Anda di halaman 1dari 2

Tinjauan Bacaan

Mishima Yukio
Oleh Kelompok 12
Ikrimah Wardah
Sekar Nara Iswari
Tiara Darmashanti
Vira Primanugrah Shakanti
Inti penelitian
Pandangan Mishima Yukio terhadap kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II
dan Ningen-Sengen serta pengaruhnya terhadap karya sastranya.
Isu tematis The Golden Temple
Potret kekacauan dan degradasi moral yang terjadi pada Jepang setelah perang
melalui pandangan tokoh protagonis, yang merupakan bayangan dari penulis.
Temuan penelitian
Kekalahan Jepang pada Perang Dunia II dan deklarasi Ningen-Sengen Kaisar
Hirohito memberikan dampak kekecewaan pada orang Jepang dan berubahnya nilainilai yang diakui oleh orang Jepang. Perasaan terhadap terputusnya kebudayaan,
keputusasaan dan ketidakpedulian terhadap kondisi Jepang yang akan datang
merupakan hal-hal yang mendorong para penulis di generasi tersebut untuk berkarya.
Mishima merupakan seorang penulis yang pro kekaisaran dan menyesali NingenSengen karena ia menganggap Ningen-Sengen menghilangkan jiwa Jepang dan sifat
ketuhanan Kaisar. Berlawanan dengan Oe Kenzaburo yang menganggap Kaisar
merupakan sumber kekejaman di Jepang dan menekan seni dan pikiran orang Jepang.
Dalam novelnya yang berjudul The Golden Temple, yang diangkat dari kejadian
pembakaran kuil Kinkakuji pada tahun 1950, Mishimamembuat karakter Mizoguchi
(protagonis) berdasarkan imej dirinya sendiri, yang dikejar-kejar oleh obsesinya pada
keindahan. Ia menaruh harapan dan rasa takutnya pada karakter tersebut. Mizoguchi
dapat dikatakan sebagai bayangan dari Mishima, karena banyaknya kemiripan di

antara keduanya. Pengalaman Mizoguchi yang bagaikan mimpi pada masa Perang
Dunia mencerminkan pengalaman Mishima sendiri. Dikisahkan Mizoguchi merupakan
seorang yang begitu mengagungkan keindahan dan mengharapkan kehancurannya,
sehingga ia melakukan aksi pembakaran kuil Kinkakuji yang menurutnya sangat indah,
setelah terpengaruh salah satu tulisan di Rinzaroku yang berbunyi saat kau bertemu
Buddha, bunuhlah Buddha itu.
Mishima, seperti Mizoguchi, merasa masa-masa yang paling menyenangkan
adalah ketika perang, dan semua laki-laki generasi Mishima berharap mati untuk Kaisar.
Namun nyatanya ia tidak mati dalam perang, dan kesempatannya untuk mati dengan
indah hilang. Ia lalu mencoba untuk membuat kembali kesempatan itu dengan mimpi
fanatiknya dalam kehidupan nyata dan karyanya. Aksi harakiri yang dilakukan
Mishima, seperti aksi pembakaran yang dilakukan Mizoguchi, membuktikan
keyakinannya yang kuat terhadap tindakan nyata, dan ia percaya tindakan tersebut akan
mengajarkan orang-orang tentang apa hal yang hilang dari mereka sejak 1945 (setelah
perang), yaitu kekuatan bun (kesusastraan) dan bu (pedang) dengan Kaisar sebagai
simbolnya.
Mishima akhirnya melakukan harakiri dengan tujuan mendorong orang Jepang
untuk bangkit melawan demokrasi pascaperang yang menurutnya telah mencabut nyawa
Jepang. Kematiannya menimbulkan sensasi di Jepang dan berbagai penjuru dunia, tak
terkecuali Oe. Oe menganggap hal tersebut penghinaan bagi orang Jepang (terutama
para penulis pada masa pascaperang) yang memilih untuk terus bertahan menjalani
kehidupan tanpa terjebak masa lalu. Oe setelahnya menulis novel My Tears yang
mendapat pengaruh kuat dari aksi bunuh diri Mishima.
Hal yang belum dimengerti

Alasan Mishima memilih mengangkat kejadian pembakaran Kinkakuji.


Alasan karakter Mizoguchi memilih sifat mengagungkan keindahan dan
berkeinginan untuk menghancurkan keindahan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai