Anda di halaman 1dari 10

Aktivitas Antibakteri Madu dan Propolis

Terhadap Isolat Bakteri yang Resisten Antibiotik


Suatu Kajian Antimikroba Alternatif

Peneliti Ringkasan Eksekutif

Resistensi bakteri terhadap antibiotika berkembang


jauh lebih cepat daripada penelitian dan penemuan
DG. Diah Dharma Santhi
antibiotika baru. Selama dua puluh abad, dilaporkan
Bagian Patologi Klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana bahwa madu mempunyai potensi antimikroba
diahdharmasanthi@yahoo.co.id sedangkan propolis dilaporkan memiliki efek
antibakteri dan anti jamur alami. Tujuan penelitian
DAP. Rasmika Dewi ini adalah untuk engetahu karakteristik fisik serta
Bagian Patologi Klinik aktivitas antibakteri dari madu dan propolis
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Indonesia terhadap isoat bakteri MRSA, ESBL
producing Escherichia coli, Staphylococcus aureus
Ni Made Adi Tarini
Bagian Mikrobiologi Klinik ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 25922.
RSUP. Sanglah/ Fakultas Kedokteran Uji aktivitas antibakteri madu dan propolis dilakukan
Universitas Udayana menggunakan metode disc diffusion (tes Kirby dan
Bauer) dari sampel madu dan propolis dengan
melakukan beberapa serial pengenceran: 20 μl/100
μl, 40 μl/100 μl, 60 μl/ 100 μl dan 80 μl /100 μl dan
dilanjutkan dengan menghitung jumlah koloni
kuman dari bahan uji yang mempunyai zone hambat.
Karakteristik madu dan propolis yang berasal dari
Indonesia dilihat dari keasaman (pH), berkisar dari
3.2 sampai 4.5 secara teoritis dapat mencegah
tumbuhnya bakteri. Berat jenis bahan madu ternak,
madu hutan, dan propolis berturut – turut 1,4109;
1,2759; dan 1,0475. Pada pengujian kadar air madu
ternak, madu hutan, dan propolis berturut – turut
10,20 ± 3,01; 11,07 ± 1,05; dan 1,31 ± 0,21. Aktivitas
antibakteri dimiliki oleh madu ternak hanya
terhadap isolat bakteri S. aureus ATCC25923 pada
konsentrasi 100 (Net) sedangkan pada isolat bakteri
lainnya resisten. Aktivitas antibakteri dimiliki oleh
propolis Indonesia terhadap isolat bakteri MRSA dan
S. aureus ATCC25923 pada semua konsentrasi.
Sedangkan pada isolat bakteri E. coli Producing ESBL,
dan E. coli ATCC25922 propolis dikatakan R
(resisten).

Kata kunci: aktivitas antibakteri, madu, propolis


HKI dan Publikasi

Diah Dharma Santhi, DGD, Rasmika Dewi, DAP, Adi


Tarini, Ni Made. Aktivitas Antibakteri Madu dan
Propolis Isolat Bakteri yang Resisten Antibiotik
Suatu Kajian Antimikroba Alternatif. Indonesian
Journal of Clinical Pathology.
(Akan diterbitkan)

Latar Belakang Hasil dan Manfaat


Masalah resistensi antibiotik ini merupakan Indonesia sebagai Negara tropis mempunyai
masalah global, sehingga pada peringatan potensi besar sebagai penghasil madu baik
Hari Kesehatan Internasional tahun 2011, yang diternakkan (dari spesies Apis mellifera)
WHO menetapkan tema maupun yang alami terdapat di hutan tropis
“Antimicrobacterial Resistance and its (dari spesies Apis dorsata). Akan tetapi
Global Spread”. Saat ini sedang digalakkan kondisi geografis kemungkinan berpengaruh
kampanye dan sosialisasi pengobatan terhadap kualitas dan aktivitas antibakeri
secara rasional yang meliputi tepat obat, madu. Sehingga studi aktivitas antibakteri
tepat dosis, lama penggunaan yang tepat madu dari berbagai tempat perlu dipelajari
serta biaya yang tepat (WHO a, 2011). secara mendalam. Demikian juga halnya
Munculnya kuman-kuman patogen dengan madu yang dihasilkan dari Indonesia
yang kebal terhadap satu perlu diteliti lebih lanjut sehingga dapat
(antimicrobacterial resistance) atau dikembangkan menjadi alternative
beberapa jenis antibiotika tertentu antimikroba baru dalam upaya mengatasi
(multiple drug resistance) sangat masalah resistensi antibiotika.
