2. SASTRA MAJALAH
H.B. Jassin dapat dikatakan sebagai pelopor angkatan 50 karena angkatan 50-an
ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra “Kisah” yang ditanganinya. Keadaan seperti
itulah yang menyebabkan lahirnya istilah sastra majalah. Istilah ini dilansir dan
diperkenalkan oleh Nugroho Notosusanto dalam tulisannya “Situasi 1954” yang
dimuat di majalah Kompas yang dipimpinnya. Pada angkatan ini berkembang karya
sastra yang didominasi oleh cerpen, balada dan puisi. Dalam bentuk puisi gaya bercerita
pengarang juga berkembang seperti berkembangnya puisi cerita atau balada dengan gaya
yang lebih sederhana seperti puisi karya Rendra yaitu “Balada Terbunuhnya Atmo
Karpo” atau “Nyanyian Angsa” ada gambaran suasana muram karena menggambarkan
hidup yang penuh penderitaan. Majalah pada periode ini berkembang pesat. Hal ini
merupakan jawaban yang tepat bahwa sastra Indonesia tidak mengalami krisis. Lahirnya
sastra majalah merupakan lahirnya suatu proses baru dalam sastra Indonesia sesudah
Chairil Anwar meninggal. Dalam Simposium yang diselenggarakan di Universitas
Indonesia pada tahun 1955, Haridjadi S, Hartowardoyo telah mengisyaratkan adanya
suatu periode sastra baru setelah Chairil Anwar.
Munculnya sastra majalah karena macet atau pasifnya penerbitan Balai Pustaka
yang bernaung di bawah balai Pustaka. Sejak tahun 1953 Balai Pustaka mengalami
kemacetan karena berkali-kali berubah status dan dipegang oleh orang yang bukan
ahlinya sehingga anggaran yang tersedia tidak cukup. Aktivitas sastra hanya dimuat
dalam majalah-majalah, seperti majalah Gelanggang, Siasat, Mimbar Indonesia, Pujangga
Baru, Kisah, Kompas (Majalah mahasiswa UI), Prosa, Konfrontasi, Seni dan Budaya
(Jogja). Para pengarang hanya menulis cerpen, sajak, dan karangan lainnya yang
dibutuhkan di majalah. Penyaluran karya sastra para pengarang hanya pada majalah
sehingga muncul adanya sastra majalah.
a. Cerita perang mulai berkurang, karena Indonesia sudah merdeka selama 5 tahun, dan
konflik yang dialami bukan lagi soal perang, tapi tentang kesejahteraan.
b. Menggambarkan kehidupan masyarakat sehari-hari.
c. Kehidupan pedesaan dan daerah mulai digarap. Ada sisi lain dari kehidupan pedesaan
dan daerah yang digarap oleh para sastrawan.
d. Banyak mengemukakan pertentangan-pertentangan politik
e. Mengungkapkan masalah social, kemiskinan, pengangguran, perbedaan kaya miskin
yang besar, dan belum ada pemerataan hidup.
f. Banyak mengemukakan cerita-cerita dan kepercayaan rakyat sebagai pokok-pokok sajak
balada.
a. Pada periode 50 gaya bercerita dalam karya sastra murni hanya menyajikan cerita tanpa
menyisipkan komentar,pikiran,atau pandangan, tergantung bagaimana pembaca
menafsirkannya. Sedangkan dalam angkatan 45 mengutamakan isinya untuk mencapai
tujuan tersendiri yaitu berisi maksud, gagasan, pikiran atau pandangan pengarang.
b. Pada periode 50 tema cerita lebih banyak tentang masalah sosial yang umum seperti
social, kemiskinan, pengangguran, perbedaan kaya miskin yang besar. Sedangkan pada
angkatan 45 tema cerita banyak tentang perang, penderitaan rakyat, dan perjuangan untuk
memperjuangkan kemerdekaan.
c. Pada periode 50 karya sastra banyak mengemukakan cerita-cerita dan kepercayaan rakyat
sedangkan pada angkatan 45 karya sastra tidak terikat oleh konvensi masyarakat, yang
terpenting adalah mencapai nilai kemanusiaan dan perdamaian dunia.