Anda di halaman 1dari 18

“ GOVERMENTALITY: PERSPEKTIF FOUCAULTIAN TENTANG TATA KELOLA

KEBIJAKAN PUBLIK ”

Nur Asyifa T, S.A.P dan Nurhalifah S.A.P


Program Pascasarjana Magister Ilmu Administrasi Publik Universitas Negeri Makassar

A. Pendahuluan

Michel Foucault (1926-1984) adalah seorang pemikir dan cendekiawan Perancis


terkemuka abad ke-20, yang memiliki kekayaan pengetahuan luar biasa luas serta
memberikan perhatian yang amat khusus dalam pelbagai disiplin dan ilmu pengetahuan, baik
sebagai hasil karya manusia maupun sebagai sarana yang turut membentuk manusia.
Foucault dan banyak pemikir lain tidak hanya berbicara dan turut mengambil bagian dalam
demonstrasi-demonstrasi, tetapi lebih dari itu, banyak dari antara mereka membuat analisis-
analisis lewat gagasan-gagasan dan pemikiran-pemikiran kritis (Kebung, 2018). Banyak
pemikirannya merupakan kritik terhadap strukturalisme, maka ia juga dikenal sebagai seorang
filsuf post-strukturalis, predikat yang juga pasti tidak ia inginkan. Hal ini sangat nyata dalam
karya-karyanya yang kemudian, terutama ketika ia banyak berbicara tentang kuasa dengan
menggunakan metode genealogi yang diambilnya dari Nietzsche sebagaimana terungkap
dalam karyanya Genealogy of Morals (Kebung, 2018). Karena pengetahuannya yang luas
dalam banyak bidang keahlian, sulit sekali menempatkan Foucault sesuai dengan
spesialisasinya. Michel Foucault menyajikan konsep yang inovatif dan mendalam dalam
pemikirannya yang dikenal sebagai governmentality. Konsep ini menawarkan cara baru untuk
memahami dan menganalisis bagaimana kekuasaan dan pemerintahan beroperasi dalam
masyarakat modern. Dalam konteks ini, governmentality memberikan pandangan yang kaya
dan menyeluruh tentang tata kelola kebijakan publik.

B. Konsep Governmentality

Konsep governmentality adalah pandangan kritis terhadap cara pemerintah dan


lembaga-lembaga non-negara mengelola dan mengatur masyarakat.
Teori governmentality oleh Foucault memandang bahwa kekuasaan bekerja melampaui
metode hegemonik. Governmentality sebagai bentuk relasi kekuasaan yang merupakan
perluasan kekuasaan yang lebih dari disciplinary power. Jika objek disciplinary power adalah
tubuh individu, maka subjek governmentality adalah populasi (tubuh sosial). Bentuk
pengetahuan dalam model governmentality berupa politik ekonomi. Oleh
karena governmentality adalah perluasan model kekuasaan disciplinary power pada level
negara, maka yang dibicarakan dalam governmentality adalah isu tentang keamanan dan
teritorial suatu negara dalam usaha mengontrol dan mengendalikan sumber daya dan
populasi untuk kepentingan negara (Mudhoffir, 2011).

Menurut (Mudhoffir, 2011) Governmentality ini disebut juga sebagai conduct of


conduct. Artinya, negara mengatur tindakan atau perilaku masyarakat dengan cara
menginternalisasikan penundukan itu agar ia menjadi populasi yang patuh. Sebagai bentuk
rasionalisasi beroperasinya kekuasaan, governmentality tidak lain dapat juga dipandang
sebagai suatu cara yang legitimate dan benar dalam mengatur sesuatu, yakni populasi dan
sumber daya (the right manner of disposition of things). Governmentality menurut (Li, 1999)
merupakan sejenis dengan hegemoni (teknologi untuk mengontrol populasi tanpa
menggunakan kekerasan dan dominasi tetapi dengan memanipulasi consensus, namun
minus potensi resistensi atau anti kekuasaan. Relasi Negara-masyarakat dapat
menggunakan konsep ini dengan melihat cara Negara mengontrol populasi.

Pada karya Foucault Discipline and Punish (Foucault, 1973) yang menekankan pada
penyelidikan mengenai rasionalisasi politik yang dijalankan negara dan tentang geneologi
negara (geneology of the state) (1995: 139-141). Di sisi lain, kita dapat melihat karya
(Foucault, 1990) dalam History of Sexuality Vol I yang menekankan pada penyelidikan
mengenai geneologi subjek (geneology of the subject). Pada karya yang pertama Foucault
berkepentingan menyelidiki bagaimana praktik kekuasaan yang dijalankan oleh negara
menggunakan aparatus disiplin, sementara pada karya selanjutnya Foucault berkepentingan
menyelidiki bagaimana pembentukan subjek dalam relasi kekuasaan. Yang pertama adalah
usaha untuk menunjukkan bagaimana wujud teknologi kekuasaan, sementara yang
belakangan menunjukkan bagaimana proses subjektifikasi terhadap individu dalam relasi
sosial.

