Anda di halaman 1dari 6

UTS MATA KULIAH

PENGANTAR DAN SEJARAH SASTRA INDONESIA

MASA PEMAPANAN SASTRA INDONESIA(ANGKATAN 66)

DZURIAH NURUL
NIM: 221000488201010

PRODI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MAHAPUTRA MUHAMMAD YAMIN SOLOK
2022
MASA PEMAPANAN SASTRA INDONESIA(ANGKATAN 66)

A. LATAR BELAKANG
Sejarah sastra membicarakan pertumbuhan dan perkembangan sastra, hasil karya
sastra serta corak-coraknya. Hal ini sangat penting untuk menentukan dasar-dasar
penggolongan karya sastra dan penciptaanya, baik menurut bentuk maupun jamannya.
Mengapa setelah angkatan ’45, muncul angkatan ’66 ? Pada era 50-an, beberapa penulis di
Indonesia mengalami kegelisahan dalam karya-karyanya. Tulisan mereka mengalami krisis,
dikarenakan hanya berupa tulisan-tulisan kecil yang berlingkar sekitar fsikologisme
perseorangan semata. Aktivitas sastra hanya dalam majalah-majalah saja, karena sifanya
majalah maka yang mendapat tempat yaitu yang berupa cerpen, sajak, dan karangan lain yang
tidak begitu panjang sehingga munculah istilah ”sastra majalah”.
Berbeda dengan para pengarang pujangga baru dan angkatan 45, para pengarang
periode 50 ini lebih menitik beratkan pada penciptaan. Hal tersebut berhubungan kurangnya
pengetahuan mereka pada saat itu. Baru kemudian setelah berkesempatan menambah
pengetahuan, mereka merumuskan cita-cita dan kehadirannya pada periode 60-an. Sehingga,
angka ”50-an” terlewatkan dalam perkembangan sejarah sastra Indonesia.

B. PEMBAHASAN
1. Latar Belakang Lahirnya Sastra Angkatan 66
Kenyataan sejarah membuktikan bahwa sejarah awal pertumbuhan sastra Indonesia,
para pengarang sudah menunjukkan perhatian yang cukup serius terhadap dunia politik.
Nama angkatan 66 pertama kali digunakan oleh H.B.Jassin. dalam angkatan 66:Prosa dan
Puisi. Dalam buku ini pertama kali H.B.Jassin menyampaikan penolakannya terhadap
angkatan 50 dengan mengutip pernyataan Ajip Rosidi dalam Simposium Sastra Pekan
Kesenian Mahasiswa di Jakarta pada tanggal 14 Agustus 1960. H.B.Jassin mengkritisi semua
konsepsi-konsepsi angkatan 50 dan angkatan terbarunya Ajip Rosidi dengan nada emosional
dan keras. Alasan utama penafsiran angkatan 50 dan angkatan terbaru adasah kedekatn massa
dengan angkatan sebelumnya yaitu angkatan 45 sehingga tidak ada konsep yang berlainan
dengan angkatan sebelumnya tersebut (Jassin, 2013: 17-8).
Sebelum munculnya nama sastra angkatan 66, WS Rendra dan kawan-kawannya dari
Yogya pernah mengumumkan nama sastra angkatan 50 pada akhir 1953. Nama ini tidak

1
popular dan kemudian dilupakan orang. Secara politis lahirnya angkatan ini dilatarbelakangi
oleh pergolakan politik dalam masyarakat dan penyelewengan-penyelewengan pemimpin-
pemimpin Negara yang tidak memiliki moral, agama, dan rasa keadilan demi kepentingan
pribadi dan golongan. Penyelewengan tersebut antara lain pelanggaran terhadap Pancasila
sebagai dasar Negara dan UUD 45 dengan memasukkan komunis sebagai sebuah nilai
keindonesiaan yang tentu saja melanggar sila pertama. Selain itu, pengangkatan Soekarno
sebagai presiden seumur hidup tidak sesuai dengan prinsip demokrasi. Hal-hal tersebut
membuat Negara menjadi semakin terpuruk dan rakyat menderita. Akhirnya, dengan
semangat kebangkitan angkatan 66 masyarakat menolak kebudayaan didominasi oleh politik.
Perlawanan ini dilakukan oleh semua kalangan yang diawali oleh gerakan mahasiswa, selain
selain pemberontakan-pemberontakan di daerah-daerah seluruh Indonesia.
Peristiwa politik tersebut berimplikasi pada paham sastra yang berkembang pada
masa tersebut. Terdapat dua kelompok, yaitu golongan penulis yang terkumpul dalam lekra
dan para seniman penandatangan manifest kebudayaan. Selain itu, terdapat sastrawan yang
tidak terkumpul pada keduanya yang tetap pada posisi netral. Lekra, mulanya bukan lembaga
budaya PKI. Menjadi salah satu media dalam metode penyerangan terhadap berbagai bidang
PKI yang agresif. Serangan dilakukan pada orang-orang yang tidak bersedia mendukung PKI.
Salah satu tokoh yang diserang adalah Hamka.
Maka pada awal Agustus 1963 di Bogor dan di Jakarta diadakan pertemuan-
pertemuan antara tokoh budaya, pengarang dan seniman lainnya untuk membahas manifest
kebudayaan. Manifest kebudayaan adalah perlawanan-perlawanan yang dilakukan para
budayawan dan sastrawan akibat tekanan yang bertambah besar dari pihak komunis dan
pemimpin bangsa yang mau menyelewengkan negara. Hasil rumusan itu dibawa kedalam
siding lengkap pada tanggan 24 Agustus 1963. Selaku pimpinan sidang Gunawan Muhamad
dan sekretarisnya Bokor Hutasuhut siding memutuskan naskah manifest kebudayaan yang
bunyinya sebagai berikut.
Kami para seniman dan cendikiawan Indonesia dengan ini mengumumkan sebuah
Manifes Kebudayaan yang menyatakan pendirian, cita-cita dan politik Kabudayaan Nasional
kami.
Bagi kami kebudayaan adalah perjuangan untuk menyempurnakan kondisi hidup manusia.
Kami tidak mengutamakan salah satu sector kebudayaan di atas sector kebudayaan yang lain.
stiap sector berjuang bersama-sama untuk kebudayaan itu sesuai dengan kodratnya.
Dalam melaksanakan kebudayaan nasional kami berusaha menciptakan dengan
kesungguhan yang sejujur-jujurnya sebagai perjuangan untuk mempertahankan dan

2
mengembangkan martabat dari kami sebagai bangsa Indonesia di tengah-tengah masyarakat
bangsa-bangsa. Pancasila dalah falsafah kebudayaan kami. Manifest kebudayaan ini pertama
kali dipublikasikan dalam surat kabar Berita Republik (Jakarta). Manifest tersebut
ditandatangani pada 17 Agustus 1963 oleh beberapa pengarang antar lain H.B.Jassin, Zain,
Trisno, Sumardjo, Goenawan Mohamad, Bokor Hutasuhut, Wiratmo Soekito, dan Soe hok
djin. Pasca diumumkan, manifest tersebut didukung oleh seniman-seniman di daerah. Namun,
Lekra tidak tinggal diam. Dengan menggunakan pengaruh dalam pemerintahan dan semua
media yang telah dikuasai oleh mereka, mereka menyerang manifest kebudayaan dan orang-
orang yang menandatanganinya. Soekarno menyatakan bahwa manifest kebudayaan dilarang.
Penandatanganan manifest tersebut diusir dari tiap kegiatan, ditutup segala kemungkinan
untuk mengumumkan karya-karyanya, bahkan yang menjadi pegawai pemerintah dipecat dari
pekerjaannya.
Terbitan yang menjadi tempat menulis dituntut untuk ditutup. Salah satunya majalah
Sastra yang didirikan H.B.Jassin. Angkatan 66 dalam sastra Indonesia mencakup kurun
waktu tahun 1963-1970-an. Disamping itu, karya tahun 1966 ini tidak hanya bercirikan protes
sosial, politik, ekonomi melainkan juga bercirikan agama. Hal ini dimaksud pengarang untuk
membedakan dirinya dari pengarang lekra yang cenderung ateis. Hal ini dapat dilihat dengan
jelas pada karya Taufik Ismail, yang semula menulis puisi demontrasi, kemudian menulis
puisi-puisi yang bersumber dari Tarikh dan Hadith.

2. Perbedaan Angkatan 45 Dan Angkatan 66


1. Lahir karena politik, tidak memperhitungkan politik Lahir karena politik,
memperhitungkan politik
2. Karyanya bernadakan perjuangan Karyanya bernadakan keadilan dunia
3. Mempunyai sikap sebagai warisan Menegaskan Pancasila peperangan
4. Mempunyai sikap sebagai akibat falsafah kebudayaan Menegaskan Pancasila
sebagai falsafah kebudayaan
5. Berorientasi kepada pengarang dunia Lahir akibat penindasan HAM
6. Karyanya bersifat ekpresi puisi dan realis skeptis pada prosa Karyanya bersifat
realis, aturalisme, dan ekstensionalisme
7. Merupakan nama kumpulan saja sastrawan melulu Merupakan wadah bukan
sastrawan, tetapi juga budayawan, seniman, dan pelukis.

3. Ciri-ciri Sastra Angkatan 66

3
Ciri-ciri sastra angkatan 66 dikelompokan menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Kelompok sastra 60 sampai dengan 66 merupakan masa kejayaan sastrawan Lekra
yang bernaung di bawah panji-panji PKI. Sastrawan yang bersebrangan dengan PKI
dapat dikatakan kurang berkembang, apalagi manifest kebudayaan yang menjadi
konsepsinya dicekal dan dilarang pemerintah.
2. Kelompok sastra tahun 66 sampai dengna 70-an. Masa ini didominasi oleh karya-
karya yang berisi protes terhadap pemerintah. Dari segi isi, konsepsinya adalah
pancasila dan UUD 45. Dari protes sosial, ekonomi, dan politik yang dikemukakan
dengan berapi-api dan retorikanya sangat kuat beralih kecurahan hati dan perasaan
lega pengarang yang sekian tahun tertindas. Pada akhirnya tema-tema agama menjadi
warnanya.
Ciri-ciri lain sastra angkatan 66 disebutkan sebagai berikut:
1. Mulai dikenal gaya epik (bercerita) pada puisi (muncul puisi-puisi balada)
2. Puisinya menggambarkan kemuraman (batin) hidup yang menderita.
3. Prosanya menggambarkan masalah kemasyarakatan, misalnya tentang perekonomian
yang buruk, pengangguran, dan kemiskinan.
4. Cerita dengan latar perang dalam prosa mulai berkurang, dan pertentangan dalam
politik pemerintahan lebih banyak mengemuka.
5. Banyak terdapat penggunaan gaya retorik dan slogan dalam puisi.
6. Muncul puisi mantra dan prosa surealisme (absurd) pada awal tahun 1970-an yang
banyak berisi tentang kritik sosial dan kesewenang-wenangan terhadap kaum lemah.
7. Para pengarang yang diklasifikasikan oleh HB.Jassin ke dalam angkatan 66 yang
menulis prosa dan puisi sebagai media perjuangan.

C. PENUTUP
Kenyataan sejarah membuktikan bahwa sejarah awal pertumbuhan sastra Indonesia,
para pengarang sudah menunjukkan perhatian yang cukup serius terhadap dunia politik.
Nama angkatan 66 pertama kali digunakan oleh H.B.Jassin. dalam angkatan 66:Prosa dan
Puisi.
pimpinan sidang Gunawan Muhamad dan sekretarisnya Bokor Hutasuhut siding memutuskan
naskah manifest kebudayaan yang bunyinya sebagai berikut.
Kami para seniman dan cendikiawan Indonesia dengan ini mengumumkan sebuah Manifes
Kebudayaan yang menyatakan pendirian, cita-cita dan politik Kabudayaan Nasional kami.

4
Bagi kami kebudayaan adalah perjuangan untuk menyempurnakan kondisi hidup manusia.
Kami tidak mengutamakan salah satu sector kebudayaan di atas sector kebudayaan yang lain.
stiap sector berjuang bersama-sama untuk kebudayaan itu sesuai dengan kodratnya.
Dalam melaksanakan kebudayaan nasional kami berusaha menciptakan dengan kesungguhan
yang sejujur-jujurnya sebagai perjuangan untuk mempertahankan dan mengembangkan
martabat dari kami sebagai bangsa Indonesia di tengah-tengah masyarakat bangsa-bangsa.

DAFTAR PUSTAKA
Sutresna, Ida Bagus. 2006. Sejarah sastra Indonesia. Singaraja: Universitas Pendidikan
Ganesha.
https://www.jendelasastra.com/wawasan/essay/makalah-sastra-angkatan-66 diakses Jumat
23/12/2022 pukul 10.00

Anda mungkin juga menyukai