Anda di halaman 1dari 4

Peter Kasenda

Soekarno, Pers dan Politik

Peranan pers dalam masa pergerakan nasional merupakan salah satu studi yang penting,
karena itu selain sebagai media informasi biasa, pers juga berperan sebagai mediator untuk
menyampaikan gagasan-gagasan yang sifatnya kebangsaan dalam rangka usaha untuk mencapai
cita-cita Indonesia Merdeka. Pemimpin-pemimpin pada masa itu seperti Douwes Dekker, Haji
Agus Salim maupun HOS Tjokroaminoto menggunakan sarana media massa untuk
menyampaikan ide-ide serta gagasannya kepada masyarakat atau kepada para pengikutnya
masing-masing.

Atau dengan kata lain, surat kabar mempunyai fungsi untuk menyalurkan aspirasi penulis
atau merupakan tempat buat penulis untuk mempengaruhi sidang pembaca agar bersikap atau
mempunyai pandangan seperti apa yang diinginkan oleh penulis. Hal semacam itu juga
dilakukan Soekarno ketika beranjak dewasa, dia menulis dalam Oetoesan Hindia dalam kuartal
kedua tahun 1921,”…Sosialisme, komunisme, inkarnasi-inkarnasi Vishnu Murti, bangkitlah di
mana-mana? Hapuskan kapitalisme yang didukung oleh imperialisme yang merupakan
budaknya! Semoga Tuhan memberikan kekuatan kepada Islam agar berhasil…” Tulisan itu jelas
merupakan ekspresi kebencian Soekarno kepada pemerintah kolonial Hindia Belanda, yang
dianggap telah mengeksploitasi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang terdapat di
bumi Nusantara tercinta ini. Sekaligus menunjukkan keinginan agar sidang pembacanya ikut
serta menumbangkan kapitalisme dan imperialisme.

Sebagai penyumbang tulisan pada surat kabar Oetoesan Hindia, selama lima tahun, sejak
tahun 1912 – 1918. Bisa jadi, tulisan-tulisan Soekarno mempengaruhi sidang pembacanya.
Tetapi yang jelas surat kabar ini mempunyai jumlah pembaca cukup banyak, maklum pada saat
itu dapat dikatakan kalau Sarekat Islam – yang merupakan pemilik surat kabar Oetoesan Hindia
– adalah termasuk organisasi yang terbesar, yang jumlahnya konon kabarnya pada masa-masa
jayanya pada tahun 1910-an, mencapai dua juta pengikut.

Yang menarik adalah Soekarno menggunakan nama samaran Bima, yang diambil dari
tokoh cerita wayang, Mahabharata, yang dapat diartikan sebagai prajurit besar atau juga berarti
keberanian dan kepahlawanan. Bisa jadi penggunaan nama samaran itu sebab Soekarno tidak
mau tindakan itu justru menyulitkan dirinya sebagai siswa di sekolah Belanda. Dan untuk
memahami keinginan Soekarno dalam autobiografinya .

“Aku menulis lebih dari 500 karangan. Seluruh Indonesia membicarakannya. Ibu, yang
tidak tahu tulis-baca, dan bapakku tidak pernah tahu bahwa ini adalah anak mereka yang
menulisnya. Memang benar, bahwa keinginan mereka yang paling besar adalah agar aku menjadi
pemimpin dari rakyat, akan tetapi tidak dalam usia semuda itu.”

“ Tidak dalam usia yang begitu muda, yang akan membahayakan pendidikanku di
masa yang datang. Bapak tentu akan marah sekali dan akan berusaha dengan berbagai jalan
untuk mencegahku menulis. Aku tidak akan memberanikan diri menyampaikan kepada mereka,
bahwa Karno kecil dan Bima yang gagah berani adalah satu.”
Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda

Setelah HOS Tjokroaminoto dituduh terlibat dalam peristiwa “Afdeling B” di Garut pada
tahun 1919 dan dijatuhi hukuman pada tahun 1921. Muncullah perpecahan di dalam tubuh
Sarekat Islam sendiri tak terelakan lagi, maka Oetoesan Hindia tutup usia pada triwulan pertama
tahun 1921, setelah tiga belas tahun terbit.

Pada saat bersamaan, Soekarno sebagai anggota Jong Java, Cabang Surabaya, yang
mempunyai peranan penting dalam organisasi tersebut. Ia pernah mengusulkan agar surat kabar
Jong Java yang diterbitkan dalam bahasa Belanda itu, ditulis dalam bahasa Indonesia saja. Tetapi
tidak terdapat cukup keterangan kalau Soekarno pernah menulis pada surat kabar itu. Dalam
autobiografi Soekarno pun tak ada keterangan tentang hal itu.

Ketika ia sebagai siswa Hogere Burger School, Surabaya, Soekarno menjadi penyumbang
tulisan pada surat kabar Oetoesan Hindia. Tetapi ketika ia pindah ke Bandung menjadi
mahasiswa Technische Hogere School, ia menyumbang tulisan buat surat kabar Sama Tengah.
Ketika Dr Tjipto Mangunkusumo mengetahui hal itu, ia menjadi marah kepada Soekarno, dan
mengatakan :

“ Soekarno, ben je gek, ben je gek! Kena apa? Er bestaat geen “sama tengah?! Di
dalam pergerakan nasional tidak ada sama tengah. Tidak, engkau harus memihak of zit hier, of je
zit daar. Of je je bent anti-imperialisme. Of je ben en antek van het imperialisme. Of je vecht
voor devrijheid van Indonesia, of je vecht voor het behoud van de Nederlands kolonie,
Nederland Indie. Ben je gek !”

Setelah mendapat teguran keras dari Dr Tjipto Mangunkusumo, Soekarno menyatakan


diri keluar dan berhenti sebagai “pembantu“ surat kabar Sama Tengah di Bandung. Konon
kabarnya menurut Solichin Salam – salah satu orang yang menulis biografi Soekarno – Soekarno
bersama-sama dengan M Kartosuwiryo turut terlibat dalam sebuah surat kabar Fajar Asia.

Pada awal tahun 1927, “organ baru“ HOS Tjokroaminoto Bendera Islam, memberikan
kesempatan kepada Ir Soekarno dan Mr Sartono untuk mengasuh Ruang Nasionalisme, halaman
khusus yang diasuh itu, diberi nama “Ruang Pergerakan Nasional “, biasanya terdapat dalam
halaman dua. Di halaman depan surat kabar itu terpampang dengan jelas kerja sama baru antara
golongan Islamis dan golongan nasionalis dalam wujud lambang kedua golongan itu : lambang
Bulan Bintang dari kaum Islamis dan lambang kepala Banteng dari golongan nasionalis. Dengan
demikian, terjadi kembali bahu membahu antara Soekarno dengan mantan gurunya, HOS
Tjokroaminoto. Dan secara tidak langsung kehadiran Soekarno ikut meredam gerakan Pan-
Islamisme yang pernah berkobar. Yang jelas kedua orang itu senantiasa berbicara mengenai
tema-tema yang sama.

Ketika dunia pergerakan terdapat perpecahan diakibatkan adanya perbedaan ideologi


ataupun adanya ambisi-ambisi pribadi yang lebih mementingkan dirinya sendiri daripada dunia
pergerakan politik pada tahun 1920-an. Semua kejadian itu memprihatinkan Soekarno, melihat
terjadinya perpecahan antara Sarekat Islam dengan Partai Komunis Indonesia yang dia anggap
justru menghancurkan gerakan nasionalisme Indonesia yang sedang berkobar-kobar. Soekarno
mengenal betul ideologi-ideologi yang berkembang pada saat itu. Kuartal keempat tahun 1926,

Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda

sekitar tiga bulan setelah Soekarno menyelesaikan studinya. Soekarno menulis dalam Indonesia
Moeda, majalah Kelompok Studi Umum, tempat Soekarno bergabung. Ia menulis artikel dengan
judul,” Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme,” di mana Soekarno menyeruhkan agar perlu
terjadi kerja sama yang lebih erat di antara ketiga golongan itu. Walaupun ia mengaku bahwa
ketiga ideologi itu terdapat perbedaan, tetapi ia melihat sebenarnya terdapat tujuan yang sama,
yaitu menghancurkan pemerintah kolonial Hindia Belanda, yang seringkali dimanifestasikan
sebagai kapitalisme dan imperialisme yang siap mengeksploitasi negeri tercinta ini .
Setelah itu, ketika Soekarno menjabat sebagai Ketua Partai Nasional Indonesia pada
tahun 1927, ia menerbitkan sebuah majalah politik Soeoloeh Indonesia Moeda yang mana
pemimpin redaksinya adalah Soekarno sendiri Majalah itu terbit sebulan sekali dengan oplah
sebanyak 4000 ekslempar lebih, yang bertujuan untuk menjadi petunjuk jalan bagi siapa saja
yang berada dalam kegelapan lautan pergerakan nasional Indonesia. Bisa dikatakan kalau
majalah dengan harga langganan fl 50 satu kuartal itu, mencoba mengikuti jejak Neue Zeit-nya
kaum sosialis demokrat dan atau Isra-nya kaum Bolshevik.

Majalah yang merupakan konsumsi bagi kalangan terpelajar bangsa Indonesia yang telah
dianggap sadar akan dunia pergerakan. Ini terlihat dengan tulisan-tulisan yang menggunakan
bahasa Indonesia dan bahasa Belanda pula. Cuplikan itu dimaksudkan sebagai pengobar
semangat nasionalisme. Tetapi yang jelas, majalah itu pernah hilang dari peredaran, ada
kemungkinan disebabkan Soekarno ditahan.

Pada periode yang sama, Soekarno juga menerbitkan majalah politik, Persatoean
Indonesia, berbeda dengan majalah Soeloeh Indonesia Moeda, majalah itu diterbitkan untuk
konsumen yang lebih luas, di mana terlihat dengan menggunakan bahasa Indonesia secara
keseluruhan. Dan banyak terdapat tulisan-tulisan Soekarno yang dimuat dalam majalah Soeloeh
Indonesia Moeda dimuat kembali pada majalah Persatoean Indonesia. Dengan kejadian di atas,
mungkin muncul pertanyaan, mengapa Soekarno menerbitkan kedua majalah dalam periode
yang sama? Ada dugaan, kalau Soekarno menerbitkan itu berbarengan dengan maksud agar
pembacanya lebih luas – seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

Setelah itu, Soekarno menerbitkan sebuah majalah politik Fikiran Ra/jat yang terbit pada
pertengahan tahun 1932 di Bandung. Soekarno duduk sebagai pemimpin redaksi, Sasaran
majalah ini terutama untuk kaum Marhaen, yang merupakan salah satu golongan masyarakat
Indonesia yang terbesar, yang sedang diperjuangkan oleh Soekarno. Seperti yang terlihat dalam
motto majalah itu, “ Kaum MARHAEN! Inilah Majalah Kamu”. Majalah yang setiap penerbitan
berisi kurang lebih 20 halaman. Isinya antara lain “berita-berita pergerakan rakyat di negara lain,
artikel-artikel politik dan kronik umum (kilasan berita luar negeri dan dalam negeri) serta
primbon politik (surat pembaca) yang terdapat dalam halaman-halaman terakhir. Yang disebut
terakhir ini ada dugaan ditangani oleh Soekarno sendiri.

Pada setiap penerbitannya majalah itu memberikan porsi yang lebih besar kepada majalah
pendidikan dan kesadaran politik daripada masalah-msalah yang lain. Hal ini dapat dimengerti
mengingat kaum Marhaen sebagai pembaca yang terbesar majalah ini kurang mengecap
pendidikan formal. Sebagai contoh, saya kutipkan dari satu artikel dengan judul “Politik dan
Kekuatannya Kolonialisme-Imperialisme di Indonesia,” yang berbicara secara tegas tentang

Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda

perlunya pendidikan dan kesadaran politik, yang dapat diketemukan pada Fikiran Ra’jat No 2, 8
Juli 1932.

“ Rakyat jelata harus dikasih keinsyafan, bahwa sampai kiamat kaum imperialisme
selalu akan menggenggam mereka. Rakyat harus insyaf, bahwa soal kemerdekaan itu bukan soal
belas kasihan, bukan soal sopan atau tidak Kemerdekaan ini bukan soal pintar, tetapi hanyalah
soal kekuatan dan kekuasaan.”

Kalau kita membaca dengan cermat tulisan-tulisan Soekarno yang dimuat oleh berbagai
media massa, menunjukkan kalau dia telah menyajikan ide-ide nasional dan pengetahuan politik
kepada sidang pembacanya, dengan harapan agar bekal pengetahuan itu dapat dijadikan bekal
untuk memperjuangkan cita-cita Indonesia Merdeka. Bisa jadi, jumlah oplah yang memuat
tulisan-tulisan Soekarno terlalu sedikit kalau dibandingkan dengan masyarakat yang ada. Tetapi
bisa saja apa yang dikemukakan oleh Soekarno itu disebarluaskan melalui mulut ke mulut, yang
akhirnya masyarakat luas mengetahuinya tentang ide-ide Indonesia Merdeka.

Walaupun Soekarno dibuang di Bengkulu oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda


bukan berarti ia berhenti menulis pada media massa. Hanya saja, ia membatasi diri menulis yang
dianggapnya aman. Misalnya, Soekarno menulis tentang kebangkitan fasisme di Eropa, ciri-ciri
ideologinya serta watak pokok aliran itu, sebaliknya tentang situasi politik Hindia Belanda tidak
disentuh. Mungkin ia dilarang menulis tentang itu.

Secara umum, Soekarno menulis tentang masalah-masalah Islam. Tulisannya banyak


dimuat dalam majalah Muhamadiyah, Pandji Islam yang terbit di Medan, dimuatnya tulisan-
tulisan Soekarno itu, mungkin karena ia mengajar di Sekolah Muhammadiyah di Bengkulu.
Tulisan Soekarno tentang Islam, selalu dikaitkan dengan keinginan Soekarno agar kaum Islam
terlepas dari belenggu keterbelakangan yang ada. Dan tulisan-tulisan ini sekarang telah menjadi
kajian yang mendalam, yang dilakukan oleh Bernhard Dahm dan Muhammad Ridwan Lubis
dalam membuat disertasi.

Majalah ini bukan satu-satunya penyalur tulisan-tulisan Soekarno. Dia juga menulis
untuk surat kabar Pemandangan. Bahkan di surat kabar itu Soekarno menjelaskan dirinya, ketika
banyak orang betanya-tanya tentang siapa sebenarnya Soekarno itu. Dalam tahun 1941, lewat
artikelnya,” Sukarno oleh Sukarno sendiri.” Ia menjawab pertanyaan itu lewat kata-kata,”
Apakah Soekarno itu? Nasionaliskah? Islamkah? Marxiskah? Pembaca-pembaca, Soekarno
campuran dari semua isme-isme itu.”

Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com

Anda mungkin juga menyukai