2020;5(1): 25-31
E-ISSN : 2657-0408
http://ojs.stikes-muhammadiyahku.ac.id/index.php/jfarmaku
Mariam Ulfah 1
1
S1 Farmasi, STIKES Muhammadiyah Cirebon
Copyright @2017. This is an open-access article distributed under the terms of the Creatve Commons Atribution-NonCommercial-
ShareAlike 4.0 International License (http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/) which permits unrestricted non-commercial
used, distribution and reproduction in any medium
Farmasi
2020;5(1): 25-31 26
acetone solvent for 3 x 24 hours. Furthermore, Penelitian yang mengkaji aktivitas
an antibacterial test was carried out on the farmakologis dari ekstrak rimpang kunyit telah
turmeric rhizome acetone extract. Amoxicillin banyak dilakukan oleh peneliti. Ekstrak air
as a positive control for S. aureus and rimpang kunyit memiliki aktivitas antibakteri
chloramphenicol as a positive control for E. dengan nilai MIC (Minimum Inhibitory
coli bacteria. Dimethyl sulfoxide (DMSO) is Concentration) berkisar antara 4 sampai 16 g/L
used as a negative control. Antibacterial tests dan nilai MBC (Minimum bactericidal
have shown that turmeric rhizome acetone concentration) berkisar antara 4 hingga 16 g/L
extract has a inhibition zone value of 10 mm terhadap S. epidermis, S. aureus, Klebsiella
against S. aureus which are gram positive pneumoniae dan E. coli. Ekstrak metanol
bacteria while against E. coli which are gram rimpang kunyit memiliki aktivitas antibakteri
negative bacteria with inhibition zones of 7 terhadap Bacillus subtilis dan S. aureus dengan
mm. The difference in inhibitory zone values is nilai MIC berturut-turut 16µg/mL dan 128
possible because of differences in the structure µg/mL. Ekstrak etanol dan heksana rimpang
of gram-positive and gram-negative bacterial kunyit memiliki aktivitas antibakteri terhadap
cells, where gram-positive bacteria have thinner 24 bakteri yang diisolasi dari ayam dan udang
cell membranes so they are more susceptible to dengan nilai MIC 3,91 sampai 125 µg/mL
antibacterial agents. (Zorofchian Moghadamtousi et al., 2014).
Copyright @2017. This is an open-access article distributed under the terms of the Creatve Commons Atribution-NonCommercial-
ShareAlike 4.0 International License (http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/) which permits unrestricted non-commercial
used, distribution and reproduction in any medium
27 Farmasi
2020;5(1): 25-31
Copyright @2017. This is an open-access article distributed under the terms of the Creatve Commons Atribution-NonCommercial-
ShareAlike 4.0 International License (http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/) which permits unrestricted non-commercial
used, distribution and reproduction in any medium
Farmasi
2020;5(1): 25-31 28
3. Uji Aktivitas Antibakteri dikarenakan, adanya sinar matahari dapat
Uji antibakteri dilakukan secara invitro dengan menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi atau
menggunakan metode difusi cakram, cakram reaksi lain yang dapat merusak senyawa
yang digunakan adalah kertas cakram khusus metabolit sekunder yang terkandung di dalam
dengan diameter 5 mm. Pengukuran antibakteri ekstrak. Kunyit yang telah kering lalu
berdasarkan zona hambat yang dihasilkan oleh dihaluskan sampai menjadi serbuk halus dan
ekstrak terhadap biakan bakteri di media agar. homogen dengan menggunakan blender.
Bakteri yang digunakan dalam eksperimen ini Tujuannya adalah untuk memperluas bidang
diantaranya adalah S. aureus ATCC 25923dan sentuh antara pelarut aseton dengan rimpang
E. coli ATCC 68967. Agar diffusion method kunyit sehingga senyawa metanbolit sekunder
digunakan sebagai uji awal untuk mengetahui yang terkandung di dalam kunyit dapat
aktivitas antibakteri senyawa. Masing – masing terekstraksi secara maksimal. Dari proses ini
mikroba yang berusia 24 jam digoreskan secara didapatkan serbuk halus rimpang kunyit
merata pada permukaan media NA. Selanjutnya sebanyak 25 gram.
sebanyak 10 μL ekstrak (konsentrasi 60.000 Serbuk rimpang kunyit lalu dimasukkan ke
ppm yang dibuat dengan pelarut DMSO) dalam gelas kimia untuk proses maserasi.
diteteskan di atas cakram di kaca arloji, lalu Maserasi dilakukan dengan menambahkan
cakram dibiarkan mengering. Cakram tersebut pelarut aseton ke dalam sebuk hingga ± 5 cm
dimasukkan ke dalam cawan petri yang berisi dari bagian atas serbuk. Maserasi merupakan
biakan bakteri. Dalam satu cawan petri terdapat proses ekstraksi cara dingin dan biasanya
tiga cakram yang terdiri dari kontrol positif dilakukan untuk sampel yang mengandung
yaitu antibiotik kloramfenoikol untuk E. coli senyawa yang tidak tahan panas. Prinsip
dan amoksilin untuk S. aureus, cakram kedua maserasi adalah adanya gerak kinetik dari
berisi kontrol negatif yaitu DMSO dan cakram molekul pelarut, dimana molekul pelarut akan
ketiga yaitu ekstrak yang akan diuji. Plat NA selalu bergerak pada suhu kamar walaupun
lalu ditutup dan diinkubasi secara aerob pada tanpa pengocokan. Namun untuk mempercepat
suhu 37°C dengan waktu 24 jam. Adanya proses biasanya dilakukan pengocokan secara
potensi sifat antibakteri ekstrak ditentukan dari berkala. Kelebihan metode ini adalah tidak
zona bening di sekitar cakram. digunakan suhu tinggi yang akan merusak
senyawa metabolit sekunder tumbuhan. Pelarut
yang digunakan adalah aseton, pemilihan
pelarut ini adalah aseton bersifat semipolar
HASIL DAN PEMBAHASAN
sehingga semua senyawa metabolit sekunder
Kunyit (C. domestica) merupakan baik yang polar maupun yang non-polar dapat
tumbuhan yang banyak digunakan oleh terekstrak secara maksimal ke dalam pelarut
masyarakat untuk pengobatan terutama bagian ini. Maserasi dilakukan selama 3x24 jam.
rimpangnya. Dalam penelitian ini, rimpang Setiap 1 x 24 jam dilakukan penyaringan
kunyit diperoleh dari pasar. Rimpang kunyit terhadap hasil maserasi dengan menggunakan
sebanyak 1 Kg dibersihkan dengan cara dicuci corong Buchner dan pompa vakum untuk
dengan air mengalir untuk menghilangkan mempercepat proses penyaringan. Filtrat yang
kotoran dan tanah. Selanjutnya, rimpang kunyit didapat selanjutnya ditampung dalam botol
dipotong-potong dengan ukuran kecil ± 5 cm. besar dan maserasi serta penyaringan ini
Hal ini dilakukan agar proses pengeringan lebih diulang untuk 2 x 24 jam berikutnya. Tujuan
cepat. Setelah itu, potongan rimpang maserasi dilakukan selama 3 x 24 jam adalah
dikeringkan dengan cara diangin-anginkan agar senyawa metabolit sekunder yang
tanpa terkena sinar matahari langsung. Ini terkandung di dalam ekstrak dapat terekstraksi
Copyright @2017. This is an open-access article distributed under the terms of the Creatve Commons Atribution-NonCommercial-
ShareAlike 4.0 International License (http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/) which permits unrestricted non-commercial
used, distribution and reproduction in any medium
29 Farmasi
2020;5(1): 25-31
secara maksimal, ini ditandai dengan warna dimaksudkan agar bakteri yang terdapat di
pelarut yang bening pada hari ketiga maserasi. dalam udara tidak mengkontaminasi cakram
Filtrat hasil maserasi digabungkan dan yang berisi ekstrak. Selanjutnya setelah ekstrak
dimasukkan ke dalam labu alas bundar. menyerap sempurna, cakram dimasukkan ke
Selanjutnya, terhadap filtrat ini dilakukan dalam media agar yang telah berisi bakteri
penguapan dengan rotary evaporator untuk dengan bantuan pinset. Hal yang sama
menguapkan pelarut aseton. Rotary Evaporator dilakukan terhadap standar positif yaitu
merupakan alat yang menggunakan prinsip antibiotik dan standar negatif yaitu pelarut
distilasi vakum. Prinsip utama alat ini terletak DMSO. Standar negatif diperlukan untuk
pada penurunan tekanan sehingga pelarut dapat melihat apakah pelarut memiliki aktivitas daya
menguap pada suhu di bawah titik didihnya. hambat terhadap bakteri. Karena hal ini akan
Filtrat dimasukkan ke dalam labu alas bundar mengganggu dalam proses uji antibakteri
dan proses pemanasan dilakukan terhadap labu ekstrak. Standar positif yang digunakan untuk
ini dengan bantuan hotplate yang diatur bakteri E. coli adalah kloramfenikol dan untuk
suhunya 400 C. Proses penguapan dipercepat bakteri S. aureus digunakan amoksilin.
dengan putaran dari labu ini, selanjutnya Tabel I. Hasil uji zona hambat
pelarut yang menguap terkondensasi di dalam No Bakteri uji Zat uji Zona
kondensor dan pelarut selanjutnya ditampung hambat
di labu bundar lain yang merupakan bagian dari (mm)
alat ini. Penurunan tekanan dilakukan oleh 1 S. aureus Ekstrak 10
pompa vakum sehingga pelarut dapat menguap aseton
dibawah titik didih normalnya, tujuannya rimpang
adalah untuk menghindari rusaknya senyawa kunyit
yang terkandung di dalam ekstrak jika kontrol 19
diberikan suhu tinggi. Dari proses ini positif*
didapatkan ekstrak rimpang kunyit sebanyak 4
gram. Ekstrak aseton dapat dilihat dalam kontrol 0
Gambar 1. negatif#
2 E. coli Ekstrak 7
aseton
rimpang
kunyit
kontrol 30
positif*
Copyright @2017. This is an open-access article distributed under the terms of the Creatve Commons Atribution-NonCommercial-
ShareAlike 4.0 International License (http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/) which permits unrestricted non-commercial
used, distribution and reproduction in any medium
Farmasi
2020;5(1): 25-31 30
pertumbuhannya. Gambar 2 dan Tabel 1
memperlihatkan bahwa zona hambat dari
ekstrak aseton rimpang kunyit terhadap bakteri
S.aureus lebih besar dari pada bakteri E. coli.
Zona hambat ekstrak aseton rimpang kunyit
terhadap bakteri S. aureus sebesar 10 mm
sedangkan terhadap bakteri E. coli sebesar 7
mm. Ini disebabkan oleh perbedaan struktur
dinding sel kedua bakteri. Bakteri S. aureus
merupakan bakteri gram positif yang
mempunyai membran plasma tunggal yang
(a) dikelilingi dinding sel berupa peptidoglikan. Di
sisi lain, E. coli merupakan bakteri gram
negatif yang memiliki sistem membran ganda
di mana membran pasmanya diselimuti oleh
membran luar permeabel. Bakteri ini
mempunyai dinding sel tebal berupa
peptidoglikan, yang terletak di antara membran
dalam dan membran luarnya. Membran luar
yang terdapat dalam bakteri E. coli melindungi
bakteri dari antibiotik. Inilah mengapa bakteri
S. aureus lebih rentan dihancurkan oleh agen
antibakteri dibandingkan E. coli sehingga pada
penelitian ini zona hambat S. aureus lebih
besar dibandingkan E. coli.
(b)
Dapat terlihat dalam Gambar 2 bahwa
pelarut DMSO sebagai kontrol negatif tidak
Gambar 2 Hasil uji zona hambat (+)
memiliki aktivitas antibakteri atau tidak ada
merupakan antibiotik, (-) merupakan kontrol
zona hambat, sehingga dapat ditarik
negatif yaitu DMSO, (E) merupakan ekstrak
kesimpulan bahwa zona hambat yang
aseton rimpang kunyit yang diujikan untuk
dihasilkan adalah zona hambat dari ekstrak
bakteri E.coli (a) dan untuk Gambar bagian (b)
aseton rimpang kunyit bukan dari pelarut
untuk bakteri S. aureus
DMSO.
Eksperimen ini dilakukan untuk
membandingkan aktivitas antibakteri dari
KESIMPULAN
ekstrak aseton rimpang kunyit terhadap bakteri
E. coli dan S. aureus. Senyawa utama yang Ekstrak aseton rimpang kunyit memiliki
terkandung di dalam kunyit adalah kurkumin aktivitas antibakteri dengan zona hambat
yang memiliki aktivitas antibakteri. Mekanisme sebesar 10 mm terhadap bakteri S. aureus lebih
kerja kurkumin sebagai antibakteri mirip besar dibandingkan terhadap bakteri E. coli
persenyawaan fenol lainnya yaitu menghambat yang hanya sebesar 7 mm. Ini dikarenakan
metabolisme bakteri dengan cara merusak terdapat perbedaan struktur dinding sel bakteri.
membran sitoplasma dan mendenaturasi protein S. aureus yang merupakan bakteri gram positif
sel yang menyebabkan kebocoran nutrien dari hanya memiliki membran tunggal, sedangkan
sel sehingga sel bakteri mati atau terhambat E. coli yang merupakan bakteri gram negatif
Copyright @2017. This is an open-access article distributed under the terms of the Creatve Commons Atribution-NonCommercial-
ShareAlike 4.0 International License (http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/) which permits unrestricted non-commercial
used, distribution and reproduction in any medium
31 Farmasi
2020;5(1): 25-31
Copyright @2017. This is an open-access article distributed under the terms of the Creatve Commons Atribution-NonCommercial-
ShareAlike 4.0 International License (http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/) which permits unrestricted non-commercial
used, distribution and reproduction in any medium