Anda di halaman 1dari 7

PM Jepang Harus Minta Maaf Kepada Rakyat Irak

Kapanlagi.com - Pimpinan partai oposisi utama Jepang Rabu menuntut agar Perdana Menteri Junichiro Koizumi
meminta maaf kepada rakyat Irak karena kebijakannya mendukung perang setelah para pemeriksa tidak menemukan
persenjataan pemusnah massal.
"Perdana Menteri Koizumi, Anda terlalu tergsa-gesa," kata Katsuya Okada, yang memimpian partai oposisi Partai
Demokrasi, kepada parelemen.
"Anda memiliki tanggung jawab besar dalam mendukung perang yang mengorbankan banyak orang tak berdosa dan
rakyat Irak," kata Okada.
Koizumi, sekutu dekat Presiden George W. Bush, merupakan pendukung awal atas invasi terhadap Irak, dengan
mengatakan dia percaya Saddam Hussein sedang membangun persenjataan pemusnah massal.
Satu laporan minggu lalu oleh pimpinan pemeriksa persejataan AS bahwa tim itu tidak menemukan Saddam
memiliki persenjataan seperti itu.
Sekitar 600 tentara Jepang melaksanakan misi-misi kemanusiaan di Irak sebagai penggelaran militer pertama Tokyo
sejak Perang Dunia II ke satu wilayah yang sedang aktif berperang.
Koizumi, yang menjawab terhadap kritik di parlemen, mengatakan Saddam telah gagal mengambil kesempatan yang
ditawarkan oleh masyarakat internasional bagi solusi perdamaian.
"Tidaklah benar mengatakan mendukung perang Irak adalah salah," kata Koizumi.
Koizumi juga membela Washington, dengan mengatakan "AS telah berbicara dengan dan berkoordinasi dengan
sekutunya dalam mengatasi terorisme, proliferasi persenjataan pemusnah massal dan isu-isu penting lainnya."
Pimpinan oposisi Jepang juga menyalahkan Presiden AS George W. Bush.
"Pemerintahan Bush telah bertindak melakukan serangan secara sepihak dan membuat satu penentangan serius
terhadap isi piagam PBB dan merongrong kerangka perdamaian dunia pasca-perang," kata Okada. Pertemuan
parlemen itu bersama dengan pembukaan Rabu konferensi dua hari di Tokyo mengenai bantuan kepada Irak. Jepang
mengumumkan pihaknya akan memberikan bantuan sebesar US$40 juta untuk membantu Irak dalam melaksanakan
pemilihan legislatif Januari mendatang. (*/lpk)

Kapanlagi.com - Perdana Menteri Jepang Junichiro Koizumi, Jumat (08/10), mendesak Asia dan para pemimpin
Eropa untuk mempromosikan pembaruan PBB, menyinggung upaya Jepang dalam mengusahakan kursi tetap
Dewan Keamanan PBB, kata sejumlah pejabat Jepang.
Koizumi menyatakan seruan itu ketika sidang-sidang Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Eropa--yang secara resmi
dikenal dengan nama Pertemuan Asia-Eropa-- sedang berlangsung di ibukota Vietnam.
Menanggapi seruan tersebut, Perdana Menteri Kamboja Hun Sen meminta Jepang, Jerman dan India untuk
memainkan peran yang lebih besar di dalam Dewan Keamanan PBB dan Perdana Menteri Phan Van Khai, selaku
ketua, mengutip pernyataan itu dalam sidang pertama yang berlangsung hari Jumat pagi.
Namun para pemimpin Eropa dan Asia hanya sepakat secara umum berkaitan dengan soal pembaruan PBB dan
mengajukan sejumlah pendapat yang berbeda secara spesifik," kata sejumlah pejabat.
"Momentum pembaruan PBB (saat ini) lebih besar ketimbang masa sebelumnya dan tahun depan akan lebih
penting lagi," kata Koizumi dalam satu jamuan santap siang. "ASEM seharusnya mengetahui kepentingan itu dan
memperomosikan pembaruan PBB sementara Jepang akan memainkan perannya".
Perdana Menteri Jepang juga menyerukan pembaruan PBB dalam pidato yang membuka secara resmi pertemuan
ASEM ke-5.
Khai sebagaimana dikutip dalam penutupan sidang Jumat pagi menyatakan "Kepentingan untuk memperbarui
Dewan Keamanan PBB diserukan baik bagi keanggotaan tetap maupun tidak tetap. Dan dalam kesempatan itu
disampaikan bahwa Jepang, Jerman dan India seharusnya menjalankan peran yang lebih besar".
Koizumi juga mengupayakan sejumlah pembahasan mengenai proses ASEM lebih lanjut dalam sidang para
menteri luar negeri mendatang pada bulan Mei tahun depan di Kyoto, demikian pejabat Jepang tersebut.
"Kita harus menggagas diskusi mengenai masa depan ASEM," katanya.
Dibentuk pada tahun 1996 oleh 10 negara Asia dan kemudian 15 anggota Uni Eropa, ASEM meresmikan
perluasan keanggotaannya yang pertama kali pada hari Kamis dengan 13 anggota baru, tapi kesiapan Uni Eropa
untuk memberlakukan sanksi baru bagi Myanmar yang dipimpin militer, salah satu anggota baru, kelihatan kian
jelas. (*/lpk)

Kapanlagi.com - PM Jepang Junichiro Koizumi hari Jumat mengatakan tawaran Tokyo untuk mengurangi
kehadiran militer Amerika Serikat di selatan pulau Okinawa terhambat karena kota-kota lain di wilayah Jepang
segan untuk memikul beban atas pangkalan itu.
Dalam pidatonya di depan beberapa redaktur suratkabar di Tokyo, Koizumi mengatakan bahwa pihaknya harus
berusaha mengurangi beban Okinawa namun beberapa kota menghindar untuk mentuan-rumahi pangkalan militer
tersebut.
"Kami melihat sedikit kemajuan karena ketika suratkabar melaporkan nama-nama kota sebagai calon kuat untuk
mentuan-rumahi pangkalan itu, mereka segera menyatakan penolakannya," kata Koizumi.
Okinawa yang letaknya strategis direbut pasukan AS tahun 1945 dan dikembalikan ke Jepang tahun 1972. Luas
Okinawa tidak lebih dari satu persen dari semua daratan Jepang namun menampung sekitar 65 persen dari 40.500
tentara Amerika Serikat di negeri itu.
Tokyo dan Washington sepakat mengurangi kehadiran militer AS di Okinawa namun sejauh ini belum ada rencana
konkrit yang dapat diwujudkan, sebagian karena keengganan wilayah Jepang yang lain untuk memikul sebagian
beban tersebut.
Bulan lalu Koizumi mengedepankan masalah itu selama pertemuan di New York dengan Presiden AS George W.
Bush.
Serentetan kejahatan yang dilakukan tentara Amerika, dan perselisihan soal kepemilikan dan penggunaan daratan
itu, tempat Amerika Serikat menempatkan fasilitas militernya, membuat penduduk Okinawa menolak menjadi tuan
rumah.
Belum lama ini, jatuhnya helikopter militer AS di sebuah kampus universitas Okinawa pada Agustus lalu
menghidupkan kembali perasaan anti-Amerika di pulau Jepang tersebut dan membuat 30.000 orang melakukan aksi
protes -- demo anti-AS terbesar di Jepang selama hampir satu dekade. (*/lpk)

Kapanlagi.com - Perdana Menteri Jepang Junichiro Koizumi, Selasa (31/08), menampik kecaman Rusia tentang
rencana PM Jepang itu meninjau empat pulau di pusat konflik wilayah antara dua negara tersebut, dan mengatakan
kepulaun itu milik Jepang.
Koizumi akan melihat kepulauan yang diduduki Rusia dari kapal Pengawasan Pantai Jepang di luar perairan
wilayah Rusia hari Selasa, namun tidak akan mendarat di pulau-pulau tersebut, kata beberapa pejabat.
Pertikaian atas pulau itu, yang terletak di utara pulau utama Jepang, Hokaido, dan telah diduduki Uni Soviet pada
hari-hari terakhir Perang Dunia II, membuat Tokyo dan Moskow tidak menandatangani kesepakatan damai.
"Wilayah Utara itu pada dasarnya merupakan wilayah Jepang," kata Koizumi kepada wartawan hari Selasa, dan
menambahkan bahwa Moskow seharusnya memahami sikap Tokyo. Pulau-pulau tersebut dikenal di Jepang sebagai
Wilayah Utara dan di Rusia sebagai kepulauan Kuril Selatan.
"Jika masalah Wilayah Utara tidak terselesaikan, tidak akan ada perjanjian damai," kata Koizumi.
Rusia mengecam rencana Koizumi hari Senin dan mengatakan lawatan tersebut agaknya akan memperuwet
ketimbang meningkatkan prospek bagi peningkatan pembicaraan perjanjian damai.
Media Jepang mengatakan Koizumi sebenarnya mengharapkan dapat mendarat di pulau-pulau itu tapi memutuskan
untuk meninjaunya dari lepas pantai dalam upaya menghindari kemarahan Moskow, khususnya menjelang lawatan
Presiden Rusia Vladimir Putin awal tahun depan ke Jepang.
Dua dari pendahulu Koizumi telah meninjau pulau-pulau itu dari udara, termasuk Yoshiro Mori, yang melakukan
hal serupa pada tahun 2001 lalu. (*/lpk)

Kapanlagi.com - Perdana Menteri Jepang Junichiro Koizumi, Senin (12/07), menampik tuntutan kubu oposisi agar
tentara Jepang ditarik dari Irak, tapi mengatakan pembahasan mengenai pembaruan pensiun akan segera diadakan
guna meredakan keprihatinan masyarakat.
Koizumi berkeras ia akan melanjutkan pembaruannya dan rencana untuk menswastakan perusahaan pos dan yang
berkaitan dengan jalan di Jepang "tetap tak berubah".
PM Jepang itu mengeluarkan pernyataan tersebut pada taklimat sehari setelah pemungutan suara bagi Majelis
Tinggi; partainya mengalami pukulan dalam proses itu.
Mengenai Korea Utara, Koizumi mengatakan Jepang akan melanjutkan pembicaraan normalisasi setelah beberapa
masalah, terutama penculikan warganegara Jepang oleh Pyongyang pada masa lalu dan program rudal serta ambisi
nuklirnya, sepenuhnya diselesaikan sejalan dengan delarasi bilateral 2002.
"Rakyat Irak menyambut baik SDF, dan presiden Irak mengatakan ia ingin SDF tetap berada di sana," kata Koizumi
berkenaan dengan tuntutan kubu oposisi utama Partai Demokrat Jepang (DPC) agar Pasukan Bela-Diri (SDF) ditarik
dari Irak.
"Kami mesti melanjutkan kegiatan itu, yang akan dihargai oleh rakyat Irak pada masa depan," kata Koizumi.
Pengiriman SDF dan keputusan Koizumi agar tentara itu ikut dalam pasukan multinasional yang disahkan PBB di
Irak merupakan salah satu dari dua masalah utama dalam pemungutan suara Ahad.
Kecaman mengenai penggelaran tentara Jepang tersebut didasari oleh keprihatinan bahwa tindakan itu melanggar
Undang-Undang Dasar Jepang, yang bersifat pasif.
Mengenai pembaruan sistem pensiun Jepang, Koizumi mengatakan ia percaya masyarakat akan memiliki
pemahaman yang lebih baik ketika kubu pemerintah dan oposisi membahas usul yang lebih terperinci.
"Saya percaya lebih baik mengadakan pembahasan antara pihak pemerintah dan oposisi sesegera mungkin", dengan
landasan kesepakatan terdahulu antara LDP, mitra koalisinya Komeito Baru, dan DPJ, kata Koizumi.
Mengenai Korea Utara, Koizumi mengakui "jalan masih panjang" bagi pembicaraan normalisasi hubungan bilateral.
Tetapi ia mengatakan, "Mengubah hubungan bermusuhan menjadi hubungan bersahabat perlu bagi Jepang dan
Korea Utara, serta bagi Semenanjung Korea secara keseluruhan." Dalam pemungutan suara Ahad, LDP meraih 49
kursi --kurang dua kursi dari sasaran 51 kursi dan di bawah perolehan kursi DPJ.
Kendati mengalami kemunduran, Koizumi mengatakan ia takkan meletakkan jabatan karena LDP dan Komeito Baru
secara keseluruhan mempertahankan mayoritas di Majelis Tinggi. (*/lpk

Kapanlagi.com - Perdana Menteri Jepang mempertahankan rencana untuk memasok pasukan dalam kerangka
pasukan multi nasional di Irak setelah penyerahan kedaulatan akhir Juni nanti.

PM Jepang Junichiro Koizumi saat kampanye pemilihan parlemen mengatakan, pasukan Jepang nanti akan
melanjutkan berbagai tugas kemanusiaan yang saat ini dijalankan.
Beberapa anggota parlemen kuatir, pengiriman pasukan dalam kerangka pasukan multinasional itu akan melanggar
konstitusi Jepang.
Saat ini ada 500 tentara Jepang yang beroperasi di Irak sejak bulan Februari.
Keputusan untuk mengirim tentara ke Irak dalam kerangka pasukan multinasional itu akan diputuskan dalam rapat
kabinet Jum'at.
"Jepang harus berpartisipasi dalam koridor yang bisa dimengerti rakyat." Ungkap Koizumi dalam konferensi pers
saat berakhirnya masa persidangan parlemen, sebelum pemilihan majelis tinggi 11 Juli nanti.
"Bagaimana bentuk kerja samanya, itu tergantung negara masing-masing. Namun Jepang tidak akan bertempur, dan
akan tetap beroperasi di wilayah non tempur.", tutur Koizumi.
Namun pemimpin kubu oposisi dari Partai Demokrasi Jepang (DPJ), Katsuya Okada mengatakan, pasukan Jepang
harus pergi dari Irak.
Isu ini telah membelah negeri tersebut. 44 persen responden dalam jajak pendapat harian Mainichi Shimbun hari
Selasa mengatakan, mereka menentang peran aktif militer Jepang di Irak, sementara 33 persen mendukung hal
tersebut.
Mengirim pasukan Jepang ke Irak saat ini memang mengundang perdebatan. Saat ini, pasukan Jepang beroperasi
dibawah komando panglima Jepang sendiri.
Bila mengirim pasukan ke dalam kerangka pasukan multinasional, setelah penyerahan kembali kedaulatan akhir Juni
nanti, pasukan Jepang akan berada di bawah komando pasukan Amerika Serikat.
Namun Koizumi hari Kamis, (17/06/2004), mengatakan, Amerika Serikat dan Inggris mengerti bahwa pasukan
Jepang tidak akan berada di bawah komando Amerika Serikat maupun Inggris.
Banyak kritik yang beredar bahwa pasukan Jepang akan terseret konflik di Irak, sehingga melanggar konstitusi
Jepang, yang melarang keras keterlibatan pasukan Jepang dalam pertikaian apapun.
Partai Liberal Demokrat (LDP), kubu Koizumi diharapkan tetap menguasai mayoritas kursi majelis tinggi parlemen
dalam pemilihan mendatang, namun pengamat melihat, hasil buruk nanti akan memperlemah pengaruh Koizumi di
dalam partainya sendiri.
Selain isu pengiriman pasukan Jepang ke Irak, isu panas lain adalah masalah pensiun.
Kubu LDP baru saja mendesakkan reformasi undang-undang pensiun, yang menaikkan iuran bulanan, dan
memperkecil uang pensiun.
Isu pensiun itu juga memukul DPJ. Katsuya Okada tampil di tampuk kepemimpinan partai itu setelah ketua
sebelumnya, Naoto Kan, mundur bulan lalu setelah mengaku lalai membayar uang iuran pensiun. (bbc/rit)

Kalau bukan sekarang, Kapan Lagi?

powered by Google

HALAMAN UTAMA
BERITA
POLITIK
politik nasional
politik internasional
EKONOMI
ekonomi nasional
ekonomi internasional
OLAHRAGA
olahraga lain-lain
bola nasional
bola internasional
seleb-OR
SHOW-BIZ
film
musik
televisi
hollywood
bollywood
asian star
selebriti
KRIMINAL
kriminal
PERNIK
pernik
PERLU ANDA TAHU..
lifestyle
otomotif
kesehatan
seksologi
tekno
resensi film
resensi musik
FORUM
Ajang clubbing (ngumpul) warga Kapanlagi.com untuk berdiskusi, cari pasangan kencan, lelang barang atau tukar
cerita seru.

LOWONGAN KERJA
LOKER - Bursa lowongan kerja buat para job seeker Indonesia.

POLLING
Mampukah John Kerry menumbangkan George W. Bush di Pemilu AS yang akan datang?
Ya
Tidak
Tidak Tahu

--------------------------------------------------------------------------------

--------------------------------------------------------------------------------

Jepang Kurangi Seperempat Angkatan Darat Dalam 10 Tahun

print
kirim ke teman
halaman depan

--------------------------------------------------------------------------------
Dapatkan berita terbaru di email anda setiap hari

Nama:

Email:
Kapanlagi.com - Jepang merencanakan akan mengurangi tentara angkatan darat sebesar seperempat dari jumlah
yang kini ada dalam lima sampai 10 tahun mendatang dalam menyetel kembali militer untuk mengatasi serangan
teroris dan ancaman-ancaman baru lainnya, kata satu laporan Sabtu (09/10).

Rencana itu akan menjadi bagian dari pedoman utama kebijakan baru pertahanan yang akan dirampungkan pada
akhir tahun, kata media Nihon Keizai Shimbun tanpa menyebut sumber-sumbernya.

Pedoman itu, yang akan diperbaiki untuk pertama kali dalam sembilan tahun, akan berujung pada pemangkasan
40.000 personil angkatan darat dari kekuatan 160.000 pasukan dengan memberlakukan skema percepatan pensiun,
kata harian bisnis itu.

Kebijakan baru tersebut juga akan meliputi pengurangan jumlah tank-tank dari 900 menjadi 450 dan mengurangi
kekuatan 300 armada pesawat tempur sebesar 20% sampai 30%, katanya.

Lokasi-lokasi divisi tentara, yang sebelumnya didesain untuk mengatasi ancaman Soviet dalam era Perang Dingin,
juga akan disetel untuk pertama kali, katanya.

Satu Dewan Penasehat bagi Perdana Menteri Junichiro Koizumi minggu ini mengusulkan kepada pemerintah
"secara drastis" pemangkasan kembali unit-unit peralatan berat militer, seperti brigade-brigade lapis baja, sejak
negara itu tidak lagi menghadapi ancaman invasi besar.

Sebaliknya, Jepang seharusnya membangun "kemampuan pertahanan fleksibel dan multifungsi" untuk memerangi
teroris dan ancaman-ancaman baru lainnya, kata Dewan tersebut. (*/lpk)

Kartu Ucapan
Indonesia Terbaik

Ajakan
Aku Suka Kamu
Cinta
Duka Cita
Hari Raya
Humor
Kangen
Kata-kata Bijak
Keluarga
Lekas Sembuh
Permintaan Maaf
Perpisahan
Persahabatan
Sehari-hari
Terima Kasih
Ucapan Selamat
Ulang Tahun

--------------------------------------------------------------------------------
©2003 KapanLagi.com

Kapanlagi.com - Jepang kemungkinan akan mempertimbangkan langkah untuk mengganti kebijakan keamanan
pertahanannya, termasuk memperoleh kemampuan militer untuk mengantisipasi serangan, namun tidak harus
mengubah larangan kebijakan itu untuk memiliki senjata nuklir, kata panel yang beranggotakan para pakar
penesehat PM Junichiro Koizumi hari Senin (04/10).
Rekomendasi oleh panel yang terdiri atas akademisi dan tokoh bisnis itu akan dijadikan dasar untuk tinjauan
pertahanan menyeluruh yang akan dirampungkan pemerintah pada akhir tahun 2004.
"Jepang ingin meningkatkan struktur pembangunan yang merespon secara dinamis dan fleksibel terhadap berbagai
ancaman," kata Koizumi di depan para anggota panel tersebut setelah menerima laporan itu.
Panel tersebut mengatakan, Jepang harus mengkaji apakah akan meningkatkan kemampuan ofensif untuk
menghantam basis-basis rudal ketika Tokyo tidak mempunyai cara lain menghadapi serangan rudal -- sikap yang
kemungkinan akan membuat marah negara tetangganya, khususnya Korea Utara dan Cina.
"Penilaian menyeluruh harus dibuat setelah meneliti secara seksama keefektifan cara Amerika Serikat menghadapi
serangan dan krediblitas sistem pertahanan rudal," tambah panel tersebut.
Karena kepekaaan masalah itu, laporan itu menghindari penggunaan istilah "serangan mendahului." Panel
beranggotakan 10 orang itu juga menesehatkan Jepang agar mengendurkan larangan yang diberlakukannya sendiri
selama berpuluh-puluh tahun tentang ekspor senjata ke Amerika Serikat, dan kemungkinan ke negara-negara lain,
yang menurut beberapa analis, akan menjadi langkah awal drastis dari kebijakan pemerintahan-pemerintahan
sebelumnya dan prinsip konstitusi yang menekankan perdamaian.
"Laporan itu membuat saran-saran yang transparan soal masalah yang sangat tabu di masa lalu," kata Tetsewo
Maeda, guru besar hubungan internasional Universitas Internasional Tokyo.
Tinjauan kebali tentang larangan itu diperlukan jika Jepang, yang kini khawatir atas program nuklir Korea Utara,
harus memproduksi sistem pertahanan rudal bersama Amerika Serikat.
Korea Utara telah membuat dunia terkejut pada 1998 ketika Pyongyang menembakkan rudal yang melintasi Jepang
dan beberapa pakar berpendapat Korut telah memiliki lebih dari 200 rudal Rodong yang dapat mencapai seluruh
negeri Sakura itu, termasuk Tokyo.
"Kita harus mengendurkan larangan atas ekspor senjata, paling tidak ke Amerika Serikat," kata laporan panel
tersebut.
Jepang telah mengadakan penelitian dengan Washington tentang pengembangan tameng pertahanan rudal, namun
menghentikan proyek itu karena khawatir akan kemarahan Cina.
Bukan Ancaman Laporan itu mengatakan bahwa kawasan Asia Timur, tempat kekuatan nuklir Rusia dan Cina, juga
Korut, merupakan kawasan yang dapat cepat menimbulkan percikan api.
Namun beberapa penasehat menahan diri untuk mengkhususkan Cina satu-satunya sebagai ancaman terhadap
Jepang. "Cina, menurut definisi, bukan suatu ancaman," ujar seorang pejabat pemerintah Jepang yang mengatakan
kepada para wartawan tentang laporan itu.
Para pensehat memperingatkan agar tidak melangkah ke arah negara nuklir, walaupun para pakar berpendapat
bahawa Cina mempunyai teknologi tersebut untuk menjadi kekuatan nuklir.
"Usaha keamanan Jepang sendiri harus berjalan efektif untuk pertahanannya, dan usaha-usaha itu tidak boleh
mengancam negara lain, dan Jepang tidak boleh memiliki senjata nuklir," kata laporan itu.
Panel itu juga mengusulkan Jepang agar meninjau kebijakan ketatnya pasca-perang bagi pengembangan dan
pembuatan senjata lewat pelicinan jalan ke arah produksi persenjataan bersama dengan negara-negara lain.
Menurut panel tersebut, Tokyo sebaiknya menjelaskan apakah pemerintah Jepang akan meninggalkan larangan
terhadap penggunaan hak "pertahanan kolektif" -- yang membantu sekutu-sekutunya yang diserang --untuk
memungkinkan keikut-sertaan militernya yang lebih besar dalam keamanan global.
Pemerintahan-pemerintahan Jepang sebelumnya menafsirkan konstitusi pasca-perang 1947 sebagai undang-undang
pelarangan terhadap "pertahanan kolektif." Peranan Lebih Besar Panel itu juga mendesak pemerintah membahas
perluasan peran militer Jepang di luar negeri, yang dikenal sebagai Pasukan Bela Diri, untuk melakukan "aktivitas
kebijakan" di luar negeri.
Jepang, salah satu dari sekutu AS di Asia, telah mengirim sekitar 550 personilnya ke Irak -- lewat pengiriman
pasukan non-tempur -- untuk membantu membangun kembali negara yang porak-poranda itu, misi terbesar dan
paling berisiko sejak Perang Dunia Kedua. Para pengecam mengatakan penempatan militer tersebut melanggar
ketentuan konstitusi yang mentitik-beratkan perdamaian. Konstitusi itu menolak hak untuk berperang dan melarang
Jepang memiliki kekuatan militer. Ketentuan itu telah ditafsirkan sebagai mengizinkan Jepang memiliki pasukan
untuk bela diri.
"Saya tidak tahu bagaimana rakyat Jepang akan menerima rekomendasi kami, namun paling tidak saya dapat
mengatakan bahwa, tidak seperti pada masa lalu, rakyat Jepang kini siap membicarakan masalah pertahanan dan
keamanan dari titik pandangan yang lebih objektif," kata Shunji Yanai, mantan dubes Jepang untuk Amerika Serikat
dan sekaligus anggota panel, kepada kantor berita Reuters.
"Saya pikir, situasinya lebih sehat," tambahnya.
Jepang memiliki lebih dari 250.000 personil militer, dan anggaran belanja pertahanan nasionalnya adalah keempat
terbesar di dunia setelah Amerika Serikat, Rusia dan Cina. (*/lpk)

Anda mungkin juga menyukai