihak merupakan bagian dari al
Rasjid. Begitu juga imbalan yang Ju’alah yang dibolehkan.
digunakan tidak harus identik dengan
dengan bayaran uang. Definisi yang 2. Dasar Hukum
dipaparkan oleh Sulaiman Rosyid di atas a. Dasar Hukum al Ju’alah
cenderung mengarah pada salah satu Menurut al Qur’an.
contoh dalam hal ju‟alah seperti Di dalam al Qur‟an, Alloh SWT
mengembalikan barang yang hilang. menerangkan model aplikasi al Ju’alah
Jika kita pahami konsep Ju’alah pada kisah Nabi Yusuf alaihissalam
dalam al Qur‟an dan al Hadist tidak beserta saudara-saudaranya. Tepatnya di
sebatas pada pengembalian barang yang dalam surat Yusuf ayat ke-72. Alloh SWT
hilang bahkan untuk mengerjakan suatu berfirman:
ٓ َ َۡ َ ُ ُ ۡ َ ْ ُ َ
pekerjaan yang belum pasti bisa dikerjakan ص َىاع ٱمل ِل ًِ َو ِملن َجا َء ِب ِهۦ ِح ۡم ُل كالىا هف ِلد
seperti dalam kasus para sahabat yang
٢٧ يمٞ َبعير َو َأ َه ۠ا بهۦ َشع
meruqyah pemimpin kaum dan diberikan ِ ِِ ٖ ِ
imbalan beberapa ekor kambing. “Penyeru-penyeru itu berkata, "Kami
Dari berbagai definisi tersebut, kehilangan gelas piala Raja, dan siapa
cecara ringkas bisa kita tarik kesimpulan yang dapat mengembalikannya akan
bahwa al Ju’alah suatu akad perjanjian memperoleh bahan makanan (seberat)
untuk memberi imbalan atas suatu beban unta, dan aku menjamin
pekerjaan tertentu atau pekerjaan yang terhadapnya". (QS. Yusuf [12]: 72)
masih belum pasti bisa dikerjakan. Apabila
pekerjaan tersebut telah tunai dan Ibnu Jarir8 dalam tafsirnya
memenuhi syarat, maka janji untuk menjelaskan tentang makna ( )صىاعsebagai
pemberian imbalan tersebut bersifat
lazim/wajib. Lebih simpelnya model ini berikut:
sering dikenal dengan sayembara هى إلاهاء الري وان ًىطف ًىيل، ""الصىاع
berhadiah di kalangan masyarakat awam.
Jadi, jika kita gali lebih jauh,
. وهرلً كاٌ أهل التأوٍل.به الطعام
kelaziman pemberian imbalan tersebut “ash Shuwa‟adalah bejana yang digunakan
sesuai dengan kaidah usul fiqh berikut ini. Nabi Yusuf alaihissalam menakar
. املىاعيد باهتظاب صىز التعاليم تىىن الشمة makanan. Demikianlah yang dikatakan
para ahli tafsir.”
“Janji-janji yang dikaitkan dengan syarat, Kemudian Ibnu Jarir juga
sifatnya mengikat (tidak dapat ditarik menyebutkan 10 riwayat yang semuanya
kembali).” serupa dan menjelaskan hal tersebut. Satu
Dalam hal ini, para ulama sepakat di antaranya adalah dari Sa‟id bin Jubair
atas keharusan melaksanakan sebuah janji
yang dibuat dalam bentuk jaminan seperti
dalam masalah al Ju’alah . Dari definisi 8
Ibnu Jarir, Muhammad, Jami’ul Bayan fi Ta’wil
Ayil Qur’an, Dar Ibnu Hazm, 2000, Juz 8, hlm.25.
radhiyallohu ‘anhu dari Ibnu Abbas وملن:ٌ ًلى، )(وملن جاء له حمل بعير:وكىله
radhiyallohu anhuma berikut ini.
