Anda di halaman 1dari 18

HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN AKHIRAN (NO)

DAN BAHASA VERBAL PEREMPUAN DALAM LAGU-LAGU


BERSUDUT PANDANG PEREMPUAN SEBAGAI CONTOH KASUS

Alanuary Fahruz Ramadhan (1406538864)


Ikrimah Wardah (1406578376)
Kania Nadhilah Prinary (1406538795)

UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS ILMU ENGETAHUAN BUDAYA
PROGRAM STUDI JEPANG
DEPOK
JUNI 2016

Pendahuluan
Latar Belakang
Menurut Morgan (1981), bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi,
mengemukakan perasaaan atau pikiran yang mengandung makna tertentu baik
melalui ucapan, tulisan dan bahasa isyarat/bahasa tubuh. Setiap bahasa memiliki
aturan tertentu dan komunikasi dikatakan efektif bila orang yang diajak
berkomunikasi mengerti apa yang dikemukan oleh sumber komunikasi. Oleh karena
itu, bahasa merupakan aspek terpenting dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, saat batasan antar negara menjadi
transparan, mempelajari bahasa asing menjadi suatu hal yang wajib dilakukan agar
tidak lagi ditemukan kesulitan dalam berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki
bahasa ibu yang berbeda dengan kita. Tata bahasa serta perbendaharaan kata yang
berbeda menjadi faktor pendorong keharusan memiliki kemampuan berbahasa asing
bagi mereka yang memerlukannya. Linguistik, sebagai ilmu yang mempelajari
bahasa, menjadi sebuah tawaran penyelesaian masalah tersebut.
Bahasa Jepang menjadi salah satu destinasi bahasa asing yang
diminati untuk dipelajari oleh sebagian masyarakat. Jepang terkenal
memiliki keanekaragaman tata bahasa, oleh karena itu dalam
mempelajari bahasa Jepang, kita perlu mengetahui linguistik
bahasa Jepang untuk mempermudah memahami bahasa tersebut.
Salah satu cabang linguistik bahasa Jepang adalah sintaksis (/
).
Sintaksis adalah bidang yang mempelajari masalah
pembentukan kalimat termasuk satuan-satuan bahasa lain yang
lebih besar daripada kata. Di dalam sintaksis, kata menjadi satuan
terkecil dengan kalimat yang menjadi satuan terbesarnya.
Pembentukan kalimat, termasuk pembentukan satuan lain, sudah
tentu melibatkan juga makna yang muncul akibat pembentukan
tersebut (Tjandra, 2013)

Penggunaan dan fungsi (no) yang beragam, di mana salah


satunya digunakan sebagai akhiran pada kalimat, menjadi salah
satu faktor pendorong penulis dalam penelitian ini. Penulis tertarik
untuk meneliti (no) dan kaitannya dengan perempuan sebagai
objek yang lebih banyak menggunakan (no) dalam bahasa
verbalnya.
Beberapa lagu pop berbahasa Jepang bersudut pandang
perempuan, diantaranya (Seifuku ga jama wo suru) oleh
AKB48; (Ari No Mama De) oleh Takako Matsu; dan
(Kanpekigu No Ne) oleh Watarirouka Hashiritai; digunakan penulis sebagai

contoh kasus untuk permasalahan yang diangkat. Untuk


menganalisis masalah, penulis menggunakan beberapa teori serta
pendapat dari beberapa jurnal mengenai (no).
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang penulis ambil dalam makalah
ini adalah:
Bagaimana hubungan antara penggunaan akhiran (no) dan bahasa
verbal perempuan di dalam lagu-lagu bersudut pandang perempuan?

A. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan dua jurnal yang bisa
menampilkan beberapa sudut pandang, yakni Feminine Wa and No: Why Do Women
Use Them? yang ditulis oleh Naomi Hanaoka McGloin dalam The Journal of The
Association of Teachers of Japanese, vol.20, no. 1 yang diterbitkan pada April 1986
oleh American Association of Teachers of Japanese. Jurnal ini membahas penggunaan
wa dan no sebagai partikel akhir kalimat yang menunjukkan feminitas. Serta, From
Stereotype to Context: The Study of Japanese Womens Speech yang ditulis oleh
Hideko Nornes Abe, yang dimuat dalam Feminist Studies, Vol. 21, no. 3 yang
diterbitkan pada 1995 oleh Feminist Studies, Inc. Jurnal ini membahas bahasa
perempuan (onna kotoba) dari sudut pandang linguis dan feminis.
Dalam tulisannya, McGloin mengungkapkan bahwa pada dasarnya, gender yang
lebih banyak menggunakan no adalah perempuan. Namun, tidak menutup
kemungkinan jika no juga digunakan oleh laki-laki. Di dalam penggunaannya oleh
perempuan, no berkesan lebih sopan dibanding ketika didalam penggunaannya oleh
laki-laki. Mereka biasanya menggunakan no dibahasa yang tidak formal atau menuju
formal.
Contoh :
A. Informal

Well things are turned out badly


Mereka menggunakannya dalam konteks keadaan yang sedang negatif (tidak
baik).
B. Menuju Formal

Where are you going?

Mereka menggunakannya dalam keadaan menuju formal. Ditandai dengan


penggunaan .
C.
Thanks for helping me
Dalam kasus ini, biasanya pria menggunakan partikel no yang ditambah desu
atau da yang lebur menjadi ndesu atau nda agar lebih terkesan maskulin.
Namun penggunaan kata ini dibagi lagi menjadi :
a.

Pria

:
b. Perempuan

Mungkin memang bisa saja digunakan oleh perempuan, namun akan


terdengar sedikit aneh.
Sementara didalam kesehariannya, perempuan didalam kondisi apapun (formal
maupun informal) terbiasa menggunakan no (jika lawan bicaranya adalah orang yang
sudah dikenalnya). Dalam Feminitas, fungsi no dikaitkan dengan pendengar.
Perempuan menggunakan no secara lebih luas dibanding pria yang menggunakan
atau ). Ini dikarenakan perempuan lebih memperhatikan
tentang lawan untuk lebih disukai (dihargai), maka terlihat bahwa akan lebih sopan
jika digunakan oleh perempuan.
Sementara dalam tulisannya, Abe mengungkapkan ironinya pada perempuan
Jepang yang menganggap kata-kata yang ia lebih pilih untuk digunakan yang tidak
mengandung budaya Jepang atau bahasa Perempuan (Onna Kotoba) dianggap
feminis, terutama oleh orang dewasa. Oleh karena itu, sebagai linguis beliau
menganggap bahwa masalah tentang bahasa penting untuk dibahas dalam segala
proyek feminis.
Sebagai bahasa, Bahasa Jepang diyakini memiliki bahasa perempuan yang bisa
diidentifikasi, dimana orang Jepang pun menyadari cara berbicara dan menulisnya

sangat berbeda. Mengutif perkataan Robin Lakoff, ia mengungkapkan bahwa bahasa


perempuan Jepang secara budaya lebih rendah dari bahasa pria. Meskipun demikian,
akademisi Jepang justru menganggap positif bahasa perempuan, serta sebagai salah
satu keunikan dalam bahasa Jepang.
Menurut beliau, alasan pembedaan tersebut adalah adanya perbedaan fisik yang
membuat peran sosial yang berbeda, sehingga hal ini natural terjadi. Kemudian,
karakteristik fisik tersebut direfleksikan dalam perkataan mereka. Contohnya, tubuh
lembut perempuan diperkirakan memproduksi bahasa yang tidak langsung, sopan,
dan emosional. Bahkan, menurut Youko Shima, seorang penyair Jepang, bahasa
perempuan kekurangan agresivitas. Dalam studinya, Abe pun mengungkapkan bahwa
perempuan tidak pernah bisa asertif, jika menggunakan bahasa perempuan dalam
pertanyaan.
Mengutip perkataan Ehara Yumiko, seorang sosiolog Jepang, ia
mengungkapkan bahwa bahasa pria adalah bahasa yang kasar, logis, dan baik untuk
penulisan akademik. Sedangkan, bahasa perempuan adalah bahasa yang ideal untuk
diskusi emosi dan mengungkapkan perasaan terdalam ke dalam deskripsi linguistik.
Meskipun begitu, Ehara tidak mendeskripsikan mengapa perbedaan itu terjadi.
Dalam ranah akademik sastra, atribut bahasa perempuan dideskripsikan sebagai
tepat, repetitif, konservatif, lembut, suci, tidak langsung (less direct), emosional, tidak
logis, serta sopan. Abe mengungkapkan terdapat kategori yang bisa digunakan oleh
kedua gender, serta garis yang memisahkan antara kedua bahasa terkadang mengabur
tergantung konteks. Misalnya, penggunaan boku yang menurut buku teks pelajaran
pelajar bahasa Jepang di Amerika hanya bisa digunakan oleh lelaki, belakangan telah
diadopsi oleh pelajar putri SD dan SMP di Jepang.
Penelitian tentang bahasa perempuan terbagi menjadi beberapa area, dimana
salah satunya adalah partikel akhir kalimat. Partikel akhir kalimat dipercaya sebagai
kategorikal (seks eksklusif), yang terbagi menjadi tiga kategori, maskulin, feminim,
dan netral. Dimana buku teks pelajaran menggambarkan secara implisit daftar
partikel akhir kalimat ke dalam garis gender. Tetapi, menurut studinya, ia
mengungkapkan bahwa kategorisasi partikel akhir kalimat berdasarkan gender

hanyalah representasi stereotip lama dan gagal dalam merepresentasikan


penggunaannya sekarang yang oleh kedua gender. Menurutnya, penanda gender
dalam linguistik perlu diteliti kembali, karena penting untuk melihat pergeseran
linguistik yang terjadi dari satu bentuk ke bentuk lain, maupun dari waktu ke waktu.
Tetapi, mengutip sachiko ide, orang Jepang lebih menaruh perhatian dengan
hubungan antar manusia dalam konteks yang diberikan, terutama peran mereka
sebagai anggota masyarakat dan bagaimana fungsi perkataan mereka untuk
memuaskan perannya itu. Karenanya, jika perempuan memakai bahasa yang lebih
sopan, bukan karena status perempuan lebih rendah dari pria, melainkan karena ia
ingin memuaskan peranannya. Beliau mengungkapkan meskipun peranan gender
berbeda dalam masyarakat Jepang, peranan mereka disetarakan. Pendekatan
kebudayaannya, mengungkapkan bahasa perempuan yang sopan dan lembut
merupakan sebagai pelengkap dari bahasa laki-laki yang kasar dan langsung. Hal ini
merupakan norma Jepang yang diterima sebagian besar linguis di Jepang. Perempuan
di Jepang bisa dianggap jauh dari kata grup diam dalam argumen Ide.
Menurutnya, kebanyakan studi bahasa perempuan Jepang mencoba untuk
meng-generalisasi bahasa perempuan sebagai sopan, lembut, tidak langsung, dan
secara stereotip tidak punya kekuatan. Sebagai linguis dan feminis, Abe ingin
meneruskan penelitian tentang bahasa Perempuan, tidak hanya sampai sebagai lembut
dan secara stereotip lemah. Beliau masih mempermasalahkan apakah ada hal lain
yang mendasari perbedaan bahasa antara laki-laki dan perempuan. Satu-satunya cara
adalah meneliti dengan bergantung pada konteks, terutama immediete speech context.

