KEBIJAKAN PUBLIK ”
A. Pendahuluan
B. Konsep Governmentality
Pada karya Foucault Discipline and Punish (Foucault, 1973) yang menekankan pada
penyelidikan mengenai rasionalisasi politik yang dijalankan negara dan tentang geneologi
negara (geneology of the state) (1995: 139-141). Di sisi lain, kita dapat melihat karya
(Foucault, 1990) dalam History of Sexuality Vol I yang menekankan pada penyelidikan
mengenai geneologi subjek (geneology of the subject). Pada karya yang pertama Foucault
berkepentingan menyelidiki bagaimana praktik kekuasaan yang dijalankan oleh negara
menggunakan aparatus disiplin, sementara pada karya selanjutnya Foucault berkepentingan
menyelidiki bagaimana pembentukan subjek dalam relasi kekuasaan. Yang pertama adalah
usaha untuk menunjukkan bagaimana wujud teknologi kekuasaan, sementara yang
belakangan menunjukkan bagaimana proses subjektifikasi terhadap individu dalam relasi
sosial.
Dalam pandangan Lash (2007), hegemoni merupakan bentuk dominasi yang dijalankan
melalui konsensus seperti halnya melalui cara koersif. Ia disebut juga sebagai dominasi
melalui ideologi atau wacana. Hegemoni adalah kekuasaan simbolik seperti konsep yang
dikembangkan oleh Bourdieu. Kekuasaan dalam bentuk disiplin perspektif Foucauldian juga
dimengerti sebagai kekuasaan yang hegemonik. Kekuasaan model hegemonik dijalankan
secara meluas, sebaliknya kekuasaan yang post-hegemonik dijalankan secara intensif.
Pergeseran beroperasinya kekuasaan dari yang hegemonik menjadi post-hegemonik adalah
pergeseran antara rezim kekuasaan yang epistemologis menjadi model kekuasaan yang
ontologis, dari model kekuasaan hegemonik sebagai kekuasaan terhadap (power over)
menjadi model kekuasaan yang intensif sebagai kekuasaan dari dalam (power from within),
dan dari model kekuasaan dan politik dalam terminologi normatif menjadi kekuasaan yang
dimengerti sebagai faktisitas atau kenyataan (Lash 2007). Konsep governmentality adalah
cara bagaimana Foucault menjelaskan model kekuasaan yang menurut Lash sebagai post-
hegemonik.
Berbagai model kekuasaan, relasi kekuasaan, dan relasi dominasi itu dijalankan dengan
konsekuensi yang berujung pada pembentukan subjek. Jadi, meski Lash menyebutkan bahwa
model kekuasaan kini lebih intensif dan faktual (anti-hegemoni) atau ketika Foucault
mengatakan mekanisme kekuasaan dalam negara modern kini tidak hanya melalui dominasi
tetapi juga governmentality, tetap saja yang menjadi persoalan adalah pada subjek..
Genealogi merupakan metode penelusuran sejarah yang digunakan oleh Foucault untuk
mengetahui asal muasal subjek dan bagaimana mekanisme kekuasaan yang dijalankan untuk
itu (Mudhoffir 2008).
D. Perspektif Michel Focault tentang Tata Kebijakan Publik
Perspektif Michel Foucault tentang tata kelola kebijakan publik membahas bagaimana
kekuasaan dijalankan dalam praktik kebijakan publik. Foucault berpendapat bahwa
kekuasaan tidak hanya dimiliki oleh pemerintah, tetapi juga tersebar di seluruh masyarakat.
Kekuasaan ini dijalankan melalui praktik-praktik kebijakan publik yang melibatkan berbagai
aktor dan institusi.
Berikut adalah beberapa konsep utama Michel Foucault yang dapat dihubungkan dengan
perspektifnya terhadap tata kebijakan publik:
Melalui keterkaitan ini, dapat dilihat bahwa konsep Biopower dan Biopolitik Foucault
dapat memberikan pemahaman tentang bagaimana kekuasaan dan regulasi beroperasi
dalam tata kelola kebijakan publik, khususnya dalam upaya mengelola dan membentuk
aspek-aspek kehidupan manusia secara luas.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Tata kelola kebijakan publik melibatkan regulasi
dan pengendalian dalam implementasi kebijakan, termasuk pemantauan kinerja
program-program dan kebijakan.
(a) Disiplin dan Pengawasan (Foucault): Foucault memeriksa peran institusi dan
birokrasi dalam menjalankan teknik-teknik disiplin terhadap individu.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Tata kelola kebijakan melibatkan peran institusi
dan struktur birokrasi dalam merancang, menerapkan, dan mengelola kebijakan-
kebijakan publik.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Pengetahuan dan otoritas dalam konteks tata
kelola kebijakan mengacu pada pengambilan keputusan yang didasarkan pada
analisis data dan informasi, serta penerapan norma-norma yang diakui.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Kebijakan publik mencakup aturan-aturan hukum
dan upaya penegakan hukum untuk mencapai tujuan-tujuan kebijakan.
4. Genealogi
Pendekatan genealogis menurut Foucault “ Genealogy is a method for understanding the
historical development of ideas, practices, and institutions, revealing the contingencies and
power relations that shape them” (Foucault, 1971). Dalam hal ini Foucault menekankan
pentingnya memahami asal-usul suatu konsep atau praktik dalam konteks sejarah, dan
bagaimana hal itu berkembang menjadi bentuk kebijakan publik saat ini.
Konsep genealogi dalam pandangan Michel Foucault dapat dihubungkan dengan tata
kelola kebijakan publik melalui beberapa aspek kunci:
a) Pemahaman Sejarah Kebijakan:
(a) Genealogi: Foucault menekankan perlunya memahami sejarah suatu konsep atau
praktik untuk melacak perkembangan dan perubahan seiring waktu.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Dengan menerapkan genealogi, tata kelola kebijakan
dapat memahami sejarah kebijakan tertentu, bagaimana kebijakan tersebut telah
berkembang, dan faktor-faktor apa yang memengaruhi perubahan tersebut.
b) Pemahaman Tentang Kekuasaan dan Pengetahuan:
(a) Genealogi: Foucault menyoroti bagaimana kekuasaan dan pengetahuan saling
terkait dan berkembang bersama-sama.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Genealogi membantu dalam pemahaman tentang
bagaimana pengetahuan dan kekuasaan telah membentuk kebijakan publik seiring
waktu. Hal ini penting dalam menilai implikasi dan tujuan di balik kebijakan saat ini.
c) Analisis Kritis terhadap Naratif Resmi:
(a) Genealogi: Foucault mendorong untuk menggali dan menganalisis naratif-naratif
resmi atau naratif otoritatif yang mendasari kebijakan dan praktik-praktik tertentu.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Dengan menerapkan pendekatan genealogis, tata
kelola kebijakan dapat mengidentifikasi dan mengkritisi naratif-naratif resmi yang
mendasari kebijakan, membuka ruang untuk memahami perspektif yang mungkin
terabaikan.
d) Pemahaman Tentang Kontinjensi dan Pluralitas:
(a) Genealogi: Foucault menekankan bahwa sejarah melibatkan kontinjensi dan
keberagaman, dan tidak selalu mengikuti garis-garis evolusi yang linear.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Dengan menerapkan genealogi, tata kelola kebijakan
dapat mengakui kerangka waktu, kejadian, dan konteks yang mungkin memiliki
pengaruh signifikan terhadap pembentukan kebijakan.
e) Analisis Kritis terhadap Kategori Identitas dan Subjektivitas:
(a) Genealogi: Foucault menganalisis pembentukan identitas dan subjektivitas dalam
konteks sejarah.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Genealogi membantu tata kelola kebijakan untuk
lebih memahami bagaimana kebijakan dapat mempengaruhi pembentukan identitas
masyarakat dan individu, serta bagaimana konsep-konsep ini telah digunakan dalam
merancang kebijakan.
f) Penelusuran Sumber Kekuasaan Tersembunyi:
(a) Genealogi: Foucault mengajak untuk menelusuri sumber-sumber kekuasaan yang
mungkin tersembunyi atau tidak terpikirkan.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Dengan menerapkan genealogi, tata kelola kebijakan
dapat mengidentifikasi dan mengungkap sumber-sumber kekuasaan yang mungkin
tidak langsung terlihat dalam kebijakan publik, membantu dalam pemahaman lebih
mendalam tentang dinamika kebijakan.
Penerapan konsep genealogi dalam tata kelola kebijakan publik membantu menggali
sejarah dan perjalanan suatu kebijakan, merinci hubungan antara kekuasaan dan
pengetahuan, serta membuka ruang untuk pemahaman yang lebih kritis dan kontekstual
5. Pergeseran Kekuasaan
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Dalam tata kelola kebijakan publik, kekuasaan
semakin terdiversifikasi, melibatkan partisipasi aktor-aktor non-pemerintah,
masyarakat sipil, dan sektor swasta. Keberlanjutan, misalnya, seringkali dipengaruhi
oleh campur tangan berbagai pihak.
(a) Pergeseran Kekuasaan: Foucault menyoroti sifat dinamis dan terus berubah dari
kekuasaan, dengan adanya perubahan dalam cara kekuasaan diterapkan dan
dijalankan.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Dalam tata kelola kebijakan publik, terdapat
ketidakpastian yang terkait dengan perubahan kebijakan, respons masyarakat, dan
dinamika politik. Pengambilan keputusan publik harus dapat menanggapi perubahan
dalam tuntutan masyarakat dan kondisi sosial.
c) Partisipasi dan Pemusatan Kekuasaan:
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Pemikiran ini terlihat dalam pendekatan tata kelola
yang lebih inklusif, di mana partisipasi masyarakat sipil, stakeholder, dan kelompok
kepentingan lainnya diintegrasikan dalam proses pengambilan keputusan dan
perumusan kebijakan.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Dalam tata kelola kebijakan publik, ada penekanan
pada evaluasi kritis terhadap efektivitas kebijakan, akuntabilitas, dan responsif
terhadap kebutuhan masyarakat. Pemikiran kritis ini membuka ruang bagi inovasi
dan perubahan kebijakan.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Dalam tata kelola kebijakan publik, pendekatan ini
dapat tercermin dalam upaya mengidentifikasi dan menyesuaikan norma-norma
yang mendasari kebijakan, menciptakan kebijakan yang lebih inklusif dan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.
Melalui pemahaman konsep Pergeseran Kekuasaan, tata kelola kebijakan publik dapat
dilihat sebagai respons terhadap perubahan dinamis dalam kekuasaan dan struktur kebijakan.
Proses ini mencakup partisipasi yang lebih luas, adaptasi terhadap dinamika sosial, dan kritik
terhadap norma-norma yang ada.
Konsep pembebasan dan resistensi dalam pemikiran Michel Foucault dapat dihubungkan
dengan tata kelola kebijakan publik melalui analisis dinamika kekuasaan dan bagaimana
masyarakat merespons serta berupaya untuk membebaskan diri atau melawan praktik-praktik
yang diatur oleh kebijakan publik. Berikut adalah beberapa keterkaitan antara konsep
pembebasan dan resistensi dengan tata kelola kebijakan publik:
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Masyarakat dapat merespons kebijakan publik yang
dianggap diskriminatif atau tidak adil dengan cara melakukan resistensi, baik melalui
protes, kampanye advokasi, atau melalui partisipasi dalam proses pengambilan
keputusan.
(a) Pembebasan dan Resistensi: Foucault menekankan bahwa resistensi dapat terjadi
melalui partisipasi aktif dalam praktik-praktik kehidupan sehari-hari dan kontestasi
terhadap norma sosial yang diimpose.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Inisiatif partisipasi masyarakat dalam tata kelola
kebijakan dapat menjadi bentuk resistensi dan upaya pembebasan. Masyarakat yang
terlibat dalam proses kebijakan publik dapat membentuk opini, menyuarakan
kepentingan mereka, dan memberikan alternatif solusi.
(a) Pembebasan dan Resistensi: Pembebasan dapat melibatkan advokasi untuk hak
asasi manusia dan perlindungan individu terhadap penyalahgunaan kekuasaan.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Tata kelola kebijakan publik yang memperhatikan hak
asasi manusia dan mendengarkan suara masyarakat dapat memberikan respons
positif terhadap resistensi dan advokasi yang dilakukan oleh individu atau kelompok.
d) Mobilisasi Sosial dan Perubahan Kebijakan:
(a) Pembebasan dan Resistensi: Gerakan sosial dan aktivisme dapat dianggap
sebagai bentuk resistensi untuk mencapai pembebasan kolektif.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Resistensi dan mobilisasi sosial dapat
mempengaruhi perubahan kebijakan publik. Perubahan dalam tata kelola kebijakan
dapat muncul sebagai tanggapan terhadap tekanan masyarakat.
Dengan menghubungkan konsep pembebasan dan resistensi Foucault dengan tata kelola
kebijakan publik, kita dapat memahami bagaimana partisipasi masyarakat, advokasi hak asasi
manusia, dan resistensi terhadap norma-norma dapat memainkan peran penting dalam
membentuk kebijakan dan merespons ketidaksetaraan kekuasaan.
(a) Peran Ilmu Pengetahuan dan Kekuasaan: Foucault menyoroti bahwa ilmu
pengetahuan bukan hanya refleksi objektif dari realitas, tetapi juga menjadi alat
kekuasaan yang digunakan untuk mengontrol dan mengatur masyarakat.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Ilmu pengetahuan sering menjadi dasar argumen
dalam pengembangan kebijakan publik. Tata kelola kebijakan publik menggunakan
pengetahuan sebagai dasar pemahaman untuk merancang dan menerapkan
kebijakan.
(a) Peran Ilmu Pengetahuan dan Kekuasaan: Ahli dan pengetahuan tertentu memiliki
otoritas yang dapat membentuk kebijakan dan mengatur norma-norma sosial.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Proses pembuatan kebijakan publik melibatkan
kontribusi dari para ahli dan peneliti. Otoritas ilmu pengetahuan memainkan peran
penting dalam membentuk pandangan dan keputusan kebijakan.
(a) Peran Ilmu Pengetahuan dan Kekuasaan: Ilmu pengetahuan tidak hanya
menyediakan fakta, tetapi juga terlibat dalam konstruksi naratif dan interpretasi
terhadap data.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Naratif ilmiah dapat mempengaruhi cara suatu
masalah dijelaskan dan diinterpretasikan dalam kebijakan publik. Proses tata kelola
kebijakan mempertimbangkan konstruksi naratif tersebut.
(a) Peran Ilmu Pengetahuan dan Kekuasaan: Foucault menyoroti bagaimana ilmu
pengetahuan digunakan sebagai alat kekuasaan dalam mendefinisikan "kebenaran"
dan norma-norma sosial.
(b) Tata Kelola Kebijakan Publik: Pemerintahan berbasis bukti melibatkan
penggunaan penelitian dan bukti empiris dalam proses pengambilan keputusan
kebijakan. Ini mencerminkan upaya untuk membuat kebijakan yang didasarkan pada
pengetahuan dan fakta.
e) Biopolitik dan Kesejahteraan Masyarakat:
Foucault dalam (Foucault, 2007) menjelaskan "Governmentality refers to the way in which
the state exercises power through various governmental techniques, policies, and practices”.
Dalam hal ini Foucault memeriksa hubungan antara pemerintahan dan kebijakan, menyoroti
peran negara dalam mengelola masyarakat dan implikasinya terhadap kehidupan sehari-hari
individu.
Konsep pemerintahan dan kebijakan dalam pemikiran Michel Foucault dapat dihubungkan
dengan tata kelola kebijakan publik melalui pemahaman tentang bagaimana kekuasaan
diorganisasi, diterapkan, dan dijalankan oleh lembaga-lembaga pemerintahan. Berikut adalah
beberapa keterkaitan antara konsep pemerintahan dan kebijakan Foucault dengan tata kelola
kebijakan publik:
Foucault, M. (1973). Discipline and Punish: the Birth of the Prison. Vintage Book.
Foucault, M. (1975). Discipline and Punish: The Birth of the Prison. Vintage Book.
Foucault, M. (2003). Society Must Be Defended: Lectures at the Collège de France, 1975-76.
Picador.
Li, T. M. (1999). Compromising Power: Development, Culture, and Rule in Indonesia. Cultural
Anthropology.
Permatasari, A., Winarsih, A. S., Efendi, D., & Darmurti, A. (2023). TATA KELOLA
KEBIJAKAN PUBLIK ERA ENDEMI: Menelaah Sektor Pemerintahan, Ekonomi, dan
Politik (R. Al-Hamdi (ed.); Nomor May). Penerbit Samudra Biru (Anggota IKAPI).
PROFIL PENULIS
NURHALIFAH, S.A.P