Anda di halaman 1dari 105

PANDUAN

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)


PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA
(PLTS) FOTOVOLTAIK
Tim Penyusun Panduan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja PLTS

Pengarah
Yudo Dwinanda Priaadi

Penasehat
Andriah Feby Misna

Tim Penyusun Utama Kontributor dari partner


Tony Susandy
Martha Relitha Sibarani Huawei Tech Investment

Aris Sudarto Ali Hanif


Yantri Puspita Rani
Shelty Juliavionni Komite Teknis 27-08 Energi Surya
Yusak Victory Sitorus OO Abdul Rosyid Harry Indrawan
Nono Suprayetno Adjat Sudrajat Ian Jack Permana
Diaz Ficry Arfianto Pahlawan Sagala Yusup
Hansen Hartado Tarigan Kharisma Surya Gautama Anthony Utomo
Meriyanti Ronald S. CH Sibarani Kevin Marojahan
Asep Sopandi Chairiman

Desain dan Tata Letak


Naufal Faiz Dermawan

www.ebtke.esdm.go.id

Lintas EBTKE

@djebtke

@djebtke

Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi

JI. Pegangsaan Timur, No. 1, Menteng Jakarta Pusat 10320, Jakarta


Telepon: 021-39830077, Fax: 021-31901087, email: ebtke@esdm-go.id
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL EBTKE

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah hal yang wajib dipenuhi oleh setiap
pihak yang terlibat dalam pengembangan PLTS mulai dari tahap konstruksi sampai dengan
operasi dan pemeliharaan. Keberhasilan penerapan K3 juga menjadi indikator bahwa
sistem pengelolaan dan instalasi di PLTS telah mampu menghindarkan tenaga kerja,
komponen sistem PLTS dan lingkungan dari kejadian yang tidak diinginkan yang
disebabkan oleh kecelakaan kerja maupun insiden yang disebabkan oleh faktor eksternal.
Untuk memenuhi hal itu, pengelola PLTS harus mengalokasikan waktu dan anggaran
untuk menyiapkan personal K3 yang terlatih dan memiliki kompetensi serta menyediakan
perlengkapan kerja yang aman bagi tenaga kerja.

Pengembangan PLTS saat ini cukup beraneka ragam, mulai dari PLTS di atas tanah, PLTS
Atap, PLTS Terapung maupun Penerangan Jalan Umum tenaga Surya (PJUTS). Setiap tipe
instalasi PLTS memiliki risiko yang berbeda-beda dengan tingkat fatalitas yang berbeda
pula. Oleh karena itu, diperlukan sebuah panduan atau referensi bagi manajemen yang
dapat menggambarkan bahaya dan risiko yang dihadapi oleh tenaga teknis di lapangan
selama tahap konstruksi, operasi maupun pemeliharaan. Pihak manajemen atau pengelola
PLTS dapat menggunakan panduan ini sebagai salah satu rujukan dalam penerapan K3 di
antara sekian banyak referensi yang tersedia. Manajemen juga dapat melakukan
modifikasi pada contoh-contoh identifikasi bahaya dan pengendalian risiko sebagai salah
satu alat untuk mencegah terjadinya insiden pada setiap aktivitas di PLTS.

Selain unsur keselamatan pada tenaga kerja, sistem PLTS dan lingkungan di sekitarnya,
pengembang juga harus memperhatikan kesehatan pegawai dan masyarakat yang
bermukim di sekitar lokasi PLTS. Kesehatan juga menjadi modal utama bagi tenaga kerja
untuk dapat bekerja dengan baik, aman dan bebas dari gangguan yang dapat
mengakibatkan hilangnya konsentrasi pada saat bekerja. Akhir kata, semoga Panduan
K3 PLTS ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam pengembangan PLTS
baik PLTS di atas tanah, PLTS Atap, PLTS Terapung maupun PJTUS.

Jakarta, November 2023


Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan
dan Konservasi Energi

Yudo Dwinanda Priaadi


KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Buku Panduan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Bidang PLTS Fotovoltaik telah selesai disusun.
Buku ini membahas secara lebih luas hal-hal terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
Bidang PLTS mulai dari kebijakan di bidang K3, manajemen risiko, alat pelindung diri,
Sistem Manajemen K3, keselamatan pada tahap konstruksi, keselamatan pada tahap
operasi dan pemeliharaan serta pengelolaan lingkungan diPLTS Fotovoltaik. Buku ini juga
dapat digunakan sebagai informasi tambahan melengkapi buku panduan sebelumnya
yang berjudul Panduan Pengelolaan Limbah B3 PLTS agar dapat memberikan wawasan
dan gambaran terkait K3 kepada para pembaca.

Buku ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan dalam penerapan K3 pada PLTS
sehingga dapat meminimalisir risiko kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja serta
menjamin operasional sistem pembangkit secara optimal dan menciptakan lingkungan
kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong produktivitas energi PLTS
Fotovoltaik. Buku panduan ini ditujukan kepada semua pihak yang terkait dengan
pengembangan energi surya, seperti Pemilik/Pengembang PLTS, Manajemen (pengelola),
Operator Instalasi (tenaga teknis) PLTS, Konsultan, Pemerintah Daerah maupun
Pemerintah Pusat dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam pengembangan PLTS di
Indonesia.

Kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam buku ini. Oleh karena itu,
diperlukan saran dan masukan dari para pemangku kepentingan untuk penyempurnaan
buku panduan ini. Semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Akhir kata, kami mengucapkan terimakasih atas kerjasama seluruh Tim DirektoratAneka
EBT serta Indonesia Delivery and Service Business Departement dan Indonesia Digital
Power Business Department – PT HUAWEI TECH INVESTMENT sebagai kontributor teknis
beserta seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan buku panduan ini, dan kami juga
menyampaikan permohonan maaf apabila masih terdapat kekurangan dalam penyusunan
buku ini.

Jakarta, November 2023

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1


1.1 Latar belakang ........................................................................................................... 1
1.2 Maksud dan tujuan ................................................................................................... 2
1.3 Sasaran pengguna .................................................................................................... 2
1.4 Ruang lingkup ............................................................................................................ 2
1.5 Regulasi K3 di Indonesia .......................................................................................... 2
1.6 Ketentuan penerapan K3 di PLTS ........................................................................... 3
1.7 Gambaran umum PLTS ............................................................................................ 5
1.8 Ruang lingkup K3 PLTS ..........................................................................................11

BAB 2 MANAJEMEN RISIKO PLTS ............................................................................... 12


2.1 Jenis Bahaya ............................................................................................................12
2.2 Kondisi Berbahaya...................................................................................................13
2.3 Sumber Bahaya pada PLTS....................................................................................13
2.4 Kecelakaan Akibat Kerja.........................................................................................15
2.5 Penyakit Akibat Kerja .............................................................................................. 17
2.6 Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko ............................................................. 17
2.7 Metode Pengendalian Bahaya pada PLTS ...........................................................19

BAB 3 PENGAMAN DIRI DAN PERLENGKAPAN KESELAMATAN KERJA ...... 25


3.1. Dasar Hukum Alat Pelindung Diri (APD) .............................................................. 25
3.2. Jenis-jenis Alat Pelindung Diri dan Fungsinya ....................................................25
3.3. Perawatan dan Pemeliharaan APD .......................................................................31
3.4. Rambu Rambu K3 ...................................................................................................31

BAB 4 SISTEM MANAJEMEN K3 PLTS ........................................................................ 33


4.1. Manajemen K3 .........................................................................................................33
4.2. Langkah-Langkah Penerapan K3 ..........................................................................35
4.3. Proses Safety Management ...................................................................................35

BAB 5 PENGELOLAAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA PLTS


............................................................................................................. 37
5.1. Pengelolaan Keselamatan Kerja ...........................................................................37
5.2. Keselamatan Konstruksi PLTS ...............................................................................38
5.3. Pengelolaan Kesehatan kerja ................................................................................40
5.4. Pengelolaan lingkungan hidup ..................................................................... 41
5.5. Kesiapsiagaan terhadap kondisi darurat ............................................................. 41

BAB 6 KESELAMATAN PENGOPERASIAN DAN PEMELIHARAAN PLTS ......... 42


6.1. Keselamatan Ketenagalistrikan .............................................................................42
6.2. Sistem Manajemen Keselamatan Ketenagalistrikan (SMK2)............................ 43
6.3. Regulasi Keselamatan Ketenagalistrikan ............................................................. 43
6.4. Hubungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja dengan Keselamatan
Ketenagalistrikan .................................................................................................... 44
6.5. Penerapan Keselamatan Ketenagalistrikan ..................................................... 44
6.6. Pengoperasian PLTS ............................................................................................. 47
6.7. Pemeliharaan PLTS ............................................................................................... 49
6.8. Penanganan Keadaan Darurat pada PLTS ....................................................... 51

BAB 7 PENGELOLAAN LINGKUNGAN PLTS .............................................................52


7.1. Aspek Pengelolaan Lingkungan PLTS .............................................................. 52
7.2. Regulasi Izin Lingkungan ..................................................................................... 54
7.3. Penyusunan Dokumen Lingkungan ................................................................... 54
7.4. Identifikasi Potensi Limbah B3 ........................................................................... 55

BAB 8 PEMBINAAN DAN PENGAWASAN K3 PLTS ...............................................56


8.1. Pembinaan dan Pengawasan K3 PLTS .............................................................. 56
8.2. Pelaksanaan Pengawasan .................................................................................... 56
8.3. Laporan Pelaksanaan K3 ...................................................................................... 57

LAMPIRAN 1 Contoh formulir IPBR pada tahap perencanaan / persiapan


konstruksi .............................................................................................................................60

LAMPIRAN 2 Contoh formulir IBPR pada tahap konstruksi .................................61

LAMPIRAN 3 Contoh formulir evaluasi kinerja SMKK ............................................63

LAMPIRAN 4 Contoh formulir instruksi kerja ...........................................................77

LAMPIRAN 5 Contoh LDKB/MSDS................................................................................78

LAMPIRAN 6 Contoh Izin Kerja (Work Permit) .....................................................88

LAMPIRAN 7 Contoh SOP penanganan tumpahan ..................................................90

LAMPIRAN 8 Contoh SOP penanganan korban kecelakaan .................................92

LAMPIRAN 9 Contoh SOP penanganan korban kecelakaan .................................94


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. PLTS Ground Mounted ................................................................................................. 5


Gambar 2. PLTS Rooftop ................................................................................................................... 5
Gambar 3. PLTS Terapung ........................................................................................................... 6
Gambar 4. Blok Diagram Sistem PLTS ...................................................................................... 6
Gambar 5. Diagram sistem PLTS off-grid tipe AC Coupling ................................................... 7
Gambar 6. Diagram sistem PLTS off-grid tipe DC Coupling ................................................... 7
Gambar 7. Diagram sistem PLTS on-grid ..................................................................................... 7
Gambar 8. Dampak Kecelakaan Kerja ..................................................................................... 16
Gambar 9. Hierarki Pengendalian ............................................................................................ 20
Gambar 10. Alat pelindung diri ................................................................................................ 24
Gambar 11. Jenis alat pelindung diri ...................................................................................... 26
Gambar 12. Alat pelindung kepala .......................................................................................... 26
Gambar 13. Alat pelindung mata/muka .................................................................................. 27
Gambar 14. Alat pelindung kaki ............................................................................................... 27
Gambar 15. Alat pelindung tangan.......................................................................................... 28
Gambar 16. Alat pelindung saluran pernafasan .................................................................... 28
Gambar 17. Ear plug dan ear muff ........................................................................................ 29
Gambar 18. Pakaian pelindung ............................................................................... 30
Gambar 19. Sabuk tubuh ........................................................................................................... 30
Gambar 20. Penahan jatuh ........................................................................................................ 30
Gambar 21. Pelampung.............................................................................................................. 31
Gambar 22. Rambu-rambu K3 .................................................................................................. 32
Gambar 23. Empat Pilar Keselamatan Ketenagalistrikan..................................................... 42
Gambar 24. Penerapan Keselamatan Ketenagalistrikan ...................................................... 45
Gambar 25. Penerapan SMK2 ................................................................................................... 46
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komponen PLTS dan fungsinya .................................................................................. 8


Tabel 2. Contoh panduan matriks risiko ................................................................................. 18
Tabel 3. Contoh parameter keseringan dari tabel matriks risiko....................................... 18
Tabel 4. Contoh parameter keparahan dari tabel matriks risiko ....................................... 19
Tabel 5. Representasi kategori risiko yang dihasilkan dari penilaian matriks risiko . 19
Tabel 6. Tipe dan aktivitas yang memerlukan ijin kerja atau work permit ........................ 22
Tabel 8. Perbedaan ear plug dan ear muff................................................................................ 29
Tabel 8. Penerapan SMK3 di PLTS ........................................................................................... 33
Tabel 9. Penerapan SMK3 pada tahap pesriapan dan tahap penerapan ........................ 35
Tabel 10. Pengelolaan keselamatan kerja .............................................................................. 37
Tabel 11. Deskripsi muatan substansi RKK pekerjaan konstruksi/konstruksi terintegrasi
....................................................................................................................................... 38
Tabel 12. Muatan Substansi RKK Konsultansi Konstruksi Pengawasan/ Manajemen
Penyelenggaraan Konstruksi...................................................................................................... 39
Tabel 13. Contoh pengelolaan kesehatan kerja .................................................................... 40
Tabel 14. Aktivitas pengelolaan lingkungan di area PLTS .................................................. 41
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Indonesia merupakan negara tropis yang akan selalu memperoleh sinar matahari
sepanjang tahun. Selain itu, letak geografis Indonesia yang dilalui oleh garis khatulistiwa
membuat negara Indonesia memiliki keuntungan dalam hal potensi energi surya yang
berlimpah dengan intensitas radiasi matahari rata-rata sekitar 4.8 kWh/m2 per hari di
seluruh wilayah Indonesia. Energi matahari dapat menghasilkan daya hingga 156.486
MW, jumlah energi yang cukup besar dibandingkan dengan sumber energi terbarukan
lainnya. Kondisi ini tentunya dapat dimanfaatkan secara maksimal sebagai sumber energi
seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

Setiap upaya penyediaan energi melalui PLTS memiliki bahaya dan risiko, baik risiko
keselamatan maupun kesehatan kerja. Oleh karena itu setiap perusahaan wajib
menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) untuk meminimalisir terjadinya
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Ada beberapa faktor yang mendorong
pentingnya K3 yaitu faktor hak asasi manusia (pekerja berhak untuk sehat dan selamat), faktor
kebijakan (mematuhi peraturan perundang-undangan) dan faktor ekonomi (kerugian
yang timbul akibat kecelakaan kerja). Sebagai salah satu penyedia listrik, pengembang
atau pengelola Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) juga wajib menerapkan komitmen
dan tanggung jawabnya terhadap K3. Penerapan K3 PLTS wajib dilakukan karena
pekerjaan tersebut memiliki potensi risiko kecelakaan mulai dari tahap perencanaan
sampai dengan tahap pemeliharaan.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan telah diturunkan dalam berbagai Peraturan
Pemerintah dan Peraturan Menteri. Salah satunya adalah Peraturan Pemerintah Nomor
50 Tahun 2012 yang menginstruksikan pembentukan Sistem Manajemen K3 (SMK3) untuk
setiap perusahaan yang memiliki tenaga kerja paling sedikit 100 personil atau perusahaan
yang memiliki tingkat potensi bahaya tinggi. K3 juga telah diatur melalui Peraturan
Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja.Pada sektor energi, regulasi K3
pada sektor ketenagalistrikan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
Tentang Cipta Kerja.

Secara umum, PLTS atau sistem fotovoltaik mengubah energi elektromagnetik darisinar
matahari menjadi energi listrik. Pembangkit listrik tenaga surya dikategorikan sebagai
pembangkit listrik energi terbarukan dengan teknologi relatif baru di Indonesia
dibandingkan dengan pembangkit EBT lainnya. Pengembang, pengelola maupun
kontraktor pelaksana pembangunan harus memiliki pengetahuan, pemahaman dan
kesadaran tentang K3 untuk menjamin keselamatan pekerja, sistem maupun lingkungan
di sekitarnya. Oleh karena itu, diperlukan sebuah buku panduanK3 di bidang PLTS
sebagai salah satu referensi bagi pengembang, pengelola maupun kontraktor pelaksana
pembangunan agar aktivitas di PLTS berjalan aman, handal dan ramah lingkungan.

1
1.2 Maksud dan tujuan

Panduan K3 PLTS ini diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan bagi pengelola atau
pengembang terkait penerapan K3 di bidang PLTS mulai dari tahap pra-konstruksi,
konstruksi, operasi dan pasca-operasi. Selain itu, panduan ini diharapkan dapat menjadi
salah satu acuan dalam penerapan K3 pada PLTS sehingga dapat meminimalisir risiko
kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja serta menjamin operasional sistem pembangkit
secara optimal dan menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan efisien
untuk mendorong produktivitas energi PLTS.

Panduan K3 PLTS bertujuan untuk memberikan petunjuk mengenai tata cara


mengidentifikasi, mengendalikan, memberikan rekomendasi, atau meminimalisir potensi
bahaya dan risiko khususnya pada sistem PLTS dan lingkungan di sekitarnya yang bisa
berdampak fatal pada tenaga kerja, komponen PLTS maupun lingkungan di sekitar PLTS.

1.3 Sasaran pengguna

Buku panduan ini ditujukan kepada stakeholder yang meliputi Pemilik/Pengembang PLTS,
Manajemen (pengelola), Operator Instalasi (tenaga teknis) PLTS, Konsultan,Pemerintah
Daerah dan Pemerintah Pusat dan pihak lain yang terlibat dalam pengembangan PLTS di
Indonesia.

1.4 Ruang lingkup

Panduan penerapan K3 PLTS dimulai dari tahap pra-konstruksi, konstruksi, pengoperasian


sampai dengan pasca-operasi. Pokok bahasan dimulai dari regulasi K3 di Indonesia,
gambaran umum dan jenis-jenis PLTS, manajemen risiko PLTS, keselamatan konstruksi,
keselamatan pengoperasian dan pemeliharaan, pengelolaan lingkungan di PLTS sampai
pembinaan dan pengawasan K3 PLTS.

1.5 Regulasi K3 di Indonesia

Di Indonesia, regulasi K3 telah diatur melalui Undang-Undang No. 1 Tahun 1970tentang


Keselamatan Kerja, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Undang-
Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (meliputi bidang ketenagalistrikan,
konstruksi, lingkungan hidup dan kehutanan). K3 juga telah diamanatkan dalam Undang-
Undang Energi No. 30 tahun 2007. Beberapa aturan turunan dari UU tersebut antara lain:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan SistemManajemen


Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2. Peraturan Pemerintan Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaran


Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup

3. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 12 Tahun 2015 tentang Keselamatan


Dan Kesehatan Kerja Listrik di Tempat Kerja

2
4. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 33 Tahun 2015 tentang PerubahanAtas
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 12 Tahun 2015 Tentang Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Listrik Di Tempat Kerja

5. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 9 Tahun 2016 tentang Keselamatan


Dan Kesehatan Kerja Dalam Pekerjaan Ketinggian

6. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018tentang


Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja

7. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 8 Tahun 2020 tentang Keselamatan


dan Kesehatan kerja Pesawat Angkat dan Angkut

8. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 6 tahun 2021 tentang
Tata Cara dan Persyaratan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Bercaun

9. Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2021 tentang Keselamatan


Ketenagalistrikan

10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 10 Tahun 2021
tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi

1.6 Ketentuan penerapan K3 di PLTS

Syarat-syarat penerapan K3 telah dituangkan dalam Undang-Undang (UU) No 1 Tahun


1970 tentang Keselamatan Kerja. Berdasarkan UU tersebut, ada delapan belas ketentuan
penerapan keselamatan kerja di tempat kerja yaitu:

1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja.

2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.

3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.

4. Memberi jalur evakuasi keadaan darurat.

5. Memberi P3K Kecelakaan Kerja.

6. Memberi Alat Pelindung Diri (APD) pada tenaga kerja.

7. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyebaran suhu, kelembaban, debu,


kotoran, asap, uap, gas, radiasi, kebisingan & getaran.

8. Mencegah dan mengendalikan Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan keracunan.

9. Penerangan yang cukup dan sesuai.

10. Suhu dan kelembaban udara yang baik.

11. Menyediakan ventilasi yang cukup.

12. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.

3
13. Keserasian tenaga kerja, peralatan, lingkungan, cara dan proses kerja.

14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan manusia, binatang, tanaman dan


barang.

15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.

16. Mengamankan dan memperlancar bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan


barang

17. Mencegah terkena aliran listrik berbahaya.

18. Menyesuaikan dan menyempurnakan keselamatan pekerjaan yang risikonya


bertambah tinggi.

Pihak pengembang maupun tenaga kerja memiliki ketentuan masing-masing dalam


penerapan K3. Disisi pengembang, terdapat beberapa kewajiban yang harus dipenuhi
antara lain:

1. Menulis dan memasang semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan pada
tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca

2. Memasang semua gambar dan rambu-rambu keselamatan kerja yang diwajibkan


serta semua bahan pembinaan K3 lainnya pada tempat-tempat yang mudah dilihat
dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau Ahli K3 di tempat kerja
yang dipimpinnya.

3. Menyediakan APD yang diwajibkan pada tenaga kerja yang dipimpin maupun orang
lain yang memasuki tempat kerja disertai petunjuk-petunjuk yang diperlukan
menurut pegawai pengawas atau Ahli K3 di tempat kerja yang dipimpinnya.

Adapun dari sisi tenaga kerja, maka beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:

1. Memberi keterangan yang benar apabila diminta pegawai pengawas/ keselamatan


kerja.

2. Menggunakan APD yang diwajibkan.

3. Memenuhi dan menaati semua syarat-syarat K3 yang diwajibkan.

4. Meminta pada Pengurus agar dilaksanakan semua syarat-syarat K3 yangdiwajibkan.

5. Menyatakan keberatan kerja dimana syarat K3 dan APD yang diwajibkan diragukan
olehnya kecuali dalam hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas
yang dapat dipertanggungjawabkan.

4
1.7 Gambaran umum PLTS

1.7.1 Prinsip kerja PLTS

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) fotovoltaik adalah sistem pembangkit listrik yang
bersumber dari radiasi matahari melalui konversi sel fotovoltaik. Semakin tinggi intensitas
radiasi matahari yang mengenai sel fotovoltaik, maka semakin tinggi energi listrik yang
dihasilkannya. Sistem PLTS Fotovoltaik diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe yaitu:

a. Berdasarkan pengoperasiannya PLTS dibagi menjadi dua yaitu:


• PLTS off-grid (tidak terhubung ke jaringan listrik Umum (PLN/pemegang IUPTL
lainnya)
PLTS off-grid adalah PLTS yang memanfaatkan baterai sebagai penyimpanan
energi sebelum disalurkan kepada konsumen, PLTS off-grid memiliki sistem
kelistrikan yang tidak terhubung ke jaringan listrik umum

• PLTS on-grid (terhubung ke jaringan listrik)


PLTS on-grid merupakan PLTS yang diinterkoneksikan pada jaringan listrik PLN
maupun jaringan lainnya. Sistem ini umumnya tidak dilengkapi dengan baterai.

b. Berdasarkan posisi pemasangan, PLTS dibagi menjadi:


• PLTS Ground Mounted
PLTS ground mounted adalah PLTS yang dipasang di atas permukaan tanah

Gambar 1. PLTS Ground Mounted

• PLTS Rooftop
PLTS rooftop merupakan sistem PLTS yang dipasang di atas atap atau dapat
terintegrasi dengan atap

Gambar 2. PLTS Rooftop

• PLTS Terapung
PLTS terapung merupakan PLTS yang dipasang di atas permukaan air

5
Gambar 3. PLTS Terapung

c. Berdasarkan desain sistem, PLTS dibagi menjadi dua:


• PLTS Terpusat
Sistem PLTS yang modul fotovoltaiknya didesain secara terpusat (dalam satu
area) dan memiliki sistem jaringan distribusi untuk menyalurkan daya listrik ke
beban

• PLTS Tersebar
Sistem PLTS yang modul fotovoltaiknya didesain secara tersebar danumumnya
tidak memiliki sistem jaringan distribusi, sehingga setiap pelanggan memiliki
sistem PLTS tersendiri.

1.7.2 Komponen PLTS

Diagram instalasi PLTS secara umum ditunjukkan oleh gambar berikut ini:

Gambar 4. Blok Diagram Sistem PLTS

6
• PLTS Off-grid

Gambar 5. Diagram sistem PLTS off-grid tipe AC Coupling

Gambar 6. Diagram sistem PLTS off-grid tipe DC Coupling

• PLTS On-grid

Gambar 7. Diagram sistem PLTS on-grid

7
Tabel 1. Komponen PLTS dan fungsinya

Nama Komponen dan Gambar Fungsi/Keterangan

Modul 1. Rangkaian modul fotovoltaik atau juga


Fotovoltaik tipe disebut larik atau array terdiri dari beberapa
kristalin modul yang dihubungkan secara seri
(PV) dan/atau paralel.
2. Berfungsi untuk mengubah energi cahaya
matahari menjadi energi listrik DC.

Solar Charger SCC mengubah keluaran dari modul surya


Controller untuk mencapai tingkat tegangan baterai dan
(SCC) mengendalikan proses pengisianbaterai.

Inverter/ Inverter berfungsi untuk mengubah energi


charger listrik DC dari baterai menjadi energi listrik
AC atau sebaliknya.

Optimizer Pengoptimal daya atau power optimizer


adalah perangkat yang menerima arus DC dan
mengirimkan arus DC ke inverter string.

Penyangga Berfungsi sebagai support untuk menyimpan


PV modul dan menyangga modul surya sesuai dengan
posisi dan kemiringan yang telah ditentukan.

Tambahkan komponen floater

Baterai 1. Berfungsi untuk menyimpan energi listrik


selama siang hari.
2. Energi yang tersimpan akan dipakai pada
saat malam atau bila energi dari PV tidak
mencukupi.

8
Nama Komponen dan Gambar Fungsi/Keterangan

Combiner Box Kotak penggabung atau combiner box


menggabungkan beberapa string modulsurya
atau modul surya dalam konfigurasi paralel.
Kotak penggabung ini juga dilengkapi
perangkat proteksi untuk melindungi setiap
string modul fotovoltaik

Solar/Battery Solar/battery inverter menggabungkan


inverter output dari beberapa Solar Inverter dan
Battery Inverter menjadi satu.
Berfungsi juga sebagai panel isolasi dan
proteksi terhadap arus/ tegangan lebih dan
lightning.

Panel Panel AC tegangan rendah 1 fasa atau 3 fasa,


Distribusi berfungsi menyalurkan daya daripembangkit
ke beban.

Kabel Listrik Meliputi kabel fotovoltaik, kabel baterai, dan


kabel power lainnya, disesuaikan dengan
kriteria yang ditetapkan di RKS.

Rumah Bangunan/rumah, yang berfungsi untuk


pembangkit penempatan peralatan dan tempat kegiatan
(Power House) operasional pembangkit.

Sistem 1. Sistem pentanahan peralatan dibuat


pentanahan dengan menggunakan rod tembaga.
dan penangkal 2. Penangkal petir digunakan untuk
petir menangkap sambaran petir untuk
menghindari sambaran langsung ke
bagian-bagian yang berbahan konduktor
lainnya di area sistem pembangkit.

9
Nama Komponen dan Gambar Fungsi/Keterangan

Tiang distribusi Tiang distribusi terbuat dari pipa besi dantiap


dan tiang dipasang lampu penerangan jenis super
lampu hemat energi (lampu LED).
penerangan

Energy Limiter Energy Limiter merupakan alat yang


digunakan untuk membatasi pemakaian
listrik konsumen.

Pyranometer 1. Instrumen untuk memantau kinerjasistem


secara lengkap dan iradiasi matahari di
lokasi tertentu.
2. Merupakan sensor yang berfungsi untuk
mengukur besarnya intensitas radiasi
matahari pada permukaan bidangdengan
satuan W/m2.

1.7.3 Tahapan kegiatan PLTS

Pengembangan PLTS dimulai dari tahap pra-konstruksi, tahap konstruksi, tahap


operasi, dan pasca operasi.

a. Tahap pra-konstruksi

Secara umum, tahapan pra-konstruksi meliputi:


• Survei kesiapan lokasi
• Pengadaan lahan dan peruntukannya, disertai pembersihan lahan
• Sosialisasi dan konsultasi publik
• Perizinan (izin lokasi dan izin lingkungan)

b. Tahapan konstruksi

Tahapan konstruksi PLTS, meliputi:


• Perekrutan tenaga kerja
• Pembuatan dan operasional basecamp
• Aksesibilitas lokasi
• Mobilisasi peralatan/material
• Penyiapan/pematangan lahan

10
• Pembangunan pembangkit dan sarana penunjang
• Pendirian/pemasangan tiang transmisi dan/atau distribusi
• Uji commissioning
• Pengelolaan limbah

c. Tahapan operasi

Tahapan operasi pada PLTS meliputi:


• Rekrutmen tenaga kerja pengoperasian
• Pengoperasian pembangkit
• Pemeliharaan pembangkit
• Pemeliharaan baterai
• Pengelolaan limbah

d. Tahapan pasca operasi

Tahapan pasca operasi pada PLTS meliputi


• Pembongkaran fasilitas PLTS
• Pemutusan hubungan kerja
• Pemulihan lingkungan
• Transportasi
• Pengolahan limbah

1.8 Ruang lingkup K3 PLTS

Secara umum, penerapan aspek keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja
berhubungan dengan tenaga kerja, kondisi peralatan dan material serta kondisi
lingkungan di sekitar PLTS. Ada beberapa ruang lingkup pada penerapan K3 PLTS
yang terdiri dari:

a. Manajemen risiko

b. Sistem manajemen K3

c. Keselamatan konstruksi

d. Keselamatan pengoperasian dan pemeliharaan

e. Pengelolaan lingkugan sekitar PLTS

Poin-poin ruang lingkup di atas akan dijelaskan lebih lanjut pada bab selanjutnya.

11
BAB 2
MANAJEMEN RISIKO PLTS

2.1 Jenis Bahaya

Berdasarkan jenis-jenis faktor bahaya, penyebab terjadinya kecelakaan kerja dapat


disebabkan oleh beberapa bahaya antara lain bahaya fisik, bahaya kimia, bahayabiologi,
bahaya ergonomi, dan bahaya psikososial, dideskripsikan sebagai berikut:

2.1.1. Bahaya Fisik

Bahaya fisik adalah bahaya yang disebabkan oleh faktor fisik yang ada di lingkungan kerja.
Faktor fisik merupakan potensi bahaya yang menyebabkan gangguan terhadap kesehatan
dan keselamatan tenaga kerja apabila pekerjaan dilakukan secara kontinu dalam waktu
yang cukup lama. Faktor bahaya fisik antara lain suhu, kebisingan, getaran, tekanan,
kelistrikan, dan radiasi dan lain sebagainya.

2.1.2. Bahaya Biologi

Faktor biologi merupakan potensi bahaya yang bersumber dari tanaman, binatang,
organisme, mikro organisme yang dapat mengancam kesehatan. Contoh dari faktor
bahaya biologi adalah virus, jamur, tanaman pengganggu, dan binatang

2.1.3. Bahaya Kimia

Bahaya kimia adalah potensi bahaya yang berasal dari bahan kimia baik yang berbentuk
padat, cair, atau gas. Bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh manusia baik dengan cara
inhalasi (menghirup), ingesti (pencernaan), maupun melalui kontak dengan kulit luar
dapat merusak sistem dan organ tubuh manusia.

2.1.4. Bahaya Ergonomi

Ergonomi merupakan ilmu, teknologi, dan seni untuk menyerasikan alat, cara, proses dan
lingkungan kerja terhadap kemampuan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi
dan lingkungan kerja yang sehat, aman, dan nyaman sehingga tercapainya efisiensi kerja
yang setinggi-tingginya. Bahaya ini disebabkan dan dipengaruhi dari cara kerja, desain
posisi kerja, alat kerja, desain lingkungan kerja yang tidak sesuai dengan tubuh pekerja.
Hal ini dapat menyebabkan kelelahan fisik, nyeri otot, deformitas tulang, perubahan
bentuk, dislokasi, dan kecelakaan kerja.

2.1.5. Bahaya Psikososial

Bahaya psikososial di tempat kerja mencakup aspek-aspek desain kerja, organisasikerja,


manajemen kerja dan segala aspek yang berpotensi dapat menyebabkan gangguan pada
psikologi dan fisik atau fisiologis kerja. Contoh dari bahaya psikososial adalah adanya
hubungan interpersonal antar rekan kerja yang kurang baik, instruksi kerja yang kurang
jelas, dan komunikasi yang tidak efektif.

12
Berdasarkan dampaknya, bahaya dapat dibagi menjadi dua yaitu bahaya keselamatan dan
bahaya kesehatan. Beberapa contoh bahaya keselamatan dan kesehatan diuraikan
sebagai berikut:

a. Bahaya keselamatan ialah suatu potensi bahaya yang dapat menimbulkan risikodan
kecelakaan langsung seperti luka bakar, luka sayat, patah tulang, cederapunggung
atau bahkan kematian. Contoh bahaya keselamatan adalah:
• Tergelincir, tersandung, dan terjatuh
• Kebakaran atau ledakan yang disebabkan oleh bahan mudah terbakar atau
bahan kimia peledak atau korsleting
• Jatuh dari ketinggian
• Kejatuhan benda
• Tersengat arus listrik
• Tenggelam

b. Bahaya kesehatan adalah potensi bahaya yang menimbulkan dampak jangka panjang
terhadap kesehatan atau bahkan menyebabkan penyakit akibat kerja (PAK) misalnya
heat stress akibat suhu lingkungan kerja yang ekstrem (panas), kehilangan
pendengaran karena suara yang bising dari alat kerja, terjadinya masalah pernapasan
yang disebabkan oleh paparan zat kimia atau bahkan cedera sendi, dan penyakit
akibat kerja lainnya.

2.2 Kondisi Berbahaya

Banyak faktor yang menyebabkan suatu kondisi berpotensi menimbulkan bahaya. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh faktor tenaga kerja, manajemen maupun kondisi
lingkungan yang tidak teratur. Beberapa contoh kondisi berbahaya dalam pengembangan
PLTS antara lain:

1. Buruknya kondisi alat kerja yang disebabkan oleh minimnya pemeliharaan dan
perawatan yang dilakukan

2. Kurangnya pemahaman terhadap lingkungan /objek kerja

3. Pengaturan manajemen K3 yang tidak baik.

4. Rambu-rambu keselamatan dan tanda bahaya yang minim.

5. Mengabaikan safety induction sebelum melaksanakan pekerjaan

6. Potensi bahaya tersengat arus listrik

7. Potensi bahaya akibat suhu lingkungan kerja yang ekstrem (panas)

8. Manajemen pengkabelan yang kurang baik berpotensi menyebabkan kebakaran

2.3 Sumber Bahaya pada PLTS

Sumber bahaya pada PLTS dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok yaitu faktor
manusia/human error (tenaga kerja), faktor komponen/sistem PLTS, metode kerja,
serta lingkungan di sekitar PLTS dan pekerjaan yang memiliki risiko tinggi.

13
2.3.1. Tenaga Kerja

Tenaga kerja menjadi salah satu sumber bahaya karena “ human error” memberikan
kontribusi yang besar dalam kecelakaan kerja. Namun faktor kesalahan yang berasal dari
tenaga kerja tersebut terjadi bukan hanya dari faktor tenaga kerja saja melainkan dapat
terjadi akibat kesalahan perancangan maupun prosedur kerja. Sumber bahaya “human error”
antara lain:

• Tingkat kompetensi dan pemahaman yang rendah terkait dengan K3 dan PLTS,
pekerja tidak memiliki sertifikat dan lisensi sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan

• Pekerja mengalami kelelahan dan stress kerja

• Pekerja tidak melakukan pengecekan dan pemeliharaan komponen PLTS dengan baik

• Penerapan K3 belum maksimal seperti tidak menggunakan APD dan tidak mematuhi
aturan K3 di tempat kerja

• Adanya kesalahan dalam penerapan Standard Operating Prosedure (SOP)

• Postur tubuh pekerja tidak ergonomis ketika melakukan pekerjaan

2.3.2. Komponen, Alat Kerja dan Material PLTS

• Sebagian besar instalasi PLTS terdiri dari komponen rangka logam, junction boxes, dan
peralatan lainnya seperti baut, mur, dan lain-lain. Komponen tersebut tajamdan
dapat menyebabkan luka serta cedera

• Modul PV merupakan komponen yang berat. Mengangkat modul PV dengan postur


yang tidak ergonomis maka dapat menyebabkan ketegangan otot, low back pain atau
terjadi muscular disorders lainnya

• PLTS terdiri dari banyak alat kerja dan komponen yang mengandung arus listrik.
Terdapat risiko tersengat arus listrik, luka bakar, terjatuh setelah shock

• Manajemen pengkabelan yang buruk pada sistem PLTS terapung berpotensi


menyebabkan kebakaran

• Getaran yang terjadi pada proses pabrikasi PLTS terapung

• Baterai
Komponen pada baterai dapat menyebabkan:
- Acid burns
Beberapa instalasi PV memiliki komponen baterai dan sejumlah baterai adalah
jenis lead-acid dan hydrochloric acid. Luka bakar akibat pajanan bahan kimia
terjadi ketika asam kontak dengan bagian tubuh yang terbuka seperti mata.

- Electrical burns
Terdapat risiko luka bakar apabila terjadi korsleting pada unit baterai yang
merupakan salah satu komponen pada PLTS

14
- Ledakan atau kebakaran gas
Sebagian besar baterai yang digunakan pada instalasi PV melepas gas hidrogen.
Gas hidrogen merupakan salah satu gas yang mudah terbakar sehingga baterai
harus ditempatkan pada area yang berventilasi baik

2.3.3. Lingkungan di Sekitar PLTS

• Beberapa instalasi PV dipasang pada lokasi yang terpencil dan pada permukaan yang
kasar. Berjalan menuju dan di sekitar lokasi instalasi PV, terutama ketika membawa
komponen atau material maka terdapat risiko terpeleset, terjatuh, dan tersandung.

• PV dipasang pada lingkungan yang terbuka (outdoor) sehingga tubuh pekerja dapat
terpajan secara langsung oleh sinar matahari, terdapat risiko yang dapat
menyebabkan pekerja mengalami heat stress.

• PV dipasang pada area yang tinggi, sehingga terdapat risiko yang dapat
mengakibatkan terjatuh dan cedera hingga kematian.

• PV dipasang di area terapung di atas air sehingga terdapat bahaya terjatuh dan
tenggelam.

• Terdapat bahaya biologi yang disebabkan oleh gangguan hewan yang terdapat di
sekitar lokasi instalasi PV seperti burung, laba-laba, lebah, atau hewan-hewanlainnya

• Adanya potensi risiko bencana alam seperti gelombang tinggi, tsunami, badai, dan
angin topan pada PLTS terapung.

2.4 Kecelakaan Akibat Kerja

Kecelakaan merupakan kejadian tidak terduga yang menyebabkan cedera, kesakitan,


kerusakan atau kerugian lainnya. Kecelakaan kerja didefinisikan sebagai kejadian dalam
suatu pekerjaan yang dapat menyebabkan cedera atau kematian dan berpotensi
merusak lingkungan. Kecelakaan kerja berdampak pada kerugian atau penurunan kinerja
pada tenaga kerja, properti, proses produksi energi listrik serta lingkungan di sekitar PLTS.

15
Gambar 8. Dampak Kecelakaan Kerja

Jenis cedera akibat kecelakaan kerja dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kriteria.
Tujuannya adalah untuk memudahkan pencatatan dan pelaporan statistik kecelakaan
kerja. Salah satu referensi yang digunakan untuk klasifikasi cedera adalah standar
Australia AS 1885-1 (1990). Peringkat/rating kejadian juga perlu diperhatikan dalam
pencatatan dan pelaporan statistik kecelakaan kerja. Klasifikasi cedera akibatkecelakaan
kerja antara lain:

a. Cedera fatal (fatality), yaitu kematian yang disebabkan oleh cedera atau penyakit
akibat kerja

b. Cedera yang menyebabkan hilang waktu kerja (Loss Time Injury), yaitu suatu kejadian
yang menyebabkan kematian, cacat permanen, atau kehilangan hari kerja selama satu
hari kerja atau lebih di luar hari kejadian.

c. Cedera yang menyebabkan kehilangan hari kerja (Loss Time Day), yaitu semua
jadwal masuk kerja yang mana karyawan tidak bisa masuk kerja karena cedera, tetapi
tidak termasuk hari saat terjadi kecelakaan. Juga termasuk hilang hari kerja karena
cedera yang kambuh dari periode sebelumnya.

d. Tidak mampu bekerja atau cedera dengan kerja terbatas (Restricted duty)

e. Jumlah hari kerja karyawan yang tidak mampu untuk mengerjakan pekerjaan
rutinnya dan ditempatkan pada pekerjaan lain sementara.

f. Cedera dirawat di rumah sakit (Medical Treatment Injury), kecelakaan kerja yang
ditangani oleh dokter, perawat, atau orang yang memiliki kualifikasi untuk memberikan
pertolongan pada kecelakaan.

g. Cedera ringan (first aid injury), yaitu cedera ringan akibat kecelakaan kerja yang
ditangani menggunakan alat pertolongan pertama pada kecelakaan setempat, contoh
luka lecet

16
h. Kecelakaan yang tidak menimbulkan cedera (Non Injury Incident), yaitu suatu kejadian
yang potensial, yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja
kecuali kebakaran, peledakan dan bahaya pembuangan limbah.

Adapun peringkat/rating kejadian diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Incident rate, yaitu jumlah kejadian/kecelakaan cedera atau sakit akibat kerja setiap
seratus orang karyawan yang dipekerjakan.

b. Frequency rate, yaitu jumlah kejadian cedera atau sakit akibat kerja setiap satu juta
jam kerja

c. Loss time injury frequency rate, yaitu jumlah cedera atau sakit akibat kecelakaan
kerja dibagi satu juta jam kerja

d. Severity rate, yaitu waktu (hari) yang hilang dan waktu pada (hari) pekerjaan alternatif
yang hilang dibagi satu juta jam kerja

e. Total recordable injury frekwensi rate, yaitu jumlah total cedera akibat kerja yang
harus dicatat (MTI, LTI & Cedera yang tidak mampu bekerja) dibagi satu juta jamkerja

2.5 Penyakit Akibat Kerja

Penyakit Akibat Kerja (PAK) merupakan penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan
dan/atau lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja penting untuk diketahui, karena banyak
orang tidak sadar bahwa keluhan yang mereka alami merupakan dampak dari pekerjaan
mereka sehari-hari. Beberapa contoh penyakit akibat kerja (PAK) antara lain:

a. Silicosis (karena paparan debu silica)

b. Asbestosis (karena paparan debu asbes)

c. Carpal Tunnel Syndrome (karena gerakan repetitif dengan postur yang kurang baik)

d. Tuberculosis (karena virus Mycrobacterium Tuberculosis)

e. Low Back Pain (karena pengangkutan manual)

f. White Finger Syndrom (karena getaran mekanis pada alat kerja), dsb.

2.6 Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko

Identifikasi bahaya adalah proses mengidentifikasi semua bahaya di tempat kerja.


Identifikasi bahaya adalah upaya untuk mengetahui, mengenal, dan memperkirakan
adanya bahaya pada suatu kegiatan/aktivitas seperti peralatan, tempat kerja, proses
dan prosedur kerja. Identifikasi bahaya dapat dilakukan dengan cara:

a. Observasi

b. Material Safety Data Sheet (MSDS)

17
c. Walk Through Survei (WTS)

d. Grup Diskusi / Wawancara

e. Job Safety Analysis (JSA)

Penilaian risiko adalah proses penilaian suatu risiko dengan membandingkan


tingkat/kriteria risiko yang telah ditetapkan untuk menentukan prioritas pengendalian
bahaya yang sudah diidentifikasi.

Langkah-langkah identifikasi bahaya dan penilaian risiko berdasarkan standar OSHA:

a. Kumpulkan seluruh informasi terkait bahaya yang ada di tempat kerja

b. Lakukan inspeksi secara langsung untuk menemukan potensi bahaya

c. Lakukan identifikasi bahaya kesehatan kerja

d. Lakukan investigasi pada setiap insiden yang terjadi

e. Lakukan identifikasi bahaya situasi darurat dan aktivitas non-rutin

f. Mengelompokkan bahaya yang teridentifikasi, tentukan langkah-langkah


pengendalian sementara, dan menentukan prioritas bahaya untuk pengendalian

Bahaya yang ada pada aktivitas PLTS memiliki berbagai risiko yang berdampak pada
produktivitas perusahaan dan tenaga kerja. Risiko merupakan kombinasi dari
kemungkinan terjadinya peristiwa berbahaya dan tingkat keparahan yang terjadi
termasuk kerugian jangka panjang. Penilaian risiko dilakukan oleh ahli K3 atau orang yang
memiliki kemampuan dalam bidang K3 yang ditunjuk oleh pihak pengelola/pelaksana
PLTS. Contoh panduan untuk menentukan kategori suatu risiko dapat dilihat pada Tabel
2.

Tabel 2. Contoh panduan matriks risiko


Keparahan
Tabel Matriks Risiko
Sangat Ringan Ringan Sedang Berat Sangat Berat
Sangat Sering Sedang Tinggi Tinggi Ekstrem Ekstrem
Sering Sedang Sedang Tinggi Tinggi Ekstrem
Frekuensi
Sedang Rendah Sedang Sedang Tinggi Ekstrem
Jarang Rendah Sedang Sedang Tinggi Tinggi

Tabel 3. Contoh parameter keseringan dari tabel matriks risiko


Kategori
Contoh Parameter I Contoh Parameter II
Keseringan
Terjadi 1X dalam masa lebih Probabilitas 1 dari 1.000.000 jam
Sangat Jarang
dari 1 tahun kerja orang lebih
Probabilitas 1 dari 1.000.000 jam
Jarang Bisa terjadi 1X dalam setahun
kerja orang
Probabilitas 1 dari 100.000 jam
Sedang Bisa terjadi 1X dalam sebulan
kerja orang

18
Kategori
Contoh Parameter I Contoh Parameter II
Keseringan
Bisa terjadi 1X dalam Probabilitas 1 dari 1000 jam kerja
Sering
seminggu orang
Probabilitas 1 dari 100 jam kerja
Sangat Sering Terjadi hampir setiap hari
orang

Tabel 4. Contoh parameter keparahan dari tabel matriks risiko


Kategori
Contoh Parameter I Contoh Parameter II
Keparahan
Total kerugian kecelakaan
Sangat Tidak terdapat cedera/penyakit, tenaga
kerja kurang dari Rp.
Ringan kerja dapat langsung bekerja kembali
1.000.000
Total kerugian kecelakaan
Cedera ringan, tenaga kerja dapat
Ringan kerja antara Rp. 1.000.000 –
langsung bekerja kembali
Rp. 1.500.000
Mendapat P3K atau tindakan medis,tidak Total kerugian kecelakaan
Sedang ada hilang jam kerja lebih dari 1X24 jam kerja antara Rp. 1.500.000 –
Rp. 5.000.000
Memerlukan tindakan medis Total kerugian kecelakaan
Parah lanjut/rujukan, cacat sementara, terdapat kerja antara Rp. 5.000.000 –
jam kerja hilang 1X24 jam Rp. 10.000.000
Total kerugian kecelakaan
Cacat Permanen, Kematian, terdapat jam
Sangat Parah kerja lebih dari Rp.
kerja hilang lebih dari 1X24 jam
10.000.000

Tabel 5. Representasi kategori risiko yang dihasilkan dari penilaian matriks risiko
Rendah Perlu Aturan/Prosedur/Rambu
Sedang Perlu Tindakan Langsung
Tinggi Perlu Perencanaan Pengendalian
Ekstrem Perlu Perhatian Manajemen Atas

2.7 Metode Pengendalian Bahaya pada PLTS

Setelah melakukan identifikasi bahaya dan penilaian risiko, maka penting untuk
mengontrol pajanan bahaya yang ada di tempat kerja dengan hierarki pengendalian K3.
Hierarki pengendalian adalah cara untuk menentukan tindakan mana yang paling tepat
dan paling baik untuk mengendalikan pajanan bahaya. Berdasarkan efektivitas
pengendalian bahaya, hierarki pengendalian terdiri dari:

a. Eliminasi

Pengendalian dengan eliminasi memiliki tingkat efektivitas dan proteksi tertinggi


dibandingkan dengan pengendalian lainnya. Eliminasi adalah pengendalian bahaya
dengan menghilangkan sumber bahaya.

b. Substitusi

19
Jika eliminasi tidak dapat diterapkan maka tingkat pengendalian selanjutnya adalah
Substitusi. Pengendalian bahaya dengan cara Substitusi adalah menggunakan atau
mengganti dengan yang lebih aman.

c. Engineering Controls

Pengendalian secara engineering atau teknik mencakup modifikasi dan design peralatan
atau tempat kerja, memisahkan atau mengisolasi sumber bahaya dari pekerja dengan
jarak atau penghalang, menempatkan material atau alat kerja dengan sistem tertutup,
menggunakan ventilasi, dan metode lainnya.

d. Administratif

Pengendalian administratif mencakup pengembangan prosedur untuk memastikan


pekerjaan dengan cara meminimalkan bahaya yang ada di tempat kerja. Contoh
pengendalian administratif adalah training atau pelatihan, rotasi kerja, jadwal kerja,
SOP atau prosedur kerja, rambu-rambu keselamatan kerja, dan lain-lain.

e. Alat Pelindung Diri (APD)

Pengendalian yang terakhir adalah alat pelindung diri. Pekerja diharuskan untuk
menggunakan alat pelindung diri sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukannya.

Gambar 9. Hierarki Pengendalian

Pengendalian secara eliminasi, Substitusi sulit untuk diterapkan dalam PLTS. Metode
pengendalian bahaya yang dapat diterapkan pada PLTS:

1. Engineering:

a. Pengamanan sistem kelistrikan dan manajemen pengkabelan pada PLTS terapung


perlu perencanaan yang lebih baik, panjang kabel dan rute kabel perlu direncanakan
dan dihitung dengan hati-hati. Adanya kerusakan pada kabel dapat menyebabkan
risiko terjadinya kebakaran.

b. Mitigasi arus pendek/korsleting pada perairan (PLTS terapung) dengan cara kabelAC
dan DC perlu dialihkan dari modul surya terapung ke sistem distribusi listrikdarat
yang ada di atas permukaan air dan adanya sistem ground-fault interrupter.

20
c. Memastikan area workshop dipasangi lapisan insulasi suara dan membatasi aktivitas
pabrikasi pada malam hari karena adanya bahaya getaran pada proses pabrikasi
floater PLTS terapung.

d. Menyediakan ruang penyimpanan khusus, yang digunakan untuk menyimpan


komponen atau material PLTS yang mengandung B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

e. Memiliki fitur pengamanan pada inverter:

i. Pemutus sirkuit gangguan busur (Arc-fault Current Interrupter atau AFCI)


perangkat perlindungan sirkuit yang dirancang untuk melindungi terhadap
kebakaran yang disebabkan oleh arc-fault dalam kabel listrik.

ii. Shutdown cepat (atau rapid shutdown) adalah persyaratan dan peraturan
keselamatan listrik untuk sistem panel surya atap oleh National Electrical Code
(NEC) di AS. Tindakan pencegahan untuk cepat mematikan konduktor DC tata
surya secara mekanis. Untuk mengurangi kebakaran dan meningkatkan
keselamatan petugas pemadam kebakaran di atap surya.

iii. String-level disconnector (atau pemutus skala string atau SSLD), dapat
memberikan perlindungan yang efektif terhadap kegagalan seperti reverse
current atau koneksi balik, reverse polarity atau polaritas terbalik, dan arus
hubung singkat pada busbar. Inverter dapat mendeteksi arus balik dari setiap
string dengan fungsi deteksi dua arah. Jika terdeteksi polaritas terbalik dan arus
balik yang melebihi batas ambang perlindungan, SSLD akan mematikan arus
gangguan. Sehingga komponen inverter dapat dilindungi terhadap koneksi balik
atau arus balik.

2. Administratif:

Pengendalian administratif yang dapat diterapkan pada PLTS antara lain:

a. Training

Training atau pelatihan adalah salah satu metode pengendalian administrative yang
berguna untuk meningkatkan kompetensi dan keahlian dari pekerja sesuai denganjenis
pekerjaan yang dilakukan. Setelah melakukan training, maka pekerja akan mendapatkan
sertifikat atau lisensi sebagai bukti yang menunjukkan bahwa pekerja tersebut memiliki
kualifikasi dan keahlian untuk melakukan pekerjaannya. Beberapa persyaratan
keselamatan terkait training atau sertifikasi pada pekerjaan PLTS:

Sertifikasi / Training Jenis Pekerjaan


Kelistrikan Operasi, maintenance, instalasi, memperbaiki peralatan
listrik
Welder / Pengelasan Pengelasan dan pemotongan
Refrigeration technician Mengoperasikan, memelihara, dan menginstal
certificate perangkat pendingin
Smart PV Service Memberikan panduan dan kinerja pemasangan dan
pemeliharaan solar panel

21
Bekerja di Ketinggian Memasang dan memelihara peralatan pada ketinggian
(TKPK, TKBT) lebih dari 2 meter
Emergency Rescue Teknik penyelamatan dan perlindungan tenaga kerja
serta property ketika terjadi keadaan darurat
Sertifikat Menyelam Operation dan maintenance pada anchor, PLTS
(Diving) terapung

b. Stop Work Authority (SWA)

Stop Work Authority adalah kebijakan atau otoritas yang diberikan kepada setiap pekerja
untuk menghentikan suatu aktivitas yang tidak aman atau dapat menimbulkan kecelakaan
kerja. Stop Work Authority dapat diberikan ketika:

• Terjadi cuaca buruk ketika melakukan operasi kerja atau maintenance, contoh
terjadi hujan deras, petir, badai, angin kencang, gempa bumi, dan bencana lainnya

• Pekerja tidak memiliki sertifikat/lisensi

• Pekerja tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)

• Pekerja tidak memiliki Surat Ijin Kerja ketika memasuki area kerja

• Tidak ada penerangan yang cukup ketika bekerja pada malam hari

c. Ijin Kerja (Work Permit)

Ijin kerja adalah sistem ijin bekerja secara tertulis yang digunakan untuk mengontrol jenis
pekerjaan tertentu yang berpotensi bahaya dan untuk memastikan bahwa pekerjaan
dilakukan dengan aman dan efisien. Izin kerja juga bisa dipakai sebagai alat untuk
mengidentifikasi sebuah pekerjaan yang akan dikerjakan, potensi-potensi yang dapat
membahayakan pekerjaan dan juga sebagai tindakan pencegahan maupun pengendalian
potensi bahaya tersebut.

Tabel 6. Tipe dan aktivitas yang memerlukan ijin kerja atau work permit

Tipe Ijin Kerja Jenis Pekerjaan


Hot Work Permit ▪ Penggunaan api terbuka
▪ Patri (brazing)
▪ Las listrik, las gas/karbit (Oxy-Fuel Welding)
▪ Pemotongan (torch cutting)
▪ Grinding
▪ Soldering
▪ Torch-applied roofing
▪ Pengoperasian peralatan penghasil panas, contoh
Heat gun
Electrical Work Permit ▪ Perbaikan atau pemasangan kontaktor/isolator
▪ Perbaikan/pemasangan peralatan kontrol dan
proteksi listrik
Working at Height Permit ▪ Melakukan pekerjaan di ketinggian

22
Bekerja di permukaan air ▪ Melakukan pekerjaan di atas permukaan air dan
ketika menyelam di dalam air untuk pengoperasian
dan maintenance PLTS terapung

Pada upaya mitigasi menggunakan izin kerja (work permit), terdapat beberapa hal
yang perlu diketahui oleh manajemen antara lain:

1) Formulir izin kerja minimal memberikan informasi sebagai berikut:

a. Deskripsi pekerjaan,

b. Deskripsi lokasi,

c. Rincian peralatan kerja,

d. Rincian potensi bahaya,

e. Rincian tindakan pencegahan yang akan dilakukan,

f. Rincian APD yang diperlukan selama melakukan pekerjaan,

g. Orang lain yang diizinkan,

h. Batas waktu permit,

i. Persyaratan memiliki sertifikat/lisensi

j. Tanda tangan orang yang bertanggung jawab,

k. Tanda tangan orang yang mengeluarkan permit,

l. Tanda tangan ketika ketika terjadi pergantian shift kerja,

m. Keterangan bahwa orang yang bertanggung jawab dalam pekerjaan telah melakukan
pekerjaan selesai, atau belum selesai dan lokasi telah ditinggalkandalam kondisi
aman,

n. Tanda tangan orang yang mengeluarkan izin yang mengkonfirmasikan bahwa lokasi
telah diperiksa dan peralatan telah dikembalikan atau isolasi dalam keadaan aman
atau izin/permit dibatalkan.

2) Alat Pelindung Diri

Alat pelindung diri adalah hierarki pengendalian terakhir yang dapat dilakukan dalam
mengendalikan bahaya dan risiko pada PLTS. Alat pelindung diri adalah kelengkapan yang
wajib digunakan saat bekerja untuk melindungi dan meminimalisir risiko ketika terjadi hal
yang membahayakan.

23
Gambar 10. Alat pelindung diri

24
BAB 3
PENGAMAN DIRI DAN PERLENGKAPAN
KESELAMATAN KERJA
3.1. Dasar Hukum Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri ketika bekerja telah diatur dalam Undang-undang dan Peraturan
Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi. Ringkasan dasar hukum alat pelindung diri
antara lain:

Dasar Hukum Uraian

Undang-undang No.1 a. Pasal 3 ayat (1) butir f: Dengan peraturan perundangan


tahun 1970 ditetapkan syarat-syarat untuk memberikan APD
b. Pasal 9 ayat (1) butir c: Pengurus diwajibkan
menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja
baru tentang APD.
c. Pasal 12 butir b: Dengan peraturan perundangan diatur
kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk memakai
APD.
d. Pasal 14 butir c: Pengurus diwajibkan menyediakan APD
secara cuma-cuma.
Permenakertrans Pasal 4 ayat (3) menyebutkan kewajiban pengurus
No.Per.01/MEN/1981 menyediakan alat pelindung diri dan wajib bagi tenaga kerja
untuk menggunakannya untuk pencegahan penyakit akibat
kerja
Permenakertrans Pasal 2 butir I menyebutkan memberikan nasehatmengenai
No.Per.03/MEN/1982 perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan alat
pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta
penyelenggaraan makanan di tempat kerja.
Permenakertrans Pasal 2 ayat (2) menyebutkan tenaga kerja yang mengelola
No.Per.03/Men/1986 Pestisida harus memakai alat-alat pelindung diri yang
berupa pakaian kerja, sepatu lars tinggi, sarung tangan,
kacamata pelindung atau pelindung muka dan pelindung
pernafasan
Permenakertrans No. ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
PER.08/MEN/VII/2010 sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 3, Pasal 4 ayat (1),
Pasal 9, Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja maka
peraturan ini mengatur mengenai alat pelindung diri

3.2. Jenis-jenis Alat Pelindung Diri dan Fungsinya

Alat pelindung diri harus digunakan selama bekerja di area proyek PLTS. Penggunaan alat
pelindung diri harus sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan. Alat pelindung

25
diri harus sesuai dengan standar dan persyaratan yang berlaku, jika alat pelindung diri
sudah tidak berfungsi dengan baik atau habis batas waktu penggunaannya maka alat
pelindung diri harus diganti.

Pengurus atau pemberi kerja wajib menyediakan alat pelindung diri untuk pekerja. Alat
pelindung diri biasanya digunakan pada bagian kepala, tangan, kaki, dan wajah yang
meliputi pelindung mata dan saluran pernapasan, pelindung telinga, pakaian pelindung
maupun sabuk keselamatan.

Gambar 11. Jenis alat pelindung diri

3.2.1. Alat pelindung kepala

Fungsi melindungi kepala dari benturan, sengatan listrik, korosif, uap


panas/dingin dan bahaya lainnya
Ketentuan a. Tahan terhadap tusukan benda tajam.
b. Dapat menyerap kejutan pukulan.
c. Tahan terhadap air dan tidak mudah terbakar

Gambar 12. Alat pelindung kepala

3.2.2. Alat pelindung mata/muka

Fungsi Melindungi mata dari percikan bahan bahan, korosif, kemasukan


debu atau partikel kecil yang melayang di udara, pemaparan gas
uap yang menyebabkan iritasi mata, radiasi gelombang
eletromagnetik, serta benturan atau pukulan benda keras
Tipe a. Kacamata Safety
b. Goggles
c. Perisai Pengelasan (Welding)
d. Kacamata Pengaman Laser

26
e. Perisai Wajah
Ketentuan a. Mampu melindungi mata dan wajah dari bahaya spesifik
b. Nyaman dan dapat digunakan bersama APD lain
c. Tahan lama dan mudah dibersihkan
d. Tahan terhadap lemparan benda benda.
e. Dapat menyerap kejutan pukulan.
f. Tahan terhadap air dan tidak mudah terbakar
g. Dapat melindungi mata dari radiasi

Gambar 13. Alat pelindung mata/muka

3.2.3. Alat pelindung kaki

Fungsi Melindungi kaki dari tertimpa benda berat, terbakar oleh logam cair,
bahan kimia korosif, dermatitis/eksim karena zat kimia, tersandung
atau tergelincir
Tipe a. Safety shoes
b. Sepatu dengan sol dilapisi logam
c. Sepatu jahit tanpa paku (mencegah bahaya listrik)
d. Sepatu boot
e. Sepatu vinyl
f. Sepatu nitrile

Gambar 14. Alat pelindung kaki

3.2.4. Alat pelindung tangan

Fungsi Melindungi tangan dari benda-benda tajam, bahan kimia, kontakarus


listrik, api, panas, dingin, radiasi elektromagnetik, radiasi mengion,
benturan, pukulan, luka, lecet, infeksi

27
Model a. Gloves (sarung tangan)
b. Mitten (jempol terpisah dan 4 jari menyatu)
c. Hand pad (melindungi telapak tangan)
d. Sleve (pergelangan tangan sampai lengan biasanya digabung
dengan sarung tangan)
Bahan a. Sarung Tangan Metal Mesh
b. Sarung Tangan Kulit
c. Sarung Tangan Vinil dan Neoprene
d. Sarung Tangan Karet
e. Sarung Tangan Padded Cloth
f. Sarung Tangan Heat Resistant
g. Sarung Tangan Latex Disposable

Gambar 15. Alat pelindung tangan

3.2.5. Alat pelindung saluran pernafasan

Fungsi Melindungi pernafasan terhadap gas, uap, debu atau udara yang
terkontaminasi di tempat kerja yang bersifat racun, korosi ataupun
rangsangan
Model a. Masker (melindungi dari debu/partikel yang masuk ke dalam
pernafasan)
b. Respirator (melindungi pernafasan dari debu, kabut, uap logam,
asap dan gas)
Tipe a. Respirator yang memurnikan udara
b. Respirator dengan suplai udara bersih
c. Respirator dengan suplai oksigen

Gambar 16. Alat pelindung saluran pernafasan

3.2.6. Alat pelindung telinga

Fungsi Melindungi pernafasan terhadap gas, uap, debu atau udara yang
terkontaminasi di tempat kerja yang bersifat racun, korosi ataupun
rangsangan
Model a. Sumbat Telinga (Ear Plug)

28
b. Tutup Telinga (Ear Muff)

Tabel 7. Perbedaan Ear plug dan Ear Muff

Parameter Ear Plug Ear Muff


Keuntungan a. Kecil dan mudah dibawa a. Variasi atenuasi antar pengguna
b. Nyaman untuk digunakan sedikit
secara bersamaan dengan b. Dirancang sedemikian rupa
pengaman lainnya sehingga cocok semua ukuran
c. Lebih nyaman dipakai untuk kepala
waktu yang lama di tempat c. Mudah terlihat dari kejauhan
yang panas atau lembab untuk membantu dalam
d. Nyaman untuk digunakan di pemantauan penggunaan
daerah kerja terbatas d. Tidak mudah salah tempat atau
hilang
e. Dapat dipakai pada pekerja
dengan
f. infeksi telinga ringan

Kerugian a. Membutuhkan lebih banyak a. Kurang portable dan lebih berat


waktu untuk penyesuaian b. Kurang nyaman untuk digunakan
b. Lebih sulit ketika dengan peralatan pelindung
memasukkan maupun pribadi lainnya
mengeluarkan dari telinga c. Kurang nyaman di tempat yang
c. Memerlukan tingkat panas dan lembab
kebersihan yang tinggi d. Kurang nyaman untuk digunakan
d. Dapat terjadi iritasi saluran di daerah kerja terbatas
telinga e. Dapat mengganggu saat
e. Mudah salah penempatan memakai kaca mata keselamatan,
f. Lebih sulit untuk melihat dan karena akan menimbulkan celah
memantau penggunaan antara seal ear muff dengan kulit
karena terganjal frame kaca mata

Gambar 17. Ear plug dan ear muff

3.2.7. Pakaian pelindung

Fungsi Menutupi seluruh atau sebagian tubuh dari percikan api, panas,
suhu, dingin, cairan kimia dan minyak
Bahan kain dril, kulit, plastik, asbes atau kain yang dilapisi aluminium

29
Tipe a. Flame resistant cotton atau duck (untuk bahaya panas atau
percikan api sedang)
b. Special flame-resistant and heat resistant synthetic fabrics (untuk
memadamkan api)
c. Rubber, neoprene, vinyl or other protective material (untuk
pekerjaan-pekerjaan yang basah atau menanggulangi asam,
korosi dan zat-zat kimia

Gambar 18. Pakaian pelindung

3.2.8. Sabuk Tubuh

Fungsi Melindungi tubuh dari kemungkinan terjatuh dari ketinggian,


melindungi tubuh dari cedera ketika terjatuh dari ketinggian
Tipe Full Body Harness

Gambar 19. Sabuk tubuh

3.2.9. Penahan Jatuh

Fungsi Menahan tubuh dari kemungkinan terjatuh dari ketinggian


Tipe Single/Double hook landyard with absorber, retraclable, fall arrester

Gambar 20. Penahan jatuh

30
3.2.10. Pelampung.

Fungsi Melindungi tubuh dari kemungkinan tenggelam untuk pekerjaan di


area PLTS terapung
Tipe Pelampung, life jacket

Gambar 21. Pelampung

3.3. Perawatan dan Pemeliharaan APD

APD merupakan salah satu peralatan keselamatan yang perlu dijaga dan dirawat untuk
menjaga keamanan pekerja. Perawatan APD berarti turut mnejaga keselamatan pekerja
di tempat kerja. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk merawat APD yaitu:

1. Meletakkan APD pada tempatnya setelah selesai digunakan

2. Melakukan pembersihan secara berkala

3. Memeriksa APD sebelum dipakai untuk mengetahui adanya kerusakan atau tidak
layak pakai

4. Memastikan APD yang digunakan aman untuk keselamatan jika tidak sesuai maka
perlu diganti dengan yang baru.

5. Melakukan pemeriksaan rutin termasuk cara penyimpanan, kebersihan serta


kondisinya

3.4. Rambu Rambu K3

Safety Sign atau Rambu K3 merupakan salah satu cara yang menginformasikan potensi
bahaya-bahaya keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja pada area atau peralatan
kerja serta aktivitas tertentu. Rambu K3 bertujuan untuk mengantisipasi sedini mungkin
bahaya yang muncul di area tersebut dan meminimalisir risiko yang dapat terjadi pada
setiap orang di lokasi baik pekerja, tamu, dan kontraktor. Ada banyak sekali rambu-
rambu K3 dan para ahli telah membaginya menjadi beberapa kelompok agar lebih mudah
dipahami oleh semua orang.

Rambu-rambu K3 ada banyak dan para ahli berusaha agar rambu K3 tersebut dapat
dipahami oleh semua orang dengan mudah. Sebagai dasar pengetahuan sebaiknya
rambu-rambu yang ada di tempat kerja bisa diinformasikan melalui safety induction. Untuk
memudahkan pengenalan potensi bahaya melalui rambu K3, biasanya rambu-

31
rambu tersebut dibuat dalam berbagai bentuk geometri maupun warna tertentu.
Warna rambu-rambu K3 antara lain:

1. Kuning (caution/waspada)

2. Biru (notice/perhatian)

3. Merah (danger/bahaya)

4. Hijau (emergency/safety/zona aman)

Gambar 22. Rambu-rambu K3

32
BAB 4
SISTEM MANAJEMEN K3 PLTS
4.1. Manajemen K3

Organisasi yang mengatur keselamatan dan kesehatan kerja sangat diperlukan dalam
perkembangan PLTS. Hal ini sesuai dengan regulasi yang ada guna menciptakan
keamanan dalam bekerja sesuai norma dan standar yang berlaku. Organisasi yang
mengatur tentang keselamatan dan kesehatan kerja disebut sebagai Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

SMK3 merupakan bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi
struktur organisasi perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur proses dan
sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan pencapaian, pengkajian dan
pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian
risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman.
Tabel berikut mendeskripsikan aktivitas terkait penerapan SMK3 di PLTS.

Tabel 8. Penerapan SMK3 di PLTS

No Fungsi SMK3 Rencana Kegiatan Uraian


1 Penetapan • melakukan tinjauan Kebijakan K3 minimal memuat
kebijakan K3 awal kondisi K3 visi, misi, tujuan perusahaan,
termasuk identifikasi komitmen dan tekad
bahaya, penilaian dan melaksanakan kebijakan serta
pengendalian risiko kerangka program kerja
• memperhatikan menyeluruh yang bersifat
peningkatan kinerja umum dan operasional
manajemen K3 secara
terus-menerus
• memperhatikan
masukan dari
pekerja/buruh dan/atau
serikat pekerja/serikat
buruh.
2 Perencanaan Pertimbangan dalam Rencana K3 paling sedikit
K3 perencanaan K3: memuat:
• hasil penelaahan awal; • tujuan dan sasaran;
• identifikasi potensi • skala prioritas;
bahaya, penilaian, dan • upaya pengendalian
pengendalian risiko; bahaya;
• peraturan perundang- • penetapan sumber daya;
undangan dan
• jangka waktu pelaksanaan;
persyaratan lainnya;
dan • indikator pencapaian; dan
• sumber daya yang • sistem pertanggungjawaban
dimiliki

33
3 Pelaksanaan • Dilaksanakan oleh Pelaksanaan K3 meliputi:
rencana K3 sumber daya manusia • tindakan pengendalian;
yang kompeten
• perancangan (design) dan
• Didukung sarana rekayasa;
prasaran memadai (unit
• prosedur dan instruksi kerja;
penanggung jawab K3,
biaya K3, SOP, instruksi • penyerahan sebagian
kerja) pelaksanaan pekerjaan;
• pembelian/pengadaan
barang dan jasa;
• produk akhir;
• upaya menghadapi keadaan
darurat kecelakaan dan
bencana industri; dan
• rencana dan pemulihan
keadaan darurat.

4 Pemantauan • melakukan audit Audit SMK3 meliputi:


dan evaluasi internal • pembangunan dan
kinerja K3 pelaksanaan komitmen
• pembuatan dan
pendokumentasian rencana
K3
• pengendalian dokumen
• pembelian dan
pengendalian produk
• keamanan bekerja
berdasarkan SMK3
• standar pemantauan
• pelaporan dan perbaikan
kekurangan
• pengelolaan material dan
perpindahannya
• pengumpulan dan
penggunaan data
• pemeriksaan SMK3
• pengembangan keterampilan
dankemampuan

5 Peninjauan dan • memperbaiki kinerja • mengubah struktur organisasi


peningkatan manajemen K3 • mendengar masukan tenaga
kinerja K3 kerja dll

Menurut PP Nomor 50 Tahun 2012, SMK3 harus dibentuk apabila sebuah perusahaan
memiliki tenaga kerja lebih dari 100 orang atau pekerjaan tersebut memiliki potensi
bahaya yang tinggi. Meskipun demikian, perusahaan yang tidak memenuhi kriteria sesuai
PP Nomor 50 Tahun 2012 wajib memiliki unit K3 untuk menjamin keamanan tenaga kerja
di tempat kerja sesuai undang-undang.

34
4.2. Langkah-Langkah Penerapan K3

Dalam menerapkan SMK3 ada beberapa tahapan yang harus dilakukan agar SMK3
tersebut menjadi efektif, karena SMK3 mempunyai elemen-elemen atau persyaratan-
persyaratan tertentu yang harus dibangun di dalam suatu organisasi atau perusahaan.
Sistem Manajemen K3 juga harus ditinjau ulang dan ditingkatkan secara terus menerus
dalam pelaksanaanya untuk menjamin bahwa sistem itu dapat berperan dan berfungsi
dengan baik serta berkontribusi terhadap kemajuan perusahaan. Dalam implementasinya
SMK3 mempunyai 2 tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pengembangan dan
penerapan. Tahap persiapan merupakan tahapan awal yang harus dilakukan oleh
perusahaan. Dalam tahap ini melibatkan lapisan manajemen, sejumlah personel, mulai
dari menyatakan komitmen sampai dengan kebutuhan sumber daya yang diperlukan.
Adapun tahap pengembangan dan penerapan, mencakup beberapa langkah yang harus
dilakukan oleh perusahaan dengan melibatkan banyak personel, mulai dari melaksanakan
sosialisasi dan melaksanakan sendiri kegiatan audit internal serta tindakan perbaikannya
sampai sertifikasi. Penerapan SMK3 pada tahap persiapan dan tahap penerapan
dideskripsikan pada tabel berikut.

Tabel 9. Penerapan SMK3 pada tahap persiapan dan tahap penerapan

Tahap Persiapan Tahap Penerapan


• komitmen manajemen puncak • menyatakan komitmen
• menentukan ruang lingkup • menetapkan cara penerapan
• menetapkan cara penerapan • membentuk kelompok kerja
• membentuk kelompok penerapan penerapan
• menetapkan sumber daya yang • melakukan menetapkan sumber daya
diperlukan. yang diperlukan
• kegiatan penyuluhan
• peninjauan sistem
• penyusunan jadwal kegiatan
• pengembangan Sistem Manajemen
K3
• penerapan sistem
• proses sertifikasi.

Dalam penerapan SMK3, Pengembang PLTS dapat menggunakan jasa konsultan dengan
pertimbangan pengalaman dan kompetensi yang dimiliki, independensi serta memiliki
waktu yang cukup karena tidak dibebani tugas-tugas lain dari pengembang.

4.3. Proses Safety Management

Process Safety Management (PSM)/Manajemen Keselamatan Proses (MKP) dapat


diartikan sebagai sistem manajemen yang dilakukan perusahaan melalui pendekatan
proaktif dalam mengidentifikasi, memberikan pengertian dan pengendalian terhadap
bahaya dari keseluruhan aktivitas ataupun proses sebagai upaya perlindungan di tempat
kerja. Proses ini dapat mengacu ke dalam standar OSHA 3132 dan 3133 yang juga
berfokus kepada pencegahan, persiapan, mitigasi, respon serta upaya pemulihan yang
harus dilakukan. Sehingga harapannya, akan didapatkan keputusan-keputusan penting
yang mengarah kepada insiden serius, kejadian yang tidak terduga di luar kendali pekerja
untuk memastikan bahwa semua bahaya telah diidentifikasi dan dikontrol di tiap
prosesnya.

35
Terdapat 14 elemen yang harus dilakukan dalam penerapan Process Safety
Management, diantaranya:

1. Employee Participation

2. Process Safety Information

3. Process Hazards Analysis

4. Operating Procedures

5. Training

6. Contractor’s obligation

7. Pre-startup safety review

8. Mecahnical Integrity

9. Hot Work Permit

10. Management of Change

11. Incident Investigation

12. Emergency Planning and Response

13. Compliance Audit

14. Trade Secret

36
BAB 5
PENGELOLAAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA PADA PLTS
5.1. Pengelolaan Keselamatan Kerja

Pengendalian bahaya keselamatan juga dapat dilakukan melalui pengelolaan keselamatan


kerja. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi keselamatan kerja antara kualitas
peralatan yang digunakan, prosedur atau petunjuk pelaksanaan pekerjaan serta
pengendalian pada subkontraktor dan pemasok. Upaya untuk menghilangkan/mengurangi
bahaya atas risiko pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Pengelolaan keselamatan kerja

Komponen Daftar periksa


Mutu Peralatan • SOP penggunaan peralatan kerja (alat angkat, alat
angkut, alat berat, mesin perkakas)
• Inspeksi peralatan kerja
• Pemasangan stiker laik operasi pada peralatan kerja
yang lulus inspeksi

SOP sistem keamanan • Petunjuk pelaksanaan kerja/program kerja


bekerja • Instruksi kerja
• Penggunaan APD

Penyedia dapat membuat prosedur dan instruksi kerja pada setiap pekerjaan yang
dilaksanakan. Contoh pekerjaan yang memerlukan instruksi kerja adalah sebagai berikut:

a. Prosedur induksi keselamatan konstruksi


b. Prosedur identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan peluang
c. Prosedur pengukuran kinerja keselamatan konstruksi
d. Prosedur inspeksi keselamatan konstruksi
e. Prosedur komunikasi
f. Prosedur keselamatan kelistrikan
g. Prosedur tinjauan manajemen
h. Prosedur pemenuhan peraturan perundangan keselamatan konstruksi
i. Instruksi kerja bekerja di ketinggian
j. Instruksi kerja pemasangan perancah
k. Instruksi kerja Alat Pelindung Kerja (APK)
l. Instruksi kerja Alat Pelindung Diri (APD)

37
5.2. Keselamatan Konstruksi PLTS

5.2.1. Rencana Keselamatan Kerja Konstruksi (RKK)

Rencana Keselamatan Konstruksi (RKK) adalah dokumen telaah tentang Keselamatan


Konstruksi yang memuat elemen SMKK dan merupakan satu kesatuan dengan dokumen
Kontrak. Setiap RKK memuat elemen SMKK yang terdiri atas:

a. kepemimpinan dan partisipasi tenaga kerja dalam Keselamatan Konstruksi;


b. perencanaan Keselamatan Konstruksi;
c. dukungan Keselamatan Konstruksi;
d. operasi Keselamatan Konstruksi;
e. evaluasi kinerja penerapan SMKK.

Tabel 11. Deskripsi muatan substansi RKK pekerjaan konstruksi/konstruksi


terintegrasi

Elemen Sub elemen


Kepemimpinan dan • Kepedulian pimpinan terhadap isu eksternal dan internal
partisipasi tenaga kerja • Organisasi pengelola SMKK
dalam keselamatan
• Komitmen keselamatan konstruksi dan partisipasi
konstruksi
tenagakerja
• Supervisi, training, akuntabilitas, sumber daya dan
dukungan
Perencanaan • IBPRP
keselamatan konstruksi • Rencana tindakan keteknikan, manajemen dan tenaga
kerja yang tertuang dalam sasaran dan program
• Pemenuhan standar dan peraturan perundang-undangan
keselamatan konstruksi
Dukungan • Sumber daya berupa teknologi, peralatan, material dan
keselamatan konstruksi biaya
• Kompensasi tenaga kerja
• Kepedulian organisasi
• Manajemen komunikasi
• Informasi terdokumentasi
Operasi keselamatan • Perencanaan implementasi RKK
konstruksi • Pengendalian operasi keselamatan konstruksi
• Kesiap-siagaan terhadap kondisi darurat
• Investigasi kecelakaan konstruksi
Evaluasi kinerja • Pemantauan atau inspeksi
penerapan SMKK • Audit
• Evaluasi
• Tinjauan manajemen
• Peningkatan k inerja keselamatan konstruksi

38
Tabel 12. Muatan Substansi RKK Konsultasi Konstruksi Pengawasan/ Manajemen
Penyelenggaraan Konstruksi

Elemen Sub elemen


Kepemimpinan dan Lembar komitmen rencana aksi keselamatan konstruksi
partisipasi tenaga kerja
dalam keselamatan
konstruksi
Perencanaan • Identifikasi bahaya dan pengendalian risiko (IBPR)
keselamatan konstruksi • Peraturan perundang-undangan dan standar
• Sasaran dan program pengawasan
Dukungan • Kompetensi
keselamatan konstruksi • Biaya
Operasi keselamatan • Struktur organisasi pengawasan pekerjaan konstruksi
konstruksi • Pengelolaan keselamatan konstruksi
Evaluasi kinerja • Laporan hasil pengawasan pelaksanaan pekerjaan
penerapan SMKK (sekurang-kurangnya mencakup lembar pengawasan dan
formulir izin kerja yang telah ditandatangani)
• Laporan penerapan pelaksanaan RKK pekerjaan
konstruksi

Rencana Keselamatan Konstruksi (RKK) biasanya terdiri atas:

a. RKK pengawasan, disusun oleh penyedia jasa konsultasi pengawasan


b. RKK manajemen penyelenggaraan konstruksi, disusun oleh penyedia jasa
manajemen penyelenggaraan konstruksi
c. RKK pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi, disusun oleh penyedia jasa pekerjaan
konstruksi

Dalam hal pekerjaan konsultansi pengawasan memiliki besaran kurang dari


Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), RKK pengawasan hanya memuat:

a. prosedur dan/atau instruksi kerja pengawasan;


b. formulir izin kerja yang telah ditandatangani; dan
c. laporan penerapan RKK pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi.

Jika pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan risiko keselamatan konstruksi kecil


melalui pengadaan langsung, maka RKK hanya memuat:

a. kebijakan Keselamatan Konstruksi


b. pengadaan alat pelindung diri dan alat pelindung kerja
c. rambu keselamatan sesuai identifikasi bahaya
d. jadwal inspeksi

39
5.2.2. Rencana Mutu Pekerjaan Konstruksi

Rencana Mutu Pekerjaan Konstruksi (RMPK) adalah dokumen kajian tentang keselamatan
konstruksi yang memuat uraian metode pekerjaan, rencana inspeksi dan pengujian, serta
pengendalian subpenyedia jasa dan pemasok, dan merupakan satu kesatuan dengan
dokumen kontrak. Setiap Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi wajib menyusun
Penjaminan Mutu dan Pengendalian Mutu (PMPM) pekerjaan konstruksi dalam RMPK.

RMPK minimum terdiri dari:

a. Struktur organisasi penyedia jasa beserta hubungan kerja antara pengguna jasa
dan subpenyedia jasa
b. Jadwal pelaksanaan pekerjaan
c. Gambar dan spesifikasi teknis
d. Tahapan pekerjaan
e. Rencana metode pelaksanaan kerja (work method statement) terdiri atas komponen
metode kerja, tenaga kerja konstruksi, material, alat, dan aspek keselamatan
konstruksi
f. Rencana pemeriksaan dan pengujian;
g. Pengendalian subpenyedia jasa, meliputi kriteria persyaratan pemilihan subpenyedia
jasa yang dilakukan oleh penyedia jasa pelaksana konstruksi sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh pengguna jasa
h. Pengendalian pemasok meliputi jenis pekerjaan yang dipasok, jumlah pemasok,
kriteria, dan prosedur pemilihan.

5.3. Pengelolaan Kesehatan kerja

Tenaga kerja merupakan faktor yang penting dalam proses PLTS. Pengelolaan kesehatan
kerja sama juga berarti mengelola aset tenaga kerja agar dapat melakukan konstruksi
PLTS sampai dinyatakan selesai. Oleh karena itu perlu dilakukan beberapa aktivitas untuk
menjaga kebugaran dan kesehatan tenaga kerja selama konstruksi di lokasi PLTS. Hal ini
bertujuan untuk mencegah gangguan kesehatan dan penyakit yang diakibatkan oleh
proyek PLTS. Contoh upaya pengelolaan kesehatan dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Contoh pengelolaan kesehatan kerja

Kegiatan Uraian
Pemeriksaan Kesehatan • SOP pemeriksaan kesehatan berkala, pemeriksaan
kesehatan khusus, pencegahan penyakit menular dan
penyakit akibat kerja
• pemeriksaan kesehatan bagi seluruh pekerja
• menyediakan klinik dan fasilitas kesehatan
• memberikan fasilitas P3K
Pemberantasan penyakit • koordinasi dengan instansi terkait fogging
menular dan berbahaya • sosialisasi pencegahan penyakit menular akibat virus
dsb

40
Kegiatan Uraian
Peningkatan kesegaran • Olahraga rutin secara berkala
jasmani untuk menjamin • Memberikan suplemen (vitamin dsb)
kebugaran pekerja.
Perlindungan sosial Mendaftarkan pekerja ke program jaminan
tenaga kerja ketenagakerjaan dan jaminan kesehatan

5.4. Pengelolaan lingkungan hidup

Pengelolaan lingkungan kerja selama konstruksi PLTS dapat dituangkan dalam Rencana
Kerja Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (RKPPL). Beberapa parameter
pengelolaan lingkungan selama konstruksi dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Aktivitas pengelolaan lingkungan di area PLTS

Parameter Uraian

Pengukuran Kondisi • Petunjuk kerja terkait pengelolaan lingkungan


Lingkungan • SOP pencegahan polusi air, tanah dan udara
Tata Graha (House • Prosedur pengelolaan tata graha (house keeping)
keeping) • Program tata graha kerja harian, mingguan, bulanan
• Petunjuk pengelolaan sampah/limbah di area PLTS
Pengolahan Sampah
• Penyediaan fasilitas penampungan sampah/limbah
dan Limbah
• Pemisahan sampah/limbah sesuai tipe sampah/limbah

5.5. Kesiapsiagaan terhadap kondisi darurat

Setiap pekerja di area PLTS harus memiliki kesadaran dan kesiapsiagaan pada kondisi
darurat. Kondisi darurat dapat terjadi kapan saja baik disebabkan oleh bencana alam
maupun kesalahan prosedur pekerjaan. Agar para pekerja siapa dan sigap dalamkondisi
darurat, perlu dilakukan sosialisasi dan publikasi serta pelatihan kondisi tanggap darurat.
Beberapa hal yang dapat disiapkan untuk menghadapi kondisi darurat antara lain:

a. Membuat SOP tanggap darurat


Memuat prosedur dan/atau petunjuk kerja tanggap darurat sesuai dengan sifat
dan klasifikasi Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi yang dikerjakan yang
ditandatangani oleh Ahli Teknik terkait dan Penanggung Jawab Keselamatan
Konstruksi.

b. Membuat SOP penyelidikan insiden kerja


Prosedur merupakan petunjuk kerja penyelidikan insiden (kecelakaan, kejadian
berbahaya, dan penyakit akibat kerja) yang ditandatangani oleh Penanggung Jawab
Keselamatan dan Konstruksi Kepala Pelaksana Pekerjaan Konstruksi.

41
BAB 6
KESELAMATAN PENGOPERASIAN DAN
PEMELIHARAAN PLTS
6.1. Keselamatan Ketenagalistrikan

Keselamatan Ketenagalistrikan (K2) adalah segala upaya atau langkah-langkah


pengamanan instalasi tenaga listrik dan pengamanan pemanfaatan tenaga listrik untuk
mewujudkan kondisi andal bagi instalasi dan kondisi aman dari bahaya bagi manusia,
serta kondisi akrab lingkungan (ramah lingkungan), dalam arti tidak merusak lingkungan
hidup di sekitar instalasi tenaga listrik.

Berdasarkan UU No 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan bahwa setiap usaha


ketenagalistrikan wajib memenuhi ketentuan Keselamatan Ketenagalistrikan.

Upaya yang dapat dilakukan untuk merealisasikan keselamatan ketenagakerjaan:


a) Standarisasi
b) Penerapan 4 pilar keselamatan ketenagalistrikan
c) Sertifikasi
d) Penerapan SOP/Instruksi Kerja
e) Adanya pengawas pekerjaan

Gambar 23. Empat Pilar Keselamatan Ketenagalistrikan

Lingkup K2 meliputi:
• Pemenuhan standardisasi peralatan dan pemanfaatan tenaga listrik
• Pengamanan instalasi tenaga listrik
• Pengamanan pemanfaatan tenaga listrik

Kegiatan K2 yang mempunyai potensi bahaya pada beberapa tahap tertentu. Oleh
karena itu diperlukan pemenuhan keselamatan ketenagalistrikan meliputi:
• Setiap instalasi tenaga listrik yang beroperasi wajib memiliki Sertifikat Laik Operasi
• Setiap badan usaha penunjang tenaga listrik wajib memiliki Sertifikat Badan Usaha
• Setiap tenaga teknik dalam usaha ketenagalistrikan wajib memiliki Sertifikat
Kompetensi

42
6.2. Sistem Manajemen Keselamatan Ketenagalistrikan (SMK2)

Sistem manajemen keselamatan ketenagalistrikan adalah bagian dari sistem manajemen


badan Usaha secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan
dengan ketenagalistrikan guna terciptanya keselamatan ketenagalistrikan.Pemilik instalasi
tenaga listrik bertanggung jawab terhadap penerapan SMK2. Penanggung jawab
keselamatan ketenagalistrikan merupakan penanggung jawab teknik yang menduduki
jabatan tertentu dan diberi kewenangan dalam pengambilan keputusan atas terwujudnya
keselamatan ketenagalistrikan.

Sistem Manajemen Keselamatan Ketenagalistrikan (SMK2) merupakan bagian integral dari


sistem manajemen Badan Usaha secara keseluruhan, yang dirancang untuk
mengendalikan risiko yang terkait dengan ketenagalistrikan. SMK2 bertujuan utama untuk
menciptakan Keselamatan Ketenagalistrikan yang andal dan aman. Penerapan SMK2
mencakup instalasi pembangkit tenaga listrik dengan kapasitas ≥ 5 MW, instalasi transmisi
tenaga listrik, instalasi distribusi tenaga listrik, serta instalasi pemanfaatan tenaga listrik
dengan kapasitas ≥ 200 kVA. SMK2 harus diterapkan dalam semua tahapan kegiatan,
termasuk pengoperasian dan pemeliharaan sistem tenaga listrik, guna memastikan
keselamatan dan keandalan operasional ketenagalistrikan secara menyeluruh.

6.3. Regulasi Keselamatan Ketenagalistrikan

Latar belakang regulasi keselamatan ketenagalistrikan di Indonesia didasarkan pada


beberapa peraturan yang mengatur tata cara dan standar keamanan dalam industri
ketenagalistrikan. Salah satu regulasi utama yang membahas hal ini adalah Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Pasal 44 Ayat (1) dari UU
tersebut menegaskan bahwa setiap usaha ketenagalistrikan wajib mematuhi ketentuan
keselamatan ketenagalistrikan. Hal ini mencakup berbagai aspek, mulai dari perencanaan,
pembangunan, operasi, hingga pemeliharaan instalasi ketenagalistrikan.

Selain UU 30/2009, pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai


panduan lebih lanjut dalam melaksanakan kebijakan keselamatan ketenagalistrikan. PP
Nomor 05 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
dan PP Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan di Bidang Energi dan Sumber
Daya Mineral memberikan landasan hukum bagi pelaksanaan kegiatan usaha
ketenagalistrikan. Pasal 48 Ayat (5) dalam PP tersebut menegaskan bahwa ketentuan
lebih lanjut mengenai pelaksanaan kegiatan usaha ketenagalistrikan dan penerapan
keselamatan ketenagalistrikan diatur dengan Peraturan Menteri. Hal ini menunjukkan
pentingnya pengaturan yang spesifik dan detail terkait dengan keselamatan dalam
operasional ketenagalistrikan.

Selain regulasi di tingkat nasional, PP Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) juga memberikan dasar hukum
untuk mengembangkan pedoman penerapan SMK3. Pasal 4 Ayat (2) dari PP tersebut
menyatakan bahwa instansi pembina sektor usaha dapat mengembangkan pedoman
penerapan SMK3 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan
adanya regulasi ini, pelaku industri ketenagalistrikan didorong untuk mengadopsi praktik
keselamatan kerja yang baik, termasuk dalam konteks keselamatan ketenagalistrikan.

43
6.4. Hubungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja dengan Keselamatan
Ketenagalistrikan

Dalam konteks keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta keselamatan ketenagalistrikan
(K2), definisi dan lingkup keduanya memiliki peran penting dalam memastikan keamanan
serta kesejahteraan pekerja dan masyarakat yang terlibat dalam industri
ketenagalistrikan. Menurut PP Nomor 50 Tahun 2012, K3 didefinisikan sebagai segala
kegiatan yang bertujuan untuk menjamin dan melindungi keselamatan serta kesehatan
tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan bagian dari
sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang meliputipenetapan kebijakan
K3, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, serta peninjauan dan peningkatan
kinerja K3, dengan tujuan menciptakan tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.

Sementara itu, keselamatan ketenagalistrikan (K2) diatur oleh Peraturan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 10 Tahun 2021. K2 mencakup upaya
pemenuhan standarisasi peralatan dan pemanfaatan tenaga listrik, pengamanan instalasi
tenaga listrik, serta pengamanan pemanfaatan tenaga listrik. Sistem Manajemen
Keselamatan Ketenagalistrikan (SMK2) merupakan bagian dari sistem manajemen badan
usaha secara keseluruhan yang bertujuan mengendalikan risiko yang berkaitan dengan
ketenagalistrikan, dengan fokus menciptakan keselamatan ketenagalistrikanyang andal,
aman bagi instalasi, manusia, dan makhluk hidup lainnya, serta ramah lingkungan.

Dalam konteks instalasi tenaga listrik, K2 mencakup aspek keselamatan manusia dan
makhluk hidup lainnya, sementara K3 melibatkan keselamatan tenaga kerja secara umum.
Namun, penting untuk diingat bahwa K3 juga merupakan bagian dari K2, di mana
keselamatan dan kesehatan pekerja adalah komponen kritis dalam mencapai keselamatan
ketenagalistrikan secara keseluruhan.

Dengan mengintegrasikan K3 dan K2, serta memastikan pemenuhan standar dan regulasi
yang berlaku, industri ketenagalistrikan dapat mencapai tujuan utama: menciptakan
lingkungan kerja yang aman, menjaga keandalan dan keselamatan sistem
ketenagalistrikan, serta memberikan manfaat positif bagi masyarakat dan lingkungan
sekitarnya. Integrasi ini mendukung visi keselamatan dan keberlanjutan dalam industri
ketenagalistrikan, sehingga potensi risiko dan dampak negatif dapat diminimalkan,
sementara manfaat positifnya dapat ditingkatkan.

6.5. Penerapan Keselamatan Ketenagalistrikan

Dalam implementasi Keselamatan Ketenagalistrikan (K2), beberapa tahapan kegiatan


harus diikuti dengan cermat. Mulai dari perencanaan, pembangunan, pemasangan,
pemeriksaan, hingga pengoperasian dan pemeliharaan instalasi tenaga listrik, semua
tahapan ini harus mematuhi ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau, jika belum
ada standar SNI, menggunakan standar internasional atau standar lain yang berlaku.

44
Gambar 24. Penerapan Keselamatan Ketenagalistrikan

45
DRAFT-02_Ver.1

Gambar 25. Penerapan SMK2

46
6.6. Pengoperasian PLTS

Langkah-langkah pengoperasian PLTS meliputi:

No Tahapan Uraian Tahapan


1 Persiapan Pengoperasian • Operator diharuskan telah memahami Keselamatan
Ketenagalistrikan
• Melakukan identifikasi bahaya dan risiko pada PLTS
• Pemeriksaan seluruh komponen dan alat pelindung
diri
• Operator menggunakan alat pelindung diri

2 Pemeriksaan Awal Pemeriksaan Grounding:


• Pastikan seluruh koneksi kabel grounding terpasang
dengan baik
• Pastikan jalur kabel grounding di Solar Charge
Controller/Inverter sudah melewati perangkat
ground fault detection pada inverter dan terminal
grounding inverter terhubung ke sistem grounding
peralatan PLTS off-grid
• Pastikan sensor telah terpasang dengan baik ▪ Pastikan
terminal komunikasi terhubung secara benar

Array Solar Panel


• Pastikan kondisi arrester baik dan koneksiterpasang
dalam keadaan baik di dalam combiner box
• Ukur tegangan arus searah (Vdc) masing-masing
blok/grup
• Periksa kondisi lingkungan (temperatur/suhu,
irradiasi matahari)

Solar Charge Controller


• Periksa peletakan Solar Charge Controller/Inverter
Grid-tied pada tempat yang telah ditentukan sesuai
dengan desain
• Periksa integrasi pengkabelan combiner box
• Periksa koneksi kabel keluaran combiner box ke
koneksi arus searah (DC) Solar Charge Controller
atau Inverter Grid-tied
• Pemeriksaan hasil instalasi

Sistem Baterai
• Periksa apakah prosedur instalasi mekanikal sudah
dipenuhi
• Periksa konektor pada baterai apakah sudah
terpasang dengan benar
• Pastikan tidak ada kebocoran elektrolit

47
• Pastikan posisi breaker DC dan AC dalam posisi
“OFF”
• Pastikan tombol emergency stop berfungsi dan
posisi release
Inverter
• Periksa apakah prosedur instalasi mekanikal sudah
dipenuhi
• Periksa pengkabelan arus searah (DC) dan arus
bolak-balik (AC)
• Pastikan posisi breaker DC dan AC dalam posisi
“OFF”

3 Pemeriksaan Tegangan Sisi Jaringan:


Keluaran • Pastikan urutan Phasa dan Netral pada jaringan dan
terminal inverter sudah benar
• Pastikan tegangan Phasa ke Netral pada jaringan
berkisar 220 Volt AC dan Phasa ke Phasa pada
jaringan berkisar 380 Volt AC

Sisi Arus Searah (DC):


• Pastikan tegangan DC tidak melebihi tegangan
maksimum yang diperbolehkan pada Solar Charge
Regulator / Grid-tied Inverter atau Battery Inverter.
• Pastikan semua polaritas tegangan benar
• Pastikan kekencangan sambungan kabel (jangan
sampai ada yang longgar)
• Starting Up Solar Charge Regulator / Grid-tied
Inverter
• Setelah semua poin diperiksa dan terpenuhi maka
Solar Charge Regulator / Gridtied Inverter sudah siap
di starting up untuk pertama kali

Sisi Optimizer:
• Pastikan optimizer telah terpasang dengan baik
• Pastikan Input dan Output optimizer tidak terbalik
• Ukur resistansi untuk memastikan seluruh optimizer
telah terpasang dengan baik. Untukmemastikannya,
nilai resistansi berkisar 0.9-1 kΩ

4 Pengoperasian Menghidupkan PLTS off-grid AC Coupling


• Pastikan tidak ada pekerjaan atau perbaikan pada
PLTS
• Starting sistem baterai
• Atur circuit breaker yang ada di inverter baterai dan
panel distribusi AC secara berurutan ke posisi “ON”
• Nyalakan Solar Charge Controller/Inverter Grid- tied
dimulai dari master dan dilanjutkan dengan slave.
Berikan waktu perangkat “warming-up” selama
kurang lebih 2 menit
• Nyalakan panel distribusi

48
Menghidupkan PLTS off-grid sistem DC Coupling
• Pastikan tidak ada perbaikan atau pekerjaan di PLTS
• Starting sistem baterai
• Nyalakan inverter dengan hidupkan controller solar
charge dalam sistem, tekan dan tahan tombol
precharge/tombol on sampai battery correctpolarity
menyala, tekan dan tahan tombol ON pada tampilan
panel depan inverter, hidupkan output inverter circuit
breaker, lakukan verifikasi ke panel distribusi AC
untuk mulai memasukkan beban ACke grid
• Starting Solar Charge Controller dengan mematikan
semua peralatan listrik yang terhubung ke inverter,
tekan dan tahan tombol precharge atau tombol ON
hingga indikator menunjukkan ON kemudian
hidupkan circuit breaker baterai panel, charge
controller sudah mulai beroperasi dan lampu
indikator akan menyala atau berkedip

Mematikan PLTS Off-grid


• Matikan atau turunkan semua MCB menuju beban
• Jika diperlukan, dapat mematikan seluruh
komponen
• Inverter tidak perlu dimatikan untuk operasional
harian, cukup dilakukan dengan menurunkan MCB

6.7. Pemeliharaan PLTS

Pemeliharaan komponen PLTS perlu dilakukan secara rutin dan benar. Sebelum melakukan
pemeliharaan, pekerja diharapkan telah memahami dasar-dasar dari kelistrikan,
komponen-komponen PLTS dan keselamatan ketenagalistrikan. Berikut merupakan
tindakan dan langkah pemeliharaan komponen PLTS:

1) Modul PV

a. Pemeriksaan kebersihan modul PV:


• Bersihkan permukaan modul PV dari debu, dedaunan, sampah atau kotoran
dengan kemoceng atau kain berpemukaan halus atau gunakan air bersih jika
sulit dibersihkan (jangan melakukan pembersihan dengan air ketikasiang hari)

b. Pemeriksaan bayangan modul PV:


• Memangkas pohon sampai tidak ada bayangan yang menutupi

c. Pemeriksaan wilayah modul PV:


• Periksa lingkungan sekitar modul PV, potong rumput dan tanaman yang ada di
bawah dan sekitar modul PV

49
d. Pemeriksaan kondisi modul PV:
• Periksa kondisi modul PV, ganti modul PV jika ada yang rusak
• Kencangkan kabel-kabel yang longgar dan periksa kondisi kabel. Jika ada
kabel yang terkelupas, maka tutup dengan isolasi listrik
• Kencangkan baut yang longgar

2) Solar Charge Controller

a. Pemeriksaan kebersihan solar charge controller:


• Tutup solar charge controller jika ada yang terbuka dan bersihan secara
rutin dari debu-debu dan kotoran lainnya

b. Pemeriksaan jalur kabel power dan kabel data:


• Jika terdapat celah maka tutup dengan sealent

c. Pencatatan tegangan Solar Charge Controller pada pagi hari dan malam hari
• Pengukuran tegangan secara langsung dengan menggunakan multi meter

d. Pemeriksaan indikator pengunaan beban menyala


• Pastikan solar charge controller beroperasi dengan baik
• Pastikan kabel yang menuju solar charge controller dalam kondisi yang baik

3) Baterai

a. Pemeriksaan kebersihan
• Gunakan kuas kering atau kemoceng untuk membersihkan debu

b. Pemeriksaan kebocoran cairan pada baterai dan koneksi terminal


• Jika terdapat kebocoran elektrolit dan ditemukan oksidasi maka segera
laporkan ke teknisi
• Pasang isolator pada baterai dan kencangkan

c. Pemeriksaan suhu baterai


• Jika terjadi perbedaan suhu yang jauh antar baterai maka segera periksasetiap
baterai dan cari baterai yang mengalami kebocoran
• Jika terjadi perubahan fisik pada baterai, segera hubungi teknisi

4) Combiner Box
Pemeriksaan kondisi combiner box
• Jika terdapat lubang, maka segera tutup dengan lem khusus sealent panel
• Jika MCB atau sekring rusak maka segera ganti dengan jenis yang sama
pada kondisi PLTS mati

5) Panel Distribusi AC dan DC


a. Pemeriksaan kebersihan, bersihkan dengan hanya kuas kering
b. Pencatatan panel distribusi AC, hitung selisih energi keluaran hari ini pada saat
pengukuran pagi hari dan satu hari sebelumya (kWh)
c. Pemeriksaan seluruh panel distribusi, jika ada yang terkelupas maka segera
tutup dengan isolasi listrik

6) Jaringan Distribusi dan Lampu Jalan


a. Periksa sambungan distribusi
b. Jika ada sambungan liar maka segera putus dan koordinasikan ke badanpengelola
setempat.

50
c. Perbaiki jika ada kabel yang tergores dan bersihkan pepohonan yangmelintang
jaringan distribusi
d. Jika tiang miring maka segera lakukan perbaikan

7) Rumah Pembangkit
a. Pemeriksaan kebersihan ventilasi rumah pembangkit
b. Pemeriksaan lubang kabel, jika terdapat lubang maka segera tutup agar tidak
ada hewan yang masuk yang dapat merusak kabel atau perangkat lainnya
c. Pemeriksaan lingkungan rumah pembangkit, segera perbaiki pagar dan pintu
apabila tidak dapat dikunci dan bersihkan dari kotoran yang ada
d. Pemeriksaan atap rumah pembangkit saat hujan, periksa apakah terdapat
kebocoran pada rumah pembangkit
e. Pemeriksaan energy limiter, grounding dan instalasi kabel

6.8. Penanganan Keadaan Darurat pada PLTS

Kondisi darurat dapat terjadi kapan saja dan di mana saja, oleh karena itu perlu adanya
rencana dan antisipasi untuk menanggulangi keadaan darurat. Dalam penanganan
keadaan darurat harus selalu diperhatikan aspek keselamatannya terutama keselamatan
dan kesehatan dari pekerja, sistem dan komponen PLTS serta lingkungandi sekitar PLTS.

a. Gempa Bumi

Setelah terjadi gempa bumi, maka pekerja harus melakukan tindakan berikut ini:
• Periksa seluruh komponen PLTS, periksa apakah terdapat kerusakan fisik pada
komponen dan segera perbaiki jika ada kerusakan
• Periksa baut-baut dari kemungkinan adanya kelonggaran
• Periksa seluruh perangkat kelistrikan dari kemungkinan adanya kerusakan
• Lakukan perbaikan dan penanggulangan jika terdapat kerusakan yang
mengganggu operasional

b. Kebakaran

Kebakaran pada PLTS dapat terjadi kemungkinan karena adanya kelebihan beban, adanya
sambungan kabel yang longgar dan terdapat konsleting arus listik yang disebabkan oleh
hewan maupun kesalahan manusia. Apabila terdapat indikasi kebakaran seperti bau
terbakar dan percikan api maka lakukan langkah berikut:
• Matikan seluruh MCB atau cabut NH Fuse pada panel DC
• Gunakan APAR untuk memadamkan api
• Setelah api padam, putar handle change over switch (SOS) ke posisi “0”
• Setelah api padam, periksa seluruh komponen PLTS apakah terdapat kerusakan
• Jika terdapat kerusakan maka lakukan perbaikan

51
BAB 7
PENGELOLAAN LINGKUNGAN PLTS
7.1. Aspek Pengelolaan Lingkungan PLTS

Aspek lingkungan merupakan salah satu aspek penting yang harus diperhatikan dalam
setiap tahapan pembangunan dan pengembangan PLTS. Berikut merupakan aspek
pengelolaan dalam setiap tahapan:

7.1.1. Tahap Pra Konstruksi

a. Survei kesiapan lokasi


• Kegiatan survei meliputi survei topografi, investigasi tanah, dan hidrologi
dilakukan dalam rangka studi kelayakan dan penentuan desain teknis danstruktur
• Perlu dipastikan bahwa peruntukan lahan bukan berada pada zona merah/zona
terbatas dan tidak menyalahi peraturan tata ruang

b. Pengadaan lahan memperhatikan aspek peruntukan lahan, aspek legal tanah,


kesepakatan pembebasan lahan dan mengikut aturan mengenai bidang pertanahan

c. Sosialiasi dan konsultasi publik kepada masyarakat sekitar pembangunan PLTS


sehingga masyarakat dapat lebih mudah memahami dan menerima keberadaan PLTS
baik dilihat dari aspek manfaat maupun aspek lingkungan

7.1.2. Tahap Konstruksi

a. Pada tahap ini perlu diperhatikan faktor keamanan lingkungan terutama untuk
pembuangan limbah operasional selama konstruksi

b. Pada tahap ini perlu sejumlah material dan sejumlah alat bantu mekanis yang
memadai, perlu dipastikan bahwa proses pengiriman ke lokasi PLTS dilakukan oleh
kurir berizin dan mengedepankan standar keamanan lingkungan terutama untuk
material yang mengandung B3

c. Penyiapan atau pematangan lahan


• Pembersihan dan grubbing semua tumbuhan
• Pembuangan bahan yang dibersihkan. Kayu sisa konstruksi harus disimpan
dan ditumpuk dengan rapi di tempat yang ditentukan. Sisa sampah hasil dari
proses grubbing harus diangkut oleh kontraktor atau pihak ketiga ke Tempat
Pembuangan Akhir (TPA)
• Pemulihan saluran air di daerah yang dilakukan pembersihan
• Pada kegiatan ini perlu untuk selalu mengedepankan aspek lingkungan sehingga
perlindungan lindungan dapat terjaga dengan baik terutama saat pelaksanaan
cut and fill serta pembersihan lahan

d. Pengelolaan limbah
• Limbah seperti dus, plastik dlll yang telah digunakan maka dapat dikelola pada
tempat yang telah disediakan dan berada di luar PLTS

52
• Limbah B3 yang bersifat korosif, reaktif, dan/atau beracun wajib memiliki
konstruksi dinding yang mudah untuk dilepas dan konstruksi atap, dinding dan
lantai harus tahan terhadap korosi dan api

7.1.3. Tahap Operasi

a. Perlu diperhatikan aspek K2 dan lingkungan dalam pengoperasian pembangkit


b. Pemeliharaan pembangkit dari fauna di sekitar lokasi PLTS dengan melakukan
pembersihan pohon atau sampah yang ada di sekitar lokasi setiap seminggu sekali
c. Memotong rumput atau vegetasi yang tumbuh di sekitar modul PV
d. Pengelolaan sistem sanitasi lingkungan
e. Pengelolaan limbah B3

7.1.4. Tahap Pasca-Operasi

a. Tahap pemulihan lingkungan berkaitan dengan pengembalian kondisi lahan


apabila operasional kegiatan dihentikan
b. Pemindahan atau pengangkutan hasil pembongkaran PLTS
c. Pengelolaan limbah dari hasil pembongkaran PLSTS diidentifikasi dan dikelola
sesuai dengan regulasi yang berlaku

7.1.5. Pengelolaan Limbah

Limbah B3 yang dihasilkan dari kegiatan PLTS antara lain berasal dari modul PV, baterai,
minyak oli trafo, sisa kabel, dan sisa listrik:

a) Modul PV

Penyumbang utama berat total modul PV silikon kristal adalah 75% kaca, 10% polimer,
8% aluminium, 5% silicon, 1% tembaga dan sejumlah kecil perak, timah dan komponen
logam lainnya. Timbal dan timah jika larut ke dalam tanah dan air tanah maka dapat
menyebabkan masalah kesehatan dan kerusakan lingkungan. Untuk mencegah kerusakan
dan pencemaran lingkungan, maka dapat dilakukan proses daur ulang

b) Baterai

Apabila baterai rusak atau habis maka baterai termasuk ke dalam limbah B3. Limbah
B3 harus dikelola dengan baik melalui proses pengangkutan limbah B3 sesuai dengan
regulasi yang telah ditentukan yaitu pada Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun2014
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

c) Minyak Oli Trafo

Jika terdapat sisa minyak oli trafo makan harus disimpan dengan baik sehingga tidak
terbuang di lokasi sekitar PLTS dan tidak mencemari lingkungan

d) Sisa Kabel

Sisa kabel dari pemasangan PLTS disimpan dengan baik sehingga apabila ada pergantian
kabel maka bisa digunakan kembali namun jika telah rusak maka perlu dipisahkan dengan
limbah yang cair

e) Sisa Plastik

53
Sisa plastik dari bungkusan material diidentifikasi dengan limbah lainnya sehingga
tidak tercampur dan tidak merusak lingkungan sekitar PLTS

Dalam pengelolaan limbah B3, seluruh limbah B3 harus disimpan secara sementara di
dalam bangunan tersendiri seperti Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) di lokasi sekitar
PLTS, dipagari dan ditandai atau dilabeli dengan tulisan yang menjelaskan bahwa di
dalam bangunan tersebut terdapat penyimpanan limbah B3. Selanjutnya, pengembang
PLTS menghubungi pengumpul atau pihak ketiga yang akan mengambil limbah B3 dari
area PLTS.

7.2. Regulasi Izin Lingkungan

Perencanaan pembangunan PLTS berbasis pada pengelolaan lingkungan hidup perlu


disesuaikan dengan regulasi yang telah ditentukan, di antaranya adalah:

a. PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan

• Dokumen izin lingkungan terdiri dari SPPL, formulir UKL-UPL, dan dokumen
AMDAL
• Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap
lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL

b. Permen LH Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen


Lingkungan Hidup

c. Permen LH Nomor 8 Tahun 2013 tentang Tata Laksana penilaian, pemeriksaan


dokumen lingkungan hidup serta penerbitan izin lingkungan

• Menyampaikan laporan pelaksanaan persyaratan dan kewajiban yang dimuat


dalam izin lingkungan selama 5 (lima) bulan sekali
• Mengajukan permohonan perubahan izin lingkungan apabila melakukan
perubahan terhadap rencana usaha

d. Permen LHK No 26 Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan dan penilaian serta
pemeriksaan dokumen lingkungan hidup dalam pelaksanaan pelayanan perizinan
berusaha terintegrasi secara elektronik

e. Permen LHK No P. 38 Tahun 2019 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau kegiatan
yang wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup
• Pembangkit PLTS dengan kapasitas ≥ 50 MW wajib AMDAL

7.3. Penyusunan Dokumen Lingkungan

Dokumen izin lingkungan terdiri dari tiga kategori yaitu SPPL, UKL/UPL, dan AMDAL.
Berikut ini merupakan penjelasan dari dokumen lingkungan:

7.3.1. SPPL (Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan


Lingkungan Hidup)

54
Merupakan pernyataan kesanggupan dari penanggung jawab usaha untuk melakukan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup terhadap dampak lingkungan hidup.
Pembangunan PLTS dengan kapasitas < 1 MW wajib memiliki SPPL yang terdiri dari:
• Identitas pemrakarsa/pelaku usaha
• Informasi singkat terkait dengan usaha
• Keterangan singkat tentang dampak lingkungan yang terjadi
• Pernyataan kesanggupan
• Tanda tangan pemrakarsa

7.3.2. Formulir UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya


Pemantauan Lingkungan Hidup)

Formulir UKL-UPL adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha atau kegiatan
yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

Formulir UKL-UPL PLTS juga berisi informasi lain yang relevan:


• Bukti formal yang menyatakan bahwa jenis usaha kegiatan pembangunan PLTS
tersebut secara prinsip dapat dilakukan
• Bukti formal bahwa rencana lokasi kegiatan pembangunan PLTS
• Informasi mengenai rencana kegiatan pembangunan PLTS
• Peta yang sesuai dengan ilustrasi lokasi pembangunan PLTS
• Data dan informasi lain yang relevan.

7.3.3. Dokumen AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan)

AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan. Dokumen AMDAL terdiri dari:

• Dokumen Kerangka Acuan (KA)


Dokumen kerangka acuan sebagai rujukan penting bagi pemrakarsa, penyusunan
dokumen amdal, instansi yang membidangi rencana usaha dan sebagai bahan
rujukan bagi penilai dokumen andal untuk mengevaluasi hasil studi andal.

• Dokumen Andal
Merupakan dokumen telaahan dan analisis dampak lingkungan hidup yang mendalam
tentang dampak penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan

• Dokumen RKL-RPL.
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) adalah upaya penanganan dampak
lingkungan yang ditimbulkan dari rencana usaha dan/atau kegiatan. Rencana
Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) adalah upaya pemantauan komponen
lingkungan hidup yang terkena dampak dari rencana usaha.

7.4. Identifikasi Potensi Limbah B3

Limbah merupakan sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Di dalam pengelolaan limbah
B3 mencakup kegiatan yang mencakup penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan,
pengangkutan, pengolahan limbah B3, dan penimbun limbah B3. Sebagai informasi, untuk
pengelolaan limbah B3 PLTS dapat mengacu pada panduan yang sudah ada.

55
BAB 8
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN K3 PLTS
8.1. Pembinaan dan Pengawasan K3 PLTS

Pembinaan merupakan suatu proses yang di lakukan untuk mengubah sesuatu agar dapat
mencapai tujuan dengan yang diharapkan. Dalam hal K3 PLTS, pembinaan merupakan
upaya untuk mengubah perilaku khususnya tenaga kerja untuk mencapai cita-cita
keselamatan kerja di lingkungan PLTS. pembinaan K3 PLTS dapat dilakukan melalui
pembelajaran secara formal maupun informal sesuai dengan kebijakan dari pengembang
PLTS.

Pengawasan berasal dari kata awas yang berarti mengamati dan menjaga baik - baik.
Definisi harfiah pengawasan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan proses
penjagaan dan pengarahan yang dilakukan secara sungguh-sungguh agar objek yang
diawasi dapat berjalan semestinya. Pengawasan terdiri dari dua jenis yaitu pengawasan
internal dan pengawasan eksternal. Pengawasan internal dilaksanakan oleh pengembang
IPP sedangkan pengawasan eksternal biasanya dilakukan oleh pemerintah. Pengawasan
internal dan eksternal dapat dilakukan dengan bantuan pihak ketiga apabila tidak
tersedia personil yang memiliki kompetensi. Pengawasan dilaksanakan dengan maksud
untuk memperoleh informasi penyelenggaraan K3 di PLTS, pengelolaan administrasi dan
biaya K3 serta memperoleh umpan balik terkait rencana, kebijakan dan pelaksanaan tugas
terkait K3. Selain itu pengawasan dilakukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan,
inefficiency serta hal lain yang dapat menyebabkan bahaya di area PLTS. Ruang lingkup
pengawasan K3 PLTS terdiri dari pemeriksaan administrasi, inspeksi di lapangan serta kaji
ulang laporan K3 yang telah disampaikan.

8.2. Pelaksanaan Pengawasan

Pelaksanaan pengawasan K3 PLTS dapat dilakukan secara langsung melalui kunjungan ke


lokasi (inspeksi) mau pemeriksaan dokumen administrasi. Langkah-langkahpengawasan
dapat dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Mengadakan pertemuan awal dengan pengelola/pengembang PLTS.

2. Mempelajari data-data dan menyiapkan prosedur dan teknik analisa pemeriksaan.

3. Pengujian lapangan tentang validitas (keabsahan), keakuratan nilai/data


pemeriksaan.

4. Pengawasan rutin/reguler dilakukan dalam bentuk pemeriksaan, yaitu dengan


mekanisme pengamatan yang dilakukan dari dekat menurut ketentuan peraturan
yang berlaku.

5. Pembuatan Lembar Temuan dan Penandatanganan Kontrak Kinerja.

6. Lembar temuan berisi kondisi, kriteria, akibat, sebab dan tanggapan


pengelola/pengembang atas temuan.

56
7. Dalam hal adanya perbaikan-perbaikan yang memerlukan jangka waktu tertentu,
maka pengelola/pengembang diminta untuk menandatangani kontrak kinerja bahwa
ia bersedia untuk melakukan perbaikan dalam waktu tertentu. Kontrak kinerja
tersebut akan digunakan kemudian apabila diadakan kembali pengawasan rutin.

8.3. Laporan Pelaksanaan K3

Kegiatan K3 baik harian, mingguan, bulanan dan tahun harus didokumentasikan dengan
baik dan dilaporkan secara periodik kepada instansi terkait. Laporan yang dibuat dalam
bentuk dokumen yang memuat segala hal terkait biaya K3, data kecelakaan, penyakit dan
hal-hal lainnya yang terkait K3 di lingkungan PLTS. Laporan pelaksanaan K3 disusun
dengan mempertimbangkan hal-hal yang tercantum dalam Permenakertrans Nomor 5
tahun 2018, Permen PUPR Nomor 10 tahun 2021 dan
Permen ESDM Nomor 10 tahun 2021.

57
BIBLIOGRAFI

Anton S. Wahjosoedibjo, Kesehatan dan Keselamatan Kerja Kelistrikan (ElectricalSafety)


Daroen, L.A. 2021. Risk Assessment of Offshore Floating Photovoltaic Systems:
Methodology for Technological Risks. Delft University of Technology.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. 2017. Panduan
Pengoperasian dan Pemeliharaan PLTS Off-Grid
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. 2020. Panduan
Pengelolaan Lingkungan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. 2021. Panduan
Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya PLTS Terapung
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. 2022. Pengenalan
Sistem Manajemen Keselamatan Ketenagalistrikan (SMK2)
Peraturan Menteri ESDM No. 10 Tahun 2021 (Keselamatan Ketenagalistrikan) Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman
Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
10 Tahun 2021 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi
Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen K3 Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
Permen LH Nomor 8 Tahun 2013 tentang Tata Laksana penilaian, pemeriksaandokumen
lingkungan hidup serta penerbitan izin lingkungan
Permen LHK No P. 38 Tahun 2019 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau kegiatan
yang wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup
Safework NSW. 2021. Guide to Safe Solar Panel Installation
Sen, Abhijit et al. 2021. Emerging OSH Issues in Installation and Maintenance of Floating
Solar Photovoltaic Projects and Their Link with Sustainable Development Goals.
Department of Industrial Engineering, Jazan University
Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja Undang-Undang No. 30
Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan

58
LAMPIRAN

59
LAMPIRAN 1
Contoh formulir IPBR pada tahap perencanaan / persiapan konstruksi

PENILAIAN RISIKO
JENIS/TYPE SKALA PENETAPAN PENGENDALIAN
NO IDENTIFIKASI BAHAYA DAMPAK KEKERAPAN KEPARAHAN TINGKAT
PEKERJAAN PRIORITAS RISIKO K3
RISIKO
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Survey Lokasi Atap Gangguankesehatan akibat Luka ringan, 3 3 9 3 Menggunakan Tenaga Ahli
dan Kelistrikan kondisi kerja secara umum, Luka parah, Mengunakan Metode kerja
Ponpes Kecelakaan mengeluarkan Menyusun instruksi kerja
akibat terjatuh dari atap, darah, Melakukan training
tertimpa genting, tertusuk memar,pingsan, Pengunaan APD yang sesuai
tersayat seng, kematian Menggunakan alat Uji/Test yang
terkena stroom listrik , terganggu dan sesuai.
terjepit, terhentinya
tertusuk paku pekerjaan

2 Loading/Unloading Gangguan kesehatan akibat Luka ringan 3 3 9 1 Menggunakan alat bantu


Material kondisi kerja secara umum, luka parah, Menggunakan Metode kerja
Kecelakaan pingsan Menyusun instruksi kerja
akibat terjatuh dari kematian, Melakukan training
kendaraan, terhentinya Pengunaan APD yang sesuai
tertimpa material, tertusuk, pekerjaan
terjepit, tertabrak forklift ,
kerusakan material

60
LAMPIRAN 2
Contoh formulir IPBR pada tahap konstruksi

URAIAN PENILAIAN RISIKO PENETAPAN


NO IDENTIFIKASI BAHAYA SKALA
PEKERJAAN DAMPAK PENGENDALIAN RISIKO
PRIORITAS
KEKERAPAN KEPARAHAN TINGKAT RISIKO K3
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Pemasangan Gangguan kesehatan akibat Luka ringan, 1 1 1 3 Menggunakan Tenaga
Papan Nama kondisi kerja secara umum, batuk batuk, Terampil
Proyek Kecelakaan akibat terkena Iritasi mata Mengunakan Metode kerja
alat kerja, kecelakaan akibat Menyusun instruksi kerja
terhirup semen, tangan dan Pengunaan APD yang
mata iritasi terkena adukan sesuai
semen, mata terkena cipratan
acian
2 Pekerjaan di atap Gangguankesehatan akibat Luka ringan, Luka 3 3 9 3 Menggunakan Tenaga Ahli
(Pemasangan kondisi kerja secara umum, parah, Mengunakan Metode kerja
Penyangga Panel, Kecelakaan akibat terjatuh mengeluarkan Menyusun instruksi kerja
Pemasangan dari atap, tertimpa genting, darah, Melakukan training
Modul tertusuk memar,pingsan, Pengunaan APD yang
Surya, Penangkal tersayat seng, terjepit, kematian sesuai Penggunaan
Petir) tertusuk terganggu dan peralatan kerja yang sesuai
paku terhentinya
pekerjaan
3 Pekerjaan Gangguan kesehatan akibat Luka ringan, 1 1 1 3 Menggunakan Tenaga Ahli
pemasangan kondisi kerja secara umum, Luka parah, Mengunakan Metode kerja
Combiner Kecelakaan akibat kesalahan Terhentinya Menyusun instruksi kerja
Box, Inverter, cara penggunaan peralatan, Pekerjaan Melakukan training
Panel AC terjatuh, terjepit , terkena Pengunaan APD yang
stroom sesuai Menggunakan
peralatan kerja yang sesuai

61
4 Pekerjaan Gangguan kesehatan akibat Luka ringan, Luka 1 1 1 3 Menggunakan Tenaga
penarikan kabel kondisi kerja secara umum, parah, Terampil
dan pemasangan Kecelakaan akibat kesalahan mengeluarkan Mengunakan Metode kerja
tray kabel cara penggunaan peralatan, darah, Menyusun instruksi kerja
terjatuh dari atap/dinding, memar,pingsan, Melakukan training
terjepit , tertimpa material kematian Pengunaan APD yang
besi/kayu, terkena stroom terganggu dan sesuai Menggunakan
terhentinya peralatan kerja yang sesuai
pekerjaan
5 Pekerjaan Gangguan kesehatan akibat Luka ringan, Luka 1 1 1 3 Menggunakan Tenaga
pemasangan kondisi kerja secara umum, parah, Terampil
grounding Kecelakaan akibat kesalahan mengeluarkan Mengunakan Metode kerja
cara penggunaan peralatan, darah, Menyusun instruksi kerja
terkena memar,terganggu Melakukan training
palu, terjepit , terbentur, dan terhentin ya Pengunaan APD yang
terkena pekerjaan sesuai Menggunakan
mesiu cadwell peralatan kerja yang sesuai
6 Pekerjaan Gangguan kesehatan akibat Luka ringan, luka 3 3 3 1 Menggunakan Tenaga Ahli
Koneksi kabel kondisi kerja secara umum, parah, luka Mengunakan Metode kerja
Dan Kelistrikan Kecelakaan akibat terkena bakar, pingsan, Menyusun instruksi kerja
stroom, percikan api kematian, Melakukan training
Kerusakan Pengunaan APD yang
peralatan, sesuai Menggunakan alat
kebakaran, Uji/Test yang sesuai.
kerusakan Menyiapkan APAR
material
Terhentinya
pekerjaan

62
LAMPIRAN 3
Contoh formulir evaluasi kinerja SMKK

NO. KRITERIA PENILAIAN PENILAIAN PENJELASAN


YA TIDAK
1 KEPEMIMPINAN DAN PARTISIPASI PEKERJA DALAM KESELAMATAN KONSTRUKSI
1.1 Kepedulian Pimpinan Terhadap Isu Eksternal dan Internal
1.1.1 Daftar Identifikasi Isu Internal dan Eksternal
1.1.1.1 Terdapat daftar identifikasi isu internal dan eksternal yang
mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan konstruksi
1.1.1.2 Daftar identifikasi isu internal dan eksternal minimal mencakup isu,
dampak, kategori isu, jenis isu, jenis SWOT, sumber isu, keinginan dan
harapan (internal dan eksternal)

1.1.1.3 Daftar identifikasi isu internal dan eksternal ditandatangani oleh ahli
teknik terkait dan penanggung jawab keselamatan konstruksi
1.1.2 Organisasi Pengelola SMKK

1.1.2.1 Terdapat bagan struktur organisasi yang dapat menjelaskan hubungan


koordinasi antara Pelaksana Konstruksi, Kantor Pusat dan pengelola
SMKK.
1.1.2.2 Jabatan pada bagan struktur organisasi terdapat Direktur Utama,
Direktur HSE, Pimpinan Tertinggi Pekerjaan Konstruksi dan/atau
Pimpinan UKK, dan ahli teknik terkait
1.1.2.3 Masing-masing jabatan dilengkapi dengan Tugas dan Tanggung
Jawab terhadap Keselamatan Konstruksi

63
NO. KRITERIA PENILAIAN PENILAIAN PENJELASAN
YA TIDAK
1.1.2.4 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja yang menggambarkan
hubungan kerja antara Pelaksana Pekerjaan Konstruksi dengan Kantor
Pusat Penyedia Jasa yang sekurang- kurangnya meliputi:
1. Tugas, tanggung jawab dan wewenang Tim Pelaksana Pekerjaan
Konstruksi dan Kantor Pusat Penyedia Jasa;
2. Hubungan kerja antara Tim Pelaksana Pekerjaan Konstruksi dan
Kantor Pusat Penyedia Jasa;
3. Jadwal pelaporan kinerja pelaksanaan pekerjaan khususnya terkait
Keselamatan Konstruksi pada pimpinan puncak Penyedia Jasa di
Kantor Pusat;
4. Kendala yang dihadapi terkait pelaksanaan pekerjaan khususnya
terkait masalah Keselamatan Konstruksi dan alternatif solusi
pemecahan masalah tersebut yang membutuhkan
bantuan dukungan dari pimpinan puncak Penyedia Jasa di Kantor
Pusat.
1.1.2.5 Prosedur dan/atau petunjuk kerja ditandatangani oleh Direktur Utama
Penyedia Jasa
1.2 Komitmen Keselamatan Konstruksi
1.2.1 Terdapat komitmen keselamatan konstruksi
1.2.1.1 Isi komitmen keselamatan konstruksi sesuai dengan contoh
1.2.1.2 Komitmen ditandatangani oleh:
1. wakil sah badan usaha (untuk badan usaha yang tidak ber-KSO),
atau
2. pimpinan masing-masing badan usaha (untuk badan usaha yang
ber-KSO).
1.2.1.3 Komitmen menjadi satu kesatuan di dalam RKK
1.2.2 Terdapat Kebijakan Keselamatan Konstruksi
1.2.2.1 Kebijakan Keselamatan Kontraksi dibuat oleh Penyedia Jasa dan
disahkan oleh Pengguna Jasa

64
NO. KRITERIA PENILAIAN PENILAIAN PENJELASAN
YA TIDAK
1.2.3 Tinjauan Pelaksanaan Komitmen
1.2.3.1 Terdapat jadwal kunjungan Pimpinan Perusahaan ke proyek. Pimpinan perusahaan
yaitu level dari direktur hingga
ke tingkat 1 level di bawah
direktur.
1.2.3.2 Jadwal kunjungan Pimpinan Perusahaan ke proyek dilakukan 3 bulan
sekali selama waktu pelaksanaan proyek.
1.2.3.3 Jadwal kunjungan Pimpinan Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi ke
proyek minimal mencakup elemen, kegiatan, PIC, dan bulan
pelaksanaan kunjungan
2 PERENCANAAN KESELAMATAN KONSTRUKSI
2.1 Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko, dan Peluang (IBPRP)
2.1.1 Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan
2.1.1.1 Terdapat jadwal pelaksanaan pekerjaan Memuat uraian seluruh item
pekerjaan yang akan
dilaksanakan sesuai dengan
kontrak dan menampilkan
jangka waktu yang dibutuhkan
setiap pekerjaanya.
2.1.1.2 Format jadwal pelaksanaan minimal meliputi uraian pekerjaan, bobot,
dan waktu pelaksanaan.
2.1.2 Terdapat IBPRP
2.1.2.1 Format IBPRP minimal memuat aktivitas pekerjaan, identifikasi bahaya,
jenis bahaya, persyaratan pemenuhan peraturan, pengendalian awal,
penilaian tingkat risiko (kemungkinan, keparahan, nilai risiko, tingkat
risiko), pengendalian lanjutan, penilaian sisa risiko (kemungkinan,
keparahan, nilai risiko, tingkat risiko), keterangan.
2.1.2.2 Tahapan aktivitas IBPRP sesuai dengan lingkup pekerjaan

65
NO. KRITERIA PENILAIAN PENILAIAN PENJELASAN
YA TIDAK
2.1.2.3 IBPRP dibuat oleh Ahli K3/ Ahli Keselamatan Konstruksi/Petugas K3
Konstruksi dan ditandatangani oleh pimpinan tertinggi pekerjaan
konstruksi. Penanggung Jawab
Keselamatan Konstruksi dan ditandatangani oleh Kepala Pelaksana
Pekerjaan Konstruksi
2.1.3 Analisis Keselamatan Konstruksi (AKK)*
*khusus untuk pekerjaan yang memiliki risiko besar
2.1.3.1 AKK minimal meliputi tahapan pekerjaan, bahaya, risiko,
pengendalian, dan tanggung jawab
2.1.3.2 AKK ditandatangani oleh Ahli K3/ Keselamatan Konstruksi, Pengguna
Jasa, ahli teknik terkait, Penyedia Jasa
2.2 Rencana Tindakan (Sasaran dan Program)
2.2.1 Sasaran Umum dan Program Umum
2.2.1.1 Terdapat Sasaran Umum dan Program Umum
2.2.1.2 Sasaran Umum paling sedikit mencakup:
a. Kinerja keselamatan Konstruksi
● Severity Rate (SR) = 0
● Penilaian Indikator Kunci Kinerja Keselamatan Konstruksi
(Construction Safety KPI) = 85%
b. Kinerja Kesehatan Kerja
● Tidak ada Penyakit Akibat Kerja (PAK)
c. Kinerja Pengelolaan Lingkungan Kerja
● Tidak ada pencemaran lingkungan
d. Kinerja Pengamanan
● Tidak ada gangguan keamanan yang mengakibatkan
berhentinya pelaksanaan pekerjaan
2.2.1.4 Program Umum paling sedikit mencakup:
a. Kinerja keselamatan Konstruksi

66
NO. KRITERIA PENILAIAN PENILAIAN PENJELASAN
YA TIDAK
● Komunikasi: Induksi Keselamatan Konstruksi, Pertemuan
pagi hari, Pertemuan kelompok kerja ,Rapat Keselamatan
Konstruksi
● Pelatihan / Sosialisasi
b. Kinerja Kesehatan Kerja
● Pemeriksaan kesehatan (awal & berkala)
● Peningkatan kesegaran jasmani
c. Kinerja Pengelolaan Lingkungan Kerja
● AMDAL / UKL-UPL
● Tata Graha (Housekeeping)
● Pengolahan sampah dan limbah
d. Kinerja Pengamanan
● Petugas keamanan
● Koordinasi dengan pihak terkait
2.2.2 Sasaran Khusus dan Program Khusus
2.2.2.1 Terdapat Sasaran Khusus dan Program Khusus
2.2.2.2 Sasaran Khusus dan Program Khusus dibuat berdasarkan identifikasi
bahaya, penilaian risiko dan peluang yang bersifat khusus yaitu
memiliki skala prioritas sedang dan tinggi
2.2.2.3 Sasaran Khusus dan Program Khusus minimal meliputi sasaran khusus,
program khusus, jadwal pelaksanaan, indikator pencapaian, dan
penanggung jawab
2.3 Standar dan Peraturan Perundang-Undangan
2.3.1 Terdapat Standar dan Peraturan Perundang-undangan
2.3.2 Format Standar dan Peraturan Perundang-Undangan minimal memuat Termasuk prosedur yang diacu
pengendalian risiko, peraturan perundangan dan persyaratan lainnya,
dan pasal sesuai dengan pengendalian risiko
3 DUKUNGAN KESELAMATAN KONSTRUKSI
3.1 Sumber Daya

67
NO. KRITERIA PENILAIAN PENILAIAN PENJELASAN
YA TIDAK
3.1.1 Peralatan
3.1.1.1 Terdapat bukti Surat Ijin Kelaikan Operasi (SILO) pesawat angkut dan
angkut
3.1.1.2 Terdapat bukti sertifikat kelaikan peralatan konstruksi lainnya yang
digunakan pada Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi
3.1.1.3 Terdapat daftar peralatan utama yang akan digunakan pada Status Kepemilikan peralatan
pelaksanaan pekerjaan konstruksi minimal memuat Jenis Peralatan, yang dibuktikan dengan surat
Merk & Tipe, Kapasitas, Jumlah, Lokasi, dan Status Kepemilikan kepemilikan maupun surat
perjanjian
3.1.1.4 Daftar peralatan utama di tandatangani oleh Pimpinan Tertinggi
Pekerjaan Konstruksi
3.1.2 Material
3.1.2.1 Terdapat Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB) dari pemasok
3.1.2.2 Terdapat daftar material impor yang akan digunakan pada
Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi
3.1.2.3 Format daftar material impor minimal memuat Jenis Material, Jumlah,
Negara Asal, Jadwal Pengiriman Barang
3.1.2.4 Daftar material impor ditandatangani oleh Pimpinan Tertinggi
Pekerjaan Konstruksi
3.1.3 Biaya
Perhitungan Biaya SMKK mengacu pada peraturan yang berlaku
3.1.4 Kompetensi
3.1.4.1 Terdapat daftar personel yang ikut dalam Pelaksanaan Pekerjaan
Konstruksi
3.1.4.2 Format Daftar Personel minimum memuat Jabatan, Nama Personel,
Pendidikan, Sertifikat Kompetensi Kerja, dan Pengalaman
3.1.4.3 Terdapat bukti sertifikat personel yang terdaftar

68
NO. KRITERIA PENILAIAN PENILAIAN PENJELASAN
YA TIDAK
3.1.5 Kepedulian
3.1.5.1 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja peningkatan kepedulian
Keselamatan Konstruksi.
3.1.5.2 Prosedur dan/atau petunjuk ditandatangani oleh Pimpinan Tertinggi
Pekerjaan Konstruksi dan ahli teknik sesuai bidang.
3.1.5.3 Terdapat analisis kebutuhan pelatihan dan sosialisasi SMKK
3.1.5.4 Terdapat Rencana Pelatihan Keselamatan Konstruksi
3.1.5.5 Format Rencana Pelatihan Keselamatan Konstruksi pada minimal
memuat Jenis Pelatihan, Target Peserta, PIC, dan Waktu Pelaksanaan
3.1.6 Komunikasi
3.1.6.1 Tedapat Prosedur dan/atau petunjuk kerja:
● Induksi Keselamatan Konstruksi;
● Pertemuan pagi hari;
● Pertemuan kelompok kerja;
● Rapat Keselamatan Konstruksi;
● Penerapan informasi bahaya- bahaya;
● Jadwal Program Komunikasi.
3.1.6.2 Format jadwal program komunikasi minimal memuat Jenis
Komunikasi, PIC, dan Waktu Pelaksanaan
3.1.6.3 Prosedur dan/atau petunjuk kerja ditandatangani oleh Penanggung
Jawab Keselamatan Konstruksi dan Pimpinan Tertinggi Pekerjaan
Konstruksi
3.1.7 Informasi Terdokumentasi
3.1.7.1 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja pengendalian dokumen
atas semua dokumen yang dimiliki
3.1.7.2 Terdapat Prosedur dan/atau petunjuk kerja ditandatangani oleh
Pimpinan Tertinggi Pekerjaan Konstruksi
4 OPERASI KESELAMATAN KONSTRUKSI

69
NO. KRITERIA PENILAIAN PENILAIAN PENJELASAN
YA TIDAK
4.1 Perencanaan dan Pengendalian Operasi
4.1.1 Struktur Organisasi Pelaksana Pekerjaan Konstruksi
4.1.1.1 Terdapat struktur organisasi Pelaksana Pekerjaan Konstruksi Hubungan antara penangggung
jwab di
Pengguna Jasa dan
Penyedia Jasa
4.1.1.2 Struktur organisasi dilengkapi dengan tugas dan tanggung jawab
terhadap Keselamatan Konstruksi
4.1.1.3 Terdapat Organisasi Unit Keselamatan Konstruksi
4.1.1.4 Struktur organisasi dilengkapi dengan tugas dan tanggung jawab
4.1.2 Pengelolaan Keamanan Lingkungan Kerja
4.1.2.1 Terdapat daftar material atau bahan yang akan digunakan pada
Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi
4.1.2.2 Terdapat Analisis Keselamatan Konstruksi (AKK) yang ditandatangani AKK untuk pekerjaan khusus
oleh ahli teknik terkait dan
Penanggung Jawab Keselamatan Konstruksi risiko sedang dan besar
4.1.2.3 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja tahapan pekerjaan
konstruksi ditandatangani oleh Penanggung Jawab Teknik
4.1.2.4 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja sistem permohonan izin
kerja ditandatangani oleh Penanggung Jawab Keselamatan Konstruksi
dan Pimpinan Tertinggi Pekerjaan Konstruksi
4.1.2.5 Izin kerja dilengkapi dengan:
a. analisis keselamatan Konstruksi (AKK)
b. Prosedur dan/atau petunjuk kerja sistem keamanan bekerja yang
ditandatangani oleh Penanggung Jawab Teknik yang dimaksudkan
dalam Work Method Statment
c. Lembar periksa yang ditandatangani oleh petugas yang
berwenang sesuai hasil inspeksi yang telah dilakukan

70
NO. KRITERIA PENILAIAN PENILAIAN PENJELASAN
YA TIDAK
4.1.2.6 Tedapat Formulir izin kerja untuk masing-masing pekerjaan yang Sekurang-kurangnya terdiri dari
ditandatangani oleh Unit Keselamatan Konstruksi 3 rangkap
4.1.2.7 Terdapar prosedur dan/atau petunjuk kerja pengamanan lingkungan
kerja
4.1.2.8 Prosedur dan/atau petunjuk kerja pengamanan lingkungan
ditandatangani oleh ahli teknik terkait dan Pimpinan Tertinggi
Pekerjaan Konstruksi
4.1.2.9 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja manajemen keselamatan
lalu lintas (traffic management) pada lokasi pekerjaan yang
berdampak pada kelancaran lalu lintas
4.1.2.1 Prosedur dan/atau petunjuk kerja pengamanan lingkungan kerja
0 ditandatangani oleh Penanggung Jawab KeselamatanKonstruksi dan
Pimpinan Tertinggi Pekerjaan Konstruksi
4.1.2.1 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja sistem permohonan izin
1 keluar/masuk barang
4.1.2.1 Prosedur dan/atau petunjuk kerja sistem permohonan izin
2 keluar/masuk barang ditandatangani oleh ahli teknik terkait dan
Pimpinan Tertinggi Pekerjaan Konstruksi
4.1.2.1 Terdapat formulir izin keluar/masuk barang ditandatangani oleh
3 Penanggung Jawab Keselamatan Konstruksi dan Pimpinan Tertinggi
Pekerjaan Konstruksi
4.1.3 Pengelolaan Keselamatan Kerja
4.1.3.1 Terdapat prosedur/petunjuk kerja penggunaan pesawat angkat &
angkut (alat berat) dan peralatan konstruksi lainnya
4.1.3.2 Prosedur/petunjuk kerja penggunaan pesawat angkat & angkut (alat
berat) dan peralatan konstruksi lainnya ditandatangani oleh
Penanggung Jawab Peralatan dan Pimpinan Tertinggi Pekerjaan
Konstruksi

71
NO. KRITERIA PENILAIAN PENILAIAN PENJELASAN
YA TIDAK
4.1.3.3 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja sistem keamanan bekerja
berdasarkan program kerja
4.1.3.4 Prosedur dan/atau petunjuk kerja sistem keamanan bekerja
ditandatangani oleh Penanggung Jawab Keselamatan Konstruksi
4.1.3.5 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja penggunaan Alat
Pelindung
Diri (APD) ditandatangani oleh Penanggung Jawab Keselamatan
Konstruksi
4.1.3.6 Terdapat uraian pengendalian subpenyedia jasa dan pemasok dalam Menjelaskan hubungan
mendukung pelaksanaan kontrak sesuai dengan kontrak yang telah koordinasi antara subpenyedia
disetujui jasa/pemasok dengan penyedia
jasa dalam rangka pengelolaan
keselamatan kerja
4.1.3.7 Format uraian pengendalian minimal meliputi pengendalian
subkontraktor dan pengendalian pemasok
4.1.4 Pengelolaan Kesehatan Kerja
4.1.4.1 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja pengelolaan kesehatan
kerja paling sedikit mencakup: pemeriksaan kesehatan berkala,
pemeriksaan kesehatan khusus, pencegahan penyakit menular dan
penyakit akibat kerja
4.1.4.2 Prosedur dan/atau petunjuk kerja pengelolaan kesehatan kerja
ditandatangani oleh ahli teknik terkait dan Pimpinan Tertinggi
Pekerjaan Konstruksi
4.1.5 Pengelolaan Lingkungan Kerja
4.1.5.1 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja pengelolaan lingkungan
kerja terkait pencegahan pencemaran (terhadap air, tanah, dan udara)
4.1.5.2 Prosedur dan/atau petunjuk kerja pengelolaan lingkungan kerja
ditandatangani oleh Penanggung Jawab Keselamatan Konstruksi dan
Pimpinan Tertinggi Pekerjaan Konstruksi

72
NO. KRITERIA PENILAIAN PENILAIAN PENJELASAN
YA TIDAK
4.1.5.3 Pengukuran kondisi lingkungan sekurang-kurangnya terdiri atas Jenis
Pengukuran, Nilai Ambang Batas (NAB), Peraturan
PerundangUndangan, dan Periode Pengukuran
4.1.5.4 Prosedur dan/atau petunjuk kerja pengelolaan Tata Graha
(Housekeeping) terkait Program 5R (Ringkas, Rapih, Resik, Rawat,
Rajin)
4.1.5.5 Terdapat Prosedur dan/atau petunjuk kerja pengelolaan Tata Graha
(Housekeeping) ditandatangani oleh Penanggung Jawab Keselamatan
Konstruksi dan Pimpinan Tertinggi Pekerjaan Konstruksi
4.1.5.6 Terdapat Prosedur dan/atau petunjuk kerja pengelolaan
sampah/limbah ditandatangani oleh Penanggung Jawab Keselamatan
Konstruksi
4.2 Kesiapan dan Tanggapan Terhadap Kondisi Darurat
4.2.1 Daftar Induk Prosedur dan/atau Instruksi Kerja
4.2.1.1 Terdapat daftar induk prosedur dan/atau instruksi kerja
4.2.1.2 Daftar induk prosedur dan/atau instruksi kerja ditandatangani oleh
ahli teknik terkait dan Pimpinan Tertinggi Pekerjaan Konstruksi
4.2.1.3 Prosedur dan/atau instruksi kerja sekurang-kurangnya memuat Nomor
Dokumen, Daftar Dokumen (Prosedur, Instruksi Kerja) dan Pihak yang
Mengesahkan
4.2.2 Kesiap-siagaan dan Tanggap Terhadap Kondisi Darurat
4.2.2.1 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja tanggap darurat Sesuai dengan sifat dan
klasifikasi Pelaksanaan Pekerjaan
Konstruksi yang dikerjakan
4.2.2.2 Prosedur dan/atau petunjuk kerja tanggap darurat ditandatangani
oleh ahli teknik terkait dan Penanggung Jawab Keselamatan
Konstruksi
4.2.2.3 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja penyelidikan insiden
(kecelakaan, kejadian berbahaya, dan penyakit akibat kerja)

73
NO. KRITERIA PENILAIAN PENILAIAN PENJELASAN
YA TIDAK
4.2.2.4 Prosedur dan/atau petunjuk kerja penyelidikan insiden ditandatangani
oleh Penanggung Jawab Keselamatan Konstruksi dan Pimpinan
Tertinggi Pekerjaan Konstruksi
5 EVALUASI KINERJA KESELAMATAN KONSTRUKSI
5.1 Pemantauan atau Inspeksi
5.1.1 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja inspeksi
5.1.2 Prosedur dan/atau petunjuk kerja inspeksi ditandatangani oleh ahli
teknik terkait atau Penanggung Jawab Keselamatan Konstruksi dan
Pimpinan Tertinggi Pekerjaan Konstruksi
5.1.3 Terdapat lembar periksa paling minimum mencakup lembar periksa: - Lingkup pekerjaan
● lingkup pekerjaan; ditandatangani oleh ahli
● pesawat angkat & angkut alat berat (ditagging dan diisolasi); teknik terkait, Penanggung
● peralatan; Jawab Keselamatan
● bahan/material; Konstruksi.
● lingkungan; - Pesawat angkat & angkut
● kesehatan; dan (alat berat) ditandatangani
● keamanan. oleh ahli teknik terkait,
Penanggung Jawab
Keselamatan Konstruksi.
- Perkakas ditandatangani
oleh ahli teknik terkait,
Penanggung Jawab
- Keselamatan Konstruksi.
- Bahan/material
ditandatangani oleh ahli
teknik terkait, Penanggung
Jawab Keselamatan
Konstruksi dan disetujui
oleh Pengawas Pekerjaan.

74
NO. KRITERIA PENILAIAN PENILAIAN PENJELASAN
YA TIDAK
- Lingkungan (housekeeping,
pencemaran, hygine)
ditandatangani oleh ahli
teknik terkait, Penanggung
Jawab Keselamatan
Konstruksi.
- Kesehatan ditandatangani
oleh ahli terkait,
Penanggung Jawab
Keselamatan Konstruksi.
- Keamanan/ security
ditandatangani oleh ahli
terkait, Penanggung Jawab
Keselamatan Konstruksi
5.1.4 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja Patroli Keselamatan
Konstruksi
5.1.5 Prosedur dan/atau petunjuk kerja Patroli Keselamatan Konstruksi
ditandatangani oleh ahli teknik terkait atau Penanggung Jawab
Keselamatan Konstruksi dan Pimpinan Tertinggi Pekerjaan Konstruksi
5.2 Audit
5.2.1 Terdapat Prosedur dan/atau petunjuk kerja audit internal
ditandatangani oleh ahli teknik terkait atau Penanggung Jawab
Keselamatan Konstruksi dan Pimpinan Tertinggi Pekerjaan Konstruksi
5.2.2 Terdapat jadwal pelaksanaan:
● inspeksi,
● patrol keselamatan konstruksi, dan
● audit
5.2.3 Jadwal pelaksanaan minimal mencakup Kegiatan, PIC, dan Jadwal
dalam Satuan Bulan yang ditandatangani oleh Penanggung Jawab
Keselamatan Konstruksi

75
NO. KRITERIA PENILAIAN PENILAIAN PENJELASAN
YA TIDAK
5.3 Evaluasi
5.3.1 Terdapat hasil evaluasi laporan harian, mingguan, bulanan
5.3.2 Terdapat prosedur evalusi pengujian dan kalibrasi
5.3.3 Format tindakan perbaikan untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi
minimal mencakup Uraian, Skala Penilaian, Catatan, serta Saran dan
Tindak Lanjut
5.4 Tinjauan Manajemen
5.4.1 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja terkait pelaksanaan
tinjauan manajemen
5.4.2 Prosedur dan/atau petunjuk kerja terkait pelaksanaan tinjauan
manajemen ditandatangani oleh ahli teknik terkait atau Penanggung
Jawab Keselamatan Konstruksi dan Pimpinan Tertinggi Pekerjaan
Konstruksi
5.4.3 Risalah rapat tinjauan manajemen minimal mencakup
Permasalahan, Rencana Tindak Lanjut, Target Waktu, Status, dan
Penanggung Jawab
5.5 Peningkatan Kinerja Keselamatan Konstruksi
5.5.1 Terdapat format tindakan perbaikan untuk pelaksanaan pekerjaan
konstruksi pada kontrak tahun jamak
5.5.2 Format tindakan perbaikan untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi
minimal mencakup Uraian, Skala Penilaian, Catatan, serta Saran dan
Tindak Lanjut
JUMLAH

Diisi dengan 1 (ada) atau 0 (tidak ada)

76
LAMPIRAN 4
Contoh formulir instruksi kerja

Logo Nomor Dokumen Kode WBS dan Nama Revisi Ke 00


Perusahaan Pekerjaan Tanggal Revisi
Tanggal Berlaku Tanggal, bulan, tahun Halaman 1 Dari …
INSTRUKSI KERJA PENGGALIAN

PENGGALIAN

a. Tidak diperkenankan mengerjakan pekerjaan galian sebelum mendapat ijin dari pihak
yang berwenang.
b. Galian yang lebih dalam dari 1,5 meter diberi pengaman atau digali dengan kemiringan
tertentu dan harus dilakukan pemeriksaan sebelum melanjutkan pekerjaan galian.
c. Seluruh galian harus diberi tanda – tanda dan pengahalang disekeliling galian
tersebut.
d. Setiap galian harus disediakan sebuah tangga untuk naik dan turunnya pekerja.
e. setiap tumpukan/timbunan bekas tanah galian harus diletakan minimal 1 meter dari
tepi/pinggir galian.
f. Semua galian harus diperiksa ulang/ kembali apabila pada saat pekerjaan berhenti
karena turun hujan sebelum dilanjutkan pekerjaan kembali.

77
LAMPIRAN 5
Contoh LDKB/MSDS

LEMBAR DATA KESELAMATAN BAHAN (LDKB)

Tanggal cetak ...........


Tanggal revisi ...........

Identifikasi Produk Kimia dan Perusahaan

Kode Produk ........................ Nama


Produk .................

Penggunaan yang direkomendasikan : (sebutkan untuk material apa)

Alamat & Nomor Kontak Produsen Alamat & Nomor Kontak Pemasok /
......................................................... Importir
......................................................... .........................................................
Telp. .........................................................
................................................... Telp.
Fax. ...................................................
.................................................... Fax.
....................................................

1. IDENTIFIKASI BAHAYA

Klasifikasi bahan kima berbahaya atau campuran


Cairan mudah menyala Kategori ... - (............... )
Toksisitas aspirasi Kategori ... - (............... )
Toksisitas akut, terhirup (uap) Kategori ... - (............... )
Toksisitas akut, terhirup (debu dan kabut) Kategori ... - (............... )
Korosi/iritasi pada kulit Kategori ... - (............... )
Kerusakan mata serius/iritasi pada mata Kategori ... - (............... )
Mutagenisitas pada sel nutfah Kategori ... - (............... )

Toksisitas terhadap reproduksi Kategori ... - (. ............. ) Toksisitas pada


organ sasaran spesifik - Kategori ... - (. ............. )
paparan tunggal
Kategori 1 - (H370) Sistem saraf utama.
Kategori 3 - (H335) Iritasi pernafasan. Kategori ... - (. ............. )
Toksisitas pada organ sasaran spesifik - paparan berulang
Kategori 1 - (H372) sistem peredaran darah, Kategori ... - (. ............. ) hati,
sistem syaraf, sistem pernafasan.
Toksisitas akuatik akut

78
Elemen label

Kata sinyal Bahaya


Pernyataan bahaya
H226 : Cairan dan uap mudah menyala
H304 : Mungkin fatal jika tertelan dan memasuki saluran/jalan udara
H315 : Menyebabkan iritasi kulit
H319 : Menyebabkan iritasi mata yang serius
H332 : Berbahaya jika terhirup
H341 : Diduga menyebabkan kerusakan genetik
H360 : Dapat merusak kesuburan atau janin
H401 : Toksik pada kehidupan perairan.
H335 : Dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan
H370 : Menyebabkan kerusakan pada organ berikut: keracunan secara menyeluruh
H372 : Menyebabkan kerusakan pada organ melalui paparan yang lama atau
berulang : sistem peredaran darah, hati, sistem syaraf, sistem pernafasan.

Pernyataan kehati-hatian- pencegahan


a. Dapatkan instruksi khusus sebelum menggunakannya
b. Jangan menanganinya sampai seluruh instruksi peringatan selesai dibaca dan
dipahami
c. Gunakan peralatan perlindungan diri seperti yang ditentukan
d. Gunakan hanya di luar atau di area yang mempunyai ventilasi udara yang baik
e. Basuh muka, tangan dan mana-mana kulit yang terpapar dengan teliti seusai
menanganinya
f. Jangan menghirup debu/asap/gas/kabut/uap/semburan
g. Dilarang makan,minum atau merokok saat menggunakan produk ini
h. Hindari pelepasan ke lingkungan
i. Jauhkan dari panas/percikan api /nyala terbuka/permukaan panas - Dilarang
merokok
j. Pastikan kemasan tetap tertutup rapat.
k. Berikan grounding/bounding antara kemasan dan peralatan penerimaan
l. Hanya gunakan alat yang tidak menimbulkan percikan
m. Ambil langkah pencegahan terhadap terbentuknya listrik statik

Penyataan peringatan
a. Jika terpapar: Hubungi segera PUSAT PENANGANAN KORBAN KERACUNAN atau
dokter/tenaga medis
b. JIKA TERKENA MATA: Bilas secara hati-hati dengan air selama beberapa menit.
Lepaskan lensa kontak, jika digunakan dan mudah untuk dilakukan. Teruskan
membilas
c. Jika iritasi mata berkelanjutan : Hubungi dokter/tenaga medis
d. Jika iritasi kulit terjadi : Hubungi dokter/tenaga medis
e. JIKA PADA KULIT (atau rambut): Lepaskan / Tanggalkan segera semua pakaian yang
tercemar. Bilas kulit dengan air / di pancuran
f. Cuci pakaian yang tercemar sebelum digunakan kembali
g. JIKA TERHIRUP: Pindahkan korban ke area berudara segar dan pastikan beristirahat
pada posisi yang nyaman untuk bernafas
h. Hubungi PUSAT PENANGANAN KORBAN KERACUNAN atau dokter / tenaga medis
jika anda merasa kurang sehat

79
i. JIKA TERTELAN: Hubungi segera PUSAT PENANGANAN KORBAN KERACUNAN
atau dokter / tenaga medis
j. JANGAN dimuntahkan
k. Jika terjadi kebakaran: Gunakan CO2, bahan kimia kering, atau busa untuk
pemadaman

Penyataan kehati-hatian - Penyimpanan


a. Simpan di tempat terkunci
b. Simpan di tempat yang mempunyai ventilasi udara yang baik. Pastikan dingin
Penyataan kehati-hatian - Pembuangan
Buang isi / wadah ke pabrik pembuangan limbah sesuai dengan peraturan
Lokal/Nasional/Internasional yang berlaku

Informasi lain Bahaya lain


Dapat berbahaya jika tertelan

Bahaya yang tidak diklasifikasikan (HNOC)


..................................................................
....
2. KOMPOSISI / INFORMASI KANDUNGAN BAHAN
Identitas Bahan Kimia .............................................
Bahan tunggal/campuran .............................................

Nama Kimia Sinonim Nomor CAS Berat-%


................................. .......................... .......................... ..........................
................................. .......................... .......................... ..........................
................................. .......................... .......................... ..........................
................................. .......................... .......................... ..........................

3. TINDAKAN PERTOLONGAN PERTAMA

Saran umum Penanganan medis segera diperlukan jika terjadi


kecelakaan atau kondisi tidak sehat , segera dapatkan
bantuan medis (jika memungkinkan, tunjukkan cara
penggunaan atau lembar data keselamatan bahan dari
produk ini) . Jika gejala berkelanjutan, hubungi tenaga
medis

Saran terhirup Pindahkan korban ke area berudara segar Jika


pernafasan tidak teratur atau berhenti, beri bantuan
pernafasan. Hindari kontak langsung dengan kulit.
Gunakan penghalang untuk penafasan mulut ke mulut.
Hubungi tenaga medis. Bantuan pernafasan dan/atau
oksigen mungkin diperlukan. Pindahkan ke area berudara
segar jika terjadi penghirupan uap tidak sengaja. Jika
gejala berkelanjutan, hubungi tenaga medis.

80
Setelah kontak kulit Segera cuci bersih dengan air yang banyak. Cuci pakaian
yang terkontaminasi sebelum digunakan kembali. Jika
iritasi kulit berlanjut, hubungi dokter. Segera cuci bersih
dengan sabun dan banyak air. Perhatian medis segera
tidak diperlukan. Segera cuci bersih dengan sabun dan
banyak air saat menanggalkan semua pakaian dan sepatu
yang terkontaminasi

Setelah kontak mata Basuh dengan air yang banyak dengan segera. Setelah
pembilasan awal, lepas lensa kontak dan teruskan
membilas untuk sekurang-kurangnya selama 15 menit.
Pastikan mata terbuka lebar sewaktu membilas Jika
gejala berkelanjutan, hubungi tenaga medis

Setelah tertelan JANGAN paksa muntah. Minum banyak air Jika gejala
berkelanjutan, hubungi tenaga medis. Bilas mulut dan
bersihkan mulut dengan air dan seterusnya minum air
yang banyak. Jangan beri apa-apa melalui mulut kepada
orang yang tidak sadarkan diri .Hubungi tenaga medis

Gejala dan efek yang paling penting, kedua-duanya akut dan jangan terlambat
Indikasi dimana perawatan medis segera dan perawatan khusus diperlukan
Perlindungan diri dengan .................................................................................
Tindakan pertolongan .................................................................................
pertama

Catatan untuk dokter Rawat sesuai dengan gejalanya

4. LANGKAH-LANGKAH PEMADAMAN API

Media pemadam yang sesuai Gunakan langkah-langkah pemadaman yang


sesuai dengan keadaan setempat dan
lingkungan

Media Pemadam khusus Dinginkan drum dengan semprotan air

Prosedur pemadam khusus Jika api terlalu sulit untuk dipadamkan, lindungi
lingkungan dan biarkan api terbakar
dengan sendirinya sampai habis

Bahaya khusus yang timbul dari bahan kimia


Simpan produk dan wadah kosong jauh dari panas dan sumber api.

Peralatan pelindung dan peringatan untuk petugas pemadam kebakaran


Pakai alat bantu pernafasan dan baju pelindung

5. TINDAKAN ATAS KEBOCORAN/PELEPASAN YANG TIDAK


SENGAJA

81
Langkah kehati-hatian personal
Pindahkan semua sumber nyala (pijar) Evakuasi personil ke area yang aman.
Pastikan ventilasi yang memadai, terutama di area terbatas Gunakan alat
perlindungan diri seperti yang telah ditentukan. Hindari berada pada arah
bertentangan dengan tumpahan/kebocoran

Langkah kehati-hatian lingkungan Langkah kehati-hatian lingkungan


Mencegah kebocoran lebih lanjut atau tumpahan jika aman untuk
melakukannya. Mencegah produk dari memasuki saluran pembuangan.
Jangan menyiram ke dalam air permukaan atau sistem pembuangan air
limbah

Metode dan bahan untuk pembendungan dan pembersihan


Metode Cegah kebocoran lebih lanjut atau tumpahan pembendungan jika
aman untuk melakukannya
Kaedah pembersihan Angkat dan pindahkan ke dalam kemasan
yang telah diberi label dengan benar.
Membendung dan merendam dengan bahan
penyerap inert (seperti pasir, gel silika,
pengikat asam, pengikat universal, serbuk
gergaji).

6. PENANGANAN DAN PENYIMPANAN


Langkah kehati-hatian untuk penanganan bahan yang aman Saran
untuk penanganan bahan yang aman
a. Pastikan ventilasi yang memadai, terutama di area terbatas.
b. Jauhkan daripada panas, percikan api, nyala api dan sumber penyalaan yang
lain (seperti lampu petunjuk, motor elektrik dan listrik statik ).
c. Ambil tindakan pencegahan terhadap timbulnya listrik statik.
d. Gunakan alat dan peralatan yang explosion proof.
e. Semua peralatan yang digunakan sewaktu menangani produk tersebut harus
digrounding.
f. Pergunakan exhaust.
g. Pergunakan alat pelindung diri seperti yang telah ditentukan.
h. Jangan menghirup debu/asap/gas/kabut/uap/semburan.

Kondisi penyimpanan yang aman, termasuk adanya inkompatibilitas.


Kondisi penyimpanan
a. Pastikan kemasan tertutup rapat di tempat yang kering dan sejuk.
b. Simpan dalam kemasan dengan label yang benar.
c. Pastikan kemasan selalu ditutup rapat dan disimpan di tempat yang dingin dan
mempunyai ventilasi udara yang baik.

Penanganan pencegahan Bahan atau Campuran yang tidak sesuai


Tidak ada informasi yang tersedia

82
7. PENGENDALIAN PAPARAN / PERLINDUNGAN DIRI
Pedoman paparan

Nama Kimia Indonesia

.................................. ..................................
.................................. ..................................
.................................. ..................................
.................................. ..................................
.................................. ..................................

Nama Kimia ACGIH OSHA PEL NIOSH IDLH

.................................. .......................... .......................... ..........................


......

Pengendalian rekayasa
Pastikan cukup ventilasi, khususnya di area yang terbatas.

Alat Pelindung Diri (APD)

Pelindung Tangan Sarung tangan dibuat dari plastik atau karet

Pelindung Kacamata goggles yang rapat/ Kaca pelindung


mata/muka wajah

Perlindungan kulit Sepatu antistatic. Pakailah pakaian dan badan


tahan/menghambat api/nyala. Sarung tangan
dibuat dari plastik atau karet. Pakailah Apron
pelindung yang sesuai.

8. SIFAT-SIFAT FISIK DAN KIMIA

Keadaan fisik
Bentuk fisik Cairan
Tampilan Tidak data yang tersedia
Warna Tidak berwarna
Bau Tidak data yang tersedia
Nilai Ambang Kebauan Tidak data yang tersedia
pH Tidak ada data tersedia
Titik leleh … °F / ... °C
Titik beku Tidak data yang tersedia
Titik didih awal Tidak data yang tersedia
Titik didih Tidak ada data tersedia

83
Titik nyala … °F / ... °C

Metode
Kadar penguapan Tidak ada data tersedia
Kemudahbakaran (padatan, gas) Tidak ada data tersedia Batas
ledakan
Batas atas
Batas bawah

Tekanan uap @ 20 ° C 0,67


(kPa)

Kerapatan uap .............. Catatan


Koefisien partisi ..............
Specifik gravity ..............
Kelarutan dalam air ..............

Kelarutan .............. Catatan


Suhu nyala otomatis ...... °F / ........ °C
Suhu penguraian ..............
Viskositas dinamis ..............

9. KESTABILAN DAN REAKTIVITAS

Reaktivitas
Tidak ada informasi yang tersedia

Stabilitas
Stabil pada kondisi normal

Kemungkinan terjadinya reaksi yang berbahaya


Tidak ada pada proses normal

Kondisi yang harus dihindari


Panas, nyala dan percikan api

Bahan-bahan yang Inkompatibel


Tidak ada informasi yang tersedia

Tingkat bahaya pada produk yang terdekomposisi


Tidak ada pada kondisi penggunaan normal

10. INFORMASI TOKSIKOLOGI

Informasi tentang kemungkinan rute paparan

84
Terhirup Tidak ada data tersedia
Kontak mata Tidak ada data tersedia

85
Kontak kulit Tidak ada data tersedia
Tertelan Jika tertelan dapat menyebabkan iritasi
membran
mukosa

Informasi tentang efek toksikologi Keracunan akut


Nama Kimia Oral LD50 Dermis LD Inhalasi LC 50
50

.................. = ........... mg/kg (Rat) .................................... = ... mg/L ( Rat ) ..


h

Efek tertunda, segera dan seperti efek kronik dari paparan jangka pendek ke
jangka panjang

Iritasi kulit
Tidak ada data yang tersedia

Kerusakan mata yang parah /iritasi mata


Tidak ada data yang terseda

Sensitisasi
Tidak ada data yang tersedia

Mutagen sel germ


Tidak data yang tersedia

Karsinogen
Tabel di bawah menunjukkan apakah setiap agensi telah membuat daftar
bahan-bahan kimia sebagai karsinogen

Nama Indonesia IARC


Kimia

............ ............... ...............


.

Toksisitas reproduktif
Tidak ada data yang tersedia

STOT-paparan tunggal
Tidak ada data yang tersedia

STOT - Paparan berulang


Tidak ada data yang tersedia

Toksisitas Kronis
Hindari paparan berulang dapat menyebabkan efek buruk terhadap hati.
Mengandung sesuatu yang dikenali atau diduga sebagai toksin reproduktif

Bahaya tertelan

86
Tidak ada data yang tersedia

Pengukuran tingkat keracunan secara numerik


Tidak ada data yang tersedia

11. INFORMASI EKOLOGI

0% dari campuran terdiri dari komponen (komponen-komponen) yang tingkat bahaya


terhadap lingkungan perairan tidak diketahui.

Nama Kimia Tumbuhan Ikan Udang-udangan


Algae/akuatik

Persisten dan penguraian


Tidak ada data yang tersedia .

Bioakumulasi
Tidak ada data yang tersedia .

Mobilitas
Tidak ada data yang tersedia .

Efek buruk lain


Tidak ada data yang tersedia

12. PERTIMBANGAN PEMBUANGAN

Sisa dari Residu / Produk yang Tidak Digunakan


Pembuangan sepatutnya mengikuti undang-undang dan peraturan
regional,nasional yang berlaku. Produk ini dapat didaur ulang

13. INFORMASI PENGANGKUTAN

IMDG
Nama pengiriman yang benar ............................
Kelas bahaya .............................
No. UN/ID UN…....................
Grup kemasan . ............................
EmS-No .............................
Peruntukan khusus .............................
Pencemar lautan .............................
Bahaya lingkungan .............................
Uraian .............................

RID
No. UN/ID ............................
Nama pengiriman yang benar .............................
Kelas bahaya .........................
Grup kemasan .............................

87
Bahaya lingkungan .............................
Kode klasifikasi .............................
Peruntukan khusus .............................
Uraian .............................

ADR
No. UN/ID .............................
Nama pengiriman yang benar .............................
Kelas bahaya .............................
Grup kemasan .............................
Bahaya lingkungan .............................
Peruntukan khusus .............................
Kode klasifikasi .............................
Kode Batasan terowongan .............................
Uraian .............................

IATA

No. UN/ID .............................


Nama pengiriman yang benar ...........................
Kelas bahaya .............................
Grup kemasan .............................
Kode ERG .............................
Peruntukan khusus .............................
Uraian .............................

14. Informasi Peraturan

Peraturan Nasional
Sebutkan aturan terkait

15. INFORMASI LAIN

Tanggal disahkan: .................................

Catatan Revisi
............................................................................................................................. ....

Referensi
............................................................................................................................. ....

Informasi lain
............................................................................................................................. ......

88
LAMPIRAN 6
Contoh Izin Kerja (Work Permit)

Formulir Ijin Kerja Kontraktor (Contractor Work Rev. ...


Permit) Halaman ... dari ...

INFORMASI
UMUM

Nama Perusahaan
Departemen Pengguna
Lokasi Kerja
Uraian Kerja
Tanggal /Jam mulai Tanggal/ Jam
selesai

DAFTAR PERIKSA Y T
1. Pekerja telah terlatih & kompeten untuk pekerjaan khusus ini?
2. Pengawas pekerjaan ini memiliki pengetahuan/ kecakapan yang
dibutuhkan untuk mengawasi pekerjaan dimaksud?

3. Apakah pekerjaan ini memiliki Standard Operation Procedure (SOP)?


4. Penilaian Risiko (JSA) telah dilakukan? (lampirkan)
5. Penilaian Risiko telah mencakup rencana pertolongan darurat?
6. Peralatan Kerja dan peralatan keselamatan dalam kondisi layak dan
aman untuk digunakan?

7. Pekerjaan tersebut menggunakan peralatan khusus yang terdaftar (misal:


crane, boiler, dll)

8. Pekerjaan ini telah dikomunikasikan dengan pengawas dan karyawan?


IZIN TAMBAHAN Y T (lampirkan, jika Y T
jawabannya Ya)

Electrical (Lock Out Tag Out) Izin Memasuki Ruang Terbatas


Ijin kerja bekerja diketinggian Izin Kerja Panas
(1.8 meter)

Ijin penggunaan Bahan


Berbahaya Beracun (B3)

BAHAYA K3L BERISIKO Y T BAHAYA K3L BERISIKO Y T


TINGGI TINGGI

89
Api – bahan yang mudah menyala Sumber energi (listrik, uap,
atau terbakar mekanis)

Percikan bunga api, pemotongan, Kerja pada ketinggian /Lubang


dan penggerindan. terbuka

Debu/kabut/asap atau bahan Akses, jalan keluar dan


kimia berbahaya pergerakan terbatas

PENANGGUNG JAWAB PELAKSANA


Menyatakan bahwa lokasi kerja Menyatakan bahwa prosedur keselamatan
telah diperiksa, dan semua telah diperiksa dan izin bekerja diberikan.
tindakan pencegahan akan
dipatuhi.

Penerima permit - Pemberi permit


Nama -
Nama
Paraf Tang Paraf Tanggal/
gal/ Jam
Jam

Ijin Kerja Ini berlaku sampai dengan hari/ tanggal / Jam :

90
LAMPIRAN 7
Contoh SOP penanganan tumpahan

A. Bahaya Dan Aspek Lingkungan


1. Tergelincir, terjatuh, terpeleset
2. Iritasi

B. APD yang wajib digunakan


1. Helmet
2. Safety Shoes
3. Sarung Tangan
4. Kaca Mata
5. Masker

C. Urutan Kerja
1. Jika pada saat bekerja terjadi tumpahan, segera hentikan pekerjaan jika
mungkin.
2. Isolasi tumpahan tersebut agar tidak menjadi lebih banyak atau menjadi
semakin luas.
3. Gunakan kain majun atau serbuk gergaji atau pasir yang tersedia atau gunakan
sponge untuk mengambil tumpahan dan tuang ke dalam drum penampungan.
4. Jauhkan benda-benda yang mudah bereaksi dan mudah terbakar atau alat- alat
yang bisa menimbulkan percikan listrik dari tumpahan.
5. Amankan personil dari potensi-potensi bahaya
6. Ikuti petunjuk MSDS !!! Tutup permukaan tumpahan dengan menggunakan
sejumlah besar kain majun, serbuk gergaji atau pasir yang tersedia untuk
pekerjaan ini.
7. Kumpulkan semua sisa bahan yang digunakan dengan menggunakan sekop dan
masukkan ke dalam tong sampah B3
8. Bersihkan areal yang terkena tumpahan.
9. Jika tumpahan berjumlah banyak dan memerlukan penanganan oleh team,
segera minta bantuan orang yang terdekat disekitar area.

91
10. Bila tumpahan masuk ke saluran air hujan, maka minta bantuan utility untuk
melakukan pembendungan pada outlet saluran yang menuju ke saluran air
hujan
11. Lakukan penyedotan dan netralisasi.
12. Buat laporan kejadian.

92
LAMPIRAN 8
Contoh SOP penanganan korban kecelakaan

A. Bila terjadi kecelakaan, maka supervisor harus menilai kategori


cederaapakah termasuk kategori dibawah ini:
1. Cedera Ringan
2. Cedera Berat (menyebabkan Loss Time injury atau cacat)
3. Fatality

B. Lakukan penanganan korban sesuai kategori cedera tersebut diatas, yaitu:


1. Cedera Ringan
a. Segera berikan pertolongan dengan sesuai dengan jenis luka dengan
menggunakan sarana P3K yang ada
b. Segera buat laporan dengan menggunakan form yang ada dan serahkan
kepada QHSE untuk dilakukan investigasi
2. Cedera Berat
a. Segera laporkan kepada Manager terkait serta QHSE
b. Pindahkan korban ketempat yang lebih aman, berikan pertolongan
pertama
c. Segera bawa korban ke RS/Klinik terdekat
d. Pastikan korban mendapatkan pertolongan yang sesuai
e. QHSE bersama dengan Head departemen terkait harus melakukan
investigasi sesuai dengan prosedur
3. Fatality
a. Segera laporkan kepada Manager terkait
b. Head Departemen segera melaporkan kejadian tersebut kepada Direktur
c. Segera pindahkan korban ketempat yang lebih aman
d. Bawa korban ke rumah sakit untuk dilakukan visum
e. Ketua P2K3 bersama dan Director serta manager terkait melakukan
investigasi sesuai prosedur
f. Informasi keluar (media massa) hanya melalui Direktur didampingi oleh
HRD manager
g. Segera hubungi pihak keluarga

93
LAMPIRAN 9
Contoh SOP penanganan korban kecelakaan

A. Langkah/prosedur pengendalian
1. Divisi HSE melakukan identifikasi Alat Pelindung Diri untuk setiap aktivitas dan
atau area yang berisiko untuk kemudian menetapkan ke dalam Standar APD dan
kemudian disosialisasikan kepada semua Dept.
2. Divisi HSE mengajukan permintaan pembelian APD sesuai risiko kerja dan jumlah
personil yang membutuhkan kepada Procurement
3. Purchasing melakukan proses pembelian sesuai dengan permintaan
4. HSE mendistribusikan APD kepada semua departemen
5. Departemen Head melakukan sosialisasi standar kepada semua karyawan
sesuai dengan prosedur Komunikasi, Konsultasi dan Partisipasi
6. Karyawan terkait menggunakan APD sesuai dengan Standard Penggunaan
APD
7. Supervisor Melakukan pengawasan penggunaan APD dan memberikan teguran
kepada karyawan terkait bila tidak sesuai dalam penggunaan APD
8. Setiap karyawan diwajibkan memakai APD dengan benar pada saat bekerja
maupun di area wajib APD
9. Pelanggaran terhadap pemakaian APD dapat ditindak tegas sesuai peraturan
perusahaan yang berlaku. Yang masuk dalam kriteria pelanggaran adalah dengan
sengaja merusak APD, merubah fungsi APD, tidak memakai APD di daerah atau
area kerja yang diwajibkan memakai APD
10. HSE Proyek membuat catatan pengeluaran APD dari masing – masing karyawan
dan membuat rangkuman pengeluaran masing – masing jenis APD
11. HSE menentukan jumlah persediaan minimal masing-masing APD yang harus
tersedia di site dengan persetujuan Project Manager
12. Jika persediaan APD sudah mendekati jumlah minimum persediaan maka HSE
Departemen harus mengajukan permintaan pembelian untuk pengadaan APD
tersebut sesuai Prosedur Permintaan Pembelian
13. HSE harus membuat summary pengeluaran dan pemasukan APD serta
melakukan penghitungan ulang jumlah persediaan APD (Stock Taking) setiap
bulan

94
B. Pengeluaran APD untuk karyawan Baru
1. HRD menginformasikan kepada HSE mengenai keberadaan karyawan baru dan
mengajukan permintaan Alat Pelindung Diri untuk karyawan baru kepada
warehouse dengan sepengetahuan dari HSE
2. HSE memberikan rekomendasi kepada warehouse untuk mengeluarkan APD
3. Warehouse mengeluarkan APD sesuai dengan rekomendasi HSE dan meminta
karyawan baru untuk menandatangani Form Pengambilan dan PenggantianAPD
4. Karyawan baru menerima APD dari warehouse dan atau HRD dan menggunakan
APD standar yang telah ditetapkan

C. Penggantian dan Kerusakan APD


1. Pekerja mengajukan permintaan penggantian APD kepada HSE dengan
membawa APD yang lama setelah mendapat persetujuan dari Manager Terkait
2. Operator mengisi Form Pengambilan dan Penggantian APD
3. HSE mengevaluasi permintaan penggantian APD dari departemen dan
memberikan persetujuan penggantian bila sesuai
4. Warehouse mengeluarkan APD sesuai rekomendasi dari HSE dan meminta
karyawan yang bersangkutan untuk menandatangani Form Pengambilan dan
Penggantian APD

D. Kehilangan APD
1. Karyawan bersangkutan melaporkan ke atasan terkait untuk mendapatkan
rekomendasi
2. HSE mendistribusikan standar APD yang dibuat kepada semua departemen

95
Panduan
Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3)
Pembangkit Listrik Tenaga Surya
(PLTS) Fotovoltaik

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN
DAN KONSERVASI ENERGI

Jl. Pegangsaan Timur No.1, RT.1/RW.1, Pegangsaan,


Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta – 10320

2023 www.ebtke.esdm.go.id

95

Anda mungkin juga menyukai