عن طعيد بن جبير عن ابن عباض في هرا جاء بالصىاع حمل بعير من الطعام
ُّ “Makna ayat (وملن جاء له حمل بعير/dan
. ههيئة املىىن:ٌ(صىاع امللً) كا:الحسف
ْ
ووان للعباض مثله في الجاهلية ٌَش َس ُب:ٌكا
barang siapa yang bisa menemukan maka
baginya imbalan makanan seberat beban
unta) maksudnya adalah bagi siapa saja
. فيه
yang bisa menemukan takaran tersebut
“Dari Sa‟id bin Jubair dari Ibnu Abbas maka baginya imbalan makanan seberat
tentang maksud ( )صىاع امللكdalam ayat beban unta.”
tersebut berkata: bahwa bejana tersebut
bentuknya seperti cangkir tempat minum. Jadi, dalam konsep dasar
Pada masa jahiliyyah al Abbas mempunyai muamalah Ju’alah tetap sah jika
barang tersebut yang digunakan untuk komisi/imbalan yang diberikan berupa
minum.” barang dan bukanlah uang.
10
Syariat umat terdahulu apabila ditemukan dalil-
9
Ismail bin Umar bin Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, dalil lain yang mu‟tabar secara syar‟I yang
Jam‟iyyah Ihya‟u at Turats al Islami, Kuwait, 2001 mendukung dan menguatkannya, maka kita
Cet.5, Juz 2, Hlm.1461. mengamalkannya; dan jika tidak, maka hal itu tidak
Namun, secara mafhum (implisit) ayat زب العاملين فىأهما وشط من علاٌ فاهطلم
tersebut sebagai dasar
istimbath/pengambilan hukum Islam dalam ًمش ي وما به كلبة كاٌ فأوفىهم جعلهم الري
bab al Ju’alah. Jadi, benar sekali bahwa
ٌصالحىهم عليه فلاٌ بعضهم اكظمىا فلا
ibrah diambil dari keumuman lafadz dan
bukan dari kekhususan sebab atau dalil. الري زقى ال تفعلىا حتى هأتي الىبي صلى هللا
b. Dasar Hukum al Ju’alah عليه وطلم فىرهس له الري وان فىىظس ما
Menurut al Hadits. ًأمسها فلدمىا على زطىٌ هللا صلى هللا عليه
Dalil al Ju’alah dalam hadits
adalah hadis riwayat Imam Bukhari dari وطلم فرهسوا له فلاٌ وما ًدزًٍ أنها زكية
Abu Sa‟id al Khudri tentang kisah
sekelompok sahabat yang sedang safar
ثم كاٌ كد أصبتم اكظمىا واضسبىا لي معىم
kemudian me-ruqyah pemimpin sebuah طهما فضحً زطىٌ هللا صلى هللا عليه
kampung yang digigit ular dengan surat al
Fatihah. . وطلم
عن أبي طعيد زض ي هللا عىه كاٌ اهطلم هفس “ Dari abu Said al Khudri rodhiyallahu
anhu berkata, „Sekelompok sahabat Nabi
من أصحاب الىبي صلى هللا عليه وطلم في SAW telah bersafar sehingga mereka
طفسة طافسوها حتى هصلىا على حي من أحياء sampailah ke sebuah perkampungan dari
perkampungan suku Arab dan meminta
العسب فاطتضافىهم فأبىا أن ًضيفىهم izin untuk singgah di dalamnya. Namun,
saat itu penghuni kampung tersebut enggan
فلدغ طيد ذلً الحي فظعىا له بيل ش يء ال menerima mereka. Pada saat itu pemimpin
ًىفعه ش يء فلاٌ بعضهم لى أتيتم هؤالء kampung tersebut dipatok ular dan mereka
telah berusaha sekuat tenaga untuk
السهط الرًن هصلىا لعله أن ًىىن عىد mengobatinya akan tetapi belum ada
hasilnya. Sebagian dari penghuni kampung
بعضهم ش يء فأتىهم فلالىا ًا أيها السهط إن
tersebut berkata kepada kawannya,
طيدها لدغ وطعيىا له بيل ش يء ال ًىفعه “Seandainya sebagian dari kalian datang
kepada kafilah tersebut dengan harapan
فهل عىد أحد مىىم من ش يء فلاٌ بعضهم ada salah seorang di antara mereka yang
وعم وهللا إوي ألزقي ولىن وهللا للد mempunyai sesuatu yang bisa dijadikan
untuk obat.” Maka, sebagian dari mereka
