Anda di halaman 1dari 6

PERIODE 1950

1. SEJARAH PERKEMBANGAN KESUSASTERAAN


Lingkungan kebudayaan Gelanggang Seniman Merdeka mulai kehilangan
vitalitasnya setelah Chairil Anwar meninggal dunia. Banyak pemimpin yang mulai
kehilangan semangat mengisi kemerdekaan. Keberanian untuk korupsi dan manipulasi
mulai mengotori pikiran dan tindakan para pemimpin. Kepentingan golongan pun mulai
ditonjolkan.
Periode 1953 – 1961, merupakan periode yang mengalami berkabung karena telah
kehilangan salah seorang sastrawan pendobrak yakni chairil anwar. Wafatnya Chairil
Anwar  membawa dampak besar pada sahabat sastrawan lainnya. Dua orang, Asrul Sani
dan Rivai Apin, yang diharapkan dapat melanjutkan kepeloporan Chairil Anwar justru
menjadi pasif dalam berkarya.Banyak para sastrawan yang menjadi kurang semangat
dalam menciptakan sebuah karya atau kurang produktif karena terbawa nuansa
berkabung. Pada saat itu pula, situasi nasional memburuk. Dalam pemerintahan mulai
muncul kejenuhan sehingga bibit – bibit korupsi dan manipulasi mulai menjamur dan
merusak masyarakat. Karena kedua hal tersebut diatas, mencuatlah anggapan krisis
sastra.

2. SASTRA MAJALAH
H.B. Jassin dapat dikatakan sebagai pelopor angkatan 50 karena angkatan 50-an
ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra “Kisah” yang ditanganinya. Keadaan  seperti 
itulah  yang  menyebabkan  lahirnya  istilah sastra  majalah.  Istilah  ini  dilansir  dan 
diperkenalkan  oleh  Nugroho  Notosusanto  dalam tulisannya “Situasi 1954” yang
dimuat di majalah Kompas yang dipimpinnya. Pada angkatan ini berkembang karya
sastra yang didominasi oleh cerpen, balada dan puisi. Dalam bentuk puisi gaya bercerita
pengarang juga berkembang seperti berkembangnya puisi cerita atau balada dengan gaya
yang lebih sederhana seperti puisi karya Rendra yaitu “Balada Terbunuhnya Atmo
Karpo” atau “Nyanyian Angsa” ada gambaran suasana muram karena menggambarkan
hidup yang penuh penderitaan. Majalah pada periode ini berkembang pesat. Hal ini
merupakan jawaban yang tepat bahwa sastra Indonesia tidak mengalami krisis. Lahirnya
sastra majalah merupakan lahirnya suatu proses baru dalam sastra Indonesia sesudah
Chairil Anwar meninggal. Dalam Simposium yang diselenggarakan di Universitas
Indonesia pada tahun 1955, Haridjadi S, Hartowardoyo telah mengisyaratkan adanya
suatu periode sastra baru setelah Chairil Anwar.
Munculnya sastra majalah karena macet atau pasifnya penerbitan Balai Pustaka
yang bernaung di bawah balai Pustaka. Sejak tahun 1953 Balai Pustaka mengalami
kemacetan karena berkali-kali berubah status dan dipegang oleh orang yang bukan
ahlinya sehingga anggaran yang tersedia tidak cukup. Aktivitas sastra hanya dimuat
dalam majalah-majalah, seperti majalah Gelanggang, Siasat, Mimbar Indonesia, Pujangga
Baru, Kisah, Kompas (Majalah mahasiswa UI), Prosa, Konfrontasi, Seni dan Budaya
(Jogja). Para pengarang hanya menulis cerpen, sajak, dan karangan lainnya yang
dibutuhkan di majalah. Penyaluran karya sastra para pengarang hanya pada majalah
sehingga muncul adanya sastra majalah.

