Anda di halaman 1dari 7

Konstruksi Sosial Masyarakat Terhadap penderita Kusta

KONSTRUKSI SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP PENDERITA KUSTA

)LWKUL 0XWD¶DIL
Prodi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya
afiloveivan@gmail.com

Pambudi Handoyo
Prodi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya
pam_pam2013@yahoo.co.id

Abstrak
Minimnya informasi yang benar mengenai penyakit kusta, membuat masyarakat menganggap penyakit
tersebut sebagai penyakit kutukan, keturunan, hingga penyakit menular yang tidak dapat disembuhkan.
Pandangan negatif tersebut membuat penderita kusta harus kehilangan pekerjaan dan menjadi tuna sosial.
Dengan begitu, pandangan masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dalam upaya pemberantasan
penyakit kusta di Dalpenang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan konstruksi
sosial Berger. Analisis data dilakukan sesuai dengan teori konstruksi sosial Berger dimana konstruksi
sosial dapat dipahami melalui identifikasi eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. Hasil penelitian ini
menunjukkan adanya konstruksi yang berbeda dari setiap individu sesuai dengan tingkatan informasi dan
pengalaman yang dimiliki. Pertama, masyarakat mengkonstruksi penderita kusta sebagai seorang yang
terkena kutukan. Kedua, penderita kusta sebagai penderita penyakit keturunan. Ketiga, penderita kusta
sebagai penderita penyakit menular yang sangat berbahaya. Keempat, masyarakat mengkonstruksi
penderita kusta sebagai penderita penyakit menular yang dapat disembuhkan.
Kata Kunci: konstruksi sosial, penderita kusta.

Abstract
The lack of the valid information about leprosy, drive many people consider that the disease was a curse
disease, heredity, and an infectious disease that can¶t be cured. The negative views of that disease, made
lepers should lose their jobs and become an anti social. Therefore, the view of society was a very important
factor in eradicating leprosy in Dalpenang. This study used qualitative methods with Peter Berger¶s social
construction approach. Data analisys was carried out in accordance with the theory of social construction
from Berger where social contruction can be understood through the identification of externalization,
objektivation and internalization. These results indicate the existence of different constructions of each
individual in accordance with the level of information and experience. First, construct a community of
lepers as a curse. Second, the lepers as people with hereditary diseases. Third, patients with leprosy patients
as extremely dangerous infectious diseases. Fourth, people constructing leprosy patients as those with
infectious diseases that can be cured
Keywords:social construction, leprosy sufferer.

subjektif seseorang tentang ketidak sehatannya atau


PENDAHULUAN
keadaan tubuh yang dirasa tidak enak, hal ini bersifat
Manusia merupakan makhluk monodualistis, yang artinya individual. Sedangkan sickness merupakan konsep
selain sebagai makhluk individu, manusia juga berperan sosiologis yang bermakna sebagai penerimaan sosial
sebagai makhluk sosial. Menurut Aristoteles, makhluk terhadap seseorang sebagai orang yang sedang mengalami
sosial merupakan zoon politicon, yang artinya manusia kesakitan (disease atau illness) (Louis, 2011).
dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi Penyakit kusta merupakan suatu penyakit menular
satu dengan yang lainnya. kronik yang disebabkan oleh bakteri mycrobakterium
Sehat dan sakit merupakan keadaan biopsikososial leprae. Kuman tersebut menyerang kulit, sistem syaraf
\DQJ PHQ\DWX GHQJDQ NHKLGXSDQ PDQXVLD .RQVHS ³VDNLW´ kaki dan tangan, penglihatan dan juga testis. Meskipun
terkait dengan tiga konsep dalam bahasa inggris yaitu merupakan penyakit menular, tetapi kusta termasuk dalam
disease, illness dan sickness. Disease atau penyakit berarti penyakit yang proses penularannya cukup sulit. Menurut
suatu penyimpangan yang gejalanya diketahui melalui Direktur Rumah Sakit Sehat terpadu Dompet Duafa, dr.
diagnosis medis. Illness adalah konsep psikologis yang Yahmin Setiawan, kusta akan menular lewat interaksi
menunjuk pada perasaan, persepsi, atau pengalaman aktif. Anggota keluarga yang hidup bersama penderita