Menurut (Hannigan, 2006) praktik governmentality adalah bentuk kontrol atau


pengendalian diri (self-government) yang membentuk dan menghasilkan terbukanya
kemungkinan pilihan tindakan subjek. Konsep kekuasaan ini tidak mengeksklusi bentuk
konsensual (hegemoni) atau pilihan penggunaan kekerasan. Penggunaan kekerasan dan
model konsensual telah direformulasi menjadi elemen pengendalian antarsubjek dalam relasi
sosial. Metode-metode koersi dan konsensus itu merupakan elemen atau instrumen daripada
fondasi atau sumber relasi kekuasaan (Foucault 1982b: 219-222). Menurut (Lemke, 2000)
governmentality merupakan konsep kekuasaan yang digunakan oleh Foucault untuk
mempelajari kapasitas otonom individu dalam melakukan kontrol diri dan bagaimana hal itu
berkaitan dengan kepentingan politik-ekonomi negara. Governmentality adalah konsep
kekuasaan yang digunakan untuk menyelidiki bagaimana hubungan antara teknologi diri
(power from below) dengan teknologi dominasi (power from above).
C. Governmentality sebagai Post hegemonic Power

Dalam pandangan Foucault, hegemoni merupakan suatu model beroperasinya kekuasaan


dari sudut pandang strategi politik, legitimasi, dan kepemimpinan intelektual dan dari
standpoint oposisi yang terorganisasi kepada mapannya relasi kekuasaan (Foucault 2004).
Foucault membedakan antara kekuasaan dan dominasi, yang dalam hal ini, hegemoni
merupakan bentuk dari model dominasi. Kekuasaan dalam pengertian Foucault berbeda
seperti yang umumnya dimengerti dalam perspektif Marxian atau Weberian. Kekuasaan
dalam pandangan Marxian terbatas hanya pada model dominasi atau juga hegemoni dalam
perspektif Gramscian. Relasi dominasi mengandaikan bahwa relasi antarsubjek tidak
berlangsung secara sejajar atau seimbang. Relasi dominasi merupakan bentuk relasi
kekuasaan yang asimetris di mana subjek yang didominasi memiliki keterbatasan ruang untuk
bermanuver atau menentukan pilihan suatu tindakan (Foucault 1982a). Relasi dominasi
adalah relasi kekuasaan yang stabil, hierarkis, mantap, dan sulit untuk dipertahankan.

Dalam pandangan Lash (2007), hegemoni merupakan bentuk dominasi yang dijalankan
melalui konsensus seperti halnya melalui cara koersif. Ia disebut juga sebagai dominasi
melalui ideologi atau wacana. Hegemoni adalah kekuasaan simbolik seperti konsep yang
dikembangkan oleh Bourdieu. Kekuasaan dalam bentuk disiplin perspektif Foucauldian juga
dimengerti sebagai kekuasaan yang hegemonik. Kekuasaan model hegemonik dijalankan
secara meluas, sebaliknya kekuasaan yang post-hegemonik dijalankan secara intensif.
Pergeseran beroperasinya kekuasaan dari yang hegemonik menjadi post-hegemonik adalah
pergeseran antara rezim kekuasaan yang epistemologis menjadi model kekuasaan yang
ontologis, dari model kekuasaan hegemonik sebagai kekuasaan terhadap (power over)
menjadi model kekuasaan yang intensif sebagai kekuasaan dari dalam (power from within),
dan dari model kekuasaan dan politik dalam terminologi normatif menjadi kekuasaan yang
dimengerti sebagai faktisitas atau kenyataan (Lash 2007). Konsep governmentality adalah
cara bagaimana Foucault menjelaskan model kekuasaan yang menurut Lash sebagai post-
hegemonik.

Berbagai model kekuasaan, relasi kekuasaan, dan relasi dominasi itu dijalankan dengan
konsekuensi yang berujung pada pembentukan subjek. Jadi, meski Lash menyebutkan bahwa
model kekuasaan kini lebih intensif dan faktual (anti-hegemoni) atau ketika Foucault
mengatakan mekanisme kekuasaan dalam negara modern kini tidak hanya melalui dominasi
tetapi juga governmentality, tetap saja yang menjadi persoalan adalah pada subjek..
Genealogi merupakan metode penelusuran sejarah yang digunakan oleh Foucault untuk
mengetahui asal muasal subjek dan bagaimana mekanisme kekuasaan yang dijalankan untuk
itu (Mudhoffir 2008).
D. Perspektif Michel Focault tentang Tata Kebijakan Publik

Perspektif Michel Foucault tentang tata kelola kebijakan publik membahas bagaimana
kekuasaan dijalankan dalam praktik kebijakan publik. Foucault berpendapat bahwa
kekuasaan tidak hanya dimiliki oleh pemerintah, tetapi juga tersebar di seluruh masyarakat.
Kekuasaan ini dijalankan melalui praktik-praktik kebijakan publik yang melibatkan berbagai
aktor dan institusi.

Foucault memandang kebijakan publik sebagai praktik kekuasaan yang melibatkan


berbagai aktor dan institusi. Praktik-praktik ini mencakup pengawasan, pengendalian, dan
regulasi terhadap perilaku masyarakat. Dalam konteks ini, kebijakan publik menjadi penting
karena melahirkan aturan dan kebutuhan yang diharapkan dapat menjadikan tata kehidupan
masyarakat lebih baik. Dengan adanya kebijakan publik tersebut, masyarakat bisa
memperoleh manfaat serta dampaknya terhadap kesejahteraan manusia sepenuhnya
(Permatasari et al., 2023).

Berikut adalah beberapa konsep utama Michel Foucault yang dapat dihubungkan dengan
perspektifnya terhadap tata kebijakan publik:

1. Biopower dan Biopolitik

Foucault mengembangkan konsep biopower untuk menjelaskan bagaimana kekuasaan


modern terfokus pada pengaturan populasi dan kehidupan manusia. Sebagaimana dalam
(Foucault, 2003) “ Biopower refers to the ways in which modern states govern and regulate
populations through various techniques and institutions, shaping the biological aspects of
human life." Artinya Biopower berkaitan dengan kebijakan dan praktik pemerintah yang
mempengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat.
Konsep Biopower dan Biopolitik yang diperkenalkan oleh Michel Foucault dapat
dihubungkan dengan tata kelola kebijakan publik dalam beberapa cara. Berikut adalah
beberapa keterkaitan antara kedua konsep tersebut:
a) Regulasi Populasi:
(a) Biopower: Foucault menekankan bagaimana kekuasaan modern fokus pada
pengaturan dan pengelolaan populasi manusia.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Tata kelola kebijakan publik seringkali mencakup
perencanaan dan pelaksanaan kebijakan untuk mengatur dan mempengaruhi
perilaku serta kondisi kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
b) Kesehatan Masyarakat dan Layanan Kesehatan:
(a) Biopower: Kesehatan populasi menjadi fokus biopower, termasuk regulasi terhadap
penyakit, vaksinasi, dan kebijakan kesehatan masyarakat.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Penyusunan kebijakan kesehatan masyarakat,
distribusi sumber daya kesehatan, dan implementasi program-program kesehatan
merupakan aspek tata kelola kebijakan yang melibatkan regulasi terhadap kesehatan
populasi.
c) Pendidikan dan Sosialisasi:
(a) Biopower: Proses pendidikan dan sosialisasi diatur untuk membentuk individu dan
masyarakat sesuai dengan norma-norma yang diinginkan.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Kebijakan pendidikan mencakup regulasi terhadap
kurikulum, norma-norma sosial, dan pendekatan-pendekatan untuk membentuk sikap
dan nilai-nilai masyarakat.
d) Teknologi dan Infrastruktur:
(a) Biopower: Penggunaan teknologi dan infrastruktur untuk memantau dan mengatur
populasi dalam berbagai aspek kehidupan.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Tata kelola kebijakan publik mencakup penggunaan
teknologi informasi, sistem infrastruktur, dan data untuk mendukung dan
melaksanakan kebijakan dengan efisien.
e) Kebijakan Lingkungan dan Keberlanjutan:
(a) Biopower: Aspek-aspek keberlanjutan, pengelolaan lingkungan, dan regulasi
terhadap dampak ekologi juga dapat dikaitkan dengan konsep biopower.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Kebijakan lingkungan dan keberlanjutan melibatkan tata
kelola kebijakan yang berfokus pada pelestarian sumber daya alam, regulasi polusi,
dan upaya untuk mencapai keberlanjutan ekologi.

Melalui keterkaitan ini, dapat dilihat bahwa konsep Biopower dan Biopolitik Foucault
dapat memberikan pemahaman tentang bagaimana kekuasaan dan regulasi beroperasi
dalam tata kelola kebijakan publik, khususnya dalam upaya mengelola dan membentuk
aspek-aspek kehidupan manusia secara luas.

2. Disiplin dan Pengawasan


Konsep disiplin dan pengawasan oleh Foucault menjelaskan Discipline refers to the
methods and techniques used to regulate and control individuals, often through institutions
that shape behavior and knowledge (Foucault, 1975). Foucault menjelaskan bagaimana
institusi-institusi seperti sekolah, penjara, dan rumah sakit memiliki peran dalam mengatur
individu dan menghasilkan pengetahuan tentang mereka.
Konsep Disiplin dan Pengawasan dalam karya-karya Michel Foucault dapat dihubungkan
dengan tata kelola kebijakan publik melalui beberapa perspektif:
a) Regulasi dan Pengendalian:

(a) Disiplin dan Pengawasan (Foucault): Menyoroti teknik-teknik disiplin seperti


surveilans, pemantauan, dan kontrol yang diterapkan pada individu.

(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Tata kelola kebijakan publik melibatkan regulasi
dan pengendalian dalam implementasi kebijakan, termasuk pemantauan kinerja
program-program dan kebijakan.

b) Institusi dan Birokrasi:

(a) Disiplin dan Pengawasan (Foucault): Foucault memeriksa peran institusi dan
birokrasi dalam menjalankan teknik-teknik disiplin terhadap individu.

(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Tata kelola kebijakan melibatkan peran institusi
dan struktur birokrasi dalam merancang, menerapkan, dan mengelola kebijakan-
kebijakan publik.

c) Pengetahuan dan Otoritas:

(a) Disiplin dan Pengawasan (Foucault): Otoritas dan pengetahuan digunakan


untuk menghasilkan norma-norma dan memantau perilaku masyarakat.

(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Pengetahuan dan otoritas dalam konteks tata
kelola kebijakan mengacu pada pengambilan keputusan yang didasarkan pada
analisis data dan informasi, serta penerapan norma-norma yang diakui.

d) Penegakan Hukum dan Kepatuhan:

(a) Disiplin dan Pengawasan (Foucault): Penegakan hukum sebagai bentuk


pengawasan dan kontrol terhadap perilaku masyarakat.

(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Kebijakan publik mencakup aturan-aturan hukum
dan upaya penegakan hukum untuk mencapai tujuan-tujuan kebijakan.

e) Transparansi dan Akuntabilitas:

(a) Disiplin dan Pengawasan (Foucault): Proses pengawasan dan kontrol


membutuhkan transparansi untuk memastikan kepatuhan terhadap norma-
norma.