3. IMPASSE DALAM SASTRA INDONESIA


Karena kedua hal tersebut diatas, mencuatlah anggapan krisis sastra.Sebelum
istilah krisis sastra dipermasalahkan, pada bulan april 1952 diselenggarkan sebuah
symposium di Jakarta yang melontarkan bahwa Indonesia mengalami “ krisis ahlak”,
“krisis ekonomi” dan “berbagai krisis lainnya. Symposium itu sendiri membahas tentang
“kesulitan-kesulitan zaman peralihan sekarang”. Symposium itu diselenggarakan oleh
golongan golongan gelanggang, lekra, liga komponis, pen club dan pujangga baru yang
meninjau dari berbagai sudut pandang.
Barulah pada tahun 1953, di Amsterdam diadakan symposium tentang
kesusastraan Indonesia membicarakan mengenai “impase” (kemerosotan) dan “krisis
sastra Indonesia”. Dalam symposium tersebut yang berbicara Asul Sani, St. Takdir Ali
Syahbana, Prof. Dr. Weirthein dll. Krisis sastra Indonesia merupakan sebagai akibat dari
gagalnya revolusi Indonesia, hal ini mencuat dan menjadi bahan pembicaraan ketika
terbit majalah konfrontasi pada tahun 1954. Pada halaman pertamanya terdapat esai yang
ditulis Sudjatmoko berjudul “mengapa konfrontasi”. Dalam karangan itu dengan tegas
mengatakan bahwa sastra indonesia sedang mengalami krisis. Sudjatmoko melihat hal itu
akibat dari krisis kepemimpinan politik, cerpen-cerpen yang dihasilkan kecil (berkutat
pada dunia psikologis perseorangan) dan tidak ada roman-roman besar yang ditulis.
Sutan Takdir Alisyabana dalam majalah Pujangga Baru Januari 1951 mensinyalir
adanya impase (kebuntuan) dalam masyarakat dan kebudayaan. Masyarakat dan
kebudayaan kita dalam arti yang paling luas terancam dari dua pihak, yaitu karena
statisnya orang tua-tua kita berfikir dan karena statisnya pula orang-orang muda yang kita
berfikir. Orang tua-tua maunya kembali pada zaman lampau, sedangkan yang muda-
muda mau mengambil alih segala teori ekonomi, politik dan kesenian dari eropa dan
amerika.
Dari karangan Sudjatmoko maka timbullah reaksi-reaksi besar tentang krisis
sastra Indonesia dari para sastrawan seperti.
a. Asrul Sani
Dalam symposium di Amsterdam tahun 1953 mengakui adanya impasse, yang
hanya bersifat sementara. Impase itu dilihatnya sebagai akibat dari putusnya
hidup pedesaan dan perkotaan pada nilai-nilai yang benar. Diakui ada kegiatan
sastra, misalnya cerpen, sedang roman tebal tentang revolusi belum masanya
ditulis.
b. Boeyoeng Shaleh
Tidak ada krisis sastra Indonesia. Sebab ada karya-karya sastra seperti: keluarga
gerilya (Pramudya), jalan tak ada ujung ( Mochtar Lubis), dan roman-roman yang
belum diterbitkan.
c. Nugroho Notosusanto
Dalam kompas, tahun IV, Juli 1954 meneropong apa yang disebut kelesuan dan
membuktikan, bahwa kelesuan itu tidak ada. Ia membandingkan produksi
kesusasteraan berupa buku dan majalah antara tahun 45-50 dan antara 50-54 dan
kehidupan kumpulan kesusasteraan dalam dua periode itu.Nugroho notosusanto
mencoba mencari asal-usul lahirnya apa yang disebutnya mite kelesuan ini dan
mengemukakan tiga kemungkinan: 
Pertama, mite kelesuan lahir dari pesimisme itu di satu pihak dikandung oleh
mereka yang hidupnya pada zaman federal lebih enak. Dan dilain pihak
dikandung oleh mereka yang hidupnya sulit pada masa revolusi mempunyai
impian-impian yang indah dan muluk tentang seusai perang kolonial.  
Kedua, Kemungkinan yang kedua, bahwa golongan “old crack” dikalangan
sastrawan yang pada periode 45 mengalami zaman keemasan pada hal pada
periode 50 mulai mundur, ini berarti mengagung-agungkan zaan gemilangnya dan
menjelekkan zaman ini, dimana muncul tokoh-tokoh baru.  
Ketiga, bahwa sastrawan 45 sangat berorientasi ke sastra belanda. Sedang sehabis
perang dunia II kesusasteraan di negeri belanda mengalami kelesuan, karena
meninggalnya pemimpin gerakan pembaharuan, maka sangkatan astrawan
Indonesia yang menyejajarkan diri dengan angkatan Marsman cs pun, sekarang
juga mau meniru memproklamasikan kelesuan Indonesia.
d. H.B Jassin
Tidak ada krisis dan tak ada impase dalam sastra Indonesia. Suara-suara impase
tahun 1953 (symposium Amsterdam). Padahal sekitar tahun itu banyak terbit
buku-buku, misalnya karya Pramudya.
e. Sitor Situmorang
Tidak ada krisis, tak ada impase, yang ada ialah krisis ukuran atau nilai sastra.
Ukuran Sitor Situmorag adalah ukuran seniman dan seni, berdasarkan pula satu
pandangan hidup tertentu.

4. PENGARANG DAN KARYA SASTRA


a. Nugroho Notosusanto
Hujan Kepagian (1958)
Sejarah Sastra 36
Rasa Sajangé (1961)
Tiga Kota (1959)
b. Ali Akbar Navis
Robohnya Surau Kami - 8 cerita pendek pilihan (1955)
Bianglala - kumpulan cerita pendek (1963)
Hujan Panas (1964)
Kemarau (1967)
c. Nh. Dini
Dua Dunia (1950)
Hati jang Damai (1960)
d. Sitor Situmorang
Dalam Sadjak (1950)
Djalan Mutiara: kumpulan tiga sandiwara (1954)
Pertempuran dan Saldju di Paris (1956)
Surat Kertas Hidjau: kumpulan sadjak (1953)
Wadjah Tak Bernama: kumpulan sadjak (1955)
e. Mochtar Lubis
Tak Ada Esok (1950)Jalan Tak Ada Ujung (1952)
Tanah Gersang (1964)
Si Djamal (1964)
f. Marius Ramis Dayoh
Putra Budiman (1951)
Pahlawan Minahasa (1957)
g. Ajip Rosidi
Tahun-tahun Kematian (1955)
Ditengah Keluarga (1956)
Sebuah Rumah Buat Hari Tua (1957)
Cari Muatan (1959)
Pertemuan Kembali (1961)
h. Toto Sudarto Bachtiar
Etsa sajak-sajak (1956)
Suara - kumpulan sajak 1950-1955 (1958)
i. Ramadhan K.H
Priangan si Jelita (1956)
Yerma Saja (1959)
j. W.S. Rendra
Balada Orang-orang Tercinta (1957)
Empat Kumpulan Sajak (1961)
Ia Sudah Bertualang (1963)
k. Trisnojuwono
Angin Laut (1958)
Dimedan Perang (1962)
Laki-laki dan Mesiu (1951)
l. Toha Mochtar
Pulang (1958)
Gugurnya Komandan Gerilya (1962)
Daerah Tak Bertuan (1963)
m. Iwan Simatupang
Siasat Baru (1959)
Petang di Taman (1966)
Merahnya Merah (1968)

5. KARAKTERISTIK KARYA SASTRA ANGKATAN 1950

a. Cerita perang mulai berkurang, karena Indonesia sudah merdeka selama 5 tahun, dan
konflik yang dialami bukan lagi soal perang, tapi tentang kesejahteraan.
b. Menggambarkan kehidupan masyarakat sehari-hari.
c. Kehidupan pedesaan dan daerah mulai digarap. Ada sisi lain dari kehidupan pedesaan
dan daerah yang digarap oleh para sastrawan.
d. Banyak mengemukakan pertentangan-pertentangan politik
e. Mengungkapkan masalah social, kemiskinan, pengangguran, perbedaan kaya miskin
yang besar, dan belum ada pemerataan hidup.
f. Banyak mengemukakan cerita-cerita dan kepercayaan rakyat sebagai pokok-pokok sajak
balada.

6. PERBEDAAN KARYA SASTRA PERIODE 50 DAN ANGKATAN 45

a. Pada periode 50 gaya bercerita dalam karya sastra murni hanya menyajikan cerita tanpa
menyisipkan komentar,pikiran,atau pandangan, tergantung bagaimana pembaca
menafsirkannya. Sedangkan dalam angkatan 45 mengutamakan isinya untuk mencapai
tujuan tersendiri yaitu berisi maksud, gagasan, pikiran atau pandangan pengarang.
b. Pada periode 50 tema cerita lebih banyak tentang masalah sosial yang umum seperti
social, kemiskinan, pengangguran, perbedaan kaya miskin yang besar. Sedangkan pada
angkatan 45 tema cerita banyak tentang perang, penderitaan rakyat, dan perjuangan untuk
memperjuangkan kemerdekaan.
c. Pada periode 50 karya sastra banyak mengemukakan cerita-cerita dan kepercayaan rakyat
sedangkan pada angkatan 45 karya sastra tidak terikat oleh konvensi masyarakat, yang
terpenting adalah mencapai nilai kemanusiaan dan perdamaian dunia.

Anda mungkin juga menyukai