اطتضفىاهم فلم تضيفىها فما أها بساق لىم benar-benar mendatangi kafilah sahabat
tersebut. Kemudian berkata kepada
حتى تجعلىا لىا جعال فصالحىهم على كطيع
mereka, „Wahai kaum sekalian,
من الغىم فاهطلم ًتفل عليه وٍلسأ الحمد هلل sesungguhnya pemimpin desa kami telah
digigit ular dan kami berusaha sekuat
tenaga untuk mengobatinya namun belum
dianggap sebagai dalil. Lihat Pengantar Ushul ada hasilnya, Apakah ada salah seorang di
Fiqh, DR. Abdul Hayy Abdul „Al, Pustaka al
Kautsar, Jakarta, 2014 .hlm.332 antara kalian yang mempunyai obatnya?‟
ال،وماال ًجىش أخر العىض عليه في إلاجازة membatalkan Ju’alah kapan saja
sebagaimana dengan akad-akad muamalah
{وال: للىله تعالى،ًجىش أخر الجعل عليه lainnya. Jika seandainya pembatalan
sebelum amal atau sesudah amal, maka
[ /2:تعاوهىا على إلاثم والعدوان} [املائدة
keduanya sama-sama tidak berhak
“Setiap yang dibolehkan mengambil mendapatkan imbalan. Kasus pertama
imbalan/upah dalam masalah sewa- karena orang tersebut memang belum
menyewa, maka dibolehkan pula memulai amal. Adapun kasus yang kedua
mengambil imbalan/upah dalam masalah karena tujuan yang dimaksudkan tidak
al Ju’alah. Begitu juga setiap muamalah tercapai. Namun, jika yang membatalkan
yang dilarang untuk mengambil upah adalah pihak yang berjanji memberikan
dalam sewa-menyewa, maka dilarang juga imbalan setelah amal dimulai, maka
mengambil imbalan dalam masalah al- pendapat yang paling benar dalam Madzab
Ju‟alah. Hal tersebut berdasarkan firman Syafi‟i orang tersebut mendapat upah atas
Alloh SWT dalam surat al Maidah ayat 5, apa yang dia kerjakan karena memang
„Janganlah kalian saling tolong menolong Ju’alah adalah amal yang dijanjikan
dalam dosa dan permusuhan.” imbalan. Dalam pandangan penulis,
Adapun dalam madzab Maliki mereka pendapat Imam Syafii tersebut merupakan
menambahkan dua syarat. pendapat yang lebih tepat dan dekat
a. Al Ju’alah hendaknya tidak dibatasi dengan kebenaran. Begitu juga ketika
dengan waktu tertentu. suatu pekerjaan telah tuntas sebelum
b. Hendaknya al Jualah pada pekerjaan pekerjaan tersebut dijadikan amal Ju’alah,
yang sifatnya ringan. maka ia tidak berhak mendapatkan
imbalan15.
Jika kita telaah lebih dalam,
tambahan dua syarat ini tidak bersifat 5. Persamaan dan Perbedaan Antara
lazim. Artinya, tetap saja boleh dan sah Ju’alah Dengan Ijarah (Sewa-
seandainya dalam Ju’alah dibatasi dalam Menyewa).
waktu tertentu dan pada pekerjaan yang Dalam literatur-literatur fiqh,
berat. Jadi, intinya kembali pada akad pembahasan al Ju’alah senantiasa
sighat yang tidak ada unsur keterpaksaan beriringan dengan pembahasan ijarah dan
antara kedua belah pihak. laqathah. Memang jika kita cermati, al
Ju’alah hampir mirip dengan ijarah16
4. Pembatalan Akad al Ju’alah (sewa –menyewa). Atau dari sisi yang lain
Para ulama sepakat dibolehkannya al Ju’alah memiliki kesamaan dengan
membatalkan akad Ju’alah. Namun
15
demikian, ada perbedaan tentang kapan Muwafaquddin Ibnu Qudamah, Umdatul al
Fiqh, Maktabah Aulad asy Syaikh Litturats, Mesir,
dibolehkannya pembatalan akad tersebut. 2006. Hlm. 75.