B. Metodologi Penelitian
Di dalam makalah ini, kami sebagai penulis mengambil metode kualitatif
deskriptif dan di dibantu oleh teori dari penelitian yang sudah ada oleh Hideko
Nornes Abe dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul From Stereotype to Context : The
study Of Japanese Womens Speech dan Ehara Yumiko tentang penggunaan no yang
mana teorinya dikutip oleh Hideko Nornes Abe, serta Teori dari Naomi Hanaoka
McGloin dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul : Feminine wa and no : Why Do
Women Use Them?.
Pada dasarnya ketiga teori diatas berisikan hal yang sama, yaitu kecenderungan
penggunaan partikel no diakhir kalimat oleh wanita Jepang. Namun perbedaannya
adalah didalam teori oleh Hideko Norner Abe, teorinya mengarah kepada unsur
budaya sementara Ehara Yumiko mengutarakan dalam teorinya mengarah kepada
emosi sang penutur perempuan dan yang terakhir, Naomi Hanaoka McGloin
mengarahkan teoriya kepada alasan mengapa wanita cenderung menggunakan no
dalam bahasa percakapan. Setelah dipertimbangkan, akhirnya kami memilih teoriteori tersebut untuk dijadikan acuan dasar observasi kami kepada dua lagu berbahasa
Jepang yaitu oleh Akb48 danoleh Takako
Matsu yang mana kedua lagu diatas dibawakan oleh Idol Group wanita dan penyanyi
solois wanita dan mempunyai sudut pandang wanita.
Alasan kami memilih teori-teori tersebut adalah karena dinilai dapat membantu
menyelesaikan rumusan permasalahan yang sudah ada, yaitu Bagaimana
penggunaan no dalam bahasa sehari-hari oleh wanita.
Alasan kami memilih lagu oleh Akb48 dan
oleh Takako Matsu adalah karena di dalam kedua lagu tersebut kami dapat
melihat secara jelas penggunaan no dan apa maksud dari bait lirik yang berakhiran
no tersebut. dan mengapa kami memilih lagu sebagai lapangan observasi kami adalah
karena lagu dinilai lebih mudah dan hanya membutuhkan waktu yang singkat untuk
di terjemahkan dibanding dengan drama atau film.

C. Diskusi dan Pembahasan


Seperti yang sudah dibahas pada pendahuluan, makalah ini akan membahas
tentang penggunaan partikel akhir kalimat, no, didalam lagu beberapa lagu bersudut
pandang perempuan.
Lagu pertama adalah lagu (Seifuku ga jama wo suru) oleh
grup idola Jepang AKB48. Lagu ini adalah lagu utama dari single ke dua AKB48
yang dibawakan oleh member pilihan (senbatsu) yang dirilis pada 31 January 2007,
dimana pada awalnya merupakan bagian dari daftar lagu (repeartor) pertunjukkan
panggung AKB48 Team A 3rd Stage Dareka no Tame ni yang dipertunjukkan mulai
20 Agustus 2006 hingga 25 Januari 2007. Lagu ini juga dimasukkan dalam best
album AKB48 SETLIST~Greatest Songs 2006-2007~ yang dirilis pada 1 Januari 2008
dan SET LIST ~Greatest Songs~ Kanzen Ban~ (SETLIST ~ ~

) yang dirilis pada 14 Juli 2007. Lagu ini juga ditampilkan dalam
pertunjukkan panggung NMB48, serta dibawakan ulang oleh JKT48 dalam bahasa
Indonesia dengan judul Seragam ini sangat mengganggu yang dibawakan dalam
pertunjukan panggung Team J 2nd Stage Demi Seseorang.
Berikut adalah lirik lagunya:
Dalam bahasa Jepang

Terjemahan dalam bahasa Indonesia

AH~!

AH~!

AH~!

AH~!

AH~!

AH~!

Mengapa malam di Shibuya terasa begitu cepat?


Baru saja bertemu, kita berdua pulang dari
sekolah..
Tanpa disadari waktu mendekati jam malam pada
Game Center..
Inilah awal dari cinta karena banyak hal yang
terjadi..

Kamu berkata "mari pulang bersama"..


Bagaikan lelaki yang baik hati..
Namun tujuanmu sebenarnya berbeda..
Hei, apa yang ingin kamu lakukan?
Seragam sekolah ini mengganggu..
Aku ingin mencintai lebih bebas..
Bawalah aku ke suatu tempat..
Dunia yang jauh dan tidak kuketahui..
Seragam sekolah ini mengganggu..
Aku ingin mencintai lebih bebas..
Jangan lihat aku dengan mata itu..

AH~!

Meski pun aku masih gadis SMA..

AH~!

Meski pun seseorang melihat..

AH~!

Itu bukan urusan kita..

AH~!

Ciumlah aku!

