Anda di halaman 1dari 20

PROPOSAL PENELITIAN

ISOLASI DAN KARAKTERISASI MINYAK HIDROKARBON MIKRO


ALGA HIJAU (Botryococcus braunii) PERAIRAN SUNGAI MAHAKAM DI
WILAYAH TENGGARONG, KALIMANTAN TIMUR

Rina Dayanti
NIM. 1607025019

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................................................
i
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................
v
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................
6
1.2 Rumusan Masalah 6
1.3 Tujuan Penelitian 6
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................................
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 Mikroalga 7
2.2 Botryococcus braunii.........................................................................................................
8
2.3 Kandungan Minyak dan Mutu Biodiesel...........................................................................
8
2.4 Minyak Ikan dan Minyak Alga..........................................................................................
9
2.5 Minyak Alga Untuk Kosmetik. 11
BAB III METODE PENELITIAN.......................................................................................
12
3.1 Waktu dan Tempat.............................................................................................................
12
3.2 Rancangan Penelitian.........................................................................................................
12
3.3 Alat dan Bahan........................................................................................................... 13
3.4 Prosedur Kerja 13
3.4.1 Pemeriksaan Uji Identifikasi Spesies Botryococcus braunii Pada Sampel

13
3.4.2 Pemeriksaan Uji Identifikasi Spesies Botryococcus braunii Pada Sampel
13
DAFTAR PUSTAKA. 14
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Botryococcus braunii..........................................................................................
6
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Kandungan Hidrokarbon Botryococcus braunii......................................................


9
Tabel 1.2 Perbandingan emisi biodiesel, campuran biodiesel 10% dan petrodiesel
..................................................................................................................................................
9
Tabel 1.3 Komposisi kandungan minyak pada beberapa spesies mikroalga
..................................................................................................................................................
10
Tabel 1.4 . Komposisi kandungan minyak beberapa spesies mikroalga pada fase
stationery dan eksponensial 11
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Wilayah Kalimantan Timur terletak di wilayah hutan hujan tropis menyimpan
keanekaragaman hayati yang perlu dieksplorasi, dimanfaatkan dan dipertahankan
keberlanjutannya. Kalimantan Timur dengan kekayaan flora dan fauna mempunyai
potensi sebagai daerah penghasil sumberdaya alam yang melimpah dan sebagaian besar
potensi tersebut digunakan sebagai sumber energi yang menjadi kebutuhan mutlak dan
harus dipenuhi dimana kebutuhan energi tidak lepas dari jumlah ketersediaan sumbernya
di alam.
Salah satu sumber energi yang sering digunakan yaitu berupa bahan bakar. Bahan
bakar yang penggunaannya dapat diperbarui dan mengurangi cemaran udara disebut
biorenewable. Berdasarkan sifatnya yang renewable dapat digolongkan sebagai
bioenergi. Bioenergi terbagi menjadi dua jenis, yaitu bioenergi modern dan bioenergi
tradisional (lama). Bioenergi modern diantaranya ialah bioetanol, biodiesel, biogas, PPO
(pure plant oil) atau SVO (straight vegetable oil), sedangkan bioenergi tradisional (lama)
contohnya kayu bakar. Bioenergi modern berupa biodiesel dapat dihasilkan dari
mikroorganisme fotosintetik, contohnya mikroalga (Hambali et al., 2007). Mikroalga
menurut Martins et al., (2010), merupakan mikroorganisme fotosintetik prokariotik atau
eukariotik yang pertumbuhannya sangat produktif dan dapat mengungguli tanaman lain
seperti kelapa sawit, jarak, jagung sebagai sumber biodiesel. Mikroalga yang dapat diolah
menjadi biodiesel salah satunya adalah Botryococcus braunii.
Botryococcus braunii merupakan mikroalga berwarna hijau yang dapat dijumpai di
perairan sungai mahakam wilayah Tenggarong dan mempunyai potensi sebagai penghasil
minyak untuk dapat digunakan sebagai pengganti minyak ikan dan bahan dasar
kosmestik. Sejauh ini beberapa penelitian tentang mikroalga telah dikaji manfaat untuk
kesehatan, namun potensi Botrycoccus braunii yang berasal dari daerah Tenggarong,
Kutai Kartanegara sebagai penghasil minyak hidrokarbon dan potensinya untuk
pengganti minyak ikan serta bahan dasar kosmestika belum dilakukan. Lebih lanjut lagi,
minyak yang dihasilkan dari isolate Botrycoccus braunii dari perairan sungai mahakam di
wilayah Tenggarong belum pernah dilakukan karakterisasi dan identifikasi potensinya
sebagai pengganti minyak ikan dan kelayakannya sebagai bahan dasar kosmestika (Hayes
et al., 2018).
Menurut Metzger et al., (2005) Botrycoccus braunii memiliki kandungan klorofil
mencapai ±1,5%-2,8% terdiri dari klorofil a, b, c yang akan terlihat berwarna hijau-coklat
kekuningan, memiliki inti sel dengan ukuran ±15-20 μm, berkoloni, bersifat non-motil
dan setiap pergerakannya sangat dipengaruhi oleh arus perairan. Botryococcus braunii
juga menghasilkan senyawa metabolit primer yang terdiri dari protein, karbohidrat dan
lipid, serta senyawa metabolit sekunder berupa pigmen karotenoid yang berisi antara lain
violaxantin, lutein, β-karoten dan astaxanthin. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat
sebagai informasi dasar untuk wilayah Tenggarong di masa yang akan datang.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian diatas rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimanakah cara untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi alga hijau (Botrycoccus
braunii) yang diambil dari tiga tempat sampling dari wilayah perairan sungai mahakam
Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur dan kelayakannya sebagai pengganti
minyak ikan. serta potensi untuk bahan dasar kosmestik.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mengisolasi dan karakterisasi
alga hijau (Botrycoccus braunii) yang diambil dari tiga tempat sampling dari wilayah
perairan sungai mahakam Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur dan
kelayakannya sebagai pengganti minyak ikan serta potensi untuk bahan dasar kosmestik.

