Tor FGD Roadmap RJ
Tor FGD Roadmap RJ
Pendahuluan
Perkembangan kebijakan hukum di Indonesia menunjukkan bahwa peradilan pidana masih
menjadi alternatif yang dipilih untuk menyelesaikan konflik di masyarakat. Hal tersebut
menjelaskan tingginya kecenderungan tindak pidana yang bergulir ke ranah penegakan hukum
dan berujung pada pemenjaraan. Ancaman pidana penjara dalam KUHP yang masih berlaku
sampai saat ini mencapai 74,10% dibandingkan hukuman mati sebesar 1,68%, kurungan 5,41%
dan denda 18,81 persen. 1 Sistem yang berorientasi pada pidana penjara seolah menjadi prinsip
hukum umum. Hal tersebut sejalan dengan paradigma di masyarakat yang memandang pidana
penjara sebagai instrument penjamin rasa aman dari ancaman kejahatan.
Kondisi diatas mengindikasikan perlunya pembaharuan pada arah kebijakan hukum pidana di
Indonesia. Salah satu bentuk pembaharuan ke depan adalah melalui pengembangan sistem
hukum pidana menggunakan konsep keadilan restoratif yang mengedepankan pendekatan
kepada pelaku, korban, saksi, dan kehadiran negara dalam suatu sistem pidana. Mekanisme ini
juga didukung oleh peran komunitas (community apporach), sehingga setiap komponen
masyarakat, aparat penegak hukum, serta pihak terkait lainnya sama-sama berperan dalam
implementasi kebijakan hukum pidana.3 Pendekatan keadilan restorative sendiri telah
berkembang dan menjadi alternatif pilihan di hampir semua belahan dunia serta digunakan
sebagai pedoman dalam penanganan kejahatan telah diatur oleh PBB melalui Basic Principles
on the Use of Restoratif Justice Programmes in Criminal Matters pada tahun 2000.
1
Barda Nawai Arief dalam Policy Paper ‘’Alternatif Pemidanaan’’, Bappenas, 2020
2
Ditjen Pemasyarakatan, September 2021
3
Kertas Kebijakan ‘’Pengembangan Prinsip Keadilan Restoratif (Restorative Justice) dalam Arah Kebijakan Hukum
Pidana di Indonesia’’, Bappenas, 2017
Di Indonesia, RPJMN 2020-2024 telah mengadopsi konsep keadilan restoratif sebagai salah satu
strategi perbaikan penegakan hukum nasional melalui agenda prioritas nasional ketujuh, yakni
“Memperkuat Stabilitas Polhukhankam dan Transformasi Pelayanan Publik’’. Arah kebijakan
penerapan keadilan restoratif antara lain mencakup: optimalisasi penggunaan regulasi yang
tersedia dalam peraturan perundang-undangan, mengoptimalisasi peran lembaga adat dan
lembaga yang terkait dengan alternatif penyelesaian sengketa, mengedepankan upaya
pemberian rehabilitasi, kompensasi, dan restitusi bagi korban, termasuk korban pelanggaran
hak asasi manusia.4 Lebih lanjut amanat RPJMN telah diterjemanhkan dalam Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) di Kementerian/Lembaga yang diupayakan tercermin, baik pada proses
pencegahan, penegakan hukum, maupun rehabilitasi bagi pelaku dan korban tindak pidana.
Pelaksanaan keadilan restoratif menghasilkan sejumlah capaian strategis, baik dalam bentuk
regulasi internal di lembaga penegak hukum maupun melalui penyelesaian kasus-kasus pidana
di masyarakat. Kepolisian RI menerbitkan Peraturan Polri No. 8 Tahun 2021 Tentang
Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif, sementara Kejaksaan RI
menerbitkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian
Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif serta Surat Keputusan Dirjen Badilum No.
1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pemberlakuan Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif
(Restorative Justice).
Sejumlah tantangan yang terjadi sepanjang implementasi keadilan restoratif patut menjadi
catatan serius yang perlu diperhatikan kedepan. Tantangan tersebut, antara lain menyangkut
perbedaan persepsi dan belum optimalnya koordinasi antar aparat penegak hukum terkait
keadilan restoratif, terbatasnya sarana prasarana pendukung rehabilitasi, serta belum
efektifnya penggunaan pasal-pasal yang mengandung keadilan restorative dalam regulasi
eksisting. Hal ini menjadi poin mendasar yang mengawali pemikiran diperlukannya sebuah peta
jalan dalam rangka mengoptimalkan penerapan keadilan restoratif kedepan.
Penyusunan peta jalan keadilan restoratif bertujuan mensinkronisasi perencanaan dan arah
kebijakan hukum pidana (dalam konteks keadilan restorative) diantara Kementerian/Lembaga
terkait. Peta jalan diharapkan menjadi pedoman bersama untuk menentukan lebih lanjut arah
dan strategi penegakan hukum yang progresif dalam kerangka keadilan restoratif.
Berkaca pada sejumlah tantangan dan isu strategis penegakan hukum, penyusunan peta jalan
akan berfokus pada 9 (sembilan) area intervensi, yakni: Penguatan definisi, ruang lingkup dan
mekanisme pelaksanaan RJ; Implementasi Keadilan Restoratif dalam KUHP; Implementasi
Keadilan Restoratif dalam KUHAP; Alternatif pemidanaan non pemenjaraan dan pemenuhan
hak bagi penyalahguna narkotika; Mekanisme Diversi pada tindak pidana yang melibatkan anak
(UU SPPA); Penguatan Substansi dan Kesiapan Implementasi Ketentuan RKUHP yang
Mendukung Keadilan Restoratif; Penguatan Substansi dan Kesiapan Implementasi Ketentuan
4
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024
RKUHAP yang Mendukung Keadilan Restoratif; Pemulihan Korban Berdasarkan UU
Perlindungan Saksi dan Korban (Pelanggaran HAM yang berat, terorisme, perdagangan orang,
penyiksaan, kekerasan seksual, dan penganiayaan berat), UU Perlindungan Anak, dan UU TPPO;
serta Penguatan Peran Penelitian Kemasyarakatan. Keseluruhan aspek tersebut diharapkan
dapat mengakselerasi penerapan keadilan restorative di Indonesia dan memberikan efek
pengganda berupa pengurangan kejahatan dan peningkatan kualitas pembinaan didalam Lapas.
Peta jalan keadilan restoratif yang tengah disusun oleh Bappenas saat ini memasuki proses
perumusan strategi dan arah kebijakan. Untuk menunjang sinergitas misi dalam arah kebijakan
yang akan disusun, dibutuhkan masukan dan tanggapan stakeholder peradilan pidana terkait
konsep yang telah disusun. K/L diharapkan dapat memberikan respon terhadap konsepsi
sasaran, kegiatan strategis, timeline pelaksanaan kegiatan serta KL penanggungjawab strategi
sebagaimana terlampir dalam draft peta jalan keadilan restoratif berikut.
Waktu Pelaksanaan
No Sasaran/Kegiatan Strategis 2021- 2023- >2025 KL Keterangan
2022 2024
Meningkatnya penggunaan alternatif pemidanaan non-pemenjaraan bagi penyalahguna narkotika melalui penguatan regulasi
1. Percepatan Revisi UU Narkotika Kementerian
dengan memastikan: Hukum dan HAM
1) mengedepankan pendekatan
kesehatan
(rehabilitatif/medis) dalam
menangani perkara narkotika;
2) perumusan ulang ketentuan
pidana yang tidak multi-tafsir;
3) adanya mekanisme
dekriminalisasi penggunaan
narkotika dengan
memberdayakan sistem
kesehatan (puskesmas)
dengan tempat rehabilitasi
berbasis komunitas
2. Penyusunan peraturan pemerintah Menkopolhukam,
turunan UU Narkotika yang memuat Kementerian
aturan teknis mengenai: Hukum dan HAM,
1. Pengenaan tindakan Kejaksaan,
rehabilitasi terhadap perkara Kepolisian,
pengguna narkotika dengan Mahkamah Agung,
ketergantungan (Pasal 127 jo. BNN,
Pasal 103 jo. Pasal 54 UU Kementerian
Narkotika 35/2009) Kesehatan,
2. Penjatuhan Hukuman Pidana Kementerian Sosial
Bersyarat (Pasal 14 a dan c
KUHP) dengan syarat umum,
ataupun syarat khusus
rehabilitasi
sosial/konseling/tindakan
sosial lainnya yang relevan
terhadap perkara pengguna
narkotika tanpa
ketergantungan (Pasal 127 (1)
UU Narkotika 35/2009)
3. Pengenaan tindakan
rehabilitasi dengan atau tanpa
TAT, serta
mempertimbangkan:
gramatur kepemilikan dalam
ambang batas penggunaan
pribadi (bisa dengan merujuk
pada SEMA 4/2010 dan SEMA
3/2015)
4. Mekanisme pemenuhan hak
layanan kesehatan dan sosial
bagi pecandu dan korban
penyalahguna narkotika sejak
awal terjadinya perkara
narkotika
5. Mekanisme penempatan
rehabilitasi terhadap korban
dan penyalahguna narkotika
3. Evaluasi dan perumusan indikator Kejaksaan,
kinerja aparatur penegak hukum Kepolisian,
terhadap penanganan perkara Mahkamah Agung,
narkotika yang mengedepankan
kesehatan
Terlaksananya penguatan kelembagaan, SDM serta sarana prasarana layanan rehabilitasi medis dan sosial
1. Penguatan standar layanan Kementerian
rehabilitasi medis dan sosial bagi Hukum dan HAM cq.
pecandu dan penyalaguna narkotika Pemasyarakatan,
BNN,
Kementerian
Kesehatan,
Kementerian Sosial
2. Penguatan anggaran serta sarana Kementerian
prasarana yang memadai sesuai Hukum dan HAM cq.
dengan standar layanan rehabilitasi Pemasyarakatan,
medis dan sosial bagi pecandu dan BNN,
penyalaguna narkotika Kementerian
Kesehatan,
Kementerian Sosial
Aspek 5: Mekanisme Diversi Pada Tindak Pidana Yang Melibatkan Anak (UU SPPA)
Waktu Pelaksanaan
No Sasaran/Kegiatan Strategis 2021- 2023- >2025 KL Keterangan
2022 2024
Terlaksananya evaluasi UU Sistem Peradilan Pidana Anak dan penyusunan peraturan pelaksananya yang memperhatikan
perlindungan dan kepentingan terbaik bagi anak
1. Melakukan evaluasi UU SPPA Kemenkumham 1. Ketentuan dalam pasal 7 UU SPPA
sebagai upaya penguatan (pelaksanaan sppa untuk anak yang
pelaksanaan diversi. diancam pidana dibawah 7 tahun) berbeda
Beberapa norma yang perlu dengan pasal 3 Perma No 4 Th 2014
direview sebagai berikut: (Hakim anak wajib mengupayakan diversi
1. Kriteria pidana yang dapat dalam hal anak melakukan tindak pidana
diterapkan diversi (Pasal 7 yang diancam pula dengan tindak pidana
ayat 1); penjara 7 tahun atau lebih, dalam bentuk
2. Optimalisasi diversi bagi surat dakwaan subsidiaritas, alternative,
tindak pidana tanpa kumulatif maupun gabungan)
korban (pasal 9) 2. Dalam UU SPPA dijelaskan bahwa diversi
khususnya untuk tanpa persetujuan korban terbatas untuk
perbuatan tindak pidana pelanggaran, tindak pidana
penyalahgunaan dan tanpa korban, tindak pidana ringan dan
kepemilikan narkotika tindak pidana dengan kerugian dibawah
untuk kebutuhan pribadi; UMP hanya dapat dilaksanakan pada
3. Pengaturan maupun jalur tahapan penyidikan (pasal 9 ayat (2)).
koordinasi instansi dalam Namun dalam PP No. 65 tahun 2015 juga
hal pelaksanaan diversi dilaksanakan pada setiap tahapan (Pasal
tanpa persetujuan korban; 44, pasal 62 PP SPPA)
4. Kesamaan ruang lingkup
dan jenis-jenis
kesepakatan diversi (pasal 3. Terminologi “antara lain” dalam pasal 11
11); menyiratkan adanya kemungkinan bentuk
5. Adanya ketentuan proses kesepakatan diversi lainnya yang tidak
peradilan anak batal demi dituliskan oleh UU. Hal ini diperkuat
hukum apabila tidak dengan adanya ketentuan pasal 8 ayat (2)
didampingi oleh PP SPPA tentang pelaksanaan diversi
orangtua/PK dengan perpanjangan paling lama 3 bulan
Bapas/Pendamping untuk hasil kesepakatan diluar yg telah
hukum; diatur dalam PP.
6. Standar pelaksanaan 4. Ada ketentuan pidana bagi APH yang tidak
diversi tanpa persetujuan memerintahkan anak didampingi selama
korban dengan syarat UMP proses peradilan. Perlu jaminan
disarankan agar penghentian proses peradilan bagi anak.
mengambil standar UMP
tertinggi di Indonesia,
sehingga dapat
mengoptimalisasi
penggunaan diversi.
7. Memperjelas definisi
pengembalian pada
keadaan semula;
8. Memperjelas ketentuan
tambahan, dalam hal:
- Dalam hal anak adalah
korban yang
diikutsertakan dalam
kejahatan terorganisir;
- Dalam hal anak
melakukan tindak pidana
karena dilibatkan orang
dewasa;
Waktu Pelaksanaan
No Sasaran/Kegiatan Strategis 2021- 2023- >2025 KL Keterangan
2022 2024
Terlaksananya penguatan substansi revisi Rancangan KUHP yang mengandung prinsip keadilan restoratif
1. Penyusunan Rancangan Bappenas, Mengupayakan agar
Pembaharuan KUHP (Baru) dengan Kementerian RKUHP dapat
memperhatikan: Hukum dan HAM, mengakomodir ketentuan
1. Penguatan pengaturan tentang Kepolisian, mengenai tujuan
tujuan pemidanaan dan pedoman Kejaksaan, pemidanaan dan pedoman
pemidanaan untuk Mahkamah Agung pemidanaan, pidana
memperhatikan aspek kerugian pengawasan dan kerja
korban sosial, serta living law
2. Penguatan pengaturan tentang disamping ketentuan
pemaafan hakim (judicial pardon) lainnya yang menerapkan
yang memperhatikan pendapat prinsip RJ seperti
dan keterlibatan pemaafan hakim dan
korban/masyarakat pembayaran denda
3. Penguatan pengaturan tentang
pidana pengawasan untuk dapat
menjangkau tindak pidana lebih
luas
4. Penguatan pengaturan tentang
pidana kerja sosial untuk secara
presisi dapat optimal bagi tindak
pidana tanpa korban
5. Penguatan pengaturan tentang
hukum yang hidup dalam
masyarakat (living law) menjadi
mekanisme pertimbangan hakim,
dengan ketentuan bahwa upaya
penyelesaian di luar peradilan
dengan mekanisme adat
mengugurkan hak menuntut
6. Penguatan pengaturan tentang
pembatasan delik yang dapat
dilakukan penyelesaian perkara
dengan pembayaran denda
maksimal (afkoop)
Tersusunnya peraturan pelaksanaan KUHP yang mengandung prinsip keadilan restoratif
1. Penyusunan Peraturan Pemerintah Kementerian peluang syarat khusus
pelaksana KUHP baru Hukum dan HAM, pidana pengawasan di
Kepolisian, atur lebih lanjut di PP
Kejaksaan, apabila tidak diakomodir
Mahkamah Agung di KUHP
mekanisme penempatan,
penyerahan, dan
pengawasan kerja sosial
Terlaksananya penguatan SDM, kelembagaan, dan pengetahuan masyarakat tentang prinsip keadilan restoratif dalam KUHP
1. Penyusunan buku pedoman bersama Kementerian
bagi APH dalam melaksanakan Hukum dan HAM,
ketentuan pemidanaan non Kepolisian,
pemenjaraan yang diatur dalam KUHP
Kejaksaan,
Mahkamah Agung
2. Pembangunan sistem informasi Kementerian Terhubung dengan jenis-
ketersediaan layanan kerja sosial Hukum dan HAM jenis layanan. Ada
yang terintegrasi mekanisme
request/lowongan yang
tersedia di setiap
daerah/wilayah hukum.