16
Madzab Maliki mengatakan dibolehkannya Tidak diragukan lagi bahwa Ijarah merupakan
pembatalan Ju‟alah sebelum masuk ke muamalah yang dibolehkan oleh seluruh ahli fiqih
dari berbagai macam kalangan. Lihat Muhammad
dalam amal yang diinginkan. Dalam bin Ahmad bin Muhammad bin Rusyd, Bidayatul
Madzhab Syafi‟i dan Hambali dibolehkan Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Maktabah Ibnu
Taimiyyah, Mesir, 1415H. hlm.419.
masalah laqathah (penemuan barang yang dari pihak penyewa karena dia
hilang). melibatkan antara dua belah pihak
Secara ringkas persamaan antara secara langsung.
Ju’alah dan Ijarah adalah: 4. Al Ju’alah adalah akad yang
1. Keduanya terdapat akad menyewa sifatnya boleh dan tidak mengikat.
tenaga untuk melakukan suatu Sedangkan sewa menyewa sifatnya
pekerjaan yang mubah. lazim antar dua belah pihak dan
2. Keduanya wajib memberikan tidak bisa dibatalkan kecuali
upah/imbalan yang dijanjikan dengan ridha kedua belah pihak.
ketika pekerjaan yang dimaksud 5. Dalam al Ju’alah imbalan tidak
telah selesai. bisa diraih kecuali setelah
3. Imbalan/upah yang diberikan sudah selesainya amal. Seandainya
jelas sebelum akad dimulai dan mensyaratkan upah terlebih dahulu,
bukan berupa upah yang dilarang maka akad Ju’alah nya rusak.
oleh syariat. Adapun dalam sewa menyewa
Selain itu, al Ju’alah juga mirip dibolehkan mempersyaratkan upah
dengan laqathah, karena biasanya al terlebih dahulu.
Ju’alah digunakan untuk mencari barang-
barang yang hilang atau mengerjakan Adapun perbedaan antara al
sesuatu yang belum pasti bisa dikerjakan Ju’alah danbarang temuan/Luqathah17
oleh orang tertentu. pada 2 hal mendasar berikut ini:
Adapun perbedaannya, Wahbah al 1. Dalam al Ju’alah dipersyaratkan
Zuhaili menjelaskan empat perbedaan adanya penjamin pemberi imbalan
antara Ju’alah dan sewa-menyewa. serta bentuk imbalan yang jelas
Adapun perbedaan tersebut yaitu: atas suatu amal. Sedangkan dalam
1. Al Ju’alah tetap sah dilakukan Laqathah imbalan tidak
dengan seseorang yang masih dipersyaratkan. Hal tersebut
belum jelas. Sedangkan sewa- kembali pada pemilik barang. Jika
menyewa tidak sah jika dilakukan berkenan memberi imbalan dan jika
dengan seseorang yang masih tidak maka tidak dilarang.
belum jelas.
2. Dibolehkan al Ju’alah dalam
17
pekerjaan yang masih belum pasti, Luqathah adalah harta yang hilang dari
pemiliknya ()املال الضائع من ربه. Lihat Muwafaqudin bin
sedangkan sewa-menyewa tidak
Ahmad bin Muhammad bin Qudamah, Almughniy,
sah jika dilakukan atas pekerjaan Dar „Alam al Kutub, Riyadh, 1998, Cet.3, Jilid. 8,
yang belum jelas. hlm.290. Luqathah secara umum dibagi dua yaitu
3. Tidak disyariatkan dalam al harta dan hewan. Mengambil luqathah terkadang
hukumnya mubah, makruh atau bahkan haram
Ju’alah ucapan qabul dari pelaku sesuai dengan kondisinya. Adapun setelah diambil
karena dia merupakan upaya yang maka wajib diumumkan dan dikembalikan kepada
pemiliknya ketika ada yang mengaku. Lihat Abu
dilakukan atas keinginan pribadi. Bakr Mahmud al Kasani al Hanafi, Bada’i Shana’i
Sedangkan sewa-menyewa tidak fi Tartib asy Syara’i, Dar Ehia Al Tourath al Arabi,
sah kecuali harus ada ucapan qabul Lebanon, 1998, Jilid 5, hlm. 295.