(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Konsep akuntabilitas dan transparansi


merupakan prinsip-prinsip penting dalam tata kelola kebijakan untuk memastikan
integritas dan kepatuhan terhadap proses kebijakan.
Melalui perspektif ini, dapat dilihat bahwa konsep Disiplin dan Pengawasan Foucault
dapat dihubungkan dengan tata kelola kebijakan publik melalui dinamika pengaturan,
pengendalian, dan pemantauan yang melibatkan berbagai aktor dan institusi dalam
pelaksanaan kebijakan

3. Arsip dan Pengetahuan:


Foucault menyoroti peran arsip dan produksi pengetahuan dalam pembentukan
kebijakan publik. Foucalut dalam (Foucault, 1969) menjelasakan "Power is exercised through
the control of knowledge, and archives play a crucial role in shaping what is known and how
it is known." Kekuasaan sering kali terkait dengan kontrol atas pengetahuan dan cara
informasi dikumpulkan, dikelola, dan digunakan.
Konsep arsip dan pengetahuan yang dikembangkan oleh Michel Foucault dapat
dihubungkan dengan tata kelola kebijakan publik dalam beberapa cara, terutama dalam hal
bagaimana pengetahuan dikonstruksi, disimpan, dan digunakan dalam proses pembuatan
kebijakan. Berikut adalah beberapa keterkaitan antara kedua konsep tersebut:
a) Konstruksi Pengetahuan dan Kebenaran:
(a) Arsip dan Pengetahuan (Foucault): Foucault menekankan bahwa arsip bukan
hanya tempat penyimpanan data, tetapi juga tempat di mana pengetahuan dan
kebenaran dikonstruksi. Kebenaran bersifat relatif dan dapat dipengaruhi oleh
kepentingan kekuasaan.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Proses pembuatan kebijakan melibatkan konstruksi
pengetahuan yang digunakan sebagai dasar kebijakan. Tata kelola kebijakan
memainkan peran dalam menentukan sumber daya, mengumpulkan data, dan
memastikan bahwa pengetahuan yang digunakan dalam kebijakan adalah relevan
dan dapat dipertanggungjawabkan.
b) Pengumpulan dan Pengelolaan Data:
(a) Arsip dan Pengetahuan (Foucault): Foucault menyoroti peran arsip dalam
pengumpulan dan pengelolaan data, dan bagaimana data ini digunakan untuk
memahami dan mengontrol masyarakat.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Tata kelola kebijakan memastikan adanya sistem
yang efisien untuk pengumpulan, pengelolaan, dan analisis data yang diperlukan
untuk merumuskan dan mengevaluasi kebijakan publik.
c) Kontrol Atas Pengetahuan:
(a) Arsip dan Pengetahuan (Foucault): Foucault menyoroti bahwa kontrol terhadap
arsip dan pengetahuan memberikan kekuasaan kepada pihak yang dapat
mempengaruhi naratif sejarah dan konstruksi pengetahuan.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Pihak yang memiliki kontrol atas pengetahuan,
termasuk data dan informasi, dapat memainkan peran kunci dalam proses
pembuatan kebijakan. Tata kelola kebijakan harus memastikan transparansi dan
akuntabilitas dalam proses ini.
d) Penguasaan Bahasa dan Narasi:
(a) Arsip dan Pengetahuan (Foucault): Foucault menekankan penguasaan bahasa
dan narasi sebagai alat kekuasaan, yang memungkinkan pihak yang menguasainya
untuk membentuk pengetahuan dan memengaruhi persepsi.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Pemilihan kata, narasi, dan bahasa dalam dokumen
kebijakan memainkan peran penting dalam memengaruhi persepsi masyarakat dan
pemangku kepentingan terkait kebijakan tertentu. Tata kelola kebijakan harus
memperhatikan aspek ini.
e) Partisipasi dan Akses Informasi:
(a) Arsip dan Pengetahuan (Foucault): Kontrol terhadap arsip dan pengetahuan juga
dapat menciptakan ketidaksetaraan dalam akses informasi dan partisipasi
masyarakat.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Tata kelola kebijakan yang baik harus mencakup
prinsip transparansi dan memberikan akses yang setara terhadap informasi kepada
semua pemangku kepentingan. Ini mendukung partisipasi masyarakat dalam proses
kebijakan.
Dengan memahami keterkaitan antara konsep arsip dan pengetahuan Foucault dengan
tata kelola kebijakan publik, kita dapat lebih memahami bagaimana konstruksi pengetahuan,
kontrol atas informasi, dan pengelolaan data memainkan peran dalam pembentukan dan
implementasi kebijakan publik.

4. Genealogi
Pendekatan genealogis menurut Foucault “ Genealogy is a method for understanding the
historical development of ideas, practices, and institutions, revealing the contingencies and
power relations that shape them” (Foucault, 1971). Dalam hal ini Foucault menekankan
pentingnya memahami asal-usul suatu konsep atau praktik dalam konteks sejarah, dan
bagaimana hal itu berkembang menjadi bentuk kebijakan publik saat ini.
Konsep genealogi dalam pandangan Michel Foucault dapat dihubungkan dengan tata
kelola kebijakan publik melalui beberapa aspek kunci:
a) Pemahaman Sejarah Kebijakan:
(a) Genealogi: Foucault menekankan perlunya memahami sejarah suatu konsep atau
praktik untuk melacak perkembangan dan perubahan seiring waktu.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Dengan menerapkan genealogi, tata kelola kebijakan
dapat memahami sejarah kebijakan tertentu, bagaimana kebijakan tersebut telah
berkembang, dan faktor-faktor apa yang memengaruhi perubahan tersebut.
b) Pemahaman Tentang Kekuasaan dan Pengetahuan:
(a) Genealogi: Foucault menyoroti bagaimana kekuasaan dan pengetahuan saling
terkait dan berkembang bersama-sama.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Genealogi membantu dalam pemahaman tentang
bagaimana pengetahuan dan kekuasaan telah membentuk kebijakan publik seiring
waktu. Hal ini penting dalam menilai implikasi dan tujuan di balik kebijakan saat ini.
c) Analisis Kritis terhadap Naratif Resmi:
(a) Genealogi: Foucault mendorong untuk menggali dan menganalisis naratif-naratif
resmi atau naratif otoritatif yang mendasari kebijakan dan praktik-praktik tertentu.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Dengan menerapkan pendekatan genealogis, tata
kelola kebijakan dapat mengidentifikasi dan mengkritisi naratif-naratif resmi yang
mendasari kebijakan, membuka ruang untuk memahami perspektif yang mungkin
terabaikan.
d) Pemahaman Tentang Kontinjensi dan Pluralitas:
(a) Genealogi: Foucault menekankan bahwa sejarah melibatkan kontinjensi dan
keberagaman, dan tidak selalu mengikuti garis-garis evolusi yang linear.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Dengan menerapkan genealogi, tata kelola kebijakan
dapat mengakui kerangka waktu, kejadian, dan konteks yang mungkin memiliki
pengaruh signifikan terhadap pembentukan kebijakan.
e) Analisis Kritis terhadap Kategori Identitas dan Subjektivitas:
(a) Genealogi: Foucault menganalisis pembentukan identitas dan subjektivitas dalam
konteks sejarah.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Genealogi membantu tata kelola kebijakan untuk
lebih memahami bagaimana kebijakan dapat mempengaruhi pembentukan identitas
masyarakat dan individu, serta bagaimana konsep-konsep ini telah digunakan dalam
merancang kebijakan.
f) Penelusuran Sumber Kekuasaan Tersembunyi:
(a) Genealogi: Foucault mengajak untuk menelusuri sumber-sumber kekuasaan yang
mungkin tersembunyi atau tidak terpikirkan.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Dengan menerapkan genealogi, tata kelola kebijakan
dapat mengidentifikasi dan mengungkap sumber-sumber kekuasaan yang mungkin
tidak langsung terlihat dalam kebijakan publik, membantu dalam pemahaman lebih
mendalam tentang dinamika kebijakan.
Penerapan konsep genealogi dalam tata kelola kebijakan publik membantu menggali
sejarah dan perjalanan suatu kebijakan, merinci hubungan antara kekuasaan dan
pengetahuan, serta membuka ruang untuk pemahaman yang lebih kritis dan kontekstual

5. Pergeseran Kekuasaan

Foucault menyoroti "Power is not localized in a single institution or authority but is


dispersed throughout society in various forms of power relations and struggles." (Foucault,
1990). Foucault menjelaskan bagaimana kekuasaan tidak selalu terpusat pada institusi-
institusi formal seperti pemerintah, tetapi dapat tersebar di seluruh masyarakat melalui
berbagai bentuk relasi dan dinamika kekuasaan.

Konsep "Pergeseran Kekuasaan" (Shifts in Power) yang terkandung dalam pemikiran


Michel Foucault dapat dihubungkan dengan tata kelola kebijakan publik melalui beberapa
dimensi penting:

a) Diversifikasi Sumber Kekuasaan:

(a) Pergeseran Kekuasaan: Foucault menunjukkan bahwa kekuasaan tidak hanya


terpusat pada struktur formal seperti pemerintahan, tetapi tersebar di seluruh
masyarakat melalui berbagai institusi dan praktik kekuasaan yang lebih
terdesentralisasi.

(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Dalam tata kelola kebijakan publik, kekuasaan
semakin terdiversifikasi, melibatkan partisipasi aktor-aktor non-pemerintah,
masyarakat sipil, dan sektor swasta. Keberlanjutan, misalnya, seringkali dipengaruhi
oleh campur tangan berbagai pihak.

b) Ketidakpastian dan Dinamika Kekuasaan:

(a) Pergeseran Kekuasaan: Foucault menyoroti sifat dinamis dan terus berubah dari
kekuasaan, dengan adanya perubahan dalam cara kekuasaan diterapkan dan
dijalankan.

(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Dalam tata kelola kebijakan publik, terdapat
ketidakpastian yang terkait dengan perubahan kebijakan, respons masyarakat, dan
dinamika politik. Pengambilan keputusan publik harus dapat menanggapi perubahan
dalam tuntutan masyarakat dan kondisi sosial.
c) Partisipasi dan Pemusatan Kekuasaan:

(a) Pergeseran Kekuasaan: Foucault menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat


dapat berperan dalam mempengaruhi dan membentuk kebijakan, yang dapat
mengarah pada pemusatan kekuasaan yang lebih terdistribusi.

(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Pemikiran ini terlihat dalam pendekatan tata kelola
yang lebih inklusif, di mana partisipasi masyarakat sipil, stakeholder, dan kelompok
kepentingan lainnya diintegrasikan dalam proses pengambilan keputusan dan
perumusan kebijakan.

d) Kritik terhadap Struktur Kekuasaan:

(a) Pergeseran Kekuasaan: Foucault mendorong kritik terhadap struktur kekuasaan


yang ada dan menyoroti adanya resistensi dan subyek yang bertindak sebagai agen
perubahan.

(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Dalam tata kelola kebijakan publik, ada penekanan
pada evaluasi kritis terhadap efektivitas kebijakan, akuntabilitas, dan responsif
terhadap kebutuhan masyarakat. Pemikiran kritis ini membuka ruang bagi inovasi
dan perubahan kebijakan.

e) Dekonstruksi dan Rekonstruksi Norma:

(a) Pergeseran Kekuasaan: Foucault menekankan dekonstruksi norma-norma dan


nilai-nilai yang mendukung struktur kekuasaan yang ada, memungkinkan ruang bagi
rekonstruksi bentuk kekuasaan baru.

(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Dalam tata kelola kebijakan publik, pendekatan ini
dapat tercermin dalam upaya mengidentifikasi dan menyesuaikan norma-norma
yang mendasari kebijakan, menciptakan kebijakan yang lebih inklusif dan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.

