Anda di halaman 1dari 10

 Definisi Bahasa

 Language is a purely and noninstinctive of communicating ideas, emotions, and desires by


means of a system of voluntarily produced symbols “Bahasa adalah suatu alat untuk
mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kemauan, yang murni manusiawi dan tidak instingtif,
dengan pertolongan sistem lambang-lambang yang diciptakan dengan sengaja (Edward Sapir,
1949:8)
 BAHASA MANUSIAWI, NONINSTINGTIF, LAMBANG BUNYI, ARBITRER,
KONVENSI
 Berdasarkan definisi bahasa Edward Sapir disimpulkan bahwa bahasa mempunyai ciri:
 Bahasa itu murni manusiawi: Hanya manusia yang memiliki bahasa yang sangat lengkap.
 Bahasa manusia itu tidak instingtif: Bahasa bukan warisan tetapi harus dipelajari.
 Bahasa itu berupa lambang bunyi: Bahasa adalah bunyi-bunyi yang ke luar dari mulut
manusia. Bahasa yang asli adalah bahasa lisan (bunyi) sedang bahasa tulisan adalah huruf-
huruf yang menggambarkan bahasa lisan.
 Lambang bunyi bahasa bersifar arbitrer/sewenang-wenang: Makna sebuah kata tidak ada
hubungannya dengan kata yang diucapkan. Kata “rumah” dan maknanya tidak bisa dicari
hubungannya.
 Lambang bunyi bahasa bersifat konvensional atau berdasarkan perjanjian sosial suatu
masyarakat. Kata rumah dalam bahasa Indonesia diucapkan house oleh orang Inggris dan
baitun oleh orang Arab. Perbedaan penyebutan itu karena perbedaan konvensi atau perbedaan
perjanjian sosial.
 ASAL BAHASA INDONESIA
 Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa Melayu berasal dari bahasa purba yang
bernama bahasa Austronesia Purba.
 Tanah asal Bahasa Austronesia purba adalah di kepulauan Taiwan (Asia Tenggara). Eksis
sekitar 10.000 tahun yang lalu.
 Bahasa Melayu purba (turunan bahasa Austronesia) dimulai/digunakan di Kalimantan Barat.
 Bahasa Melayu purba menurunkan bahasa-bahasa daerah di Indonesia.
 Menurut Language Atlas of the Pacific Area, Australian National University ada 300-an
bahasa daerah di Indonesia.
 Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Karena bahasa-bahasa daerah di Indonesia juga
berasal dari bahasa Melayu maka terlihat banyak kesamaan atau kemiripan kosa kata yang
ada dalam bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Misalnya: /rumah/, /gula/, /bawa/, /panjang/
dalam bahasa Indonesia sama dengan bahasa Banjar. Kata /lawang/ dalam bahasa Jawa juga
/lawang/ dalam bahasa Banjar. Ada pula kata yang mirip antara bahasa Indonesia dengan
bahasa Banjar, misalnya /ramai/, /bah/, /gerhana/, /geger/, /botol/, /bekas/, /ayam/ dalam
bahasa Indonesia menjadi /rami/, /baah/, /garaha/, /gigir/, /butul/, /bakas/, /hayam/, dan lain-
lain.
 Bahasa Indonesia digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa
resmi kenegaraan.
 Bahasa Indonesia dinobatkan sebagai bahasa nasional sejak 28 Oktober 1928, sejak
pengakuan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan oleh para pemuda dan dituangkan
sebagai sumpah ketiga dalam Sumpah Pemuda.
 Bahasa Indonesia dinobatkan sebagai bahasa resmi sejak bahasa Indonesia dicantumkan
dalam Bab XV ps 36 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
 SOEMPAH PEMOEDA
 Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah air Indonesia
o Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia
o Kami poetra dan poetri Indonesia menjoenjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia
 Djakarta, 28 Oktober 1928

 Sumpah pemuda merupakan peristiwa bersejarah dan sangat heroik karena sumpah itu
diucapkan saat penjajah Belanda masih sangat kuat.
 Bunyi sumpah pemuda menggambarkan 3 ranah yang harus diperjuangkan dan
dipertahankan, yakni tumpah darah/tanah air Indonesia, bangsa Indonesia, dan bahasa
Indonesia.
 Sumpah pertama dan kedua telah dapat direalisasikan bersamaan dengan kemerdekaan RI,
sedang sumpah ketiga masih belum dapat direalisasikan sepenuhnya, karena masih banyak
masyarakat Indonesia yang belum menjunjung bahasa Indonesia. Bukti: papan-papan iklan
yang masih dihiasi dengan bahasa Inggris.
 Bandingkan dengan bunyi sumpah pemuda yang asli pada slide di atas.
 Bunyi sumpah pemuda yang ketiga “menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia,”
berbeda dengan “mengaku berbahasa satu bahasa Indonesia.”
