Anda di halaman 1dari 3

Motivasi siswa rendah dipengaruhi oleh:

1. Karakteristik materi kimia


Devetak`, dkk (2009:287) menemukan bahwa motivasi intrinsik pebelajar menurun seiring
dengan meningkatnya tingkat keabstrakan materi yang sedang dipelajari. Penugasan untuk
mengubungkan konsep makroskopik dan simbolik pada aspek mikroskopik juga dapat
menurunkan motivasi belajar intrinsik.

2. Metode dan media pembelajaran (stimulasi lingkungan belajar)


Hasil ini bersesuaian dengan pernyataan Dornyei (2001) dalam Setyowati (2012) bahwa
pebelajar yang termotivasi akan menunjukkan lebih banyak usaha dan kegigihan dalam perilaku
tugas mereka, yang pada gilirannya dapat menyebabkan prestasi meningkat, tetapi hubungan ini
tidak langsung karena presetasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor lainnya, terutama kemampuan
pebelajar dan kesempatan belajar (kualitas instruksional dari tugas belajar).

Sesuai dengan pendapat Hamalik (dalam Arsyad, 2005) menyatakan bahwa penggunaan media
pembelajaran dalam proses pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru,
membangkitkan motivasi belajar, dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan pengaruh-
pengaruh psikologis terhadap siswa. Hal yang sama disampaikan oleh Jonassen (1995:61) bahwa
presentasi multimedia akan melibatkan pebelajar karena bersifat multimodal. Oleh karena itu,
multimedia akan mendorong penggunaan lebih dari satu indera dalam satu waktu, sehingga lebih
menarik dan dapat mempertahankan perhatian pebelajar. Russel, dkk. (1997:330) menyatakan
bahwa multimedia dapat membuat suasana kelas lebih interaktif, termotivasi, dan dapat
membantu siswa membangun model mental untuk memahamai konsep-konsep dan fenomena
kimia.

Pemberian contoh-contoh faktual yang diberikan pada komponen relating tampaknya juga dapat
meningkatkan motivasi mahasiswa karena memberikan anggapan bahwa materi yang sedang
dipelajari relevan dengan kehidupan sehari-hari dan bermanfaat untuk kehidupan mendatang.
Seperti yang disampaikan Keller (2008:177) untuk menumbuhkan motivasi, guru harus
memberikan contoh dan konsep yang relevan dengan masa lalu, sekarang, dan pengalaman masa
depan pebelajar terhadap pengetahuan yang disajikan/dipraktekkan. Pemberian tugas berupa
penggambaran mikroskopik yang diterapkan pada komponen applying tampaknya dapat
dianggap sebagai penugasan yang sesuai dan berharga karena dapat meningkatkan ketertarikan
dan keterlibatan mahasiswa dalam tugas, serta mendorong untuk mengintegrasikan pengetahuan
sebelumnya dengan pengalaman yang baru, serupa dengan hasil penelitian Rosen (2009). Selain
itu, penggunaan simulasi percobaan (pada komponen transferring) sebagai bentuk pemindahan
dan verifikasi pemahaman mahasiswa juga memberikan kontribusi pada motivasi belajar,
sebagaimana hasil penelitian Weerawardhana, dkk. (2006); Tüysüz (2010); dan Silvia (2012).

3. Keyakinan diri (self-efficacy)


Tuan, dkk. (2005:641) bahwa saat pebelajar merasa mampu, dan mereka berpikir tugas akan
mandatangkan manfaat jika diikuti, dan tujuan mereka adalah untuk memperoleh kompetensi,
pebelajar akan bersedia untuk mempertahankan usaha dan terlibat dalam mengubah pemahaman
konseptualnya. Astin (1993) dalam Donald (1999:28) pun menemukan bahwa pebelajar yang
menggunakan strategi pembelajaran aktif dan beranggapan sukses akan menghabiskan waktu
lebih banyak untuk belajar, dan secara signifikan dapat meningkatkan kemampuan berpikir
tingkat tinggi mereka, dengan metakognisi yang mengendalikannya. Sebaliknya pebelajar yang
tidak memiliki komitmen, gagal dalam menyelesaikan tugas tepat waktu, jenuh di dalam kelas,
dan merasa kewalahan pada semua yang dikerjakan.

4. Kemampuan berpikir siswa


korelasi atau kontribusi kemampuan berpikir tingkat tinggi terhadap motivasi belajar mahasiswa
adalah sebesar 17,6% dan bersifat substansial, serupa dengan hasil penelitian (Barak, 2010).
Sejak kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dilatih dengan menggunakan pertanyaan-
pertanyaan level tinggi dapat memfasilitasi pemahaman mahasiswa dan melibatkan mereka
selama pembelajaran (penugasan)… membuat mereka memberikan perhatian,
mengorganisasikan materi baru, dan mengintegrasikan informasi baru dengan pengetahuan yang
sudah ada (King dalam Lin, 2011:31), dan feedback yang diberikan dapat memotivasi mahasiwa
untuk memberikan respon yang benar (Lin, 2011:31). Kemampuan berpikir tingkat tinggi yang
melingkupi kemampuan analisis, evaluasi, dan sintesis diharapkan telah dimiliki oleh mahasiswa
selama pembelajaran yang melibatkan representasi mikroskopik dinamik ataupun statik.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi akan memandu mahasiswa untuk memberikan atensi yang
lebih, mendorong untuk belajar secara aktif dan bermakna, dan memicu untuk belajar demi
kepuasan mencapai kompetensi atau tingkatan berpikir yang lebih tinggi. Keseluruhan dari
proses tersebut akan berjalan dengan adanya metakognitif yang mengendalikannya. Seperti yang
diungkapkan oleh Donald (1999:28), kemampuan berpikir tingkat tinggi dan motivasi berasosiasi
dan diperlukan kesadaran dari mahasiswa terhadap tujuan pembelajaran higher-order (belajar
prinsip, memecahkan masalah, sintesis dan evaluasi, dan lain-lain) dengan mengambil alih
tanggung jawab belajarnya, yaitu mengontrol dan mengatur dirinya (to assume self-control, to
self-regulate).

Anda mungkin juga menyukai