1
Paradigma. Volume 03 Nomor 03 Tahun 2015

kusta akan tertular jika pihak keluarga tidak individu atau memiliki makna-makna subjektif. Dengan
memperhatikan kesehatan diri dan kebersihan lingkungan. demikian, individu menjadi penentu dalam dunia sosial
Selain itu, daya tahan tubuh juga mempengaruhi yang dikonstruksi berdasarkan kehendaknya. Individu
penularan penyakit tersebut (Republika, 2013). berperan sebagai media produksi sekaligus reproduksi
Di Indonesia sendiri, penderita kusta tersebar di yang kreatif dalam mengkonstruksi dunia sosialnya.
berbagai wilayah seperti pulau Jawa, Sumatra, Sulawesi, Konstruksi sosial ialah suatu proses pemaknaan yang
dan Papua-Irian Jaya. Menteri kesehatan, Nafsiah Mboi dilakukan oleh setiap individu terhadap lingkungan dan
mengatakan lebih dari 50% penderita kusta di Indonesia aspek diluar dirinya, yaitu makna subjektif dari realitas
berada di Pulau Jawa, sekitar 15.000 dari 23.169 temuan objektif di dalam kesadaran orang yang menjalani
kasus di Indonesia (Tempo, 2013). Saat ini, pemerintah aktivitas kehidupan sehari-hari. Berger memahami suatu
pusat dan pemerintah daerah sedang melakukan berbagai realitas sosial sebagai sesuatu yang kehadirannya tidak
upaya pemberantasan penyakit kusta untuk Indonesia bergantung pada masing-masing individu. Dalam
bebas kusta. Namun stigma negatif dan diskriminasi yang karyanya bersama Luckmann, Berger memaparkan bahwa
kerap dilakukan masyarakat di berbagai daerah terhadap bagi analisis sosiolog hal yang terpenting adalah realitas
penderita kusta sering menghambat penemuan kasus kehidupan sehari-hari, yakni realitas yang dialami atau
secara dini. Salah satunya di kabupaten Sampang yang dihadapi oleh individu dalam kehidupannya sehari-hari.
merupakan daerah dengan penderita kusta terbesar di Berger (dalam Rosidah, 2011:18) menyebutnya
Jawa Timur. Dinas Kesehatan Kabupaten Sampang proses eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi.
mengaku kesulitan untuk melakukan pencegahan penyakit Eksternalisasi adalah penyesuaian diri dengan dunia sosio
kusta dikarenakan masih banyak stigma negatif dari kultural sebagai produk manusia. Secara biologis dan
masyarakat sekitar terhadap penyakit tersebut. sosial, manusia terus tumbuh dan berkembang, oleh
Di Desa Dalpenang, Kecamatan Sampang ditemukan karena itu, manusia terus belajar dan berkarya
fakta menarik, yakni ditemukan perlakuan diskriminasi membangun kelangsungan hidupnya. Eksternalisasi
dan penolakan masyarakat terhadap penderita kusta. merupakan proses pencurahan kedirian manusia secara
Minimnya informasi yang benar mengenai penyakit kusta terus menerus kedalam dunia, baik dalam aktivitas fisik
menyebabkan masyarakat menganggap penyakit tersebut maupun mentalnya. Sudah merupakan suatu keharusan