 Bunyi sumpah, “menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia,” bermakna bahwa bahasa
Indonesia harus dijunjung, dihormati, dipakai pada waktu yang resmi, namun tidak menafikan
keberadaan bahasa daerah. Bahasa daerah tetap harus dijaga dan menjadi aset kebudayaan
bangsa. Berbeda kalau misalnya bunyi sumpah pemuda, “mengaku berbahasa satu bahasa
Indonesia,” berarti hanya satu bahasa yang diakui di negara Indonesia yakni bahasa
Indonesia, sedang bahasa daerah tidak diakui keberadaannya.
 FUNGSI BAHASA MENURUT HALLIDAY
 Halliday (1973) membagi fungsi bahasa menjadi:
 Fungsi instrumental,
 Fungsi pengendalian,
 Fungsi pemerian,
 Fungsi interaksi,
 Fungsi pribadi,
 Fungsi heuristik,
 Fungsi khayalan.

 Bahasa baku adalah bahasa yang mengikuti kaidah atau aturan dalam pemakaian bahasa
Indonesia.
o Kaidah bahasa Indonesia baku meliputi:
o . kaidah ejaan/ucapan,
o . kaidah pemakaian kata,
o . kaidah morfologi atau pembentukan kata, dan
o . Kaidah sintaksis atau penggunaan kalimat.
 Kata baku adalah kata yang digunakan sesuai dengan pedoman atau kaidah bahasa yang telah
di tentukan, dan sumber utama dari bahasa baku yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI). Kata baku umumnya sering digunakan pada kalimat yang resmi, baik itu dalam suatu
tulisan maupun dalam pengungkapan kata-kata.
 Kata Baku dan Tidak Baku Menurut Para Ahli :
Menurut Kokasi dan Hermawan
Cara pengucapan atau penulisan sesuai dengan aturan yang dibakukan. Aturan standar yang
dimaksud yaitu berupa pedoman ejaan. Tata bahasa baku, dan kamus umum.
Menurut Mulyono
Kata baku ragam bahasa yang dipakai dalam berkomunikasi mengenai ilmu pengetahuan.
Menurut sudut pandang pengguna bahasa, ragam bahasa yang biasa digunakan oleh penutur
paling berpengaruh contohnya ilmuwan , pemerintah, tokoh masyarakat, dan jurnalis atau
wartawan.
Menurut Chaer
Kata baku adalah kata yang biasa dipakai dalam keadaan formal atau resmi dalam
penulisannya menurut kaidah yang sudah dibakukan.
Kata baku biasanya sering digunakan ketika membuat karya ilmiah, membuat surat lamaran
pekerjaan, membuat surat dinas, surat edaran, surat resmi, membuat laporan, nota dinas,
berpidato, rapat dinas, musyawarah, diskusi, surat menyurat antar organisasi, instansi atau
lembaga formal lainnya.
 Ragam Bahasa dan Laras bahasa
 Ragam bahasa dapat dibedakan berdasarkan: (i) saluran (channel), (ii) pemakai, dan (iii)
pemakaian bahasa.
 Ragam bahasa berdasarkan saluran yang digunakan ada dua macam: (i) ragam bahasa lisan,
(ii) ragam bahasa tulis.
 Ragam bahasa berdasarkan orang yang memakai bahasa disebut ragam pemakai, misalnya
ragam nelayan, ragam remaja, dan lain-lain.
 Ragam bahasa berdasarkan pemakaiannya yakni ragam berdasarkan profesi atau jenis
pekerjaan, misalnya ragam bahasa bahasa dokter, mahasiswa, hukum, dan lain-lain.
 Ragam berdasarkan pemakai dan pemakaiannya disebut juga laras bahasa.
 RAGAM BAHASA LISAN
 Kalimat tidak lengkap: Kalimat, “Ke mana kamu pergi?” diucapkan hanya, “Ke mana?”
 Sering predikat didahulukan: Kalimat, “Ke mana kamu pergi?” diucapkan, “Pergi ke mana
kamu?”
 Mimik muka dan gerak-gerik anggota tubuh (tangan, anggukan, dsb.) digunakan sebagai
pengganti ejaan/tanda baca dalam bahasa tulisan. Misalnya seyuman untuk menggambarkan
rasa bahagia, mengacungkan jempul sebagai tanda setuju, dsb.
 Ilmu yang mempelajari bahasa lisan disebut ilmu retorika lisan.
 Bahasa Indonesia lisan yang standar adalah bahasa lisan yang dipakai oleh seseorang dengan
sedikit sekali atau bahkan tidak ada pengaruh bahasa daerah (baik pengaruh kosa kata
maupun intonasi kedaerahan).
 RAGAM BAHASA TULIS
 Ragam bahasa tulisan adalah ragam bahasa yang menggunakan saluran tulisan atau gabungan
simbol huruf-huruf.
 Ciri ragam bahasa tulis adalah:
 menggunakan kalimat yang lengkap (subjek dan predikat), (ii) menggunakan bahasa baku
(baku kosakata, bentukan kata, ejaan, dan kalimat), (iii) menggunakan kalimat yang efektif,
(iv) menggunakan kalimat yang cermat. (v) menggunakan susunan S + P bukan kalimat
inversi (P + S) seperti pada ragam bahasa lisan.
