Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS KONTRASIF SISTEM HONORIFIK DALAM

BAHASA KOREA DAN BAHASA SUNDA

Makalah disusun untuk memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Bahasa Sunda

Dosen Pengampu:

Drs. Eman Suherman, M. Hum

Disusun Oleh:

Luqyana Nesia Jussup

18/430892/SA/19507

PROGRAM STUDI BAHASA DAN KEBUDAYAAN KOREA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2021
I. Latar Belakang
Manusia secara tidak sadar melakukan interaksi sosial karena kodratnya sebagai
makhluk yang tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan peran kehidupan
sesamanya. Dalam melakukan interaksi dengan sesamanya, manusia membutuhkan
media yang berguna untuk menyampaikan pemikiran, ide, dan perasaannya. Dengan
begitu, lahirlah sebuah bahasa yang menjadi perantara manusia menyampaikan apa
yang dikehendakinya. Tiap wilayah di dunia memiliki bahasa yang berbeda
tergantung dari latar belakang budaya dan lingkungannya. Tak jarang bahasa yang
digunakan oleh suatu etnis memiliki kemiripan dengan etnis lain dengan latar
belakang lingkungan yang berbeda karena adanya proses pertukaran budaya dan
banyak pula yang meskipun memiliki latar belakang lingkungan yang mirip atau
sama, tetapi disebabkan tidak adanya kebudayaan yang bersinggungan, jadilah bahasa
yang digunakan oleh dua bangsa tersebut menjadi sangat berbeda.
Hal ini terlihat salah satunya pada saat membandingkan bahasa Korea dan bahasa
Sunda. Bahasa Korea merupakan bahasa yang digunakan oleh etnis Korea yang
menduduki wilayah Semenanjung Korea di Asia bagian timur, sementara bahasa
Sunda merupakan bahasa yang digunakan oleh etnis Sunda yang mendiami bagian
barat Pulau Jawa, Indonesia. Salah satu persamaan karakteristik bahasa yang
digunakan oleh kedua etnis ini ialah keduanya sama-sama memiliki beberapa
tingkatan honorifik. Honorifik sendiri merupakan bentuk bahasa yang mewujudkan
keterkaitan antara pola bahasa dengan pengaruh sosiokultural penuturnya (Ningsih,
2012).
Pada bahasa Korea, honorifik diperhatikan karena pengaruh konfusianisme yang
sudah mengakar dalam kehidupan etnis Korea sejak dulu. Dalam konfusianisme
terdapat hierarki sosial yang menyebabkan adanya hubungan vertikal yang
berpengaruh pada cara kita berbicara atau bertindak. Dengan demikian saat berbicara
maupun bertindak, posisi dan jabatan sangat diperhatikan dalam hubungan
antarperorangan (Veghdal & Nur dalam Ningsih, 2012). Honorifik dalam bahasa
Korea digunakan kepada seseorang yang lebih tua maupun yang statusnya lebih
tinggi dan lebih dihormati daripada penutur.
Pada bahasa Sunda, honorifik lebih dikenal dengan istilah “undak-usuk basa” yang
merujuk pada tingkat-tingkat pemakaian bahasa. S. Coolsma dalam buku Tata
Bahasa Sunda (1985) menuliskan bahwa pemakaian tingkatan bahasa Sunda ini
dipengaruhi oleh orang Jawa yang sempat memiliki pengaruh yang besar di Jawa
Barat, sehingga dijadikan teladan bagi orang Sunda. Orang Jawa yang mempengaruhi
orang Sunda pun awalnya terpengaruh oleh budaya Kasta dari agama Hindu yang
dibawa oleh pedagang India saat melakukan aktivitas berdagang di Nusantara.
Dalam makalah ini akan dijelaskan sistem honorifik dalam Bahasa Sunda dan Korea
serta perbandingan keduanya.
II. Pembahasan
a. Undak-Usuk Bahasa Sunda
Penggunaan undak-usuk bahasa Sunda dapat terlihat dari pilihan kosa kata yang
digunakan dan/atau adanya perubahan bunyi dari bahasa standar. Secara umum,
terdapat tiga bentuk undak-usuk bahasa Sunda, yakni basa lemes, basa loma, dan
basa kasar.
Basa lemes digunakan untuk menghormati pendengar dan/atau yang sedang
dibicarakan (orang ketiga). Basa lemes sendiri dapat dibagi lagi mencari dua
bentuk, yakni basa lemes ka batur dan basa lemes ka sorangan.
Basa lemes ka batur merupakan tingkatan tertinggi pada undak-usur bahasa
Sunda. Bentuk ini digunakan saat berbicara atau membicarakan seseorang yang
berstatus lebih tinggi atau dihormati oleh penutur.
Contoh:
Pak Guru nyandak buku ti perpustakaan.
Pak Guru membawa buku dari perpustakaan.
Pada contoh di atas digunakan basa lemes ka batur dengan menggunakan
kosakata “nyandak” untuk menjelaskan kegiatan yang dilakukan Pak Guru
(seseorang yang dihormati penutur). Kata “nyandak” merupakan basa lemes dari
“bawa” yang merupakan bahasa loma.
Basa lemes ka sorangan berada di bawah tingkat basa lemes ka batur. Bentuk ini
dapat digunakan untuk merujuk kepada diri sendiri secara sopan, merendahkan
diri sendiri, meninggikan lawan tutur, dan menghormati orang lain yang
kedudukan dan usianya lebih rendah dari penutur.
Contoh:
Abdi bantun buku ti perpustakaan.
Saya membawa buku dari perpustakaan.
Pada contoh di atas, digunakan kosakata “bantun” untuk menjelaskan kegiatan
yang dilakukan abdi (saya; penutur). Berbeda dengan contoh menggunakan
kosakata “nyandak”, kosakata “bantun” digunakan untuk membicarakan kegiatan
yang dilakukan diri sendiri sebagai subjek secara sopan. Kemudian digunakan
pula kosakata “abdi” untuk menggambarkan subjek “saya” dalam basa lemes.
Basa loma merupakan bentuk standar bahasa Sunda dan dapat dikatakan sebagai
bahasa netral yang tidak mengenal tingkatan hierarki. Namun, dalam prakteknya
dalam kehidupan sehari-hari bentuk ini tetap dihindari jika lawan tutur merupakan
seseorang yang dihormati atau berstatus di atas penutur. Biasanya bahasa ini
digunakan dalam literatur bahasa Sunda atau pada saat berbicara kepada khalayak
ramai atau yang sepantaran dengan penutur.
Contoh:
Kuring bawa buku ti perpustakaan.
Saya bawa buku dari perpustakaan.
Pada contoh di atas, digunakan kosakata “kuring” dan “bawa” yang termasuk
dalam kosakata basa loma. Kosakata “kuring” merupakan basa loma dari “saya”,
sementara “bawa” dalam basa Sunda Loma memiliki arti yang sama dengan
“bawa” dalam bahasa Indonesia.
Basa kasar merupakan bentuk yang biasanya digunakan pada saat marah dan
kesal kepada lawan tutur dengan maksud merendahkan lawan tutur. Namun, di
sisi lain, bentuk ini juga dapat digunakan sebagai bentuk keakraban dengan lawan
tutur yang merupakan seseorang yang sepantaran dan/atau statusnya di bawah
penutur.
b. Sistem Honorifik Bahasa Korea
Dalam Bahasa Korea, honorifik dibagi menjadi honorifik lawan bicara, honorifik
subjek, dan honorifik objek.
Honorifik lawan bicara adalah cara penutur berbicara dengan meninggikan atau
merendahkan lawan tutur. Honorifik ini terwujud dengan ekspresi mengakhiri
kalimat dan dapat dibagi menjadi formal dan non-formal. Honorifik lawan bicara
formal memiliki 4 bentuk, yakni 하십시오채 (hasipsiochae) [sangat meninggikan],
하오채 (haochae) [kurang meninggikan], 하게채 (hagechae) [kurang
merendahkan], dan 해라채 (haerachae) [sangat merendahkan]. Demikian pula
honorifik lawan bicara non-formal dapat dibedakan menjadi 2 bentuk, yakni
해요채 (haeyochae) [meninggikan] dan 해채 (haechae) [merendahkan]. Di antara
enam bentuk honorifik lawan bicara ini, 하오채 (haochae) [kurang meninggikan]
dan 하게채 (hagechae) [kurang merendahkan] jarang digunakan dalam
percakapan sehari-hari.
Contoh:
자리에 내려가십시오.
Jarie naeryogasipsio.
Silahkan turun dari tempat duduk Anda.
Kalimat di atas menggunakan 하십시오채 [hasipsiochae] (sangat meninggikan)
setelah stem 내려가- yang mengindikasikan bahwa pendengar merupakan
seseorang yang sangat dihormati atau memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari
penutur, seperti raja.
Contoh:
이 얘기를 어째서 계속하여야 하는지 모르겠구려.
I yaegireul eochaeseo gyesokhayeoya haneunji moreugetgugyeo.
Saya tidak tahu mengapa saya harus tetap membicarakan hal ini.
Kalimat di atas menggunakan 하오채 [haochae] (kurang meninggikan) setelah
stem 모르겠-. Bentuk ini tingkatannya berada di bawah 하십시오채.
Contoh:
내가 너무 흥분했던 것 같네.
Naega neomu heungbunhetdeon geot ganne.
Sepertinya aku terlalu bersemangat tadi.
Kalimat di atas menggunakan 하게채 [hagechae] (kurang merendahkan) setelah
stem 같-. Bentuk ini tingkatannya berada di bawah 하오채.
