DAFTAR ISI............................................................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................................ iv
PERSETUJUAN PENGESAHAN LAPORAN ORIENTASI KHUSUS KARYAWAN
RSU NURUSSYIFA KUDUS ................................................................................................... v
KATA PENGANTAR................................................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG.......................................................................................................... 1
B. JUDUL KASUS.................................................................................................................... 2
C. WAKTU DAN PELAKSANAAN KASUS......................................................................... 2
BAB 1I TINJAUAN TEORI ..................................................................................................... 3
A. ASFIKSIA ........................................................................................................................... 3
BAB III KASUS......................................................................................................................... 15
A. PENGKAJIAN.................................................................................................................... 15
B. ANALISA DATA................................................................................................................ 24
BAB IV PENUTUP .................................................................................................................. 32
ii
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Penyusun :
Disetujui Oleh :
Mengetahui:
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Penyusun :
Disetujui Oleh :
Mengetahui:
iv
PERSETUJUAN PENGESAHAN LAPORAN ORIENTASI KHUSUS
KARYAWAN RSU NURUSSYIFA KUDUS
Profesi : Bidan
Menyetujui,
Mengetahui:
v
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan Laporan kegiatan orientasi
umum karyawan RSU Nurussyifa Kudus tahun 2024.
Dalam penyusunan laporan kegiatan orientasi umum karyawan RSU Nurussyifa Kudus, saya
banyak mendapatkan bimbingan dengan dorongan semua pihak, oleh karena itu saya mengucapkan
terimakasih kepada :
1. dr. H. Sobirin, Sp.S,M.Pd selaku Ketua PT Tetra Medikaloka Barokah.
5. dr. M. Yogatama Wirawan selaku Kepala Bidang Pelayanan dan Penunjang serta dokter
pembimbing
6. dr. Safira Aulia Rahma selaku Kepala Bidang Umum dan Keuangan
13.Yuli Giantari, A.Md.Keb selaku Kepala unit bersalin dan bidan pembimbing
Serta kakak-kakak dan teman-teman bidan yang telah memberikan dorongan dan dukungan kepada
saya sehingga laporan kegiatan orientasi karyawan RSU Nurussyifa Kudus ini dapat terselesaikan.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauhdari kata sempurna.
Semoga dengan disusunnya laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Kudus, 20 Januari 2024
Anisa Rizqi Mubarok, A.Md Keb
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
Asfiksia secara umum merupakan suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga dapat menurunkan
oksigen (O2) dan mungkin meningkatkan karbondioksida (CO2), Adanya gangguan
pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin ini dapat menimbulkan akibat
buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Proverawati, 2019).
Berdasarkan data Bank Dunia, angka kematian bayi neonatal (usia 0-28 hari) di
Indonesia sebanyak 11,7 jiwa/1.000 kelahiran hidup pada 2020. Artinya, setiap
kelahiran 1.000 bayi, ada 11 hingga 12 bayi yang meninggal di usia 0-28 hari. Angka
tersebut lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar 12,2
jiwa/1.000 kelahiran hidup.
1
diantaranya meninggal dunia. Dari data tersebut masih cukup tinggi angka kematian
neonatal yang diakibatkan karena Asfiksia pada bayi baru lahir.
AKB Kudus 2023 dari bulan Januari 2023 sampai September 2023 sebanyak 73
bayi yang meninggal. Hal ini disebabkan banyak faktor seperti BBLR, Asfiksi,
Infeksi dan kelainan bawaan, Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya lanjut
Muslimah, pada tahun 2022 angka kematian bayi (AKB) ada 105 kasus. (Buku Saku
DKK Kudus 2023).
Asfiksia dapat menyebabkan kerusakan organ berat dan berakibat fatal pada bayibaru
lahir. Redistribusi sirkulasi yang ditemukan pada pasien hipoksia dan iskemia akut
telah memberikan gambaran yang jelas mengapa terjadi disfungsi berbagai organ
tubuh pada bayi asfiksia.Gangguan fungsi berbagai organ pada bayi asfiksia
tergantung pada lamanya asfiksia terjadi dan kecepatan penanganan. Berdasarkan
hasil penelitian lanjut riskesdas, asfiksia merupakan penyebab kematian kedua pada
bayi setelah infeksi (Opitasari, 2019).
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Asfiksia
1. Pengertian Asfiksia
Asfiksia pada bayi baru lahir (ringan atau berat) merupakan sindrom
dengan gejala apnea sebagai manifestasi klinis yang utama (Oxorn,
2017).
Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir
yang mengalami gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah
lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat
mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya (Dewi, 2017).
2. Etiologi asfiksia bayi baru lahir.
Asfiksia bisa disebabkan oleh beberapa faktor, yakni faktor ibu, plasenta, fetus,
dan neonatus.
a. Ibu
Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia terjadi karena gangguan
pertukaran gas serta transpor O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat
gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan
ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu
selama kehamilan, atau secara mendadak karena hal – hal yang diderita ibu
dalam persalinan (Wiknjosastro, 2007). Preeklamsi, partus lama atau macet
dan kehamilan lewat waktu termasuk beberapa faktor ibu yang dapat menjadi
penyebab terjadinya asfiksia bayi baru lahir (JNPK-KR, 2007). Persalinan
sungsang dapat menyebabkan asfiksia karena sering terjadi kemacetan
persalinan kepala yang dapat menyebabkan aspirasi air ketuban dan lendir,
perdarahan, atau edema jaringan otak sampai kerusakan persendian tulang
leher.
b. Plasenta.
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta, dan lain lain.
c. Fetus
Kompresi umbilikus akan dapat mengakibatkan terganggunya aliran
darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara
ibu dan janin. Kompresi umbilikus ini bisa terjadi pada persalinan sungsang
3
karena tali pusat yang terjepit antara janin dan jalan lahir.
d. Neonatus.
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi
karena beberapa hal berikut :
1) Pemakaian anastesi berlebihan pada ibu.
2) Trauma yang terjadi selama persalinan.
3) Kelainan kongenital pada bayi (Dewi, 2019).
3. Klasifikasi klinis asfiksia bayi baru lahir
Apgar score merupakan sistem penilaian yang diciptakan oleh
Dr.Virginia Apgar untuk menilai keadaan bayi dalam usia beberapa
menit pertama dan dengan sistem ini, asfiksia neonatorum yang berat
dapat didiagnosis dan ditangani segera (Tiran, 2019). Penilainan ini
perlu untuk mengetahui apakah bayi menderita asfiksia atau tidak.
Sehingga berdasarkan hasil penilaian apgar, asfiksia dapat dibagi
menjadi tiga tingkatan yaitu :
a. Asfiksia ringan (nilai apgar 7-10).
b. Asfiksia sedang (nilai apgar 4-6 ).
c. Asfiksia berat (nilai apgar 0-3) (Dewi, 2019).
4. Table 2.2. Penilaian APGAR
Tanda Score
0 1 2
Apperanc Pucat Tubuh kemerahan, Tubuh dan
e (warna ekstremitas biru kemerahan
Pulse rate Tidak ada ≤100 x/i ≥ 100 x/i
(Denyut
Grimace Tidak ada Sedikit gerakan Batuk, bersin
(reaksi rangsangan) mimic
Activity Lumpuh Ekstremitas Gerakan aktif
(tonus
Respiratory dalam
Tidak ada Lemah / tidak Baik, menangis
(usaha pernafasan) teratur
4
2. Tidak ada usaha napas.
3. Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada.
4. Bayi tidak dapat memberikan reaksi bila diberikan rangsangan.
5. Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu.
b. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)
Pada Asfiksia sedang tanda dan gejala yang sering muncul
adalah sebagai berikut :
1) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali permenit.
2) Usaha napas lambat.
3) Tonus otot biasanya dalam keadaan baik.
4) Bayi masih dapat bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan.
5) Bayi tampak sianosis.
c. Asfiksia ringan (nilai APGAR 7-10).
Pada asfiksia ringan tanda dan gejala yang sering muncul adalah
sebagai berikut :
1) Takipnea dengan napas lebih dari 60 kali permenit.
2) Bayi tampak sianosis.
3) Adanya retraksi sel iga.
4) Bayi merintih.
5) Adanya pernapasan cuping hidung.
6) Bayi kurang aktifitas (Dewi, 2010).
6. Diagnosis asfiksia bayi baru lahir
Asfiksia pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari
anoksia/hipoksia janin. Diagnosis apoksia/hipoksia janin dapat dibuat
dalam persalinan dengan ditemukannya tanda tanda gawat janin
(Wiknjosastro, 2019). Diagnosis asfiksia neonatorum dapat
ditegakkan berdasarkan :
a. Anamnesis
Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor risiko terhadap terjadinya
asfiksia neonatorum.
b. Pemeriksaan fisik
1) Bayi tidak bernapas atau menangis.
2) Denyut jantung kurang dari 100 x/menit.
Denyut jantung yang bervariasi mengindikasikan kemampuan
5
janin untuk beradaptasi dengan berbagai kondisi. Peningkatan
denyut jantung sementara dapat mengindikasikan asfiksia
intrauterus dan menunjukkan derajat stress pada janin (Boyle,
2019).
3) Tonus otot menurun.
4) Cairan ketuban ibu bercampur mekonium, atau terdapat
sisa mekonium pada tubuh bayi. Mekonium dalam presentase
sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentase kepala
mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan harus menimbulkan
kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi
kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan
(Wiknjosastro, 2019). Gawat janin dan atau likuor yang terwarnai
mekonium merupakan tanda peringatan dalam persalinan, yang akan
mempengaruhi keputusan bidan untuk memindahkan ibu ke rumah
sakit dan untuk memanggil dokter spesialis anak ketika kelahiran akan
terjadi (Boyle, 2019).
5) BBLR.
c. Pemeriksaan penunjang
Labolatorium : hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil
asidosis pada darah tali pusat . Adanya asidosis menyebabkan turunnya PH.
Apabila PH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dapat dianggap sebagai tanda
bahaya oleh beberapa penulis (Wiknjosastro, 2019).
Derajat Asidosis penting saat mengkaji kesejahteraan janin dalam
persalinan. Kadar yang lebih dari 7,25 adalah normal, antara 7,20 dan 7,25
dianggap pra-asidosis, dan kadar kurang dari 7,20 mengindikasikan asidosis.
Derajat asidosis mengindikasikan kadar asam laktat dalam sistem janin yang
meningkat akibat kekurangan oksigen dan peningkatan karbondioksida dalam
aliran darah. Hal ini mengindikasikan hipoksia in utero (Boyle, 2019).
7. Patofisiologi asfiksia bayi baru lahir
Gangguan suplai darah teroksigenasi melalui vena umbilikal dapat terjadi pada
saat antepartum, intrapartum, dan tentunya pasca partum saat tali pusat dipotong.
Awalnya hanya ada sedikit napas. Sedikit napas ini dimaksudkan untuk
mengembangkan paru, tetapi bila paru mengembang saat kepala masih di jalan
lahir, atau bila paru tidak mengembang karena suatu hal, aktivitas singkat ini akan
6
diikuti oleh henti napas komplet. Kejadian inidisebut apnea primer (Drew, 2008).
