antara Korea Utara dan Korea Selatan yang terjadi sejak 25 Juni
1950 sampai 27 Juli 1953. ... Sekutu utama Korea Selatan adalah
Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Britania Raya, meskipun
banyak negara lain mengirimkan tentara di bawah bendera PBB.
Peserta perang utama adalah Korea Utara dan Korea Selatan. Sekutu utama
Korea Selatan adalah Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Britania Raya,
meskipun banyak negara lain mengirimkan tentara di bawah bendera PBB.
Sekutu Korea Utara, seperti Republik Rakyat Tiongkok menyediakan kekuatan
militer, sementara Uni Soviet yang menyediakan penasihat perang, pilot
pesawat, dan juga persenjataan untuk pasukan Tiongkok dan Korea Utara.
Di Korea Selatan, perang ini biasa disebut sebagai Perang 6-2-5 (yuk-i-o
jeonjaeng) yang mencerminkan tanggal dimulainya perang pada 25 Juni.
Sementara itu, di Korea Utara, perang ini secara resmi disebut choguk haebang
chnjaeng ("perang pembebasan tanah air"). Perang Korea juga
disebut Chosn chnjaeng ("Perang Joseon", Joseon adalah sebutan Korea
Utara untuk tanah Korea).
Perang Korea secara resmi disebut Chao Xian Zhan Zheng (Perang Korea)
di Republik Rakyat Tiongkok. Kata "Chao Xian" merujuk ke Korea pada
umumnya, dan secara resmi Korea Utara.
Sejak saat itu banyak kaum nasionalis dan intelektual yang melarikan diri.
Beberapa dari mereka membentuk Pemerintahan Sementara Korea, dipimpin
oleh Syngman Rhee, di Shanghai pada tahun 1919, dan menjadi pemerintahan
dalam pengasingan yang hanya diakui oleh sedikit negara. Antara tahun 1919
hingga 1925, kaum komunis Korea memulai pemberontakannya terhadap
Jepang.[8][11]
Pada tahun berikutnya, Amerika Serikat dan Soviet membuat perjanjian untuk
membagi Korea menjadi dua, tanpa melibatkan pihak Korea. Korea saat itu
diwakili oleh kolonel Amerika Serikat Dean Rusk dan Charles Bonesteel.[12] Dua
tahun sebelumnya, di Konferensi Kairo (November 1943), Nasionalis Tiongkok,
Britania Raya, dan Amerika Serikat memutuskan bahwa Korea harus menjadi
negara merdeka, "pada waktunya"; Stallin pun setuju. Pada bulan Februari 1945,
di Konferensi Yalta, Sekutu gagal mendirikan perwalian Korea sebagaimana
diwacanakan pada tahun 1943 oleh presiden Amerika Serikat Roosevelt dan
Perdana Menteri Inggris Winston Churchill.
Para nasionalis, baik Syngman Rhee dan Kim Il-Sung, bermaksud menyatukan
Korea, namun di bawah sistem politik yang dianut masing-masing
pihak.[8] Dengan persenjataan yang lebih baik, Korea Utara berhasil
meningkatkan ketegangan di perbatasan, dan kemudian menyerang setelah
sebelumnya melakukan provokasi. Sebaliknya, Korea Selatan, dengan bantuan
terbatas dari Amerika Serikat, tidak mampu menandinginya. Pada awal
masa Perang Dingin itu, pemerintah AS menganggap semua komunis dari
bangsa apapun adalah anggota blok Komunis yang dikontrol atau setidaknya
mendapat pengaruh dari pemerintahan Moskwa; akibatnya AS mengaggap
perang sipil di Korea sebagai manuverhegemoni dari Uni Soviet.
Beberapa jam kemudian kemudian, Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat
mengecam invasi Korea Utara terhadap Republik Korea, melalui Resolusi 82 DK
PBB, meskipun Uni Soviet dengan hak vetonya memboikot pertemuan sejak
Januari.[29] Pada 27 Juni 1950, Presiden Truman memerintahkan angkatan udara
dan laut AS untuk membantu rezim Korea Selatan. Setelah memperdebatkan
masalah ini, DK PBB, pada 27 Juni 1950, menerbitkan Resolusi 83 yang
merekomendasikan negara anggota memberikan bantuan militer kepada
Republik Korea. Ketika menunggu pengumuman fait accompli dari dewan
kepada PBB, Wakil Menteri Luar Negeri Uni Soviet menuduh Amerika
memulai intervensi bersenjata atas nama Korea Selatan.[30]
Uni Soviet menentang legitimasi perang tersebut, karena (i) data intelejen tentara
Korea Selatan yang menjadi sumber Resolusi 83 didapatkan dari intelejen AS;
(ii) Korea Utara (Republik Demokratik Rakyat Korea) tidak diundang sebagai
anggota sementara PBB, yang berarti melanggar Piagam PBB Pasal 32; dan (iii)
perang Korea berada di luar lingkup Piagam PBB, karena perang perbatasan
Utara-Selatan awalnya dianggap sebagai perang saudara. Selain itu, perwakilan
Soviet memboikot PBB untuk mencegah tindakan Dewan Keamanan, dan
menantang legitimasi tindakan PBB; ahli hukum mengatakan bahwa untuk
memutuskan suatu tindakan diperlukan suara bulat dari 5 anggota tetap DK
PBB.[31][32]
Sebagai tambahan pasukan invasi, tentara Korut memiliki 114 pesawat tempur,
78 pesawat pengebom, 105 T-34-85, dan 30.000 pasukan yang berpangkalan di
Korea Utara.[14]Di laut, meskipun hanya terdiri dari beberapa kapal perang kecil,
juga terjadi pertempuran yang cukup sengit antara keduanya.
Di pihak lain, tentara Korea Selatan masih belum siap. Pada South to the
Naktong, North to the Yalu (1998), R.E. Applebaum melaporkan bahwa tentara
Korea Selatan memiliki tingkat kesiapan tempur yang rendah pada 25 Juni 1950.
Tentara Korea Selatan hanya memiliki 98.000 tentara (65.000 tentara tempur,
33.000 tentara penyokong), tidak memiliki tank, dan 22 pesawat yang terdiri dari
12 pesawat tipe penghubung dan 10 pesawat latihan AT6. Selain itu tidak ada
pasukan asing yang berpangkalan di Korea saat itu - meskipun terdapat
pangkalan AS di Jepang.[14]
Dalam jangka waktu beberapa hari saja, banyak tentara Korea Selatan yang
kurang loyal terhadap rezim Syngman Rhee lari ke selatan atau malah
berkhianat dan bergabung dengan tentara Korea Utara.[8]
Aksi Polisional: Intervensi Amerika Serikat
Pada hari Sabtu, 24 Juni 1950, Menteri Luar Negeri AS Dean Acheson memberi
tahu PresidenHarry S. Truman melalui telepon, "Bapak Presiden, saya memiliki
berita yang sangat serius. Korea Utara telah menyerang Korea
Selatan."[33][34] Truman dan Acheson mendiskusikan sebuah serangan balasan
sebagai respon yang akan diambil AS dengan pimpinan departemen pertahanan,
yang setuju bahwa Amerika Serikat harus mengusir agresi militer, lalu
menghubungkannya dengan agresi Adolf Hitler pada tahun 1930 (yang ketika itu
didiamkan AS). Kesalahan seperti itu tidak boleh terulang.[35] Presiden Truman
mengakui bahwa pertempuran ini berkaitan dengan usaha Amerika mencegah
komunisme yang semakin mengglobal:
Pada bulan Agustus, Korea Utara berhasil menekan Korea Selatan dan
tentara AS ke kota Pusan, di Korea Tenggara.[8] Dalam serangan itu, Korea
Utara menghabisi akademisi Korea Selatan dengan membunuh pegawai
negeri dan kaum intelektual.[8] Pada 20 Agustus, Jenderal MacArthur
memperingatkan pemimpin Korea Utara Kim Il-Sung bahwa ia bertanggung
jawab terhadap kekejaman tentara Korea Utara.[8][26] Hingga bulan
September, tentara PBB hanya bisa mengontrol pinggiran kota Pusan, atau
hanya 10% dari wilayah Korea.
Eskalasi
Perang udara: USAF menyerang Wonsan selatan rel kereta api, pantai timur Korea Utara.
Pertempuran urban:Marinir Amerika Serikat bertempur untuk merebut ibukota Korea Utara.
Intervensi Tiongkok
Pada 27 Juni 1950, dua hari setelah invasi terhadap Korut dan tiga bulan
sebelum intervensi Tiongkok untuk Perang Korea, Presiden Truman
mengirimkan Armada 7 AS ke Selat Taiwan, untuk melindungi Republik
Nasionalis Tiongkok dari ancaman Republik Rakyat Tiongkok
(RRT).[41] Tanggal 4 Agustus 1950, Mao Zedong melapor kepada Politbiro
bahwa ia akan melakukan intervensi bila Tentara Relawan Rakyat (PVA)
sudah siap untuk dimobilisasi. Pada 20 Agustus 1950, Perdana Menteri Zhou
Enlai menginformasikan Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa "Korea adalah
tetangga Tiongkok... Rakyat Tiongkok harus terlibat mencari solusi untuk
masalah Korea "-dengan demikian, melalui diplomat dari negara netral,
Tiongkok memperingatkan AS, bahwa dalam menjaga keamanan
nasional Tiongkok, mereka akan melakukan intervensi terhadap Komando
PBB di Korea.[8] Presiden Truman menafsirkan pesan ini sebagai "sebuah
usaha untuk pemerasan terhadap PBB", dan mengabaikannya.[42] Politbiro
mengizinkan intervensi Tiongkok di Korea pada tanggal 2 Oktober 1950-
sehari setelah tentara Republik Korea menyeberangi perbatasan 38-
paralel.[43] Kemudian, Tiongkok mengklaim bahwa pesawat-pesawat pembom
AS telah melanggar wilayah udara nasional RRT dalam perjalanannya
menuju Korea Utara-sebelum Tiongkok melakukan invervensi di Korea
Utara.[44]
Senjata AS:Tentara Amerika Serikat mengawaki sebuah 105 mm howitzer, Uirson, Korea,
Agustus 1950.
Operasi sapu-bersih: Marinir pertama Divisi Infantri menahan tentara PVA di front tengah,
Hoengsong, Korea, 2 Maret 1951.
USAF firepower: B-26 Invaders bomb logistics depots in Wonsan, North Korea, 1951.
Hill 105: Tentara China terbunuh dalam pertempuran melawan Divisi Pertama Marinir,
Korea, 1951.
Pada tahun 1952, AS memilih presiden baru, dan pada tanggal 29 November
1952, presiden terpilih Dwight D. Eisenhower terbang ke Korea untuk
mempelajari hal-hal yang mungkin dapat mengakhiri perang Korea.[8] Pada
27 Juli 1953, proposal gencatan senjata dari India disetujui oleh Korea Utara,
China, dan tentara PBB sehingga mereka sepakat untuk melakukan gencatan
senjata dengan batas di paralel ke-38. Dalam persetujuan tersebut tertulis
bahwa pihak-pihak yang terlibat menciptakan sebuaeh Zona Demiliterisasi
Korea. Tentara PBB, yang didukung oleh Amerika Serikat, Korea Utara, dan
China menandatangani Perjanjian Gencatan Senjata; Presiden Korea Selatan
Syngman Rhee menolak untuk menandatangani perjanjian itu, karenanya
Republik Korea dianggap tidak berpartisipasi dalam perjanjian tersebut.[59]
Buntut Pertempuran Chosin: Operasi Glory
Setelah perang, pasukan PBB menguburkan pasukannya yang tewas di
pemakaman sementara di Hngnam. Dengan Operasi Glory (Juli-November
1954), masing-masing pihak saling bertukar mayat pasukannya. Mayat 4.167
angkatan darat dan Korps Marinir AS ditukar dengan 13.528 mayat tentara
China dan Korut. Sebanyak 546 penduduk sipil yang tewas di kamp tahanan
perang PBB diserahkan kepada pemerintahan Korsel.[60] Setelah Operasi
Glory, 416 "prajurit tak dikenal" dimakamkan di Punchbowl Cemetery,
Hawaii.[61][62]
Memorial Perang Korea dapat ditemukan di setiap markas PBB di negara-negara yang
terlibat dalam Perang Korea; pada gambar terlihat memorial yang terletak
di Pretoria, Afrika Selatan.
Korban perang
Tentara PBB dan AS menghitung jumlah tentara China dan Korea Utara yang
tewas berdasarkan laporan korban-tewas di lapangan, interogasi tahanan
perang, dan intelejen militer (dokumen, mata-mata, dan lain-lain).[63] Korban
tewas: AS: 36.940 terbunuh, China:100.0001.500.000 terbunuh;
kebanyakan sumber memperkirakan 400.000 orang yang terbunuh; Korea
Utara: 214,000520,000; kebanyakan sumber memperkirakan 500.000 orang
yang terbunuh. Korea Selatan: Rakyat sipil: 245.000415.000 terbunuh;
Total rakyat sipil yang tewas antara 1.500.0003.000.000; kebanyakan
sumber memperkirakan 2.000.000 orang tewas
SEJARAH PERANG KOREA
MAKALAH