Melalui pemahaman konsep Pergeseran Kekuasaan, tata kelola kebijakan publik dapat
dilihat sebagai respons terhadap perubahan dinamis dalam kekuasaan dan struktur kebijakan.
Proses ini mencakup partisipasi yang lebih luas, adaptasi terhadap dinamika sosial, dan kritik
terhadap norma-norma yang ada.

6. Pembebasan dan Resisten


Foucault juga menyajikan gagasan bahwa “Resistance is not outside power; it is an
integral part of power and operates within power relations, creating spaces for alternative
practices and discourses." (Foucault, 1990). Foucault menjelasakan bahwa di dalam struktur
kekuasaan, ada potensi resistensi dan perlawanan. Pemahaman ini penting dalam konteks
kebijakan publik untuk memahami bagaimana masyarakat dapat menanggapi dan melibatkan
diri dalam proses pembentukan kebijakan.

Konsep pembebasan dan resistensi dalam pemikiran Michel Foucault dapat dihubungkan
dengan tata kelola kebijakan publik melalui analisis dinamika kekuasaan dan bagaimana
masyarakat merespons serta berupaya untuk membebaskan diri atau melawan praktik-praktik
yang diatur oleh kebijakan publik. Berikut adalah beberapa keterkaitan antara konsep
pembebasan dan resistensi dengan tata kelola kebijakan publik:

a) Resistensi terhadap Kebijakan Diskriminatif:

(a) Pembebasan dan Resistensi: Foucault menyoroti bahwa resistensi terhadap


kekuasaan bisa menjadi sarana pembebasan. Individu dan kelompok dapat
menentang praktik-praktik diskriminatif yang dihasilkan oleh kebijakan.

(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Masyarakat dapat merespons kebijakan publik yang
dianggap diskriminatif atau tidak adil dengan cara melakukan resistensi, baik melalui
protes, kampanye advokasi, atau melalui partisipasi dalam proses pengambilan
keputusan.

b) Partisipasi Masyarakat dan Kontestasi:

(a) Pembebasan dan Resistensi: Foucault menekankan bahwa resistensi dapat terjadi
melalui partisipasi aktif dalam praktik-praktik kehidupan sehari-hari dan kontestasi
terhadap norma sosial yang diimpose.

(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Inisiatif partisipasi masyarakat dalam tata kelola
kebijakan dapat menjadi bentuk resistensi dan upaya pembebasan. Masyarakat yang
terlibat dalam proses kebijakan publik dapat membentuk opini, menyuarakan
kepentingan mereka, dan memberikan alternatif solusi.

c) Advokasi Hak Asasi Manusia:

(a) Pembebasan dan Resistensi: Pembebasan dapat melibatkan advokasi untuk hak
asasi manusia dan perlindungan individu terhadap penyalahgunaan kekuasaan.

(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Tata kelola kebijakan publik yang memperhatikan hak
asasi manusia dan mendengarkan suara masyarakat dapat memberikan respons
positif terhadap resistensi dan advokasi yang dilakukan oleh individu atau kelompok.
d) Mobilisasi Sosial dan Perubahan Kebijakan:

(a) Pembebasan dan Resistensi: Gerakan sosial dan aktivisme dapat dianggap
sebagai bentuk resistensi untuk mencapai pembebasan kolektif.

(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Resistensi dan mobilisasi sosial dapat
mempengaruhi perubahan kebijakan publik. Perubahan dalam tata kelola kebijakan
dapat muncul sebagai tanggapan terhadap tekanan masyarakat.

Dengan menghubungkan konsep pembebasan dan resistensi Foucault dengan tata kelola
kebijakan publik, kita dapat memahami bagaimana partisipasi masyarakat, advokasi hak asasi
manusia, dan resistensi terhadap norma-norma dapat memainkan peran penting dalam
membentuk kebijakan dan merespons ketidaksetaraan kekuasaan.

7. Peran Ilmu Pengetahuan dalam Kekuasaan

Foucault menekankan "Knowledge is not neutral; it is implicated in power relations and


serves as a crucial resource for the exercise of power." (Foucault, 2008). Foucault
menekankan tentang peran penting ilmu pengetahuan dalam mendukung dan memperkuat
struktur kekuasaan. Ilmu pengetahuan dapat digunakan sebagai alat untuk membenarkan
tindakan pemerintah atau untuk mengonstruksi naratif tertentu tentang masyarakat

Konsep peran ilmu pengetahuan dan kekuasaan (power/knowledge) dalam pemikiran


Michel Foucault dapat dihubungkan dengan tata kelola kebijakan publik melalui pengaruh ilmu
pengetahuan dalam proses pembentukan, implementasi, dan evaluasi kebijakan. Berikut
adalah beberapa keterkaitan antara konsep ini dengan tata kelola kebijakan publik:

a) Ilmu Pengetahuan sebagai Sumber Kekuasaan:

(a) Peran Ilmu Pengetahuan dan Kekuasaan: Foucault menyoroti bahwa ilmu
pengetahuan bukan hanya refleksi objektif dari realitas, tetapi juga menjadi alat
kekuasaan yang digunakan untuk mengontrol dan mengatur masyarakat.

(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Ilmu pengetahuan sering menjadi dasar argumen
dalam pengembangan kebijakan publik. Tata kelola kebijakan publik menggunakan
pengetahuan sebagai dasar pemahaman untuk merancang dan menerapkan
kebijakan.

b) Ahli dan Otoritas Pengetahuan:

(a) Peran Ilmu Pengetahuan dan Kekuasaan: Ahli dan pengetahuan tertentu memiliki
otoritas yang dapat membentuk kebijakan dan mengatur norma-norma sosial.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Proses pembuatan kebijakan publik melibatkan
kontribusi dari para ahli dan peneliti. Otoritas ilmu pengetahuan memainkan peran
penting dalam membentuk pandangan dan keputusan kebijakan.

c) Konstruksi Naratif Ilmiah:

(a) Peran Ilmu Pengetahuan dan Kekuasaan: Ilmu pengetahuan tidak hanya
menyediakan fakta, tetapi juga terlibat dalam konstruksi naratif dan interpretasi
terhadap data.

(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Naratif ilmiah dapat mempengaruhi cara suatu
masalah dijelaskan dan diinterpretasikan dalam kebijakan publik. Proses tata kelola
kebijakan mempertimbangkan konstruksi naratif tersebut.

d) Pemerintahan Berbasis Bukti (Evidence-Based Governance):

(a) Peran Ilmu Pengetahuan dan Kekuasaan: Foucault menyoroti bagaimana ilmu
pengetahuan digunakan sebagai alat kekuasaan dalam mendefinisikan "kebenaran"
dan norma-norma sosial.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Pemerintahan berbasis bukti melibatkan
penggunaan penelitian dan bukti empiris dalam proses pengambilan keputusan
kebijakan. Ini mencerminkan upaya untuk membuat kebijakan yang didasarkan pada
pengetahuan dan fakta.
e) Biopolitik dan Kesejahteraan Masyarakat:

(a) Peran Ilmu Pengetahuan dan Kekuasaan: Foucault menghubungkan ilmu


pengetahuan dengan biopolitik, yaitu regulasi populasi untuk tujuan keamanan dan
kesejahteraan.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Kebijakan kesejahteraan masyarakat seringkali
terkait dengan perencanaan dan implementasi kebijakan yang didasarkan pada
pengetahuan dan pemahaman tentang populasi.

f) Kritis terhadap Pengetahuan yang Dinormakan:

(a) Peran Ilmu Pengetahuan dan Kekuasaan: Foucault menekankan bahwa


pengetahuan seringkali dinormakan oleh kekuasaan, dan ada kebutuhan untuk kritis
terhadap pengetahuan yang dianggap sebagai kebenaran mutlak.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Pemahaman kritis terhadap pengetahuan digunakan
untuk mempertanyakan dasar ilmiah dari kebijakan tertentu dan mendorong
responsif terhadap berbagai pandangan dan penelitian.
Melalui pemahaman konsep peran ilmu pengetahuan dan kekuasaan dalam tata
kelola kebijakan publik, kita dapat mengakui kompleksitas interaksi antara pengetahuan,
kebijakan, dan kekuasaan dalam membentuk arah dan implementasi kebijakan publik.

8. Pemerintahan dan Kebijakan

Foucault dalam (Foucault, 2007) menjelaskan "Governmentality refers to the way in which
the state exercises power through various governmental techniques, policies, and practices”.
Dalam hal ini Foucault memeriksa hubungan antara pemerintahan dan kebijakan, menyoroti
peran negara dalam mengelola masyarakat dan implikasinya terhadap kehidupan sehari-hari
individu.

Konsep pemerintahan dan kebijakan dalam pemikiran Michel Foucault dapat dihubungkan
dengan tata kelola kebijakan publik melalui pemahaman tentang bagaimana kekuasaan
diorganisasi, diterapkan, dan dijalankan oleh lembaga-lembaga pemerintahan. Berikut adalah
beberapa keterkaitan antara konsep pemerintahan dan kebijakan Foucault dengan tata kelola
kebijakan publik:

a) Biopolitik dan Tata Kelola Kesehatan:

(a) Pemerintahan dan Kebijakan: Foucault membahas konsep biopolitik, di mana


pemerintahan memainkan peran dalam mengelola dan mengatur kehidupan populasi.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Kebijakan kesehatan masyarakat mencerminkan
upaya tata kelola kebijakan publik untuk mengelola kesejahteraan dan kesehatan
populasi. Pemerintahan berkontribusi pada regulasi dan implementasi kebijakan
kesehatan.
b) Disiplin dan Penjara:

(a) Pemerintahan dan Kebijakan: Foucault menggambarkan bagaimana disiplin


diterapkan oleh pemerintah, terutama dalam institusi-institusi seperti penjara.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Kebijakan pidana dan sistem penjara mencerminkan
upaya pemerintahan dalam mengelola keamanan masyarakat dan menangani
pelanggaran hukum. Tata kelola kebijakan publik mencakup aturan dan praktik terkait
sistem peradilan pidana.
c) Ilmu Pengetahuan dan Kekuasaan:

(a) Pemerintahan dan Kebijakan: Foucault menyoroti keterkaitan antara ilmu


pengetahuan dan kekuasaan, di mana pemerintahan menggunakan pengetahuan
untuk mempertahankan kekuasaan.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Tata kelola kebijakan publik mencakup penggunaan
ilmu pengetahuan dan penelitian sebagai dasar untuk merancang, menerapkan, dan
mengevaluasi kebijakan. Ilmu pengetahuan membentuk argumen dan naratif di balik
kebijakan.

d) Birokrasi dan Pemerintahan:

(a) Pemerintahan dan Kebijakan: Birokrasi merupakan elemen sentral dalam


penyelenggaraan pemerintahan, di mana struktur dan hierarki memainkan peran
penting dalam pelaksanaan kebijakan.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Tata kelola kebijakan publik mencakup struktur
birokrasi yang mendukung implementasi kebijakan, melibatkan peran-peran
berbagai lembaga pemerintah dalam penyusunan, pelaksanaan, dan evaluasi
kebijakan.
e) Regulasi Identitas dan Seksualitas:

(a) Pemerintahan dan Kebijakan: Foucault membahas bagaimana pemerintah


terlibat dalam regulasi identitas dan seksualitas melalui berbagai mekanisme
kekuasaan.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Kebijakan terkait identitas dan hak-hak individu,
seperti kebijakan anti-diskriminasi atau kebijakan LGBT, mencerminkan upaya
pemerintah dalam mengatur dan melindungi hak-hak individu.

f) Kritis terhadap Otoritas Pemerintahan:

(a) Pemerintahan dan Kebijakan: Foucault mendorong pandangan kritis terhadap


otoritas pemerintah dan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Pemikiran kritis terhadap pemerintahan memainkan
peran dalam proses demokratisasi dan pembentukan kebijakan yang lebih
responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Melalui keterkaitan ini, pemahaman konsep pemerintahan dan kebijakan dalam
pemikiran Foucault dapat membantu kita memahami dinamika kekuasaan, kontrol, dan
penyelenggaraan kebijakan dalam konteks tata kelola kebijakan publik.
DAFTAR PUSTAKA
Foucault, M. (1969). The Archaeology of Knowledge. Pantheon Books.

Foucault, M. (1971). Nietzsche, Genealogy, History." In "Language, Counter-Memory,


Practice: Selected Essays and Interviews. Cornell University Press.

Foucault, M. (1973). Discipline and Punish: the Birth of the Prison. Vintage Book.

Foucault, M. (1975). Discipline and Punish: The Birth of the Prison. Vintage Book.

Foucault, M. (1990). The History of Sexuality: An Introduction, Vol. 1. Vintage Book.

Foucault, M. (2003). Society Must Be Defended: Lectures at the Collège de France, 1975-76.
Picador.

Foucault, M. (2007). Security, Territory, Population. Palgrave Macmillan London.

Foucault, M. (2008). The Birth of Biopolitics. Palgrave Macmillan London.

Hannigan, J. (2006). Environmental Sociology, Second Edition. Routledge.

Kebung, K. (2018). Membaca ‘Kuasa’ Michel Foucault dalam Konteks ‘Kekuasaan’ di


Indonesia. Melintas, 33(1), 34–51. https://doi.org/10.26593/mel.v33i1.2953.34-51

Lemke, T. (2000). Foucault, Governmentality, and Crituque. Paper presented at the


Rethinking Marxism Conference, University of Amherst, September 21-24.

Li, T. M. (1999). Compromising Power: Development, Culture, and Rule in Indonesia. Cultural
Anthropology.

Mudhoffir, A. M. (2011). Governmentality dan Pemberdayaan dalam Advokasi Lingkungan:


Kasus Lumpur Lapindo. Pusat Kajian Sosiologi: LabSosio FISIP-UI.

Permatasari, A., Winarsih, A. S., Efendi, D., & Darmurti, A. (2023). TATA KELOLA
KEBIJAKAN PUBLIK ERA ENDEMI: Menelaah Sektor Pemerintahan, Ekonomi, dan
Politik (R. Al-Hamdi (ed.); Nomor May). Penerbit Samudra Biru (Anggota IKAPI).
PROFIL PENULIS

NUR ASYIFA T, S.A.P

Penulis lahir di Makassar pada tanggal 16 Januari 2001, Penulis


merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan H.
Tajuddin T dan Hj. Irmawati Latif. Pendidikan pertama dimulai Taman
Kanak-Kanak (TK) Islam Maradekaya pada 2006, kemudian penulis
menempuh pendidikan dasar sejak tahun 2007 di SD Negeri Mongisidi
2 Makassar hingga tahun 2013. Kemudian melanjutkan pendidikan
sekolah menengah pertama di MTsN Model Makassar pada tahun 2013 hingga tahun 2016,
serta menyelesaikan sekolah menengah atas di MAN 1 Makassar pada tahun 2019. Dan pada
tahun yang sama penulis diterima sebagai Mahasiswi di Universitas Negeri Makassar pada
Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Melalui jalur seleksi
SBMPTN. Penulis telah mengikuti beberapa kegiatan kemahasiswaan melalui Latihan Dasar
Kepemimpinan Himpunan Mahasiswa Administrasi Negara FIS-H UNM pada tahun 2019, dan
mengikuti kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada 2022, dan pada tahun yang
sama penulis melaksanakan praktik kerja lapangan/Magang di Bappelitbangda Provinsi
Sulawesi Selatan. Serta mengikuti kegiatan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM)
melalui program Kampus Mengajar Angkatan 4 di SMP Irnas Makassar.

Email Penulis: nurrasyifaa862@gmail.com

NURHALIFAH, S.A.P

Penulis bernama lengkap Nurhalifah, lahir di Soroako pada tanggal 7


Desember 2000. Merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari
pasangan suami istri, Bapak Dahring dan Ibu Salmawati. Penulis
memulai pendidikan dari TK Darmawanita pada tahun 2005, lanjut pada
pendidikan sekolah dasar di SD 271 Apundi pada tahun 2007 dan lulus
pada tahun 2013. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMP YPS
Singkole Sorowako pada tahun 2013 dan selesai pada tahun 2016.
Kemudian melanjutkan pendidikan di SMA YPS Soroako pada tahun 2016 dan selesai pada
tahun 2019. Selanjutnya penulis diterima di sebuah PTN melalui jalur Mandiri Universitas
Negeri Makassar Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Program Studi Ilmu Administrasi Negara.
Penulis pernah aktif dalam lembaga kemahasiswaan yaitu Himpunan Mahasiswa Ilmu
Administrasi Negara (HIMAGARA), dan melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Biro
Umum Sekretariat Provinsi Sulawesi Selatan bagian Urusan Dalam, serta melaksanakan
Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Adolang Dhua, Kecamatan Pamboang, Kabupaten Majene.
Prov. Sulbar.

Anda mungkin juga menyukai