Pengarah
Yudo Dwinanda Priaadi
Penasehat
Andriah Feby Misna
www.ebtke.esdm.go.id
Lintas EBTKE
@djebtke
@djebtke
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah hal yang wajib dipenuhi oleh setiap
pihak yang terlibat dalam pengembangan PLTS mulai dari tahap konstruksi sampai dengan
operasi dan pemeliharaan. Keberhasilan penerapan K3 juga menjadi indikator bahwa
sistem pengelolaan dan instalasi di PLTS telah mampu menghindarkan tenaga kerja,
komponen sistem PLTS dan lingkungan dari kejadian yang tidak diinginkan yang
disebabkan oleh kecelakaan kerja maupun insiden yang disebabkan oleh faktor eksternal.
Untuk memenuhi hal itu, pengelola PLTS harus mengalokasikan waktu dan anggaran
untuk menyiapkan personal K3 yang terlatih dan memiliki kompetensi serta menyediakan
perlengkapan kerja yang aman bagi tenaga kerja.
Pengembangan PLTS saat ini cukup beraneka ragam, mulai dari PLTS di atas tanah, PLTS
Atap, PLTS Terapung maupun Penerangan Jalan Umum tenaga Surya (PJUTS). Setiap tipe
instalasi PLTS memiliki risiko yang berbeda-beda dengan tingkat fatalitas yang berbeda
pula. Oleh karena itu, diperlukan sebuah panduan atau referensi bagi manajemen yang
dapat menggambarkan bahaya dan risiko yang dihadapi oleh tenaga teknis di lapangan
selama tahap konstruksi, operasi maupun pemeliharaan. Pihak manajemen atau pengelola
PLTS dapat menggunakan panduan ini sebagai salah satu rujukan dalam penerapan K3 di
antara sekian banyak referensi yang tersedia. Manajemen juga dapat melakukan
modifikasi pada contoh-contoh identifikasi bahaya dan pengendalian risiko sebagai salah
satu alat untuk mencegah terjadinya insiden pada setiap aktivitas di PLTS.
Selain unsur keselamatan pada tenaga kerja, sistem PLTS dan lingkungan di sekitarnya,
pengembang juga harus memperhatikan kesehatan pegawai dan masyarakat yang
bermukim di sekitar lokasi PLTS. Kesehatan juga menjadi modal utama bagi tenaga kerja
untuk dapat bekerja dengan baik, aman dan bebas dari gangguan yang dapat
mengakibatkan hilangnya konsentrasi pada saat bekerja. Akhir kata, semoga Panduan
K3 PLTS ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam pengembangan PLTS
baik PLTS di atas tanah, PLTS Atap, PLTS Terapung maupun PJTUS.
Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Buku Panduan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Bidang PLTS Fotovoltaik telah selesai disusun.
Buku ini membahas secara lebih luas hal-hal terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
Bidang PLTS mulai dari kebijakan di bidang K3, manajemen risiko, alat pelindung diri,
Sistem Manajemen K3, keselamatan pada tahap konstruksi, keselamatan pada tahap
operasi dan pemeliharaan serta pengelolaan lingkungan diPLTS Fotovoltaik. Buku ini juga
dapat digunakan sebagai informasi tambahan melengkapi buku panduan sebelumnya
yang berjudul Panduan Pengelolaan Limbah B3 PLTS agar dapat memberikan wawasan
dan gambaran terkait K3 kepada para pembaca.
Buku ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan dalam penerapan K3 pada PLTS
sehingga dapat meminimalisir risiko kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja serta
menjamin operasional sistem pembangkit secara optimal dan menciptakan lingkungan
kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong produktivitas energi PLTS
Fotovoltaik. Buku panduan ini ditujukan kepada semua pihak yang terkait dengan
pengembangan energi surya, seperti Pemilik/Pengembang PLTS, Manajemen (pengelola),
Operator Instalasi (tenaga teknis) PLTS, Konsultan, Pemerintah Daerah maupun
Pemerintah Pusat dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam pengembangan PLTS di
Indonesia.
Kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam buku ini. Oleh karena itu,
diperlukan saran dan masukan dari para pemangku kepentingan untuk penyempurnaan
buku panduan ini. Semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Akhir kata, kami mengucapkan terimakasih atas kerjasama seluruh Tim DirektoratAneka
EBT serta Indonesia Delivery and Service Business Departement dan Indonesia Digital
Power Business Department – PT HUAWEI TECH INVESTMENT sebagai kontributor teknis
beserta seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan buku panduan ini, dan kami juga
menyampaikan permohonan maaf apabila masih terdapat kekurangan dalam penyusunan
buku ini.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Indonesia merupakan negara tropis yang akan selalu memperoleh sinar matahari
sepanjang tahun. Selain itu, letak geografis Indonesia yang dilalui oleh garis khatulistiwa
membuat negara Indonesia memiliki keuntungan dalam hal potensi energi surya yang
berlimpah dengan intensitas radiasi matahari rata-rata sekitar 4.8 kWh/m2 per hari di
seluruh wilayah Indonesia. Energi matahari dapat menghasilkan daya hingga 156.486
MW, jumlah energi yang cukup besar dibandingkan dengan sumber energi terbarukan
lainnya. Kondisi ini tentunya dapat dimanfaatkan secara maksimal sebagai sumber energi
seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Setiap upaya penyediaan energi melalui PLTS memiliki bahaya dan risiko, baik risiko
keselamatan maupun kesehatan kerja. Oleh karena itu setiap perusahaan wajib
menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) untuk meminimalisir terjadinya
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Ada beberapa faktor yang mendorong
pentingnya K3 yaitu faktor hak asasi manusia (pekerja berhak untuk sehat dan selamat), faktor
kebijakan (mematuhi peraturan perundang-undangan) dan faktor ekonomi (kerugian
yang timbul akibat kecelakaan kerja). Sebagai salah satu penyedia listrik, pengembang
atau pengelola Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) juga wajib menerapkan komitmen
dan tanggung jawabnya terhadap K3. Penerapan K3 PLTS wajib dilakukan karena
pekerjaan tersebut memiliki potensi risiko kecelakaan mulai dari tahap perencanaan
sampai dengan tahap pemeliharaan.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan telah diturunkan dalam berbagai Peraturan
Pemerintah dan Peraturan Menteri. Salah satunya adalah Peraturan Pemerintah Nomor
50 Tahun 2012 yang menginstruksikan pembentukan Sistem Manajemen K3 (SMK3) untuk
setiap perusahaan yang memiliki tenaga kerja paling sedikit 100 personil atau perusahaan
yang memiliki tingkat potensi bahaya tinggi. K3 juga telah diatur melalui Peraturan
Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja.Pada sektor energi, regulasi K3
pada sektor ketenagalistrikan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
Tentang Cipta Kerja.
Secara umum, PLTS atau sistem fotovoltaik mengubah energi elektromagnetik darisinar
matahari menjadi energi listrik. Pembangkit listrik tenaga surya dikategorikan sebagai
pembangkit listrik energi terbarukan dengan teknologi relatif baru di Indonesia
dibandingkan dengan pembangkit EBT lainnya. Pengembang, pengelola maupun
kontraktor pelaksana pembangunan harus memiliki pengetahuan, pemahaman dan
kesadaran tentang K3 untuk menjamin keselamatan pekerja, sistem maupun lingkungan
di sekitarnya. Oleh karena itu, diperlukan sebuah buku panduanK3 di bidang PLTS
sebagai salah satu referensi bagi pengembang, pengelola maupun kontraktor pelaksana
pembangunan agar aktivitas di PLTS berjalan aman, handal dan ramah lingkungan.
1
1.2 Maksud dan tujuan
Panduan K3 PLTS ini diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan bagi pengelola atau
pengembang terkait penerapan K3 di bidang PLTS mulai dari tahap pra-konstruksi,
konstruksi, operasi dan pasca-operasi. Selain itu, panduan ini diharapkan dapat menjadi
salah satu acuan dalam penerapan K3 pada PLTS sehingga dapat meminimalisir risiko
kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja serta menjamin operasional sistem pembangkit
secara optimal dan menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan efisien
untuk mendorong produktivitas energi PLTS.
Buku panduan ini ditujukan kepada stakeholder yang meliputi Pemilik/Pengembang PLTS,
Manajemen (pengelola), Operator Instalasi (tenaga teknis) PLTS, Konsultan,Pemerintah
Daerah dan Pemerintah Pusat dan pihak lain yang terlibat dalam pengembangan PLTS di
Indonesia.
2
4. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 33 Tahun 2015 tentang PerubahanAtas
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 12 Tahun 2015 Tentang Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Listrik Di Tempat Kerja
8. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 6 tahun 2021 tentang
Tata Cara dan Persyaratan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Bercaun
10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 10 Tahun 2021
tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi
3
13. Keserasian tenaga kerja, peralatan, lingkungan, cara dan proses kerja.
1. Menulis dan memasang semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan pada
tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca
3. Menyediakan APD yang diwajibkan pada tenaga kerja yang dipimpin maupun orang
lain yang memasuki tempat kerja disertai petunjuk-petunjuk yang diperlukan
menurut pegawai pengawas atau Ahli K3 di tempat kerja yang dipimpinnya.
Adapun dari sisi tenaga kerja, maka beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
5. Menyatakan keberatan kerja dimana syarat K3 dan APD yang diwajibkan diragukan
olehnya kecuali dalam hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas
yang dapat dipertanggungjawabkan.
4
1.7 Gambaran umum PLTS
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) fotovoltaik adalah sistem pembangkit listrik yang
bersumber dari radiasi matahari melalui konversi sel fotovoltaik. Semakin tinggi intensitas
radiasi matahari yang mengenai sel fotovoltaik, maka semakin tinggi energi listrik yang
dihasilkannya. Sistem PLTS Fotovoltaik diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe yaitu:
• PLTS Rooftop
PLTS rooftop merupakan sistem PLTS yang dipasang di atas atap atau dapat
terintegrasi dengan atap
• PLTS Terapung
PLTS terapung merupakan PLTS yang dipasang di atas permukaan air
5
Gambar 3. PLTS Terapung
• PLTS Tersebar
Sistem PLTS yang modul fotovoltaiknya didesain secara tersebar danumumnya
tidak memiliki sistem jaringan distribusi, sehingga setiap pelanggan memiliki
sistem PLTS tersendiri.
Diagram instalasi PLTS secara umum ditunjukkan oleh gambar berikut ini:
6
• PLTS Off-grid
• PLTS On-grid
7
Tabel 1. Komponen PLTS dan fungsinya
8
Nama Komponen dan Gambar Fungsi/Keterangan
9
Nama Komponen dan Gambar Fungsi/Keterangan
a. Tahap pra-konstruksi
b. Tahapan konstruksi
10
• Pembangunan pembangkit dan sarana penunjang
• Pendirian/pemasangan tiang transmisi dan/atau distribusi
• Uji commissioning
• Pengelolaan limbah
c. Tahapan operasi
Secara umum, penerapan aspek keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja
berhubungan dengan tenaga kerja, kondisi peralatan dan material serta kondisi
lingkungan di sekitar PLTS. Ada beberapa ruang lingkup pada penerapan K3 PLTS
yang terdiri dari:
a. Manajemen risiko
b. Sistem manajemen K3
c. Keselamatan konstruksi
Poin-poin ruang lingkup di atas akan dijelaskan lebih lanjut pada bab selanjutnya.
11
BAB 2
MANAJEMEN RISIKO PLTS
Bahaya fisik adalah bahaya yang disebabkan oleh faktor fisik yang ada di lingkungan kerja.
Faktor fisik merupakan potensi bahaya yang menyebabkan gangguan terhadap kesehatan
dan keselamatan tenaga kerja apabila pekerjaan dilakukan secara kontinu dalam waktu
yang cukup lama. Faktor bahaya fisik antara lain suhu, kebisingan, getaran, tekanan,
kelistrikan, dan radiasi dan lain sebagainya.
Faktor biologi merupakan potensi bahaya yang bersumber dari tanaman, binatang,
organisme, mikro organisme yang dapat mengancam kesehatan. Contoh dari faktor
bahaya biologi adalah virus, jamur, tanaman pengganggu, dan binatang
Bahaya kimia adalah potensi bahaya yang berasal dari bahan kimia baik yang berbentuk
padat, cair, atau gas. Bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh manusia baik dengan cara
inhalasi (menghirup), ingesti (pencernaan), maupun melalui kontak dengan kulit luar
dapat merusak sistem dan organ tubuh manusia.
Ergonomi merupakan ilmu, teknologi, dan seni untuk menyerasikan alat, cara, proses dan
lingkungan kerja terhadap kemampuan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi
dan lingkungan kerja yang sehat, aman, dan nyaman sehingga tercapainya efisiensi kerja
yang setinggi-tingginya. Bahaya ini disebabkan dan dipengaruhi dari cara kerja, desain
posisi kerja, alat kerja, desain lingkungan kerja yang tidak sesuai dengan tubuh pekerja.
Hal ini dapat menyebabkan kelelahan fisik, nyeri otot, deformitas tulang, perubahan
bentuk, dislokasi, dan kecelakaan kerja.
12
Berdasarkan dampaknya, bahaya dapat dibagi menjadi dua yaitu bahaya keselamatan dan
bahaya kesehatan. Beberapa contoh bahaya keselamatan dan kesehatan diuraikan
sebagai berikut:
a. Bahaya keselamatan ialah suatu potensi bahaya yang dapat menimbulkan risikodan
kecelakaan langsung seperti luka bakar, luka sayat, patah tulang, cederapunggung
atau bahkan kematian. Contoh bahaya keselamatan adalah:
• Tergelincir, tersandung, dan terjatuh
• Kebakaran atau ledakan yang disebabkan oleh bahan mudah terbakar atau
bahan kimia peledak atau korsleting
• Jatuh dari ketinggian
• Kejatuhan benda
• Tersengat arus listrik
• Tenggelam
b. Bahaya kesehatan adalah potensi bahaya yang menimbulkan dampak jangka panjang
terhadap kesehatan atau bahkan menyebabkan penyakit akibat kerja (PAK) misalnya
heat stress akibat suhu lingkungan kerja yang ekstrem (panas), kehilangan
pendengaran karena suara yang bising dari alat kerja, terjadinya masalah pernapasan
yang disebabkan oleh paparan zat kimia atau bahkan cedera sendi, dan penyakit
akibat kerja lainnya.
Banyak faktor yang menyebabkan suatu kondisi berpotensi menimbulkan bahaya. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh faktor tenaga kerja, manajemen maupun kondisi
lingkungan yang tidak teratur. Beberapa contoh kondisi berbahaya dalam pengembangan
PLTS antara lain:
1. Buruknya kondisi alat kerja yang disebabkan oleh minimnya pemeliharaan dan
perawatan yang dilakukan
Sumber bahaya pada PLTS dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok yaitu faktor
manusia/human error (tenaga kerja), faktor komponen/sistem PLTS, metode kerja,
serta lingkungan di sekitar PLTS dan pekerjaan yang memiliki risiko tinggi.
13
2.3.1. Tenaga Kerja
Tenaga kerja menjadi salah satu sumber bahaya karena “ human error” memberikan
kontribusi yang besar dalam kecelakaan kerja. Namun faktor kesalahan yang berasal dari
tenaga kerja tersebut terjadi bukan hanya dari faktor tenaga kerja saja melainkan dapat
terjadi akibat kesalahan perancangan maupun prosedur kerja. Sumber bahaya “human error”
antara lain:
• Tingkat kompetensi dan pemahaman yang rendah terkait dengan K3 dan PLTS,
pekerja tidak memiliki sertifikat dan lisensi sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan
• Pekerja tidak melakukan pengecekan dan pemeliharaan komponen PLTS dengan baik
• Penerapan K3 belum maksimal seperti tidak menggunakan APD dan tidak mematuhi
aturan K3 di tempat kerja
• Sebagian besar instalasi PLTS terdiri dari komponen rangka logam, junction boxes, dan
peralatan lainnya seperti baut, mur, dan lain-lain. Komponen tersebut tajamdan
dapat menyebabkan luka serta cedera
• PLTS terdiri dari banyak alat kerja dan komponen yang mengandung arus listrik.
Terdapat risiko tersengat arus listrik, luka bakar, terjatuh setelah shock
• Baterai
Komponen pada baterai dapat menyebabkan:
- Acid burns
Beberapa instalasi PV memiliki komponen baterai dan sejumlah baterai adalah
jenis lead-acid dan hydrochloric acid. Luka bakar akibat pajanan bahan kimia
terjadi ketika asam kontak dengan bagian tubuh yang terbuka seperti mata.
- Electrical burns
Terdapat risiko luka bakar apabila terjadi korsleting pada unit baterai yang
merupakan salah satu komponen pada PLTS
14
- Ledakan atau kebakaran gas
Sebagian besar baterai yang digunakan pada instalasi PV melepas gas hidrogen.
Gas hidrogen merupakan salah satu gas yang mudah terbakar sehingga baterai
harus ditempatkan pada area yang berventilasi baik
• Beberapa instalasi PV dipasang pada lokasi yang terpencil dan pada permukaan yang
kasar. Berjalan menuju dan di sekitar lokasi instalasi PV, terutama ketika membawa
komponen atau material maka terdapat risiko terpeleset, terjatuh, dan tersandung.
• PV dipasang pada lingkungan yang terbuka (outdoor) sehingga tubuh pekerja dapat
terpajan secara langsung oleh sinar matahari, terdapat risiko yang dapat
menyebabkan pekerja mengalami heat stress.
• PV dipasang pada area yang tinggi, sehingga terdapat risiko yang dapat
mengakibatkan terjatuh dan cedera hingga kematian.
• PV dipasang di area terapung di atas air sehingga terdapat bahaya terjatuh dan
tenggelam.
• Terdapat bahaya biologi yang disebabkan oleh gangguan hewan yang terdapat di
sekitar lokasi instalasi PV seperti burung, laba-laba, lebah, atau hewan-hewanlainnya
• Adanya potensi risiko bencana alam seperti gelombang tinggi, tsunami, badai, dan
angin topan pada PLTS terapung.
15
Gambar 8. Dampak Kecelakaan Kerja
Jenis cedera akibat kecelakaan kerja dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kriteria.
Tujuannya adalah untuk memudahkan pencatatan dan pelaporan statistik kecelakaan
kerja. Salah satu referensi yang digunakan untuk klasifikasi cedera adalah standar
Australia AS 1885-1 (1990). Peringkat/rating kejadian juga perlu diperhatikan dalam
pencatatan dan pelaporan statistik kecelakaan kerja. Klasifikasi cedera akibatkecelakaan
kerja antara lain:
a. Cedera fatal (fatality), yaitu kematian yang disebabkan oleh cedera atau penyakit
akibat kerja
b. Cedera yang menyebabkan hilang waktu kerja (Loss Time Injury), yaitu suatu kejadian
yang menyebabkan kematian, cacat permanen, atau kehilangan hari kerja selama satu
hari kerja atau lebih di luar hari kejadian.
c. Cedera yang menyebabkan kehilangan hari kerja (Loss Time Day), yaitu semua
jadwal masuk kerja yang mana karyawan tidak bisa masuk kerja karena cedera, tetapi
tidak termasuk hari saat terjadi kecelakaan. Juga termasuk hilang hari kerja karena
cedera yang kambuh dari periode sebelumnya.
d. Tidak mampu bekerja atau cedera dengan kerja terbatas (Restricted duty)
e. Jumlah hari kerja karyawan yang tidak mampu untuk mengerjakan pekerjaan
rutinnya dan ditempatkan pada pekerjaan lain sementara.
f. Cedera dirawat di rumah sakit (Medical Treatment Injury), kecelakaan kerja yang
ditangani oleh dokter, perawat, atau orang yang memiliki kualifikasi untuk memberikan
pertolongan pada kecelakaan.
g. Cedera ringan (first aid injury), yaitu cedera ringan akibat kecelakaan kerja yang
ditangani menggunakan alat pertolongan pertama pada kecelakaan setempat, contoh
luka lecet
16
h. Kecelakaan yang tidak menimbulkan cedera (Non Injury Incident), yaitu suatu kejadian
yang potensial, yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja
kecuali kebakaran, peledakan dan bahaya pembuangan limbah.
a. Incident rate, yaitu jumlah kejadian/kecelakaan cedera atau sakit akibat kerja setiap
seratus orang karyawan yang dipekerjakan.
b. Frequency rate, yaitu jumlah kejadian cedera atau sakit akibat kerja setiap satu juta
jam kerja
c. Loss time injury frequency rate, yaitu jumlah cedera atau sakit akibat kecelakaan
kerja dibagi satu juta jam kerja
d. Severity rate, yaitu waktu (hari) yang hilang dan waktu pada (hari) pekerjaan alternatif
yang hilang dibagi satu juta jam kerja
e. Total recordable injury frekwensi rate, yaitu jumlah total cedera akibat kerja yang
harus dicatat (MTI, LTI & Cedera yang tidak mampu bekerja) dibagi satu juta jamkerja
Penyakit Akibat Kerja (PAK) merupakan penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan
dan/atau lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja penting untuk diketahui, karena banyak
orang tidak sadar bahwa keluhan yang mereka alami merupakan dampak dari pekerjaan
mereka sehari-hari. Beberapa contoh penyakit akibat kerja (PAK) antara lain:
c. Carpal Tunnel Syndrome (karena gerakan repetitif dengan postur yang kurang baik)
f. White Finger Syndrom (karena getaran mekanis pada alat kerja), dsb.
a. Observasi
17
c. Walk Through Survei (WTS)
Bahaya yang ada pada aktivitas PLTS memiliki berbagai risiko yang berdampak pada
produktivitas perusahaan dan tenaga kerja. Risiko merupakan kombinasi dari
kemungkinan terjadinya peristiwa berbahaya dan tingkat keparahan yang terjadi
termasuk kerugian jangka panjang. Penilaian risiko dilakukan oleh ahli K3 atau orang yang
memiliki kemampuan dalam bidang K3 yang ditunjuk oleh pihak pengelola/pelaksana
PLTS. Contoh panduan untuk menentukan kategori suatu risiko dapat dilihat pada Tabel
2.
18
Kategori
Contoh Parameter I Contoh Parameter II
Keseringan
Bisa terjadi 1X dalam Probabilitas 1 dari 1000 jam kerja
Sering
seminggu orang
Probabilitas 1 dari 100 jam kerja
Sangat Sering Terjadi hampir setiap hari
orang
Tabel 5. Representasi kategori risiko yang dihasilkan dari penilaian matriks risiko
Rendah Perlu Aturan/Prosedur/Rambu
Sedang Perlu Tindakan Langsung
Tinggi Perlu Perencanaan Pengendalian
Ekstrem Perlu Perhatian Manajemen Atas
Setelah melakukan identifikasi bahaya dan penilaian risiko, maka penting untuk
mengontrol pajanan bahaya yang ada di tempat kerja dengan hierarki pengendalian K3.
Hierarki pengendalian adalah cara untuk menentukan tindakan mana yang paling tepat
dan paling baik untuk mengendalikan pajanan bahaya. Berdasarkan efektivitas
pengendalian bahaya, hierarki pengendalian terdiri dari:
a. Eliminasi
b. Substitusi
19
Jika eliminasi tidak dapat diterapkan maka tingkat pengendalian selanjutnya adalah
Substitusi. Pengendalian bahaya dengan cara Substitusi adalah menggunakan atau
mengganti dengan yang lebih aman.
c. Engineering Controls
Pengendalian secara engineering atau teknik mencakup modifikasi dan design peralatan
atau tempat kerja, memisahkan atau mengisolasi sumber bahaya dari pekerja dengan
jarak atau penghalang, menempatkan material atau alat kerja dengan sistem tertutup,
menggunakan ventilasi, dan metode lainnya.
d. Administratif
Pengendalian yang terakhir adalah alat pelindung diri. Pekerja diharuskan untuk
menggunakan alat pelindung diri sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukannya.
Pengendalian secara eliminasi, Substitusi sulit untuk diterapkan dalam PLTS. Metode
pengendalian bahaya yang dapat diterapkan pada PLTS:
1. Engineering:
b. Mitigasi arus pendek/korsleting pada perairan (PLTS terapung) dengan cara kabelAC
dan DC perlu dialihkan dari modul surya terapung ke sistem distribusi listrikdarat
yang ada di atas permukaan air dan adanya sistem ground-fault interrupter.
