Anda di halaman 1dari 7

UJIAN AKHIR SEMESTER

PENGANTAR STUDI LINGUISTIK JEPANG


Dosen Pengampu: Dr. Bayu Aryanto, S.S., M.Hum

Disusun Oleh:
Eva Ananda
C12.2022.01062

FAKULTAS ILMU BUDAYA


UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO
2024
Artikel 1
Budaya permintaan Maaf Di Tempat Kerja Dalam Drama Jepang: Tinjauan
Sosiolinguistik
Permintaan maaf memiliki pengertian sebagai tindakan mengganti kerugian atas
kesalahan yang telah diperbuat yang melibatkan pihak yang bersalah dan pihak yang
dirugikan. Tata cara meminta maaf berhubungan erat dengan budaya yang ada di suatu
tempat. Pada penelitian ini membahas tentang permintaan maaf di tempat kerja dalam drama
Jepang. Dalam drama ini terdapat ungkapan permintaan maaf dengan konteks yang berbeda –
beda, seperti ungkapan permintaan maaf antara pegawai tetap dengan pegawai tetap, antara
haken dengan pegawai tetap, antara haken dan haken, pegawai tetap dan pegawai tetap, dan
lain sebagainya. Permintaan maaf yang muncul akan diteliti dalam perspektif sosiolinguistik.
Dalam perspektif sosiolinguistik, pembahasan terkait permintaan maaf lebih difokuskan pada
strategi yang digunakan serta ungkapan ekspresi dalam merealisasikan tindak tutur.
Permasalahan yang diambil dalam penelitian ini adalah ungkapan permintaan maaf
yang digunakan di tempat kerja, strategi yang digunakan ketika meminta maaf, dan faktor –
faktor yang mempengaruhi penggunaan ungkapan dan strategi permintaan maaf. Tujuan dari
penelitian ini sejalan dengan rumusan permasalahan yang diangkat, yaitu mengidentifikasi
ungkapan permintaan maaf yang digunakan di tempat kerja, mengidentifikasi strategi
permintaan maaf yang digunakan, dan menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi
pemilihan ungkapan dan strategi permintaan maaf.
Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan 3 teori, yaitu Holmes (1990) tentang
faktor yang terlibat dalam budaya permintaan maaf, Barnlud dan Yoshioka (dalam
Gudykunst, 2004, p. 289) tentang jenis strategi permintaan maaf yang digunakan berdasarkan
status lawan bicara, dan berdasarkan pada penelitian – penelitian sebelumnya.
Metode yang digunakan merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk
menemukan pola yang mendasari tindakan manusia.
Sampel data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari drama berjudul Haken
no Hinkaku pada tahun 2007 terdiri dari 10 episode.
Hasil penelitian menunjukkan dalam drama ditemukan 23 ungkapan permintaan maaf
yang berbeda – beda yang digunakan di tempat kerja. Ungkapan sumimasen dan suimasen
digunakan oleh laki – laki kepada Perempuan dan sebaliknya. Sedangkan, suman suman
digunakan oleh laki – laki kepada laki – laki. Ekspresi ini digunakan dengan rekan kerja yang
sudah akrab dan kenal lama. Ungkapan gomennasai, gomenne, dan gomenna bersifat
informal dan digunakan kepada orang yang memiliki hubungan dekat. Diketahui melalui
drama ini bahwa ungkapan ini dipakai pada rekan kerja yang seumuran, atasan kepada
bawahan yang bekerja di divisi yang sama, dan kepada anak kecil. Jika dilihat dari segi
gender, gomennasai digunakan oleh Perempuan kepada Perempuan dan laki – laki kepada
Perempuan. Kemudian, ungkapan moushi wake arimasen mempunyai arti iiwake dekinai,
yaitu pihak yang bersalah mengakui kesalahannya yang telah merugikan orang lain atau
membuat orang lain merasa tidak nyaman. Pada ungkapan ini biasanya dinyatakan kepada
atasan, pelanggan, dan perusahaan mitra. Selain itu, ungkapan ini dapat digunakan pada
situasi atasan meminta maaf kepada bawahan. Penggunaan ungkapan moushiwake
gozaimasen memliki tingkatan kesopanan yang lebih tinggi daripada moushiwake arimasen,
yang mana gozaru merupakan teineigo (bentuk sopan) dari aru. Ekspresi ini dinyatakan oleh
bawahan kepada pegawai tetap, dan pegawai/haken kepada perusahaan mitra. Moushiwake
gozaimasen diungkapkan terlebih dahulu. Lalu, diulangi dengan menyatakan moushi wake
arimasen dan diikuti dengan saikeirei atau membungkukkan badan 45 derajat. Pada
ungkapan watashi wa waruugozaimasu mempunyai arti, yaitu saya mengakui kesalahan yang
telah saya perbuat. Bentuk ekspresi ini jarang dipakai karena tergolong kedalam furui iikata
atau ungkapan yang digunakan oleh orang zaman dulu. Selanjutnya terdapat ungkapan owabi
ni agarimashita (saya datang untuk meminta maaf). Pada ungkapan ini sebelum
mengucapkannya, pihak yang bersalah menyerahkan oleh – oleh (tsumaranai mono) kepada
pihak yang dirugikan. Kemudian, diikuti dengan saikeirei atau membungkukkan badan 45
derajat guna menunjukkan bahwa dirinya benar benar merasa bersalah. Ungkapan permintaan
maaf terakhir yang ditemukan, yaitu shitsurei itashimashita artinya maaf saya telah berbuat
kurang sopan. Ekspresi ini diikuti dengan saikeirei. Selain itu, rekan kerja yang bertepatan
berada di sana juga turut serta meminta maaf atas kesalahan temannya dengan menyatakan
moushi wake arimasen. Kemudian penelitian ini mengungkapkan strategi permintaan maaf di
tempat kerja diambil berdasarkan sumber data yang digunakan, yaitu (1) mengungkapkan
permintaan maaf secara langsung ketika pihak yang bersalah tidak memiliki pembelaan
apapun; (2) memberikan penjelasan atau alasan; (3) menunjukkan sikap bertanggung jawab;
(4) Menawarkan pergantian barang. Strategi ini digunakan demi menebus rasa tidak nyaman
yang dialami oleh orang lain karena kesalahannya. (5) Berjanji tidak akan mengulangi
kesalahan yang sama. Menurut Kondo &Taniguchi (2008), orang jepang menyukai
permintaan maaf disertai dengan hansei (intropeksi diri). Adapun faktor yang memberikan
pengaruh pemilihan ungkapan dan strategi permintaan maaf, yaitu situasi, bobot kesalahan
yang diperbuat, dan status lawan bicara. Ekspresi sumimasen dan gomennasai dipakai ketika
melakukan kesalahan yang tergolong ringan dan strategi yang dapat digunakan, yaitu
meminta maaf secara langsung. Pada ekspresi gomennasai ini ditunjukkan untuk orang yang
memiliki hubungan yang dekat dengan rekan kerja dan manajer yang tergabung dalam satu
divisi. Sedangkan, untuk bobot kesalahan yang berat menggunakan ungkapan moushiwake
arimasen atau moushiwake gozaimasen lebih sesuai.
Hasil review
Penelitian ini bermanfaat bagi pembelajar Bahasa jepang yang mempunyai rencana untuk
bekerja di Jepang. Sehingga ketika melakukan kesalahan di tempat kerja dapat memilih
ungkapan yang sesuai dengan faktor faktor yang ada.
Artikel:
Lestari, E. M. I. (2019). Budaya Permintaan Maaf Di Tempat Kerja Dalam Drama
Jepang: Tinjauan Sosiolinguistik. Izumi, 8(2), 82. https://doi.org/10.14710/izumi.8.2.82-100
Artikel 2
The Past Forms of Japanese Futsuugo and Javanese NgokoLugu: Contrastive Analysis in
Sociolinguistics
Bahasa Jawa dan Bahasa Jepang adalah dua bahasa yang tidak memiliki keterkaitan
satu sama lain yang memiliki tingkat tutur dan tingkat kebahasaan. Akan tetapi, Bahasa jawa
dan Bahasa jepang memiliki klasifikasi Bahasa berdasarkan struktur dan ciri yang berbeda.
Pada penelitian ini, penulis ingin mengkaji perbedaan bentuk kata kerja lampau kepada kedua
bahasa tersebut menurut kontrastif.
Permasalahan yang diangkat penulis dalam penelitian ini, yaitu dari perbedaan kedua