 Dalam bahasa tulis peran susunan kalimat yang baku, efektif, dan ejaan yang benar sangat
penting, karena penulis dan pembaca tidak bertatap muka.
 Kalimat lengkap S + P, contoh: “Semua dosen mengikuti upacara peringatan hari
kemerdekaan RI.”
 Kalimat efektif adalah kalimat yang tidak mengandung kata mubazir, tidak mengandung kosa
kata daerah, ditulis dengan ejaan yang benar.
 Kalimat cermat adalah kalimat yang tidak multitafsir dan mengandung kebenaran umum
(logis). Contoh kalimat yang tidak cermat, “Kalimat cermat adalah kalimat yang tidak
multitafsir dan logis.” Kata tidak adalah menjelaskan kata multitafsir dan juga menjelaskan
kata logis, sehingga kalimat ini bisa dimaknai, “Kalimat cermat adalah kalimat yang tidak
multitafsir dan tidak logis.”
 CONTOH KALIMAT MULTITAFSIR
 Kalimat, “Tahun ini SPP mahasiswa baru dinaikkan.”
o Kata baru di atas menerangkan kata mahasiswa atau kata dinaikkan? Jika
menerangkan mahasiswa, tanda hubung dapat digunakan untuk menghindari salah
tafsir. “Tahun ini SPP mahasiswa-baru dinaikkan.” Jika kata baru menerangkan
dinaikkan, kalimat itu dapat diubah menjadi, “SPP mahasiswa tahun ini baru
dinaikkan.”
 “Rumah sang jutawan yang aneh itu segera dijual.” Frasa yang aneh di atas menerangkan kata
rumah atau sang jutawan?” Jika yang aneh menerangkan rumah , kalimat itu dapat diubah
menjadi, “Rumah aneh milik sang jutawan itu akan segera dijual.” Jika yang aneh itu
menerangkan sang jutawan kata yang dapat dihilangkan sehingga makna kalimat di atas
menjadi jelas. “Rumah sang jutawan aneh itu akan segera dijual.”
 “Larutan ini sangat ampuh menghilangkan rasa pusing, batuk-batuk, dan hidung yang
tersumbat.” (hidung yang tersumbat ikut juga hilang)
 “Istri camat yang baru itu sangat cantik.”
 RAGAM BAHASA
 Setiap bahasa memiliki berbagai variasi. Variasi-variasi bahasa disebut ragam bahasa.
 Ragam bahasa dibedakan menjadi dua macam, yakni:
o ragam bahasa berdasarkan pemakainya, dan
o ragam bahasa berdasarkan pemakaiannya.
 Ragam bahasa berdasarkan pemakainya, misalnya, ragam bahasa yang digunakan para
nelayan (disebut ragam bahasa nelayan), ragam bahasa yang digunakan para remaja (disebut
ragam bahasa remaja), ragam bahasa yang digunakan para wanita (disebut ragam bahasa
wanita), ragam bahasa perawat, ragam bahasa dokter, ragam yang digunakan etnik/suku,
misalnya ragam etnik Cina, dan berbagai ragam lainnya lagi.

 Bahasa Indonesia laras ilmiah digunakan untuk melaporkan hasil kegiatan ilmiah. Di antara
laporan ilmiah adalah skripsi, makalah, tesis, laporan observasi, laporan penelitian, dll.
 Ciri laras ilmiah: (i) lugas; dikatakan secara langsung, apa adanya, tidak berbelit-belit, tanpa
gaya bahasa,(ii) mematuhi kaidah gramatika, (iii) menggunakan kalimat efektif agar pesan
yang ingin disampaikan dapat diterima pembaca persis seperti yang diinginkan penulis, (iv)
menggunakan kosakata baku, diksi yang tepat, dan sesuai dengan bidang ilmu, (v) kalimat
yang bebas dari ketaksaan, (vi) tidak bermakna kias dan tidak menggunakan figura bahasa,
(vii) bernalar, yakni masuk akal, (viii) mematuhi ejaan bahasa Indonesia.
 Syarat kalimat lugas: (i) apa adanya, (ii) hemat kata, (iii) tidak bermakna kias, (iv) tidak
ambiguitas, dan (v) bernalar.
 Kalimat apa adanya adalah kalimat yang mengatakan apa adanya, tidak berbelit-belit, tidak
berbunga-bunga. Contoh:
 Bu menteri datang berkebaya merah.
 (1b) Bu menteri datang dengan mengenakan baju kebaya berwarna merah.
 Beliau banyak memelihara kucing.
 (2a) Beliau banyak memelihara binatang yang bentuknya seperti harimau kecil.
 Pagi-pagi sekali para pedagang itu telah berangkat ke pasar.
 (3a) Sebelum matahari bersinar terang di ufuk timur para pedagang telah berangkat ke pasar.
 Kami akan meneliti adanya hubungan antara tindak korupsi dan kemerosotan
ekonomi nasional.
 (4a) Kami akan mengdakan penelitian mengenai adanya hubungan antara tindak perbuatan
korupsi dengan kemerosotan ekonomi nasional.