AH~!
AH~!
AH~!
AH~!
Orang-orang yang lewat ingin mengatakan
sesuatu, namun..
Naluri cinta tak dapat terhentikan oleh
pandangan apa pun..
Meski kamu menggandeng bahuku dan
menggerakkan tanganmu..
Kita berdua tidak melakukan sesuatu yang

AH~!
AH~!

buruk..
Aku akan berpegangan padamu..
Dan membuatmu terbuai olehku..
Jika kamu merasakan kenikmatan..
Hasilnya akan ada di sana, kan?
Lepaskanlah seragam sekolahku..
Aku ingin berbuat lebih nakal lagi..
Akan kulakukan apa yang kamu inginkan..
Aku ingin mengetahui kesenangan orang
dewasa..
Lepaskanlah seragam sekolahku..
Aku ingin berbuat lebih nakal lagi..
Aku ingin menikmati sensasi ini..
Namun aku adalah gadis SMA..
Apa pun tidak masalah..
Daripada tidak sama sekali..
Peluklah aku..
AH~!
AH~!
Seragam sekolah ini mengganggu..
Aku ingin mencintai lebih bebas..

AH~!

Bawalah aku ke suatu tempat..

AH~!

Dunia jauh yang tidak kuketahui..

AH~!
AH~!

Seragam sekolah ini mengganggu..


Aku ingin mencintai lebih bebas..

Jangan lihat aku dengan mata itu..


Meski pun aku masih gadis SMA..
Meski pun seseorang melihat..
Itu bukan urusan kita..
Ciumlah aku!
AH~!
AH~!
AH~!
AH~!
Itu bukan urusan kita..
Itu bukan urusan kita..
Itu bukan urusan kita..
Ciumlah aku!
AH~!
AH~!
AH~!
AH~!

Lagu ini menceritakan tentang seorang siswi sekolah yang menginginkan


percintaan yang lebih dewasa. Hal ini dapat dilihat dari liriknya yaitu, motto jiyuu ni
aisaretai, yang kami artikan sebagai ku ingin dicintai dengan lebih bebas yang mana
disitu sang siswi mengatakan keinginannya dengan cara mendeklarasikannya. Hal ini
dapat kita lihat kembali dalam lirik motto jiyuu ni aishitai, yang kami artikan
sebagai ku ingin mencintai dengan lebih bebas dimana partikel akhir kalimat no disini
bisa kita artikan sebagai penanda deklarasi perempuan dengan cara yang lembut
(soft), seperti atribut bahasa perempuan lainnya.

Kemudian, menurut Ehara Yumiko, bahasa perempuan, dalam kasus ini partikel
akhir kalimat no, juga mengungkapkan emosi, dimana bahasa perempuan dalam
pandangan sastra dapat dianggap sebagai bahasa yang emosional, bahasa yang
digunakan dalam mengungkapkan perasaan terdalamnya, bahasa yang sangat cocok
untuk sastra. Dimana dalam potongan kedua lirik di atas dapat kita lihat emosi
perempuan dalam lagu tersebut, serta pernyataan perasaan terdalam seorang siswi
SMA akan cinta orang dewasa yang dia anggap lebih bebas. Sehingga, no dalam
potongan lirik ini bukan hanya sebagai perkataan perempuan yang soft, namun juga
emosional, dan pengungkapan perasaan terdalam.
Kemudian, hal ini juga muncul kembali dalam lirik motto furachi na asobi wo
shitai no, yang kami artikan sebagai aku ingin bermain lebih nakal lagi. Hal ini juga
merupakan penanda deklarasi dalam lagu tersebut. Serta, seperti paragraf
sebelumnya, no dalam lirik ini juga menandakan adanya pengungkapan secara
emosional oleh siswi dalam lagu tersebut yang ingin bermain lebih nakal, dimana hal
ini biasanya merupakan perasaan terdalam perempuan yang terpendam. Dimana
mengutip Ehara, perempuan bisa mengungkapkan perasaan dan emosinya melalui
bahasa perempuan.
Kemudian, dilirik nande shibuya wa yoru ni naru no ga konna ni hayai no,
yang mana siswi itu terlihat seperti mempertanyakan mengapa di shibuya sangat
cepat menjadi malam. Artian partikel akhir kalimat no di sini dapat kita artikan
sebagai penanda kata tanya. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya intonasi naik
pada no di lirik tersebut. Kemudian, keberadaan nande yang diartikan mengapa yang
terletak pada awal lirik, dapat memperkuat argumen kami bahwa no di lirik ini
mengandung makna pertanyaan.
Hal ini muncul kembali dalam lirik nee, dou suru no yang kami artikan
sebagai hei, mau bagaimana?. Seperti paragraf sebelumnya, dalam bagian lirik ini
intonasi juga naik pada no di akhir kalimat. Selain itu, juga terdapat kata dou di awal
kalimat yang berarti bagaimana. Hal ini dapat memperkuat argumen kami bahwa no
di lirik ini juga mengandung makna pertanyaan.