bahasanya, penulis membatasinya dalam lingkup bentuk kata kerja lampau dengan
mengklasifikasikan futsuugo dalam Bahasa jepang dan ngoko lugu dalam Bahasa jawa.
Tujuan penelitian ini adalah penulis ingin meninjau perbedaan dan persamaan dari kedua
Bahasa tersebut. Terutama dilihat dari kalimat lampaunya kedua bahasa memilki keunikan
mengubah kata kerja, kata benda, kata sifat, dan lain – lainnya.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh
Hirabayasahi dan Hama (1988) yang mengatakan bahwa futsuugo digunakan ketika berbicara
dengan orang terdekat. Teori itu digunakan untuk menganalisis bentuk kata lampau Bahasa
jepang. Sedangkan, untuk Bahasa jawa penulis memakai teori milik sasangka (2004:25),
yaitu tataran ngoko biasanya dipakai oleh orang tua dengan anak, cucu, pemuda, atau
percakapan dengan sederajat yang tidak mempedulikan kedudukan dan umur, atasan dengan
bawahan, majikan dengan asisten, dan lain sebagainya. Penulis juga bercermin kepada
penelitian – penelitian sebelumnya.
Metode yang digunakan merupakan metode deskripsi kualitatif dan linguistik
kontrastif, yaitu analisis yang kajiannya lebih memfokuskan kepada perbedaan dua bahasa.
Sampel data pada penelitian menggunakan novel dan naskah drama untuk bentuk kata
lampau Bahasa jepang. Dan naskah ketoprak yang sudah pernah dipentaskan untuk mencari
kata bentuk lampau Bahasa jawa.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kalimat lampau untuk bahasa jepang
dinamakan fuutsugo dan untuk bahasa jawa dinamakan ngoko lugu. Kedua bentuk tersebut
termasuk dalam bentuk informal. Pada bentuk kata lampau futsuugo dalam bahasa jepang
ditandai dengan terdapat kata mou, kinou, kesa, dan imbuhan dibelakang ~ta, ~datta, dan
~katta untuk kata kerja, kata benda, dan kata sifat. Sedangkan, dalam Bahasa jawa bentuk
kata lampau ngoko lugu mendapatkan kata keterangan seperti wis~ yang ditambahkan pada
kata kerja dan kata sifat. Contoh data untuk futsuugo, yaitu kata kerja arukidashita yang
berasal dari kata aruku artinya ‘berjalan’ dan jika ditambahkan imbuhan ~ta dibelakang
menjadi arukidashita ‘membuka’. Kemudian untuk kata lampau ngoko lugu dalam bahasa
jepang menggunakan kata wis~ yang memiliki arti ‘sudah’. Contoh data untuk Ngoko lugu,
yaitu wis dikandhani yang berasal dari kata kerja kandhani kemudian ditambah kata
keterangan wis yang mengandung makna lampau. Ketika menggunakan kalimat lampau
Futsuugo bahasa jepang mengenal sistem uchi dan soto serta ragam bahasa laki – laki dan
Perempuan. Contoh nya penggunaan futsuugo dalam lingkup uchi, yaitu sukidatta yang
terdapat pada data 7 yang diucapkan oleh Maria kepada Tanaka, temannya. Lalu, untuk
contoh penggunaan ragam bahasa laki – laki dan Perempuan dalam kalimat lampau futsuugo
terdapat pada data 7 pada kalimat yang diucapkan oleh Maria diakhiri oleh kata wa yang
menandakan bahwa itu bahasa sopan perempuan jepang. Sedangkan dalam Kata lampau
Ngoko lugu bahasa jawa tidak memiliki kedua hal tersebut. Akan tetapi, dalam kata lampau
Ngoko lugu bahasa jawa orang tua (ayah – ibu) berbicara dengan anak menggunakan Ngoko
lugu. sebaliknya, anak berbicara dengan orang tua harus menggunakan krama. Berbeda
dengan yang ada di kalimat lampau futsuugo bahasa jepang digunakan di keluarga.
Hasil Review
Menurut saya penelitian ini cukup bermanfaat karena memberikan kita kemudahan
dalam memahami kalimat lampau bahasa jepang dengan membandingkan kalimat lampau
bahasa jawa, yang merupakan bahasa jawa adalah bahasa daerah tempat saya tinggal.
Artikel:

Santoso, T., & Sulhiyah, S. (2020). The Past Forms of Japanese Futsuugo and Javanese
Ngoko Lugu: Contrastive Analysis in Sociolinguistics. Izumi, 9(2), 137–146.
https://doi.org/10.14710/izumi.9.2.137-146
Artikel 3
Japanese Women Language Politeness in Communication Interview: Sociolinguistic
Study
Jepang dikenal sebagai negara yang sangat sopan dengan berbagai adat dan tata
krama, mulai dari hal kecil seperti cara mengantri kereta yang penuh sesak hingga cara
membungkuk yang benar. Bentuk bahasa sopan dalam bahasa jepang terbentuk dalam
berbagai konteks sosial dan professional. Dalam budaya jepang, bahasa sopan dilihat sebagai
sistem komunikasi dan penggunaannya berkaitan dengan hubungan sosial penggunanya.
Penelitian ini memfokuskan pada kesantunan bahasa sopan perempuan jepang dalam
komunikasi wawancara dengan investigasi sosiolinguistik melalui rekaman video di YouTube
untuk mendeskripsikan penggunaan keigo dengan kondisi sonkeigo ‘bahasa sopan
meninggikan pelaku’, kenjyougo ‘bahasa yang merendahkan diri’, dan teineigo ‘bahasa
sopan’. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendefinisikan kesantunan
bahasa sopan perempuan jepang dalam komunikasi wawancara.
Penulis menggunakan teori berdasarkan pada penelitian – penelitian sebelumnya dan
teori menurut Makarova, V., & Pourmohammadi, E. (2020) yang mengatakan bahwa
Perempuan lebih sedikit menggunakan istilah kata ta’arof dibandingkan laki – laki dan
ungkapan ta’arof digunakan secara berbeda oleh laki – laki dan Perempuan. Oleh karena itu
dapat dikatakan bahwa gender berkaitan erat dengan kesantunan bahasa.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif
dengan menggunakan pendekatan analisis isi. Peneliti menggunakan strategi pendekatan
analisis isi untuk mendefinisikan bahasa sopan perempuan jepang bahasa jepang dalam
wawancara komunikasi.
Data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu dengan mengumpulkan bahasa sopan
perempuan jepang dalam kata, frasa, dan klausa dari video YouTube
(https://www.youtube.com/watch?v=6BxlPvJH7Tw). Video itu tentang interaksi Perempuan
jepang yang sedang berkeliling untuk mencari fashion.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga jenis bahasa santun, yaitu
sonkeigo, kenjyougo, dan teineigo. Sonkeigo dalam penelitian ini digunakan oleh asisten toko
untuk menunjukkan rasa hormat kepada kliennya dan pengguna internet. Contoh penggunaan
sonkeigo, salah satunya terdapat pada data 3 kata go jishhin dan o iwai. Pada kedua kata
tersebut ada penambahan “go” dan “o” di depannya yang menandakan bentuk sonkeigo.
Kenjyougo, menempatkan pembicara pada tingkat lebih rendah dengan penerima ketika
berbicara tentang diri mereka sendiri. Pada penelitian ini, kenjyougo digunakan ketika
pembicara sedang berbicara atau menyampaikan informasi tentang pembicara. Contoh kata
yang termasuk kenjyougo, yaitu pada data 8 dan 9 kata o ukagai shimashita ‘berkunjung’ dan
omenikakakritai ‘melihat kamu’. Jenis bahasa santun yang terakhir, yaitu teineigo yang
ditandai dengan adanya kopula -desu dan -de gozaimasu. Kopula ini berfungsi untuk
menekankan jarak sosial antara pembicara dan lawan bicara. Contoh kata pada data 17, yaitu
takusangozaimasu. Penggunaan kopula -de gozaimasu di akhir kalimat menunjukkan bahwa
berada di suasana formal. Hubungan antara asisten toko dan konsumen termasuk dalam
lingkup soto sehingga asisten toko dan konsumen selalu menggunakan bahasa sopan yaitu
keigo. Keigo digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain menjaga martabat, membuat
sindiran, dan memberi penghormatan. Dalam penelitian ini cara Wanita jepang
mengekspresikan kesopanan, etika, dan juga emosinya serta cara Wanita jepang
berkomunikasi dengan menggunakan keigo.
Hasil review
Hasil penelitian ini cukup menarik untuk dibahas lebih lanjut dalam tinjauan cabang
linguistik yang lain.
Artikel:
Arfianty, R., Mubshirah, D., & Pujiono, M. (2023). Japanese Women Language Politeness in
Communication Interview: Sociolinguistic Study. Eralingua: Jurnal Pendidikan Bahasa
Asing dan Sastra, 7(2), 473. https://doi.org/10.26858/eralingua.v7i2.47890

Anda mungkin juga menyukai