Anda di halaman 1dari 5

Relasi Seks dan Kekuasaan Perspektif Michel Foucault

Essay : Hidayatullah

Michel Foucault adalah seorang pemikir besar dalam sejarah. Banyak hal ia sumbangkan bagi
dunia intelektual, khususnya bidang filsafat, kebudayaan, sosial, politik maupun dalam bidang
kesenian. Salah satu kontribusi besar Foucault dalam bidang filsafat dan politik adalah
konsepnya tentang kekuasaan.

Foucault sangat tertarik menyelidiki hubungan antara kuasa dan pengetahuan. Tidak ada praktek
pelaksanaan kekuasaan yang tidak memunculkan pengetahuan dan tidak ada pengetahuan yang
di dalamnya tidak memandang relasi kuasa. Foucault menunjukan bagaimana individu modern
lahir sebagai objek dan subjek dari penyebaran dan pengadaan jaring-jaring kuasa.

Michel Foucault adalah salah satu pemikir yang sangat luar biasa. Pemikirannya tidak mengenal
batas ilmu. Hasil pemikirannya meliputi ilmu sejarah, filsafat, ilmu sosial dan politik, sampai
ranah medis yang digeluti oleh keluarganya. Foucault sering dijuluki sebagai post-modernis,
post-strukturalis, bahkan sebutan filosof, karena hasil-hasil pemikirannya menentang pemikiran-
pemikiran modernis yang sudah mapan pada saat itu, namun ia menolak semua julukan yang
diberikan kepadanya.(Syafiuddin, 2018)

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) seks berarti: 1. Jenis kelamin, 2. Hal yang berhubungan
dengan jenis kelamin. Sedangkan seksualitas berarti: 1. Ciri, sifat atau peranan seks dan
kehidupan seks dan 3. Kehidupan seks. Dalam kekuasaan sebuah negara, sering terjadinya
sebuah seks dan seksualitas. Sering sekali manusia menafsirkan teng seks dan seksualitas,
sesuatu yang bersifat erotis sebagai manusia awam dalam kecematanya istilah ini tidak lazim di
ucapkan. Persepsi ini mencul akibat mereka kurangnya dalam memahami seks dan seksualitas
secara penuh atau mendalam.

Foucault membuat sebuah perbedaan yang jelas antara seks dan seksualitas. Istilah seks ini
diartikan sebagai hubungan seksual, perilaku seksual, dan melampiaskan Hasrat seksual.
Sedangkan istilah seksualitas untuk menampung sebuah kebenaran. Seks tidak hanya masalah
sensasi dan kenikmatan semata, atau hukum larangan, tapi di dalam seks dipertaruhkan antara
benar dan salah. Apakah sebuah seks itu benar atau malah berbahaya mampu membuka peluang
dalam interaksi kekuasaan. Sampai sejauh mana seks itu dianggap berharga atau menakutkan itu
bisa saja menjadi pertaruhan kebenaran di dalam kekuasaan.

Kekuasaan Perspektif Michel Foucault

kekuasaan itu menyebar dimana-mana (power is omnipresent) sebagai konsekuensi pandangan


bahwa kekuasaan tidak berpusat pada individu-individu atau negara. Kekuasaan menyebar
melalui “seluruh struktur Tindakan yang menekan dan mendorong Tindakan-tindakan lain
melalui rangsangan, rayuan, paksaan, dan larangan.” Kekuasaan “merasuki” seluruh bidang
kehidupan modern. Kekuasaan berada di semua lapisan, kecil dan besar, laki-laki dan
perempuan, dalam keluarga, di sekolah, kampus dan sebagainya. Kekuasaan di laksanakan dalam
tubuh bukan sebagai pemilik, melainkan strategi yang menyebar dalam masyarakat modern.
Dengan demikian, kekuasaan bukanlah sebuah represi. (Efriza, 2016)

Negara mengintervensi persoalan tubuh, khususnya seksualitas. Bahkan baginya seluruh sistem
ekonomi, sosial dan politik dari suatu negara berkaitan erat dengan seksualitas. Seksualitas
berhubungan dengan populasi dan berhubungan pula dengan kebebasan dan juga pernyataan
politis seseorang. Kekuasaan bekerja dengan cara mengkontrol. Tubuh adalah objek yang
dikendalikan dan dikuasai. Analisis Foucauldian semacam ini menunjukan bahwa sejarah
perkembangan pemikiran manusia selalu melibatkan bagaimana suatu era memahami seksualitas.

Adapun konsep kekuasaan menurut Michel Foucault bukanlah sebuah kepemilikan, tetapi
dipraktikkan dalam suatu ruang lingkup di mana ada banyak posisi yang secara strategis
berkaitan satu sama lain. Inilah yang unik. Dari konsep kuasa Foucault. Foucault lebih
memusatkan perhatian kekuasaan pada individu. Di mana terdapat susunan, aturan-aturan,
sistem-sistem regulasi, di mana saja ada hubungan antara satu sama lain, di situ ada kuasa.
Menghukum dan membentuk publik yang disiplin. Publik tidak dikontrol melalui kekuasaan
yang sifatnya fisik, namun dikontrol, diatur dan didisiplinkan lewat wacana.(Anggradinata,
2018)

Menurut Foucault, kekuasaan disalurkan melalui hubungan sosial yang dapat memproduksi
kategorisasi perilaku baik maupun perilaku buruk. Kategorisasi ini merupakan bentuk
pengendalian perilaku. Relasi sosial itulah yang memproduksi subjektivitas dan perilaku yang
digambarkan lebih dari bentuk restriksi. Dalam hal ini contoh kontrol seksualitas pada anak-anak
yang diberikan Foucault cukup merepresentasikan penjelasannya. Pada abad ke-18, perilaku
seksual dikontrol bukan dengan represi fisik, tapi dengan kategorisasi baik dan buruk. Para guru
membuat berbagai anjuran dan menyusun buku petunjuk bimbingan moral atau media. Sehingga,
berkembanglah pustaka mengenai ajaran, nasihat, pengamatan, nasihat medis, kasus klinins, dan
rencana sekolah-sekolah ideal. Dalam proses perkembangan pustaka tersebut, anak-anak
diperkenalkan wacana tentang seks yang masuk akal, terbatas, lazim, dan bena

kepatuhan individu dan nilai gunanya melalui mekanisme. Dengan mekanisme tersebut
seseorang dipaksa mengikuti aturan yang telah diciptakan sehingga public terkontrol, patuh, dan
disiplin. Hal ini sebagaimana dicontohkan Foucault dalam Kontrol yang dilakukan guru dengan
memperkenalkan berbagai mekanisme seks.

Dalam sistem kuasa inilah wacana seks terbentuk. Sebelum sistem ini beroperasi, seks masih
berdiri sendiri yang hidup dalam diri subjek sebagaimana seks dalam Qur‘an dan Hadist.
Kemudian ketika relasi-relasi kuasa bergerak melalui strategi wacana. Di sanalah wacana tentang
seks yang dimasukkan ke dalam matriks-matriks kuasa menjadi seksualitas. Sebelumnya, seks
masuk dalam ruang privat melalui konsep seks dalam Qur‘an dan Hadist. Namun, wacana seks
mulai terbuka keluar dari ruang privat saat BKKBN muncul untuk mengatur populasi penduduk
Indonesia.

Teknik disiplinasi diantaranya melalui penetapan aturan dan berbagai prosedur kegiatan, jadwal,
pelaksanaan, dan tujuan kegiatan yang menghasilkan keteraturan. Kontrol juga dilakukan dengan
memberi ganjaran bagi yang mengikuti aturan dan memberi hukuman bagi yang melanggar.
Bahkan kontrol mental dapat dilakukan melalui aturan moral dan agama.

Seksual Di Indonesia

Era Reformasi lahir dari pergolakan ekonomi, politik, dan moral yang menyebabkan jatuhnya
razim Orde Baru (1968-1998). Perubahan rezim dipahami berasal dari krisis moral yang
dicirikan oleh korupsi, ketikakjujuran, keserakahan, pemerintahan otoriter dan negara yang
mengabaikan hak asasi manusia. Tatanan moral masyarakat Indonesia, termasuk moralitas
seksual. Pernyataan-pernyataan moralitas public dengan peristiwa pemerkosaan 1998, yang
melibatkan perkosaan, penganiayaan, dan pembunuhan secara terorganisir terhadap perempuan
dan anak perempuan Indonesia.
Sekarang ini ada banyak wacana yang berlaku di Indonesia tentang perilaku seksual yang pantas.
Wacana di dalam pelayanan Kesehatan, reproduksi, agama, dan Pendidikan, misalnya,
menjelaskan tentang konsep seksualitas yang dapat diterima berbagai cara. Cara lainnya yang
juga ampuh untuk membentuk seksualitas di Indonesia adalah rasa malu. Di berbagai daerah
Indonesia, membangkitkan rasa malu sangat manjur dipakai orang untuk membatasi perilaku
yang tidak dikhendaki tanpa harus mengancam orang tersebut.

Rasa malu lebih sering dialami oleh perempuan dari pada laki-laki. Di daerah Bugis Sulawesi
Selatan sebagai contoh, perempuan dianggap symbol utama dari rasa malu keluarga (siri).
Dengan demikian perilaku perempuan sangat diawasi agar ia tidak mengancam kedudukan sosial
keluarganya. Ketika siri’ disebebkan oleh adanya hubungan seksual di luar nikah, maka keluarga
besar dari ke dua belah pihak akan tertimpa malu.

Tubuh perempuan selalu memasuki hiruk-pikuk pembahasan di segala ranah. Karenanya tidak
ada diskursus lain yang memiliki daya tanding lebih yang mampu menyamai atau menyaingi
diskursus ramai atasnya kecuali perbincangan tentang tubuh perempuan. Tubuh
perempuan dari masa ke masa selalu mengalami kontestasi untuk diperebutkan oleh pihak-
pihak yang berasal dari luar dirinya.Konstruksi sosial yang ditopang oleh ragam struktur
sosial, berkembang setingkat dinamika yang mengiringi laju jaman.(Tabrani ZA, Idris and
Hayati, 2019)

Dalam masalah ini masyarakat seharusnya memberi dukungan kepada korban untuk dapat
bertahan. Karena korban pelecehan seksual akan sangat terguncang jiwanya setelah mengalami
tindakan pelecehan seksual. Oleh karena itu dukungan untuk melalui masa sulittersebut dan
lebih-lebih membantu agar pelaku mendapat hukuman yang seharusnya sangatpenting bagi
korban. Bukannya malah menyudutkan korban dan bahkan menyarankan korbanuntuk
dinikahkan dengan pelaku. Mana mungkin korban menghabiskan hidupnya denganorang yang
telah merenggut kebahagiaannya.
Kesimpulan

Foucault membuat sebuah perbedaan yang jelas antara seks dan seksualitas. Istilah seks ini
diartikan sebagai hubungan seksual, perilaku seksual, dan melampiaskan Hasrat seksual.
Sedangkan istilah seksualitas untuk menampung sebuah kebenaran. Konsep kekuasaan menurut
Michel Foucault bukanlah sebuah kepemilikan, tetapi dipraktikkan dalam suatu ruang lingkup di
mana ada banyak posisi yang secara strategis berkaitan satu sama lain.

Menurut Foucault, kekuasaan disalurkan melalui hubungan sosial yang dapat memproduksi
kategorisasi perilaku baik maupun perilaku buruk. Kategorisasi ini merupakan bentuk
pengendalian perilaku. Relasi sosial itulah yang memproduksi subjektivitas dan perilaku yang
digambarkan lebih dari bentuk restriksi. Dalam hal ini contoh kontrol seksualitas pada anak-anak
yang diberikan Foucault cukup merepresentasikan penjelasannya.

Daftar Pustaka

Anggradinata, L.P. (2018) ‘Konsep Kegilaan Dan Kekuasaan Michel Foucault Dalam Cerpen
�Catatan Harian Orang Gila� Karya Lu Xun’, Media Bahasa, Sastra, dan Budaya Wahana,
1(13), pp. 4–13. Available at: https://doi.org/10.33751/wahana.v1i13.665.

Syafiuddin, A. (2018) ‘Pengaruh Kekuasaan Atas Pengetahuan (Memahami Teori Relasi Kuasa
Michel Foucault)’, Refleksi: Jurnal Filsafat dan Pemikiran Islam, 18(2), p. 141. Available at:
https://doi.org/10.14421/ref.2018.1802-02.

Tabrani ZA, Idris, S. and Hayati (2019) ‘Islam dan Kuasa Seksualitas Perempuan di Indonesia’,
Yin Yang: Jurnal Studi Islam, Gender dan Anak, 14(1), pp. 17–32.

Ritzer, George. 2010. Teori Sosial Postmodern, Muh. Taufik. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

EFRIZA. 2016. KEKUASAAN POLITIK Perkembagan Konsep, Analisis dan kritik. Malang:
Intrans Publishing

Anda mungkin juga menyukai