Bom atom yang diledakkan di dua kota di Jepang yakni Hirosima dan Nagasaki menyebabkan
ratusan ribu penduduk Jepang meninggal dunia dan ratusan ribu lainnya mengalami
kecacatan. Kerugian material tidak terhitung jumlahnya.Bahkan sampai sekarang dampak
terjadinya bom atom masih dirasakan masyarakat Jepang. Kerusakan dan dampak korban yang
sangat mengerikan tersebut mendorong masyarakat dunia sepakat untuk tidak
menggunakan senjata tersebut dalam berbagai peperangan. Dua bom atom tersebut
telah meluluhlantakkan kota Hiroshima dan Nagasaki.
Amerika Serikat yang menjatuhkan kedua bom atom pada dua kota di Jepang pada tanggal 6
dan 9 Agustus 1945. Mengapa Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Jepang? Perang
Dunia II yang berkecamuk sejak tahun 1939 telah menyebabkan kedua kelompok yakni Sekutu
dan negara-negara fasis saling menyerang dengan menggunakan senjata pemusnah dan
kerusakan massal. Korban dan kerugian kedua belah pihak tidak terhitung jumlahnya. Jutaan
manusia meninggal dunia akibat Perang Dunia II tersebut. Sebagian besar dari mereka adalah
masyarakat sipil yang bukan merupakan tentara perang.
Kehancuran Kota Hiroshima dan Nagasaki telah menjatuhkan semangat dan martabat bangsa
Jepang. Mereka tidak dapat menutup mata, bahwa Sekutu lebih unggul dalam persenjataan.
Apabila perang dilanjutkan, Jepang akan lebih hancur. Akhirnya, Kaisar Jepang memutuskan
untuk menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Penyerahan Jepang kepada Sekutu pada
tanggal 15 Agustus 1945 inilah yang menandai berakhirnya Perang Dunia (PD) II.
Sebenarnya tanda-tanda kekalahan Jepang dalam PD II sudah terlihat sejak tahun 1943
dengan berhasil direbutnya beberapa wilayah oleh Sekutu. Pengeboman Hiroshima dan
Nagasaki merupakan faktor pemicu Jepang harus menyerah.
Bagaimana kondisi bangsa Indonesia pada saat Jepang kalah dari Sekutu? Dalam posisi
semakin terjepit dalam perang melawan Sekutu, Jepang terpaksa memberi janji
kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. Komando Tentara Jepang wilayah Selatan, pada bulan
Juli 1945 menyepakati dan akan memberikan kemerdekaan Indonesia tanggal 7
September 1945.
Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jenderal Terauchi menyetujui pembentukan Dokuritsu Junbi
Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang tugasnya melanjutkan
pekerjaan BPUPKI. Lembaga PPKI ini diketuai oleh Ir. Sukarno dengan wakil Drs. Moh.
Hatta.
Apa sebenarnya tugas dan pekerjaan BPUPKI yang diketuai oleh Ir. Sukarno dan Drs. Moh.
Hatta itu?
Panitia persiapan atau PPKI itu beranggotakan 21 orang dan semuanya orang Indonesia yang
berasal dari berbagai daerah.
Jawa 12 wakil
Wakil Sumatera 3 wakil
Sulawesi 2 wakil
Wakil Kalimantan 1 wakil
Wakil Sunda Kecil 1 wakil
Wakil Maluku 1 wakil
Wakil dan golongan penduduk Cina 1 wakil
Jenderal Terauchi pada tanggal 9 Agustus 1945 memanggil Sukarno, Moh. Hatta, dan
Rajiman Wedyodiningrat untuk pergi ke Dalat, Saigon. Saigon adalah salah satu pusat
tentara Jepang. Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jenderal Terauchi mengucapkan selamat
kepada Sukarno dan Moh.Hatta sebagai ketua dan wakil ketua PPKI. Kemudian Terauchi
menegaskan bahwa Jepang akan menyerahkan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia.
Sukarno, Moh. Hatta, dan Rajiman Wedyodiningrat pulang kembali ke Jakarta pada tanggal
14 Agustus.
Pada masa-masa inilah terjadi peristiwa yang dramatis di wilayah Indonesia. Walaupun alat
komunikasi pada masa tersebut dikuasai Jepang, namun para tokoh perjuangan berhasil
mengakses berbagai informasi dunia dengan berbagai cara. Radio sebagai alat yang paling
berperan pada masa tersebut telah disegel oleh Jepang. Siaran radio sudah lama menjadi
kekuasaan Jepang, untuk menerima siaran radio luar negeri pun masyarakat Indonesia tidak
diizinkan. Hal ini disebabkan oleh ketakutan Jepang apabila bangsa Indonesia mengetahui
perkembangan perang yang menunjukkan Jepang semakin terjepit. Namun, para tokoh
pergerakan tidak kurang akal. Mereka berhasil menyembunyikan beberapa radio gelap
yang dapat digunakan untuk mendengarkan berbagai siaran radio luar negeri seperti BBC
London.
Kamu telah mengkaji bagaimana tindakan Jepang di saat akhir perlawanannya terhadap
Sekutu. Coba kamu buat peta perjalanan Sukarno, Hatta, dan Rajiman Wedyodiningrat
untuk memenuhi panggilan Jendral Terauchi ke Dalat, Saigon!
Bagaimana dampak bom atom bagi Jepang?
Coba lakukan analisis, apakah Amerika Serikat harus meledakkan Bom atom untuk
mengalahkan Jepang! Menurut pendapat kamu, siapa yang paling menderita akibat bom
atom di Jepang? Apakah masih ada senjata pemusnah massal selain bom atom? Setujukah
kamu, jika senjata tersebut digunakan untuk perang?
Menyerahnya Jepang pada bulan Agustus 1945 menandai akhir Perang Dunia II. Angkatan
Laut Kekaisaran Jepang secara efektif sudah tidak ada sejak Agustus 1945, sementara invasi
Sekutu ke Jepang hanya tinggal waktu. Walaupun keinginan untuk melawan hingga titik
penghabisan dinyatakan secara terbuka, pemimpin Jepang dari Dewan Penasihat Militer
Jepang secara pribadi memohon Uni Soviet untuk berperan sebagai mediator dalam perjanjian
damai dengan syarat-syarat yang menguntungkan Jepang. Sementara itu, Uni Soviet juga
bersiap-siap untuk menyerang Jepang dalam usaha memenuhi janji kepada Amerika Serikat dan
Inggris di Konferensi Yalta.
Pada 6 Agustus dan 9 Agustus, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan
Nagasaki. Pada 9 Agustus, Uni Soviet melancarkan penyerbuan mendadak ke koloni Jepang di
Manchuria (Manchukuo) yang melanggar Pakta Netralitas Soviet–Jepang.
Kaisar Hirohito campur tangan setelah terjadi dua peristiwa mengejutkan tersebut, dan
memerintahkan Dewan Penasihat Militer untuk menerima syarat-syarat yang
ditawarkan Sekutu dalam Deklarasi Potsdam. Setelah berlangsung perundingan di balik layar
selama beberapa hari, dan kudeta yang gagal, Kaisar Hirohito menyampaikan pidato radio di
hadapan rakyat pada 15 Agustus 1945. Dalam pidato radio yang disebut Gyokuon-hōsō (Siaran
Suara Kaisar), Hirohito membacakan Perintah Kekaisaran tentang kapitulasi, sekaligus
mengumumkan kepada rakyat bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu.
Pendudukan Jepang oleh Komandan Tertinggi Sekutu dimulai pada 28 Agustus. Upacara
kapitulasi diadakan pada 2 September 1945 di atas kapal tempur Amerika
Serikat Missouri. Dokumen Kapitulasi Jepang yang ditandatangani hari itu oleh pejabat
pemerintah Jepang secara resmi mengakhiri Perang Dunia II. Penduduk sipil dan anggota militer
di negara-negara Sekutu merayakan Hari Kemenangan atas Jepang (V-J Day). Walaupun
demikian, sebagian pos komando terpencil dan personel militer dari kesatuan di pelosok-pelosok
Asia menolak untuk menyerah selama berbulan-bulan bahkan hingga bertahun-tahun setelah
Jepang menyerah. Sejak kapitulasi Jepang, sejarawan terus berdebat tentang etika penggunaan
bom atom. Perang antara Jepang dan Sekutu secara resmi berakhir ketika Perjanjian San
Francisco mulai berlaku pada tanggal 28 April 1952. Empat tahun kemudian Jepang dan Uni
Soviet menandatangani Deklarasi Bersama Soviet–Jepang 1956 yang secara resmi mengakhiri
perang antara kedua negara tersebut.
Daftar isi
1Kekalahan Jepang
o 1.1Persiapan pertahanan
2Dewan Penasihat Militer
3Perbedaan pendapat di kalangan pemimpin Jepang
4Usaha berurusan dengan Uni Soviet
o 4.1Maksud-maksud Soviet
5Proyek Manhattan
6Acara-acara di Potsdam
o 6.1Negosiasi
o 6.2Deklarasi Potsdam
o 6.3Reaksi Jepang
7Hiroshima, Manchuria, dan Nagasaki
o 7.1Hiroshima: 6 Agustus
o 7.2Invasi Soviet dan Nagasaki: 8-9 Agustus
8Campur tangan istana, reaksi Sekutu, dan jawaban Jepang
o 8.112 Agustus
o 8.213–14 Agustus
9Percobaan kudeta militer (12 Agustus-15 Agustus)
10Kapitulasi
o 10.1Siaran Perintah Kaisar tentang kapitulasi
o 10.2Awal pendudukan dan upacara kapitulasi
11Kapitulasi selanjutnya dan perlawanan militer Jepang
12Referensi
o 12.1Catatan kaki
o 12.2Buku teks
13Pranala luar
Pendaratan Sekutu di Medan Perang Operasi Samudra Pasifik, Agustus 1942 hingga Agustus 1945.
Pada tahun 1945, Jepang telah hampir dua tahun berturut-turut mengalami kekalahan
berkepanjangan di Pasifik Barat Daya, kampanye militer Mariana, dan kampanye militer Filipina.
Pada Juli 1944 setelah Saipan jatuh, Jenderal Hideki Tōjō diangkat sebagai perdana
menteri oleh Jenderal Kuniaki Koiso yang menyatakan Filipina sebagai tempat pertempuran
berikutnya yang menentukan.[1] Setelah Filipina jatuh, giliran Koiso yang diganti oleh
Laksamana Kantarō Suzuki. Pada paruh pertama tahun 1945, Sekutu berhasil merebut Iwo
Jima dan Okinawa. Setelah diduduki Sekutu, Okinawa dijadikan daerah singgahan untuk
menyerbu ke pulau-pulau utama di Jepang.[2] Setelah kekalahan Jerman, Uni Soviet diam-diam
mulai mengerahkan kembali pasukan tempur Eropa-nya ke Timur Jauh, di samping sekitar
empat puluh divisi yang telah ditempatkan di sana sejak tahun 1941, sebagai penyeimbang
kekuataan jutaan Tentara Kwantung.[3]
Operasi kapal-kapal selam Sekutu dan penyebaran ranjau di lepas pantai Jepang telah
menghancurkan sebagian besar armada dagang Jepang. Sebagai negara dengan sedikit
sumber daya alam, Jepang bergantung kepada bahan mentah yang diimpor dari daratan Asia
dan dari wilayah pendudukan Jepang di Hindia Belanda, terutama minyak bumi.[4] Penghancuran
armada dagang Jepang, ditambah dengan pengeboman strategis kawasan industri di Jepang
telah meruntuhkan ekonomi perang Jepang. Produksi batu bara, besi, besi baja, karet, dan
pasokan bahan mentah lainnya hanya tersedia dalam jumlah kecil dibandingkan pasokan
sebelum perang.[5][6]
Kapal tempur Jepang Haruna karam di tempat bersandarnya di pangkalan angkatan laut Kure pada
peristiwa Pengeboman Kure 24 Juli 1945.
Sebagai akibat kerugian yang dialami, kekuatan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang secara
efektif sudah habis. Setelah serangkaian pengeboman Sekutu di galangan kapal Jepang di
Kure, Prefektur Hiroshima, kapal-kapal perang Jepang yang tersisa hanyalah enam kapal induk,
empat kapal penjelajah, dan satu kapal tempur. Namun, semua kapal tersebut tidak memiliki
bahan bakar yang cukup. Walaupun masih ada 19 kapal perusak dan 38 kapal selam yang
masih operasional, pengoperasian mereka menjadi terbatas akibat kekurangan bahan bakar.[7][8]
Naotake Satō
Pada 30 Juni, Tōgō memerintahkan Duta Besar Jepang untuk Moskwa Naotake
Satō untuk berusaha menciptakan "hubungan persahabatan yang erat dan abadi." Satō
bermaksud membicarakan status Manchuria dan "masalah apa saja yang akan diangkat
Rusia."[47] Satō akhirnya bertemu dengan Menteri Luar Negeri Soviet Vyacheslav
Molotov pada 11 Juli, namun pertemuan tidak menghasilkan apa-apa. Pada 12 Juli,
Tōgō memerintahkan Satō untuk menyampaikan kepada Soviet bahwa,
Yang Mulia Kaisar mempertimbangkan fakta bahwa perang yang sekarang dari
hari ke hari membawa kemalangan dan pengorbanan bagi rakyat dari semua
pihak-pihak yang berperang, keinginan dari dalam hati agar dapat segera
dihentikan. Namun selama Inggris dan Amerika Serikat bersikeras soal
penyerahan tanpa syarat, Kekaisaran Jepang tidak punya pilihan lain kecuali
bertempur dengan segenap tenaga untuk kehormatan dan keberlangsungan
tanah air.[48]
Kaisar mengusulkan untuk mengirim Pangeran Konoe sebagai Utusan Luar Biasa,
walaupun ia tidak dapat tiba di Moskwa sebelum dimulainya Konferensi Potsdam.
Satō memberi tahu Tōgō bahwa dalam kenyataan, Jepang hanya dapat mengharapkan
"penyerahan tanpa syarat atau syarat-syarat yang hampir setara ke situ". Lebih jauh lagi
Satō mengatakan bahwa pesan-pesan Tōgō "tidak jelas soal pandangan pemerintah
dan militer dalam hal penghentian perang," serta mempertanyakan apakah inisiatif Tōgō
didukung oleh unsur-unsur kunci dalam struktur kekuasaan Jepang.[49]
Pada 17 Juli, Tōgō menjawab,
Walaupun para penguasa, dan juga pemerintah yakin bahwa kekuatan perang
kita masih dapat menimbulkan pukulan berarti terhadap musuh, kami tidak dapat
merasakan kedamaian hati yang betul-betul pasti. ... Namun, mohon betul-betul
diingat, bahwa kita tidak meminta mediasi Rusia untuk hal-hal seperti
penyerahan tanpa syarat.[50]
Dalam jawabannya, Satō memperjelas,
Sudah barang tentu dalam pesan saya sebelumnya menyebut penyerahan tanpa
syarat atau syarat-syarat yang hampir setara, saya membuat pengecualian soal
mempertahankan [Rumah Tangga Kekaisaran].[51]
Pada 21 Juli, berbicara atas nama kabinet, Tōgō mengulangi,
Mengenai soal penyerahan tanpa syarat kami tidak dapat menyetujuinya
berdasarkan keadaan bagaimanapun. ... Dalam usaha menghindari keadaan
seperti itu kita sedang mencari damai, ... melalui jasa baik Rusia. ... Ditinjau dari
sudut pandang dalam negeri dan luar negeri, membuat pernyataan segera
tentang syarat-syarat tertentu adalah merugikan dan tidak mungkin.[52]
Ahli kriptografi Amerika Serikat yang bergabung dalam Proyek Magic telah memecahkan
sebagian besar sandi Jepang, termasuk kode Purple yang dipakai oleh kantor-kantor
perwakilan Jepang untuk menyandikan koresponden diplomatik. Sebagai akibatnya,
pesan antara Tokyo dan kedutaan-kedutaan Jepang bocor ke pemimpin Sekutu hampir
sama cepatnya dengan penerima di alamat tujuan.[53]
Salah satu sesi Konferensi Potsdam. Tokoh-tokoh dalam foto, Clement Attlee, Ernest
Bevin, Vyacheslav Molotov, Joseph Stalin, William D. Leahy, James F. Byrnes, dan Harry S.
Truman
Di lain pihak, deklarasi menegaskan bahwa:
MENU
0:00
Pagi 6 Agustus 1945, pesawat pengebom B-29 Enola Gay yang diterbangkan
Kolonel Paul Tibbets menjatuhkan sebuah bom atom di kota Hiroshima, sebelah barat
daya Pulau Honshu. Sepanjang hari itu berbagai laporan yang membingungkan sampai
di Tokyo bahwa Hiroshima telah menjadi korban serangan udara yang meratakan kota
dengan "ledakan dahsyat dan kilatan yang membutakan". Tidak lama kemudian Jepang
menerima siaran radio Presiden Truman yang mengumumkan penggunaan bom
atom yang pertama kali, dan berjanji,
Kita sekarang siap untuk memusnahkan dengan cepat dan secara tuntas setiap
usaha produktif yang dimiliki Jepang di atas permukaan tanah di setiap kota. Kita
akan menghancurkan dok-dok mereka, pabrik-pabrik mereka, dan komunikasi
mereka. Kita tegaskan sekali lagi; kita akan secara tuntas menghancurkan
kekuatan Jepang untuk berperang. Hal itu untuk menyelamatkan rakyat Jepang
dari kehancuran total sesuai ultimatum 26 Juli yang dikeluarkan di Potsdam.
Pemimpin-pemimpin mereka dengan segera menolak ultimatum. Bila mereka
sekarang tidak menerima syarat-syarat kita, mereka tinggal menunggu hujan
kehancuran dari udara, tidak seperti apa yang pernah mereka saksikan di atas
muka bumi ini...[77]
Pada awalnya, sebagian orang tidak percaya Amerika Serikat telah membuat bom atom.
Jepang tahu benar tentang betapa sulitnya membuat bom atom. Angkatan Laut dan
Angkatan Darat Kekaisaran Jepang masing-masing memiliki program bom atom secara
terpisah hingga makin mempersulit usaha mereka.[78] Kepala Staf Umum Angkatan Laut
Laksamana Soemu Toyoda mengatakan bila memang benar Amerika Serikat sudah
membuat sebuah satu bom, mereka sekarang sudah tidak punya lagi.[79] Pakar strategi
Amerika Serikat yang menanti reaksi seperti Toyoda, merencanakan untuk menjatuhkan
sebuah bom atom kedua tidak lama setelah bom atom pertama untuk meyakinkan
Jepang bahwa Amerika Serikat punya banyak persediaan.[63][80]
Sudah barang tentu tak tertahankan bagi saya untuk melihat dilucutinya prajurit
Jepang yang setia dan berani. Begitu pula sama tak tertahankannya
membiarkan prajurit yang telah mengabdi kepada saya dihukum sebagai
provokator perang. Meskipun begitu, waktunya telah tiba untuk menanggung
derita yang tak tertahankan. ...
Saya menelan air mata dan memberikan persetujuan untuk usulan tersebut dan
menerima proklamasi Sekutu berdasarkan garis besar yang dikemukakan
Menteri Luar Negeri.[93]
Menurut Jenderal Sumihisa Ikeda dan Laksamana Zenshirō Hoshina, Ketua Dewan
Penasihat Kaisar Hiranuma Kiichirō kemudian menghadap ke arah kaisar dan bertanya:
"Yang Mulia, Yang Mulia juga bertanggung jawab (sekinin) atas kekalahan ini.
Permintaan maaf seperti apa yang akan diajukan kepada pendiri kekaisaran dan para
leluhur kekaisaran lainnya?"[94]
Setelah Kaisar meninggalkan ruangan, Suzuki mendesak kabinet untuk menerima
keinginan Kaisar dan berhasil. Dini hari 10 Agustus 1945, Kementerian Luar Negeri
mengirimkan telegram ke Sekutu (melalui Departemen Politik Federal Swiss dan
khususnya Max Grässli) mengumumkan bahwa Jepang menerima Deklarasi Potsdam
tetapi tidak akan menerima syarat-syarat apa pun yang akan "merugikan hak prerogatif"
kaisar. Hal tersebut berarti tidak adanya perubahan dalam bentuk pemerintahan di
Jepang[95], bahwa Kaisar Jepang tetap dalam posisinya memegang kekuasaan
sebenarnya di dalam pemerintahan.[96]
Selebaran yang dijatuhkan di Jepang setelah pengeboman atom Hiroshima. Dalam selebaran
ditulis, sebagian isi: Rakyat Jepang sedang menghadapi musim gugur yang sangat penting.
Tiga belas pasal mengenai penyerahan diberikan kepada pemimpin-pemimpin militer Anda
sekalian oleh kami, aliansi tiga negara untuk mengakhiri perang yang sia-sia ini. Usulan ini
diabaikan oleh pemimpin-pemimpin militer Anda sekalian... Amerika Serikat telah
mengembangkan bom atom, yang tidak pernah dicobakan terhadap negara mana pun
sebelumnya. Kami telah memutuskan untuk memakai bom yang mengerikan ini. Satu bom
atom memiliki kekuatan destruktif sama dengan 2000 pesawat B-29."
Atas saran pakar operasi psikologis Amerika Serikat, pesawat-pesawat B-29
diberangkatkan pada 13 Agustus untuk menjatuhkan selebaran-selebaran di atas
Jepang, menjelaskan ralyat Jepang tentang tawaran untuk menyerah dan sikap
Sekutu.[103] Selebaran-selebaran ini berdampak drastis terhadap proses pengambilan
keputusan Jepang. Pada dini hari 14 Agustus, Suzuki, Kido, dan Kaisar Hirohito
menyadari bahwa hari itu akan berakhir dengan diterimanya syarat-syarat Amerika
Serikat atau sebuah kudeta militer.[110] Kaisar bertemu dengan perwira angkatan darat
dan angkatan laut paling senior. Sementara beberapa di antaranya memilih untuk terus
berjuang, namun tidak demikian halnya dengan Marsekal Lapangan Shunroku Hata.
Sebagai komandan Angkatan Darat Umum Kedua yang bermarkas di Hiroshima, Hata
memerintahkan semua pasukannya mempertahankan bagian selatan Jepang. Mereka
dikerahkan untuk bertempur dalam "pertempuran menentukan". Hata mengatakan
dirinya tidak yakin dapat memukul kekuatan invasi dan tidak mempermasalahkan
keputusan Kaisar. Kemudian Kaisar meminta para pemimpin militer untuk bekerja sama
dengannya mengakhiri perang.[110]
Dalam konferensi dengan menteri kabinet dan penasihat lainnya, Anami, Toyoda, dan
Umezu sekali lagi mengemukakan keinginannya untuk meneruskan perang, tetapi
kemudian Kaisar berkata,
Saya telah mendengar baik-baik masing-masing argumen yang diajukan untuk
menolak sikap Jepang yang harus menerima jawaban Sekutu seperti apa
adanya dan tanpa klarifikasi lebih lanjut atau modifikasi, tetapi pemikiran-
pemikiran diri saya sendiri belum mengalami perubahan. ... Supaya keputusan
saya bisa diketahui rakyat, saya memerintahkan untuk segera menyiapkan
perintah kaisar sehingga saya dapat menyiarkannya ke seluruh negeri. Pada
akhirnya, saya mengimbau kepada Anda sekalian untuk berusaha segiat
mungkin sehingga kita dapat bertemu pada hari-hari penuh cobaan yang segera
tiba.[111]
Kabinet segera melakukan rapat dan dengan suara bulat meratifikasi keinginan Kaisar.
Mereka juga memutuskan untuk menghancurkan sebagian besar dokumen yang
berkaitan dengan kejahatan perang dan tanggung jawab perang dari para pemimpin-
pemimpin tertinggi Jepang.[112][113] Segera seusai konferensi, Kementerian Luar Negeri
mengirimkan perintah-perintah ke kedutaan di Swiss dan Swedia untuk menerima
syarat-syarat kapitulasi yang ditentukan Sekutu. Pesan-pesan ini ditangkap dan diterima
di Washington pada pukul 02.49 tanggal 14 Agustus 1945.[111]
Naskah Perintah Kekaisaran selesai pada pukul 19.00, ditulis oleh ahli kaligrafi resmi
istana, dan dibawa ke menteri kabinet untuk ditandatangani. Sekitar pukul 23.00, Kaisar
Hirohito dengan bantuan seorang awak rekaman NHK membuat sebuah rekaman
gramafon berisi pembacaan pidato naskah Perintah Kekaisaran tentang
kapitulasi.[114] Rekaman tersebut diberikan kepada pengurus rumah tangga
istana Yoshihiro Tokugawa yang menyembunyikannya dalam tempat penyimpanan di
kantor sekretaris Permaisuri Kōjun.[115]
Kudeta gagal setelah Shizuichi Tanaka meyakinkan perwira pemberontak untuk pulang ke rumah.
Tanaka bunuh diri 9 hari kemudian.
Sekitar pukul 21.30 tanggal 14 Agustus 1945, kelompok pemberontak pimpinan
Hatanaka mulai bergerak. Resimen Kedua dari Penjaga Kekaisaran Pertama telah
memasuki kawasan istana sebagai tambahan bagi batalion sebelumnya. Kemungkinan
mereka dikerahkan sebagai perlindungan ekstra melawan pemberontakan Hatanaka.
Namun, Hatanaka bersama Letnan Kolonel Jirō Shiizaki meyakinkan komandan Penjaga
Kekaisaran Pertama, Letnan Kolonel Haga Toyojirō mengenai tujuan-tujuan mereka.
Letkol Haga diberi tahu (bukan keadaan sebenarnya) bahwa Anami, Umezu, dan para
komandan Angkatan Darat Distrik Timur, serta berbagai Divisi Penjaga Kekaisaran
mendukung rencana mereka. Hatanaka juga pergi menemui Shizuichi Tanaka,
komandan angkatan darat wilayah timur. Ia berusaha membujuk Tanaka agar mau
membantu kudeta, namun ditolak. Hatanaka diperintahkannya pulang ke rumah, namun
perintah ini diabaikannya.[115]
Pada awalnya, Hatanaka berharap hanya dengan menunjukkan pemberontakan sudah
dimulai dengan cara menduduki istana, para prajurit angkatan darat akan tergerak dan
bangkit melawan usaha penyerahan Jepang. Prinsip ini terus dipegangnya hingga hari-
hari terakhir dan jam-jam terakhir sebagai optimisme buta. Rencana terus dijalankannya
walaupun hanya sedikit didukung oleh atasan. Hatanaka dan rekan-rekan memutuskan
para penjaga akan mengambil alih istana pada pukul 02.00. Jam-jam pergantian
penjaga dihabiskan mereka mencoba untuk meyakinkan atasan di angkatan darat untuk
bergabung dengan kudeta. Hampir pada saat yang bersamaan, Jenderal Anami
melakukan seppuku dengan meninggalkan pesan "Aku dengan kematianku, dengan
rendah hati memohon ampun kepada Kaisar untuk kejahatan besar".[120] Hingga kini tidak
jelas apakah kejahatan yang dimaksud adalah kalah dalam perang atau melakukan
kudeta.[121]
Beberapa saat sebelum pukul 01.00, Hatanaka dan anak buahnya mengepung istana.
Hatanaka, Letnan Kolonel Shiizaki, dan Kapten Shigetarō Uehara (dari Akademi
Angkatan Udara) pergi ke kantor Letnan Jenderal Takeshi Mori untuk memintanya
mendukung kudeta. Mori sedang rapat dengan kakak ipar bernama Michinori Shiraishi.
Kerja sama Mori yang menjabat komandan Divisi Penjaga Kekaisaran Pertama sangat
penting bagi keberhasilan kudeta. Setelah ternyata menolak membantu kudeta, Mori
dibunuh oleh Hatanaka yang takut Mori memerintahkan korps Penjaga Kekaisaran untuk
menghentikan pemberontakan.[122] Uehara membunuh Shiraishi yang menjadi korban
tewas kedua dan terakhir pada malam itu. Hatanaka kemudian menggunakan stempel
resmi Jenderal Mori untuk menandatangani Perintah Strategis Divisi Penjaga
Kekaisaran No. 584. Perintah ini meningkatkan jumlah pasukan penjaga Istana
Kekaisaran dan Kementerian Rumah Tangga Kekaisaran, dan "melindungi" Kaisar.[123]
Polisi istana dilucuti dan semua gerbang masuk diblokir.[114] Sepanjang malam itu,
pasukan pemberontak pimpinan Hatanaka menangkap dan menahan delapan belas
orang, termasuk staf kementerian dan awak radio NHK yang dikirim untuk merekam
pidato penyerahan Jepang.[114]
Pemberontak di bawah pimpinan Hatanaka, menghabiskan beberapa jam berikutnya
dengan tanpa hasil mencari Menteri Rumah Tangga Kekaisaran Sotaro Ishiwatari,
Penjaga Cap Pribadi Kaisar Koichi Kido, dan rekaman pidato penyerahan Jepang.
Keduanya bersembunyi di bawah "ruang lemari besi", sebuah kamar besar di bawah
Istana Kaisar.[124][125] Usaha pencarian yang dilakukan Hatanaka makin sulit setelah terjadi
pemadaman lampu untuk menghindari serangan udara Sekutu, struktur organisasi yang
kuno, dan tata letak Kementerian Rumah Tangga Istana. Sebagian dari nama-nama
ruangan tidak dikenal oleh para pemberontak. Tokugawa yang menjabat pengurus
rumah tangga istana ditangkap oleh pemberontak. Walaupun Hatanaka mengancam
untuk merobek isi perutnya dengan katana, Tokugawa berbohong dan mengatakan
dirinya tidak tahu tempat rekaman tersebut dan tempat persembunyian orang yang
sedang dicari.[126][127] Sewaktu sedang mencari-cari, prajurit pemberontak memutuskan
hampir semua kabel telepon. Komunikasi terputus antara tawanan di istana dan dunia
luar.
Pada malam itu di Yokohama, kelompok lain yang bersimpati dengan Hatanaka di
bawah pimpinan Kapten Takeo Sasaki pergi ke kantor Perdana Menteri Suzuki dengan
maksud membunuhnya. Ketika menemui kantor sedang kosong, mereka menembakinya
dengan senapan mesin dan membakar gedung sebelum pulang ke rumah. Suzuki
mendapat peringatan dari Hisatsune Sakomizu dan melarikan diri beberapa menit
sebelum para pemberontak tiba. Setelah membakar rumah Suzuki, para pemberontak
pergi ke rumah Kiichirō Hiranuma untuk membunuhnya. Hiranuma kabur lewat pintu
samping, dan rumahnya dibakar para pemberontak. Sisa malam di bulan Agustus 1945
dihabiskan Suzuki di bawah perlindungan polisi, setiap malamnya tidur di tempat tidur
berbeda-beda.[126][128]
Sekitar pukul 03.00, Hatanaka mendapat informasi dari Letnan Kolonel Masataka
Ida bahwa Angkatan Darat Distrik Timur sedang menuju istana untuk menghentikan
kudeta, dan Hatanaka harus menyerah.[129][130] Pada akhirnya setelah melihat rencananya
berantakan, Hatanaka mencoba tawar menawar dengan Kepala Staf Angkatan Darat
Distrik Timur Tatsuhiko Takashima untuk paling tidak memberinya sepuluh menit
mengudara di radio NHK. Ia ingin menjelaskan kepada rakyat Jepang apa yang sedang
diusahakan berikut alasannya. Permintaan Hatanaka ditolak.[131] Komandan Resimen
Kedua Penjaga Kekaisaran Pertama mengetahui bahwa angkatan darat tidak berada di
belakang pemberontakan ini. Hatanaka diperintahkannya untuk meninggalkan kawasan
istana.
Beberapa saat sebelum pukul 05.00, sementara rekan-rekan pemberontak meneruskan
pencarian, Mayor Hatanaka pergi ke studio NHK. Dengan mangacungkan sepucuk
pistol, ia berusaha dengan sia-sia untuk mendapatkan sedikit waktu siaran untuk
menjelaskan tindakannya.[132] Satu jam beberapa menit kemudian, setelah menerima
telepon dari Angkatan Darat Distrik Timur, Hatanaka akhirnya menyerah. Ia bersama
para perwira meninggalkan studio NHK.[133]
Pada dini hari, Shizuichi Tanaka mengetahui istana sudah diduduki. Ia pergi ke istana
dan menghadapi para perwira pemberontak yang dicaci-makinya telah melakukan
tindakan yang berlawanan dengan semangat angkatan darat Jepang. Ia meyakinkan
mereka untuk kembali ke barak masing-masing.[126][134] Pada pukul 08.00 pemberontakan
sudah sepenuhnya dikuasai. Mereka hanya berhasil menduduki kawasan istana
sepanjang malam, namun akhirnya gagal menemukan rekaman yang dicari.[135]
Hatanaka mengendarai sepeda motor berkeliling di jalan-jalan ditemani Letnan Kolonel
Shiizaki yang menunggang kuda. Keduanya membagikan selebaran yang menjelaskan
motif dan tindakan mereka. Satu jam sebelum siaran radio kaisar dimulai, beberapa
menit sekitar pukul 11.00 tanggal 15 Agustus, Mayor Hatanaka menodongkan pistol ke
pelipisnya untuk bunuh diri. Shiizaki menusuk dirinya dengan sebuah pisau belati
sebelum menembak diri sendiri. Di dalam saku Hatanaka ditemukan sebuah puisi
kematian: "Aku tidak menyesal sekarang, awan gelap telah hilang dari kekuasaan
kaisar."[128]
MENU
0:00
Truman mengumumkan
penyerahan Jepang
1 September 1945
MENU
0:00
Tepat pukul 12.00 tengah hari Waktu Standar Jepang tanggal 15 Agustus
diudarakan rekaman pidato Kaisar Jepang kepada rakyat yang berisi Perintah
Kekaisaran mengenai Penghentian Perang. Sebagian di antara isinya:
... Walaupun selama tahun empat tahun semua telah menunjukkan yang terbaik-
-kekuatan angkatan laut dan angkatan darat yang telah bertempur dengan
gagah berani, ketekunan dan kegigihan banyak pegawai negeri kami, dan
pengabdian setia seratus rakyat kami--situasi perang berkembang tidak selalu
ke arah keuntungan Jepang, sementara situasi umum dunia tidak
menguntungkan kepentingan kita.
Musuh kita telah mulai memakai sebuah bom baru yang kejam, membunuh dan
melukai banyak orang tidak berdosa, kekuatannya dalam menimbulkan
kerusakan, sungguh, tak terkira. Selain itu, bila kita terus berperang, tidak hanya
akan berakhir dengan kemusnahan bangsa Jepang namun juga akan membawa
kepunahan total peradaban manusia.
Bila memang sudah demikian, bagaimana kita akan menyelamatkan berpuluh-
puluh juta rakyat kami, atau menebusnya di depan arwah suci para leluhur
kaisar? Ini adalah alasan mengapa kami telah menerima syarat-syarat Deklarasi
Bersama.
...
Bila dipikirkan, selanjutnya penderitaan yang akan dialami kekaisaran, pastinya
akan sangat luar biasa. Kami mengetahui ketulusan hati Anda, rakyat sekalian.
Namun, ke mana pun tuntutan waktu dan nasib akan membawa kami, dengan
menahan apa yang tak tertahankan, dan menderita penderitaan yang tak
terperikan, kami menginginkan kedamaian abadi.
Kualitas rekaman yang rendah, ditambah dialek bahasa Jepang kuno yang dipakai
Kaisar dalam naskah, membuat rekaman ini sangat sulit dimengerti oleh sebagian besar
pendengar waktu itu.[136]
Pada tengah hari 15 Agustus, siaran radio Jepang yang mengumumkan penyerahan
Jepang juga diterima di Jakarta. Pidato radio tersebut sangat mengagetkan tidak saja
terhadap para pembesar pemerintah pendudukan Jepang, tetapi juga terhadap semua
tokoh Indonesia yang terkait dengan kemerdekaan yang akan datang. Tidak lama
setelah pidato radio itu, Soekarno, Mohammad Hatta, dan Achmad Soebardjo mendapat
kepastian tentang berita penyerahan itu dari Laksamana Muda Maeda Tadashi.[137]
Pada 17 Agustus 1945, Perdana Menteri Suzuki digantikan oleh paman Kaisar yang
bernama Pangeran Higashikuni Naruhiko. Pergantian ini mungkin untuk mencegah
kudeta lebih lanjut atau usaha pembunuhan;[138] Mamoru Shigemitsu menggantikan Tōgō
sebagai menteri luar negeri.
Sementara itu, tentara Jepang masih bertempur melawan tentara Soviet dan juga
tentara Cina, dan sulit mengatur soal gencatan senjata dan penyerahan mereka.
Pertempuran udara terakhir oleh penyerang Jepang melawan pengebom pengintai
Amerika berlangsung pada tanggal 18 Agustus.[139] Uni Soviet terus menyerang hingga
awal September dan merebut Kepulauan Kuril.
MacArthur pada upacara kapitulasi. Bendera yang pernah dikibarkan Perry dipasang di latar
belakang.
Upacara resmi kapitulasi berlangsung pada 2 September 1945 ketika wakil-wakil
dari Kekaisaran Jepang menandatangani Dokumen Kapitulasi Jepang di Teluk Tokyo di
atas USS Missouri. Shigemitsu membubuhkan tanda tangan sebagai wakil pemerintah
sipil, sementara Jenderal Umezu membubuhkan tanda tangan sebagai wakil militer.
Di atas kapal Missouri pada hari itu dipasang bendera Amerika Serikat yang pernah
dikibarkan di USS Powhatan oleh Komodor Matthew C. Perry pada tahun 1853 ketika
pertama kali tiba di Jepang dalam dalam dua kali ekspedisinya. Kedatangan Perry telah
menyebabkan ditandatanganinya Konvensi Kanagawa yang memaksa Jepang
membuka pelabuhan terhadap kapal-kapal asing.[143][144]
Setelah upacara resmi kapitulasi 2 September di atas kapal Missouri, penyelidikan-
penyelidikan mengenai kejahatan perang Jepang segera dimulai. Dalam sebuah
pertemuan dengan Jenderal MacArthur pada bulan September, Kaisar Hirohito
menawarkan diri untuk menanggung semua kejahatan perang, namun tawaran darinya
ditolak dan Hirohito tidak pernah dituntut.[145] Prosedur hukum untuk Pengadilan Militer
Internasional untuk Timur Jauh dikeluarkan pada 19 Januari 1946.[146]
Selain 14 Agustus dan 15 Agustus, tanggal 2 September 1945 juga dirayakan sebagai
Hari Kemenangan atas Jepang (V-J Day).[145] Di Jepang, tanggal 15 Agustus diperingati
sebagai Hari Peringatan Berakhirnya Perang (Shuusen-kinenbi) dengan nama resmi
"Hari Nasional Berkabung untuk Korban Tewas dalam Perang dan Berdoa untuk
Perdamaian".[147] Di Korea, 15 Agustus diperingati sebagai Gwangbokjeol,
dan Australia memperingati Hari Kemenangan di Pasifik (V-P Day). Presiden Truman
menyatakan 2 September sebagai V-J Day, tetapi memberi catatan "Bukanlah hari untuk
menyatakan proklamasi resmi berakhirnya perang atau penghentian permusuhan."[148]
Hatazō Adachi, komandan Angkatan Darat ke-18 Jepang di Papua Nugini, menyerahkan
senjatanya kepada komandan Divisi ke-6 Australia, Horace Robertson.
Kaida Tatsuichi, komandan Resimen Tank ke-4 Jepang, dan ketua staf-nya Shoji Minoru
menyimak pernyataan kapitulasi dari HMAS Moresby di Timor.
Seorang pimpinan Jepang menyerahkan senjatanya kepada Letnan Britania dalam sebuah
upacara di Saigon.
37. ^ Frank, 93
38. ^ Frank, 95
39. ^ Frank, 93–94
40. ^ Frank, 96
41. ^ Toland, John. The Rising Sun. ISBN 0-8129-6858-1. Modern Library, 2003
42. ^ Frank, 97, quoting The Diary of Marquis Kido, 1933–45, 435–436.
43. ^ Frank, 97–99.
44. ^ a b Frank, 100, quoting the Emperor's Shōwa Tennō Dokuhakuroku, 136–37.
45. ^ Frank, 102.
46. ^ Frank, 94
47. ^ Frank, 221, citing Magic Diplomatic Summary No. 1201
48. ^ Frank, 222–3, citing Magic Diplomatic Summary No. 1205, 2 (PDF).
49. ^ Frank, 226, citing Magic Diplomatic Summary No. 1208, 10–12.
50. ^ Frank, 227, citing Magic Diplomatic Summary No. 1209.
51. ^ Frank, 229, citing Magic Diplomatic Summary No. 1212.
52. ^ Frank, 230, citing Magic Diplomatic Summary No. 1214, 2–3 (PDF).
53. ^ "Beberapa pesan dibongkar dan diterjemahkan pada hari yang sama dan sebagian
besar dalam seminggu; dalam beberapa kasus ketika kata sandi diganti perlu waktu
lebih lama" — The Oxford Guide to World War II. Lema untuk MAGIC. Disunting oleh
I.C.B. Dear. ISBN 978-0-19-534096-9
54. ^ Hasegawa, 60
55. ^ Hasegawa, 19
56. ^ Hasegawa, 25
57. ^ Hasegawa, 32
58. ^ a b Hasegawa, 86
59. ^ Hasegawa, 115-116
60. ^ Frank, 279
61. ^ Quiner, Tom. "What lesson can we learn from Japan?". Diakses tanggal 30
Desember2013.
62. ^ Frank, 254
63. ^ a b c Hasegawa, 67
64. ^ David F. Schmitz. Henry L. Stimson: The First Wise Man. Rowman & Littlefield,
2001, ISBN 0-8420-2632-0. p. 182
65. ^ Hasegawa, 90
66. ^ Frank, 256
67. ^ Frank, 260
68. ^ Hasegawa, 152–153
69. ^ "Pejabat-pejabat Amerika bertemu di Washington pada tanggal 10 Agustus 1945 ...
memutuskan bahwa garis pemisah antara zona pendudukan administratif AS dan Soviet
adalah paralel ke-3 bagian tengah semenanjung [Korea], sehingga kota utama Korea,
Seoul, berada di dalam zona AS. Pengaturan ini disarankan kepada Soviet tak lama
setelah Soviet memasuki Perang Pasifik dan semenanjung Korea. Soviet menyetujui
garis pemisah tersebut, meskipun usaha mereka untuk mendapatkan zona pendudukan
Jepang bagian utara di pulau Hokkaido ditolak oleh Washington." – Edward A.
Olsen. Korea, the Divided Nation. Greenwood Publishing Group, 2005. ISBN 978-0-275-
98307-9. Page 62.
70. ^ Rhodes, 690.
71. ^ Hasegawa, 145–148
72. ^ Hasegawa, 118–119
73. ^ Weintraub, 288
74. ^ a b Frank, 234
75. ^ Frank, 236, mengutip Magic Diplomatic Summary No. 1224.
76. ^ Frank, 236, citing Magic Diplomatic Summary No. 1225, 2 (PDF).
77. ^ White House Press Release Announcing the Bombing of Hiroshima, 6 Agustus 1945.
The American Experience: Truman. PBS.org. Sourced to The Harry S. Truman Library,
"Army press notes," box 4, Papers of Eben A. Ayers.
78. ^ "Sementara pejabat senior Jepang tidak meragukan kemungkinan teoretis untuk
membuat senjata seperti itu, mereka menolak untuk mengakui Amerika Serikat telah
melampaui rintangan yang luar biasa untuk bisa membuat sebuah bom atom." Pada 7
Agustus, staf kekaisaran mengeluarkan edaran yang isinya mengatakan Hiroshima telah
menjadi korban sebuah bom tipe baru. Sebuah tim yang dipimpin Letnan Jenderal Seizo
Arisue dikirim ke Hiroshima pada 8 Agustus untuk menyisihkan beberapa teori penyebab
ledakan, termasuk di antaranya Hiroshima dijatuhi bom oksigen cair atau bom
magnesium — Frank, 270–271
79. ^ Frank, 270–271
80. ^ Frank, 283—284
81. ^ Deklarasi Perang Soviet di Jepang, 8 Agustus 1945. (Proyek Avalon di Universitas
Yale)
82. ^ Uni Soviet menyampaikan deklarasi perang ke Duta Besar Jepang Satō di Moskwa,
dua jam sebelum invasi Manchuria dimulai. Namun kabel Satō yang menyampaikan
deklarasi perang Soviet tidak terkirim. Uni Soviet memutus sambungan telepon
kedutaan. Tindakan tersebut merupakan balas dendam Uni Sovoet atas Pertempuran
Lushun 40 tahun yang lampau. Pihak Jepang mengetahui tentang serbuan ke Manchuria
lewat radio yang disiarkan dari Moskwa. — Butow, 154–164; Hoyt, 401
83. ^ Sadao Asada. "The Shock of the Atomic Bomb and Japan's Decision to Surrender: A
Reconsideration". The Pacific Historical Review, Vol. 67, No. 4 (Nov., 1998), pp. 477–
512.
84. ^ Frank, 288–9.
85. ^ Diary of Kōichi Kido (Daigaiku Shuppankai), 1966, 1223.
86. ^ Frank, 290–91.
87. ^ Laporan Radio kepada Orang Amerika pada Konferensi Potsdam oleh Presiden Harry
S. Truman, Dikirim dari Gedung Putih pada jam 10 p.m, 9 Agustus 1945
88. ^ Hasagawa, 207–208
89. ^ Jerome T. Hagen. War in the Pacific: American at War, Volume I. Hawaii Pacific
University, ISBN 0-9762669-0-3. Chapter: The Lie of Marcus McDilda, 159–162
90. ^ Hasegawa 298.
91. ^ Beberapa jam sebelum kapitulasi Jepang diumumkan, Truman mengadakan diskusi
dengan Adipati Windsor Edward VIII dan Sir John Balfour. Menurut Balfour, Truman
"berkata dengan sedih bahwa ia sekarang tidak memiliki pilihan lain kecuali
memerintahkan dijatuhkannya bom atom di Tokyo". — Frank, 327, mengutip Bernstein,
Eclipsed by Hiroshima, 167
92. ^ Hasagawa, 209
93. ^ Frank, 295–296
94. ^ Bix, 517, citing Yoshida, Nihonjin no sensôkan, 42–43.
95. ^ Hoyt, 405
96. ^ Hoyt, 405.
97. ^ Frank, 302
98. ^ Frank, 303
99. ^ Sementara gencatan senjata berlangsung, Spaatz membuat sebuah keputusan
penting. Berdasarkan bukti-bukti dari Survei Pengeboman Strategis Eropa, ia
memerintahkan pengeboman strategis untuk difokuskan kembali. Bom-bom pembakar
tidak lagi dijatuhkan di kota-kota Jepang, melainkan berkonsentrasi dalam
menghancurkan infrastruktur transportasi dan minyak Jepang. Frank, 303-307
100. ^ Frank, 310
101. ^ Terasaki Hidenari, Shōwa tennō dokuhakuroku, 1991, 129
102. ^ Bix, 129
103. ^ a b Frank, 313
104. ^ Smith, 176
105. ^ Smith, 188
106. ^ Wesley F. Craven and James L. Cate, The Army Air Forces in World War II,
Vol. 5, pp. 732-33 [1]
107. ^ Smith, 183
108. ^ Smith, 187
109. ^ Smith 187–188 mencatat bahwa walaupun pengebom siang hari telah
berangkat menyerang Jepang, pengebom malam belum diberangkatkan ketika pesan
menyerahnya Jepang diterima lewat radio. Dalam buku yang sama ditulis bahwa,
walaupun Smith sudah berusaha mencari, ia tidak menemukan dokumen sejarah yang
berkaitan dengan perintah Carl Spaatz untuk terus melanjutkan serangan.
110. ^ a b Frank, 314
111. ^ a b Frank, 315
112. ^ Burning of Confidential Documents by Japanese Government, case no. 43,
serial 2, International Prosecution Section vol. 8
113. ^ Bix, 558
114. ^ a b c Hasegawa, 244
115. ^ a b Hoyt, 409
116. ^ Frank, 316
117. ^ Frank, 318
118. ^ Hoyt 407–408
119. ^ Frank, 317
120. ^ Frank, 319
121. ^ Butow, 220
122. ^ Hoyt, 409–410
123. ^ The Pacific War Research Society, 227
124. ^ The Pacific War Research Society, 309
125. ^ Butow, 216
126. ^ a b c Hoyt, 410
127. ^ The Pacific War Research Society, 279
128. ^ a b Wainstock, 115
129. ^ The Pacific War Research Society, 246
130. ^ Hasegawa, 247
131. ^ The Pacific War Research Society, 283
132. ^ Hoyt, 411
133. ^ The Pacific War Research Society, 303
134. ^ The Pacific War Research Society, 290
135. ^ The Pacific War Research Society, 311
136. ^ Dower, 34
137. ^ Poeze, Harry A. Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia: Jilid 1
Agustus 1945-Maret 1946. Yayasan Obor Indonesia. ISBN 9-7946-1697-4.
138. ^ Spector, 558. (Spector salah dalam melakukan identifikasi, Higashikuni
dikiranya adik kaisar)
139. ^ The Last to Die | Military Aviation | Air & Space Magazine. Airspacemag.com.
Diakses pada 05-08-2010.
140. ^ Tanggal merayakan Hari Kemenangan atas Jepang bergantung pada waktu
setempat saat mereka menerima berita penyerahan Jepang. Negara-negara
Persemakmuran Inggris merayakan pada 15 Agustus sementara Amerika Serikat
merayakannya pada 14 Agustus.
141. ^ a b Hasegawa, 271ff
142. ^ Perorangan dan kantor-kantor prefektur dapat mengajukan permohonan izin
untuk mengibarkannya. Secara sebagian, pembatasan pengibaran bendera Jepang
dihapus pada tahun 1948. Pembatasan tersebut seluruhnya dihapus pada tahun
berikutnya.
143. ^ "Bendera dalam bingkai pada kanan bawah yang pernah dikibarkan Komodor
Matthew C. Perry pada 14 Juli 1853 di Teluk Yedo (Tokyo), pada ekspedisi pertama
untuk berunding megenai pembukaan isolasi Jepang." Formal Surrender of Japan, 2
September 1945 -- Surrender Ceremonies Begin. United States Naval Historical Center.
Diakses pada 25 Februari 2009
144. ^ Dower, 41
145. ^ a b “1945: Japan signs unconditional surrender” On This Day: September 2,
BBC.
146. ^ The Tokyo War Crimes Trials (1946–1948). The American Experience:
MacArthur. PBS. Diakses 25 Februari 2009
147. ^ "厚生労働省:全国戦没者追悼式について" (dalam bahasa
Japanese). Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan. 2007-08-08.
Diakses tanggal 2008-02-16.
148. ^ Radio Address to the American People After the Signing of the Terms of
Unconditional Surrender by Japan, Harry S. Truman Library and Museum (1945-09-01).
149. ^ Ng Yuzin Chiautong (1972). "Historical and Legal Aspects of the International
Status of Taiwan (Formosa)". World United Formosans for Independence (Tokyo).
Diakses tanggal 2010-02-25.
150. ^ Dower, 51
151. ^ Cook 40, 468
152. ^ Weinberg, 892
153. ^ Cook 403 mencantumkan total tentara Jepang sebagai 4.335.500 orang di
Jepang pada hari kapitulasi, dengan tambahan 3.527.000 orang di luar negeri.
154. ^ Frank, 350–352
155. ^ Cook berisi wawancara dengan Iitoyo Shogo mengenai pengalamannya
dijadikan tawanan perang oleh Inggris di Pulau Galang yang dikenal di kalangan
tawanan perang sebagai "Pulau Kelaparan"
156. ^ Japan Min. of Foreign Affairs Compendium of Documents
157. ^ World War II, Wilmott, Cross & Messenger, Dorling Kindersley, 2004.