Tentu saja jika dikaitkan dengan konklusi dari teori penelitian oleh McGloin
yang kami ambil, penggunaan partikel no diakhir kalimat adalah sebagaimana
penggambaran sudut pandang perempuan atau feminim itu sendiri. Dengan cara si
penyanyi menyampaikan sudut pandangnya atau keinginannya ini, bisa dikatakan
sangatlah sopan walaupun dalam bahasa yang digunakan sehari-hari, karena bahasa
perempuan juga bersikap tidak langsung (less direct), tidak seperti bahasa pria yang
langsung (direct).
Selain itu, penggunaan partikel no dalam akhiran kalimat didalam lagu ini juga
ditujukan agar pendengar yang mendengarkannya dapat mengerti dengan mudah dan
dapat diterima pesan yang ada di lagu ini dengan baik.
Kemudian, lagu kedua yang kami gunakan adalah lagu Ari no Mama de
yang dibawakan oleh Takako Matsu. Lagu ini merupakan saduran dari
lagu let it go yang dibawakan oleh Demi Lovato, sebagai salah satu musik
soundtrack film Frozen keluaran Disney yang di rilis pada tahun 2013. Lagu ini
dibawakan ulang dalam bahasa Jepang yang diterjemahkan oleh Chikae Takahashi.
Berikut adalah lirik lagu tersebut:
Lirik dalam Bahasa Jepang

English Translation
Ill show you how I truly am
Ill become my true self
The snow has started to fall, erasing every
footprint
Im all alone in this pure-white world
The wind whispers to my heart
It cant stay like this
Confused and hurt
Unable to open up to anyone
Ive been troubled and worried
Stop this now

Ill show you how I truly am


Ill become my true self
I am free

Im fine like this; its not even a bit cold

All my worries seem to be lies


After all, Im free; I can do anything
Everything around is still frozen
But Im relieved
Im not lonely
Ill show you how I truly am
Ill become my true self
I am free
Im fine like this; its not even a bit cold
Ive always, always been crying
But surely, surely I can become happy
And shine even brighter

Ill show you how I truly am


Ill become my true self
I am free
Im fine like this; its not even a bit cold
I'm fine
As I am

Lagu ini menceritakan seorang perempuan yang ingin menjadi dirinya sendiri.
Tidak berbeda jauh dengan lagu dan film orisinilnya. Lagu ini menceritakan
keinginan Elsa, tokoh utama dalam film Frozen yang selalu menyembunyikan
kekuatannya dan takut menampakkan diri kepada orang-orang di luar istananya,
untuk menunjukkan dirinya, jati dirinya.
Seperti umumnya bentuk sastra lainnya, perempuan Jepang menggunakan
bahasa perempuan untuk mencurahkan emosinya dengan cara yang sopan. Karenanya
banyak karya sastra yang lebih indah menggunakan bahasa perempuan Jepang. Hal
ini dapat kita lihat pada lirik baris pertama lagu Ari no Mama de, yakni: ari no
mama no sugata miseru no yo, yang kami artikan sebagai biarkanlah ku perlihatkan

