Anda di halaman 1dari 13

RIWAYAT PENELITIAN

CANDI SUNGAI LANGSAT (CANDI PADANG ROCO)


Nagari Siguntur, Kec. Sitiung, Kab. Dharmasraya, Sumatera Barat

Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat


Wilayah Kerja Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau

Jejak tinggalan masa Hindu-Buddha di DAS Batanghari, Dharmasraya berawal dari


hasil survei awal yang dilakukan oleh Westeneck (seorang ahli pemetaan) pada tahun
1909. Penelusuran awal yang dilakukan pada masa pemerintah Kolonial Belanda.
Penjajakan pertama dilakukan oleh Westeneck (seorang ahli pemetaan) dibawah
lembaga Oudheidkundige Dienst in Nederlandsch-Indie (Jawatan Purbakala di Hindia
Belanda). Dalam laporan tertulisnya dilaporkan adanya tinggalan masa Hindu-Buddha di
DAS Batanghari seperti Pulausawah, Lubukbulan, dan Padangroco banyak ditemukan
sisa-sisa fondasi bata bekas suatu bangunan kuno (Amran, 1981:16-17). Seorang
kontrolir Twiss melaporkan adanya temuan arca Amoghapasa di Rambahan kepada
Direksi Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschapen pada tahun 1884 (Krom,
1912:48). Sementara pada tahun 1991, telah ditemukan pula alas arca Amoghapasa yang
ditemukan di Padangroco, Sungai Langsek (Kecamatan Sitiung Kabupaten Dharmasraya)
(NBG, 1911:129,20). Dalam salah satu laporan perjalanan yang dimuat di O.V Tahun
1920, Stein Callenfels menyebutkan bahwa banyak ditemukan sisa bangunan candi yang
terbuat dari bata ditemukan di sekitar tempat arca Bhairawa ditemukan, yaitu di Sei
Langsek. Kemudian, penelitian kepurbakalaan di DAS Batanghari dilanjutkan oleh N.J
Krom yang kemudian dipublikasikan dalam buku Inleiding tot de Hindoe-Javaansche
kunst yang dikarang oleh N.J Krom (1920). Dalam buku tersebut, dijelaskan tentang
tinggalan Hindu-Buddha di DAS Batanghari diantaranya acra Amoghapasa (1286 Saka)
pemberian Raja Krtanegara ke Boemi Melajoe yang ditempatkan di daerah Rambahan.
Selain itu, tentang keberadaan bangunan candi di Soengai Lansat yang sekarang bernama
Padang Roco, dan tinggalan masa Hindu-Buddha di daerah Pulau Punjung, Sikabau,
Padang Lawas. Dalam perjalanan yang dilakukan oleh L.C. Westenenk saat menjadi
resident van Benkoelen yang kemudian dipublikasikan dalam buku “Memorie van
overgave van den aftredenden resident van Benkoelen L.C. Westenenk (1921)”. Dalam buku
tersebut dijelaskan terkiat tinggalan Hindu-Buddha di Batanghari, khusunya Sigoentoer.
Pada saat kunjungan L.C. Westenenk tahun 1912 digambarkan bahwa lokasi yang berada
di seberang Sigoentoer (Situs Candi Pulau Sawah sekarang), yang terletak di antara
Dharmmacraja dan Malajoepoera, di tepi kiri Batang Hari terdapat sisa-sisa puing-puing
batu bata beberapa candi. Daerah Sigoentoer menurut L.C Westenenk dianggap sebagai
pusat koloni Hindu "Melayu" di Dharmasraya.
Pada tahun 1935, F.M Schnitger melakukan penggalian pada tempat yang tertutup
semak dan pohon-pohon besar di wilayah Sungai Langsek, di lokasi yang pernah
dilaporkan oleh Callenfels. Hasil penggalian yang dilakukan mendapatkan kenyataan
adanya sebuah bangunan candi berdenah enam persegi panjang dengan empat tangga di
keempat sisinya. Pada tahun 1937, arca Amoghapasa dan arca Bhairawa dibawa ke
BPCB Sumatera Barat
___________________________
Jakarta dan ditempatkan di Museum Gadjah (Museum Nasional). Dalam laporan F. M.
(1937) “The Archeology of Hindoe Sumatra” menyebutkan bahwa telah ditemukan arca
dan candi yang terbuat dari batu bata di Batanghari. Kemudian, dalam buku Schnitger, F.
M., 1989. Forgotten Kingdoms in Sumatra. Singapore: Oxford University Press juga pernah
dipaparkan sedikit mengenai tinggalan Kerajaan Malayu Dharmasraya di Batanghari,
Dharmasraya.
Setalah kemerdekaan, perhatian terhadap tinggalan purbakal terus dilanjutkan
oleh pemerintah melalui Dinas Purbakala dan Peninggalan Nasional yang sejak tahun
1953 dipimpin R. Soekmono kemudian berganti nama menjadi Lembaga Purbakala dan
Peninggalan Nasional (LPPN). Pada tahun 1975, terjadi perubahan struktur dan
organisasi di tubuh LPPN. LPPN dibagi menjadi 2 unit yakni kegiatan yang bersifat teknis
administrasi operasional berada di bawah Direktorat Sejarah dan Purbakala (DSP) dan
kegiatan yang bersifat penelitian di bawah Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan
Nasional (P4N).
Dimasa selanjutnya dibentuklah unit pelaksana teknis di daerah dengan Suaka
Peninggalan Sejarah dan Purbakala (SPSP).

Pada tahun 1991, Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala (SPSP) Wilayah
Provinsi Sumbar-Riau yang diketaui oleh Drs. Marsis Sutuopo (dkk) dilakukan survei
awal di Sungai Langsat Dan Siguntur Kabupaten Sawah Lunto Dan Sijunjung. Dari survei
awal tersebut diperoleh data bahwa daerah Sungai Langsat dan Desa Siguntur pernah
menjadi pusat kebudayaan pada masa klasik, dan kemungkinan daerah Siguntur dan
Sungai Langsat pernah dipakai sebagai pusat Kerajaan sebelum Adityawarman
memindahkan pusat Kerajaannya di Pagaruyung. Adapula temuan berupa arca Durga,
kubur kuna, dan fragmen kaki arca batu.
Pada tahun 1992 dilakukan survei pendataan arkeologis di DAS Batanghari dan
kegiatan ekskavasi di Sungai Langsat yang dilakukan diketuai oleh Drs. Marsis Sutuopo.
Survei lanjutan pendataan di DAS Batang Hari bertujuan untuk mengetahui sebaran
benda-benda purbakala dan sebaran situsnya. Kegiatan survei dilakukan di empat tempat
yaitu disekitar Situs Candi Sungai Langsat (Situs Padang Roco), Siguntur, Pulau Sawah,
dan Rambahan. Dari hasil survey dapat diketahui bahwa DAS Batanghari, khususnya di
Padang Roco (Sungai Langsat), Siguntur, Pulau Sawah, dan Rambahan, sangat padat
tinggalan arkeologinya. Kawasan tersebut berdasarkan data yang diperoleh juga
merupakan situs-situs yang penting, karena diduga pusat Melayu-Dharmasraya dengan
bukti adanya tinggalan-tinggalan yang penting. Selanjutnya, dengan adanya tinggalan-
tinggalan arkeologi yang sangat penting tersebut maka perlu dilakukan upaya-upaya
penyelamatannya sehingga dapat dikembangkan, baik untuk kepentingan kajian
arkeologi maupun kepentingan masyarakat luas sesuai dengan kedudukannya sebagai
sumber daya budaya. Selanjutnya, perlu dilakukan lebh lanjut disekitar DAS Batang Hari
tersebut untuk diketahui lebih lanjut tinggalan-tinggalan yang ada sehingga dapat dipakai
sebagai acuan untuk menentukan langkah-langkah upaya penyelamatannya.

BPCB Sumatera Barat


___________________________
Foto. Kondisi Candi Padang Roco I tahun 1992

Dalam kegiatan yang dilakukan pula Kegiatan ekskavasi dilakukan oleh tim dari
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional di Situs Padang Roco. Ekskavasi kali ini dilakukan
untuk mengupas salah satu dari Candi Perwara, sedangkan ekskavasi pada Candi Induk
telah dilakukan pada penelitian tahap 1 tahun 1991

Pada tahun 1995, dilakukan pemugaran Candi Sungai Langsat II. Kegiatan
dipimpin oleh Drs. Budi Istiawan. Dalam kegiatan ini dilakukan berupa pengupasan
tanah candi lanjutan, yaitu sisi barat laut, sisi barat daya, bidang f, g, h, dan i dan sisi atas,
pembuangan tanah sekitar candi, pembuatan bak pembuangan air candi, penggalian
tanah sumur, pembongkaran bata, regisitrasi bata, pemindahan bata candi, serta kegiatan
non fisik berupa pendokumentasian, baik gambar maupun pemotretan.

Pada bulan Januari 1996 pemugaran Candi Sungai Langsat II dilanjutkan oleh
Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah Dan Kepurbakalaan Sumatera Barat Tahun
Anggaran 1995/1996. Pemugaran Candi Sungai Langsat II merupakan lanjutan dari
kegiatan yang dilakukan pada bulan Desember 1995. Kegiatan berupa pembongkaran
bata candi dari lapis ke-5 sampai lapis dasar dengan juga melakukan registrasi atau
penomoran bata kulit dan pemberian kode atau tanda tradisional setiap blok bata yang
satu dengan yang lainya sebagai alat kontrol kedudukan dan pola ikatan bata. Kemudian
dilanjutkan dengan pembuatan lantai kerja dan pembuatan pondasi dengan beton
bertulang. Pada bulan Maret 1996 pemugaran Candi Sungai Langsat II dilanjutkan dengan
kegiatan yang mencakup pemasangan kembali bata candi. Pemasangan ini dimulai cdari
lapis ke-3 sampai dengan lapis ke-9 dimulai dengan jenis pekerjaan meliputi penentuan
bidang pemasangan susunan percobaan, perataan kedudukan, sistem gosok, dan
pengisian celah-celah bata dengan spesi semen, pasir, dan bubukan bata merah.
Kemudian pada bulan Juni 1996 kegiatan pemugaran dilanjutkan dengan anggaran
kegiatan Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah Dan Kepurbakalaan Sumatera Barat
Tahun Anggaran 1996/1997. Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari pelaksanaan tahap
I tahun anggran 1995/1996. Dalam tahap I anggaran 1995/1996 telah dapat diselesaikan
pemasangan kembali bata candi sampai dengan lapis ke-9. Pelaksaan fisik bulan Juni
1996 berupa kegitan lanjutan pemasangan kembali bata candi mulai drai lapisan ke-10
sampai dengan lapisan ke-12 serta penggalian beberapa kotak pada kegiatan ekskavasi
Candi Sungai Langsat I (candi induk). Pada bulan Agusutus 1996, kegiatan pemugaran
dilakukan dengan kegiatan berupa pendokumentasi candi induk, pelebaran keliling candi

BPCB Sumatera Barat


___________________________
induk, dan pembersihan lokasi Candi Sungai Langat III. Kegiatan pendokumentasian
meliputi pemotretan dengan film color dan hitam/putih, serta pengambaran denah candi
induk. Kegiatan pelebaran keliling candi induk dilaksanakan untuk memberikan ruang
gerak yang lebih leluasa dan sudut pandang yang lebih lebar. Dilakukan pula penebangan
beberapa buah tanaman keras yang tumbuh di lokasi canti serta menganggkat tunggul
yang ada. Pada salah satu tunggul, diantara jepitan akara-akar pohon ditemukan sebuah
artefak perunggu berbentuk seperti mangkok. Temuan ini melengkapai temuan
sebelumnya yang di peroleh dari penggalian tim Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
Pada tahun 1997, kegiatan pemugaran Candi Sungai Langsat dilanjutkan dengan
titik fokus pada Candi Sungai Langsat I (candi induk) tahap III. Kegiatan dilaksanan
melalui Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah Dan Kepurbakalaan Sumatera Barat
Tahun Anggaran 1997/1998. Kegiatan berupa pengupasan tanah di sekeliling Candi
Induk dimaksudkan untuk persiapan pondasi dan pendirian cungkup candi. Disamping
kegiatan pengupasan tanah, dilakukan penambahan teras untuk werkeet dengan luas 2,5
m x 7 m. Penambahan ini dimaksudkan untuk mengantisipasi air hujan yang sering
masuk kedalam werkeet. Pada bulan Oktober 1997, kegiatan pemugaran Candi Sungai
Langsat Tahap III dilanjutkan dengan kegiatan berupa pembuatan rancangan pondasi
cakar ayam untuk keperluan pembuatan bangunan cungkup Candi Sungai Langsat I.
Kegiatan pemugaran dilanjutkan pada bulan November 1997 dengan bentuk kegiatan
pengadaan besi H untuk kebutuhan kerangka atap bangunan cungkup Candi Sungai
Langsat I.
Pada tahun 1998, kegiatan pemugaran Candi Sungai Langsat Tahap III dilanjutkan
tepatnya bulan Januari. Kegiatan berupa pembuatan pagar sekeliling Candi Sungai
Langsat I dengan pagar besi. Selain itu, juga dilakukan pembuatan tapak tiang baik itu
tapak tiang atas maupun tapak tiang bawah sesuai ukuran yang diperlukan. Pada bulan
Februari kegiatan pemugaran Candi Sungai Langsat Tahap III dilakukan untuk
melanjutkan kegiatan pada bulan sebelumnya yaitu pengerjaan rangka tiang cungkup
Candi Sungai Langsat I dan pada bulan Februari telah berhasil ditegakkan tiang cungkup
Candi Induk sejumlah 16 buah tiang, khususnya tiang luar. Sedangkan 4 tiang utama
belum dapat didirikan. Pada bulan Maret kegiatan berupa pelaksanaan pendirian tiang
cungkup Candi Sungai Langsat I. Pada bulan September kegiatan pemugaran Candi
Padangroco (Sungai Langsat) Tahap IV dilakukan oleh Proyek Pembinaan Peninggalan
Sejarah Dan Kepurbakalaan Sumatera Barat Tahun Anggaran 1998/1999. Kegiatan
pemugaran Tahap IV ini dilaksanan pada bulan September dengan melanjutkan
pekerjaan pembuatan cukup Candi Sungai Langsat I (Cansi Induk) yang telah dimulai
pada tahun 1997/1998 khususnya penanganan pada kuda-kuda, pemasangan rangka
atap dan pengolesan residu. Pada bulan Oktober 1998, melanjutkan pembuatan cungkup
candi induk yang telah dimulai pada tahun anggaran 1997/1998 khususnya penangan
kuda-kuda berupa pembutan cungkup secara keseluruhah pekerjaan pembuatan kuda-
kuda dilakukan dengan cara perakitan dan penyambungan kayu yang dilakukan diatas
tanah. Pada bulan November 1998, melanjutkan pekerjaan pembuatan cungkup candi
induk yang telah dimulai pada tahun anggaran 1997/1998. Desember 1998, tahap akhir

BPCB Sumatera Barat


___________________________
pembuatan cunggkup candi induk yang telah di mulai pada tahunanggaran 1997/1998,
khusunya pemasangan didndingan angin dan pemasangan atap seng.
Pada tahun 1999, pemugaran Situs Candi Sungai Langsat Tahap V dilaksanakan.
Pekerjaan meliputi pembongkaran dan pemasangan kembali bata yang ada dengan
perbaikan yang dilaksanakan setengah bagian candi induk yaitu terhitung mulai sisi barat
daya sampai dengan sisi tenggara. Pada bulan Juli 1999, pekerjaan pemugaran
dilanjutkan dengan melakukan penggalian tanah disekitar candi induk (lanjutan kegiatan
bulan juni 1999) untuk digunakan sebagai penimbun pada daerah sekililing candi induk
dengan jarak sekitar 2-3 m dan pekerjaan pemasangan bata isian dengan menggunakan
bata ukuran kecil. Pada bulan Agustus, dilakukan kegiatan pemasangan bata isian dari
mulai lapis tujuh sampai dengan lapis dua belas. Pada bulan September, pekerajaan
meliputi pembongkaran bata kulit dan satu atau dua lapis bata isian, dimulai dari bidang
sisi tenggara sampai dengan bidang a dengan bidang f sisi bd. Kegiatan pembongkaran
bata candi diikuti pula dengan kegiatan penggambaran dan registrasi bata kulit. Pada
bulan Oktober, sasaran kegiatan meliputi pembongkaran bata kulit satu atau dua lapis
bata isian, dimulai dari bidang e sampai dengan bidang i. Sisi barat daya, dilanjutkan
dengan pembuatan pondasi dan pemasangan bata kulit. Pada bulan Desember, pekerjaan
meliputi pemasangan bata kulit dan isian.
Setelah dilakukan pembuatan cungkup untuk Candi Induk (Candi I) tahun
1998/1999, pada tahun 1999 dilakukan Studi Pemintakan Situs Candi Padangroco-
Sungai Langsat, Desa Silukuk, Kecamatan Siitung, Kabuupaten Sawahlunto Sijunjung.
Pada tahun 2002, dilakukan Penjajakan Pembebasan Tanah Dan Ganti Rugi
Tanaman Situs Candi Padang Roco. Dari hasil yang di survey ke lapangan mendapatkan
suatu kesepakatan dengan pemilik tanah (H. Rukiah dan Keluarga) mendapatkan suatu
kesepakatan bahwa tanah yang dimaksud dapat dipergunakan oleh pihak Suaka PSP
dengan sistem ganti rugi dengan harga 1 M Rp.8000 jumlah ganti rugi tanah adalah 63 M
* 15 M = 945 M jumlah ganti rugi sebesar Rp. 7.565.000.
Pada tahun 2002, pemugaran Candi Sungai Langsat Tahap VIII dilakukan untuk
melanjutkan kegiatan pemugaran sebelumnya. Untuk proyek pemugaran Candi Sungai
Langsat/Padang Roco merupakan kelanjutan pemugaran yang dilakukan pada tahun-
tahun sebelumnya dan pada tahun 2002 ini telah memasuki tahap ke delapan dengan
jenis kegiatan meliputi suatu Pemugaran Candi III, Pengupasan Candi IV (temuan tahun
2001), Pembuatan Cangkup Candi III, Pembuatan Pagar Keliling Candi III, Pembuatan
Piring-piring Candi III, Pembuatan Bandar Air Keliling Candi III, Pembuangan Tanah
Candi III, Rehabilitasi Werkeet. Kemajuan fisik pelaksanaan kegiatan : Rehabilitasi
Werkeet; Pembuangan Tanah Candi III Volume 51, 6 M3, dan Pembersihan Lokasi akses
jalan dan situs Candi Padangroco.
Pada tahun 2003, pemugaran Candi Sungai Langsat Tahap IX dilakukan untuk
melanjutkan kegiatan pemugaran sebelumnya. Kegiatan pembersihan lokasi didalaam
lokasi dan jalan menuju situs juga dilakukan kegiatan penggalian lobang untuk tiang
pondasi pagar pada cungkup Candi I. Sedangkan kegiatan pengambilan bahan material
mencangkup kegiatan pengambilan bahan dari tengah Sungai Batang Hari yang berjarak
500 M dari lokasi pekerjaan kemudian menumpuk bahan tersebut di pinggir sungai,

BPCB Sumatera Barat


___________________________
setelah itu baru diangkut ke lokasi. Kegiatan yang dilakukan dalam pemugaran Candi
Sungai Langsat tahap IX ini adalah :
1. Pembuatan Saluran Air (Bandar Rambat)
Pembuatan air pada sekeliling cungkup candi induk, guna mengatasi
kemungkinan tergenangnya air hujan di halaman sekitar candi. Pembuatan
saluran air ini dengan pasangan bata yang di plester sepanjang 61, 7 M 2.
2. Pembuatan Piring
Pembuatan piring pada candi induk ini dimaksudkan sebagai saran pelengkap
untuk mempermudah pengunjung untuk mengitari bangunan cungkup untuk
mengamati objek bangunan candi.

Pada tahun 2004 dilakukan pemugaran Candi Sungai Langsat Tahap X.


Pelaksanaan kegiatan penataan lingkungan Candi Sungai Langsat tahap X tahun 2004
pada bulan mei merupakan kelanjutan dari kegiatan tahun sebelumnya dimana pada
tahun 2004 ini merupakan tahap terakir dari rencana penataan-penataan lingkungan
situs berupa pembuatan drainase situs, jalan setapak lokasi situs dan pertamanan yang di
biayai melalui anggaran proyek pemanfaatan peninggalan sejarah dan purbakala
Batusangkar Sumbar. Khusus untuk bulan mei rangkaian kegiatan yang dilakukan adalah
pembersihan lokasi situs beserta jalan akses ke lokasi, dan penggalian tanah untuk
saluran air pembuangan keliling situs menuju Rawa Bungur. Pada tahun yang sama
dilakukan penataan lingkungan Situs Candi Sungai Langsat pada bulan Juni. Pelaksanaan
kegiatan penataan lingkungan Candi Sungai Langsat tahap X tahun 2004 pada bulan juni
merupakan kelanjutan dari kegiatan tahun sebelumnya dimana pada tahun 2004 ini
merupakan tahap terakhir dari rencana penataan-penataan lingkungan situs berupa
pembuatan drainase situs, jalan setapak lokasi situs dan pertamanan yang di biayai
melalui anggaran proyek pemanfaatan peninggalan sejarah dan purbakala Batusangkar
Sumbar.
Pada tahun 2018, dilakukan kegiatan perbaikan Kerusakan Sarana Dan Prasarana
Candi Padang Roco di werkeet di area komplek candi runtuh karena ditimpa pohon yang
tumbang karena tingginya curah hujan.

BPCB Sumatera Barat


___________________________
Sumber:

Sutopo, Marsis. 1991. Laporan Survei Awal Di Sungai Langsat Dan Siguntur Kabupaten
Sawah Lunto Dan Sijunjung. Batusangkar: Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala
Wilayah Provinsi Sumbar-Riau.

Sutopo, Marsis. 1992. Laporan Survei Pendataan Arkeologi Das Batang Hari Dan
Ekskavasi Sungai Langsat. Batusangkar: Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala
Wilayah Provinsi Sumbar-Riau.

Istiawan, Budi. 1995. Laporan Kemajuan Fisik Kegiatan Pembugaran Di Candi Sungai
Langsat II. Batusangkar: Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala Wilayah Provinsi
Sumbar-Riau.

Tim penyusun. 1996. Laporan Kemajuan Fisik Kegiatan Pemugaran Candi Sungai Langsat
II , Bagian Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah Dan Kepurbakalaan Sumatera Barat
Tahun Anggaran 1995/1996.

Tim Penyusun. 1996. Laporan Kemajuan Teknis Pemugaran Candi Sungai Langsat Ii
Tahap II, Bagian Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah Dan Kepurbakalaan Sumatera
Barat Tahun Anggaran 1996/1997.

Tim Penyusun. 1997. Laporan Kemajuan Fisik Kegiatan Pemugaran Candi Sungai Langsat
Tahap III. Batusangkar: Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala Wilayah Provinsi
Sumbar-Riau.

Tim Penyusun. 1997. Laporan Kemajuan Fisik Kegiatan Pemugaran Candi Sungai Langsat
Tahap III Bulan Agustus 1997. Batusangkar: Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala
Wilayah Provinsi Sumbar-Riau.

Tim Penyusun. 1997. Laporan Kemajuan Fisik Kegiatan Pemugaran Candi Sungai Langsat
Tahap III Bulan November 1997. Batusangkar: Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala
Wilayah Provinsi Sumbar-Riau.

Tim Penyusun. 1998. Laporan Kemajuan Fisik Kegiatan Pemugaran Candi Sungai Langsat
Tahap III Bulan Januari 1998. Batusangkar: Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala
Wilayah Provinsi Sumbar-Riau.

Tim Penyusun. 1998. Laporan Kemajuan Fisik Kegiatan Pemugaran Candi Sungai Langsat
Tahap III Bulan Februari 1998. Batusangkar: Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala
Wilayah Provinsi Sumbar-Riau.

BPCB Sumatera Barat


___________________________
Tim Penyusun. 1998. Laporan Kemajuan Fisik Kegiatan Pemugaran Candi Sungai Langsat
Tahap III Bulan September 1998. Batusangkar: Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala
Wilayah Provinsi Sumbar-Riau.

Tim Penyusun. 1998. Pemugaran Candi Padangroco (Sungai Langsat) Tahap IV Bulan
Maret 1998. Batusangkar: Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala Wilayah Provinsi
Sumbar-Riau.

Tim Penyusun. 1998. Pemugaran Candi Padangroco (Sungai Langsat) Tahap IV Bulan
Oktober 1998. Batusangkar: Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala Wilayah Provinsi
Sumbar-Riau.
Tim Penyusun. 1998. Pemugaran Candi Padangroco (Sungai Langsat) Tahap IV Bulan
November 1998. Batusangkar: Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala Wilayah
Provinsi Sumbar-Riau.

Tim Penyusun. 1998. Pemugaran Candi Padangroco (Sungai Langsat) Tahap IV Bulan
Desember 1998. Batusangkar: Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala Wilayah
Provinsi Sumbar-Riau.

Istiawan, Budi. 1999. Laporan Kemajuan Fisik Pemugaran Candi Sungai Langsat/Padang
Roco Tahap V Bulan Juni 1999. Batusangkar: Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala
Wilayah Provinsi Sumbar-Riau.

Istiawan, Budi. 1999. Laporan Kemajuan Fisik Pemugaran Candi Sungai Langsat/Padang
Roco Tahap V Bulan Juli 1999.

Istiawan, Budi. 1999. Laporan Kemajuan Fisik Pemugaran Candi Sungai Langsat/Padang
Roco Tahap V Bulan Agustus 1999.

Istiawan, Budi. 1999. Laporan Kemajuan Fisik Pemugaran Candi Sungai Langsat/Padang
Roco Tahap V Bulan September 1999.

Istiawan, Budi. 1999. Laporan Kemajuan Fisik Pemugaran Candi Sungai Langsat/Padang
Roco Tahap V Bulan Oktober 1999.

BPCB Sumatera Barat


___________________________
Kompleks Percandian Padang Roco
Kompleks percandian ini terletak di tengah-tengah perkebunan karet dan jeruk.
Lokasinya berada di Jorong Sei Lansek, KenagarianSiguntur,Kecamatan Sitiung,
Kabupaten Dharmasraya. Kompleks Percandian Padang Roco mempunyai no. inv.
01/BCB-TB/A/18/2007 .

Candi Padang Roco I

Candi Padang Roco I secara astronomis terletak pada 00º57’49,19” LS dan 101º35’57,47”
BT, dengan ketinggian 118 meter dari permukaan air laut. Bagian yang dapat dipugar
hanya bagian kaki. Berdenah bujursangkar dengan ukuran 4,40 x 4,40 m², dengan tangga
di sisi baratdaya. Profil candi bagian atas berupa pelipit sisi genta atau pelipit padma.

Foto . Candi Padang Roco I

Candi Padang Roco II

Candi Padang Roco II, secara astronomis terletak pada 00º 57’ 49,35” LS dan 101º 35’
56,62” BT, dengan ketinggian 113 meter dari permukaan air laut. Denahnya berbentuk
bujursangkar dengan ukuran 25 x 25 m². Di ke-empat sisinya terdapat tangga/penampil
yang lebarnya 3,55 m.

BPCB Sumatera Barat


___________________________
Foto . Candi Padang Roco II

Candi Padang Roco III

Candi Padang Roco III secara astronomis terletak pada 00º57’49,48” LS dan
101º35’57,44” BT, dengan ketinggian 123 meter dari permukaan air laut. Denahnya
berbentuk persegipanjang dengan ukuran 8,7 x 18,4 m². Bangunan yang tersisa hanya
struktur bata dengan tinggi 0,40 cm dan lebar 0.50 cm. Bangunan ini dibagi menjadi dua
ruang berbentuk bujursangkar, yang masing-masing berukuran 8,7 x 8,7 m². Salah satu
Ruang yang terletak di sebelah baratdaya, terdapat struktur bata berdenah bujursangkar
dengan ukuran 4,60 x 4,60 m² dengan tebal 50 cm. Bagian tengah dari ruang ini kosong.

Foto 69. Candi Padang Roco III

BPCB Sumatera Barat


___________________________
Disamping candi-candi yang terdapat di Kompleks Percandian Padang Roco, di tepi
Sungai Batanghari pernah ditemukan arca Bhairawadan lapik arca Amoghapaśa.Pada
tahun 1935, arca Bhairawa diangkut ke Fort de Kock (sekarang Bukittinggi) dan pada
tahun 1937 dipindahkan ke Museum Nasional, Jakarta.

Tempat ditemukan arca Bhairawa, kini menjadi halaman


rumah penduduk, di tengah pemukiman di Jorong Sei Lansek,
Kenagarian Siguntur, Kecamatan Sitiung, yang berada di tepi
Sungai Batanghari. Secara astronomis terletak pada
00º57’59,88” LS dan 101º35’59,42” BT, dengan ketinggian
118 cm dari permukaan air laut.

Arca Bhairawa yang sekarang menjadi koleksi Museum


Nasionaldengan no. inv. 6470, dianggap sebagai perwujudan
raja Adityawarman yang dari prasasti-prasastinya memberi
kesan bahwa dia mentahbiskan dirinya sendiri sebagai
Foto 70. Arca Bhairawa Bhairawa (Bernert Kempers 1959:87). Arca Bhairawa dari
ditemukan di Kompleks batu andesit ini berukuran: tingginya 4,41 meter, lebar
Percandian Padang Roco
1,67meter, dan tebal 1,38 meter dengan lapik persegi empat
dengan ukuran tinggi 0,32 meter, lebar 1,35 meter, dan tebal 1,12 meter. Arca ini
digambarkan sebagai raksasa yang berdiri di atas manusia telanjang dengan posisi
terlentang di ataspadmasana, kakinya dilipat di bawah badannya. Padmasana yang
menjadi tumpuan arca tersebut berada di atasdelapan tengkorak yang disusun melingkar.
Arca ini digambarkan bertangan dua, tangan kanan membawa pisau belati (khaḍga)dan
tangan kiri memegang mangkuk dari tengkorak (ḍanta). Rambutnyamemakaijaṭā makuṭa
dan di tengahnya terdapat Akṣobhya. Menurut A.J. Bernert Kempers (1959:87),
Akṣobhya menandakan karakter Buddha yang diwakilinya (Bernet Kempers 1959:87).
Seperti diketahui, Bhairawa adalahsalah satu aspek dari Dewa Śiwa dalam bentuk ugra (=
mengerikan) yang lahir dari darah Śiwa (van Lohuizen-de Leeuw 1976:36). Di belakang
arca terdapat śirascakrayang berbentuk oval, sandaran sebelah kiri sudah patah dan kaki
kiri sudah aus karena dipakai untuk mengasah pisau (bisa dilihat pada foto 69, di bawah
lutut yang warnanya hitam). Bhairawa digambarkan memakai perhiasan berupa mahkota
dan kalung, kelat bahu, gelang tangan dan gelang kakinya berupa belitan ular, cincin yang
dikenakan di ibu jari dan kelingking kaki, dan memakai ikat pinggang yang bermotif
kepala kala. Sementara kainnya bermotif wajik yang setiap kotaknya berhiaskan
tengkorak dan bulan sabit.

Selain arca Bhairawa, di Kompleks Percandian Padang Roco ditemukan lapik arca yang
bertulisan (Krom 1912:49). Prasasti yang berukuran tinggi 33 cm, panjang 143cm, dan
lebar 84 cmini, dikenal dengan nama prasasti Padang Roco atau prasasti Dharmaśraya.
Prasasti ini ditulis dalam aksara Kawi dengan bahasa Sanskerta bercampur bahasa
Melayu Kuna, dikeluarkan pada tahun 1208 Śaka atau 1286 M. Dari isinya diketahui
bahwa arca Amoghapaśa adalah arca persembahan dari raja Kṛtanagara kepada raja
Śrīmat Tribhūwanarāja Mauliwarmadewa.

BPCB Sumatera Barat


___________________________
Arcanya sendiri ditemukan terpisah, yaitu di Lubuk Bulang, Rambahan (sekarang
masuk ke wilayah Jorong Lubuk Bulang, Kenagarian Rambahan, Kecamatan
Pulaupunjung), sebagaimana dilaporkan oleh Kontrolir Twiss dari Koto VII melaporkan
kepada Direksi Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen pada tanggal
20 Januari tahun 1884 (Krom 1912:48). Seperti halnya arca Bhairawa, arca Amogaphaśa
pada tahun 1935 diangkut ke Bukittinggi dan pada tahun 1937 dipindahkan ke Museum
Nasional, Jakarta.

Arca Amogaphaśa yang mempunyai no. inv. D 198-6469 berukuran arca: tinggi 163 cm,
lebar bagian atas 97 cm, lebar bagian bawah 139 cm.Ia digambarkan bersama-sama
dengan 14 Awalokiteśwara lainnya yang digambarkan lebih kecil. Amoghapaśa
digambarkan berdiri di tengah, di sebelah kanannya adalah Hayagrīwa dan Bhṛkuti,
sementara di sebelah kirinya adalah Śyāmatārā dan Sudhanakumāra. Keempat arca yang
ada di kanan-kiri Amoghapaśa digambarkan menghadap ke arah Amoghapaśa. Di kanan-
kiri keempat arca tersebut terdapat bunga teratai yang sudah patah keluar dari
bonggolnya yang merupakan ciri dari arca-arca masa kerajaan Singhasāri.

Amoghapaśa dan empat Awalokiteśwara yang berada di kanan dan kirinya berdiri di atas
lapik padmaganda. Bagian tangan sudah pata, jika dilihat dari bagian patahannya, arca ini
bertangan delapan, sikap tangan dan atributnya sudah tidak diketahui lagi karena sudah
patah. Rambutnya memakai kirita makuṭa, dan perhiasan berupa upawita, kalung, anting,
kelat bahu, dan gelang kaki. Di bagian belakang kepala terdapat śirascakra berupa lidah
api yang di sebelah kanannya terdapat gambar matahari dan sebelah kiri terdapat
gambar bulan sabit.Di bawah lapik padmāsana tempat ia berdiri, bagian depannya
menggambarkan saptaratna (7 permata) dari penguasa dunia atau chakrawartin yang
terdiri dari seekor kuda (aśwaratna), sebuah cakra(chakraratna), seorang istri
dinamakan juga Lakṣmi (strīratna), sebuah permata (cintāmaṇi), seorang perdana
menteri (gehapati), seorang jenderal (pariṇāyaka), dan seekor gajah (hastiratna) (van
Lohuizen-de Leeuw 1976:299).

Foto . Arca Amoghapaśa dengan prasasti Dharmmāśraya yang


dipahatkan pada lapiknya (kiri) dan prasasti Amoghapaśa
yang dipahatkan di belakang arca (kanan)

BPCB Sumatera Barat


___________________________
Arca Amoghapaśa diletakkan pada sebuah lapik persegi panjang berukuran:panjang 144,
lebar 82 cm, dan tinggi 33 cm. Pada lapik arca tersebut terdapat prasasti yang dikenal
dengan nama prasasti Dharmaśraya. Prasasti ini dikeluarkan pada tahun 1208 Śaka atau
1286 M. Ditulis dalam aksara Kawi dengan bahasa Malayu Kuna dan Sanskerta. Prasasti
ini sudah dibaca dan dibahas oleh N.J. Krom (1912, 1916), J.L. Moens (1924), dan R.
Pitono (1966).

Foto . Prasasti yang terdapat pada lapik tempat arca Amoghapaśa berdiri

Disamping itu, di belakang arca dan lapik tempat Amoghapaśa berdiri terdapat tulisan,
oleh karena itu dikenal dengan nama prasasti Amoghapaśa. Prasasti ini ditulis dalam
aksara Kawi dengan bahasa Sanskerta dalam bentuk metrum. Angka tahunnya berupa
candra sangkala yang mengacu pada tahun 1268 Śaka atau 1347 M. Prasasti yang
dituliskan pada lapik maupun di belakang arca sudah dibaca oleh H. Kern (1907, 1917).
Sementara yang di lapik tempat Amoghapaśa berdiri belum ada yang membuat alih
aksaranya, mungkin Kern tidak menyadari kalau di bagian ini ada tulisannya. Aksara
pada bagian ini sudah sulit dibaca karena sudah banyak yang aus.

BPCB Sumatera Barat


___________________________

Anda mungkin juga menyukai