PENDAHULUAN
Jepang adalah nol besar. Oleh karena itu, penulis sama sekali tidak mengetahui
jika di Jepang juga terdapat bahasa daerah atau dialek. Pada awalnya penulis
hanya mengetahui bahwa yang disebut dengan bahasa Jepang hanyalah bahasa
Pada akhir tahun pertama belajar bahasa Jepang di UGM, penulis pertama
pemakaian ragam hormat antara laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang
dewasa, status sosialnya, hubungan sosialnya dan lain sebagainya. Oleh karena itu,
mulai saat itu penulis mulai tertarik untuk mempelajari ragam hormat bahasa
hormat, penulis mulai mempelajari bahasa Jepang melalui berbagai media, seperti
lagu, novel, drama, maupun film-film jepang. Ketika mendengarkan dialog bahasa
Jepang yang muncul di dalam film, lagu, maupun drama Jepang tersebut, penulis
1
2
menemukan banyak sekali pola kalimat ataupun kosakata yang terdengar mirip
Untuk memastikan kembali apakah kosakata yang penulis dengar itu benar
menyadari bahwa kalimat dalam dialog tersebut memang berbeda dengan pola
bahasa yang penulis pelajari di perkuliahan. Hal ini membuat penulis bertanya-
tanya mengenai jenis bahasa Jepang seperti apa yang dipakai dalam dialog film
mendapatkan penjelasan dari seorang teman yang sudah mahir bahasa Jepang.
Setelah itu, penulis baru mengetahui bahwa Jepang memiliki bahasa daerah atau
dialek. Dia juga menjelaskan bahwa bahasa yang penulis dapatkan dari dialog-
dialog film sebelumnya juga termasuk dialek. Dengan adanya penjelasan tersebut,
ketertarikan penulis untuk mempelajari bahasa Jepang tidak hanya berhenti pada
dalam bahasa Jepang. Namun, dari sekian banyak dialek yang ada, penulis lebih
sering menemukan dialek dari daerah Kansai baik itu dari lagu ataupun drama-
drama Jepang. Selain itu, berdasarkan pengalaman pribadi penulis, baik itu
3
buku pelajaran bahasa Jepang, situs-situs internet, cerita dari teman-teman sesama
pembelajar bahasa Jepang, dan lain sebagainya, penulis lebih sering mendapatkan
bahwa kota-kota di wilayah Kansai tersebut memiliki nilai historis tersendiri bagi
Jepang. Sekarang ini, Osaka dapat dikatakan sebagai kota terbesar kedua di
Jepang yang menjadi pusat bisnis dan perkantoran selain Tokyo. Kyoto
merupakan kota yang terkenal sebagai pusat budaya Jepang, seperti halnya
Yogyakarta yang terkenal sebagai pusat budaya negara kita terutama di pulau
Jawa. Sedangkan Kobe merupakan salah satu kota pelabuhan vital yang menjadi
penghubung Jepang dengan dunia luar melalui jalur laut dari dulu sampai
sekarang. Beberapa hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi penulis, sehingga
penulis mulai lebih tertarik untuk mempelajari dialek Kansai dibandingkan dialek
yang lain.
kegiatan yang terdiri dari beberapa mahasiswa Sastra Jepang UGM dan
mendapatkan teman orang Jepang yang berasal dari wilayah Kansai dibandingkan
wilayah yang lain. Hal ini semakin membulatkan tekad penulis untuk mempelajari
4
dialek Kansai lebih jauh lagi. Oleh karena penulis juga tertarik terhadap ragam
hormat bahasa Jepang, akhirnya muncul pertanyaan baru dalam benak penulis
mengenai ada tidaknya ragam hormat dalam dialek Kansai. Lalu, adakah
hormat bahasa Jepang standar. Dari beberapa sumber termasuk bertanya kepada
ragam hormatnya. Salah satu buku yang membahas mengenai dialek Kansai ini
adalah buku yang berjudul Colloquial Kansai Japanese. Di dalam buku tersebut,
mengangkat tema perbandingan antara Tokyo dan Osaka, baik dari karakteristik
kedua kota itu sendiri maupun perilaku orang-orang yang tinggal di sana. Salah
(2005) yang disusun oleh Nihon Hakugaku Kurabu Klub Ahli Pengetahuan
dari orang-orang yang tinggal di kedua kota tersebut, mulai dari tingkah laku,
kepribadian, selera dalam hal berpakaian, makanan, tempat tinggal, dan juga gaya
dibandingkan dengan dialek yang lain, dalam penelitian ini penulis memutuskan
untuk mengambil tema perbandingan antara ragam hormat dalam dialek Kansai
perbedaan bentuk serta penggunaan ragam hormat dalam dialek Kansai dengan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan yang ada
pembanding, peneliti juga akan mencari tahu dan mendeskripsikan bentuk ragam
Penelitian ini dikhususkan untuk meneliti ragam hormat yang ada dalam
dialek Kansai dari berbagai sumber. Ragam hormat dalam bahasa Jepang standar
perbandingan variasi ragam hormat dalam dialek Kansai dan bahasa Jepang
standar.
membahas mengenai ragam hormat yang ada dalam dialek Kansai. Penelitian
tersebut adalah skripsi yang ditulis oleh Gusni Hernias Prastyani (2007). Dalam
skripsinya yang berjudul Makna dan Fungsi Pemarkah Negatif di dalam Dialek
Osaka, Gusni membahas sekilas mengenai salah satu dialek yang ada di wilayah
Kansai yaitu dialek Osaka. Dalam penelitian ini Gusni lebih menitikberatkan pada
Selain itu, penulis juga menemukan skripsi dan tesis di lingkungan UGM
yang membahas mengenai ragam hormat dalam bahasa Jepang. Namun, baik
skripsi maupun tesis tersebut tidak membandingkan ragam hormat bahasa Jepang
dengan ragam hormat yang ada dalam dialek Kansai. Dalam skripsi yang berjudul
Studi Kontrastif Kosakata dalam Tingkat Tutur Bahasa Jepang dan Bahasa Bali
Keigo (bahasa Jepang) dan Kruna alus (bahasa Bali), kemudian mengidentifikasi
studi kontrastif. Sedangkan dalam tesis yang berjudul Tingkat Tutur Bahasa
dan bahasa Jawa sebagai obyek penelitian. Kemudian dengan menggunakan studi
kontrastif, di dalam karya tersebut dipaparkan persamaan dan perbedaan yang ada
skripsi yang membahas mengenai dialek Osaka. Dalam skripsi yang berjudul
tersebut tidak dibatasi pada kosakata ragam hormat dialek Kansai. Kemudian,
8
standar.
penulis lebih menitikberatkan pada bagaimana bentuk ragam hormat yang ada
ini adalah dengan cara : pengumpulan data, pengelompokan data, analisis data,
adalah teknik observasi nonpartisipasi atau teknik simak bebas libat cakap.
Teknik simak bebas libat cakap adalah penjaringan data yang dilakukan dengan
Analisis data dalam penelitian ini akan menggunakan metode agih atau
agih sebagai metode analisis yang alat penentunya ada di dalam dan merupakan
bagian dari bahasa yang diteliti. Sedangkan penyajian analisis data akan
hormat dalam dialek Kansai dan bahasa Jepang standar sebagai pembanding.