 Hemat kata yang menghilangkan kata-kata yang tidak perlu. Kata-kata yang dapat
dihilangkan adalah:
 Kata hari, tanggal, bulan, tahun, pukul, jam.
 Kata dari dan daripada yang tidak perlu. Misalnya, “Pidato dari
Presiden akan disiarkan ulang nanti malam.” “Tugas dan fungsi
daripada DPR ...” “Tanggapan dari Kapolri tentang kasus....”
 Tidak menggunakan penanda jamak (semua, banyak, beberapa,
sekalian, para) bersama-sama sekaligus dengan bentuk ulang yang
menyatakan jamak, misalnya, “Banyak pohon-pohon bertumbangan
diterpa badai Irma.”
 Kata hipernim (superordinat) dari kata yang menjadi hiponimnya
(subordinatnya). Misalnya, “kendaraan truk; ikan tongkol; burung
elang.
 KALIMAT GRAMATIKAL
 Bahasa Ilmiah wajib menggunakan kalimat gramatikal yakni kalimat yang mempunyai
Subjek dan Predikat (S + P).
o Contoh: “Artikel ini sangar bermanfaat .”
 Bahasa Ilmiah dianjurkan tidak menggunakan kalimat inversi, yakni kalimat yang didahului
oleh predikat dan disusul subjek (P + S). Contoh: “Bermanfaat sekali artikel ini.”
 SEJARAH EJAAN
 Ejaan Diperlukan Untuk Bahasa Tulis. Bahasa Lisan Tidak Perlu Ejaan Tetapi Perlu
Kejelasan Ucapan, Intonasi, Jeda, Mimik Atau Gerakan-gerakan Wajah Dan Anggota Badan
Lainnya Untuk Membantu Menjelaskan Kalimat Yang Diucapkan.
 Ejaan Pertama: Ejaan Van Ophuysen Berlaku Sejak 1901. (Prof. Ch. Van Ophuysen Ahli
Pendidikan Pada Zaman Belanda)
 Ejaan Kedua: Ejaan Soewandi/Ejaan Republik Berlaku Sejak 19 Maret 1947 Tertuang Dalam
Kep Menteri 19 Maret 1947, No. 264/Bhg.A. Berlaku S.D. 9 September 1987 (Soewandi
Adalah Menteri Pendidikan Indonesia Yang Pertama).
 Ejaan Ketiga: Ejaan Yang Disempurnakan (Eyd) Tertuang Dalam Kep Menteri Pendidikan
Dan Kebudayaan Pada 9 September 1987, No. 0543a/U/1987. (Lihat Buku Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan).
 Ejaan Keempat: Tertuang Pada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (Puebi) mulai
digunakan sejak tahun 2016
 Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) Revisi 2022

 EJAAN AN OPHUYSEN
 Teks Sumpah Pemuda menggunakan ejaan van Ophuysen. Ejaan ini disusun oleh Prof. Ch. A.
van Ophuysen yang digunakan mulai 1901.
 Ejaan van Ophuysen sangat dipengaruhi oleh bahasa Belanda, seperti huruf /j/ untuk
menuliskan kata-kata: jang, pajah, hajat. Huruf /oe/ untuk menuliskan kata: goeroe, moeloet,
doedoek.
 19 Maret 1947 ejaan van Ophuysen diganti dengan ejaan Soewandi atau ejaan Republik. Mr.
Soewandi adalah menteri pendidikan (menteri PP dan K).

 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
o Semua mahasiswa sangat antusias mendengar paparan dosen berprestasi.
 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
o Prof. Sumaji berkata, “Salah satu cara sukses adalah disiplin.”
 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama ungkapan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk
kata ganti Tuhan.
o Ya Allah, Engkau satu-satunya tempat kami memohon.
 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan
keagamaan yang diikuti nama orang.
o Sultan Hidayatullah, Haji Agus Salim, Imam Syafii, Nabi Ibrahim
 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti
nama orang atau nama instansi atau nama tempat.
 Huruf besar dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa.
o bangsa Indonesia, suku Banjar, bahasa Belanda, bahasa Mandarin, bahasa Gujrati,
bahasa Bengali, bahasa Tagalog
 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa
sejarah.
o tahun Hijriah, bulan Februari, hari Jumat, hari Natal, Perang Candu
 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata di dalam nama buku, majalah, surat
kabar, dan judul karangan, kecuali di, ke, dari, dan, yang, untuk yang tidak terletak pada
posisi awal.
o Sejarah dan Fungsi Tanaman Obat di Kabupaten Tapin
 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti
bapak, ibu, saudara, dll. Yang dipakai dalam penyapaan atau pengacuan.
o Surat Saudara sudah saya terima.
 Singkatan ialah bentuk yg dipendekkan yg terdiri atas satu huruf atau lebih.
 Singkatan nama orang, gelar,sapaan, jabatan, dan pangkat diikuti tanda titik. Misalnya: M.S.
Ali Furqon, Muh. Yamin, master of bisiness administration (M.B.A.), Philosofy of Doctor
(Ph.D.)
 Singkatan nama resmi lembaga pemerintah, organisasi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis
dengan huruf kapital dan tidak diikuti tanda titik. (DPR, PGRI, PT, KTP, dll.)
 Singkatan umum yg terdiri tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik (dll., dsb. dst., hlm.,
sda. Yth. a.n., d.a., u.b., u.p.)
 Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, mata uang tidak diikuti tanda
titik, Mis.: Cu (kuprum), TNT (trinitrotoluen), cm, kVA (kilovolt-ampere), l (liter), kg
(kilogram), Rp5.000,00 Rp200,00
 Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, yg
diperlakukan sebagai satu kata. Akronim nama diri yg berupa gabungan huruf awal ditulis
dgn. huruf kapital, misalnya: ABRI, SIM. Akronim nama diri yg berupa gabungan suku kata
ditulis huruf awal kapital, mis.: Akabri, Bapenas. Akronim yg bukan nama diriberupa
gabungan huruf, suku kata ditulis dengan huruf kecil, mis.: rapim, pemilu, rudal.
 Angka Arab: 0, 1, 2, 3, dst.
 Angka Romawi: I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M (1.000), V
(5.000), M )1.000.000).

 Asimilasi adalah perubahan bunyi konsonan akibat pengaruh konsonan lain yang berdekatan.
(men+tabung= menabung, men+koreksi= mengoreksi)
 Disimilasi adalah proses yang mengakibatkan dua buah huruf yang sama menjadi tidak sama.
(ber+ajar= belajar)
 Metatesis adalah pergantian tempat bunyi huruf disebuah kata (Lagu, Gula. Liga, Gali)
 Epentesis adalah penyisipan bunyi atau huruf dalam kata, terutama kata serapan tanpa
mengubah arti. (Class – kelas) (Book-buku)

 MORFOLOGI
 Cabang-cabang ilmu bahasa: (i) fonologi, (ii) Morfologi, (iii) Sintaksis.
 Fonologi adalah cabang ilmu bahasa yang meneliti bunyi dan fonem dalam ssebuah bahasa.
 Bahasa adalah deretan bunyi. Tidak semua bunyi menjadi bunyi bahasa. Bunyi yang menjadi
bunyi bahasa adalah bunyi yang dapat disusun menjadi kata dalam suatu bahasa.
 Bunyi yang dapat disusun menjadi kata disebut fonem.
 Fonem adalah bunyi yang terkecil yang dapat membedakan makna. Misalnya, bunyi /t/, /l/,
/m/ adalah fonem. Tari, lari, mari
 Dalam bahasa tulis, kata-kata adalah urutan fonem-fonem yang bermakna. Dalam bahasa
tulis, fonem-fonem diwujudkan berupa lamabang abjad. Fonem dalam bahasa Indonesia
adalah: /a/, /b/, /c/, /d/, /e/, /é/, /f/, /g/, /h/, /i/, /j/, /k/, /l/, /m/, /n/, /o/, /p/, /q/, /r/, /t/, /u/, /v/, /w/,
/x/, /y/, /z/, /sy/, /kh/, /ng/, /ny/.
 Fonem tidak sama dengan huruf. Dalam bahasa Indonesia, fonem /e/ melambangkan dua
fonem, yakni fonem /é/ dan fonem /ә/. Misalnya,
 bekas dan bebas; tembak dan tempat
 Fonem /sy/, /ng/, /kh/, /ny/ adalah satu fonem namun dilambangkan dua huruf. Yakni huruf s
dan y → /sy/; k dan h → /kh/; n dan g → /ng/; n dan y → /ny/.
 Huruf dalam BI ada 26 huruf dan fonem BI 31 fonem.
 Fonem segmental karena dapat di segmentasikan menjadi segmen yg terkecil. kata lupa terdiri
empat fonem /l/, /u/, /p/, /a/. masing2 fonem merupakan segmen, dpt dipotong berdiri sendiri.
Fonem-fonem adalah segmen yg terkecil dlm bahasa.
 Fonem suprasegmental = bunyi2 tertentu yg tdk berupa segmental. Fonem2 itu terdapat
sekaligus dlm silabe, frase, kalimat. Kata dengan (Struktur segmental) dgn nada datar ‘kutu
kayu’, nada naik ‘berbahaya’, turun lalu naik ‘menjawab dgn serta merta’, dgn nada turun
berarti ‘takut.’
 Kata blackboard tekanan pd black = papan tulis, tekanan pd board = papan hitam; tekanan pd
orang tua dlm bi tdk mengubah makna.
o Distribusi Fonem
 DF adalah letak masing2 fonem dalam kata. Suatu fonem dapat berada pada posisi awal,
tengah, dan akhir kata. Fonem /p/ dapat menempati posisi awal, tengah, dan akhir kata , sept
pd kata paku; rapat; uap. Fonem /w/, /c/, /y/ hanya pd posisi awal dan tengah, sept pd kata
waktu dan kawat; yakin dan kaya; cakap dan kaca. Fonem vokal /a/, /i/, /u/, /o/, /e/, /é/ dapat
menempati semua posisi dan apabila kata hanya dua suku kata maka kata itu hanya dapat
diakhiri oleh fonem vokal. Misalnya: dara, dadu, antre, kode, dan lain-lain.
o Gugus Fonem (gugus konsonan dan gugus vokal
 GF (cluster) adalah deretan dua atau lebih bunyi dalam satu suku kata baik sebagai gugus
vokal maupun sebagai gugus konsonan. /pr/, /gr/, /tr/, /nt/, /nd/, /pl adalah gugus konsonan
dlm praktik, diagram, tragade, development, diamond. Gugus vokal adalah (diftong): /au/,
/oi/, /ai/ dlm BI pulau, amboi, dan pakai.
o MORFOLOGI
 Morfologi = bidang linguistik yg mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya.
 Morfologi = bagian dari struktur bahasa yg mencakup kata dan bagian-bagian kata, yakni
morfem
 Morfologi = seluk-beluk morfem, bagaimana menentukan sebuah bentuk adalah morfem,
bagaimana morfm-morfem itu berproses menjadi kata.
 Morfem = satuan bahasa terkecil yg maknanya secara relatif stabil dan yg tdk dpt dibagi atas
bagian bermakna yg lebih kecil.
 Morfem dan Kata
 cari = satu kata satu morfem
 mencari = satu kata dan dua morfem, yakni morfem bebas ‘cari’ dan morfem terikat ‘men-’
 mencarikan = satu kata dan tiga morfem
 manusia = satu kata dan satu morfem.
 kemanusiaan = satu kata dan tiga morfem
 prikemanusiaan = satu kata dan empat morfem
 berprikemanusiaan = satu kata dan lima morfem
 Ada lima macam reduplikasi (i) dwilingga atau pengulangan seluruh morfem dasar, misalnya:
lari-lari, buah-buah, makan-maka, (ii) dwilingga salin suara atau pengulangan morfem dasar
dengan perubahan vokal, misalnya: bolak-balik, lenggang-lenggok, (iii) dwipurwa atau
pengulangan suku awal, misalnya: lelaki, pepatah, (iv) dwiwasana atau pengulangan akhir
kata, misalnya cengengesan “cenges tertawa, cengengesan selalu tertawa’, (v) trilingga atau
pengulangan morfem dasar hingga tiga kali, misalnya: dag-dig-dug.
 Kata majemuk atau komposisi adalah penggabungan morfem dasar dengan morfem
dasar sehingga membentuk sebuah kata baru yang berbeda maknanya dengan unsur-
unsur yang membentuknya. Contoh: lalu lintas, rumah sakit, jalan raya, makan pagi,
dll.
 Morfem bebas = morfem yg tanpa kehadiran morfem lain dpt muncul dlm penuturan.
 Morfem terikat = morfem yg tanpa digabung dgn morfem lain tdk dpt muncul dlm penuturan.
semua afiks adalah amorfem terikat.
 Bentuk2 juang, henti gaul, baur, juga termasuk morfem terikat karena bentuk2 tsb meskipun
bukan afiks tdk dpt muncul dlm penuturan tanpa terlebih dahulu mengalami proses
morfologis, seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi.
 Bentuk2 spt renta (tua renta), kerontang (kering kerontang), bugar (segar bugar) juga morfem
terikat. Disebut juga morfem unik karena hanya dlm pasangan tertetu.
 Kalimat adalah susunan kata-kata yang mempunyai makna.
 KALIMAT MAJEMUK KALIMAT EFEKTIF
 Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya memiliki satu klausa.
 Klausa adalah bagian kalimat yang memiliki subjek dan predikat.
 Frase adalah bagian kalimat yang tidak melampaui batas Subjek dan Predikat.
 Kalimat majemuk adalah kalimat yang memiliki dua klausa atau lebih.
 Kalimat majemuk ditandai oleh adanya konjungsi sebagai kata yang menyambung atau
menyatukan bagian-bagian kalimat itu.
 Konjungsi (kata penghubung) adalah kata yang dipergunakan untuk menggabungkan kata
dengan kata, frase dengan frase, kalimat dengan kalimat, paragraf dengan paragraf.
 Konjungsi intrakalimat adalah kata yang menghubungkan kata dengan kata, frase dengan
frase, Kalimat terdiri dari unsur utama Subjek (S) dan Predikat (P). Unsur lain selain S dan P
adalah Objek (O), Pelengkap (Pel), dan Keterangan (Ket).
 Subjek selalu terdiri dari kata nomina atau frase nominal, kata pronomina atau frase
pronominal.
 Predikat dapat terdiri dari kata verba atau frase verbal, kata adjektiva atau frase adjektival,
kata nomina atau frase nominal, kata pronomina atau frase pronominal, kata atau frase
numeral, frase preposisional.
 “Para anggota DPR sedang mengikuti sidang paripurna.”
o Para anggota DPR = Frase Nominal; sedang mengikuti = Frase verbal; sidang
paripurna = frase nominal.
 Objek dan Pelengkap bertugas melengkapi Predikat. Objek mengikuti predikat berawalan me-
sedang pelengkap mengikuti predikat berawalan ber-.
 klausa dengan klausa, misalnya: agar, dan, sehingga.
 Mahasiswa mengikuti kuliah umum.”
 “kuliah umum” = objek karena terletak di muka kata mengikuti (berawalan
me-).
o “Kami berharap orang itu datang lagi sore ini.”
 “orang itu” = Pelengkap karena terletak di muka berharap (berawalan
ber-)
o Keterangan adalah bagian kalimat yang menerangkan predikat. Keterangan terdiri
dari keterangan waktu, keterangan tempat, keterangan alat, dan sebagainya. Frase
sore ini, kemarin, pagi tadi merupakan keterangan waktu.
o Frase di pasar, di rumah, di sungai merupakan keterangan tempat.
o Frase dengan cangkul, dengan jarum suntik, merupakan keterangan alat
 Konjungsi intratekstual (Antarkalimat) adalah kata yang menghubungkan kalimat dengan
kalimat atau paragraf dengan paragraf, Misalnya: apalagi, bahkan, bahwa, begitu
 Setiap negara melakukan pembangunan nasionalnya untuk berbagai tujuan.”
o S : Setiap negara
o P : melakukan
 : pembangunan nasionalnya
o Ket : untuk berbagai tujuan
 Kalimat ini disebut kalimat tunggal karena hanya terdapat satu subjek dan satu predikat.
Bagian kalimat “Setiap negara melakukan pembangunan nasionalnya,” adalah satu klausa
karena terdapat S dan P.
 Kalimat, “Muhammad Ali memukul lawannya dengan kepalan tinju andalannya dan Foreman
membalas pula dengan kepalan tinju yang tak kalah kerasnya.”
 Kalimat ini merupakan kalimat majemuk karena terdapat dua klausa yang digabungkan
menjadi kalimat, yakni, (i) Muhammad Ali memukul lawannya dengan kepalan tinju
andalannya, (ii) Foreman membalas pula dengan kepalan tinju yang tak kalah kerasnya.
 Kalimat majemuk ini dihubungkan oleh konjungsi dan.
 Kalimat majemuk terjadi karena dua kalimat (dua klausa) digabungkan menjadi satu kalimat.
 Kalimat majemuk dibedakan menjadi dua macam, yakni Kalimat Majemuk Setara dan
Kalimat Majemuk Bertingkat.
 Kalimat Majemuk Setara dibedakan menjadi Kalimat Majemuk Setara Gabungan, Kalimat
Majemuk Setara Perlawanan, Kalimat Majemuk Setara Pertentangan, dan Kalimat Majemuk
Setara Pemilihan.
 Kalimat Majemuk Setara Gabungan adalah kalimat yang menggunakan konjungsi: dan, serta,
lalu, kemudian, dan baik....maupun.
 Contoh Kalimat Majemuk Setara Gabungan.
o “Obat generik cukup berkualitas dan harganya murah.”
o “Obat generik cukup berkualitas dan harganya murah serta tersedia di toko- toko
obat
 Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat majemuk yang klausa-klausanya mempunyai
hubungan tidak setara. Klausa tersebut ada yang berkududukan sebagai klausa utama (induk
kalimat) dan ada yang berkedudukan sebagai klausa subordinatif (anak kalimat).
 Klausa subordinatif pada kalimat majemuk bertingkat diantar oleh konjungsi.
 Konjungsi adalah kata penghubung yang bertugas menghubungkan dua klausa atau lebih
sehingga terbentuk satu kalimat majemuk.
 Kalimat majemuk bertingkat dapat dibagi menjadi (i) Kalimat majemuk bertingkat hubungan
pemerlengkapan, (ii) Kalimat majemuk bertingkat hubungan waktu, (iii) Kalimat majemuk
bertingkat hubungan syarat, (iv) Kalimat majemuk bertingkat hubungan pengandaian, (v)
Kalimat majemuk bertingkat hubungan tujuan, (vi) Kalimat majemuk bertingkat hubungan
pengakuan, (vii) Kalimat majemuk bertingkat hubungan perbandingan, (ix) Kalimat majemuk
bertingkat hubungan penyebaban, (x) Kalimat majemuk bertingkat hubungan cara, (xi)
Kalimat majemuk bertingkat hubungan alat, (xii) Kalimat majemuk bertingkat hubungan
atributif.
 KOMPOSISI DAN PARAGRAF
 Penggunaan bahasa dimaksudkan untuk menyampaikan maksud atau gagasan seorang
pembicara/penulis untuk seorang/beberapa orang pendengar/pembaca.
 Agar maksud yang disampaikan dapat dengan mudah dipahami oleh pendengar/pembaca
maka di samping menggunakan kalimat-kalimat yang baku dan efektif, juga bahasa yang
digunakan haruslah tertata/teratur rapi.
 Komposisi adalah ilmu menata kalimat agar kalimat yang digunakan itu mempunyai bentuk
yang rapi dan kalimat-kalimat yang juga tersusun rapi. Komposi dapat terbentuk dari satu
atau beberapa kalimat.
 Beberapa kalimat yang mencerminkan satu gagasan yang padu (kompak) disebut paragraf
atau alinea.
 Skripsi, makalah, berita di koran, pidato, dan surat adalah contoh komposisi.
 Karya sastra seperti sajak, cerpen, dan novel juga merupakan komposisi. Paragraf dalam sajak
disebut ‘bait.’
 Komposisi yang baik bercirikan ‘kepaduan.’ Kepaduan terbentuk oleh adanya kesatuan dan
pertautan. Kesatuan berkenaan dengan pokok masalah. Pertautan berkenaan dengan hubungan
antara bagian yang satu dengan bagian yang lain yang berupa kalimat, paragraf, pasal, atau
bab; bagian yang berupa bab lazim terdapat pada komposisi yang berbentuk buku.
 Untuk menjamin adanya kesatuan dan pertautan dalam satu komposisi hendaknya termuat
hanya satu gagasan pokok . Agar gagasan pokok itu menjadi jelas maka gagasan pokok itu
dijelaskan atau dikembangkan lagi. Kalimat yang menjelaskan gagasan pokok disebut kalimat
penjelas atau kalimat pengembang.
 Di dalam karangan yang terdiri atas beberapa paragraf, gagasan pokok termuat dalam satu
paragraf yang disebut paragraf pokok. Paragraf lain yang menjelaskan paragraf pokok disebut
paragraf pengembang atau paragraf penjelas.
 Di dalam paragraf, gagasan pokok termuat di dalam sebuah kalimat yang disebut kalimat
pokok (kalimat utama).
 Gagasan pokok yang ada di dalam kalimat pokok/kalimat utama dikembangkan dengan
kalimat lain yang disebut kalimat pengembang. Kalimat pokok ditambah kalimat pengembang
yang padu (saling menunjang atau saling berkait) membentuk sebuah paragraf yang baik atau
paragraf yang padu.
 Agar kalimat yang mebentuk paragraf saling bertautan maka diperlukan ‘ungkapan
penghubung’ dan ‘pengulangan unsur kalimat.’
 Ungkapan penghubungan dan pengulangan unsur kalimat itu bertugas menautkan kalimat
yang satu dengan kalimat lain dalam satu paragraf dan menautkan paragraf yang satu dengan
paragraf yang lain dalam sebuah karangan.
 Ungkapan penghubung dan pengulangan unsur kalimat yang digunakan sebagai penaut
kalimat dalam paragraf dan penaut paragraf dalam karangan disebut pemarkah atau
penanda pertautan.
 Ungkapan penghubung dibedakan atas (i) ungkapan penghubung antarkalimat dan (ii)
ungkapan penghubung antarparagraf.
 Pengulangan unsur kalimat dapat dilakukan dengan menggunakan kata atau frasa yang
sama dan dapat pula menggunakan pronomina (kata ganti) dia, mereka, saya, -nya, dan
demonstrativa (kata tunjuk) ini, itu.
 Ungkapan penghubung antarkalimat: oleh sebab itu; namun; akan tetapi; dengan demikian;
selanjutnya; selain itu.
 Ungkapan penghubung antarparagraf: adapun; dalam pada itu; sementara itu; selanjutnya.
 Pronomina (kata ganti) bertugas mengganti/mengacu ke maujud tertentu yang terdapat dalam
peristiwa yang telah disebut sebelumnya. Pengacuan itu dapat bersifat di luar bahasa ataupun
di dalam bahasa.
 Pronomina dibagi menjadi pronomina persona (saya; kamu; mereka), pronomina penunjuk
(ini; itu; sana; sini), pronomina penanya (apa; siapa; mengapa).
 Pronomina aku, ku-, dan saya mengacu ke persona pertama yang tunggal. Bentuk aku, -ku
dan ku- digunakan jika pembicara akrab dengan kawan bicaranya. Bentuk itu juga dipakai
oleh orang yang sedang berdoa atau berbicara dalam batin.
 Dalam situasi resmi pronomina aku, -ku, atau ku- diganti dengan kata saya.
 Bentuk –nya dapat digunakan untuk mengacu kepada sesuatu yang bukan insan, seperti pada
kalimat, “Walaupun kakinya terluka, serigala itu masih mampu melarikan diri.”
 Pronomina persona ketiga yang lain umumnya digunakan untuk mengacu ke insan. Dalam
dongeng, misalnya, pronomina digunakan juga untuk mengacu ke hewan atau benda lain yang
diinsankan.
 Perhatikan contoh:
 Kancil berlari ketakutan; kemudian ia mencari tempat persembunyian.
 Bunga mawar dan bunga matahari memamerkan keelokan mahkota
o mereka.
 Catatan: Dalam pemakaian formal, acuan yang bukan harus diulangi atau diungkapkan
dengan kata lain yang maknannya berssuaian. Contoh:
 “Dulu kami mempunyai radio antik, tetapi kini radio itu telah dicuri orang.”

Anda mungkin juga menyukai