sebagai penyakit kutukan, keturunan, hingga penyakit antropologis, manusia selalu mencurahkan diri ketempat
menular yang tidak dapat disembuhkan. Beberapa dimana ia berada. Manusia tidak dapat dimengerti sebagai
masyarakat bahkan menganggap setiap langkah penderita ketertutupan yang lepas dari dunia luarnya.
kusta sangat berbahaya karena berpotensi menularkan Objektivasi merupakan hasil yang telah dicapai, baik
penyakit tersebut kepada orang-orang disekitarnya. mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia.
Pandangan negatif tersebut membuat penderita kusta Kenyataan hidup sehari-hari itu diobjektivasi oleh
ditolak dan diabaikan masyarakat, tidak jarang mereka manusia atau dipahami sebagai realitas objektif.
dikucilkan sehingga harus kehilangan pekerjaan dan Objektivasi merupakan pencapaian produk-produk
menjadi tuna sosial. Hal itu membuat beberapa pengidap aktivitas manusia yang dieksternalisasi kemudian
kusta menyembunyikan diri dan enggan berobat karena memperoleh sifat objektif.
takut diketahui oleh orang lain. Dengan demikian Internalisasi merupakan proses penyerapan kembali
pandangan masyarakat menjadi faktor yang sangat dunia objektif kedalam kesadaran dengan sedemikian rupa
penting dalam upaya pemberantasan penyakit kusta di sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur
daerah tersebut. dunia sosial. Masyarakat sebagai kenyataan subjektif
Penelitian ini lebih memfokuskan pada bagaimana menyiratkan bahwa realitas objektif ditafsiri secara
masyarakat Desa Dalpenang memaknai penderita kusta subjektif oleh individu.
dan proses konstruksi sosial masyarakat terhadap Teori konstruksi sosial Berger dan Luckmann
penderita kusta. Penelitian ini bertujuan untuk menaruh perhatian pada kajian mengenai hubungan antara
mendeskripsikan proses konstruksi sosial masyarakat pemikiran manusia dan konsteks sosial tempat pemikiran
Desa Dalpenang terhadap penderita kusta. itu timbul dan berkembang sedemikian rupa. Teori
Teori konstruksi sosial yang dikemukakan oleh Peter konstruksi sosial menurut Peter L. Berger memiliki tujuan
L. Berger dan Thomas Luckmann menjadi acuan untuk untuk mendefinisikan kembali pengertian kenyataan dan
mengupas bagaimana konstruksi sosial itu dapat dibentuk. pengetahuan dalam konsteks sosial. Teori sosiologi dalam
Kehidupan sehari-hari telah menyimpan dan menyediakan hal ini harus mampu memberikan pemahaman bahwa
kenyataan, sekaligus pengetahuan yang membimbing kehidupan masyarakat itu dikonstruksi secara terus
perilaku sehari-hari. Kehidupan sehari-hari tersebut menerus. Gejala sosial sehari-hari masyarakat selalu
menampilkan realitas objektif yang ditafsirkan oleh berproses yang diteruskan dalam pengalaman masyarakat.
Konstruksi Sosial Masyarakat Terhadap penderita Kusta

Kenyataan sosial itu ditemukan dalam pengaruh sosial menampilkan realitas objektif yang ditafsirkan oleh
yang termanifestasikan dalam tindakan. individu atau memiliki makna secara subjektif. Dengan
Menemukan metodologi atau cara meneliti demikian, individu menjadi penentu dalam dunia sosial
pengalaman inter-subjektif dalam kerangka konstruksi yang dikonstruksi berdasarkan kehendaknya. Individu
sosial menurut Berger masyarakat terbangun dari dimensi berperan sebagai media produksi sekaligus reproduksi
objektif dan dimensi subjektif., masyarakat sudah yang kreatif dalam mengkonstruksi dunia sosialnya.
memiliki pengetahuan dan interpretasi tentang kehidupan Istilah konstruksi sosial atas realitas (social construction
sehari-hari. Memilih logika yang tepat dan cocok karena of reality) didefinisikan sebagai proses sosial melalui
kenyataan sosial memiliki proses sosial perubahan terus tindakan dan interaksi dimana individu menciptakan
menerus. (Basrowi dan Sukidin, 2002 : 198) secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan
dialami bersama secara subjektif (Poloma, 2007:301).
METODE Konstruksi sosial ialah suatu proses pemaknaan yang
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dilakukan oleh setiap individu terhadap lingkungan dan
dengan tujuan peneliti dapat memahami fenomena tentang aspek diluar dirinya, yaitu makna subjektif dari realitas
apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya objektif di dalam kesadaran orang yang menjalani
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. aktivitas kehidupan sehari-hari. Berger dan Luckman
Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data lebih mengedepankan pandangan dialektik ketika melihat
yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. hubungan antara manusia dan masyarakat, manusia
Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti dan menciptakan masyarakat demikian pula masyarakat
merupakan suatu nilai di balik data yang tampak menciptakan manusia yang dikenal dalam istilah
(Affifuddin dan Saebani, 2009 : 59). Penelitian ini eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi.
menggunakan pendekatan konstruksi sosial Peter L. Pengetahuan umum masyarakat yang sudah turun
Berger untuk mendeskripsikan tentang konstruksi sosial temurun dari generasi terdahulu menyatakan bahwa
masyarakat Desa Dalpenang Kecamatan Sampang penderita kusta sebagai seorang yang terkena kutukan
terhadap penderita kusta. Konstruksi sosial masyarakat karena baik dirinya ataupun keluarganya telah melanggar
merupakan salah satu gejala sosial yang tidak mudah aturan adat yang telah berlaku seperti berhubungan intim
dipahami berdasarkan apa yang diucapkan dan dilakukan pada hari maulid nabi, berhubungan intim di siang hari
orang, karena dalam setiap ucapan dan tindakan seseorang pada bulan ramadhan, atau berhubungan intim dengan
seringkali memiliki pandangan tertentu. seorang wanita yang sedang dalam masa haid atau
Penelitian ini dilakukan di Desa Dalpenang menstruasi.
Kecamatan Sampang Kabupaten Sampang. Subyek Meskipun pada awalnya masyarakat menerima dan
penelitian adalah masyarakat Desa Dalpenang Kecamatan mengakui pernyataan tersebut, namun pada akhirnya
Sampang Kabupaten Sampang yang dipilih dengan tidak semua masyarakat menganggap penderita kusta
menggunakan teknik purpossive sampling atau subjek sebagai seorang yang terkutuk. Anggapan masyarakat
dipilih secara sengaja sesuai kebutuhan subjek yang berbeda-beda dari setiap individu, hal itu didasari oleh
diperlukan. informasi dan pengalaman bersama penderita kusta yang
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilkakukan didapatkan oleh setiap individu berbeda. Beberapa
dengan dua cara yakni, data primer dan data sekunder. masyarakat masih ada yang membenarkan pernyataan
Penggalian data primer dilakukan dengan cara bahwa penderita kusta sebagai seorang yang terkutuk, hal
pengamatan berperan serta, dan wawancara pembicaraan ini didasari oleh beberapa hal mencakup informasi yang
informal. Penelitian ini menggunakan teknis analisis data dimiliki oleh masyarakat tersebut.
konstruksi sosial yang sesuai dengan teori Peter L. Berger, Pihak yang membantu mempengaruhi dalam
yaitu dengan melakukan identifikasi eksternalisasi, mengkonstruksi penderita kusta ini antara lain adalah, (1)
identifikasi objektivasi, dan identifikasi internalisasi. puskesmas dengan memberikan sosialisasi tentang
pengertian dan penyebab penyakit kusta dan juga cara
HASIL DAN PEMBAHASAN penanganannya. (2) Kiyai dengan memberikan ceramah
Dalam upaya memahami konstruksi sosial masyarakat mengenai hadist dan al-quran yang dijadikan acuan dan
Dalpenang terhadap penderita kusta peneliti menganalisis berkaitan dengan penderita kusta. (3) informasi lain
dengan menggunakan teori konstruksi sosial yang mengenai penyakit kusta juga didapatkan oleh beberapa
dikemukakan oleh Berger dan Luckman. Kehidupan masyarakat dengan mengakses media sosial seperti
sehari-hari telah menyimpan dan menyediakan televisi, koran, internet dan juga buku atau majalah.
kenyataan, sekaligus pengetahuan yang membimbing Identifikasi Proses Eksternalisasi
perilaku sehari-hari. Kehidupan sehari-hari tersebut

3
Paradigma. Volume 03 Nomor 03 Tahun 2015

Eksternalisasi adalah proses pencurahan kedirian manusia Pada tahapan ini ditemukan beberapa pandangan
secara terus menerus kedalam dunia, baik dalam aktifitas yang sama dari informan dan hal itu diklasifikasikan
fisik maupun mentalnya. Sudah merupakan suatu menjadi empat bagian, yaitu :
keharusan antropologis, manusia selalu mencurahkan diri x Objektivasi masyarakat yang memandang
ketempat dimana ia berada. Manusia tidak dapat penderita kusta sebagai seorang yang terkena
dimengerti sebagai ketertutupan yang lepas dari dunia kutukan
luarnya. Proses eksternalisasi dalam penelitian adalah x Objektivasi masyarakat yang memandang
awal mula konstruksi sosial dapat dipahami. Konstruksi penderita kusta sebagai penderita penyakit
sosial dibangun berdasarkan wacana, realitas, maupun keturunan
kebijakan yang berlaku di masyarakat. x Objektivasi masyarakat yang memandang
Pada tahap eksternalisasi dalam penelitian ini penderita kusta sebagai penderita penyakit
ditunjukkan oleh pandangan awal masyarakat Desa menular berbahaya
dalpenang tentang penyakit kusta. Dimana pandangan x Objektivasi masyarakat yang memandang
awal yang diketahui oleh keseluruhan masyarakat Desa penderita kusta sebagai penderita penyakit
Dalpenang adalah informasi yang turun temurun dari menular yang bisa disembuhkan
generasi sebelumnya bahwa penyakit kusta merupakan Pada register objektivasi yang pertama, masyarakat yang
penyakit kutukan yang disebabkan penderita ataupun memandang penderita kusta sebagai seorang yang
keluarganya telah berbuat dosa besar dengan melanggar terkena kutukan adalah masyarakat dari golongan
aturan adat yang telah berlaku di masyarakat, seperti ekonomi rendah, yaitu masyarakat yang bekerja sebagai
berhubungan intim di hari maulid nabi atau disiang hari ibu rumah tangga, pedagang kecil. Pada tahapan ini
saat bulan ramadhan ataupun berhubungan dengan masyarakat menganggap penderita kusta telah terkena
seorang wanita yang sedang dalam masa haid. kutukan, mereka setuju bahwa penderita kusta harus
Masyarakat sejak zaman dahulu mempercayai hal ini dikucilkan untuk mencegah menulari penyakit kusta pada
bahwa jika seorang terkena kusta di usia tua maka dia yang lainnya. Hal ini dipengaruhi karena masyarakat
pasti telah melanggar salah satu aturan tersebut, dan jika hanya menerima informasi tentang kusta dari pernyataan
seorang terkena kusta sejak usia muda maka dia yang sudah ada pada masyarakat sejak dulu bahwa
dipercaya menanggung dosa orang tuanya yang telah penyakit kusta merupakan kutukan karena penderita telah
melanggar peraturan adat tersebut. melakukan dosa dengan melanggar aturan adat yang
berlaku. Disini masyarakat belum pernah mendapatkan
Identifikasi Proses Objektivasi sosialisasi dari puskesmas yang menjelaskan penyakit
Pada tahap objektivasi kebudayaan yang diciptakan kusta secara medis.
manusia kemudian menghadapi penciptanya sebagai Hal kedua adalah objektivasi masyarakat dalam
suatu yang berada diluarnya atau menjadi suatu realitas memandang penyakit kusta sebagai penyakit keturunan.
objektif. Dalam hal ini manusia atau masyarakat yang Masyarakat dari golongan ekonomi menengah antara lain
menciptakan suatu wacana, akan mengalami dan yang berprofesi sebagai Guru dan mahasiswa, mereka
merasakan apa yang ia wacanakan sendiri. Melalui mendapatkan akses informasi mengenai penjelasan
tahapan ini masyarakat menjadi suatu realitas objektif. penyakit kusta secara medis, mereka mendapatkan
Objektivasi merupakan hasil yang telah dicapai, baik informasi tersebut dari berbagai media sosial seperti
mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia. televisi, koran, buku dan internet. Masyarakat
Kenyataan hidup sehari-hari itu diobjektivasi oleh mengetahui penyebab penyakit kusta adalah kuman yang
manusia atau dipahami sebagai realitas objektif. disebabkan pola hidup yang tidak bersih. Disini
Objektivasi dalam masyarakat meliputi beberapa unsur masyarakat tidak lagi menganggap penderita kusta
misalnya institusi, peranan dan identitas. terkena kutukan, tetapi mereka mempercayai bahwa
Proses objektivasi dalam penelitian ini adalah penyakit kusta merupakan keturunan. Hal ini dilatar
pandangan masyarakat terhadap penderita kusta sesuai belakangi dari pengalaman mereka yang mengenal
dengan pengetahuan awal masyarakat tentang penyakit penderita kusta, dimana salah satu orangtuanya atau
kusta yang kemudian sebagai suatu realitas objektif. anaknya juga pernah menderita penyakit kusta.
Dalam proses objektivasi ini pandangan masyarakat Masyarakat dari golongan santri dan Kiyai yang
terhadap penderita kusta bisa berbeda-beda, pandangan sudah mendapatkan sosialisasi dari puskesmas mengenai
mereka ini didasari oleh pengetahuan-pengetahuan dan penyebab penyakit kusta, mereka tidak lagi menganggap
pengalaman yang kemudian mereka dapatkan, dimana penyakit kusta sebagai penyakit kutukan. Namun
pengetahuan dan pengalaman yang didapati setiap informasi yang diterima kurang maksimal, sehingga
individu berbeda satu dengan yang lainnya.
Konstruksi Sosial Masyarakat Terhadap penderita Kusta

masyarakat belum mengerti benar mengenai proses Penderita Kusta Sebagai Seorang Yang Terkena
penularan penyakit kusta. Informasi yang mereka Kutukan
dapatkan hanya dari dugaan-dugaan masyarakat sekitar Masyarakat yang mengkonstruksi penderita kusta sebagai
mengenai penularan penyakit kusta yang mana penyakit seorang yang terkena kutukan mereka cenderung
kusta sangat mudah menular sehinggan harus dijauhi. menjauhi penderita kusta dan keluarganya. Masyarakat
Selain itu mereka mengacu pada hadist yang berbunyi bersikap tak acuh dan tidak menganggap keberadaan
³MLND NDPX PHQHPXL VHRUDQJ \DQJ PHQGHULWD VHSHUWL mantan penderita kusta di sekitar tempat tinggalnya.
NXVWD PDND ODULODK´ Masyarakat ingin penderita kusta dikucilkan dan tidak
Masyarakat dari golongan ekonomi atas yang menginginkan mereka kembali ke rumah asalnya, karena
berprofesi sebagai Kepala sekolah, Kepala desa dan juga meskipun penderita kusta sudah sembuh namun mereka
anggota dewan yang sudah mengerti benar mengenai menganggap tidak ada bedanya penderita kusta dan
penyebab penyakit kusta, cara penanganan dan mantan penderita kusta. Hal ini dikarenakan minimnya
penularannya, mereka mendapatkan informasi tersebut informasi baru yang mereka dapatkan tentang penyakit
dari sosialisasi dan juga dari media sosial seperti televisi, kusta. Mereka hanya mengakui realitas awal mereka
koran, buku dan internet. Masyarakat memandang bahwa kusta merupakan penyakit kutukan.
penderita kusta hanyalah sebagai seorang yang Masyarakat tidak melakukan interaksi apapun
memprihatinkan, dimana penderita kusta yang mereka dengan penderita kusta beserta keluarganya. Meskipun
kenal mayoritas dari masyarakat kalangan ekonomi mereka harus terpaksa menerima kehadiran penderita
rendah. kusta di lingkungan tempat tinggal mereka, namun
mereka tetap mengasingkan penderita kusta besrta
Identifikasi Proses Internalisasi keluarganya secara sosial. Masyarakat tidak memberikan
Proses internalisasi merupakan penyerapan kembali dunia kesempatan kepada penderita kusta untuk untuk turut
objektif kedalam kesadaran sedemikian rupa sehingga berpartisipasi dalam kegiatan sosial apapun.
subjektif individu dipengaruhi oleh struksur dunia sosial.
Internalisasi merupakan momen penarikan realitas sosial Penderita kusta adalah penderita penyakit keturunan
kedalam diri atau realitas sosial menjadi realitas Berbeda dengan masyarakat yang menganggap penderita
subjektif. Realitas sosial itu berada didalam diri manusia kusta adalah seorang yang terkena kutukan, masyarakat
dan dengan cara itu maka diri manusia akan yang telah menerima informasi kusta secara medis dari
teridentifikasi didalam dunia sosio kultural. (Berger dan berbagai media seperti televisi, Koran dan internet bahwa
Luckmann, 1990;23-24) kusta merupakan suatu penyakit kulit menular yang dapat
Tahap internalisasi dalam penelitian ini peneliti mengakibatkan cacat permanen apabila tidak segera
menemukan realitas subjektif masyarakat Desa diobati. Namun mereka juga mendapatkan informasi
Dalpenang terhadap penderita kusta ternyata berbeda- bahwa penyakit kusta tidak mudah menular terhadap
beda setiap individu, dan dipengaruhi oleh tahapan orang lain. Mereka menganggap penderita kusta yang
objektivasi yang telah mereka lalui. Walaupun pada telah dinyatakan sembuh dari penyakitnya tidak dapat
awalnya pengetahuan awal semua masyarakat Desa menyebarkan kuman kusta keluar dari tubuhnya lagi,
Dalpenang itu sama yaitu bahwa penyakit kusta tetapi mereka beranggapan bahwa ada kemungkinan
merupakan penyakit kutukan atau keturunan karena kuman kusta masih menyatu dalam darah mantan
penderita atau keluarganya dianggap telah berbuat dosa penderita kusta dan dapat diturunkan pada anak cucunya
dengan melanggar aturan adat, namun pada akhirnya nanti.
setelah mendapatkan berbagai informasi melalui tahapan Tahap objektivasi dalam hal ini adalah masyarakat
onjektifasi yang dialami setiap masyarakat berbeda, tidak lagi menganggap penderita kusta sebagai seorang
sehingga pada tahap internalisasi didapatkan realitas yang terkena kutukan, karena bagi mereka kutukan
subjektif yang berbeda pula dari pandangan awal mereka hanyalah apabila suatu penyakit yang diderita tidak dapat
terhadap penderita kusta, meskipun masih ada sebagian dijelaskan secara medis. Disini masyarakat memandang
masyarakat yang masih bertahan dengan mempercayai penderita kusta sebagai individu yang sama seperti
realitas yang pertama bahwa penderita kusta adalah individu yang sedang sakit pada umumnya, yang
seorang yang terkena kutukan. memerlukan perhatian untuk mendapatkan motivasi agar
Konstruksi baru yang dibangun oleh masyarakat cepat sembuh.
Desa Dalpenang terhadap penderita kusta dapat Melalui proses internalisasi, realitas objektif tentang
dikategorikan menjadi empat konstruksi yang berbeda penderita kusta diserap dan dipahami kemudian menjadi
yaitu : realitas subjektif yang berupa tindakan individu yang

5
Paradigma. Volume 03 Nomor 03 Tahun 2015

mengkonstruksi penderita kusta sebagai penderita sewajarnya kepada penderita dan mengupayakan agar
penyakit keturunan. Dalam hal ini mereka menerima pertemuan dan perbincangan yang terjadi tidak
kehadiran penderita kusta dan melakukan interaksi berlangsung lama
dengan penderita kusta karena mereka menyadari bahwa Penderita Kusta Adalah Penderita Penyakit Menular
penyakit kusta tidak mudah menular, terlebih bila sudah Yang Dapat Disembuhkan
berobat. Namun mereka tidak mau menikah ataupun Masyarakat yang mengkonstruksi penderita kusta sebagai
menikahkan anak cucu mereka dengan mantan penderita penderita penyakit menular yang dapat disembuhkan,
kusta maupun keturunan penderita kusta, karena mereka mereka mendapatkan pengetahuan awal tentang kusta
menganggap meskipun penderita kusta sudah sembuh sebagai penyakit kutukan dari orangtua yang kemudian
dan tidak akan menularkan kusta terhadap orang lain, mendapatkan informasi dari berbagai media dan
tetapi ada kemungkinan bahwa keturunan mantan sosialisasi yang diberikan puskesmas dan juga informasi
penderita kusta akan membawa penyakit kusta sejak dari tetangga dan teman yang berprofesi sebagai pegawai
dalam kandungan. kesehatan. Masyarakat mengetahui kebenaran penyakit
Penderita Kusta Adalah Penderita Penyakit Menular kusta secara medis yang mendeskripsikan bahwa kusta
Berbahaya merupakan penyakit yang disebabkan oleh suatu kuman
Masyarakat yang mengkonstruksi penderita kusta sebagai atau baktei tertentu akibat tidak menjaga kebersihan
penderita penyakit menular berbahaya. Pada tahap hidup dan lingkungan. Mereka juga mengetahui bahwa
objektivasi masyarakat menangkap informasi dari penyakit kusta tidak menular dengan mudah, butuh waktu
berbagai media dan juga sosialisasi yang diberikan bertahun-tahun dengan kontak fisik yang intensif, itupun
puskesmas bahwa penyakit kusta adalah suatu penyakit apabila penderita kusta sudah rutin berobat maka tidak
menular kronik yang disebabkan oleh suatu bakteri akan berpotensi menularkan penyakit kusta lagi.
tertentu yang dapat berkembang karena pola hidup yang Pada tahap objektivasi masyarakat memandang
tidak bersih. Disini masyarakat juga memahami sebuah penderita kusta sebagai seorang yang perlu diperhatikan
kisah nabi dimana kaumnya dikutuk karena dosanya dan didekati untuk memberikan semangat. Mereka
dengan diberikan penyakit seperti kusta, juga sebuah menganggap penderita kusta tidak akan menularkan
hadist untuk menjauhi penderita kusta. penyakitnya dengan mudah apabila penderita sudah rutin
Dalam hal ini, masyarakat menganggap penderita berobat. Terlebih mereka menjaga kebersihan diri sendiri
kusta adalah seorang yang sedang menderita penyakit untuk menghindari terjangkit kuman penyebab penyakit
menular yang berbahaya. Selain itu masyarakat kusta. informan merasa kasihan terhadap penderita kusta
memandang penderita kusta itu sangat menyedihkan dan yang sebagian besar tergolong masyarakat dengan tingkat
menjijikkan, terlebih jika melihat kondisi penderita kusta ekonomi rendah. Karena itu informan memandang sangat
yang semakin parah, yang mana mengalami cacat perlu bagi penderita kusta yang telah menjalani
dibagian tangan atau kaki serta bintik dan bercak putih pengobatan sampai sembuh dan kemudian kembali
kemerahan dibagian tubuh penderita kusta. Masyarakat menjalani rutinitas seperti sebelumnya, dan mencari
menganggap bahwa dengan bertemu penderita kusta akan nafkah.
menimbulkan banyak keresahan dalam diri mereka, dari Tahap internalisasi dalam hal ini masyarakat
mulai perasaan jijik, kasihan, takut tertular dan berbagai melakukan interaksi yang wajar dengan penderita kusta,
pikiran yang tidak baik terhadap penderita kusta. mereka malah memberikan semangat dan dukungan agar
Masyarakat yang berpegang pada al-Quran dan penderita memiliki kemauan untuk sembuh. Setelah
hadist dalam kehidupannya meyakini bahwa al-quran dan penderita dinyatakan sembuh, informan mengajak
hadist dibuat untuk menjadi pedoman hidup di segala penderita kusta untuk tetap menjalankan rutinitas bekerja
zaman. Dalam hal ini masyarakat menganggap bahwa dan rutinitas lainnya.
hadist yang menyerukan untuk menjauhi penderita seperti
kusta, pada zaman sekarang ini adalah bermaksud agar PENUTUP
seseorang menjauhi penderita kusta untuk menghindari Simpulan
perasaan buruk dan pikiran negatif seseorang terhadap Proses konstruksi sosial masyarakat Desa Dalpenang
penderita kusta itu sendiri. terhadap penderita kusta dipengaruhi oleh beberapa hal,
Tahap internalisasi pada hal ini adalah masyarakat terkait informasi baru yang mereka dapatkan dari
tidak memperdulikan kehadiran penderita kusta sosialisasi dan berbagai media sosial, pedoman hidup
disekitarnya, mereka menghindari untuk berinteraksi yang mengacu pada sebuah hadist tertentu, selain itu juga
dengan penderita kusta, jika memang harus bertemu dari pengalaman yang mereka dapatkan bersama
secara tidak sengaja dijalan mereka tetap bersikap penderita ataupun mantan penderita kusta.
Konstruksi Sosial Masyarakat Terhadap penderita Kusta

Masyarakat Desa Dalpenang yang awalnya memiliki


pengetahuan awal yang dimiliki bersama atau disebut
sebagai realitas objektif, bahwa penyakit kusta
merupakan suatu penyakit kutukan dimana penderita
ataupun keluarganya dianggap telah melakukan dosa
besar karena melanggar aturan adat yang berlaku.
Melalui tahapan objektivasi, dimana pandangan
masyarakat terhadap penderita kusta dipengaruhi oleh
berbagai informasi baru yang muncul, pada akhirnya
masyarakat menciptakan sebuah realitas subejktif yang
berbeda dengan realitas awal yang mereka pahami
sebelumnya.
Masyarakat pada akhirnya memunculkan konstruksi
sosial yang baru yangb berbeda terhadap penderita kusta.
Meskipun masih ada masyarakat yang mengkonstruksi
penderita kusta sama seperti konstruksi awal mereka
yaitu bahwa penderita kusta adalah seorang yang terkena
kutukan, namun ditemukan tiga konstruksi lain yang
berbeda yaitu, penderita kusta sebagai penderita penyakit
keturunan, penderita kusta sebagai penderita penyakit
menular berbahaya, dan penderita sebagai penderita
penyakit menular pada umumnya yang dapat
disembuhkan.

DAFTAR PUSTAKA
Affifudin, dan Beni Ahmad Saebani. 2009. Metodologi
penelitian kualitatif. Bandung : CV Pustaka.
Basrowi dan Sukidin. 2002. Metode penelitian kualitatif
mikro. Surabaya : Insan Cendekia.
Berger, Peter L., dan Luckmann, T. (1990). Tafsir sosial
atas kenyataan: sebuah risalah tentang sosiologi
pengetahuan. Penerjemah, hasan basari. Jakarta:
LP3ES.
Joniansyah. 2013. Penderita kusta Indonesia tertinggi
ketiga dunia. (Online).
http://www.tempo.co/read/news/2013/02/14/2144611
69/Penderita-Kusta-Indonesia-Tertinggi-Ketiga-
Dunia. Diakses pada tanggal 24 Agustus 2014 pukul
18.13 wib.
Louis, Jeffy. 2011. Konsep dasar sehat dan sakit.
(Online). http://jeffy-
louis.blogspot.com/2011/02/konsep-dasar-sehat-dan-
sakit.html. diakses tanggal 17 september 2014 pukul
11.10 wib.
Mardiani, Dewi. 2013. Ini cara penularan penyakit kusta.
(Online). http://www.republika.co.id/berita/gaya-
hidup/info-sehat/13/03/15/mjnplu-ini-cara-penularan-
penyakit-kusta. Diakses pada tanggal 24 Agustus
2014 pukul 18.10 wib.
Poloma, Margaret M. 2007. Sosiologi kontemporer.
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Rosidah, Fatiqotur. 2011. Representasi tradisi pesantren
dalam novel remaja berlatar pesantren (kajian
konstruksi sosial). Skripsi diterbitkan. Surabaya.
Pasca sarjana, Universitas Negeri Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai