Mutu didefinisikan sebagai suatu gambaran atau karakteristik menunjukkan kemampuan barang dan jasa dalam memenuhi kebutuhan dan kepuasan yang diharapkan. Edward salis dalam bukunya (2002) mengatakan bahwa mutu adalah sesuatu yang memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan. Secara filosofis penjabaran dari definisi mutu pendidikan menurut suryobroto ialah pembelajaran dengan menghasilkan siswa yang memiliki kemampuan dalam menghadapi masyarakat dan lingkungannya, baik dalam hal lingkungan masyarakat, pendidikan, teknologi, dan wawasan. Beeby dalam (A.Sabur, 1998) memandang mutu pendidikan dalam tiga perspektif yaitu, perspektif ekonomi, sosiologi, dan pendidikan. Dari segi perspektif ekonomi, pendidikan yang bermutu ialah yang ikut andil berkontribusi tinggi dalam pertumbuhan ekonomi. Masyarakat yang bersekolah dalam artian lulusan pendidikan, secara langsung dapat memenuhi angkatan kerja dalam sektor ekonomi sehingga dengan mereka bekerja pertumbuhan ekonomi dapat di dorong. Dalam perspektif sosiologi, pendidikan yang bermutu yaitu pendidikan yang memberikan manfaat terhadap masyarakat dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, seperti mobilitas sosial, pengembangan budaya, pengentasan kebodohan, dan peningkatan kesejahteraan. Sedangkan dalam perspektif pendidikan, pendidikan yang bermutu dilihat dalam proses belajar mengajar dan kemampuan lulusan artinya dalam konteks persekolahan mutu dilihat dari bagaimana sekolah mampu merespon dan memenuhi kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Dalam pemikiran lainnya, Beeby mengemukakan bahwa mutu pendidikan dapat dilihat dari sisi proses dan sisi produk. Pada sisi proses pendidikan bermutu dilihat dari ketepatan, efisiensi, dan kelengkapan faktor-faktor yang terlibat dalam pendidikan dan pembelajaran. Sedangkan dalam sisi produk pendidikan bermutu dilihat dari kemampuan lulusan dalam penguasaan dan penyelesaian studi terkait ilmu pengetahuan dan teknologi, memperoleh kepuasan atas dasar kesesuaian antara ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kebutuhan hidupnya, dapat memanfaatkan secara fungsional ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka memperbaiki hidupnya, dan dapat memperoleh kesempatan kerja sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Tetapi Edward Sallis (1933) mengemukakan bahwa mutu harus dipandang sebagai konsep yang relatif bukan absolut, dalam artian mutu dilihat dari sisi proses bukan dilihat dari produk. Relatif yang dimaksud memiliki dua aspek yaitu pertama, menyesuaikan dengan spesifikasi atau sesuai dengan tujuan dan manfaat. Kedua, memenuhi kebutuhan pelanggan. Pelanggan dalam konteks pendidikan terbagi menjadi beberapa kelompok seperti, pelanggan internal (tenaga pendidik dan staf pendukung), pelanggan eksternal utama (peserta didik), pelanggan eksternal sekunder (orang tua, pemerintah, dan tenaga kerja), dan pelanggan eksternal tersier (pasaran kerja, pemerintah, dan masyarakat) sehingga pendidikan dianggap sebagai industri jasa dan berusaha memenuhi kebutuhan dalam rangka mengelola mutu pendidikan. Mutu pendidikan secara lebih luas diartikan sebagai suatu keberhasilan dari faktor- faktor yang terlibat dalam mencapai tujuan pendidikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mutu pendidikan ialah suatu ukuran capaian yang dihasilkan dari evaluasi kegiatan dari para penghasil dan pihak konsumen pendidikan.