Anda di halaman 1dari 10

TUGAS KELOMPOK

BAHASA INDONESIA
MENGAPRESIASI KARYA NOVEL JIKA KITA TAK PERNAH JADI
APA-APA KARYA ALVI SYAHRIN

NAMA KELOMPOK :

12 MIA 5

TIARA FATHIYAH NURRAHMAH

FATIA SALSABILA

KIRANA FEBRIANI

SULTHAN SA’ID

M. DZAKKY DIMAS

MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 DUMAI

T.P. 2024/2025
A. SINOPSIS NOVEL JIKA KITA TAK PERNAH JADI APA-APA KARYA ALVI
SYAHRIN

Buku ini membahas tentang diri kita pribadi. Diri kita yang sering merasa khawatir dan
cemas terhadap masa depan. Melalui cerita-cerita di dalamnya, mengajak kita untuk
merefleksikan diri. Kehidupan dunia yang kita kejar sering membuat kita kelelahan, bosan dan
tidak tenang, maka ketika kita telah berusaha untuk mencapai sebuah impian selanjutnya upaya
yang dapat kita lakukan adalah bertawakal kepada Allah. Terkadang secara tidak sadar kita
mengikuti standar tinggi orang lain terhadap diri kita. Ketika kecil kita dengan mudahnya
mengatakan bahwa profesi yang akan kita raih nantinya adalah dokter. Pertanyaannya adalah
apakah profesi tersebut memang ingin kita raih karena kita meyakininya atau karna orang lain
yang meyakini bahwa profesi tersebut adalah profesi terbaik? Jadi standar seperti apa yang ingin
kita bangun dalam diri kita agar tidak galau, stress, kecewa dan menyerah ketika sesuatu yang
kita inginkan tidak tercapai di masa depan?

Di masa sekolah banyak mata pelajaran yang kita pelajari sampai dengan kuliah. Terkadang
terlintas bahwa pelajaran-pelajaran tersebut tidak memiliki kaitannya dengan pekerjaan kita
selanjutnya atau karier kita. Bahkan merasa salah jurusan karena materi yang dibahas telah di
luar minat. Perasaan tersebut muncul dikarenakan kita yang tidak memaknai dengan benar materi
tersebut. Padahal bisa saja mesti tidak semua materi akan nyambung dengan karier kita namun
ada beberapa yang berkaitan atau karena materi tersebut membuat pikiran kita lebih terbuka
dalam menilai sebuah konsep. Tidak ada yang benar-benar tau tentang skenario kehidupan.
Berfikir positif adalah cara terbaik yang dapat kita lakukan untuk membangkitkan semangat
dalam diri. Berfikir positif pada Allah, diri sendiri dan kehidupan ini.

Buku ini memberikan gambaran menarik untuk kita merenungkan tentang standar sebuah
kesuksesan pada diri kita. Kadang kita dengan mudahnya menyamakan standar kesuksesan orang
lain dengan standar kesuksesan kita padahal bisa saja berbeda. Sebagai contoh, saat ini seseorang
yang telah menjadi dokter atau pengusaha di usia muda dianggap sudah sukses, itu merupakan
salah satu standar kesuksesan lingkungan kita. Dan apa yang terjadi pada masing-masing kita
bisa saja berbeda. Sebelum sukses dengan Microsoft, Bill Gates sudah mempelajari dan fokus
pada pemprograman sebelum semasif sepert saat ini. Jeff Bezos juga memulai Amazon sebelum
internet merajalela seperti saat ini. Para tokoh berpengaruh ini sukses karena tidak sekedar
mengikuti standar dari lingkungannya, melainkan mereka fokus dan berproses pada standar
mereka sendiri.

Secara umum, buku ini terdiri dari banyak pembahasan dan tentang bagaimana kita seharusnya
menjalani kehidupan dan mendaki karir yang kita harapkan. Beberapa bagian yang menurut saya
menarik antara lain :

1. Bagian 4 : TAPI, AKU NGGAK TAHU MAU JADI APA


2. Bagian 13 : HANYA MURID RATA-RATA YANG TAK PENTING
3. Bagian 29 : MIMPI-MIMPI YANG TIDAK TERCAPAI
4. Bagian 40 : PENENANG HATI
5. Bagian 45 : JIKA KITA TAK PERNAH JADI APA-APA

Bagian 4 : TAPI, AKU NGGAK TAHU MAU JADI APA

Di bagian ini akan dibahas fenomena yang lazim terjadi di sekitar kita. Pertanyaan dari
teman, saudara dan keluarga yang membuat kita mengernyitkan dahi untuk mencari jawaban.
Pertanyaan yang sering muncul, “Kamu mau jadi apa?” membuat kita kesulitan untuk cepat
menjawabnya. Pengandaian yang menarik di buku ini dengan melibatkan tokoh besar dunia
seperti Bill Gates yang ketika lahir tidak langsung menyadari bahwa nanti pada saat dewasa ia
akan mendirikan perusahaan bernama Microsoft. Begitu pula Steve Jobs juga tidak bangun dari
tidurnya dan langsung terpikir untuk membuat apple. Mereka juga memulainya dari
ketidaktahuan ingin menjadi apa, namun mereka melakukan sesuatu, berproses dan
menekuninya.

Maka ketika hari ini kita masih bingung akan jadi apa nantinya maka itu adalah hal wajar
namun juga harus diiringi dengan target dan tujuan hidup yang hendak kita capai. Setidaknya kita
memiliki arah dalam hidup meski hal tersebut belum tentu terjadi. Tugas kita sebagai manusia
hanya bisa berusaha dan berproses dalam hidup namun untuk hasil yang akan kita peroleh apakah
memuaskan atau tidak maka biarlah Allah yang menentukan. Pegangan agar kita tidak berputus
asa ialah bertawakal kepada-Nya, mengingat bahwa segala hal sulit yang terjadi pada hidup kita
pasti ada kemudahan yang menanti.

Bagian 13 : HANYA MURID RATA-RATA YANG TAK PENTING


Bagian ini mengajak kita untuk tidak menyerah mesti hanya menjadi murid rata-rata.
Murid rata-rata yang sealu berusaha menguasai pelajaran namun tetap saja lulus tanpa prestasi.
Mungkin menjadi murid berprestasi adalah sebuah impian hanya agar dikenali guru. Mestinya
kita harus sadar bahwa menjadi murid berprestasi juga tidak mudah. Sebelum mereka mengikuti
lomba namun orang sekitar sudah mengekspektasikannya menjadi juara. Setiap prestasi yang
diraihnya harus dipertahankan sekuat tenaga agar tidak membuat orang sekitar meremehkannya.
Murid berprestasi maka yang tergambar adalah kejuaraan yang diraihnya. Alur dunia tidak
terduga dan ini menjadi tekanan dan kekhawatiran mereka. Ketika berprestasi di kampus dan
teman-teman menganggapnya akan mudah mendapatkan pekerjaan. Ini pula menjadi beban
dipikirannya. Diceritakan di buku ini Iman Usman salah satu pendiri Ruang Guru. Ia yang lulus
dari Universitas ternama dengan prestasi-prestasi yang dimilikinya namun terlepas dari semua itu
ia ditolak saat melamar pekerjaan. Padahal ia tidak mencari pekerjaan yang muluk-muluk.

Maka dapat kita pahami bahwa berprestasi tidak terus menerus mendapatkan kehidupan
yang aman tanpa beban. Prestasi dan penolakan merupakan dua kata yang berbeda. Berprestasi
tidak akan selalu diterima dan tidak berprestasi tidak akan selalu ditolak. Dan mereka yang
bekerja di perusahaan bergengsi pun memiliki bebannya sendiri. Artinya masing-masing kita
memiliki kekhawatiran masing-masing maka tidak perlu membanding-bandingkan diri sendiri
dengan orang lain termasuk pada sahabat kita yang berprestasi. Kita memang biasa saja namun
pandang sisi indahnya, tidak ada yang berprestasi pada kita sehingga kita dapat dengan mudah
menentukan hidup kita. Terbiasa gagal tidak membuat kita iri pada yang lain melainkan
mengajarkan kita bahwa segala sesuatu itu ada waktuya. Tetap berproes dan jangan banding-
bandingkan dirimu degan orang lain.

Bagian 29 : MIMPI-MIMPI YANG TIDAK TERCAPAI

Di bagian ini mengajak pembaca untuk mengikhlaskan keadaan. Ketika di bab lain
mengajak kita untuk mengelola karier, merancang tujuan mensetting goal. Apabila tidak tercapai
maka strategi selanjutya adalah ikhlas. Karena kita tidak pernah bisa memastikan sebuah keadaan
akan berjalan sesuai kemauan kita. Kalaupun ada mimpi kita yang tidak tercapai, bisa jadi itu
sarana kita untuk intropeksi sembari bersiap melakukan perbaikan dan berusaha kembali di masa
depan. Bisa jadi ketika kita tidak mendapatkan sesuatu yang kita inginkan itu karena Tuhan tahu
mana yang menjadi kebutuhan dan kenginan kita. Ketika Tuhan mengambil sesuatu dari kita,
maka yakinlah Tuhan akan mengganti dengan yang lebih baik lagi.

Bagian 40 : PENENANG HATI


Di bagian ini tidak berisi hasil pemikiran atau pengalaman dari penulis melainkan hanya
berisikan arti dari beberapa firman Allah. Kita terlalu sibuk dengan hal-hal yang belum terjadi
sampai hampir lupa bahwa Allah telah mempersiapkan semua hal itu untuk kita. Kita hampir lupa
bahwa Allah hanya meminta kita untuk berikhtiar agar memperoleh kehidupan yang bahagia
tanpa harus mengkhawatirkannya. Sampai pada akhirnya kita butuh penenang hati untuk
membantu kita kembali pada tujuan awal kita yaitu berikhtiar dan bertawakal atas setiap
kehidupan yang kita jalani. Disebutkan di bagian ini arti dari Qur’an surah az-Zumar ayat 53
yang kurang lebih maksudnya adalah Allah memanggil hamba-hamba-Nya yang berlebihan pada
perbuatannya dan apabila ketika merasa gagal dari usaha yang dilakukan maka Allah mengatakan
bahwa jangan putus asa karena Allah akan selalu memberikan Rahmat kepada hamba-Nya. Dan
atas setiap dosa yang dilakukan maka jangan risau karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun
bagi hamba-Nya yang bersungguh-sungguh dalam meminta ampun dan bertaubat kepada-Nya.

Bagian 45 : JIKA KITA TAK PERNAH JADI APA-APA

Di bagian ini membahas tentang topik utama dari buku ini sekaligus menjadi penutup.
Tentang pertanyaan yang muncul,”Bagaimana jika kita tak pernah jadi apa-apa?”. Maka jawaban
dari buku ini adalah ya tidak apaa-apa. Mengajarkan kepada kita untuk menerima dan mencintai
kehidupan diri kita dengan apa adanya. Bisa jadi kita memang tidak menjadi tokoh terkenal yang
luar biasa namun bisa saja kita menjadi sahabat yang baik, rekan kerja yang baik, anak yang baik
atau suami istri yang baik bagi pasangan dan membahagiakannya serta menginspirasi. Tapi
apapun peran yang kita dapatkan, patutnya kita berbangga ketika kita sudah tau kemana kita
melangkah, melakukan perbaikan dari setiap langkah dan meyakini bahwa setiap langkah yang
kita ambil akan semakin mendekatkan diri kita pada Sang Pencipta. Jadi ketika kita tak pernah
jadi apa-apa maka itu bukan menjadi masalah. Jalani kehidupan kita dengan sebaik mungkin,
semampu mungkin dan menjadi bermanfaat bagi orang sekitar.

B. MENGANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

 UNSUR INTRINSIK

Tema : Tema yang diangkat dalam novel ini adalah tentang sebuah motivasi untuk
tetap bertahan dalam hidup, mengandung banyak ilmu terkait pesan-pesan yang dapat
dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Pesan-pesan melalui bahasa kiasan yang mampu
membuat pembaca dapat mengarah ke sisi positif. Melalui gaya bahasa atau majas yang
dituangkan dalam sebuah tulisan yang apik, Alvi Syahrin mengajak pembaca untuk berimajinasi
dalam kata-kata kiasan untuk mencari pesan tersembunyi melalui tulisannya

Alur : Alur maju-mundur, karena dalam novel ini penulis menceritakan


kehidupannya di masa sekarang tetapi tetap menggunakan kilasan balik masa lalu untuk
memotivasi para pembaca bahwa sebuah pencapaian membutuhkan suatu proses yang panjang.

Latar Cerita :

a. Latar Tempat : Latar tempat dalam novel adalah kamar, perusahaan, dan desa.

b. Latar Waktu : Latar waktu pada novel adalah pagi hari , sore hari dan malam hari.

c. Latar suasana : Latar suasana dalam novel ini didominasi oleh suasana cemas, khawatir,
senang dan sedih oleh karakter “Aku” , yaitu sang penulis Alvi Syahrin.

Penokohan : Tokoh utama dan tokoh satu-satunya dalam novel ini adalah tokoh “Aku”,
karena novel ini menceritakan kisah yang dialami oleh sang pengarang.

Sudut Pandang : Alvi Syahrin menggunakan sudut pandang orang pertama “Aku” dalam
menulis buku Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-Apa ini. Ia bercerita dengan menempatkan diri,
bahwa ia merupakan tokoh yang sedang menghadapi kondisi-kondisi yang mana realita tidak
sesuai dengan ekspektasi.

Amanat : Amanat yang terkandung dalam novel yaitu, jangan terjebak oleh standar
kesuksesan yang ditetapkan masyarakat umum, karena mereka yang menetapkannya pun belum
tentu bisa menggapai kesuksesan tersebut. Tentukan standar kesuksesanmu sendiri yang
didasarkan pada hasil evaluasi dan peninjauanmu atas kemampuan dirimu sendiri, juga segala
faktor yang dapat memengaruhi dirimu.

Sebab, pada akhirnya yang dapat merasa sukses hanya lah dirimu sendiri. Orang lain mungkin
dapat menilai sesuai dengan standar mereka, tetapi yang mengetahui proses panjang yang kamu
tempuh dalam meraih kesuksesanmu, dan yang akan merasa bahagia atas hasil kesuksesanmu
hanya lah dirimu sendiri.
Dunia tempat kita hidup adalah dunia yang fana dan tidak sempurna, fakta tersebut sepertinya
sudah diketahui oleh hampir seluruh orang. Lantas, mengapa seringkali kita menuntut
kesempurnaan dalam hidup kita? Mengapa kamu mencari yang kamu tahu hal tersebut tidak ada?

Jika berbicara tentang kesempurnaan, tidak akan ada habisnya. Kita perlu menyadari bahwa
ketidaksempurnaan tersebut lah yang membawa warna ke dalam kehidupan kita. Ada kalanya
kita harus terima saja, tetap berusaha sebaik mungkin, dan jalani hidup dengan
ketidaksempurnaan tersebut.

Gaya Bahasa : Gaya Bahasa yang digunakan dalam novel yaitu, majar personifikasi,
hipotesis, dan majas perbandingan.

 UNSUR EKSTRINSIK

Biografi pengarang :

Alvi Syahrin merupakan seorang novelis pria kelahiran Ambon, pada tanggal 20 Januari 1992.
Meski berasal dari Ambon, saat ini Alvi Syahrin menetap di Kota Surabaya untuk menempuh
pendidikan tinggi di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Alvi Syahrin mengambil jurusan Teknik Informatika, jurusan yang tidak ada kaitannya sama
sekali dengan karir kepenulisannya. Pilihan tersebut ia buat dengan latar belakang hobinya ketika
masih kecil, yakni bermain dengan robot-robotan.

Namun, hobi menulis sudah dimilikinya sejak Alvi Syahrin juga masih kecil. Proses menulis
kreatifnya diawali karena Alvi tidak ingin melupakan imajinasi masa kecilnya. Dari situ ia mulai
mencoba untuk menuliskan catatan imajinasinya.

Pada awalnya, Alvi rajin untuk menulis lirik lagu saja, tetapi kemudian ia mulai merambah ke
menulis cerita pendek yang mayoritasnya memiliki genre fantasi. Alvi juga pernah merambah ke
genre cerita horor. Namun, ia merasa lebih tertarik kepada genre fantasi, karena daya tarik masa
kecilnya yang suka berimajinasi.

Alasan Alvi Syahrin ingin menjadi seorang penulis adalah ia ingin membantu dan memberikan
manfaat bagi banyak orang yang membacanya, melalui tulisannya. Didasarkan pada alasan
tersebut, Alvi kemudian menekuni dunia kepenulisan.
Novel pertama yang diterbitkan Alvi Syahrin memiliki judul “Dilema”, yang ia buat karena
tertarik untuk mengikuti lomba menulis buku outline pada tahun 2013. Novel Dilema ini
kemudian berhasil membawa Alvi menjadi salah satu pemenang dalam lomba tersebut.

Bermula dari kemenangannya itu, Alvi semakin produktif untuk menulis hingga saat ini.
Berbagai karyanya bahkan meraih kesuksesan dengan menjadi buku best-seller. Beberapa contoh
karyanya yang lain, yakni Insecurity Is My Middle Name, Swiss: Little Snow in Zurich, Jika
Kita Tak Pernah Jatuh Cinta, Jika Kita Tak Pernah Baik-Baik Saja, dan Jika Kita Tak Pernah
Jadi Apa-Apa.

C. Menafsirkan Sudut Pandang Penulis

Seluruh cerita yang dipaparkan Alvi Syahrin dalam buku ini sangat relevan dengan masalah
hidup yang seringkali ditemukan oleh masyarakat umum, terutama kaum muda yang masih
mencari jati diri. Jadi, buku ini sangat cocok untuk dibaca kalian yang sekiranya sedang
menemukan kesulitan dalam menjalani hidup sebagai seorang mahasiswa, mengejar karir, dan
sebagainya.

Buku ini tidak hanya menyodorkan cerita yang relevan saja dengan kehidupan para pembacanya,
tetapi buku ini juga bersifat reflektif. Alvi Syahrin menyelipkan beberapa pertanyaan yang dapat
direnungkan dan menjadi refleksi bagi para pembacanya.

Buku Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-Apa ini memuat berbagai cerita yang pendek dan sangat
sederhana. Namun, dibalik kesederhanaannya tersebut terdapat nilai dan makna yang sangat
mendalam. Alvi Syahrin mampu untuk menyampaikan pesan dengan baik kepada para pembaca.

Alvi Syahrin melalui buku Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-Apa berhasil menangkap segala
kegelisahan yang dirasakan para pembacanya. Kemudian, buku ini dapat memberikan
ketenangan dengan hadir sebagai teman yang memiliki perjuangan yang sama dengan para
pembaca.

Buku ini cocok dibaca oleh teman-teman yang sedang galau, gelisah dan khawatir akan karier
atau peran dijalani ataupun di masa depan. Buku ini menjadi pencerahan bagi kita bahwa apapun
yang nantinya kita peroleh maka tetap syukuri. Ketika kita bersyukur maka kita sudah merasa
cukup atas apa yang kita peroleh. Namun ketika kita masih ingin mendapat lebih maka hal itu
tidak akan ada habisnya sampai seiring bertambahnya usia, ada saja hal yang kurang. Bukan
berarti buku ini mengajak kita untuk berpasrah dan duduk diam saja, justru buku ini menjadi titik
pencerah bahwa ketika kita ingin mencapai apa yang kita ingin kan maka membutuhkan waktu
yang tidak singkat. Kemudian hukum alam tidak ada yang tau, bisa saja kita tidak memperoleh
apa yang kita usahakan maka tidak apa-apa. Tidak menjadi masalah ketika kita tidak
mendapatkan apa yang kita inginkan, tidak masalah jika kita tidak menjadi orang-orang hebat
yang terkenal dan tidak masalah jika kita tidak menjadi apa-apa. Setidaknya kita telah
mengusahakan diri kita dan melakukan yang terbaik untuk memperoleh segala hal tersebut.
Memahami diri seutuhnya jauh lebih penting dari pada kita harus mengikuti standar yang ada
pada orang lain. Kita tidak perlu khawatir atau cemas akan masa depan. Kita hanya perlu
berikhtiar dan bertawakal serta yakin pada Allah bahwa Allah telah mempersiapkan kehidupan
yang indah bagi hamba-hamba-Nya. Menyibukkan diri dengan berproses jauh lebih bermanfaat
dari pada menyibukkan diri dengan kegelisahan dan kekhawatiran yang sama sekali belum tentu
terjadi pada diri kita.

D. Nilai-nilai yang Terkandung dalam Novel

 Nilai Agama :

Dalam isi novel, sang penulis memiliki prinsip dan memberikan motivasi kepada pembaca
bahwa gantungkanlah hidup hanya kepada-Nya dan membiarkan Tuhan memberikan pilihan
yang terbaik.

 Nilai Moral :

Buku ini sangat menarik karena didalamnya terdapat nilai-nilai moral kehidupan yang
dapat diteladani seperti menerima apa pun masalah yang dihadapi saat ini, berdoa tanpa henti,
tetap lakukan yang terbaik dan tetap bersyukur atas segala yang diberikan-Nya.

Anda mungkin juga menyukai