Dibawah Bendera
Revolusi
Ulasan
Hingga saat ini sejarah telah membuktikan bahwa Soekarno adalah satu-satunya Presiden
Republik Indonesia yang mempunyai pemikiran orisinil dan matang tentang bangsa dan
negara yang dipimpinnya. Soekarno selain terkenal karena pidatonya yang berapi-api itu juga
telah dikenal mempunyai mata pena yang tajam membedah segala permasalahan bangsa
Indonesia pada masa kolonial. Sejak masih belajar di Hogere Burgerschool (HBS) di
Surabaya, Soekarno muda telah dikenal gemar menuangkan pikirannya dalam suatu tulisan.
Kebiasaan menulis ini terus berkembang hingga Soekarno menjadi mahasiswa Technische
Hogeschool (THS) di Bandung, menjadi aktivis Partai Nasional Indonesia (PNI), lalu
kemudian menjadi aktivis Partindo. Sampai di tanah pembuangan sekalipun, di Endeh dan
Bengkulen, Soekarno tidak pernah berhenti menuangkan pemikirannya dalam tulisan.
Menurut catatan penerbit, judul Dibawah Bendera Revolusi adalah judul yang dipilih oleh
Soekarno sendiri, untuk menandai bahwa pemikiran-pemikiran itu lahir dalam kondisi
Indonesia yang sedang menuju revolusi kemerdekaannya. Pada cetakan kedua tahun 1963
dan 1964, penerbit memberikan tambahan bahwa Dibawah Bendera Revolusi adalah suatu
bukti bahwa segala kebijakan politik yang ditempuh Soekarno pada masa itu mempunyai
pembenaran sejarah dalam pemikiran Soekarno muda. Gagasan koalisi Nasakom yang
menggabungkan tiga kekuatan utama politik Indonesia, yaitu nasionalis, agama dan
komunis, serta politik anti-imperialisme telah menjadi bahan pemikiran Soekarno jauh
sebelum Indonesia merdeka.
Dalam buku Dibawah Bendera Revolusi jilid pertama, terdapat 61 tulisan Soekarno muda yang
pernah dimuat dalam berbagai media cetak, seperti Suluh Indonesia Muda, Fikiran Ra’jat,
Pandji Islam, dan Pemandangan. Tulisan Soekarno itu mencakup tema-tema agraria, strategi
politik nasional, seruan terhadap kaum Marhaen, pandangan Soekarno tentang Islam, ulasan
pemikiran tokoh dunia seperti Karl Marx dan Mahatma Gandhi, perkembangan politik dunia,
hingga kritik dan komentarnya terhadap Mohammad Hatta yang kemudian mendampinginya
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Kelihaian Soekarno dalam memainkan kata-kata dalam setiap pidatonya, diksi dan pilihan
kalimatnya yang menyihir para pendengarnya juga tercermin dalam gaya bahaya yang
digunakan oleh Soekarno muda. Sepertinya ketika menulis Soekarno merasakan dirinya
sedang berorasi langsung di hadapan para pembacanya. Bahasa yang digunakan cukup
lugas, pilihan kata demi kata sangat menarik, terutama untuk membuat judul tulisan. Simak
saja judul-judul seperti Islam Sontoloyo, Tabir Adalah Lambang Perbudakan, Kuasanya
Kerongkongan, dan 1.000.000.000 extra! yang termuat dalam jilid pertama Dibawah Bendera
Revolusi . Judul yang indah juga selalu Soekarno sematkan dalam setiap pidato 17 Agustus
yang ia sampaikan kepada seluruh rakyat Indonesia. Lihat saja judul-judul seperti Sekali
Merdeka, Tetap Merdeka!; Rawe-Rawe Rantas, Malang-Malang Putung!; Tetap Terbanglah
Radjawali; Genta Suara Republik Indonesia, dan banyak lainnya yang begitu melekat pada
telinga seluruh rakyat Indonesia kala itu.
Di atas lisan dan tulisan Sekarno semua permasalahan bangsa, perkembangan sejarah dunia
mutakhir, berbagai teori baru yang dikemukakan oleh para tokoh dunia, masalah-masalah
agama, kecaman politik yang serius, bisa disampaikan kepada rakyat Indonesia dengan
bahasa yang mudah dimengerti dan mampu menyihir kesadaran mereka. Maka bukan
berlebihan, ketika Soekarno telah menyadari kepiawaiannya itu ia berani menyatakan diri
bahwa Soekarno adalah Penyambung Lidah Rakyat!
Melalui dua jilid buku Dibawah Bendera Revolusi ini bangsa Indonesia akan dibawa untuk
mengenali sosok pemikiran Soekarno dalam arti yang sebenarnya. Dari tulisan pada periode
pergerakan nasional hingga pidatonya pada era 1950-an dan 1960-an menunjukkan
rangkaian pemikiran yang konsisten. Gagasan politik nasakom Soekarno (yang tidak mudah
kita terima) akan mudah kita cermati dalam tulisan Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme
pada jilid pertama buku. Sikap berdikari dalam ekonomi dan politik yang dicanangkan
Soekarno telah ia tunjukkan dalam beberapa tulisannya yang begitu mengagumi Mahatma
Gandhi di India. Lalu bagaimana religiusitas seorang Soekarno, Islam apa yang ia anut
selama hayatnya akan dapat kita mengerti dalam Surat-surat Islam dari Ende pada jilid
pertama buku.
Surat-Surat Islam dari Endeh adalah surat-menyurat antara Soekarno kepada T. A Hassan,
seorang tokoh Persatuan Islam, Bandung yang dilakukan pada masa pembuangan Soekarno
di Endeh 1934 hingga 1936. Korespondensi antara kedua tokoh itu, tidak hanya sebatas
dialog antara seorang guru dengan murid, tapi lebih dari itu merupakan dialog antara kedua
pemikir agama yang handal.
Sejarah
Pada tahun 1959 dicetak jilid pertama edisi pertama Di Bawah Bendera Revolusi oleh
Panitia Penerbitan dibawah pimpinan H. Muallif Nasution
Pada tahun 1963 jilid pertama dicetak ulang hingga tahun 1965 terus dicetak ulang
Pada tahun 2004 dua jilid Di Bawah Bendera Revolusi kembali dilakukan cetak ulang yang
diprakarsai oleh Yayasan Bung Karno
Daftar artikel
Di Manakah Tinjumu
Dubbele les?
Jerit Kegemparan
Melihat ke Muka
Ke Arah Persatuan
KUMPULAN TULISAN II
Swadeshi dan Massa Aksi di Indonesia
Sekali Lagi: Bukan "Jangan Banyak Bicara, Bekerjalah", Tetapi "Banyak Bicara,
Banyak Bekerja!"
Kuasanya Kerongkongan
KUMPULAN TULISAN IV
Apa Sebab Turki Memisah Agama dari Negara?
Islam Sontoloyo
KUMPULAN TULISAN V
Menjadi Pembantu "Pemandangan"
Penemuan Kembali Revolusi Kita (The Rediscovery of Our Revolution) (17 Agustus
1959)
Diperoleh dari
"https://id.wikisource.org/w/index.php?
title=Dibawah_Bendera_Revolusi&oldid=89300"
Terakhir disunting 6 bulan yang lalu oleh Flix11
Wikisource