Rangsangan seperti mengeringkan atau menepuk telapak kaki akan menimbulkan
pernapasan. Walaupun demikian bila kekurangan oksigen terus berlangsung, bayi
akan melakukan beberapa usaha bernapas megap-megap dan kemudian terjadi
apnu sekunder, rangsangan saja tidak akan menimbulkan kembali usaha
pernapasan bayi baru lahir. Bantuan pernapasan harusdiberikan untuk mengatasi
masalah akibat kekurangan oksigen. Frekuensi jantung mulai menurun pada saat
bayi mengalami apnu primer. Tekanan darah akan tetap bertahan sampai
dimulainya apnu sekunder. Bayi dapat berada pada fase antara apnu primer dan
apnu sekunder dan seringkali keadaan yang membahayakan ini dimulai sebelum
atau selama
persalinan. Akibatnya saat lahir, sulit untuk menilai berapa lama bayi telah
berada dalam keadaan membahayakan. Pemeriksaan fisik tidak dapat
membedakan antara apnu primer dan sekunder, namun respon pernapasan yang
ditunjukkan akan dapat memperkirakan kapan mulai terjadi keadaan yang
membahayakan itu. Jika bayi menunjukkan tanda pernapasan segera setelah
dirangsang, itu adalah apnu primer. Jika tidak menunjukkan perbaikan apa-apa, ia
dalam keadaan apnu sekunder. Sebagai gambaran umum, semakin lama seorang
bayi dalam keadaan apnu sekunder, semakin lama pula dia bereaksi untuk dapat
memulai pernapasan (Departemen Kesehatan R.I, 2019).
Apnea sekunder cepat menyebabkan kematian jika bayi tidak benar benar
didukung oleh pernapasan buatan dan bila diperlukan, kompresi jantung. Selama
apnea sekunder, frekuensi jantung dan tekanan darah menurun. Warna bayi
berubah dari biru ke putih karena bayi baru lahir menutup sirkulasi perifer
sebagai upaya memaksimalkan aliran darah ke organ organ seperti jantung dan
ginjal (Varney, 2019). Pada hipoksia yang berkelanjutan, kekurangan oksigen
untuk menghasilkan energi bagi metabolisme tubuh menyebabkan terjadinya
proses glikolisis anerobik. Produk sampingan proses tersebut (asam laktat dan
piruvat) menimbulkan peningkatan asam organik tubuh yang berakibat
menurunnya PH darah sehingga terjadilah asidosis metabolik. Perubahan
sirkulasi dan metabolisme ini secara bersama sama akan menyebabkan kerusakan
sel baik sementara ataupun menetap (Departemen Kesehatan R.I, 2019).
8. Penatalaksanaan asfiksia bayi baru lahir
7
Sekalipun sebagian besar bayi akan menangis dalam waktu 2-
3 detik tetapi sebagian masih memerlukan langkah untuk resusitasi
(Manuaba, 2017). Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan
dengan menjawab 4 pertanyaan: apakah bayi cukup bulan?,
apakah air ketuban jernih?, apakah bayi bernapas atau menangis?,
apakah tonus otot bayi baik atau kuat? Bila semua jawaban “ya”
maka bayi dapat langsung dimasukkan dalam prosedur
perawatan rutin dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bila terdapat
jawaban “tidak” dari salah satu pertanyaan di atas maka bayi
memerlukan satu atau beberapa tindakan resusitasi berikut ini
secara berurutan:
a. Langkah awal dalam stabilisasi
1) Jaga bayi tetap hangat, Letakkan bayi diatas kain yang
ada di perut ibu. Selimuti bayi dengan kain tersebut,
potong tali pusat. Pindahkan bayi ke atas kain tempat
resusitasi.
2) Atur posisi bayi, Baringkan bayi terlentang dengan
kepala di dekat penolong. Ganjal bahu agar kepala
sedikit ekstensi. Agar posisi faring, laring, dan
trakea dalam satu garis lurus yang akan mempermudah
masuknya udara. Posisi ini adalah posisi terbaik
untuk melakukan ventilasi dengan balón dan
sungkup dan/atau untuk pemasangan pipa
endotrakeal (Departemen Kesehatan R.I, 2008).
3) Membersihkan jalan napas sesuai keperluan, Cara yang
tepat untuk membersihkan jalan napas adalah
bergantung pada keaktifan bayi dan ada/tidaknya
mekonium. Bila terdapat mekoneum dalam cairan
amnion dan bayi tidak bugar (bayi mengalami depresi
pernapasan, tonus otot kurang dan frekuensi jantung
kurang dari 100x/menit) segera dilakukan penghisapan
trakea sebelum timbul pernapasan untuk mencegah
sindrom aspirasi mekonium. Penghisapan trakea
meliputi langkah-langkah pemasangan laringoskop dan
8
selang endotrakeal ke dalam trakea, kemudian dengan
kateter penghisap dilakukan pembersihan daerah mulut,
faring dan trakea sampai epiglotis. Bila terdapat
mekoneum dalam cairan amnion namun bayi tampak
bugar, pembersihan sekret dari jalan napas dilakukan
seperti pada bayi tanpa mekoneum (Departemen
Kesehatan R.I, 2008). Berikut ini cara menggunakan
alat penghisap lendir delee atau bola karet.
a) Hisap lendir dalam mulut, kemudian baru hisap
lendir di hidung.
b) Hisap lendir sambil menarik keluar penghisap
(bukan pada saat memasukkan).
c) Bila menggunakan penghisap lendir delee, jangan
memasukkan ujung penghisap terlalu dalam (lebih dari
5 cm ke dalam mulut atau lebih dari 3 cm ke dalam
hidung) karena dapat menyebabkandenyut jantung bayi
melambat atau henti napas bayi (JNPK-KR, 2007).
4. Keringkan dan rangsang bayi.
a) Keringkan bayi dari muka, kepala dan bagian
tubuh lainnya dengan sedikit tekanan. Rangsangan
ini dapat memulai pernapasan bayi atau bernapas
lebih baik.
b) Lakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara :
menepuk atau menyentil telapak kaki atau menggosok
punggung, perut, dada atau tungkai bayi dengan telapak
tangan (JNPK-KR, 2007).
5. Atur kembali posisi kepala dan selimuti bayi.
6. Lakukan penilaian bayi.
a) Lakukan penilaian apakah bayi bernapas normal,
berikan pada ibunya :
(1) Letakkan bayi di atas dada ibu dan
selimuti keduanya untuk menjaga kehangatan
tubuh bayi melalui persentuhan kulit ibu-
bayi.
9
(2) Anjurkan ibu untuk menyusukan bayi
sambil membelainya.
b) Bila bayi tidak bernapas atau mengap mengap,
segera lakukan tindakan ventilasi. (JNPK-KR, 2007)
b. Ventilasi, Ventilasi adalah bagian dari tindakan resusitasi untuk
memasukkan sejumlah udara ke dalam paru dengan tekanan positif
yang memadai untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernapas
spontan dan teratur.
1) Pemasangan sungkup, Pasang dan pegang sungkup agar
menutupi mulut dan hidung bayi.
2) Ventilasi percobaan (2 kali).
a) Lakukan tiupan udara dengan tekanan 30 cm air.
Tiupan awal ini sangat penting untuk membuka alveoli paru
agar bayi mulai bisa bernapas dan sekaligus menguji apakah
jalan napas terbuka atau bebas.
b) Lihat apakah dada bayi mengembang.
(1) Bila dada tidak mengembang.
(a) Periksa posisi kepala, pastikan posisinya benar.
(b) Periksa pemasangan sungkup dan pastikan tidak
terjadi kebocoran.
(c) Periksa ulang, apakah jalan napas tersumbat cairan
atau lendir (isap kembali)
(2) Bila dada mengembang, lakukan tahap berikutnya.
3) Ventilasi definitif (20 kali dalam 30 detik).
a) Lakukan peniupan dengan tekanan 20 cm air, 2
kali dalam 30 detik.
b) Pastikan udara masuk (dada mengembang)
dalam 30 detik tindakan.
4) Lakukan penilaian.
a) Bila bayi sudah bernapas normal, hentikan
ventilasi dan pantau bayi, bayi diberikan asuhan pasca
resusitasi.
b) Bila bayi belum bernapas atau mengap
mengap, lanjutkan ventilasi.
10
(1) Lanjutkan ventilasi dengan tekanan 20 cm air, 20
kali untuk 30 detik berikutnya.
(2) Evaluasi hasil ventilasi tiap 30 detik.
c) Siapkan rujukan bila bayi belum bernapas
normal sesudah 2 menit diventilasi.
d) Bila bayi tidak bisa dirujuk,
(1) Lanjutkan ventilasi sampai 20 menit.
(2) Pertimbangkan untuk menghentikan tindakan
resusitasi jika setelah 20 menit, upaya ventilasi tidak
berhasil. Bayi yang tidak bernapas normal setelah 20
menit diresusitasi akan mengalami kerusakan otak
sehingga bayi akan menderita kecatatan yang berat
atau meninggal.
5) Kompresi dada.
Kompresi dada dimulai jika frekuensi jantung kurang
dari 60 kali per menit setelah dilakukan ventilasi
tekanan positif selama 30 detik. Tindakan kompresi
dada (cardiac massage) terdiri dari kompresi yang
teratur pada tulang dada, yaitu menekan jantung ke
arah tulang belakang, meningkatkan tekanan
intratorakal, dan memperbaiki sirkulasi darah ke
seluruh organ vital tubuh. Kompresi dada hanya
bermakna jika paru-paru diberi oksigen, sehingga
diperlukan 2 orang untuk melakukan kompresi dada
yang efektif satu orang menekan dada dan yang
lainnya melanjutkan ventilasi. Orang kedua juga bisa
melakukan pemantauan frekuensi jantung, dan suara
napas selama ventilasi tekanan positif. Ventilasi dan
kompresi harus dilakukan secara bergantian. Prinsip
dasar pada kompresi dada adalah :
1) Posisi bayi
Topangan yang keras pada bagian belakang bayi
dengan leher sedikit tengadah.
2) Kompresi
11
a) Lokasi ibu jari atau dua jari : pada bayi baru lahir
tekanan diberikan pada 1/3 bawah tulang dada yang
terletak antara processus xiphoideus dan garis khayal
yang menghubungkan kedua puting susu.
b) Kedalaman : diberikan tekanan yang cukup untuk
menekan tulang dada sedalam kurang lebih 1/3
diameter anteroposterior dada, kemudian tekanan
dilepaskan untuk memberi kesempatan jantung terisi.
Satu kompresi terdiri dari satu tekanan ke bawah dan
satu pelepasan. Lamanya tekanan ke bawah harus
lebih singkat daripada lamanya pelepasan untuk
memberi curah jantung yang maksimal. Ibu jari atau
ujung-ujung jari (tergantung metode yang digunakan)
harus tetap bersentuhan dengan dada selama
penekanan dan pelepasan.
c) Frekuensi : kompresi dada dan ventilasi harus
terkoordinasi baik, dengan aturan satu ventilasi
diberikan tiap selesai tiga kompresi, dengan frekuensi
30 ventilasi dan 90 kompresi permenit. Satu siklus
yang berlangsung selama 2 detik, terdiri dari satu
ventilasi dan tiga kompresi.
d) Penghentian kompresi:
(1) Setelah 30 detik, untuk menilai kembali frekuensi
jantung ventilasi dihentikan selama 6 detik.
Penghitungan frekuensi jantung selama ventilasi
dihentikan.
(2) Frekuensi jantung dihitung dalam waktu 6 detik
kemudian dikalikan 10. Jika frekuensi jantung telah
diatas 60 x/menit kompresi dada dihentikan, namun
ventilasi diteruskan dengan kecepatan 40-60 x/menit.
Jika frekuensi jantung tetap kurang dari 60 x/menit,
maka pemasangan kateter umbilikal untuk
memasukkan obat dan pemberian epinefrin harus
dilakukan. (3) Jika frekuensi jantung lebih dari 100
12
x/menit dan bayi dapat bernapas spontan, ventilasi
tekanan positif dapat dihentikan, tetapi bayi masih
mendapat oksigen alir bebas yang kemudian secara
bertahap dihentikan. Setelah observasi beberapa lama
di kamar bersalin bayi dapat dipindahkan ke ruang
perawatan.
d. Pemberian epinefrin dan atau pengembang volume
(Volume expander). Obat-obatan jarang diberikan
pada resusitasi bayi baru lahir. Bradikardi pada bayi
baru lahir biasanya disebabkan oleh
ketidaksempurnaan pengembangan dada atau
hipoksemia, dimana kedua hal tersebut harus
dikoreksi dengan pemberian ventilasi yang adekuat.
Namun bila bradikardi tetap terjadi setelah VTP dan
kompresi dada yang adekuat, obat-obatan seperti
epinefrin, atau volume ekspander dapat diberikan.
Obat yang diberikan pada fase akut resusitasi adalah
epinefrin.
1) Epinefrin.
Indikasi pemakaian epinefrin adalah frekuensi
jantung kurang dari 60x/menit setelah dilakukan VTP
dan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30
detik. Epinefrin tidak boleh diberikan sebelum
melakukan ventilasi adekuat karena epinefrin akan
meningkatkan beban dan konsumsi oksigen otot
jantung. Dosis yang diberikan 0,1-0,3 ml/kgBB
larutan 1:10.000 (setara dengan 0,01-0,03 mg/kgBB)
intravena atau melalui selang endotrakeal. Dosis dapat
diulang 3-5 menit secara intravena bila frekuensi
jantung tidak meningkat. Dosis maksimal diberikan
jika pemberian dilakukan melalui selang endotrakeal.
2) Volume Ekspander.
ekspander diberikan dengan indikasi sebagai
berikut : bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi
13
mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan
resusitasi, hipovolemia kemungkinan akibat adanya
perdarahan atau syok. Gejala klinis ditandai adanya
pucat, nadi kecil atau lemah, dan pada resusitasi tidak
memberikan respon yang adekuat. Dosis awal 10
ml/kg BB IV pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang
sampai menunjukkan respon klinis. Jenis cairan yang
diberikan dapat berupa larutan kristaloid isotonis
(NaCl 0,9%, Ringer Laktat) atau tranfusi golongan
darah O negatif jika diduga kehilangan darah banyak
(Departemen Kesehatan R.I, 2008).
e. Asuhan pasca resusitasi
Asuhan pasca resusitasi adalah pelayanan kesehatan
pasca resusitasi, yang diberikan kepada bayi baru lahir
ataupun ibu dan keluarga yang diberikan berupa
asuhan neonatal, pemantauan, dan konseling. Harus
dicatat semua tindakan yang telah dilakukan
mencangkup : nama ibu, tanggal dan waktu lahir,
keadaan bayi waktu lahir, waktu mulai tindakan
resusitasi, langkah resusitasi yang telah dilakukan,
waktu bayi bernapas spontan dan hasil resusitasi.
Asuhan pasca resusitasi diberikan sesuai dengan
keadaan bayi baru lahir setelah menerima tindakan
resusitasi. Asuhan pasca resusitasi dilakukan pada
keadaan :
1) Resusitasi berhasil : Bayi menangis dan bernapas
normal sesudah langkah awal atau sesudah ventilasi.
Perlu pemantauan dan dukungan.
2) Resusitasi belum/kurang Berhasil : Bayi perlu
rujukan yaitu sesudahventilasi 2 menit belum
bernapas atau bayi sudahbernapas tetapi masih
megap-megap atau pada pemantauan didapatkan
kondisi nya memburuk.
3) Resusitasi tidak Berhasil : Sesudah ventilasi 20
14
menit, bayi tidak bernapas.
BAB III
PRESENTASI KASUS
TAHUN 2024
I. PENGKAJIAN
No. Register : 099990
Peserta Kelas : Umum
rawat : U/3
Tanggal Masuk RS : 23-12-2023
Pukul : 21.10 WIB
Tanggal Lahir : 23-12-2023
Tanggal Pengkajian : 23-12-2023
jam 21.15 WIB
A. Data Subyektif
1. Biodata Penanggung jawab
Nama : By.Ny. S Nama : Tn. A
2. Keluhan Utama
Bayi lahir tidak menangis, gerak lunglai, warna kulit
15
kebiruan, tonus otot lemah, denyut nadi kurang dari
100x/meniit.
3. Riwayat kehamilan/persalinan.
Riwayat kehamilan .
HPHT : 10-03-2023.
HTP : 17-12-2023.
2) Riwayat Persalinan
16
4. Psikososiospiritual
17
B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
1) Keadaan Umum : Cukup
2) Kesadaran : somnolen
3) panjang Badan : 49 cm
4) Lila : 12 cm
5) Lingkar kepala : 33 cm.
6) Lingkar dada : 34 cm.
7) Lingkar perut : 32 cm.
8) Tanda-tanda vital
a) Nadi : 158 x/menit
b) Suhu : 36,4 0C
c) RR : 56 x/menit
e) Spo2 : 78%
2. Pemeriksaan Fisik
a. Status Present
a) Kepala : Mesochepal, kulit kepala terdapat lanugo dan
sisa darah.
18
Atas : Gerak lunglai, Tidak ada oedema, warna kulit kebiruan
Bawah : Gerak lunglai, Tidak ada oedema, warna kulit
kebiruan
3. Pemeriksaan neurologis :
1) Refleks moro : Tidak ada.
2) Refleks hisap : ada.
3) Refleks rooting : ada.
5. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal : 01-12-2023 jam : 09.51 WIB
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hematologi
Hemoglobin 17 g/dL 9-14
Hematokrit 52.5 % 40-48
Eritrosit 5.01 X10^12/L 4.0-5.0
Leukosit 21.660 X10^9/L 5.000-11.000
Trombosit 214.000 10^3/uL 150.000-450.000
MCV 104.8 fl 82.00-92.00
MCHC 32.4 pg 32.00-36.00
Hitungan Jenis
Neutrofil 25.8 % 50.0-70.0
Limfosit 67.0 % 20-40
Monosit 5.5 % 2-8
Eosinofil 1.6 % 1.0-3.0
Basofil 0.1 % 0.0-1.0
19
Kimia Klinik
Diabetes
GDS 65 Mg/dL <150
Abdomen
Jumlah dan distribusi udara usus normal
Tak tampak dilatasi dan distensi loop usus
Tampak udara minimal pada cavum pelvis
Kesan :
Cor tak membesar
Gambaran neonatal pneumonia
Abdomen dalam batas normal
6. Terapi medis
Tanggal 23-12-2023
1. Inf nacl 10cc/jam lanjut d10 13 cc/jam, jika nadi tidak kuat loading
10 cc/kgbb, jika jelek dopamin 5cc/kgbb
2. Inj bactesyn 2x250
3. Inj gentamisin 1x15
4. Headbox 8 lpm turunkan 5 lpm/nasal canul 2 lpm jika flo2 > 92%
dalam 4 jam
5. Pemeriksaan Gds, DR, baby gram, target flo2>92%
Tanggal 25-12-2023
1. Inj paracetamol 40 mg
20
ANALISA DATA
Kolab DPJP
1. Pasang Inf
melalui umbilical
2. Inf nacl 10cc/jam
lanjut d10 13
cc/jam, jika nadi
tidak kuat loading
10 cc/kgbb, jika
jelek dopamin
5cc/kgbb
21
Analisa Data Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi Implementasi Evaluasi
3. Inj bactesyn
2x250 mg
4. Inj gentamisin
1x15 mg
5. Pasang Headbox
8 lpm turunkan 5
lpm/nasal canul 2
lpm jika flo2 >
92% dalam 4 jam
6. Pemeriksaan Gds,
DR, baby gram
Melakukan
Informed consent
dengan
penanggungjawan
b by ny s.
23
Analisa Data Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi Implementasi Evaluasi
26-12-2023 26-12-2023 26-12-2023 26-12-2023 26-12-2023 26-12-2023
25
26
BAB IV
PENUTUP
Kasus kebidanan ini merupakan kasus yang sangat komplek, hal ini terjadi karena Riwayat
kesehatan ibu yang kurang baik, maka perlu diwaspadai agar tidak terjadi hal lebih mengancam
pada bayi. Perlunya pengawasan selama bayi neonatal meliputi KU, TTV, perawatan tali pusat,
Perawatan bayi baru lahir sehari-hari, dan tanda bahaya pada bayi
27
DAFTAR PUSTAKA
28