menyulitkan proses pengobatan (Utami, Resistensi kuman terhadap antibiotik
2012). Beberapa bakteri diketahui resisten berkembang jauh lebih cepat daripada
terhadap antibiotik beta-laktam, penelitian dan penemuan antibiotik baru.
diantaranya adalah Methicillin resistant Adanya paradigma “back to nature” juga
Staphylococcus aureus (MRSA) dan memberikan inspirasi terhadap penelitian
penghasil Extended Spectum Beta- atimikroba alternative. Madu dan Propolis
lactamase (ESBL) seperti Escherichia coli, merupakan salah satu bahan yang potensial
Klebsiella pneumonia, dan Acinetobacter dikembangkan sebagai antimikroba baru.
baumanii. Beberapa studi menyatakan Selama dua puluh abad, dilaporkan bahwa
bahwa selain ditemukan secara alami pada madu mempunyai potensi antimikroba dan
bakteri Gram Positif dan Gram Negatif, gen sampai saat ini berbagai penelitian terus
penyandi enzim beta-laktamase juga dilakukan (Rahman S, dkk, 2011). Propolis
ditemukan pada plasmid dan transposon merupakan zat yang dihasilkan oleh lebah
sehingga dapat ditransfer antarspesies dan dari pucuk daun-daun muda dan
bakteri. Hal ini menyebabkan resistensi dicampur dengan enzim tertentu dari dalam
antibiotik beta-laktam dapat menyebar tubuh lebah yang digunakan untuk
dengan cepat. (Anonim a, 2012). melindungi semua yang ada didalam sarang
Resistensi kuman terhadap dari serangan kuman maupun serangga.
antibiotik berkembang jauh lebih cepat Propolis dilaporkan memiliki efek antibakteri
daripada penelitian dan penemuan dan anti jamur alami (Anonim g, 2012).
antibiotik baru. Adanya paradigma “back to Indonesia sebagai Negara tropis
nature” juga memberikan inspirasi terhadap mempunyai potensi besar sebagai penghasil
penelitian atimikroba alternative. Madu dan madu baik yang diternakkan (dari spesies
Propolis merupakan salah satu bahan yang Apis mellifera, Trigona sp) maupun yang
potensial dikembangkan sebagai alami terdapat di hutan tropis (dari spesies
antimikroba baru. Madu merupakan Apis dorsata). Akan tetapi kondisi geografis
pemanis yang banyak digunakan di seluruh kemungkinan berpengaruh terhadap kualitas
dunia dan telah digunakan dari zaman kuno dan aktivitas antibakeri madu. Pada
untuk mempercepat penyembuhan luka. penelitian ini dipergunakan madu yang
Selama dua puluh abad, dilaporkan bahwa diperoleh dari tanaman kapuk dengan spesies
madu mempunyai potensi antimikroba dan lebah Apis mellifera, sedangkan bahan madu
sampai saat ini berbagai penelitian terus hutan diperoleh dari hutan di pedalaman
dilakukan (Rahman S, dkk, 2011). Propolis Riau, yaitu dari spesies Apis dorsata. Untuk
merupakan zat yang dihasilkan oleh lebah bahan uji propolis yang dipergunakan
dan dari pucuk daun-daun muda dan diperoleh dari spesies lebah Trigona sp.
dicampur dengan enzim tertentu dari dalam Ketiga bahan uji ini merupakan produk
tubuh lebah yang digunakan untuk dagang yang mudah ditemukan di pasaran
melindungi semua yang ada didalam sarang Indonesia.
dari serangan kuman maupun serangga. Uji fisika kimia madu dan propolis
Propolis dilaporkan memiliki efek bertujuan untuk mengetahui karakteristik
antibakteri dan anti jamur alami (Anonim g, madu dan propolis yang berasal dari
2012). Indonesia Selain itu data uji fisika kimia ini
Sebuah penelitian yang dilakukan di penting untuk tujuan penyimpanan serta
Bangladesh menunjukkan bahwa madu pemasaran madu dan propolis yang berasal
mempunyai aktivitas antibakteri terhadap dari Indonesia. Dari uji fisika kimia madu
bakteri Gram Positif (Staphylococcus diketahui pH bahan uji madu ternak sebesr
aureus) maupun bakteri Gram Negatif 3,45, pH bahan uji madu hutan sebesar 3,85.
(Escherchia coli, Pseudomonas aeruginosa, Sedangkan pH dari bahan uji propolis sebesar
dan Shigella spp) (Rahman S, dkk, 2011). 4,44. Secara teoritis dikatakan bahwa
Penelitian lain yang dilakukan di Mesir aktivitas antibakteri madu diperoleh karena
menunjukkan bahwa madu yang digunakan keasamannya, berkisar dari 3.2 sampai 4.5
dalam penelitian ini mempunyai efektivitas dimana pada tingkat keasaman tersebut
antibakteri yang lebih tinggi pada dapat mencegah tumbuhnya bakteri. Berat
Escherichia coli dibandingkan dengan jenis bahan uji madu ternak diperoleh
Salmonella typhi (Badawy, dkk, 2004). 1,4109, berat jenis madu hutan diperoleh
Penelitian yang dilakukan di Iran, dengan 1,2759 sedangkan berat jenis propolis
membandingkan 15 sampel madu, sebesar 1,0475. Berat jenis madu berbeda –
menunjukkan bahwa madu dengan beda pada setiap daerah penghasil, misalnya
konsentrasi tinggi mempunyai aktivitas madu yang berasal dari Italia mempunyai
antibakteri terhadap Pseudomonas berat jenis berkisar 1,39 – 1, 44 g/ ml, madu
aeruginosa (Taghizadehi, dkk, 2011). dari jepang 1,310 – 1,410, sedangkan madu
Penelitian lain tentang madu di Belanda dari Skotlandia dan Inggris memiliki berat
dengan menggunakan berbagai isolate jenis 1,4153. Kadar air di dalam madu
bakteri yaitu : Staphylococcus aureus, merupakan karakteristik fisik yang penting
Staphylococcus epidermidis, Enterococcus karena mempengaruhi sifat fisika kimia
faecium, Escherichia coli, Pseudomonas lainnya dalam madu, seperti densitas, berat
aeruginosa, Enterobacter cloacae, Klebsiella jenis, index refractive, dan viskositas madu.
oxytoca, menunjukkan bahwa sediaan Kadar air di dalam madu juga mempengaruhi
madu yang diteliti (Revamil®) mempunyai peran penting madu sebagai pengawet. Bila
potensi sebagai antimikroba topikal kadar airnya mencapai 22 persen, madu
(Kwakman, dkk, 2008). kemungkinan mengalami fermentasi.
Sehingga sebagai pengawet, madu dengan
kadar air yang tinggi memerlukan penurunan
kadar air, misalnya dengan pengeringan atau
penambahan bahan lain yang memiliki kadar
air lebih rendah (Attri, 2011). Pada pengujian
kadar air madu ternak dengan metode
gravimetri diperoleh kadar air 10,20 ± 3,01,
kadar air madu hutan sebesar 11,07 ± 1,05.
Sedangkan kadar air propolis diperoleh 1,31 ±
0,21.
Uji aktivitas antibakteri madu dengan
Metode metode disc diffusion (tes Kirby dan Bauer)
diperoleh hasil berupa diameter zona hambat
Penelitian ini merupakan penelitian (mm) yang dihasilkan sekitar cakram yang
eksperimen laboratorium untuk diukur sebagai indeks aktivitas antibakteri
mengetahui aktivitas antibakteri madu hasil dari bahan uji. Ukuran zona hambatan lebih
budidaya (madu multiflora dan monoflora) mewakili ukuran kuantitatif dari aktivitas
dibandingkan dengan madu hutan yang antibakteri dari bahan uji. Dengan metode ini
terdapat di Indonesia, diujicobakan akan diperoleh data seri pengenceran terkecil
terhadap bakteri yang telah resisten yang masih mampu memberikan zone
terhadap antibiotik. hambat. Uji aktivitas antibakteri madu hutan
Isolat bakteri yang dipergunakan dan propolis terhadap isolat bakteri MRSA
adalah MRSA, E.coli producing ESBL, dan S. Aureus ATCC25923, dipergunakan
Staphylococcus aureus ATCC25923 dan Vancomycin sebagai kontrol positif dan
Escherichia coli ATCC25922 yang diperoleh aquadest sebagai kontrol negatif. Sedangkan
dari Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP pada uji aktivitas antibakteri madu hutan dan
Sanglah Denpasar. propolis terhadap isolat bakteri E. coli
Bahan-bahan yang digunakan dalam Producing ESBL dan E. coli ATCC25922,
uji aktivitas antibakteri ini adalah madu dipergunakan Meropenem sebagai kontrol
ternak, madu hutan dan propolis yang positif dan aquadest sebagai kontrol negatif.
diperoleh dari peternak Indonesia dan Pada penelitian ini, zone hambat
produknya dapat diperoeh di pasaran hanya dimiliki oleh bahan uji madu ternak
Indonesia. Bahan uji dibuat dengan konsentrasi 100 (Net) pada isolat bakteri S.
mengencerkan madu dan propolis masing- aureus ATCC25923 dan propolis pada semua
masing pada pengenceran yang berbeda, 20 konsentrasi pada isolat bakteri uji MRSA dan
μl/100 μl, 40 μl/100 μl, 60 μl/ 100 ml dan 80 S. aureus ATCC25923.
μl /100 μl. Selain itu, madu murni juga Madu ternak konsentrasi 100 (Net) pada
digunakan sebagai bahan uji. Semua isolat bakteri S. aureus ATCC25923 memiliki
pengenceran dilakukan dengan aqua zone hambat sebesar 8,4 ± 1,67. Sedangkan
bidestilata dan deionisasi yang steril. pada isolat bakteri MRSA, E. coli Producing
Sebelum dilakukan uji aktivitas ESBL, dan E. coli ATCC25922 madu ternak
antibakteri, dilakukan uji sifat fisiko-kimia dikatakan R (resisten) atau tidak mempunyai
madu dan propolis yang meliputi: keasaman zone hambat pada semua konsentrasi. Dapat
(pH), diukur dengan menggunakan alat pH- disimpulkan bahwa bahan uji madu ternak
meter, berat jenis diukur dengan mampu menghambat pertumbuhan isolat
menggunakan alat BJ-meter, kadar air bakteri S. aureus ATCC25923 pada
diukur dengan metode gravimetri. konsentrasi 100 (Net).
