Albert Gregorius - BAB IV
Albert Gregorius - BAB IV
PEMBAHASAN
72
Huruf A bagian Menimbang Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
73
Pasal 1 angka 11 UU No.12/2011
Albert Gregorius, 2024
[www.upnvj.ac.id-www.library.upnvj.ac.id-www.repository.upnvj.ac.id]
Maksud dari Peraturan perundang-undangan merujuk pada tertulis yang
mengandung serangkaian norma hukum yang memiliki kekuatan mengikat secara
menyeluruh bagi masyarakat umum. Proses terbentuknya peraturan ini dilakukan
oleh lembaga-lembaga negara atau individu-individu yang memiliki wewenang
yang telah ditetapkan secara spesifik oleh aturan hukum yang berlaku. Mereka
melakukan prosedur yang telah diatur dengan tegas dalam kerangka peraturan
perundang-undangan yang berlaku guna menetapkan serta membentuk norma-
norma yang bersifat hukum, yang kemudian menjadi panduan utama dalam perilaku
dan interaksi masyarakat serta pemerintahan dalam konteks hukum yang berlaku.
[www.upnvj.ac.id-www.library.upnvj.ac.id-www.repository.upnvj.ac.id]
mengaburkan garis-garis yang seharusnya jelas dalam hukum dan memunculkan
ketidakadilan dalam menangani berbagai kasus kriminal. Perbedaan interpretasi ini
juga memperumit proses pengambilan keputusan serta mempengaruhi langkah-
langkah praktis yang diambil oleh lembaga-lembaga penegak hukum,
mengakibatkan ketidakpastian dalam penegakan aturan dan mempengaruhi
kepercayaan masyarakat terhadap keadilan sistem hukum.
[www.upnvj.ac.id-www.library.upnvj.ac.id-www.repository.upnvj.ac.id]
terperinci diatur dalam Perma No.02/2012. Dalam penyelesaian kasus tindak pidana
pencurian ringan, PERPOL No.8/2021 mengusulkan bahwa metode restorative
justice bisa menjadi pertimbangan dengan mempertimbangkan berbagai kriteria
yang tercantum di dalamnya. Syarat-syarat yang dipaparkan dalam PERPOL
No.8/2021 memerlukan pemahaman yang komprehensif dari pihak POLRI
khususnya penyidik. Kurangnya pengetahuan atau keterbatasan dalam memahami
syarat-syarat yang terdapat dalam peraturan ini oleh seorang anggota POLRI dapat
mengakibatkan interpretasi yang beragam, mempengaruhi konsistensi dalam
penanganan kasus, dan berpotensi menghasilkan ketidakpastian dalam penerapan
hukum. Hal ini menggarisbawahi betapa pentingnya pemahaman yang mendalam
terhadap persyaratan hukum yang tertuang dalam PERPOL No.8/2021 untuk
memastikan penegakan hukum yang konsisten dan adil dalam menyelesaikan
kasus-kasus yang berkaitan.
[www.upnvj.ac.id-www.library.upnvj.ac.id-www.repository.upnvj.ac.id]
Hubungan antara Perma No.02/2012, SK Bapemum No.
1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 dengan PERPOL NO.8/2021 tidak memiliki
kesamaan pandangan dalam menangani tindak pidana pencurian ringan. Dalam
Perma No.02/2012 dan SK Bapemum No. 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020
disebutkan klasifikasi tindak pidana apa saja yang bisa ditangani dalam produk
hukum tersebut, sedangkan dalam PERPOL NO.8/2021 tidak disebutkan secara
pasti tindak pidana apa saja yang bisa ditangani, hanya menyebutkan syarat-syarat
saja yang terasa mengambang. Perma No.02/2012 dan SK Bapemum No.
1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 juga memberikan kepastian batasan nilai dari tindak
pidana/akibat tindak pidana yaitu Rp. 2.500.000 yang mana hal ini serupa dengan
Perjagung No. 15/2020, tetapi tidak dengan PERPOL No.8/2021 yang tidak
memberikan batasan nilai dari tindak pidana/akibat tindak pidana.
[www.upnvj.ac.id-www.library.upnvj.ac.id-www.repository.upnvj.ac.id]
Perpol
No.8/2021.
2. Menyebutkan Perma Perjagung No. Perpol No.
klasifikasi No.02/2012 15/2020 tidak 8/2021 tidak
tindak pidana Pasal 2 ayat (1) menyebutkan menyebutkan
yang dapat menyebutkan klasifikasi tindak klasifikasi
diselesaikan secara pasti pidana yang dapat tindak pidana
dengan klasifikasi diselesaikan melalui yang dapat
Restorative tindak pidana restorative justice diselesaikan
Justice yang dapat tetapi hanya melalui
dilakukan menyebutkan syarat- restorative
melalui syarat sebagaimana justice tetapi
Restorative diatur dalam Pasal 4 hanya
Justice. dan Pasal 5 menyebutkan
Perjagung No. syarat-syarat
15/2020 sebagaimana
diatur dalam
Pasal 4
hingga Pasal
10 Perpol
No.8/2021
3 Menyebutkan Perma Perjagung No. Perpol No.
batasan nilai No.02/2012 15/2020 8/2021 tidak
atau kerugian menyebutkan menyebutkan secara menyebutkan
dari suatu secara pasti pasti batasan nilai secara pasti
tindak pidana. batasan nilai atau kerugian dari batasan nilai
atau kerugian tindak pidana atau kerugian
dari tindak sebagaimana yang dari tindak
pidana diatur di dalam Pasal pidana.
sebagaimana 5 ayat (1) huruf c
yang diatur di Perjagung No.
dalam Pasal 2
[www.upnvj.ac.id-www.library.upnvj.ac.id-www.repository.upnvj.ac.id]
ayat (2) Perma 15/2020 yaitu senilai
No.02/2012 Rp.2.500.000.
yaitu senilai
Rp.2.500.000
Tabel 1
[www.upnvj.ac.id-www.library.upnvj.ac.id-www.repository.upnvj.ac.id]
perkara tindak pidana yang melibatkan nilai barang atau objek tertentu.
Penting untuk menyempurnakan regulasi ini guna memastikan kejelasan
dan konsistensi dalam menetapkan batasan nilai, yang pada akhirnya akan
memfasilitasi proses penegakan hukum yang memberi kepastian hukum
dan adil.
Dari hasil identifikasi terhadap tiga peraturan di masing-masing lembaga,
terungkap adanya fenomena yuridis yang menunjukkan adanya ketidakselarasan
dalam peraturan-peraturan yang mengatur kasus-kasus tindak pencurian yang
berskala kecil. Ketidakselarasan ini, yang tampaknya belum tersusun secara
menyeluruh dan terkoordinasi di antara peraturan-peraturan tersebut, membawa
potensi terjadinya ketidakpastian dalam domain hukum. Implikasinya, dalam
jangka panjang, adalah dapat mengakibatkan pengaruh negatif pada pelaksanaan
hukum. Ketidakpastian ini memunculkan keraguan dalam interpretasi dan
penerapan hukum, menyulitkan proses penegakan hukum yang konsisten dan dapat
diandalkan di masa depan.
[www.upnvj.ac.id-www.library.upnvj.ac.id-www.repository.upnvj.ac.id]
serta pembentukan dan peningkatan kualitas peraturan-peraturan yang terkait
dengan proses penegakan hukum itu sendiri.74
74
Ranu Samiaju, 2015, Harmonisasi Kewenangan Lembaga Negara Dalam
Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Fishing Di Perairan Indonesia. Tesis
Universitas Brawijaya, hlm. 12.
75
Kusnu Goesnadhie, 2006, Harmonisasi Hukum Dalam Perspektif Perundang-
Undangan (Lex Specialis Suatu Masalah, Penerbit JP Books, Surabaya, hlm. 23.
Albert Gregorius, 2024
[www.upnvj.ac.id-www.library.upnvj.ac.id-www.repository.upnvj.ac.id]
warga masyarakat, dan berbagai entitas terkait lainnya beradaptasi dan
mempraktikkan hukum dalam kegiatan sehari-hari, termasuk cara
memahami, menerapkan, dan menghormati aspek-aspek hukum dalam
suatu masyarakat.
Dalam konteks pemikiran sistemik tersebut, diperlukan perumusan langkah-
langkah yang berperan sebagai landasan serta konsep dasar dalam menjalankan
proses harmonisasi hukum. Langkah-langkah ini bertujuan untuk membentuk
kerangka kerja yang esensial dalam upaya harmonisasi sistem hukum nasional.
Kerangka dan konsep dasar ini mengacu pada paradigma Pancasila sebagai titik
awal, bersama dengan prinsip-prinsip negara hukum dan konsep pemerintahan
konstitusional yang tertuang dalam UUD 1945. Pendekatan ini menjadi landasan
utama dalam merumuskan langkah-langkah harmonisasi hukum, yang bertujuan
untuk menciptakan keselarasan dan konsistensi dalam sistem hukum nasional, serta
mengintegrasikan nilai-nilai dasar yang memandu kerangka hukum secara
holistik.76
76
Sapto Buduyo, 2014, Konsep Langkah Sistemik Harmonisasi Hukum Dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Jurnal Ilmiah CIVIS, Vol.4 No.2.
https://doi.org/10.26877/civis.v4i2/Juli.613https://doi.org/10.26877/civis.v4i2/Juli
.613
Albert Gregorius, 2024
[www.upnvj.ac.id-www.library.upnvj.ac.id-www.repository.upnvj.ac.id]
II. legal structure, kebutuhan akan sinergi antara penegak hukum dalam
konteks interpretasi hukum menjadi aspek esensial dalam menangani
perkara hukum. Kolaborasi yang erat antara berbagai instansi penegak
hukum menjadi prasyarat penting guna memastikan pemahaman yang
komprehensif terhadap materi hukum tindak pidana pencurian ringan.
Keterlibatan berbagai entitas penegak hukum dalam proses interpretasi
hukum memiliki implikasi yang signifikan terhadap penegakan hukum
secara menyeluruh. Kerjasama ini tidak hanya menggambarkan upaya
untuk memastikan konsistensi interpretasi hukum di berbagai tingkatan
lembaga hukum, tetapi juga mendukung integritas dan kejelasan dalam
pelaksanaan proses hukum. Sinergi antara penegak hukum menciptakan
fondasi yang kuat untuk menjaga keadilan serta menjalankan penegakan
hukum yang sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang terkandung
dalam hukum itu sendiri. Oleh karena itu, kolaborasi yang efektif antara
instansi-instansi penegak hukum menjadi elemen krusial dalam
memastikan kesesuaian interpretasi hukum dengan praktik penegakan
hukum yang berkeadilan dan terperinci.
III. legal culture, Budaya yang perlu ditanamkan oleh aparat penegak hukum
guna mengharmonisasikan sistem hukum nasional adalah budaya kerja
sama yang erat antara beragam lembaga penegak hukum. Budaya ini harus
didukung oleh pemahaman yang dalam terhadap karakteristik yang
menekankan signifikansi dari integritas dalam setiap tahapan proses
penegakan hukum. Kolaborasi yang terjalin erat antarlembaga penegak
hukum menjadi landasan krusial dalam menegakkan hukum yang seragam
dan selaras di tingkat nasional. Kesatuan visi, kesepahaman terhadap
prinsip-prinsip hukum, serta kerja tim yang sinergis menjadi pilar utama
bagi keberhasilan sistem hukum. Pemahaman mendalam akan integritas
sebagai nilai inti dalam setiap langkah penegakan hukum memberikan
dasar yang kokoh bagi proses hukum yang adil dan sejalan dengan nilai-
nilai yang dipegang teguh oleh sistem hukum itu sendiri.
Dengan demikian langkah yang perlu dilakukan untuk harmonisasi sistem
hukum adalah dengan melakukan penyesuaian berbagai unsur yang membentuk
[www.upnvj.ac.id-www.library.upnvj.ac.id-www.repository.upnvj.ac.id]
kerangka kerja hukum nasional (legal system). Penyesuaian ini melibatkan tiga
komponen utama dalam struktur hukum, yakni komponen materi hukum (legal
substance), struktur hukum beserta institusinya (legal structure), dan budaya hukum
(legal culture). Dengan melakukan penyesuaian yang terfokus pada ketiga
komponen ini, diharapkan tercipta keselarasan, konsistensi, dan kesatuan yang
lebih kuat dalam kerangka sistem hukum, yang selanjutnya akan mengoptimalkan
efisiensi dan efektivitas dalam penerapan serta penegakan hukum di tingkat
nasional.
77
https://kbbi.web.id/optimal#:~:text=Definisi%2Farti%20kata%20%27optimal%
27%20di%20Kamus%20Besar%20Bahasa%20Indonesia,menguntungkan%3A%2
0dengan%20kondisi%20fisik%20yang%20--%20kami%20yakin, diakses pada
tanggal 2 Desember 2023
Albert Gregorius, 2024
[www.upnvj.ac.id-www.library.upnvj.ac.id-www.repository.upnvj.ac.id]
kerangka hukum yang berlaku. Ini mencakup upaya untuk meningkatkan strategi,
sumber daya, serta koordinasi yang diperlukan untuk memastikan bahwa proses
penegakan hukum terhadap tindak pidana pencurian ringan berjalan secara optimal
dalam mencapai tujuan penindakan yang diinginkan oleh sistem hukum.
Jika ditelaah dari sudut pandang substansi hukum, dapat diamati bahwa
peraturan atau kebijakan yang disusun oleh instansi penegak hukum terkait kasus
ini menunjukkan adanya tumpang tindih yang signifikan dan kecenderungan untuk
tidak sepenuhnya mengacu pada prinsip-prinsip hukum, hal ini akan
mengakibatkan penegakan hukum yang tidak optimal. Terdapat indikasi adanya
inkonsistensi atau kesenjangan dalam implementasi aturan hukum yang seharusnya
memberikan kejelasan dan kepastian bagi proses penegakan hukum. Hal ini
mencakup kurangnya konsistensi atau kesesuaian antara berbagai peraturan yang
diterapkan oleh lembaga penegak hukum yang seharusnya menjadi landasan bagi
kepastian hukum.
[www.upnvj.ac.id-www.library.upnvj.ac.id-www.repository.upnvj.ac.id]
kurangnya klarifikasi mengenai klasifikasi tindak pidana yang dapat diatasi melalui
pendekatan restorative justice. Oleh karena itu, meskipun tujuan mereka seragam
dalam menerapkan pendekatan restorative justice, penyebaran penafsiran yang
tidak seragam terhadap prinsip-prinsip ini menghasilkan ketidakpastian di lapangan
dalam memahami batasan serta ruang lingkup penggunaan restorative justice.
Kekaburan ini dapat menghambat implementasi yang konsisten dari pendekatan
restorative justice dalam penegakan hukum, menyulitkan pihak-pihak yang terlibat
dalam proses hukum, dan mereduksi efektivitas dari prinsip-prinsip yang menjadi
dasar dari restorative justice dalam sistem peradilan pidana.
[www.upnvj.ac.id-www.library.upnvj.ac.id-www.repository.upnvj.ac.id]
pidana ringan. Ketidakterpaduan interpretatif dan kurangnya komunikasi
antarlembaga ini dapat menyulitkan upaya koordinasi, menghambat kemampuan
penegakan hukum dalam mencapai keseragaman dan konsistensi dalam penerapan
prinsip-prinsip restorative justice, serta berpotensi mempengaruhi efektivitas
penegakan hukum secara menyeluruh terhadap kasus-kasus tindak pidana
pencurian ringan.
[www.upnvj.ac.id-www.library.upnvj.ac.id-www.repository.upnvj.ac.id]
b. Memberikan kesempatan kepada Aparat Penegak Hukum di Polri,
Kejaksaan, dan Mahkamah Agung untuk berpartisipasi dalam program
pendidikan dan pelatihan bersama. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
kapasitas serta kemampuan APH di berbagai lembaga tersebut.
c. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan antar sesama aparat
penyidik serta studi kasus-kasus tertentu agar diperoleh informasi,
pengalaman, persamaan persepsi dalam penanganan kasus yang
mengepankan pendekatan keadilan restoratif.
d. Kolaborasi antara lembaga penegak hukum dan institusi perguruan tinggi
melalui program pendidikan formal dan pelatihan bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan aparatur penegakan hukum dalam proses
pembuatan peraturan atau kebijakan.
e. Meningkatkan forum koordinasi antar lembaga APH yang bertujuan
untuk memperoleh kesamaan pandang dalam melaksanakan tugas
sebagai penyidik hingga di Pengadilan.
[www.upnvj.ac.id-www.library.upnvj.ac.id-www.repository.upnvj.ac.id]