Contoh:
내일 만나라.
Naeil mannara.
Sampai jumpa besok.
Kalimat di atas menggunakan 해라채 [haerachae] (sangat merendahkan) setelah
stem 만나-. Bentuk ini secara umum dianggap bukan sebagai bentuk honorifik
maupun bahasa yang merendahkan (netral).
Contoh:
공부해.
Gongbuhae.
Belajarlah.
Kalimat di atas menggunakan 해채 [haechae] (merendahkan) setelah stem 공부-.
Contoh:
그대로 전해요.
Geudaero jeonhaeyo.
Katakan saja apa adanya.
Kalimat di atas menggunakan 해요채 [haeyochae] (meninggikan) setelah stem
전하-.
Selain itu, terdapat pula honorifik subjek yang merupakan cara untuk
meninggikan subjek naratif. Bentuk ini digunakaan saat subjek narasi statusnya
lebih tinggi daripada penutur baik umur maupun status sosialnya. Honorifik
subjek diwujudkan dengan adanya pre-final ending ‘-으시-/-시-‘ pada predikatnya
dan terdapat ‘-께/-께서’ atau ‘-님’ setelah subjek honorifik.
Contoh:
부모는 들일을 다니시거나 바다에 무엇을 잡으러 가신다.
Bumoneun deulileul danisigeona badae mueoseul jabeureo gasinda.
Orang tua (saya) pergi field trip atau pergi menangkap sesuatu di laut.
Pada contoh ini, subjek merupakan “orang tua” yang status yang dihormati oleh
penutur, jadi pada kedua klausa ditambahkan pre-final ending ‘-으시-/-시-‘ sebagai
bentuk honorifik kepada orang yang dihormati.
Dalam bahasa Korea terdapat pula verba khusus yang digunakan sebagai bentuk
honorifik kepada seseorang yang berstatus lebih tinggi dibanding penutur, seperti
주무시다 (jumusida; tidur), 계시다 (gyesida; ada), 편찮으시다 (pyeonchaneusida;
sulit), dan 잡수시다 (jabsusida; makan).
Contoh:
아버지께서는 안방에 계신다.
Abeojikkeseoneun anbange gyesinda.
Ayah berada di kamar.
Pada contoh ini, dibanding menggunakan verba “있다” yang sama-sama berarti
“ada” dalam bahasa Indonesia, digunakan verba “계시다” untuk menggambarkan
kegiatan dari subjek ‘아버지’.
Bentuk honorifik bahasa Korea yang ketiga adalah honorifik objek. Honorifik
bentuk ini meninggikan objek atau adverbia yang lekat dengan lawan tutur yang
dituju. Terdapat pula verba khusus yang digunakan, seperti 드리다 (deurida;
memberi) , 뵙다 (bwibda; melihat), 여쭙다 (yeochubda; menyapa), dan lainnya.
Contoh:
나는 할머니께 과일을 드렸다.
Naneun halmeonikke gwaireul deuryeotda.
Aku memberi buah kepada nenek.
Pada contoh ini, digunakan verba “드리다” dibandingkan “주다” yang sama-sama
memiliki arti “memberi”, karena “드리다” merupakan verba khusus yang
menunjukkan honorifik kepada seseorang yang dihormati oleh penutur, yakni
“nenek”.
III. Kesimpulan
Secara umum, terdapat tiga bentuk undak-usuk bahasa Sunda, yakni basa lemes,
basa loma, dan basa kasar. Basa lemes merupakan bahasa sopan yang digunakan
untuk menghormati pendengar dan/atau yang sedang dibicarakan (orang ketiga).
Basa lemes sendiri dapat dibagi lagi mencari dua bentuk, yakni basa lemes ka
batur dan basa lemes ka sorangan. Basa loma dapat dianggap sebagai bahasa
standar Sunda yang netral, sehingga penggunaannya tidak mengenal hierarki
sosial. Basa kasar sendiri biasanya digunakan pada saat menunjukkan amarah atau
mengumpat atau bisa juga menunjukkan keakraban kepada lawan tutur yang
sepantaran atau yang sudah dekat sekali. Undak-usuk basa Sunda diwujudkan
dengan adanya perubahan bunyi dan/atau perbedaan leksem,
Bahasa Korea mengenal tiga macam bentuk honorifik, yakni honorifik lawan
bicara, honorifik subjek, dan honorifik objek. Honorifik lawan bicara memiliki 4
bentuk yang dapat digunakan dalam situasi formal, yakni 하십시오채
(hasipsiochae) [sangat meninggikan], dan 하오채 (haochae) [kurang
meninggikan], sementara 2 lainnya dapat digunakan pada situasi non-formal,
yakni 하게채 (hagechae) [kurang merendahkan], dan 해라채 (haerachae) [sangat
merendahkan]. Secara umum, honorifik bahasa Korea terwujud dengan adanya
pre-final ending ‘-으시-/-시-‘ pada predikatnya, terdapat ‘-께/-께서’ atau ‘-님’ setelah
subjek honorifik, serta penggunaan verba khusus. Dari perbandingan yang
dilakukan terdapat sedikit kemiripan, yakni kedua bahasa sama-sama
menggunakan kosakata khusus untuk mewujudkan honorifik.

Referensi

Sumantri, Maman, dkk. (1985). Kamus Sunda-Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan


Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Diakses dari
http://repositori.kemdikbud.go.id/2954/1/Kamus%20Sunda-Indonesia%20-%20%2
0%2844 9h%29a.pdf

Lee, Gwan Gyu. (2005). Gukeo Gyoyukeul Wihan Gukeo Munbeopron. Seoul: Yourack.

Akhtin Nur, Hikmah. (2020). Analisis Kontrastif Keigo Pada Bahasa Jepang Dan Basa Lemes
Pada Bahasa Sunda. (Skripsi, Universitas Darma Persada, 2020). Diakses dari
http://repository.unsada.ac.id/1697/

Ningsih, Asti. (2012). Sistem Honorifik Bahasa Korea: Penghormatan terhadap Subjek (Subject
Honorification), Mitra Tutur (Addressee-Related Honorific), dan Objek (Object
Honorification). (Skripsi, Universitas Indonesia, 2012). Diakses dari
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20294961-S1771-Sistem%20honorifik.pdf

Coolsma, S. (1985). Tata Bahasa Sunda. Jakarta: Djambatan.


Kulsum, Umi. (2020). Penguasaan Undak Usuk Bahasa Sunda untuk Meningkatkan Sopan
Santun. 9, 143-148. Diakses dari https://journal.institutpendidikan.ac.id/index.php/
caraka/article/download/ 909/660.

Anda mungkin juga menyukai