3. Penyelenggaraan pendidikan dan Kementerian
pelatihan bagi APH dalam Hukum dan HAM,
melaksanakan ketentuan pemidanaan Kepolisian,
non pemenjaraan yang diatur dalam Kejaksaan,
KUHP Mahkamah Agung
4. Penguatan anggaran dan Kementerian Perlu memperhatikan
kelembagaan PK Bapas dalam Hukum dan HAM kegiatan pada aspek
melakukan pengawasan terhadap litmas (perlu ditinjau
pelaksanaan pidana pengawasan dan kembali apabila di litmas
kerja sosial sudah ditentukan jenis
pidananya)
5. Sosialisasi pemidanaan non Kementerian Mainstreaming agar
pemenjaraan dalam KUHP kepada Hukum dan HAM, konsep RJ dipahami dan
masyarakat Kepolisian, diterima oleh masyarakat
Kejaksaan, dan korban pemahaman
Mahkamah Agung bahwa RJ digunakan
bukan untuk melindungi
pelaku
Aspek 7: Penguatan Substansi dan Kesiapan Implementasi Ketentuan RKUHAP yang Mendukung
Keadilan Restoratif
Waktu Pelaksanaan
No Sasaran/Kegiatan Strategis 2021- 2023- >2025 KL Keterangan
2022 2024
Terlaksananya penguatan substansi revisi KUHAP yang mengandung prinsip keadilan restoratif
1. Penyusunan Rancangan Pembahruan Bappenas,
KUHAP (Baru) dengan Kementerian Hukum
memperhatikan: dan HAM, Kepolisian,
1) Penguatan pengaturan tentang Kejaksaan,
hak-hak saksi dan korban yang Mahkamah Agung
sesuai dengan prinsip-prinsip
keadilan restoratif
2) Penguatan pengaturan tentang
ganti kerugian beserta
kejelasan eksekusi
pembayaran ganti kerugian
3) Penguatan pengaturan tentang
pengehentian perkara oleh
lewat jalur khusus sejalan
dengan penguatan hak korban
4) Penguatan pengaturan tentang
Peran Penelitian
Kemasyarakatan dalam Proses
Pemeriksaan Tersangka
Dewasa di RKUHAP
5) Penguatan mediasi penal dan
hukum acaranya
6) Prosedur pengakuan dan/atau
penetapan hakim terhadap
penyelesaian TP melalui
hukum adat (living law)
Tersusunnya peraturan pelaksanaan KUHAP yang mengandung prinsip keadilan restoratif
1. Penyusunan Peraturan Pemerintah Kementerian Hukum
pelaksana KUHAP dan HAM, Kepolisian,
Kejaksaan,
Mahkamah Agung
Terlaksananya penguatan SDM, kelembagaan, dan pengetahuan masyarakat tentang prinsip keadilan restoratif dalam
KUHAP
1. Penyelenggaraan pendidikan dan Kementerian Hukum
pelatihan bagi APH dalam dan HAM, Kepolisian,
melaksanakan ketentuan pemidanaan Kejaksaan,
non pemenjaraan yang diatur dalam Mahkamah Agung
KUHAP baru
2. Sosialisasi pemidanaan non Kementerian Hukum
pemenjaraan dalam KUHAP baru dan HAM, Kepolisian,
kepada masyarakat Kejaksaan,
Mahkamah Agung
Aspek 8: Pemulihan Korban Berdasarkan UU Perlindungan Saksi dan Korban (Pelanggaran HAM yang
berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, dan penganiayaan berat), UU
Perlindungan Anak, dan UU TPPO
Waktu Pelaksanaan
No Sasaran/Kegiatan Strategis 2021- 2023- >2025 KL Keterangan
2022 2024
Tersusunnya mekanisme dan standar layanan perlindungan dan pemulihan bagi saksi dan korban
1. Penyusunan Peraturan MA mengenai MA, LPSK Dasar hukum Pasal 31 PP
tata cara permohonan dan pemberian 7/2018.
restitusi kepada korban tindak Saat ini rancangan Perma
tersebut sedang disusun
pidana, termasuk korban TPPO
oleh MA.
2. Penyusunan Peraturan Pemerintah LPSK, MA, Konfirmasi dan diskusi
mengenai sita restitusi bagi Kejaksaan, KPPPA lebjih lanjut dengan KPPPA
pemulihan hak korban TPPO (sita restitusi menjadi
hukuman pokok)
Ditujukan utk menyita
harta kekayaan pelaku
untuk memenuhi
kesejahteraan korban
TPPO.
Best practice Putusan
Nomor
978/Pid.Sus/2016/PN.JKT.
Sita restitusi belum diatur
dalam UU Perlindungan
S&K, namun untuk korban
TPPO hanya ditegaskan
mengenai pemberian
bantuan berupa medis,
rehabilitasi psikososial dan
psikologis.
Di LPSK sudah tersedia
Peraturan 1/2010 tentang
SOP Permohonan dan
Pelaksanaan Restitusi,
namun belum diatur sita
restitusi.
Di KPPA sudah tersedia
Permen PPA 10/2010
tentang Prosedur SOP
Pelayanan Terpadu bagi
Saksi Korban TPPO.
3. Penyusunan Standar Penghitungan LPSK Perlu dipastikan apakah
Restitusi dan Santunan Kematian sebelumnya sudah tersedia
kepada Korban di LPSK.
Untuk dimuat juga dalam
RPP/regulasi pada kegiatan
2
4. Standar pelayanan perlindungan LPSK Dalam bentuk peraturan
saksi dan korban perempuan dan LPSK. Perlu dilakukan
anak konfirmasi bentuk
koordinasi LPSK dan
P2TP2A.
Aspek 9: Penguatan Peran Penelitian Kemasyarakatan
Waktu Pelaksanaan
No Sasaran/Kegiatan Strategis 2021- 2023- >2025 KL Keterangan
2022 2024
Terlaksananya penguatan peran penelitian kemasyarakatan dalam sistem peradilan pidana
1. Penguatan peran litmas untuk Kemenkumham Tujuan keterlibatan PK
program pembinaan dan (Ditjen Bapas dalam jenis tindak
pembimbingan serta rekomendasi Pemasyarakatan) pidana apa (misal bagi
pengenaan alternatife pemidanaan tindak pidana ringan atau
narkotika), tahapan, serta
mekanisme
keterlibatannya
2. Penguatan peran PK Bapas dalam Kemenkumham
menyelenggarakan pembimbingan (Ditjen
pasca putusan alternatif pidana non Pemasyarakatan)
pemenjaraan
4. Penguatan kuantitas dan kualitas PK Kemenkumham
Bapas untuk memenuhi ratio ideal di (Ditjen
setiap wilayah kantor Bapas Pemasyarakatan)