Anda di halaman 1dari 4

INSIDEN HONNOJI

Insiden Honnoji (本能寺の変, Honnōji-no-hen) adalah sebuah insiden berdarah dimana Oda
Nobunaga, daimyo Owari, yang dikenal sebagai peletak dasar persatuan Jepang pada Zaman
Sengoku, dikudeta oleh bawahan kepercayaanya, yaitu Akechi Mitsuhide. Di tengah bangunan yang
dilalap api Nobunaga melakukan seppuku. Peristiwa itu terjadi pada 21 Juni 1582 di Honnoji, sebuah
kuil di Kyoto, tempat Nobunaga bermalam dalam perjalanannya ke wilayah barat untuk bergabung
dengan ekspedisi militer penaklukkan klan Mori. Kematian Nobunaga mengakhiri dominasi klan Oda
dan bangkitnya klan Toyotomi yang berhasil mengkonsolidasi kekuatan setelah mengalahkan
Mitsuhide.

Latar belakang
Tahun 1582, Oda Nobunaga sedang di puncak kejayaannya setelah pada awal tahun itu berhasil
menghancurkan klan Takeda dalam Pertempuran Temmokuzan. Hanya tinggal beberapa langkah lagi
ia berhasil mempersatukan Jepang tengah. Pesaing kuat yang tersisa hanya tinggal klan Uesugi,
Mori, dan Hojo yang ketiganya sedang mengalami kemunduran. Klan Uesugi sedang dilanda
pertikaian internal pasca kematian Uesugi Kenshin yang melibatkan putra-putra angkat dan
keponakannya. Klan Mori sepeninggal Mori Motonari, dipimpin oleh cucunya, Mori Terumoto, yang
banyak bergantung pada kedua pamannya, Kikkawa Motoharu dan Kobayakawa Takakage.
Pemimpin klan Hojo, Hojo Ujiyasu juga telah meninggal dan diteruskan oleh putranya yang tidak
semampu dirinya, Hojo Ujimasa.

Saat itulah Nobunaga mengirim jenderal-jenderal terbaiknya ke berbagai penjuru negeri untuk
melanjutkan ekspansi militernya. Ia memerintahkan Hashiba Hideyoshi (belakangan mengganti
marganya menjadi Toyotomi) untuk menyerbu klan Mori; Niwa Nagahide untuk mempersiapkan
invasi atas Shikoku; Takigawa Kazumasu untuk mengawasi klan Hojo dan mempersiapkan diri
menyerbu Provinsi Kozuke dan Shinano; dan Shibata Katsuie menginvasi Echigo yang dikuasai klan
Uesugi.

Pada saat yang sama Nobunaga juga mengundang sekutunya, Tokugawa Ieyasu, daimyo Mikawa,
untuk berkeliling wilayah Kansai merayakan kemenangan mereka atas keberhasilan mengalahkan
Takeda. Ketika itu Nobunaga menerima permintaan bantuan dari Hideyoshi yang sedang mengalami
kebuntuan dalam Pengepungan Benteng Takamatsu yang dipertahankan dengan gigih oleh Shimizu
Muneharu dari klan Mori. Nobunaga pun berpisah dengan Ieyasu dan bersiap-siap untuk bertolak ke
wilayah barat membantu Hideyoshi. Ia memerintahkan Akechi Mitsuhide untuk terlebih dulu
berangkat ke sana sementara ia sendiri singgah dulu di Kyoto dan bermalam di Honnoji, tempat
biasa ia menginap bila berkunjung ke kota itu. Saat itu ia hanya didampingi oleh beberapa
pejabatnya, pedagang, seniman, dan beberapa lusin pembantunya.

Pengkhianatan Akechi
Begitu menerima perintah, Akechi Mitsuhide kembali ke markas besarnya, Kastil Sakamoto di
Provinsi Tamba. Ia lalu mengadakan pertemuan di Renga dengan beberapa penyair terkemuka dan
memperjelas tujuannya untuk memberontak. Mitsuhide merasa inilah saat yang tepat untuk
bertindak karena Nobunaga sedang dalam keadaan tidak siap di Honnoji dan sebagian besar daimyo
dan jenderal klan Oda sedang sibuk berperang di berbagai daerah.

Kemudian, Mitsuhide memimpin pasukannya ke Kyoto dengan alasan Nobunaga ingin menyaksikan
parade militer. Tidak ada yang curiga sepanjang jalan yang dilalui pasukan Mitsuhide karena bukan
pertama kalinya Nobunaga melakukan parade militer untuk memamerkan kekuatan pasukannya
yang terlatih baik dan diperlengkapi senjata api, selain itu Mitsuhide pun dikenal sebagai salah satu
bawahan yang paling dipercaya olehnya. Akhirnya ketika tiba di dekat Honnoji, Mitsuhide berseru
pada pasukannya, “Musuh berada di Honnoji !”

Sebelum fajar menyingsing, pasukan Mitsuhide telah mengepung rapat-rapat kuil itu. Panah-panah
api ditembakkan sehingga api menjalar membakar bangunan itu. Nobunaga dan para pengawalnya
melawan dengan gigih namun karena dalam keadaan tidak siap dan kalah jumlah mereka bukan
tandingan para pemberontak itu. Dalam kuil yang terbakar itu Nobunaga yang telah terluka parah
melakukan seppuku, pengawalnya yang setia, Mori Ranmaru, juga turut gugur ketika membela
atasannya. Setelah menghancurkan Honnoji, Mitsuhide menyerang Kastil Nijo yang terletak tidak
jauh dari situ, dimana Oda Nobutada, putra sulung dan calon penerus Nobunaga, bermalam.
Nobutada pun mengikuti jejak ayahnya melakukan seppuku di kastil yang telah terkepung itu.

Mitsuhide berusaha membujuk para bawahan klan Oda di daerah sekitarnya untuk mengakui
kepemimpinannya. Sasaran Mitsuhide berikutnya adalah Kastil Azuchi milik Nobunaga, namun
sebelum ia sempat menguasainya, kastil itu telah terbakar dan dijarah, hingga kini siapa yang
membakar kastil itu belum diketahui dengan pasti. Ia juga mengirim surat ke istana kekaisaran untuk
memperkuat posisinya dan meminta pengakuan dari kaisar. Namun spekulasi Mitsuhide bahwa para
bawahan klan Oda akan mengakuinya setelah kudeta, gagal total, bahkan sahabatnya seperti
Takayama Ukon dan besannya, Hosokawa Fujitaka pun menolak bergabung dan mengakuinya
sebagai pemimpin yang sah.

Alasan dibalik pemberontakan


Hingga saat ini alasan yang pasti pemberontakan Mitsuhide masih menjadi misteri dan penuh
kontroversi. Teori-teori sejarah pada umumnya mengatakan bahwa latar belakang pemberontakan
ini adalah dendam pribadi, ambisi yang terlalu dini untuk menguasai Jepang, mengamankan
kedudukan kaisar yang semakin tidak dipandang oleh Nobunaga, dan ketidaksukaan terhadap
kekejaman Nobunaga dalam pembunuhan massal terhadap kelompok sekte Budhis, Ikki Nagashima,
yang sebagian besar korbannya meliputi orang tua, wanita, dan anak-anak sementara di sisi lain
Nobunaga memberikan perlindungan pada misionaris asing menyebarkan agama Kristen di Jepang.

Catatan-catatan sejarah dari Zaman Edo umumnya menyebutkan latar belakang pemberontakan
Akechi adalah dendam pribadi. Teori ini adalah yang paling banyak dipercaya hingga kini
berdasarkan hubungan Nobunaga dan Mitsuhide pada tahun-tahun terakhir sebelum
pemberontakan itu. Pernah suatu ketika Nobunaga sedang menjamu Ieyasu di Kastil Azuchi, saat itu
Mitsuhide diberi tanggung jawab mengurus makanan dan keperluan Ieyasu. Namun belakangan ia
dicopot dari jabatannya dengan alasan tidak jelas. Ada sebuah versi yang mengatakan bahwa
Mitsuhide dengan tidak sengaja menghidangkan ikan busuk dalam jamuan itu sehingga membuat
Nobunaga murka dan mempermalukannya di depan para undangan.

Ada yang menyebutkan Nobunaga berencana untuk mengalihkan Provinsi Tamba milik Mitsuhide
pada Mori Ranmaru. Hal ini membuatnya gelisah apalagi mengingat sebelumnya Nobunaga juga
telah mengasingkan dua bawahan seniornya yaitu Sakuma Nobumori dan Hayashi Hidesada.
Mitsuhide khawatir cepat atau lambat ia pun akan mengalami nasib yang sama seperti kedua orang
itu. Menurut catatan Zaman Edo lainnya, ketika Mitsuhide sedang menaklukan Provinsi Tamba tahun
1577, ibunya sedang berada di Kastil Yagami milik klan Hatano sebagai jaminan keselamatan mereka
bila menyerah. Namun Nobunaga malah menghukum mati pemimpin mereka, Hatano Hideharu dan
adiknya setelah mereka menyerahkan diri. Hal ini tentu memicu kemarahan para pengikut klan
Hatano sehingga mereka membalas dengan menghukum mati ibu Mitsuhide. Mitsuhide sangat
marah dan menaruh dendam pada Nobunaga sejak insiden ini.

Apapun alasan Mitsuhide memberontak, niat itu baru terlihat jelas dalam pertemuan di Renga
dengan beberapa penyair sebelum kudeta terjadi. Dalam sebuah lirik puisi yang digubahnya
berbunyi,

Toki wa ima, ame ga shitashiru satsukikana. (時は今 雨がした滴る皐月かな)

Secara harafiah artinya, “kinilah saatnya, bulan kelima ketika hujan turun”, namun lirik itu juga
memiliki makna lain bila ditulis dengan huruf kanji lain tapi berbunyi sama, yaitu:

土岐は今 天が下治る 皐月かな

Huruf 時 memiliki bunyi yang sama dengan 土岐 yaitu Toki. Namun Toki(土岐) merujuk pada marga
leluhur Mitsuhide sehingga lirik tersebut dapat diartikan, “Toki kini akan segera menguasai dunia.”

Pasca insiden
Begitu menerima kabar kematian Nobunaga, Hashiba Hideyoshi yang sedang mengepung benteng
Takamatsu bertindak dengan cerdik, ia berusaha keras menyembunyikan berita itu dari pihak Mori
dan tidak memperlihatkan kepanikan yang memancing perhatian musuh. Beberapa utusan
Mitsuhide yang bermaksud memberitahukan kabar ini pada klan Mori berhasil ditangkap. Ia lalu
mengadakan negosiasi damai dengan klan Mori dan buru-buru menuju ke Kyoto. Dalam perjalanan
ia bertemu Niwa Nagahide dan Oda Nobutaka (putra ke-3 Nobunaga) di Sakai, ia juga menghimpun
para bawahan klan Oda sepanjang perjalanan yang dilaluinya untuk bersatu memerangi si
pengkhianat, Mitsuhide. Tanggal 2 Juli 1582, ia mengalahkan Mitsuhide dalam Pertempuran
Yamazaki. Mitsuhide terbunuh ketika hendak melarikan diri kembali ke Kastil Sakamoto, versi lain
menyebutkan ia bunuh diri dalam keputusasaannya.

Tokugawa Ieyasu yang saat itu sedang di Sakai melarikan diri lewat pegunungan di Provinsi Iga
hingga tiba di wilayah pantai Provinsi Ise. Dibawah pengawalan ketat Hanzo Hattori, pemimpin
kelompok ninja yang mengabdi padanya, ia kembali dengan selamat ke wilayah kekuasaannya,
Mikawa, melalui jalur laut, untuk menghindari pengejaran pengikut Mitsuhide. Setiba di Mikawa ia
mengkonsolidasikan kekuatannya. Karena banyaknya waktu yang terbuang di perjalanan, Hideyoshi
sudah terlebih dulu mengkonsolidasikan para pengikut klan Oda yang sempat dilanda kebingungan
pasca kematian Nobunaga.

Shibata Katsuie dan Sassa Narimasa saat itu sedang sibuk menghadapi serangan balasan klan Uesugi
di Echizen sehingga gerakan mereka tersendat selama beberapa waktu. Ketika ia kembali, Hideyoshi
sudah mengkukuhkan posisinya diantara para pengikut Oda. Sejak itu perseteruannya dengan
Hideyoshi makin meruncing hingga berujung pada Pertempuran Shizugatake tahun berikutnya.
Dalam pertempuran ini, ia kalah dan melakukan seppuku bersama istrinya, Putri Oichi (adik
Nobunaga).

Ketidakberuntungan juga menimpa Takigawa Kazumasu. Klan Hojo menyerangnya dengan gencar
begitu mereka mendengar kabar kematian Nobunaga sehingga ia kehilangan banyak wilayahnya.
Sejak itulah pamornya sebagai salah satu jenderal terbaik klan Oda mulai pudar. Ia memihak Shibata
Katsuie dalam Pertempuran Shizugatake. Setelah kematian Katsuie ia mengabdi pada Hideyoshi
namun karirnya sudah tidak secemerlang dulu. Belakangan ia pensiun dan menghabiskan sisa
hidupnya di biara sebagai biksu.

Maka pihak yang paling beruntung atas insiden ini tidak lain adalah Hideyoshi. Ia berhasil
menegakkan supremasinya dan mengalahkan lawan-lawannya. Putra-putra Nobunaga sering yang
bertikai antara sesamanya tidak satupun mampu melanjutkan kekuasaan ayahnya. Hideyoshi
menetapkan putra Nobutada, yaitu Oda Hidenobu (Samboshi), sebagai penerus sah klan Oda.
Namun pada kenyataannya Hidenobu hanyalah berfungsi sebagai boneka bagi Hideyoshi untuk
menumpuk kekuasaan untuk dirinya sendiri

Anda mungkin juga menyukai