20
c. Memastikan area workshop dipasangi lapisan insulasi suara dan membatasi aktivitas
pabrikasi pada malam hari karena adanya bahaya getaran pada proses pabrikasi
floater PLTS terapung.
ii. Shutdown cepat (atau rapid shutdown) adalah persyaratan dan peraturan
keselamatan listrik untuk sistem panel surya atap oleh National Electrical Code
(NEC) di AS. Tindakan pencegahan untuk cepat mematikan konduktor DC tata
surya secara mekanis. Untuk mengurangi kebakaran dan meningkatkan
keselamatan petugas pemadam kebakaran di atap surya.
iii. String-level disconnector (atau pemutus skala string atau SSLD), dapat
memberikan perlindungan yang efektif terhadap kegagalan seperti reverse
current atau koneksi balik, reverse polarity atau polaritas terbalik, dan arus
hubung singkat pada busbar. Inverter dapat mendeteksi arus balik dari setiap
string dengan fungsi deteksi dua arah. Jika terdeteksi polaritas terbalik dan arus
balik yang melebihi batas ambang perlindungan, SSLD akan mematikan arus
gangguan. Sehingga komponen inverter dapat dilindungi terhadap koneksi balik
atau arus balik.
2. Administratif:
a. Training
Training atau pelatihan adalah salah satu metode pengendalian administrative yang
berguna untuk meningkatkan kompetensi dan keahlian dari pekerja sesuai denganjenis
pekerjaan yang dilakukan. Setelah melakukan training, maka pekerja akan mendapatkan
sertifikat atau lisensi sebagai bukti yang menunjukkan bahwa pekerja tersebut memiliki
kualifikasi dan keahlian untuk melakukan pekerjaannya. Beberapa persyaratan
keselamatan terkait training atau sertifikasi pada pekerjaan PLTS:
21
Bekerja di Ketinggian Memasang dan memelihara peralatan pada ketinggian
(TKPK, TKBT) lebih dari 2 meter
Emergency Rescue Teknik penyelamatan dan perlindungan tenaga kerja
serta property ketika terjadi keadaan darurat
Sertifikat Menyelam Operation dan maintenance pada anchor, PLTS
(Diving) terapung
Stop Work Authority adalah kebijakan atau otoritas yang diberikan kepada setiap pekerja
untuk menghentikan suatu aktivitas yang tidak aman atau dapat menimbulkan kecelakaan
kerja. Stop Work Authority dapat diberikan ketika:
• Terjadi cuaca buruk ketika melakukan operasi kerja atau maintenance, contoh
terjadi hujan deras, petir, badai, angin kencang, gempa bumi, dan bencana lainnya
• Pekerja tidak memiliki Surat Ijin Kerja ketika memasuki area kerja
• Tidak ada penerangan yang cukup ketika bekerja pada malam hari
Ijin kerja adalah sistem ijin bekerja secara tertulis yang digunakan untuk mengontrol jenis
pekerjaan tertentu yang berpotensi bahaya dan untuk memastikan bahwa pekerjaan
dilakukan dengan aman dan efisien. Izin kerja juga bisa dipakai sebagai alat untuk
mengidentifikasi sebuah pekerjaan yang akan dikerjakan, potensi-potensi yang dapat
membahayakan pekerjaan dan juga sebagai tindakan pencegahan maupun pengendalian
potensi bahaya tersebut.
Tabel 6. Tipe dan aktivitas yang memerlukan ijin kerja atau work permit
22
Bekerja di permukaan air ▪ Melakukan pekerjaan di atas permukaan air dan
ketika menyelam di dalam air untuk pengoperasian
dan maintenance PLTS terapung
Pada upaya mitigasi menggunakan izin kerja (work permit), terdapat beberapa hal
yang perlu diketahui oleh manajemen antara lain:
a. Deskripsi pekerjaan,
b. Deskripsi lokasi,
m. Keterangan bahwa orang yang bertanggung jawab dalam pekerjaan telah melakukan
pekerjaan selesai, atau belum selesai dan lokasi telah ditinggalkandalam kondisi
aman,
n. Tanda tangan orang yang mengeluarkan izin yang mengkonfirmasikan bahwa lokasi
telah diperiksa dan peralatan telah dikembalikan atau isolasi dalam keadaan aman
atau izin/permit dibatalkan.
Alat pelindung diri adalah hierarki pengendalian terakhir yang dapat dilakukan dalam
mengendalikan bahaya dan risiko pada PLTS. Alat pelindung diri adalah kelengkapan yang
wajib digunakan saat bekerja untuk melindungi dan meminimalisir risiko ketika terjadi hal
yang membahayakan.
23
Gambar 10. Alat pelindung diri
24
BAB 3
PENGAMAN DIRI DAN PERLENGKAPAN
KESELAMATAN KERJA
3.1. Dasar Hukum Alat Pelindung Diri (APD)
Alat pelindung diri ketika bekerja telah diatur dalam Undang-undang dan Peraturan
Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi. Ringkasan dasar hukum alat pelindung diri
antara lain:
Alat pelindung diri harus digunakan selama bekerja di area proyek PLTS. Penggunaan alat
pelindung diri harus sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan. Alat pelindung
25
diri harus sesuai dengan standar dan persyaratan yang berlaku, jika alat pelindung diri
sudah tidak berfungsi dengan baik atau habis batas waktu penggunaannya maka alat
pelindung diri harus diganti.
Pengurus atau pemberi kerja wajib menyediakan alat pelindung diri untuk pekerja. Alat
pelindung diri biasanya digunakan pada bagian kepala, tangan, kaki, dan wajah yang
meliputi pelindung mata dan saluran pernapasan, pelindung telinga, pakaian pelindung
maupun sabuk keselamatan.
26
e. Perisai Wajah
Ketentuan a. Mampu melindungi mata dan wajah dari bahaya spesifik
b. Nyaman dan dapat digunakan bersama APD lain
c. Tahan lama dan mudah dibersihkan
d. Tahan terhadap lemparan benda benda.
e. Dapat menyerap kejutan pukulan.
f. Tahan terhadap air dan tidak mudah terbakar
g. Dapat melindungi mata dari radiasi
Fungsi Melindungi kaki dari tertimpa benda berat, terbakar oleh logam cair,
bahan kimia korosif, dermatitis/eksim karena zat kimia, tersandung
atau tergelincir
Tipe a. Safety shoes
b. Sepatu dengan sol dilapisi logam
c. Sepatu jahit tanpa paku (mencegah bahaya listrik)
d. Sepatu boot
e. Sepatu vinyl
f. Sepatu nitrile
27
Model a. Gloves (sarung tangan)
b. Mitten (jempol terpisah dan 4 jari menyatu)
c. Hand pad (melindungi telapak tangan)
d. Sleve (pergelangan tangan sampai lengan biasanya digabung
dengan sarung tangan)
Bahan a. Sarung Tangan Metal Mesh
b. Sarung Tangan Kulit
c. Sarung Tangan Vinil dan Neoprene
d. Sarung Tangan Karet
e. Sarung Tangan Padded Cloth
f. Sarung Tangan Heat Resistant
g. Sarung Tangan Latex Disposable
Fungsi Melindungi pernafasan terhadap gas, uap, debu atau udara yang
terkontaminasi di tempat kerja yang bersifat racun, korosi ataupun
rangsangan
Model a. Masker (melindungi dari debu/partikel yang masuk ke dalam
pernafasan)
b. Respirator (melindungi pernafasan dari debu, kabut, uap logam,
asap dan gas)
Tipe a. Respirator yang memurnikan udara
b. Respirator dengan suplai udara bersih
c. Respirator dengan suplai oksigen
Fungsi Melindungi pernafasan terhadap gas, uap, debu atau udara yang
terkontaminasi di tempat kerja yang bersifat racun, korosi ataupun
rangsangan
Model a. Sumbat Telinga (Ear Plug)
28
b. Tutup Telinga (Ear Muff)
Fungsi Menutupi seluruh atau sebagian tubuh dari percikan api, panas,
suhu, dingin, cairan kimia dan minyak
Bahan kain dril, kulit, plastik, asbes atau kain yang dilapisi aluminium
29
Tipe a. Flame resistant cotton atau duck (untuk bahaya panas atau
percikan api sedang)
b. Special flame-resistant and heat resistant synthetic fabrics (untuk
memadamkan api)
c. Rubber, neoprene, vinyl or other protective material (untuk
pekerjaan-pekerjaan yang basah atau menanggulangi asam,
korosi dan zat-zat kimia
30
3.2.10. Pelampung.
APD merupakan salah satu peralatan keselamatan yang perlu dijaga dan dirawat untuk
menjaga keamanan pekerja. Perawatan APD berarti turut mnejaga keselamatan pekerja
di tempat kerja. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk merawat APD yaitu:
3. Memeriksa APD sebelum dipakai untuk mengetahui adanya kerusakan atau tidak
layak pakai
4. Memastikan APD yang digunakan aman untuk keselamatan jika tidak sesuai maka
perlu diganti dengan yang baru.
Safety Sign atau Rambu K3 merupakan salah satu cara yang menginformasikan potensi
bahaya-bahaya keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja pada area atau peralatan
kerja serta aktivitas tertentu. Rambu K3 bertujuan untuk mengantisipasi sedini mungkin
bahaya yang muncul di area tersebut dan meminimalisir risiko yang dapat terjadi pada
setiap orang di lokasi baik pekerja, tamu, dan kontraktor. Ada banyak sekali rambu-
rambu K3 dan para ahli telah membaginya menjadi beberapa kelompok agar lebih mudah
dipahami oleh semua orang.
Rambu-rambu K3 ada banyak dan para ahli berusaha agar rambu K3 tersebut dapat
dipahami oleh semua orang dengan mudah. Sebagai dasar pengetahuan sebaiknya
rambu-rambu yang ada di tempat kerja bisa diinformasikan melalui safety induction. Untuk
memudahkan pengenalan potensi bahaya melalui rambu K3, biasanya rambu-
31
rambu tersebut dibuat dalam berbagai bentuk geometri maupun warna tertentu.
Warna rambu-rambu K3 antara lain:
1. Kuning (caution/waspada)
2. Biru (notice/perhatian)
3. Merah (danger/bahaya)
32
BAB 4
SISTEM MANAJEMEN K3 PLTS
4.1. Manajemen K3
Organisasi yang mengatur keselamatan dan kesehatan kerja sangat diperlukan dalam
perkembangan PLTS. Hal ini sesuai dengan regulasi yang ada guna menciptakan
keamanan dalam bekerja sesuai norma dan standar yang berlaku. Organisasi yang
mengatur tentang keselamatan dan kesehatan kerja disebut sebagai Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
SMK3 merupakan bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi
struktur organisasi perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur proses dan
sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan pencapaian, pengkajian dan
pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian
risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman.
Tabel berikut mendeskripsikan aktivitas terkait penerapan SMK3 di PLTS.
33
3 Pelaksanaan • Dilaksanakan oleh Pelaksanaan K3 meliputi:
rencana K3 sumber daya manusia • tindakan pengendalian;
yang kompeten
• perancangan (design) dan
• Didukung sarana rekayasa;
prasaran memadai (unit
• prosedur dan instruksi kerja;
penanggung jawab K3,
biaya K3, SOP, instruksi • penyerahan sebagian
kerja) pelaksanaan pekerjaan;
• pembelian/pengadaan
barang dan jasa;
• produk akhir;
• upaya menghadapi keadaan
darurat kecelakaan dan
bencana industri; dan
• rencana dan pemulihan
keadaan darurat.
Menurut PP Nomor 50 Tahun 2012, SMK3 harus dibentuk apabila sebuah perusahaan
memiliki tenaga kerja lebih dari 100 orang atau pekerjaan tersebut memiliki potensi
bahaya yang tinggi. Meskipun demikian, perusahaan yang tidak memenuhi kriteria sesuai
PP Nomor 50 Tahun 2012 wajib memiliki unit K3 untuk menjamin keamanan tenaga kerja
di tempat kerja sesuai undang-undang.
34
4.2. Langkah-Langkah Penerapan K3
Dalam menerapkan SMK3 ada beberapa tahapan yang harus dilakukan agar SMK3
tersebut menjadi efektif, karena SMK3 mempunyai elemen-elemen atau persyaratan-
persyaratan tertentu yang harus dibangun di dalam suatu organisasi atau perusahaan.
Sistem Manajemen K3 juga harus ditinjau ulang dan ditingkatkan secara terus menerus
dalam pelaksanaanya untuk menjamin bahwa sistem itu dapat berperan dan berfungsi
dengan baik serta berkontribusi terhadap kemajuan perusahaan. Dalam implementasinya
SMK3 mempunyai 2 tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pengembangan dan
penerapan. Tahap persiapan merupakan tahapan awal yang harus dilakukan oleh
perusahaan. Dalam tahap ini melibatkan lapisan manajemen, sejumlah personel, mulai
dari menyatakan komitmen sampai dengan kebutuhan sumber daya yang diperlukan.
Adapun tahap pengembangan dan penerapan, mencakup beberapa langkah yang harus
dilakukan oleh perusahaan dengan melibatkan banyak personel, mulai dari melaksanakan
sosialisasi dan melaksanakan sendiri kegiatan audit internal serta tindakan perbaikannya
sampai sertifikasi. Penerapan SMK3 pada tahap persiapan dan tahap penerapan
dideskripsikan pada tabel berikut.
Dalam penerapan SMK3, Pengembang PLTS dapat menggunakan jasa konsultan dengan
pertimbangan pengalaman dan kompetensi yang dimiliki, independensi serta memiliki
waktu yang cukup karena tidak dibebani tugas-tugas lain dari pengembang.
35
Terdapat 14 elemen yang harus dilakukan dalam penerapan Process Safety
Management, diantaranya:
1. Employee Participation
4. Operating Procedures
5. Training
6. Contractor’s obligation
8. Mecahnical Integrity
36
BAB 5
PENGELOLAAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA PADA PLTS
5.1. Pengelolaan Keselamatan Kerja
Penyedia dapat membuat prosedur dan instruksi kerja pada setiap pekerjaan yang
dilaksanakan. Contoh pekerjaan yang memerlukan instruksi kerja adalah sebagai berikut:
37
5.2. Keselamatan Konstruksi PLTS
38
Tabel 12. Muatan Substansi RKK Konsultasi Konstruksi Pengawasan/ Manajemen
Penyelenggaraan Konstruksi
39
5.2.2. Rencana Mutu Pekerjaan Konstruksi
Rencana Mutu Pekerjaan Konstruksi (RMPK) adalah dokumen kajian tentang keselamatan
konstruksi yang memuat uraian metode pekerjaan, rencana inspeksi dan pengujian, serta
pengendalian subpenyedia jasa dan pemasok, dan merupakan satu kesatuan dengan
dokumen kontrak. Setiap Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi wajib menyusun
Penjaminan Mutu dan Pengendalian Mutu (PMPM) pekerjaan konstruksi dalam RMPK.
a. Struktur organisasi penyedia jasa beserta hubungan kerja antara pengguna jasa
dan subpenyedia jasa
b. Jadwal pelaksanaan pekerjaan
c. Gambar dan spesifikasi teknis
d. Tahapan pekerjaan
e. Rencana metode pelaksanaan kerja (work method statement) terdiri atas komponen
metode kerja, tenaga kerja konstruksi, material, alat, dan aspek keselamatan
konstruksi
f. Rencana pemeriksaan dan pengujian;
g. Pengendalian subpenyedia jasa, meliputi kriteria persyaratan pemilihan subpenyedia
jasa yang dilakukan oleh penyedia jasa pelaksana konstruksi sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh pengguna jasa
h. Pengendalian pemasok meliputi jenis pekerjaan yang dipasok, jumlah pemasok,
kriteria, dan prosedur pemilihan.
Tenaga kerja merupakan faktor yang penting dalam proses PLTS. Pengelolaan kesehatan
kerja sama juga berarti mengelola aset tenaga kerja agar dapat melakukan konstruksi
PLTS sampai dinyatakan selesai. Oleh karena itu perlu dilakukan beberapa aktivitas untuk
menjaga kebugaran dan kesehatan tenaga kerja selama konstruksi di lokasi PLTS. Hal ini
bertujuan untuk mencegah gangguan kesehatan dan penyakit yang diakibatkan oleh
proyek PLTS. Contoh upaya pengelolaan kesehatan dapat dilihat pada Tabel 13.
Kegiatan Uraian
Pemeriksaan Kesehatan • SOP pemeriksaan kesehatan berkala, pemeriksaan
kesehatan khusus, pencegahan penyakit menular dan
penyakit akibat kerja
• pemeriksaan kesehatan bagi seluruh pekerja
• menyediakan klinik dan fasilitas kesehatan
• memberikan fasilitas P3K
Pemberantasan penyakit • koordinasi dengan instansi terkait fogging
menular dan berbahaya • sosialisasi pencegahan penyakit menular akibat virus
dsb
40
Kegiatan Uraian
Peningkatan kesegaran • Olahraga rutin secara berkala
jasmani untuk menjamin • Memberikan suplemen (vitamin dsb)
kebugaran pekerja.
Perlindungan sosial Mendaftarkan pekerja ke program jaminan
tenaga kerja ketenagakerjaan dan jaminan kesehatan
Pengelolaan lingkungan kerja selama konstruksi PLTS dapat dituangkan dalam Rencana
Kerja Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (RKPPL). Beberapa parameter
pengelolaan lingkungan selama konstruksi dapat dilihat pada Tabel 14.
Parameter Uraian
Setiap pekerja di area PLTS harus memiliki kesadaran dan kesiapsiagaan pada kondisi
darurat. Kondisi darurat dapat terjadi kapan saja baik disebabkan oleh bencana alam
maupun kesalahan prosedur pekerjaan. Agar para pekerja siapa dan sigap dalamkondisi
darurat, perlu dilakukan sosialisasi dan publikasi serta pelatihan kondisi tanggap darurat.
Beberapa hal yang dapat disiapkan untuk menghadapi kondisi darurat antara lain:
41
BAB 6
KESELAMATAN PENGOPERASIAN DAN
PEMELIHARAAN PLTS
6.1. Keselamatan Ketenagalistrikan
Lingkup K2 meliputi:
• Pemenuhan standardisasi peralatan dan pemanfaatan tenaga listrik
• Pengamanan instalasi tenaga listrik
• Pengamanan pemanfaatan tenaga listrik
Kegiatan K2 yang mempunyai potensi bahaya pada beberapa tahap tertentu. Oleh
karena itu diperlukan pemenuhan keselamatan ketenagalistrikan meliputi:
• Setiap instalasi tenaga listrik yang beroperasi wajib memiliki Sertifikat Laik Operasi
• Setiap badan usaha penunjang tenaga listrik wajib memiliki Sertifikat Badan Usaha
• Setiap tenaga teknik dalam usaha ketenagalistrikan wajib memiliki Sertifikat
Kompetensi
42
6.2. Sistem Manajemen Keselamatan Ketenagalistrikan (SMK2)
Selain regulasi di tingkat nasional, PP Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) juga memberikan dasar hukum
untuk mengembangkan pedoman penerapan SMK3. Pasal 4 Ayat (2) dari PP tersebut
menyatakan bahwa instansi pembina sektor usaha dapat mengembangkan pedoman
penerapan SMK3 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan
adanya regulasi ini, pelaku industri ketenagalistrikan didorong untuk mengadopsi praktik
keselamatan kerja yang baik, termasuk dalam konteks keselamatan ketenagalistrikan.
43
6.4. Hubungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja dengan Keselamatan
Ketenagalistrikan
Dalam konteks keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta keselamatan ketenagalistrikan
(K2), definisi dan lingkup keduanya memiliki peran penting dalam memastikan keamanan
serta kesejahteraan pekerja dan masyarakat yang terlibat dalam industri
ketenagalistrikan. Menurut PP Nomor 50 Tahun 2012, K3 didefinisikan sebagai segala
kegiatan yang bertujuan untuk menjamin dan melindungi keselamatan serta kesehatan
tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan bagian dari
sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang meliputipenetapan kebijakan
K3, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, serta peninjauan dan peningkatan
kinerja K3, dengan tujuan menciptakan tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.
Sementara itu, keselamatan ketenagalistrikan (K2) diatur oleh Peraturan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 10 Tahun 2021. K2 mencakup upaya
pemenuhan standarisasi peralatan dan pemanfaatan tenaga listrik, pengamanan instalasi
tenaga listrik, serta pengamanan pemanfaatan tenaga listrik. Sistem Manajemen
Keselamatan Ketenagalistrikan (SMK2) merupakan bagian dari sistem manajemen badan
usaha secara keseluruhan yang bertujuan mengendalikan risiko yang berkaitan dengan
ketenagalistrikan, dengan fokus menciptakan keselamatan ketenagalistrikanyang andal,
aman bagi instalasi, manusia, dan makhluk hidup lainnya, serta ramah lingkungan.
Dalam konteks instalasi tenaga listrik, K2 mencakup aspek keselamatan manusia dan
makhluk hidup lainnya, sementara K3 melibatkan keselamatan tenaga kerja secara umum.
Namun, penting untuk diingat bahwa K3 juga merupakan bagian dari K2, di mana
keselamatan dan kesehatan pekerja adalah komponen kritis dalam mencapai keselamatan
ketenagalistrikan secara keseluruhan.
Dengan mengintegrasikan K3 dan K2, serta memastikan pemenuhan standar dan regulasi
yang berlaku, industri ketenagalistrikan dapat mencapai tujuan utama: menciptakan
lingkungan kerja yang aman, menjaga keandalan dan keselamatan sistem
ketenagalistrikan, serta memberikan manfaat positif bagi masyarakat dan lingkungan
sekitarnya. Integrasi ini mendukung visi keselamatan dan keberlanjutan dalam industri
ketenagalistrikan, sehingga potensi risiko dan dampak negatif dapat diminimalkan,
sementara manfaat positifnya dapat ditingkatkan.
44
Gambar 24. Penerapan Keselamatan Ketenagalistrikan
45
DRAFT-02_Ver.1
46
6.6. Pengoperasian PLTS
Sistem Baterai
• Periksa apakah prosedur instalasi mekanikal sudah
dipenuhi
• Periksa konektor pada baterai apakah sudah
terpasang dengan benar
• Pastikan tidak ada kebocoran elektrolit
47
• Pastikan posisi breaker DC dan AC dalam posisi
“OFF”
• Pastikan tombol emergency stop berfungsi dan
posisi release
Inverter
• Periksa apakah prosedur instalasi mekanikal sudah
dipenuhi
• Periksa pengkabelan arus searah (DC) dan arus
bolak-balik (AC)
• Pastikan posisi breaker DC dan AC dalam posisi
“OFF”
Sisi Optimizer:
• Pastikan optimizer telah terpasang dengan baik
• Pastikan Input dan Output optimizer tidak terbalik
• Ukur resistansi untuk memastikan seluruh optimizer
telah terpasang dengan baik. Untukmemastikannya,
nilai resistansi berkisar 0.9-1 kΩ
48
Menghidupkan PLTS off-grid sistem DC Coupling
• Pastikan tidak ada perbaikan atau pekerjaan di PLTS
• Starting sistem baterai
• Nyalakan inverter dengan hidupkan controller solar
charge dalam sistem, tekan dan tahan tombol
precharge/tombol on sampai battery correctpolarity
menyala, tekan dan tahan tombol ON pada tampilan
panel depan inverter, hidupkan output inverter circuit
breaker, lakukan verifikasi ke panel distribusi AC
untuk mulai memasukkan beban ACke grid
• Starting Solar Charge Controller dengan mematikan
semua peralatan listrik yang terhubung ke inverter,
tekan dan tahan tombol precharge atau tombol ON
hingga indikator menunjukkan ON kemudian
hidupkan circuit breaker baterai panel, charge
controller sudah mulai beroperasi dan lampu
indikator akan menyala atau berkedip
Pemeliharaan komponen PLTS perlu dilakukan secara rutin dan benar. Sebelum melakukan
pemeliharaan, pekerja diharapkan telah memahami dasar-dasar dari kelistrikan,
komponen-komponen PLTS dan keselamatan ketenagalistrikan. Berikut merupakan
tindakan dan langkah pemeliharaan komponen PLTS:
1) Modul PV
49
d. Pemeriksaan kondisi modul PV:
• Periksa kondisi modul PV, ganti modul PV jika ada yang rusak
• Kencangkan kabel-kabel yang longgar dan periksa kondisi kabel. Jika ada
kabel yang terkelupas, maka tutup dengan isolasi listrik
• Kencangkan baut yang longgar
c. Pencatatan tegangan Solar Charge Controller pada pagi hari dan malam hari
• Pengukuran tegangan secara langsung dengan menggunakan multi meter
3) Baterai
a. Pemeriksaan kebersihan
• Gunakan kuas kering atau kemoceng untuk membersihkan debu
4) Combiner Box
Pemeriksaan kondisi combiner box
• Jika terdapat lubang, maka segera tutup dengan lem khusus sealent panel
• Jika MCB atau sekring rusak maka segera ganti dengan jenis yang sama
pada kondisi PLTS mati
50
c. Perbaiki jika ada kabel yang tergores dan bersihkan pepohonan yangmelintang
jaringan distribusi
d. Jika tiang miring maka segera lakukan perbaikan
7) Rumah Pembangkit
a. Pemeriksaan kebersihan ventilasi rumah pembangkit
b. Pemeriksaan lubang kabel, jika terdapat lubang maka segera tutup agar tidak
ada hewan yang masuk yang dapat merusak kabel atau perangkat lainnya
c. Pemeriksaan lingkungan rumah pembangkit, segera perbaiki pagar dan pintu
apabila tidak dapat dikunci dan bersihkan dari kotoran yang ada
d. Pemeriksaan atap rumah pembangkit saat hujan, periksa apakah terdapat
kebocoran pada rumah pembangkit
e. Pemeriksaan energy limiter, grounding dan instalasi kabel
Kondisi darurat dapat terjadi kapan saja dan di mana saja, oleh karena itu perlu adanya
rencana dan antisipasi untuk menanggulangi keadaan darurat. Dalam penanganan
keadaan darurat harus selalu diperhatikan aspek keselamatannya terutama keselamatan
dan kesehatan dari pekerja, sistem dan komponen PLTS serta lingkungandi sekitar PLTS.
a. Gempa Bumi
Setelah terjadi gempa bumi, maka pekerja harus melakukan tindakan berikut ini:
• Periksa seluruh komponen PLTS, periksa apakah terdapat kerusakan fisik pada
komponen dan segera perbaiki jika ada kerusakan
• Periksa baut-baut dari kemungkinan adanya kelonggaran
• Periksa seluruh perangkat kelistrikan dari kemungkinan adanya kerusakan
• Lakukan perbaikan dan penanggulangan jika terdapat kerusakan yang
mengganggu operasional
b. Kebakaran
Kebakaran pada PLTS dapat terjadi kemungkinan karena adanya kelebihan beban, adanya
sambungan kabel yang longgar dan terdapat konsleting arus listik yang disebabkan oleh
hewan maupun kesalahan manusia. Apabila terdapat indikasi kebakaran seperti bau
terbakar dan percikan api maka lakukan langkah berikut:
• Matikan seluruh MCB atau cabut NH Fuse pada panel DC
• Gunakan APAR untuk memadamkan api
• Setelah api padam, putar handle change over switch (SOS) ke posisi “0”
• Setelah api padam, periksa seluruh komponen PLTS apakah terdapat kerusakan
• Jika terdapat kerusakan maka lakukan perbaikan
51
BAB 7
PENGELOLAAN LINGKUNGAN PLTS
7.1. Aspek Pengelolaan Lingkungan PLTS
Aspek lingkungan merupakan salah satu aspek penting yang harus diperhatikan dalam
setiap tahapan pembangunan dan pengembangan PLTS. Berikut merupakan aspek
pengelolaan dalam setiap tahapan:
a. Pada tahap ini perlu diperhatikan faktor keamanan lingkungan terutama untuk
pembuangan limbah operasional selama konstruksi
b. Pada tahap ini perlu sejumlah material dan sejumlah alat bantu mekanis yang
memadai, perlu dipastikan bahwa proses pengiriman ke lokasi PLTS dilakukan oleh
kurir berizin dan mengedepankan standar keamanan lingkungan terutama untuk
material yang mengandung B3
d. Pengelolaan limbah
• Limbah seperti dus, plastik dlll yang telah digunakan maka dapat dikelola pada
tempat yang telah disediakan dan berada di luar PLTS
52
• Limbah B3 yang bersifat korosif, reaktif, dan/atau beracun wajib memiliki
konstruksi dinding yang mudah untuk dilepas dan konstruksi atap, dinding dan
lantai harus tahan terhadap korosi dan api
Limbah B3 yang dihasilkan dari kegiatan PLTS antara lain berasal dari modul PV, baterai,
minyak oli trafo, sisa kabel, dan sisa listrik:
a) Modul PV
Penyumbang utama berat total modul PV silikon kristal adalah 75% kaca, 10% polimer,
8% aluminium, 5% silicon, 1% tembaga dan sejumlah kecil perak, timah dan komponen
logam lainnya. Timbal dan timah jika larut ke dalam tanah dan air tanah maka dapat
menyebabkan masalah kesehatan dan kerusakan lingkungan. Untuk mencegah kerusakan
dan pencemaran lingkungan, maka dapat dilakukan proses daur ulang
b) Baterai
Apabila baterai rusak atau habis maka baterai termasuk ke dalam limbah B3. Limbah
B3 harus dikelola dengan baik melalui proses pengangkutan limbah B3 sesuai dengan
regulasi yang telah ditentukan yaitu pada Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun2014
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Jika terdapat sisa minyak oli trafo makan harus disimpan dengan baik sehingga tidak
terbuang di lokasi sekitar PLTS dan tidak mencemari lingkungan
d) Sisa Kabel
Sisa kabel dari pemasangan PLTS disimpan dengan baik sehingga apabila ada pergantian
kabel maka bisa digunakan kembali namun jika telah rusak maka perlu dipisahkan dengan
limbah yang cair
e) Sisa Plastik
53
Sisa plastik dari bungkusan material diidentifikasi dengan limbah lainnya sehingga
tidak tercampur dan tidak merusak lingkungan sekitar PLTS
Dalam pengelolaan limbah B3, seluruh limbah B3 harus disimpan secara sementara di
dalam bangunan tersendiri seperti Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) di lokasi sekitar
PLTS, dipagari dan ditandai atau dilabeli dengan tulisan yang menjelaskan bahwa di
dalam bangunan tersebut terdapat penyimpanan limbah B3. Selanjutnya, pengembang
PLTS menghubungi pengumpul atau pihak ketiga yang akan mengambil limbah B3 dari
area PLTS.
• Dokumen izin lingkungan terdiri dari SPPL, formulir UKL-UPL, dan dokumen
AMDAL
• Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap
lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL
d. Permen LHK No 26 Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan dan penilaian serta
pemeriksaan dokumen lingkungan hidup dalam pelaksanaan pelayanan perizinan
berusaha terintegrasi secara elektronik
e. Permen LHK No P. 38 Tahun 2019 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau kegiatan
yang wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup
• Pembangkit PLTS dengan kapasitas ≥ 50 MW wajib AMDAL
Dokumen izin lingkungan terdiri dari tiga kategori yaitu SPPL, UKL/UPL, dan AMDAL.
Berikut ini merupakan penjelasan dari dokumen lingkungan:
54
Merupakan pernyataan kesanggupan dari penanggung jawab usaha untuk melakukan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup terhadap dampak lingkungan hidup.
Pembangunan PLTS dengan kapasitas < 1 MW wajib memiliki SPPL yang terdiri dari:
• Identitas pemrakarsa/pelaku usaha
• Informasi singkat terkait dengan usaha
• Keterangan singkat tentang dampak lingkungan yang terjadi
• Pernyataan kesanggupan
• Tanda tangan pemrakarsa
Formulir UKL-UPL adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha atau kegiatan
yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan. Dokumen AMDAL terdiri dari:
• Dokumen Andal
Merupakan dokumen telaahan dan analisis dampak lingkungan hidup yang mendalam
tentang dampak penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan
• Dokumen RKL-RPL.
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) adalah upaya penanganan dampak
lingkungan yang ditimbulkan dari rencana usaha dan/atau kegiatan. Rencana
Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) adalah upaya pemantauan komponen
lingkungan hidup yang terkena dampak dari rencana usaha.
Limbah merupakan sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Di dalam pengelolaan limbah
B3 mencakup kegiatan yang mencakup penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan,
pengangkutan, pengolahan limbah B3, dan penimbun limbah B3. Sebagai informasi, untuk
pengelolaan limbah B3 PLTS dapat mengacu pada panduan yang sudah ada.
55
BAB 8
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN K3 PLTS
8.1. Pembinaan dan Pengawasan K3 PLTS
Pembinaan merupakan suatu proses yang di lakukan untuk mengubah sesuatu agar dapat
mencapai tujuan dengan yang diharapkan. Dalam hal K3 PLTS, pembinaan merupakan
upaya untuk mengubah perilaku khususnya tenaga kerja untuk mencapai cita-cita
keselamatan kerja di lingkungan PLTS. pembinaan K3 PLTS dapat dilakukan melalui
pembelajaran secara formal maupun informal sesuai dengan kebijakan dari pengembang
PLTS.
Pengawasan berasal dari kata awas yang berarti mengamati dan menjaga baik - baik.
Definisi harfiah pengawasan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan proses
penjagaan dan pengarahan yang dilakukan secara sungguh-sungguh agar objek yang
diawasi dapat berjalan semestinya. Pengawasan terdiri dari dua jenis yaitu pengawasan
internal dan pengawasan eksternal. Pengawasan internal dilaksanakan oleh pengembang
IPP sedangkan pengawasan eksternal biasanya dilakukan oleh pemerintah. Pengawasan
internal dan eksternal dapat dilakukan dengan bantuan pihak ketiga apabila tidak
tersedia personil yang memiliki kompetensi. Pengawasan dilaksanakan dengan maksud
untuk memperoleh informasi penyelenggaraan K3 di PLTS, pengelolaan administrasi dan
biaya K3 serta memperoleh umpan balik terkait rencana, kebijakan dan pelaksanaan tugas
terkait K3. Selain itu pengawasan dilakukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan,
inefficiency serta hal lain yang dapat menyebabkan bahaya di area PLTS. Ruang lingkup
pengawasan K3 PLTS terdiri dari pemeriksaan administrasi, inspeksi di lapangan serta kaji
ulang laporan K3 yang telah disampaikan.
56
7. Dalam hal adanya perbaikan-perbaikan yang memerlukan jangka waktu tertentu,
maka pengelola/pengembang diminta untuk menandatangani kontrak kinerja bahwa
ia bersedia untuk melakukan perbaikan dalam waktu tertentu. Kontrak kinerja
tersebut akan digunakan kemudian apabila diadakan kembali pengawasan rutin.
Kegiatan K3 baik harian, mingguan, bulanan dan tahun harus didokumentasikan dengan
baik dan dilaporkan secara periodik kepada instansi terkait. Laporan yang dibuat dalam
bentuk dokumen yang memuat segala hal terkait biaya K3, data kecelakaan, penyakit dan
hal-hal lainnya yang terkait K3 di lingkungan PLTS. Laporan pelaksanaan K3 disusun
dengan mempertimbangkan hal-hal yang tercantum dalam Permenakertrans Nomor 5
tahun 2018, Permen PUPR Nomor 10 tahun 2021 dan
Permen ESDM Nomor 10 tahun 2021.
57
BIBLIOGRAFI
58
LAMPIRAN
59
LAMPIRAN 1
Contoh formulir IPBR pada tahap perencanaan / persiapan konstruksi
PENILAIAN RISIKO
JENIS/TYPE SKALA PENETAPAN PENGENDALIAN
NO IDENTIFIKASI BAHAYA DAMPAK KEKERAPAN KEPARAHAN TINGKAT
PEKERJAAN PRIORITAS RISIKO K3
RISIKO
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Survey Lokasi Atap Gangguankesehatan akibat Luka ringan, 3 3 9 3 Menggunakan Tenaga Ahli
dan Kelistrikan kondisi kerja secara umum, Luka parah, Mengunakan Metode kerja
Ponpes Kecelakaan mengeluarkan Menyusun instruksi kerja
akibat terjatuh dari atap, darah, Melakukan training
tertimpa genting, tertusuk memar,pingsan, Pengunaan APD yang sesuai
tersayat seng, kematian Menggunakan alat Uji/Test yang
terkena stroom listrik , terganggu dan sesuai.
terjepit, terhentinya
tertusuk paku pekerjaan
60
LAMPIRAN 2
Contoh formulir IPBR pada tahap konstruksi
61
4 Pekerjaan Gangguan kesehatan akibat Luka ringan, Luka 1 1 1 3 Menggunakan Tenaga
penarikan kabel kondisi kerja secara umum, parah, Terampil
dan pemasangan Kecelakaan akibat kesalahan mengeluarkan Mengunakan Metode kerja
tray kabel cara penggunaan peralatan, darah, Menyusun instruksi kerja
terjatuh dari atap/dinding, memar,pingsan, Melakukan training
terjepit , tertimpa material kematian Pengunaan APD yang
besi/kayu, terkena stroom terganggu dan sesuai Menggunakan
terhentinya peralatan kerja yang sesuai
pekerjaan
5 Pekerjaan Gangguan kesehatan akibat Luka ringan, Luka 1 1 1 3 Menggunakan Tenaga
pemasangan kondisi kerja secara umum, parah, Terampil
grounding Kecelakaan akibat kesalahan mengeluarkan Mengunakan Metode kerja
cara penggunaan peralatan, darah, Menyusun instruksi kerja
terkena memar,terganggu Melakukan training
palu, terjepit , terbentur, dan terhentin ya Pengunaan APD yang
terkena pekerjaan sesuai Menggunakan
mesiu cadwell peralatan kerja yang sesuai
6 Pekerjaan Gangguan kesehatan akibat Luka ringan, luka 3 3 3 1 Menggunakan Tenaga Ahli
Koneksi kabel kondisi kerja secara umum, parah, luka Mengunakan Metode kerja
Dan Kelistrikan Kecelakaan akibat terkena bakar, pingsan, Menyusun instruksi kerja
stroom, percikan api kematian, Melakukan training
Kerusakan Pengunaan APD yang
peralatan, sesuai Menggunakan alat
kebakaran, Uji/Test yang sesuai.
kerusakan Menyiapkan APAR
material
Terhentinya
pekerjaan
62
LAMPIRAN 3
Contoh formulir evaluasi kinerja SMKK
1.1.1.3 Daftar identifikasi isu internal dan eksternal ditandatangani oleh ahli
teknik terkait dan penanggung jawab keselamatan konstruksi
1.1.2 Organisasi Pengelola SMKK
63
NO. KRITERIA PENILAIAN PENILAIAN PENJELASAN
YA TIDAK
1.1.2.4 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja yang menggambarkan
hubungan kerja antara Pelaksana Pekerjaan Konstruksi dengan Kantor
Pusat Penyedia Jasa yang sekurang- kurangnya meliputi:
1. Tugas, tanggung jawab dan wewenang Tim Pelaksana Pekerjaan
Konstruksi dan Kantor Pusat Penyedia Jasa;
2. Hubungan kerja antara Tim Pelaksana Pekerjaan Konstruksi dan
Kantor Pusat Penyedia Jasa;
3. Jadwal pelaporan kinerja pelaksanaan pekerjaan khususnya terkait
Keselamatan Konstruksi pada pimpinan puncak Penyedia Jasa di
Kantor Pusat;
4. Kendala yang dihadapi terkait pelaksanaan pekerjaan khususnya
terkait masalah Keselamatan Konstruksi dan alternatif solusi
pemecahan masalah tersebut yang membutuhkan
bantuan dukungan dari pimpinan puncak Penyedia Jasa di Kantor
Pusat.
1.1.2.5 Prosedur dan/atau petunjuk kerja ditandatangani oleh Direktur Utama
Penyedia Jasa
1.2 Komitmen Keselamatan Konstruksi
1.2.1 Terdapat komitmen keselamatan konstruksi
1.2.1.1 Isi komitmen keselamatan konstruksi sesuai dengan contoh
1.2.1.2 Komitmen ditandatangani oleh:
1. wakil sah badan usaha (untuk badan usaha yang tidak ber-KSO),
atau
2. pimpinan masing-masing badan usaha (untuk badan usaha yang
ber-KSO).
1.2.1.3 Komitmen menjadi satu kesatuan di dalam RKK
1.2.2 Terdapat Kebijakan Keselamatan Konstruksi
1.2.2.1 Kebijakan Keselamatan Kontraksi dibuat oleh Penyedia Jasa dan
disahkan oleh Pengguna Jasa
64
NO. KRITERIA PENILAIAN PENILAIAN PENJELASAN
YA TIDAK
1.2.3 Tinjauan Pelaksanaan Komitmen
1.2.3.1 Terdapat jadwal kunjungan Pimpinan Perusahaan ke proyek. Pimpinan perusahaan
yaitu level dari direktur hingga
ke tingkat 1 level di bawah
direktur.
1.2.3.2 Jadwal kunjungan Pimpinan Perusahaan ke proyek dilakukan 3 bulan
sekali selama waktu pelaksanaan proyek.
1.2.3.3 Jadwal kunjungan Pimpinan Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi ke
proyek minimal mencakup elemen, kegiatan, PIC, dan bulan
pelaksanaan kunjungan
2 PERENCANAAN KESELAMATAN KONSTRUKSI
2.1 Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko, dan Peluang (IBPRP)
2.1.1 Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan
2.1.1.1 Terdapat jadwal pelaksanaan pekerjaan Memuat uraian seluruh item
pekerjaan yang akan
dilaksanakan sesuai dengan
kontrak dan menampilkan
jangka waktu yang dibutuhkan
setiap pekerjaanya.
2.1.1.2 Format jadwal pelaksanaan minimal meliputi uraian pekerjaan, bobot,
dan waktu pelaksanaan.
2.1.2 Terdapat IBPRP
2.1.2.1 Format IBPRP minimal memuat aktivitas pekerjaan, identifikasi bahaya,
jenis bahaya, persyaratan pemenuhan peraturan, pengendalian awal,
penilaian tingkat risiko (kemungkinan, keparahan, nilai risiko, tingkat
risiko), pengendalian lanjutan, penilaian sisa risiko (kemungkinan,
keparahan, nilai risiko, tingkat risiko), keterangan.
2.1.2.2 Tahapan aktivitas IBPRP sesuai dengan lingkup pekerjaan
65
NO. KRITERIA PENILAIAN PENILAIAN PENJELASAN
YA TIDAK
2.1.2.3 IBPRP dibuat oleh Ahli K3/ Ahli Keselamatan Konstruksi/Petugas K3
Konstruksi dan ditandatangani oleh pimpinan tertinggi pekerjaan
konstruksi. Penanggung Jawab
Keselamatan Konstruksi dan ditandatangani oleh Kepala Pelaksana
Pekerjaan Konstruksi
2.1.3 Analisis Keselamatan Konstruksi (AKK)*
*khusus untuk pekerjaan yang memiliki risiko besar
2.1.3.1 AKK minimal meliputi tahapan pekerjaan, bahaya, risiko,
pengendalian, dan tanggung jawab
2.1.3.2 AKK ditandatangani oleh Ahli K3/ Keselamatan Konstruksi, Pengguna
Jasa, ahli teknik terkait, Penyedia Jasa
2.2 Rencana Tindakan (Sasaran dan Program)
2.2.1 Sasaran Umum dan Program Umum
2.2.1.1 Terdapat Sasaran Umum dan Program Umum
2.2.1.2 Sasaran Umum paling sedikit mencakup:
a. Kinerja keselamatan Konstruksi
● Severity Rate (SR) = 0
● Penilaian Indikator Kunci Kinerja Keselamatan Konstruksi
(Construction Safety KPI) = 85%
b. Kinerja Kesehatan Kerja
● Tidak ada Penyakit Akibat Kerja (PAK)
c. Kinerja Pengelolaan Lingkungan Kerja
● Tidak ada pencemaran lingkungan
d. Kinerja Pengamanan
● Tidak ada gangguan keamanan yang mengakibatkan
berhentinya pelaksanaan pekerjaan
2.2.1.4 Program Umum paling sedikit mencakup:
a. Kinerja keselamatan Konstruksi
66
NO. KRITERIA PENILAIAN PENILAIAN PENJELASAN
YA TIDAK
● Komunikasi: Induksi Keselamatan Konstruksi, Pertemuan
pagi hari, Pertemuan kelompok kerja ,Rapat Keselamatan
Konstruksi
● Pelatihan / Sosialisasi
b. Kinerja Kesehatan Kerja
● Pemeriksaan kesehatan (awal & berkala)
● Peningkatan kesegaran jasmani
c. Kinerja Pengelolaan Lingkungan Kerja
● AMDAL / UKL-UPL
● Tata Graha (Housekeeping)
● Pengolahan sampah dan limbah
d. Kinerja Pengamanan
● Petugas keamanan
● Koordinasi dengan pihak terkait
2.2.2 Sasaran Khusus dan Program Khusus
2.2.2.1 Terdapat Sasaran Khusus dan Program Khusus
2.2.2.2 Sasaran Khusus dan Program Khusus dibuat berdasarkan identifikasi
bahaya, penilaian risiko dan peluang yang bersifat khusus yaitu
memiliki skala prioritas sedang dan tinggi
2.2.2.3 Sasaran Khusus dan Program Khusus minimal meliputi sasaran khusus,
program khusus, jadwal pelaksanaan, indikator pencapaian, dan
penanggung jawab
2.3 Standar dan Peraturan Perundang-Undangan
2.3.1 Terdapat Standar dan Peraturan Perundang-undangan
2.3.2 Format Standar dan Peraturan Perundang-Undangan minimal memuat Termasuk prosedur yang diacu
pengendalian risiko, peraturan perundangan dan persyaratan lainnya,
dan pasal sesuai dengan pengendalian risiko
3 DUKUNGAN KESELAMATAN KONSTRUKSI
3.1 Sumber Daya
67
NO. KRITERIA PENILAIAN PENILAIAN PENJELASAN
YA TIDAK
3.1.1 Peralatan
3.1.1.1 Terdapat bukti Surat Ijin Kelaikan Operasi (SILO) pesawat angkut dan
angkut
3.1.1.2 Terdapat bukti sertifikat kelaikan peralatan konstruksi lainnya yang
digunakan pada Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi
3.1.1.3 Terdapat daftar peralatan utama yang akan digunakan pada Status Kepemilikan peralatan
pelaksanaan pekerjaan konstruksi minimal memuat Jenis Peralatan, yang dibuktikan dengan surat
Merk & Tipe, Kapasitas, Jumlah, Lokasi, dan Status Kepemilikan kepemilikan maupun surat
perjanjian
3.1.1.4 Daftar peralatan utama di tandatangani oleh Pimpinan Tertinggi
Pekerjaan Konstruksi
3.1.2 Material
3.1.2.1 Terdapat Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB) dari pemasok
3.1.2.2 Terdapat daftar material impor yang akan digunakan pada
Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi
3.1.2.3 Format daftar material impor minimal memuat Jenis Material, Jumlah,
Negara Asal, Jadwal Pengiriman Barang
3.1.2.4 Daftar material impor ditandatangani oleh Pimpinan Tertinggi
Pekerjaan Konstruksi
3.1.3 Biaya
Perhitungan Biaya SMKK mengacu pada peraturan yang berlaku
3.1.4 Kompetensi
3.1.4.1 Terdapat daftar personel yang ikut dalam Pelaksanaan Pekerjaan
Konstruksi
3.1.4.2 Format Daftar Personel minimum memuat Jabatan, Nama Personel,
Pendidikan, Sertifikat Kompetensi Kerja, dan Pengalaman
3.1.4.3 Terdapat bukti sertifikat personel yang terdaftar
68
NO. KRITERIA PENILAIAN PENILAIAN PENJELASAN
YA TIDAK
3.1.5 Kepedulian
3.1.5.1 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja peningkatan kepedulian
Keselamatan Konstruksi.
3.1.5.2 Prosedur dan/atau petunjuk ditandatangani oleh Pimpinan Tertinggi
Pekerjaan Konstruksi dan ahli teknik sesuai bidang.
3.1.5.3 Terdapat analisis kebutuhan pelatihan dan sosialisasi SMKK
3.1.5.4 Terdapat Rencana Pelatihan Keselamatan Konstruksi
3.1.5.5 Format Rencana Pelatihan Keselamatan Konstruksi pada minimal
memuat Jenis Pelatihan, Target Peserta, PIC, dan Waktu Pelaksanaan
3.1.6 Komunikasi
3.1.6.1 Tedapat Prosedur dan/atau petunjuk kerja:
● Induksi Keselamatan Konstruksi;
● Pertemuan pagi hari;
● Pertemuan kelompok kerja;
● Rapat Keselamatan Konstruksi;
● Penerapan informasi bahaya- bahaya;
● Jadwal Program Komunikasi.
3.1.6.2 Format jadwal program komunikasi minimal memuat Jenis
Komunikasi, PIC, dan Waktu Pelaksanaan
3.1.6.3 Prosedur dan/atau petunjuk kerja ditandatangani oleh Penanggung
Jawab Keselamatan Konstruksi dan Pimpinan Tertinggi Pekerjaan
Konstruksi
3.1.7 Informasi Terdokumentasi
3.1.7.1 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja pengendalian dokumen
atas semua dokumen yang dimiliki
3.1.7.2 Terdapat Prosedur dan/atau petunjuk kerja ditandatangani oleh
Pimpinan Tertinggi Pekerjaan Konstruksi
4 OPERASI KESELAMATAN KONSTRUKSI
69
NO. KRITERIA PENILAIAN PENILAIAN PENJELASAN
YA TIDAK
4.1 Perencanaan dan Pengendalian Operasi
4.1.1 Struktur Organisasi Pelaksana Pekerjaan Konstruksi
4.1.1.1 Terdapat struktur organisasi Pelaksana Pekerjaan Konstruksi Hubungan antara penangggung
jwab di
Pengguna Jasa dan
Penyedia Jasa
4.1.1.2 Struktur organisasi dilengkapi dengan tugas dan tanggung jawab
terhadap Keselamatan Konstruksi
4.1.1.3 Terdapat Organisasi Unit Keselamatan Konstruksi
4.1.1.4 Struktur organisasi dilengkapi dengan tugas dan tanggung jawab
4.1.2 Pengelolaan Keamanan Lingkungan Kerja
4.1.2.1 Terdapat daftar material atau bahan yang akan digunakan pada
Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi
4.1.2.2 Terdapat Analisis Keselamatan Konstruksi (AKK) yang ditandatangani AKK untuk pekerjaan khusus
oleh ahli teknik terkait dan
Penanggung Jawab Keselamatan Konstruksi risiko sedang dan besar
4.1.2.3 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja tahapan pekerjaan
konstruksi ditandatangani oleh Penanggung Jawab Teknik
4.1.2.4 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja sistem permohonan izin
kerja ditandatangani oleh Penanggung Jawab Keselamatan Konstruksi
dan Pimpinan Tertinggi Pekerjaan Konstruksi
4.1.2.5 Izin kerja dilengkapi dengan:
a. analisis keselamatan Konstruksi (AKK)
b. Prosedur dan/atau petunjuk kerja sistem keamanan bekerja yang
ditandatangani oleh Penanggung Jawab Teknik yang dimaksudkan
dalam Work Method Statment
c. Lembar periksa yang ditandatangani oleh petugas yang
berwenang sesuai hasil inspeksi yang telah dilakukan
70
NO. KRITERIA PENILAIAN PENILAIAN PENJELASAN
YA TIDAK
4.1.2.6 Tedapat Formulir izin kerja untuk masing-masing pekerjaan yang Sekurang-kurangnya terdiri dari
ditandatangani oleh Unit Keselamatan Konstruksi 3 rangkap
4.1.2.7 Terdapar prosedur dan/atau petunjuk kerja pengamanan lingkungan
kerja
4.1.2.8 Prosedur dan/atau petunjuk kerja pengamanan lingkungan
ditandatangani oleh ahli teknik terkait dan Pimpinan Tertinggi
Pekerjaan Konstruksi
4.1.2.9 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja manajemen keselamatan
lalu lintas (traffic management) pada lokasi pekerjaan yang
berdampak pada kelancaran lalu lintas
4.1.2.1 Prosedur dan/atau petunjuk kerja pengamanan lingkungan kerja
0 ditandatangani oleh Penanggung Jawab KeselamatanKonstruksi dan
Pimpinan Tertinggi Pekerjaan Konstruksi
4.1.2.1 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja sistem permohonan izin
1 keluar/masuk barang
4.1.2.1 Prosedur dan/atau petunjuk kerja sistem permohonan izin
2 keluar/masuk barang ditandatangani oleh ahli teknik terkait dan
Pimpinan Tertinggi Pekerjaan Konstruksi
4.1.2.1 Terdapat formulir izin keluar/masuk barang ditandatangani oleh
3 Penanggung Jawab Keselamatan Konstruksi dan Pimpinan Tertinggi
Pekerjaan Konstruksi
4.1.3 Pengelolaan Keselamatan Kerja
4.1.3.1 Terdapat prosedur/petunjuk kerja penggunaan pesawat angkat &
angkut (alat berat) dan peralatan konstruksi lainnya
4.1.3.2 Prosedur/petunjuk kerja penggunaan pesawat angkat & angkut (alat
berat) dan peralatan konstruksi lainnya ditandatangani oleh
Penanggung Jawab Peralatan dan Pimpinan Tertinggi Pekerjaan
Konstruksi
71
NO. KRITERIA PENILAIAN PENILAIAN PENJELASAN
YA TIDAK
4.1.3.3 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja sistem keamanan bekerja
berdasarkan program kerja
4.1.3.4 Prosedur dan/atau petunjuk kerja sistem keamanan bekerja
ditandatangani oleh Penanggung Jawab Keselamatan Konstruksi
4.1.3.5 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja penggunaan Alat
Pelindung
Diri (APD) ditandatangani oleh Penanggung Jawab Keselamatan
Konstruksi
4.1.3.6 Terdapat uraian pengendalian subpenyedia jasa dan pemasok dalam Menjelaskan hubungan
mendukung pelaksanaan kontrak sesuai dengan kontrak yang telah koordinasi antara subpenyedia
disetujui jasa/pemasok dengan penyedia
jasa dalam rangka pengelolaan
keselamatan kerja
4.1.3.7 Format uraian pengendalian minimal meliputi pengendalian
subkontraktor dan pengendalian pemasok
4.1.4 Pengelolaan Kesehatan Kerja
4.1.4.1 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja pengelolaan kesehatan
kerja paling sedikit mencakup: pemeriksaan kesehatan berkala,
pemeriksaan kesehatan khusus, pencegahan penyakit menular dan
penyakit akibat kerja
4.1.4.2 Prosedur dan/atau petunjuk kerja pengelolaan kesehatan kerja
ditandatangani oleh ahli teknik terkait dan Pimpinan Tertinggi
Pekerjaan Konstruksi
4.1.5 Pengelolaan Lingkungan Kerja
4.1.5.1 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja pengelolaan lingkungan
kerja terkait pencegahan pencemaran (terhadap air, tanah, dan udara)
4.1.5.2 Prosedur dan/atau petunjuk kerja pengelolaan lingkungan kerja
ditandatangani oleh Penanggung Jawab Keselamatan Konstruksi dan
Pimpinan Tertinggi Pekerjaan Konstruksi
72
NO. KRITERIA PENILAIAN PENILAIAN PENJELASAN
YA TIDAK
4.1.5.3 Pengukuran kondisi lingkungan sekurang-kurangnya terdiri atas Jenis
Pengukuran, Nilai Ambang Batas (NAB), Peraturan
PerundangUndangan, dan Periode Pengukuran
4.1.5.4 Prosedur dan/atau petunjuk kerja pengelolaan Tata Graha
(Housekeeping) terkait Program 5R (Ringkas, Rapih, Resik, Rawat,
Rajin)
4.1.5.5 Terdapat Prosedur dan/atau petunjuk kerja pengelolaan Tata Graha
(Housekeeping) ditandatangani oleh Penanggung Jawab Keselamatan
Konstruksi dan Pimpinan Tertinggi Pekerjaan Konstruksi
4.1.5.6 Terdapat Prosedur dan/atau petunjuk kerja pengelolaan
sampah/limbah ditandatangani oleh Penanggung Jawab Keselamatan
Konstruksi
4.2 Kesiapan dan Tanggapan Terhadap Kondisi Darurat
4.2.1 Daftar Induk Prosedur dan/atau Instruksi Kerja
4.2.1.1 Terdapat daftar induk prosedur dan/atau instruksi kerja
4.2.1.2 Daftar induk prosedur dan/atau instruksi kerja ditandatangani oleh
ahli teknik terkait dan Pimpinan Tertinggi Pekerjaan Konstruksi
4.2.1.3 Prosedur dan/atau instruksi kerja sekurang-kurangnya memuat Nomor
Dokumen, Daftar Dokumen (Prosedur, Instruksi Kerja) dan Pihak yang
Mengesahkan
4.2.2 Kesiap-siagaan dan Tanggap Terhadap Kondisi Darurat
4.2.2.1 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja tanggap darurat Sesuai dengan sifat dan
klasifikasi Pelaksanaan Pekerjaan
Konstruksi yang dikerjakan
4.2.2.2 Prosedur dan/atau petunjuk kerja tanggap darurat ditandatangani
oleh ahli teknik terkait dan Penanggung Jawab Keselamatan
Konstruksi
4.2.2.3 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja penyelidikan insiden
(kecelakaan, kejadian berbahaya, dan penyakit akibat kerja)
73
NO. KRITERIA PENILAIAN PENILAIAN PENJELASAN
YA TIDAK
4.2.2.4 Prosedur dan/atau petunjuk kerja penyelidikan insiden ditandatangani
oleh Penanggung Jawab Keselamatan Konstruksi dan Pimpinan
Tertinggi Pekerjaan Konstruksi
5 EVALUASI KINERJA KESELAMATAN KONSTRUKSI
5.1 Pemantauan atau Inspeksi
5.1.1 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja inspeksi
5.1.2 Prosedur dan/atau petunjuk kerja inspeksi ditandatangani oleh ahli
teknik terkait atau Penanggung Jawab Keselamatan Konstruksi dan
Pimpinan Tertinggi Pekerjaan Konstruksi
5.1.3 Terdapat lembar periksa paling minimum mencakup lembar periksa: - Lingkup pekerjaan
● lingkup pekerjaan; ditandatangani oleh ahli
● pesawat angkat & angkut alat berat (ditagging dan diisolasi); teknik terkait, Penanggung
● peralatan; Jawab Keselamatan
● bahan/material; Konstruksi.
● lingkungan; - Pesawat angkat & angkut
● kesehatan; dan (alat berat) ditandatangani
● keamanan. oleh ahli teknik terkait,
Penanggung Jawab
Keselamatan Konstruksi.
- Perkakas ditandatangani
oleh ahli teknik terkait,
Penanggung Jawab
- Keselamatan Konstruksi.
- Bahan/material
ditandatangani oleh ahli
teknik terkait, Penanggung
Jawab Keselamatan
Konstruksi dan disetujui
oleh Pengawas Pekerjaan.
74
NO. KRITERIA PENILAIAN PENILAIAN PENJELASAN
YA TIDAK
- Lingkungan (housekeeping,
pencemaran, hygine)
ditandatangani oleh ahli
teknik terkait, Penanggung
Jawab Keselamatan
Konstruksi.
- Kesehatan ditandatangani
oleh ahli terkait,
Penanggung Jawab
Keselamatan Konstruksi.
- Keamanan/ security
ditandatangani oleh ahli
terkait, Penanggung Jawab
Keselamatan Konstruksi
5.1.4 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja Patroli Keselamatan
Konstruksi
5.1.5 Prosedur dan/atau petunjuk kerja Patroli Keselamatan Konstruksi
ditandatangani oleh ahli teknik terkait atau Penanggung Jawab
Keselamatan Konstruksi dan Pimpinan Tertinggi Pekerjaan Konstruksi
5.2 Audit
5.2.1 Terdapat Prosedur dan/atau petunjuk kerja audit internal
ditandatangani oleh ahli teknik terkait atau Penanggung Jawab
Keselamatan Konstruksi dan Pimpinan Tertinggi Pekerjaan Konstruksi
5.2.2 Terdapat jadwal pelaksanaan:
● inspeksi,
● patrol keselamatan konstruksi, dan
● audit
5.2.3 Jadwal pelaksanaan minimal mencakup Kegiatan, PIC, dan Jadwal
dalam Satuan Bulan yang ditandatangani oleh Penanggung Jawab
Keselamatan Konstruksi
75
NO. KRITERIA PENILAIAN PENILAIAN PENJELASAN
YA TIDAK
5.3 Evaluasi
5.3.1 Terdapat hasil evaluasi laporan harian, mingguan, bulanan
5.3.2 Terdapat prosedur evalusi pengujian dan kalibrasi
5.3.3 Format tindakan perbaikan untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi
minimal mencakup Uraian, Skala Penilaian, Catatan, serta Saran dan
Tindak Lanjut
5.4 Tinjauan Manajemen
5.4.1 Terdapat prosedur dan/atau petunjuk kerja terkait pelaksanaan
tinjauan manajemen
5.4.2 Prosedur dan/atau petunjuk kerja terkait pelaksanaan tinjauan
manajemen ditandatangani oleh ahli teknik terkait atau Penanggung
Jawab Keselamatan Konstruksi dan Pimpinan Tertinggi Pekerjaan
Konstruksi
5.4.3 Risalah rapat tinjauan manajemen minimal mencakup
Permasalahan, Rencana Tindak Lanjut, Target Waktu, Status, dan
Penanggung Jawab
5.5 Peningkatan Kinerja Keselamatan Konstruksi
5.5.1 Terdapat format tindakan perbaikan untuk pelaksanaan pekerjaan
konstruksi pada kontrak tahun jamak
5.5.2 Format tindakan perbaikan untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi
minimal mencakup Uraian, Skala Penilaian, Catatan, serta Saran dan
Tindak Lanjut
JUMLAH
76
LAMPIRAN 4
Contoh formulir instruksi kerja
PENGGALIAN
a. Tidak diperkenankan mengerjakan pekerjaan galian sebelum mendapat ijin dari pihak
yang berwenang.
b. Galian yang lebih dalam dari 1,5 meter diberi pengaman atau digali dengan kemiringan
tertentu dan harus dilakukan pemeriksaan sebelum melanjutkan pekerjaan galian.
c. Seluruh galian harus diberi tanda – tanda dan pengahalang disekeliling galian
tersebut.
d. Setiap galian harus disediakan sebuah tangga untuk naik dan turunnya pekerja.
e. setiap tumpukan/timbunan bekas tanah galian harus diletakan minimal 1 meter dari
tepi/pinggir galian.
f. Semua galian harus diperiksa ulang/ kembali apabila pada saat pekerjaan berhenti
karena turun hujan sebelum dilanjutkan pekerjaan kembali.
77
LAMPIRAN 5
Contoh LDKB/MSDS
Alamat & Nomor Kontak Produsen Alamat & Nomor Kontak Pemasok /
......................................................... Importir
......................................................... .........................................................
Telp. .........................................................
................................................... Telp.
Fax. ...................................................
.................................................... Fax.
....................................................
1. IDENTIFIKASI BAHAYA
78
Elemen label
Penyataan peringatan
a. Jika terpapar: Hubungi segera PUSAT PENANGANAN KORBAN KERACUNAN atau
dokter/tenaga medis
b. JIKA TERKENA MATA: Bilas secara hati-hati dengan air selama beberapa menit.
Lepaskan lensa kontak, jika digunakan dan mudah untuk dilakukan. Teruskan
membilas
c. Jika iritasi mata berkelanjutan : Hubungi dokter/tenaga medis
d. Jika iritasi kulit terjadi : Hubungi dokter/tenaga medis
e. JIKA PADA KULIT (atau rambut): Lepaskan / Tanggalkan segera semua pakaian yang
tercemar. Bilas kulit dengan air / di pancuran
f. Cuci pakaian yang tercemar sebelum digunakan kembali
g. JIKA TERHIRUP: Pindahkan korban ke area berudara segar dan pastikan beristirahat
pada posisi yang nyaman untuk bernafas
h. Hubungi PUSAT PENANGANAN KORBAN KERACUNAN atau dokter / tenaga medis
jika anda merasa kurang sehat
79
i. JIKA TERTELAN: Hubungi segera PUSAT PENANGANAN KORBAN KERACUNAN
atau dokter / tenaga medis
j. JANGAN dimuntahkan
k. Jika terjadi kebakaran: Gunakan CO2, bahan kimia kering, atau busa untuk
pemadaman
80
Setelah kontak kulit Segera cuci bersih dengan air yang banyak. Cuci pakaian
yang terkontaminasi sebelum digunakan kembali. Jika
iritasi kulit berlanjut, hubungi dokter. Segera cuci bersih
dengan sabun dan banyak air. Perhatian medis segera
tidak diperlukan. Segera cuci bersih dengan sabun dan
banyak air saat menanggalkan semua pakaian dan sepatu
yang terkontaminasi
Setelah kontak mata Basuh dengan air yang banyak dengan segera. Setelah
pembilasan awal, lepas lensa kontak dan teruskan
membilas untuk sekurang-kurangnya selama 15 menit.
Pastikan mata terbuka lebar sewaktu membilas Jika
gejala berkelanjutan, hubungi tenaga medis
Setelah tertelan JANGAN paksa muntah. Minum banyak air Jika gejala
berkelanjutan, hubungi tenaga medis. Bilas mulut dan
bersihkan mulut dengan air dan seterusnya minum air
yang banyak. Jangan beri apa-apa melalui mulut kepada
orang yang tidak sadarkan diri .Hubungi tenaga medis
Gejala dan efek yang paling penting, kedua-duanya akut dan jangan terlambat
Indikasi dimana perawatan medis segera dan perawatan khusus diperlukan
Perlindungan diri dengan .................................................................................
Tindakan pertolongan .................................................................................
pertama
Prosedur pemadam khusus Jika api terlalu sulit untuk dipadamkan, lindungi
lingkungan dan biarkan api terbakar
dengan sendirinya sampai habis
81
Langkah kehati-hatian personal
Pindahkan semua sumber nyala (pijar) Evakuasi personil ke area yang aman.
Pastikan ventilasi yang memadai, terutama di area terbatas Gunakan alat
perlindungan diri seperti yang telah ditentukan. Hindari berada pada arah
bertentangan dengan tumpahan/kebocoran
82
7. PENGENDALIAN PAPARAN / PERLINDUNGAN DIRI
Pedoman paparan
.................................. ..................................
.................................. ..................................
.................................. ..................................
.................................. ..................................
.................................. ..................................
Pengendalian rekayasa
Pastikan cukup ventilasi, khususnya di area yang terbatas.
Keadaan fisik
Bentuk fisik Cairan
Tampilan Tidak data yang tersedia
Warna Tidak berwarna
Bau Tidak data yang tersedia
Nilai Ambang Kebauan Tidak data yang tersedia
pH Tidak ada data tersedia
Titik leleh … °F / ... °C
Titik beku Tidak data yang tersedia
Titik didih awal Tidak data yang tersedia
Titik didih Tidak ada data tersedia
83
Titik nyala … °F / ... °C
Metode
Kadar penguapan Tidak ada data tersedia
Kemudahbakaran (padatan, gas) Tidak ada data tersedia Batas
ledakan
Batas atas
Batas bawah
Reaktivitas
Tidak ada informasi yang tersedia
Stabilitas
Stabil pada kondisi normal
84
Terhirup Tidak ada data tersedia
Kontak mata Tidak ada data tersedia
85
Kontak kulit Tidak ada data tersedia
Tertelan Jika tertelan dapat menyebabkan iritasi
membran
mukosa
Efek tertunda, segera dan seperti efek kronik dari paparan jangka pendek ke
jangka panjang
Iritasi kulit
Tidak ada data yang tersedia
Sensitisasi
Tidak ada data yang tersedia
Karsinogen
Tabel di bawah menunjukkan apakah setiap agensi telah membuat daftar
bahan-bahan kimia sebagai karsinogen
Toksisitas reproduktif
Tidak ada data yang tersedia
STOT-paparan tunggal
Tidak ada data yang tersedia
Toksisitas Kronis
Hindari paparan berulang dapat menyebabkan efek buruk terhadap hati.
Mengandung sesuatu yang dikenali atau diduga sebagai toksin reproduktif
Bahaya tertelan
86
Tidak ada data yang tersedia
Bioakumulasi
Tidak ada data yang tersedia .
Mobilitas
Tidak ada data yang tersedia .
IMDG
Nama pengiriman yang benar ............................
Kelas bahaya .............................
No. UN/ID UN…....................
Grup kemasan . ............................
EmS-No .............................
Peruntukan khusus .............................
Pencemar lautan .............................
Bahaya lingkungan .............................
Uraian .............................
RID
No. UN/ID ............................
Nama pengiriman yang benar .............................
Kelas bahaya .........................
Grup kemasan .............................
87
Bahaya lingkungan .............................
Kode klasifikasi .............................
Peruntukan khusus .............................
Uraian .............................
ADR
No. UN/ID .............................
Nama pengiriman yang benar .............................
Kelas bahaya .............................
Grup kemasan .............................
Bahaya lingkungan .............................
Peruntukan khusus .............................
Kode klasifikasi .............................
Kode Batasan terowongan .............................
Uraian .............................
IATA
Peraturan Nasional
Sebutkan aturan terkait
Catatan Revisi
............................................................................................................................. ....
Referensi
............................................................................................................................. ....
Informasi lain
............................................................................................................................. ......
88
LAMPIRAN 6
Contoh Izin Kerja (Work Permit)
INFORMASI
UMUM
Nama Perusahaan
Departemen Pengguna
Lokasi Kerja
Uraian Kerja
Tanggal /Jam mulai Tanggal/ Jam
selesai
DAFTAR PERIKSA Y T
1. Pekerja telah terlatih & kompeten untuk pekerjaan khusus ini?
2. Pengawas pekerjaan ini memiliki pengetahuan/ kecakapan yang
dibutuhkan untuk mengawasi pekerjaan dimaksud?
89
Api – bahan yang mudah menyala Sumber energi (listrik, uap,
atau terbakar mekanis)
90
LAMPIRAN 7
Contoh SOP penanganan tumpahan
C. Urutan Kerja
1. Jika pada saat bekerja terjadi tumpahan, segera hentikan pekerjaan jika
mungkin.
2. Isolasi tumpahan tersebut agar tidak menjadi lebih banyak atau menjadi
semakin luas.
3. Gunakan kain majun atau serbuk gergaji atau pasir yang tersedia atau gunakan
sponge untuk mengambil tumpahan dan tuang ke dalam drum penampungan.
4. Jauhkan benda-benda yang mudah bereaksi dan mudah terbakar atau alat- alat
yang bisa menimbulkan percikan listrik dari tumpahan.
5. Amankan personil dari potensi-potensi bahaya
6. Ikuti petunjuk MSDS !!! Tutup permukaan tumpahan dengan menggunakan
sejumlah besar kain majun, serbuk gergaji atau pasir yang tersedia untuk
pekerjaan ini.
7. Kumpulkan semua sisa bahan yang digunakan dengan menggunakan sekop dan
masukkan ke dalam tong sampah B3
8. Bersihkan areal yang terkena tumpahan.
9. Jika tumpahan berjumlah banyak dan memerlukan penanganan oleh team,
segera minta bantuan orang yang terdekat disekitar area.
91
10. Bila tumpahan masuk ke saluran air hujan, maka minta bantuan utility untuk
melakukan pembendungan pada outlet saluran yang menuju ke saluran air
hujan
11. Lakukan penyedotan dan netralisasi.
12. Buat laporan kejadian.
92
LAMPIRAN 8
Contoh SOP penanganan korban kecelakaan
93
LAMPIRAN 9
Contoh SOP penanganan korban kecelakaan
A. Langkah/prosedur pengendalian
1. Divisi HSE melakukan identifikasi Alat Pelindung Diri untuk setiap aktivitas dan
atau area yang berisiko untuk kemudian menetapkan ke dalam Standar APD dan
kemudian disosialisasikan kepada semua Dept.
2. Divisi HSE mengajukan permintaan pembelian APD sesuai risiko kerja dan jumlah
personil yang membutuhkan kepada Procurement
3. Purchasing melakukan proses pembelian sesuai dengan permintaan
4. HSE mendistribusikan APD kepada semua departemen
5. Departemen Head melakukan sosialisasi standar kepada semua karyawan
sesuai dengan prosedur Komunikasi, Konsultasi dan Partisipasi
6. Karyawan terkait menggunakan APD sesuai dengan Standard Penggunaan
APD
7. Supervisor Melakukan pengawasan penggunaan APD dan memberikan teguran
kepada karyawan terkait bila tidak sesuai dalam penggunaan APD
8. Setiap karyawan diwajibkan memakai APD dengan benar pada saat bekerja
maupun di area wajib APD
9. Pelanggaran terhadap pemakaian APD dapat ditindak tegas sesuai peraturan
perusahaan yang berlaku. Yang masuk dalam kriteria pelanggaran adalah dengan
sengaja merusak APD, merubah fungsi APD, tidak memakai APD di daerah atau
area kerja yang diwajibkan memakai APD
10. HSE Proyek membuat catatan pengeluaran APD dari masing – masing karyawan
dan membuat rangkuman pengeluaran masing – masing jenis APD
11. HSE menentukan jumlah persediaan minimal masing-masing APD yang harus
tersedia di site dengan persetujuan Project Manager
12. Jika persediaan APD sudah mendekati jumlah minimum persediaan maka HSE
Departemen harus mengajukan permintaan pembelian untuk pengadaan APD
tersebut sesuai Prosedur Permintaan Pembelian
13. HSE harus membuat summary pengeluaran dan pemasukan APD serta
melakukan penghitungan ulang jumlah persediaan APD (Stock Taking) setiap
bulan
94
B. Pengeluaran APD untuk karyawan Baru
1. HRD menginformasikan kepada HSE mengenai keberadaan karyawan baru dan
mengajukan permintaan Alat Pelindung Diri untuk karyawan baru kepada
warehouse dengan sepengetahuan dari HSE
2. HSE memberikan rekomendasi kepada warehouse untuk mengeluarkan APD
3. Warehouse mengeluarkan APD sesuai dengan rekomendasi HSE dan meminta
karyawan baru untuk menandatangani Form Pengambilan dan PenggantianAPD
4. Karyawan baru menerima APD dari warehouse dan atau HRD dan menggunakan
APD standar yang telah ditetapkan
D. Kehilangan APD
1. Karyawan bersangkutan melaporkan ke atasan terkait untuk mendapatkan
rekomendasi
2. HSE mendistribusikan standar APD yang dibuat kepada semua departemen
95
Panduan
Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3)
Pembangkit Listrik Tenaga Surya
(PLTS) Fotovoltaik
2023 www.ebtke.esdm.go.id
95