NRP : C1210101
Kelas : Manajemen 5B
1. Berdasarkan kisah Bob Sadino diatas, jelaskan sisi2 kewirausahaan yang kuat dari
Bob Sadino dan sisi2 inovasi yang dimiliki dari Bob Sadino. Jelaskan secara detail.
1) Pantang Menyerah
Hidup dalam tekanan dan depresi, sebuah inspirasi menghampiri Bob. Suatu
hari, teman Bob menyarankan untuk memelihara ayam negeri untuk mengatasi
depresinya. Mendengar saran dari temannya, Bob pun tertarik untuk mencoba
peruntungan di bidang peternakan. Saat menjalani usahanya itu, ia pun
mendapatkan inspirasi dan ilham kala melihat bagaimana ayam-ayam yang ia
miliki bertahan hidup: “Ayam saja bisa berjuang untuk bertahan hidup,
manusia juga pasti bisa.”
2) Pandai Membaca Peluang.
Salah satu alasan mengapa Bob Sadino tertarik untuk bergelut di bidang
peternakan ayam negeri adalah karena ia pandai membaca peluang yang ada.
Saat itu, masyarakat Indonesia masih sangat asing dengan telur ayam negeri
dan lebih menggandrungi telur ayam kampung. Selain itu, saat Bob amati, ada
perbedaan ukuran yang dimiliki oleh telur-telur tersebut, di mana ukuran telur
ayam kampung cenderung lebih kecil dibanding telur ayam negeri. Melihat
lowongnya pemain di bisnis ini serta keunggulan telur ayam negeri, Bob pun
memutuskan untuk mencoba peruntungan di bidang ini dan sepenuh tenaga
mengembangkannya.
3) Mau Belajar.
Meskipun tak memiliki background pendidikan di bidang peternakan, Bob
Sadino mau bertekad untuk tekun belajar tentang bagaimana berternak yang
benar. Dengan jejaring dan kemampuan bahasa Belanda yang ia miliki, ia
mempelajari seluk beluk peternakan ayam negeri dari majalah Belanda.
Hasilnya, ia bersama istrinya mulai menjual telur-telur peternakannya dari
pintu ke pintu sekitar rumahnya.
4) Tidak Mengutamakan Gengsi.
Ia memulai usahanya dengan menjual telur ayam negeri dari pintu ke pintu di
sekitaran Kemang, Jakarta Selatan, di mana mayoritas pembelinya adalah
ekspatriat serta beberapa orang Indonesia yang sebelumnya tinggal di luar
negeri. Kemudian dengan keuletan yang ia miliki, penjualan perbutir berubah
menjadi puluhan kilogram dalam sehari. Hal ini tidak akan terjadi jika Bob
lebih mengutamakan gengsi ataupun merasa malu untuk berusaha, apalagi
melihat sejarah hidupnya yang merupakan anak orang kaya.
5) Menerima Kritik dan Terus Berinovasi.
Selama Bob berjualan telur, tak jarang ia dan istrinya menerima cacian dari
para pembeli, bahkan para pembantu pelanggannya pun ikut memakinya.
Namun, Bob tak patah arang. Ia menerima kritikan tersebut dan terus
berinovasi agar kualitas produk jualannya bisa lebih baik. Ini adalah salah
satu value berharga yang harus dimiliki oleh seseorang jika ingin sukses.
6) Berani Mengambil Langkah Besar.
Melihat pertumbuhan bisnisnya yang terus membaik, Bob Sadino pun
mengambil langkah besar dengan mendirikan Kem Chicks pada tahun 1970.
Kem Chicks merupakan supermarket yang menyediakan berbagai jenis
produk makanan impor untuk masyarakat Jakarta.
Bisnisnya berkembang dengan dibukanya supermarket ini, dan lima tahun
kemudian Bob Sadino memanfaatkan permintaan daging sosis yang terus
meningkat dengan mendirikan perusahaan bernama Kemfood yang berdiri
sejak tahun 1975. Kemfood sendiri merupakan pelopor industri daging olahan
di Indonesia.
Usaha Bob Sadino kemudian diperluas dengan menjual daging ayam. Ia
adalah orang pertama di Indonesia yang menggunakan sistem pertanian
hidroponik, selain mengenalkan telur ayam negeri. Tercatat sebagai
perusahaan sukses pada tahun 1985, rata-rata penjualan bulanan perusahaan
Bob Sadino pada awal 1985 adalah 40-50 ton daging mentah, 60-70 ton
daging olahan, dan 100 ton sayuran segar.
Selain itu, supermarket Bob berkembang pesat menjadi agribisnis, khususnya
hortikultura yang mengelola kebun sayur untuk konsumsi orang asing di
Indonesia. Alhasil, ia bekerja dengan petani dari berbagai daerah di
Indonesia.
7) Ulet dan Bertekad Kuat.
Sebagai seorang pengusaha yang bisa dikatakan membuka jalan bagi pelaku
usaha lainnya di masa yang akan datang, tentu saja Bob menghadapi banyak
tantangan. Mulai dari meyakinkan pelanggan untuk membeli produk yang
mereka jual hingga membangun fondasi yang kokoh untuk mengembangkan
strategi bisnis.
Meskipun banyak masalah dan hambatan, Bob tetap berkomitmen pada
bisnisnya dan tidak pernah menyerah. Selain ketekunan dan kedisiplinan,
setiap wirausahawan harus memiliki kemampuan pantang menyerah. Apalagi
bagi para pengusaha yang baru memulai bisnis seperti yang dilakukan Bob
dengan produk telur ayam negerinya. Hasilnya, Bob mampu mengembangkan
usahanya dari pengusaha kecil menengah menjadi pengusaha besar melalui
jaringan bisnis Kemfood dan Kemchick.
2. Adakah yang membedakan praktik mengelola usaha antara apa yang dilakukan
Bob Sudino dengan apa yang dilakukan pengusaha pada umumnya di Indonesia?
Mungkin perbedaannya tidak terlalu signifikan, tetapi Bob Sadino tidak pantang
menyerah dan terus melakukan inovasi baru dari hal-hal kecil sampai bisnisnya
bisa sebesar sekarang dan cara ia melakukan inovasi bisnis dan mempertahankan
bisnisnya tentu terdapat perbedaan dengan yang dilakukan pengusaha pada
umumnya.
3. Apa yang seringkali jadi penghambat generasi muda untuk memulai berbisnis ?
1) Tidak memiliki modal
Baru lulus kuliah, banyak generasi muda yang sudah tak sabar ingin bekerja
karena ingin mendapatkan gaji. Sementara itu, berwirausaha identik dengan
mengeluarkan modal baru mendapatkan “gaji”, itupun belum tentu langsung
menghasilkan. Dengan pola pikir seperti ini, berwirausaha menjadi tidak
realistis jika sama sekali tidak memiliki modal atau hanya memiliki sedikit
tabungan. Padahal, tidak semua usaha membutuhkan modal besar, bahkan ada
yang bisa dimulai dengan sistem reseller. Kuncinya hanya tinggal
menyesuaikan skala usaha dengan modal yang dimiliki.
Salah satu kunci bisnis yang bisa bertahan adalah ide yang unik. Terkadang,
keraguan berwirausaha muncul ketika ide yang dimiliki terasa biasa saja
sehingga tidak yakin usahanya akan sukses. Proses mematangkan ide ini bisa
berlangsung lama, hingga akhirnya “keduluan” orang lain. Banyak yang
kemudian patah semangat ketika ada bisnis baru yang idenya sama. Padahal,
ide yang sama atau mirip bisa tetap dieksekusi dengan sedikit modifikasi.
Lama balik modal, rugi, tidak laku, tidak bisa mengembalikan pinjaman
modal, ditipu partner bisnis, dan deretan risiko yang harus dihadapi oleh
setiap wirausahawan sudah menghantui lulusan perguruan tinggi, khususnya
yang sama sekali belum pernah mencicipi bisnis. Padahal, salah satu hal yang
berkaitan erat dengan kesuksesan wirausaha adalah kegagalan di masa lalu.
Inilah mengapa kini kewirausahaan banyak diajarkan sejak jenjang sekolah
dasar agar generasi muda memiliki mental wirausaha, tidak sekadar masalah
modal dan ide unik.
Orang tua millennial mungkin sudah cukup terbuka dengan profesi baru dan
wirausaha. Namun, orang tua generasi X yang lahir pada tahun 1965-1980
bisa jadi masih berharap anak mereka memiliki karir dan mapan bekerja.
Dukungan keluarga –khususnya orang tua- cukup besar pengaruhnya dalam
pengambilan keputusan penting seperti bekerja atau berwirausaha. Tanpa
tekad kuat dan keyakinan untuk terjun ke bisnis, siapapun akan goyah jika
orang tua tidak merestui.
5) Ragu dengan kemampuan sendiri
Ya, keraguan yang paling kuat bisa karena tidak yakin akan kemampuan diri
sendiri. Salah satu yang membedakan bekerja dan wirausaha adalah letak
kendali. Berwirausaha berarti memegang kendali, tidak ada pimpinan yang
bisa menjadi bemper ataupun mengatur penugasan. Ketidakpercayaan diri
untuk memimpin diri sendiri dan orang lain bisa menghalangi generasi muda
untuk memulai usaha, apalagi jika selama ini pengambilan keputusan penting
dalam hidup banyak dibantu oleh orang tua.
“Bekerja dulu, biar tahu cara menjalanin bisnis” memang tidak salah. Namun,
pastikan ilmu yang ingin didapat di dunia kerja relevan dengan ide bisnis yang
akan dijalankan. Jika tidak terencana dengan baik, bekerja bisa membuat
memulai wirausaha terasa berat karena sudah terbiasa berada di zona nyaman
dengan gaji bulanan.