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi dasar untuk
pengelolaan mikroalga di wilayah Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur di
masa yang akan datang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mikroalga
Mikroalga pada umumnya merupakan tumbuhan renik berukuran mikroskopik
(diameter 3-30 μm) yang termasuk dalam kelas alga dan hidup sebagai koloni maupun sel
tunggal diseluruh perairan tawar maupun laut. Morfologi mikroalga berbentuk uniseluler
atau multiseluler tetapi belum ada pembagian fungsi organ yang jelas pada sel-sel
komponennya. Hal itulah yang membedakan mikroalga dari tumbuhan tingkat tinggi.
Mikroalga diklasifikasikan menjadi empat kelompok antara lain diatom
(Bacillariophyceae), alga hijau (Chlorophyceae), alga emas (Chrysophyceae) dan alga
(Romimohtarto, 2004). Menurut Harsanto (2009) bahwa penyebaran habitat mikroalga
biasanya di air tawar (limpoplankton) dan air laut (haloplankton). Berdasarkan distribusi
vertikal di perairan, mikroalga dikelompokkan menjadi empat yaitu hidup di zona
euphotik (ephiplankton), hidup di zona disphotik (mesoplankton), hidup di zona aphotik
(bathyplanton) dan yang hidup di dasar perairan atau bentik (hypoplankton).
Mikroalga merupakan kelompok organisme yang sangat beragam dan memiliki
berbagai potensi yang dapat dikembangkan sebagai sumber pakan, pangan dan sumber
kimia lainnya. Kandungan senyawa pada mikroalga bervariasi tergantung dari jenisnya,
faktor lingkungan dan nutrisinya. Pada Spirulina plantesis yang dikultur dengan
menggunakan media walne kandungan kadar protein, karbohidrat dan lemak berturut-
turut adalah 50,05%, 15,48% dan 0,5%, kandungan lemak rata-rata sel mikroalga
bervariasi antara 1-70% tetapi dapat mencapai 90% berat kering dalam kondisi tertentu
(Widianingsih et al., 2008).
Beberapa jaringan sel mikroalga dapat dipergunakan dalam pembedaan dan
klasifikasi sesuai divisinya. Menurut Graham (2000) ada empat karakteristik yang
dipergunakan untuk membedakan divisi mikroalga yaitu tipe jaringan sel, ada tidaknya
flagella, tipe komponen fotosintesa dan jenis pigmen sel. Selain itu, morfologi sel dan
sifat sel yang menempel baik berkoloni ataupun filamen merupakan informasi yang dapat
digunakan untuk mengklasifikasikan masing-masing kelompok mikroalga. Selain
karakteristik morfologi (morphological characteristics), komposisi biokimia dan asam
lemak pada setiap sel mikroalga dapat juga digunakan sebagai pembeda dari masing-
masing spesies, menurut Watanabe (2001) karakter-karakter taksonomi seperti wujud
filamen dan sel akinete bersifat tidak mutlak untuk identifikasi karena akinete adakalanya
tidak ada wujud filamen mungkin bisa berubah karena lingkungan pada kondisi kultur.
Salah satu spesies mikroalga yang cukup dikenal sebagai bahan dasar biodiesel
adalah Botryococcus braunii. Botryococcus braunii merupakan tanaman sel tunggal,
berwarna hijau, banyak dijumpai di perairan danau, tambak ataupun perairan payau
sampai laut. Kandungan klorofil (zat hijau daun) Botryococcus braunii mencapai ±1,5%-
2,8% terdiri dari klorofil a, b, c sehingga di permukaan perairan tampak berwarna hijau-
coklat kekuningan, memiliki inti sel dengan ukuran ±15-20 μm, berkoloni, bersifat non-
motil dan setiap pergerakannya sangat dipengaruhi oleh arus perairan (Metzger et al.,
2005).

2.2 Botryococcus braunii


Mikroalga Botryococcus braunii terdistribusi luas diekosistem akuatik, khususnya
di perairan danau atau kolam. Kelompok Botryococcus ini dikenal banyak mengandung
hidrokarbon seperti botryococcenes, n-alkadienes and n-alkatrienes, senyawa C40
monoaromatic termasuk lycopadienes. Sementara itu senyawa C 23–C33 n-alkadienes dan
n-alkatrienes, serta squalenes dilaporakan sebagai indikator dari strain A dan B dari
Botryococcus braunii. Senyawa botryococcene (C30–C37) berhubungan dengan lipid dan
methylated squalenes (C31–C34) dipercaya menjadi biomarker spesifik biosintesis strain B
dari Botryococcus braunii. Sebaliknya, strain L mengandung struktur soprenoid
structures yang berhubungan dengan lycopadiene (Zhang et al., 2007).
Botryococcus braunii merupakan koloni mikroalga hijau yang potensial
menghasilkan biofuel, karena kandungan hidrokarbonnya sangat tinggi dan pada
beberapa strain mengandung karbohidrat yang berpotensi dalam dunia industry.
Mikroalga hijau Botryococcus braunii ini dipertimbangkan sebagai penghasil biofuel
yang menjanjikan karena akumulasi minyak hidrokarbonnya dapat diubah menjadi bahan
bakar. Di antara mikroalga yang lainn spesies Botryococcus braunii memiliki kandungan
hidrokarbon yang sangat tinggi mencapai ±15–76% dari berat kering, hidrokarbon rantai
panjang dalam bentuk minyak atau triterpen tak bercabang dari spesies yang dikenal
dengan nama botryococcene sangat potensial (Metzger et al, 2005).

Tetes minyak
Gambar 1. Hasil isolasi Botryococcus braunii perairan sungai mahakamdari di wilayah
Tenggarong, Kutai Kartanegara. Cairan bening di sekitar koloni mikroalga tersebut
adalah tetes-tetes minyak (Dayananda et al., 2007).

2.3 Kandungan minyak dan mutu biodiesel


Minyak biodiesel dari Botryococcus braunii merupakan isoprenoid triterpenes
dengan rumus Cn H2n-10 turunan dari asam lemak. Nilai n mempunyai kisaran angka 30-
37 sebagai biodiesel dari unsur hydrocracking gasoline type hyrokarbon. Biodiesel
sebagai sumber energi yang memiliki keuntungan antara lain (a) bahan baku biodiesel
yang dapat diperbarui (renewable) sehingga kontinuitasnya dapat terjamin (b) biodiesel
lebih aman dalam penyimpanan (c) mampu melindungi mesin dan dapat digunakan pada
semua mesin diesel tanpa atau dengan modifikiasi, Biodiesel dapat mengurangi emisi
udara beracun dan bersifat mudah terurai atau biodegradable (Knothe et al., 2006).

Tabel 1. Kandungan Hidrokarbon Botryococcus braunii

(Hillen et al., 1982).


Tabel 2. Perbandingan emisi biodiesel, campuran biodiesel 10% dan petrodiesel
(Reksowardojo et al., 2005).

2.4 Minyak ikan dan minyak mikroalga


Sumber utama komersial omega-3 LC-PUFA adalah ikan. Namun ada hal yang
patut diwaspadai yaitu adanya kontaminan berupa logam berat seperti merkuri yang dapat
terjadi ketika orang makan ikan. Masalah lainnya adalah turunnya stok tangkapan ikan
dunia yang menyebabkan persediaan ikan untuk minyak ikan bersaing dengan Kebutuhan
manusia. Dengan demikian ketersediaan omega-3 LC-PUFA yang digunakan dalam
aplikasi makanan tambahan di bidang Akuakultur menjadi harus diwaspadai dan dicari
alternatif sumber lainnya (Ryckebosch et al., 2014).
Sumber alternatif omega-3 LC-PUFA yang menjanjikan adalah mikroalga.
Mikroalga menjadi sumber alternative, karena mikroalga menjadi produsen utama EPA
dan DHA. Mikroalga tersebut dapat dikultur secara fotoautotrof atau heterotroph.
Mikroorganisme seperti Botryococcus braunii merupakan produsen penghasil minyak.
Beberapa mikrobia juga mengandung sejumlah signifikan omega-3 dan omega-6 FA
seperti EPA/DHA dan arachidonic acid (ARA). Mikroalga Botryococcus braunii
mengandung sejumlah 25–75 minyak (% berat kering). Oleh karena itu mikroalga
disarankan sebagai sumber baru asam lemak omega-3 fatty acids. Lebih lanjut lagi,
mikroalga dapat ditumbuhkan dengan konsentrasi biomassa yang tinggi dan dalam
kondisi stress lingkungan seperti kadar garam yang tinggi. Mikroalga juga dapat
menghasilkan biomassa yang tinggi dalam waktu yang singkat. Penelitian sebelumnya
menyebutkan bahwa, beberapa strain mikroalga dapat diberikan pada hewan ternak,
komposisi nutrisi dari mikroalga mirip dengan tumbuhan tingkat tinggi. Hasil panen
biomassa mikroalga juga mempunyai kandungan protein yang tinggi dan hampir semua
spesies mikroalga mengandung komposisi asam amino yang sama dan kaya akan asam
amino esensial (Rismani et al., 2017).
Tabel 3. Komposisi kandungan minyak pada beberapa spesies mikroalga

(Banerjee et al., 2002)

Tabel 4. Komposisi kandungan minyak beberapa spesies mikroalga pada fase stationery
dan eksponensial
(Pratoomyot et al., 2005)

2.5 Minyak alga untuk kosmetik


Produksi kosmestik yang mengandung mikroalga dikombinasi dengan senyawa
antioksidan atau bioactif untuk proteksi kulit dari kerusakan akibat sinar matahari makin
mendapat perhatian untuk dikaji. Mikroalga mengandung asam lemak, tokoferol, sterol,
protein, karbohidrat, vitamin, mineral, antioksidan, dan pigmen seperti klorofil dan
karotenoid. Kandungan tersebut Sangat bermanfaat untuk proteksi kulit dari sinar UV dan
mencegah keriput kulit dan mencegah penuaan dini karena adanya senyawa antioksidan.
Akhir-akhir ini, formulasi kosmetik menggunakan senyawa bioaktif dari ekstrak alga,
namun belum banyak jenis-jenis mikroalga yang dikaji manfaatnya untuk keperluan
kosmetik. Hanya beberapa spesies mikroalga yang telah dikaji diantaranya adalah
Spirulina, Chlorella, Haematococcus, Dunaliella, Botryococcus braunii, Phaeodactylum,
dan Porphyridiu. Sebagai contoh formulasi kosmetik pewarna seperti pewarna mata,
make up muka, lipstick berasal dari mikroalga merah. Studi terkini menyebutkan adanya
dua antioksidan yang diklasifikasikan sebagai phlorotannins, phloroeckol, dan tetrameric
phloroglucinol diidentifikasi berasal dari Macrocystis pyrifera. Phlorotannins mempunyai
aktivitas antioksidan yang mencegah penuaan kulit (Ariede et al., 2017).
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Desember 2019, di
Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Laboratorium Fisiologi
Perkembangan dan Molekuler Hewan Propinsi Kalimantan Timur Jl. Barong Tongkok,
Gn. Kelua, Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Kalimantan Timur.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan adalah reaktor terbuka yang terbuat dari fibreglass ukuran
(35x14x19) cm dengan volume kerja 5 L, aerator, lampu TL 40 watt. Alat yang
digunakan untuk analisis sampel antara lain pH meter, DO meter, haemacytometer,
colony counter, mikroskop, HACH spektrofotometer, DRB 200, vial HACH, gelas ukur,
gelas beker, gelas erlenmeyer, labu takar, cuvet, pipet mikro, planton net, pipet tetes,
spatula, oven, desikator, neraca analitik, pH meter, autoklaf, sedgwick rafter, botol
mineral, Haemocytometer, aluminium foil, kertas saring, kain satin, GPS (Global
Potitioning System), labu soxhlet, desikator dan Camera.
Bahan yang digunakan adalah dalam penelitian ini antara lain Botryococcus
braunii yang diperoleh dari Kota Tenggarong, Kutai Kartanegara Kalimantan Timur,
aquades, lugol, sodium arsenit (NaAsO2), brucine (C3H26N2O), larutan oksidator, kertas
label, larutan fenol, larutan H3PO4, larutan H2SO4, NH4Cl, NaOH, SnCl2, ammonium
molibdat (NH4) 6 Mo7O24.4H2O, K2Cr2O7, HgSO4.

3.3 Proses Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode langsung ke lapangan
yang diperoleh dari wilayah perairan sungai mahakam didi Tenggarong, Kutai
Kertanegara, Kalimantan Timur. Mikroalga yang didapat kemudian dipurifikasi dengan
pengenceran bertingkat diikuti dengan penanaman. Koloni individu diisolasi dan
diinokulasi kedalam medium cair (modifikasi medium Chu 13AF6) dan diinkubasi pada
suhu 25 ± 1ºC dengan pencahayaan 1.2 ± 0.2 klux dengan foto periode 16:8 jam terang
gelap. Tingkat kemurnian biakan dipastikan dengan cara penanaman kembali dan
pengamatan regular dengan mikroskop cahaya.

3.4 Prosedur Kerja


3.4.1 Kegiatan Observasi Lapangan dan Pemberian Kode Sampel
3.4.1.1 Penetapan Lokasi Pengambilan Sampel
Dilakukan survei lapangan untuk mengetahui kondisi fisik sungai mahakam yang
akan menjadi objek penelitian. Pada penentuan lokasi penelitian ini dilihat dari
pemanfaatan sungai. Lokasi pengamatan terdiri dari 3 tempat sampling dengan tingkat
pemanfaatan masing-masing sungai. Tempat sampling I yaitu sungai I yang dimanfaatkan
sebagai penampungan air tawar, tempat sampling II yaitu sungai II yang dimanfaatkan
sebagai Keramba Jaring Apung (KJA), dan tempat sampling III yaitu sungai III yang juga
dimanfaatkan sebagai Keramba Jaring Apung (KJA). Masing-masing tempat sampling
tersebut dibagi lagi menjadi 3 titik pengambilan sampel. Titik pada masing-masing
tempat sampling dibakukan koordinatnya dengan menggunakan GPS (Global Potitioning
System).
3.4.1.2 Pengambilan Sampel di Lapangan
Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 periode, dengan selang waktu satu
minggu dan pengambilan sampel pada masing-masing periode dilakukan pada pagi, siang
dan sore hari. Pengambilan sempel menggunakan plankton net berukuran 85 µm, dengan
jari-jari lingkaran plankton net 10 cm. Pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan teknik secara vertikal yaitu dilakukan dengan cara menarik jaring plankton
yang ditenggelamkan dengan kedalaman yang telah ditentukan (2 m) dari atas permukaan
dan didiamkan selama 5 menit. Sampel air yang tersaring oleh plankton net pada tiap titik
pengambilan sampel dalam satu kali ulangan adalah 90 ml. Selanjutnya sampel diberi
label, pada label dituliskan nomor tempat sampling, tanggal dan waktu pengambilan
sampel, serta teknik pengambilan sampel. Sampel selanjutnya diawetkan dengan
menggunakan lugol. Botol-botol koleksi kemudian dibawa ke Laboratorium Fisiologi
Perkembangan dan Molekuler Hewan untuk disimpan di dalam kulkas dan dilakukan
pengamatan serta identifikasi terhadap jenis mikroalga yang terdapat di sungai mahakam
Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

3.4.1.3 Penanganan Sampel di Laboratorium


Sampel yang telah diperoleh diteteskan 1 ml di atas sedgwick rafter untuk diamati
di bawah mikroskop binokuler. Selanjutnya sampel diamati di bawah mikroskop dengan
400 kali pembesaran.
Mikroalga yang berhasil diamati di bawah mikroskop diidentifikasi menggunakan buku
untuk mengidentifikasi mikroalga yaitu Botryococcus braunii.

3.4.2 Pemeriksaan Uji Identifikasi Spesies Botryococcus braunii Pada Sampel


3.4.2.1 Pembuatan Medium
Kultur murni mikroalga Botryococcus braunii berasal dari perairan sungai
mahakam di Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Medium yang
digunakan ialah medium campuran antara air sungai dan minyak hidrokarbon dengan
perbandingan 1:1. Air sungai yang digunakan sebagai media terlebih dahulu disterilkan
dengan menggunakan autoklaf selama 15 menit dengan tekanan sebesar 15 Psi (121oC)
untuk menghindari kontaminasi dan adanya mikroorganisme lain yang dapat
mengganggu pertumbuhan mikroalga. Air sungai yang sudah steril kemudian dituang ke
dalam erlenmeyer menggunakan corong yang sudah diberikan kertas saring agar tidak ada
endapan atau material lain yang ikut terbawa, kemudian erlenmeyer ditutup rapat.

3.4.2.2 Pembuatan Inokulum/Starter


Mikroalga Botryococcus braunii ditumbuhkan dalam wadah botol mineral dengan
volume 600 ml yang tertutup rapat dan terjaga kondisinya dari kontaminan. Medium yang
digunakan untuk inokulasi mempunyai komposisi yang terdiri dari Ca2+, Mg2+, Fe2+,
Sr2+, dan I. Medium yang ditambahkan disetiap botolnya sebanyak 200 mikrolite setiap
dua hari sekali.

3.4.2.3 Pertumbuhan Botryococcus braunii


Pertumbuhan mikroalga Botryococcus braunii menggunakan gelas Erlenmeyer 150
mL yang mengandung 40 mL media modifikasi Chu 13 selama 3 minggu. Kultur
kemudian diinokulasi (20% v/v) dan diinkubasi pada 25 ± 1ºC dengan intensitas cahaya
1.2 ± 0.2 klux dan fotoperiode16:8 jam siklus terang gelap. Kultur dipanen dan biomassa
kering diestimasi tiap interval 3 hari. Medium yang tanpa sel juga diamati untuk residu
fosfat, kandungan protein. Eksperimen dilakukan dengan pengulangan 3 kali.

3.4.2.3 Pengaruh pH
Pengaruh pH terhadap pertumbuhan mikroalga dan hasil hidrokarbon dilakukan
dengan menggunakan media Chu 13 pada kisaran variasi pH 6.0, 6.5, 7.0, 7.5, 8.0 dan
8.5. Penelitian dilakukan pada Erlenmeyer flasks (150 mL) yang mengandung 40 mL
medium modifikasi Chu 13 dan pH pada medium diatur setelah proses autoklaf. Pada
semua flask diinokulasi secara merata pada 25% (v/v) inokulum Botryococcus braunii
umur kultur 2 minggu. Kultur diinkubasi selama 3 minggu pada suhu 25± 1ºC dengan
lumen 1.2 ± 0.2 klux dan pencahayaan 16:8 siklus terang gelap. Kultur dipanen dan
dianalisis biomassa dan kandungan minyak hidrokarbon.

3.4.2.4 Perhitungan Jumlah Sel Mikroalga


Perhitungan jumlah sel dilakukan setiap 24 jam sekali dimulai dari hari ke-1 hingga
hari ke-5. Penghitungan jumlah sel mikroalga dilakukan dibawah mikroskop dengan
menggunakan Haemocytometer, dengan rumus sebagai berikut :
Jumlah sel/ml = Jumlah total sel dalam 4 blok × 10.000 Total blok ( = 4)
Total blok (=4)
3.4.2.4 Penentuan Kadar Lipid Analisis Kadar Lemak
Penentuan kadar lipid Botryococcus braunii didasarkan pada metode Soxhlet.
Adapun prosedurnya adalah memanaskan labu lemak dalam oven sampai beratnya
konstan, kemudian menimbang ± 2 gr sampel dalam kertas saring selanjutnya
dimasukkan dalam selubung lemak. Memasukkan 150 ml kloroform sebagai pelarut
lemak kedalam labu lemak kemudian memasangnya pada alat ekstraksi lemak. Langkah
selanjutnya adalah memasukkan lemak yang berisi sampel ke dalam labu soxhlet dan
diusahakan terendam dalam pelarut lemak, lalu merefluksi lemak pada suhu 60 OC
selama 8 jam. Evaporasi campuran lemak dan kloroform dengan menggunakan rotary
evaporator sampai kering. Setelah itu memasukkan labu lemak dan lemak ke dalam oven
pada suhu 105 OC selama ± 1 jam untuk menghilangkan sisa kloroform, dan
mendinginkan dalam desikator selama 30 menit. Labu lemak berisi lemak kemudian
ditimbang dengan perhitungan berikut:
Persen ekstrak eter = W3 – W2
W1
Keterangan:
W1 = Berat sampel (gr)
W2 = Berat labu lemak (gr)
W3 = Berat labu lemak + ekstrak lemak (gr)

3.4.2.5 Penentuan Estimasi Biomassa


Kultur dipanen dan sel-sel dicuci dengan akuades setelah disentrifugasi pada 5000
rpm. Kemudian pellet di liofiliasi. Berat kering dari biomassa mikroalga dideterminasi
secara gravimetri dan pertumbuhan diekspresikan dalam berat kering.

3.4.2.6 Estimasi Klorofil dan Karotenoid


Sejumlah volume tertentu dari kultur disentrifugasi (8000 rpm) selama 10 menit
dan pellet diperlakukan dengan sejumlah volume metanol dan diletakkan pada waterbath
selama 30 menit pada suhu 60ºC. Absorbansi ekstrak diukur pada panjang gelombang
652 dan 665 nm. Klorofil (a + b) diestimasi dengan persamaan Lichtenthaler. Untuk uji
kandungan karotenoid, sejumlah tertentu biomassa mikroalga kering dihomogenisasi dan
diekstrak berulang dengan menggunakan aseton. Ekstrak yang didapat diukur pada
absrobansi 470 nm dan total karotenoid dikuantifikasi.
3.4.2.7 Variabel Penelitian
Variabel Penelitian terbagi menjadi 2 bagian, yaitu Variabel terikat dan Variabel
bebas. Variabel terikat pada penelitian ini adalah pertumbuhan dan kadar lipid. Variabel
bebas terdiri dari air sungai dan minyak hidrokarbon.

3.4.2.8 Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan


Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis sidik ragam dengan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) pada taraf signifikan 5% dan olah data menggunakan
IBM SPSS Statistics 21.
DAFTAR PUSTAKA

Ariede MB, Candido TM, Jacome ALM, Velasco MVR, de Carvalho JCM, and Baby
AR. 2017. Cosmetic attributes of algae-A review. Algal Research. Vol. 25: 483 -
487.
Banerjee, A., Sharma, R., Chisty, Y., and Banerjee, U. C. 2002. Botryococcus braunii. A
renewable source of hydrocarbons and other chemicals. Critical Reviews in
Biotecnology. Vol. 22 (3): 245- 279.
Dayananda, C., Sarada, R., Komar, V., and Ravishankar, G.A. 2007. Isolation and
characterization of hydrocarbon producing green alga Botroyococcus braunii
from indian freshwater bodies. Eletronic Journal of Biotecnology. Vol. 1 (10):
80–91.
Graham, L. E. and Wilcox, L. W. 2000. Algae. Prentice - Hall, USA. Hal: 78–89.
Hambali, E., Mujdalipah, S., Tambunan, A. H., Pattiwiri, A. W., dan Hendroko, R. 2007.
Teknologi Bioenergi. AgroMedia Pustaka: Jakarta.
Harsanto, S. 2009. Analisis asam lemak mikroalga Nannocloropsis oculata. Tesis.
Program Magister Bidang Keahlian Kimia Organik Jurusan Kimia FMIPA.
Insititut Teknologi Sepuluh November. Surabaya. Vol. 72.
Hayes M, Skomedal H, Skjånes K, Mazur-Marzec H, Toruńska-Sitarz A, Catala M,
Hosoglu MI, and García-Vaquero M, Microalgal proteins for feed, food and
health, in Microalgae-Based Biofuels and Bioproducts. 2018, Elsevier. Hal: 347-
368.
Hillen, L. W., Pollard, G., Wake, L. V., and White, N. 1982. Hydrocracking of the oils of
Botryococcus braunii to transport fuel. Biotecnology and Bioengineering. Vol.
24: 193–205.
Knothe, G. 2006. Analyzing biodiesel : standards and pother methods. Journal American
Oil Chemical Society. Vol. 83 (10): 823-833.
Li, R. And Watanabe, M. M. 2001. Fatty acid profiles and their chemotaxonomy in
planktonic species of Anabaena (Cyanobacteria) with straight trichomes.
Phytochemistry. Vol. 57: 727–731.
Mata, T.M., Martins, A. A., and Caetano, N. S. 2010. Microalgae for Biodiesel
Production and Other Applications: Renewable and Sustainable Energy Reviews.
Vol.14: 217-232.
Metzger P, Largeau C, Botryococcus braunii: a rich source for hydrocarbons and related
ether lipids. Applied microbiology and biotechnology. 2005. Vol. 66 (5): 486-
496.
Rismani S, Shariati M, Changes of the Total Lipid and Omega-3 Fatty Acid Contents in
two Microalgae Dunaliella Salina and Chlorella Vulgaris Under Salt Stress.
Brazilian Archives of Biology and Technology. 2017. Vol. 60 (4).
Reksowardojo, I. K., Buddy Kusuma, R. P., Mahendra, I. M., Brodjonegor, T. P.,
Soerawidjaja, T. H., Syaharuddin, I., and Arismunandar, W. 2005. The effect of
biodiesel fuel from physic nut (Jatropha Curcas) on an direct International
Pacific Conference on Automotive Enginering. Gyeongju – Korea.
Ryckebosch E, Bruneel C, Muylaert K, Foubert I, Microalgae as an alternative source
of omega‐3 long chain polyunsaturated fatty acids. Lipid Technology. 2012. Vol.
24 (6): 128-130.
Romimohtarto, K. 2004. Meroplankton Laut : Larva Hewan Laut Yang Menjadi
Plankton. Djambatan : Jakarta. 214 pp.
Pratoomyot, J., Sivilas, P., and Noiraksar, T. 2005. Fatty acid composition of 10
microalgal species. Songklanakarin J. Sci. Technol. Vol. 26 (6): 1179 – 1187.
Widianingsih, A., Ridho, R., Hartati, dan Harmoko. 2008. Kandungan nutrisi Spirulina
plantensis yang dikultur pada media yang berbeda. Ilmu Kelautan. Vol. 13 (3):
167.
Zhang Z, Metzger P, Sachs JP, Biomarker evidence for the co-occurrence of three races
(A, B and L) of Botryococcus braunii in El Junco Lake, Galápagos. Organic
Geochemistry. 2007. Vol. 38 (9): 1459-1478.

Anda mungkin juga menyukai