Penentuan aktivitas antibakteri Aktivitas antibakteri ditunjukkan oleh
madu uji dilakukan dalam 2 tahap: propolis Indonesia terhadap isolat bakteri
Metode disc diffusion (tes Kirby dan Bauer): MRSA dan S. Aureus ATCC25923 pada
Dibuat serial pengenceran madu dan pemeriksaan aktivitas antibakteri
propolis seperti disebutkan di atas. Strain menggunakan metode disc diffusion (tes
bakteri disiapkan dengan kekeruhan secara Kirby dan Bauer). Adapun zone hambat yang
visual dibandingkan dengan standar dihasilkan oleh propolis terhadap isolat
McFarland 0,5. Disiapkan Muller Hinton bakteri MRSA dengan konsentrasi 20 µl, 40
Agar dan sudah diinokulasi selama semalam µl, 60 µl, 80 µl, dan 100 (Net) berturut – turut
sebelum digunakan. Dalam metode difusi, 6,8 ± 0,45 mm; 7 ± 0 mm; 7,8 ± 0,84 mm, 8,2
digunakan disc blank berdiameter 6 mm. ± 0,84 mm; dan 9,8 ± 1,30 mm. Diameter
Materi uji (20 μl dari setiap pengenceran zone hambat yang dihasilkan oleh kontrol
madu murni dan propolis) diserapkan ke positif Vancomycin adalah 20,2 ± 0,84 mm.
dalam disc blank, dikeringkan pada suhu Diameter zone hambat yang dihasilkan oleh
kamar dan hati-hati ditempatkan ke dalam propolis terhadap isolat bakteri S. aureus
cawan petri yang telah diinokulasi dengan ATCC25923 dengan konsentrasi 20 µl, 40 µl,
bakteri uji. Masukkan ke dalam pendingin 60 µl, 80 µl dan 100 (Net) berturut – turut 7 ±
suhu 40C, selama 2 – 6 jam, kemudian 0 mm; 7,4 ± 0,55 mm; 8,0 ± 1,22 mm; 8,6 ±
diinkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 0,89 mm; dan 11,8 ± 1,64 mm. Diameter zone
jam. Pada pengukuran zone hambat dengan hambat yang dihasilkan oleh kontrol positif
isolat bakteri MRSA dan S.Au, dipergunakan Vancomycin adalah 20,8 ± 1,48 mm.
Vancomycin sebagai kontrol positif, Analisis statistik yang digunakan untuk
sedangkan pada pengukuran zone hambat mengetahui apakah terdapat perbedaan
dengan isolat bakteri E.coli producing ESBL aktivitas antibakteri propolis yang diukur dari
dan E. coli, dipergunakan Meropenem diameter zone hambat terhadap isolat
sebagai kontrol positif. Aquadest bakteri uji MRSA dan S. Aureus ATCC25923
dipergunakan sebagai kontrol negatif. adalah Mann Whitney. Syarat untuk berlaku
Diameter zona hambat yang dihasilkan atau tidaknya asumsi Uji Mann Whitney
sekitar cakram diukur sebagai indeks adalah data yang diperoleh terdistribusi tidak
aktivitas antibakteri dari bahan uji. Ukuran normal dan tidak homogen. Sebelumnya
zona hambatan lebih mewakili ukuran dilakukan uji normalitas dengan metode
kuantitatif dari aktivitas antibakteri dari Saphiro – Wilk, diperoleh nilai p < 0,05,
bahan uji. Replikasi dilakukan sebanyak 5 menunjukan data terdistribusi tidak normal,
kali dan zona hambat diukur dua kali untuk sehingga dilanjutkan pada uji Mann Whitney.
setiap pengenceran madu. Dengan metode Pada uji Mann Whitney, diperoleh nilai p =
ini akan diperoleh data seri pengenceran 0,292. Hal ini menunjuukkan tidak terdapat
terkecil yang masih mampu memberikan perbedaan aktivitas propolis terhadap isolat
zone hambat (Mandal, 2011; Tumin, dkk, bakteri uji MRSA dan S. Aureus ATCC25923.
2005). Untuk mengetahui perbedaan aktivitas
Penentuan Jumlah koloni bakteri : antiakteri propolis pada masing – masing
Dibuat serial pengenceran madu dan konsentrasi pengenceran terhadap isolat
propolis seperti disebutkan diatas. bakteri uji MRSA dan S. Aureus ATCC25923
Digunakan Tryptic Soy Broth (TSB) yang (konsentrasi efektif), dilakukan analisis
sudah diinkubasi semalam. Sebanyak 1 ml statistik menggunakan uji Kruskal Wallis yang
sampel madu maupun propolis pada dilanjutkan dengan Post Hoc dengan LSD.
berbagai konsentrasi pengenceran Syarat untuk berlaku atau tidaknya asumsi Uji
ditambahkan ke dalam 9 ml media TSB, Kruskal Wallis adalah data yang diperoleh
homogenkan, tambahkan 1 ml isolate terdistribusi tidak normal dan tidak
bakteri, homogenkan, kemudian dinkubasi homogen. Sebelumnya dilakukan uji
pada 350 - 37 ° C selama 18 - 24 jam. normalitas dengan metode Saphiro – Wilk,
Setelah diinkubasi, diamati adanya diperoleh nilai p yang bervariasi, menunjukan
kekeruhan. Adanya kekeruhan menandakan data terdistribusi tidak normal, sehingga
bahwa pada konsentrasi pengenceran dilanjutkan menggunakan uji nonparametrik
tersebut madu uji tidak mampu Kruskal Wallis. Pada uji Kruskal Wallis
menghambat pertumbuhan bakteri. diperoleh nilai p untuk isolat bakteri MRSA <
Selanjutnya untuk setiap serial yang masih 0,05, menunjukkan bahwa perbedaan
menunjukkan adanya kekeruhan, lakukan konsentrasi pengenceran memberikan
pengenceran sampai pengenceran 10-5. pengaruh terhadap aktivitas antibakteri
Ambil 1 ml sampel yang keruh dan 1 ml (diameter zone hambat). Oleh karena itu,
isolat bahan uji tuang ke dalam petri dish data pengamatan pada waktu tersebut dapat
tambahkan media Mueller Hinton (MH) dianalisis lebih lanjut dengan uji LSD.
suhu 40 – 500C, ± 6 – 8ml. Inkubasi 350 - 37 Berdasarkan uji LSD, konsentrasi
° C selama 18 - 24 jam dan dihitung jumlah pengenceran propolis 20 l sama dengan
koloni yang tumbuh. konsentrasi 40l dan 60l, tetapi berbeda
Data yang terkumpul, dianalisis bermakna dengan konsentrasi 80l dan 100
menggunakan SPSS 15, yaitu uji normalitas (Net). Sedangkan konsentrasi 60l sama
variabel perlakuan dengan metode Shapiro- dengan konsentrasi 80l, tetapi berbeda
Wilk, uji homogenitas varians antar bermakna dengan konsentrasi 100 (Net).
perlakuan dengan uji Levene, dan uji Semakin besar konsentrasi, maka aktivitas
komparasi varians perlakuan menggunakan antibakteri yang dimiliki oleh propolis
Analysis of Variance (ANOVA). terhadap isolat MRSA akan semakin
meningkat.
Analisis statistik pada isolat bakteri S. Aureus
ATCC25923 dengan uji Kruskal Wallis
diperoleh nilai p< 0,05, menunjukkan bahwa
perbedaan konsentrasi pengenceran
memberikan pengaruh terhadap aktivitas
antibakteri (diameter zone hambat). Oleh
karena itu, data pengamatan pada waktu
tersebut dapat dianalisis lebih lanjut dengan
uji LSD. Berdasarkan uji LSD, konsentrasi
pengenceran propolis 20 l sama dengan
konsentrasi 40l dan 60l, tetapi berbeda
bermakna dengan konsentrasi 80l dan 100
(Net). Sedangkan konsentrasi 40l sama
dengan konsentrasi 60l dan 80l, tetapi
berbeda bermakna dengan konsentrasi 100
(Net). Semakin besar konsentrasi, maka
aktivitas antibakteri yang dimiliki oleh
propolis terhadap isolat MRSA akan semakin
meningkat.
Aktivitas antibakteri madu disebabkan oleh
beberapa hal, diantaranya adanya keasaman
(PH) madu yang rendah, berkisar dari 3.2
sampai 4.5. Kondisi asam ini dapat mencegah
tumbuhnya bakteri. Aktivitas antibakteri
nonperoksida dalam madu disebabkan oleh
metilglioksal (MGO) dan komponen sinergi
yang tidak dikenali. Kebanyakan madu
mengandung MGO yang sangat rendah,
namun madu manuka mengandung MGO
yang sangat tinggi. Tingkat sinergi dalam
madu manuka dua kali lipat lebih dari
aktivitas antibakteri MGO. Dengan efek
osmotik yang dimiliki madu, menjadikan
madu menjadi media yang tidak bagus untuk
mikroorganisme berkembang biak. Aktivitas
antibakteri madu paling dipengaruhi oleh
kandungan Hidrogen Peroksida (H2O2) di
dalamnya. kandungan Hidrogen Peroksida
(H2O2) ditentukan oleh proses oksidasi
glukosa yang dsintesis oleh lebah dan enzim
catalase yang berasal dari bunga pollen.
Kebanyakan madu membetuk H2O2 ketika
diencerkan, disebabkan aktivasi enzim
glucosa oxidase yang mengoksidasi glukosa
menjadi asam glukonic dan H2O2 yang
berkaitan degan aktivitas antibakterinya.
Tetapi aktivitas peroxida di dalam madu
dapat dirusak dengan mudah dengan
pemanasan atau adanya catalase (Mandal
dan Mandal, 2011).
Penelitian mengenai aktivitas
antimikroba madu terhadap sejumlah bakteri
yang patogen pada manusia dilakukan oleh
Osho dan Bello tahun 2010 menggunakan
madu yang berasal dari peternakan madu di
Nigeria, menunjukkan memiliki aktivitas
antibakteri terhadap S. aureus, P. aeruginosa,
K. pneumonia, B. subtilis, dan E. coli. Penelitian
aktivitas antimikroba produk madu dan propolis
komersial di Nigeria oleh Agbagwa dan Okolo
tahun 2012, terhadap bakteri S. aureus, P.
aeruginosa, dan K. pneumonia, mengunakan
metode disc diffusion menunjukkan bahwa
propolis yang dipasarkan di Nigeria memiliki
aktivitas antibakteri yang lebih baik dibandingkan
madu yang dipasarkan di Nigeria. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang kami lakukan. Penelitian
menggunakan madu Iraq menunjukan aktivitas
antibakteri madu Iraq terhadap S. aureus, P.
aeruginosa, dan E. coli. Madu seperti halnya
antibiotika memilki sensitivitas terhadap
organisme, sehingga dapat dijadikan alternatif
untuk melawan bakteri tertentu serta memiliki
aktivits antibakteri terhadap bakteri gram positif
maupun bakteri gram negatif (Naama, 2009).
Penelitian mengenai aktivitas madu terhadap
isolat bakteri yang resisten, salah satunya
dilakukan oleh Jenkin, dkk terhadap madu
Manuka. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pertumbuhan MRSA dihambat oleh
madu manuka 5%, 10% dan 20% (b/v). Hal ini
disebabkan aktivitas antibiotik nonperoksida
yang dimiliki oleh metilglioksal (MGO) dan
komponen sinergi yang tidak dikenali yang
terkandung dalam madu manuka.
Kebanyakan madu mengandung MGO yang
sangat rendah, namun madu manuka
mengandung MGO yang sangat tinggi.
Tingkat sinergi dalam madu manuka dua kali
lipat lebih dari aktivitas antibakteri MGO
(Jenkin, dkk, 2012).
Propolis atau lem lebah merupakan
suatu bahan resin yang dikumpulkan oleh
lebah madu dari berbagai macam jenis
tumbuhan. Aktivitas antibakteri propolis
yang sangat bervariasi ini lebih disebabkan
komposisi dari propolis yang digunakan.
Komposisi propolis sendiri sangat
dipengaruhi oleh jenis dan umur tumbuhan,
iklim, dan waktu di mana propolis tersebut
diperoleh. Salah satu kandungan senyawa
kimia yang penting pada propolis adalah
senyawa flavonoid. Flavonoid merupakan
salah satu senyawa fenol alami yang tersebar
luas pada tumbuhan, yang disintesis dalam
jumlah sedikit (0,5–1,5%) dan dapat
ditemukan pada hampir semua bagian
tumbuhan. Penelitian secara in vitro maupun
in vivo menunjukkan aktivitas biologis dan
farmakologis dari senyawa flavonoid sangat
beragam, salah satu diantaranya yakni
memiliki aktivitas antibakteri. Para peneliti
menyatakan pendapat yang berbeda-beda
sehubungan dengan mekanisme kerja dari
flavonoid dalam menghambat pertumbuhan
bakteri, antara lain bahwa flavonoid
menyebabkan terjadinya kerusakan
permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom,
dan lisosom sebagai hasil interaksi antara
flavonoid dengan DNA bakteri. Penelitian lain
menyebutkan bahwa flavonoid mampu
melepaskan energi tranduksi terhadap
membran sitoplasma bakteri selain itu juga
menghambat motilitas bakteri. Mekanisme
yang berbeda menyatakan bahwa gugus
hidroksil yang terdapat pada struktur
senyawa flavonoid menyebabkan perubahan
komponen organik dan transpor nutrisi yang
akhirnya akan mengakibatkan timbulnya efek
toksik terhadap bakteri. Penelitian mengenai
propolis Indonesia salah satunya dilakukan
oleh Sabir pada tahun 2005 mengenai
aktivitas flavonoid dalam propolis Trigona sp
yang berasal dari Kabupaten Bulukumba,
propinsi Sulawesi Selatan terhadap
pertumbuhan Streptococcus mutans yang
dapat menyebabkan karies pada gigi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kandungan
flavonoid di dalam propolis mampu
menghambat pertumbuhan S. Mutans.
Perbedaan aktivitas antibakteri madu
dan propolis yang dihasilkan di Indonesia
dapat berbeda dengan madu dan propolis
yang dihasilkan di negara lain dapat
disebabkan oleh beberapa alasan. Salah satu
kemungkinan berkaitan dengan perbedaan
dalam sensitifitas masing-masing isolat
bakteri uji terhadap aktivitas antibakteri
madu dan propolis yang digunakan. Selain
itu, hasil perbedaan aktivitas antibakteri yang
diamati antara madu bisa juga mungkin
disebabkan oleh sumber-sumber bunga yang
berbeda yang digunakan oleh lebah dan
faktor-faktor geografis seperti suhu,
kelembaban di mana madu diproduksi
(Tumin, 2005) .
Melissa, dkk, 2004 melaporkan bahwa
proses pengenceran madu meningkatkan
hidrogen peroksida aktivitas antibakteri.
Adanya agen yang diduga tidak stabil dan/
atau agen antibakteri thermolabile juga bisa
dinonaktifkan selama prosedur eksperimental
dan dengan demikian dapat dianggap sebagai
kemungkinan perbedaan aktivitas antibakteri
madu dan propolis yang dihasilkan di
Indonesia dapat berbeda dengan madu dan
propolis yang dihasilkan di negara lain.
Penelitian ini tidak dapat memperjelas agen
yang mungkin terlibat dalam aktivitas
antibakteri madu dan propolis digunakan.
Diperlukan suatu studi lanjutan untuk
mengetahui kandungan agen hydrogen
peroksida (H2O2) dan komponen non
peroksida seperti metylglyoksal (MGO) yang
terdapat dalam madu dan propolis bahan uji.
Identifikasi dan karakterisasi prinsip aktif
dapat memberikan informasi berharga
tentang kualitas dan potensi terapi mungkin
ini madu dan propolis Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai