BAB 1
PENDAHULUAN
1
mengobarkan Perang Dunia II dengan menyerang Perancis secara kilat (1939) dan
penyerangan Jepang atas Pelabuhan Pearl Arbour (Hawaii) awal tahun 1942.
Perang Dunia II meletus dan menyebar cepat ke seluruh belahan dunia. Hampir tidak
ada wilayah di dunia ini yang bebas dari peperangan. Sehubungan dengan itu, Jepang
datang ke wilayah Asia Tenggara dan merebut Hindia Belanda tanggal 8 Maret 1942.
Sebelum Jepang (Dai Nippon) datang, negara Fasis itu telah mempropoganda diri
melalui siaran radionya (NHK) bahwa Jepang akan membebaskan dan membangun Asia.
Terkenallah Semboyan 3 A yaitu Jepang Saudara Asia, Jepang Cahaya Asia, dan Jepang
Pemimpin Asia. Apalagi Jepang pada awalnya memperbolehkan penggunaan simbol
nasional seperti penggunaan bahasa Indonesia, pengibaran bendera Sang Saka Merah
Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Banyak kalangan pemimpin, intelektual
dan pengarang kita yang terpengaruh (Nugroho Notosutanto dkk., 1975 : 34 – 40).
Dengan intensifnya pemakaian bahasa Indonesia, maka sastra Indonesia turut juga
berkembang. Apalagi pemerintah Fasis Jepang melalui Keimin Bunka Shindosho
(Kantor Pusat Kebudayaan Jepang) malakukan mobilisasi kebudayan. Semua seniman
dan pengarang berkarya sesuai dengan keinginan dan pesanan Jepang, terutama
propoganda membantu Jepang untuk memenangkan Perang Dunia II di Asia Timur.
Seniman kita dikerahkan untuk mencipta lagulagu, lukisan, selogan, puisi, drama dan
film sesuai dengan keinginan Jepang. Siapa yang menolak berarti menentang Jepang
dengan resiko berhadapan dengan Kenpetai (Polisi Milliter Jepang). Di Jawa waktu itu
muncul Perserikatan Oesaha Sandiwara Djawa (POSD).
Pada waktu Revolusi Fisik (1945-1949) ramai manusia yang jatuh korban, baik di
pihak pejuang (Republikan), tentara Inggeris-Belanda maupun rakyat yang tidak
bersalah. Mereka saling bunuh, saling serang, pencurian, perampokan, pelecehan dan
pemerkosaan terjadi dimana-mana di seluruh tanah air, baik di kota, desa, hutan bahkan
di lautan dan pulau-pulau kecil. Terjadilah tragedi kemanusiaan di mana-mana. Hal ini
memunculkan permasalahan mendasar yaitu masalah manusia dan kemanusiaan.
Muncullah simpati besar terhadap manusia dan kemanusiaan di seluruh dunia, kepada
siapapun juga, tanpa mengenal perbedaan latar belakang agama, etnis dan sosial budaya
lainnya. Oleh HB. Jassien paham ini disebut Humanisme Universal. Permasalahan itu
bukan lagi yang dicita-citakan, tapi adalah yang sedang dihadapi, permasalahan ini
merupakan realitas (kenyataan) kehidupan.
2
Istilah Angkatan 45 pada mulanya dipopulerkan oleh Rosihan Anwar dalam majalah
Siasat yang dipimpinnya pada 9 Januari 1948. Selain itu, muncul lagi nama lain seperti
Angkatan Kemerdekaan, Angkatan Perang, Angkatan Revolusi dan Angkatan Chairil
Anwar. Namun, sampai sampai saat ini nama Angkatan 45 tetap popular. Beberapa
pengarang yang tekenal dari angkatan ini adalah Chairil Anwar, Usmar Ismail, Idrus,
Abu Hanifah, Asrul Sani, Rivai Apin, Mochtar Lubis, Achadiat Kartamuharja, Maria
Amin, Pramoedja Ananta Toer, Utuy Tatang Sontani, dll. Mereka mengarang puisi,
cerpen, novel, dan drama.
Karya-karya sastra yang terkenal pada periode ini adalah puisi, cerpen, novel, dan
drama. Pada umumnya novel dan cerpen Angkatan 45 mengungkapkan peristiwa di masa
penjajahan Jepang dan di masa Revolusi Fisik (perjuangan melawan Inggris dan
Belanda). Latar (setting) yang demikian mewarnai karya-karya sastra yang dihasilkan
oleh periode ini.
Terkesan agak ganjil, di dalam novel dan cerpen tersebut tidak begitu terungkap
suatu patriotisme dan rasa nasionalisme yang menggebu-gebu. Di dalam cerpen Idrus
Heiho terasa nada mengejek kepada tokoh Kartono , yang katanya mau berjuang untuk
tanah air, tapi malahan menjadi kacung Jepang. Di dalam karya yang lain Surabaya,
pertempuran antara para pejuang Republik melawan Inggris-Belanda, digambarkan tak
lebih sebagai pertempuran cowboy dengan bandit saja. Tokoh pejuang atau sebutlah
pahlawan di dalam Atheis karya 48 Achdiat K. Miharja adalah seorang tokoh yang tidak
berhasil menyelesaikan konflik batinnya (Mursal Esten, 1987 : 93).
Kesan ganjil itu akan mudah dipahami jika kita memperhatikan latar belakang lain
dari kehadiran Angkatan 45 ini, yakni latar belakang zaman Perang Dunia II, penjajahan
Jepang dan revolusi fisik dalam mempertahankan kemerdekaan RI. Latar belakang
demikian menyebabkan para pengarang Angkatan 45 lebih melihat sisi kemanusiaan dari
pejuang itu, melebihi sisi kebangsaan (nasionalisme) yang ada. Dengan demikian (seperti
yang dikemukakan dalam Surat Kepercayaan Gelanggang yang merupakan konsepsi
kebudayaan mereka ). Angkatan 45 lebih merasa sebagai warga dunia, yang bersifat
universal. Kemanusiaan memang tidak terikat dengan batas geografis dan batas
kenegaraan, etnis, agama, dan sosial budaya suatu bangsa.
Pada masa Jepang melahirkan karya-karya yang pro dan kontra kepada penjajahan
Jepang. Kuatnya sensor Jepang melahirkan karya simbolisme sevbagai suatu keritik.
3
Pernyataan ini dapat dilihat dari karya Maria Amin ( pengarang wanita berasal dri
Bengkulu lahir 1922) seperti novel Tengoklah Bumi di Dunia Sana, Dengarlah Keluhan
Pohon Mangga dan Penuh Rahasia. Amal Hamzah (adik kandung penyair Amir hamzah
lahir di langkat tanggal 31 Agustus 1922), menghasilkan antologi puisinya pembebasan
pertama yang diterbitkan tahun 1949. Bagaimana bencinya kepada Jepang dan kaum
penghianat dapat dilihat dalam puisinya yang berjudul Melaut Benciku.
Beberapa orang penyair Angkatan 45 adalah Chairil Anwar, Asrul Sani, Rivai Apin,
Amal Hamzah, Sitor Situmorang, Aoh Karta Hadimaja, Ida Nasution, S.Rukiah,
P.Sengojo, Muhammad Ali Maricar, dan Harjadi S. Harto Wardojo. Sedangkan
pengarang cerpen-novel yang terkenal adalah Mochtar Lub is, Pramudya Ananta Toer,
Idrus, Achdiat K. Mihardja, Usmar Ismail, Maria Amin , M. Balfas, Rusman
Sutiasumarga dan Trisno Sumardjo. Pengarang drama sangat sedikit diantaranya Utuy
Tatang Sontani, Usmar Ismail, Abu Hanifah, dan Mh. Rustandi Kartakusuma. Karya-
karya mereka kebanyakan diterbitkan setelah penyerahan kedaulatan (27 Desember
1949).
4
terbaik tahun 1975. Sedangkan Maut dan Cinta (Pustaka Jaya 1971) mendapat hadiah
Yayasan Jaya Raya.
Kadang-kadang ia pun menulis esai dengan nama samaran Savitri dan juga
menterjemahkan beberapa karya sastra asing seperti Tiga Cerita dari Negeri Dollar
(1950), Kisah-kisah dari Eropa (1952). Pada tahun 1950 ia mendapat hadiah atas
laporannya Tentang Perang Korea dan tahun 1966 mendapat hadiah Magsaysay untuk
karya-karya jurnalistiknya.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Salah satu orang yang dipercaya menjabat direktur perusahaan fiktif tersebut adalah
anak tunggalnya yaitu Suryono yang menjadi pegawai kementrian luar negeri. Selain itu
ia juga berprofesi sebagai penghibur wanita-wanita kesepian tingkat atas. Ia juga baru
saja menyelesaikan tugas dinasnya di luar negeri. Tetapi ia merasa tidak puas terhadap
fasilitas yang diperolehnya. Oleh karena itu, ketika ayahnya memaksanya untuk keluar
dari pekerjaannya dan mengajaknya untuk menjabat direktur di beberapa perusahaan, ia
langsung menyambutnya dengan senang hati.
Orang berikutnya yang juga menjabat direktur perusahaan fiktif tersebut bernama
Sugeng, seorang pegawai negeri yang selalu dituntut istrinya untuk memenuhi kebutuhan
materi yang melebihi kemampuannya hingga ia langsung menerima tawaran tersebut.
Berbeda halnya dengan seorang pegawai negeri lainnya yang bernama Rusdi, lelaki itu
tidak tergiur oleh jabatan direktur perusahaan fiktif. Meskipun istrinya Dahlia, selalu
menuntut kebutuhan materi yang berlebihan, ia tetap menjadi pegawai negeri. Akibatnya
Dahlia lari ke pangkuan Suryono yang mampu memenuhi semua kebutuhan materinya
ketika suaminya tidak berada di rumah.
Perusahaan fiktif yang dijalankan Raden Kaslan berhasil meraih keuntungan yang
sangat besar sehingga membuat orang-orang terlibat di dalamnya bisa menjalani hidup
dengan bahagia dan serba kecukupan. Pak Iji dan istrinya harus berjuang untuk menahan
lapar dan menghidupi dirinya dan keluarganya. Begitu juga dengan Neneng, seorang
wanita yang harus menjadi pelacur karena tak kuat menahan lapar. Mereka semua
6
hidupnya memprihatinkan, serba susah dan kekurangan. Semua itu terlepas dari
perhatian Raden Kaslan dan para direktur fiktif.
Sungguh kehidupan rakyat itu berlawanan dari kehidupan Raden Kaslan serta rekan-
rekannya yang hidupnya jauh lebih berkecukupan, makmur, dan mapan, sehingga
mereka bisa hidup bahagia. Namun kesenangan Raden Kaslan dan rekan-rekannya tidak
berlangsung lama. Semua itu hanya terjadi tiba-tiba. Ketika koran-koran terbit di Jakarta
memuat berita tentang perseteruan antar partai, yang salah satunya membicarakan
masalah perusahaan fiktif itu.
Raden Kaslan dan beberapa rekannya ditangkap pihak keamanan, sedangkan
Suryono dan Ratna mencoba melarikan diri. Ketika mereka melarikan diri, kendaraan
yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan di puncak. Akhirnya Fatma menderita
luka-luka, sedangkan Suryono meninggal dunia setelah menjalani perawatan di rumah
sakit Bogor.
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
8
DAFTAR PUSTAKA