sosok apa adanya aku. Kemudian, baris berikutnya, yakni: ari no mama no jibun ni
naru no, yang kami artikan sebagai ku akan jadi diriku sendiri apa adanya.
Dari kedua potongan lirik di atas, dapat kita lihat terdapat penggunaan partikel
akhir kalimat no di keduanya. Seperti yang telah dijelaskan di atas, serta analisa kami
pada lagu pertama, lagu kedua ini kurang lebih sama dalam alasan penggunaanya.
Yaitu, sebagai penanda makna deklarasi perempuan terhadap sesuatu, dalam hal ini
jati diri, namun dengan cara yang lembut (soft) dengan atribut bahasa perempuan.
Kemudian, di baris terakhir, yakni: ari no mama de ii no. No disini bukanlah
penanda makna pertanyaan. Karena tidak adanya intonasi naik di akhiran no ini. Baris
ini kami artikan sebagai tak apa ku apa adanya. Hal ini sama seperti penjelasan
kami terhadap lirik dalam baris pertama dan kedua, yakni merupakan penanda makna
deklarasi yang soft dan emosional.
Selain itu, menurut teori Ehara, atribut bahasa wanita dapat mengungkapkan
perasaan seseorang secara emosional. No di dalam baris ini juga mengungkapkan
perasaan si perempuan (Elsa) yang mendalam, dan dikeluarkan secara emosional,
namun tetap sopan dalam pandangan tentang wanita Jepang.
Kemudian, dalam potongan lirik kaze ga kokoro ni sasayaku no, yang kami
artikan sebagai sang angin pun membisikkan ke hatiku, penggunaan no di bagian
ini dapat kita pahami sebagai bahasa sastra, dimana bahasa wanita cenderung
digunakan dalam sastra, karena ketidak-kakuannya. No disini berfungsi untuk
melenturkan atau melembutkan bahasa, agar bisa terdengar indah saat dilantunkan.
Dari dua lagu yang kami pilih, dapat kita pahami bahwa kedua lagu ini memiliki
persamaan. Yang pertama adalah keduanya adalah lagu yang bersudut pandang
perempuan yang ingin mencurahkan perasaan/emosinya yang terdalam dalam bentuk
sopan yang diterima masyarakat. Kemudian, keduanya juga menggunakan bahasa
perempuan yang dapat digunakan dalam sastra, dalam hal ini lirik/syair, karena
kelembutan dan ketidak-kakuannya, sehingga banyak kita temui dalam lagu-lagu,
terutama yang menggunakan sudut pandang perempuan. Namun, penggunaannya
berbeda-beda, tergantung konteks, dan terkadang intonasinya.

D. Simpulan

Berdasarkan analisa penulis mengenai fungsi penggunaan no dalam dua lagu


Jepang bersudut pandang perempuan sebagai contoh kasus, dapat disimpulkan bahwa
hubungan antara penggunaan no pada akhir kalimat dengan bahasa verbal perempuan
memiliki keterkaitan satu sama lain.
Mengapa perempuan lebih banyak menggunakan no adalah karena mereka ingin
si lawan bicara atau pendengar lebih dihargai atau di sukai, dengan arti lain ingin
kalimatnya terlihat sopan. Fungsi no untuk memperhalus penyampaian emosi sangat
sesuai untuk digunakan oleh perempuan sebagai gender yang halus dan lembut.

E. Daftar Acuan
Abe, Hideko Nornes. Autumn 1996, From Stereotype to Context: The Study of
Japanese Women's Speech. Feminist Studies. Volume 21,No. 3,
http://www.jstor.org/stable/3178206 , 6 Juni 2016.
McGloin, Naomi Hanaoka. April 1986, Feminine wa and no: Why Do Women Use
Them?. The Journal of the Association of Teachers of Japanese. Volume 20,
No. 1, http://www.jstor.org/stable/489515, 6 Juni 2016.
Tjandra, Sheddy N. 2013, Sintaksis Jepang. Jakarta: Bina Nusantara Media &
Publishing.
Lirik dan terjemahan lagu Ari No Mama De diambil dari website:
http://fangirlisms.com/lyrics-and-translations/let-it-go-ari-no-mama-de-lyricstranslation/. Diakses pada tanggal 9 Juni 2016 pukul 23:55
Lirik dan terjemahan lagu Seifuku Ga Jama Wo Suru diambil dari website:
http://blackexorcist.blogspot.co.id/2013/06/lirikterjemahan-akb48-seifuku-gajama.html. Diakses pada tanggal 9 Juni 2016 pukul 23:55

Anda mungkin juga menyukai