Anda di halaman 1dari 13

KELOMPOK 3

TEORI FOUCAULT
“Kekuasaan"
1. EMILIA PRATIWI (200731638024)
2. HELMINIA SALSABILA (200731638083)
3. UMMA AT THAURUDIN (200731638116)
Sekilas Tentang Michael Foucault
• Ia adalah Michel Foucault, pemikir asal Prancis
yang memiliki pengetahuan khas dalam
menafsirkan pengetahuan,seksualitas, dan
kekuasaan.
• Ia adalah pemikir yang tidak mau dikotakkan
dalam satu arus pemikiran karena Ia membenci
istilah Intelektual tetapi lebih suka mendudukan
dirinya sebagai otoritas yang menentukan yang
lain.
• Faucault merupakan pemikir abad 20 karena
jasanya dalam memperkenalkan pemikiran-
pemikiran, gagasan dan wawasan baru.
Dalam teori foucault dijelaskan bahwa
kekuasaan tidak dimiliki dan dipraktekkan
dalam suatu ruang lingkup. Namun,
menjelaskan bahwa kekuasaan menyebar
tanpa bisa dilokalisasi dan meresap kedalam
seluruh jalinan perhubungan sosial. Kekuasaan
beroperasi dan bukan dimiliki oleh oknum
siapapun dalam relasi-relasi ilmu pengetahuan,
sifatnya tidak represif melainkan
menormalisasi susunan masyarakat.
MENURUT FOUCAULT

• kekuasaan itu menyebar tanpa bisa di


Lokalisasikan.
• Kekuasaan “ada dimana-mana” dan kekuasaan


datang “dari mana-mana”
Kekuasaan meresap dari seluruh “relasi sosial”
CIRI-CIRI
misalnya, anak muda/orang dewasa; orang KEKUASAAN
tua/anak; pemuka agama/umat;
pemerintah/rakyat
• Kekuasaan beroperasi dan tidak dimiliki oleh
siapapun tetapi kekuasaan bekerja dalam relasi
pengetahuan dan lembaga
SUMBER DAN RANAH KEKUASAAN
RELASI KEKUASAAN - PENGETAHUAN
“Kekuasaan menghasilkan pengetahuan…..kekuasaan dan pengetahuan saling
terkait…tidak ada hubungan kekeuasaan tanpa pembentukan yang terkait dengan
bidang pengetahuan, dan tidak ada pengetahuan yang tidak mengandaikan serta
tidak membentuk sekaligus hubungan kekuasaan.”
( Dr.Haryatmoko,2003:224)

Dalam istilah lain, Foucault menyebut pengetahuan sebagai episteme,


yaitu bentuk pengetahuan yang otoritatif atau pengetahuan yang telah
dimantapkan sebagai pemaknaan terhadap situasi tertentu pada suatu
zaman.
Contoh 1 kekuasaan dalam ranah pengetahuan .
Pembentukan kurikulum di lembaga pendidikan formal

Pemerintah sebagai institusi yang berkuasa memiliki


kewenangan untuk menginternalisasi nilai-nilai atau
seperangkat pengetahuan guna untuk mencapai suatu
kepentingan misalnya, agar tercipta SDM yang terampil,
unggul dan berkarakter. Seperangkat pengetahuan itulah
yang disebut Foucault sebagai episteme, dimana episteme ini
akan mengatur sikap dan perilaku masyarakat yaitu dimana
dalam hal ini adalah peserta didik. Mekanisme tersebut
diwujudkan dalam bentuk normalisasi kelakuan/perilaku.
Agen yang melaksanakan proses normalisasi tersebut adalah
pendidik, sedangkan objeknya adalah peserta didik. Proses
normalisasi tersebut dapat disampaikan dalam bentuk
himbauan, anjuran, nasihat, motivasi maupun materi
pembelajaran dengan harapan terjadi pembiasaan sikap dan
perilaku peserta didik yang sejalan dengan episteme dalam
struktur kurikulum pendidikan.
Contoh 2. Kekuasaan dalam ranah seksualitas
Perlunya Tes keperawanan masuk ke dalam Undang-Undang

Beberapa waktu tahun yang lalu Aguatus 2013,


ada berita mengenai tes keperawanan sempat
mengemuka dan menjadi kontroversi di tanah
air. Wacana tersebut menunjukkan adanya
perbedaan dan diskriminasi. Dalam hal ini, yang
menjadi “korban” dari deskriminasi tersebut
adalah siswa perempuan. Berdasarkan topik
tersebut dapat ditelusuri bahwa topik itu ada
sangkutpautannya dengan otoritas fraksi-fraksi
dalam DPR, namun, otoritas kekuasaan juga
menyebar pada Kementerian Pendidikan
Nasional melalui Dinas Pendidikan sampai
tataran pelaksana yakni Kepada Sekolah dan
para guru
LANJUTAN……

Di samping wacana tersebut, terdapat juga berita lain yang mengusung topik yang
relatif serupa. Namun, di sisi lain ada juga berita yang berusaha netral, bahkan yang
menentang topik ini. Berita yang mendukung di antaranya seperti “PPP dukung tes
keperawanan, tetapi jangan dipublikasikan”, berita yang berusaha netral yakni “Tes
Keperawanan Tuai Kontroversi”, adapun berita yang menentang antara lain “Tes
Keperawanan itu Berlebihan” serta “Mendikbud: Terapkan Tes Keperawanan, Sekolah
Kena Sanksi.” Menariknya, seluruh berita tersebut dimuat dalam media yang sama
yakni www.kompas.com dan dalam kurun waktu yang sama yakni pada bulan Agustus
2013.
LANJUTAN….

Praktik diskriminasi sebagai awal dari kekuasaan amat menentuan relasi makna
antarunsur dalam wacana tes keperawanan ini. Lagi-lagi sasaran kekuasaan
adalah kepatuhan tubuh individu dan sosial agar produktivitas meningkat. Siswa
perempuan yang tidak perawan lagi dirampas haknya untuk bersekolah seperti
siswa pada umumnya. Jika kebijakan ini terealisasikan, hak tubuh individu siswa
perempuan mengalami penindasan yang bertingkat. Pertama, dari laki-laki yang
memerawaninya. Kedua dari pemerintah yang merampas haknya untuk mengenyam
pendidikan. Di samping itu, terungkap juga adanya pengendalian kehidupan
masyarakat melalui regulasi dan normalisasi pendisiplinan tubuh penduduk, dalam
hal ini siswa perempuan.
LANJUTAN….

Akhirnya, walaupun pendidikan adalah hak setiap warga negara, akan tetapi
hal tersebut ditentang oleh sekelompok aparat yang berkuasa dalam ranah
tertentu menghendaki adanya pendisiplinan dan kepatuhan terhadap norma-
norma agama dan masyarakat, yaitu tentang menjaga keperawanan. Oleh
sebab itu, beberapa organisasi agama, beberapa partai, dan pimpinan sekolah
tertentu menggunakan kekuasaannya untuk menghalangi hak pendidikan
yang dimiliki siswa perempuan yang sudah tidak perawan. Di sini siswa
perempuan tidak dilibatkan untuk menanggapinya. Tubuhnya dipaksa patuh
untuk mengikuti aturan. Padahal mungkin siswa perempuan yang sudah tidak
perawan pun masih memiliki keinginan kuat untuk meneruskan studinya.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai