Pada tahun 1991, Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala (SPSP) Wilayah
Provinsi Sumbar-Riau yang diketaui oleh Drs. Marsis Sutuopo (dkk) dilakukan survei
awal di Sungai Langsat Dan Siguntur Kabupaten Sawah Lunto Dan Sijunjung. Dari survei
awal tersebut diperoleh data bahwa daerah Sungai Langsat dan Desa Siguntur pernah
menjadi pusat kebudayaan pada masa klasik, dan kemungkinan daerah Siguntur dan
Sungai Langsat pernah dipakai sebagai pusat Kerajaan sebelum Adityawarman
memindahkan pusat Kerajaannya di Pagaruyung. Adapula temuan berupa arca Durga,
kubur kuna, dan fragmen kaki arca batu.
Pada tahun 1992 dilakukan survei pendataan arkeologis di DAS Batanghari dan
kegiatan ekskavasi di Sungai Langsat yang dilakukan diketuai oleh Drs. Marsis Sutuopo.
Survei lanjutan pendataan di DAS Batang Hari bertujuan untuk mengetahui sebaran
benda-benda purbakala dan sebaran situsnya. Kegiatan survei dilakukan di empat tempat
yaitu disekitar Situs Candi Sungai Langsat (Situs Padang Roco), Siguntur, Pulau Sawah,
dan Rambahan. Dari hasil survey dapat diketahui bahwa DAS Batanghari, khususnya di
Padang Roco (Sungai Langsat), Siguntur, Pulau Sawah, dan Rambahan, sangat padat
tinggalan arkeologinya. Kawasan tersebut berdasarkan data yang diperoleh juga
merupakan situs-situs yang penting, karena diduga pusat Melayu-Dharmasraya dengan
bukti adanya tinggalan-tinggalan yang penting. Selanjutnya, dengan adanya tinggalan-
tinggalan arkeologi yang sangat penting tersebut maka perlu dilakukan upaya-upaya
penyelamatannya sehingga dapat dikembangkan, baik untuk kepentingan kajian
arkeologi maupun kepentingan masyarakat luas sesuai dengan kedudukannya sebagai
sumber daya budaya. Selanjutnya, perlu dilakukan lebh lanjut disekitar DAS Batang Hari
tersebut untuk diketahui lebih lanjut tinggalan-tinggalan yang ada sehingga dapat dipakai
sebagai acuan untuk menentukan langkah-langkah upaya penyelamatannya.
Dalam kegiatan yang dilakukan pula Kegiatan ekskavasi dilakukan oleh tim dari
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional di Situs Padang Roco. Ekskavasi kali ini dilakukan
untuk mengupas salah satu dari Candi Perwara, sedangkan ekskavasi pada Candi Induk
telah dilakukan pada penelitian tahap 1 tahun 1991
Pada tahun 1995, dilakukan pemugaran Candi Sungai Langsat II. Kegiatan
dipimpin oleh Drs. Budi Istiawan. Dalam kegiatan ini dilakukan berupa pengupasan
tanah candi lanjutan, yaitu sisi barat laut, sisi barat daya, bidang f, g, h, dan i dan sisi atas,
pembuangan tanah sekitar candi, pembuatan bak pembuangan air candi, penggalian
tanah sumur, pembongkaran bata, regisitrasi bata, pemindahan bata candi, serta kegiatan
non fisik berupa pendokumentasian, baik gambar maupun pemotretan.
Pada bulan Januari 1996 pemugaran Candi Sungai Langsat II dilanjutkan oleh
Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah Dan Kepurbakalaan Sumatera Barat Tahun
Anggaran 1995/1996. Pemugaran Candi Sungai Langsat II merupakan lanjutan dari
kegiatan yang dilakukan pada bulan Desember 1995. Kegiatan berupa pembongkaran
bata candi dari lapis ke-5 sampai lapis dasar dengan juga melakukan registrasi atau
penomoran bata kulit dan pemberian kode atau tanda tradisional setiap blok bata yang
satu dengan yang lainya sebagai alat kontrol kedudukan dan pola ikatan bata. Kemudian
dilanjutkan dengan pembuatan lantai kerja dan pembuatan pondasi dengan beton
bertulang. Pada bulan Maret 1996 pemugaran Candi Sungai Langsat II dilanjutkan dengan
kegiatan yang mencakup pemasangan kembali bata candi. Pemasangan ini dimulai cdari
lapis ke-3 sampai dengan lapis ke-9 dimulai dengan jenis pekerjaan meliputi penentuan
bidang pemasangan susunan percobaan, perataan kedudukan, sistem gosok, dan
pengisian celah-celah bata dengan spesi semen, pasir, dan bubukan bata merah.
Kemudian pada bulan Juni 1996 kegiatan pemugaran dilanjutkan dengan anggaran
kegiatan Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah Dan Kepurbakalaan Sumatera Barat
Tahun Anggaran 1996/1997. Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari pelaksanaan tahap
I tahun anggran 1995/1996. Dalam tahap I anggaran 1995/1996 telah dapat diselesaikan
pemasangan kembali bata candi sampai dengan lapis ke-9. Pelaksaan fisik bulan Juni
1996 berupa kegitan lanjutan pemasangan kembali bata candi mulai drai lapisan ke-10
sampai dengan lapisan ke-12 serta penggalian beberapa kotak pada kegiatan ekskavasi
Candi Sungai Langsat I (candi induk). Pada bulan Agusutus 1996, kegiatan pemugaran
dilakukan dengan kegiatan berupa pendokumentasi candi induk, pelebaran keliling candi
Sutopo, Marsis. 1991. Laporan Survei Awal Di Sungai Langsat Dan Siguntur Kabupaten
Sawah Lunto Dan Sijunjung. Batusangkar: Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala
Wilayah Provinsi Sumbar-Riau.
Sutopo, Marsis. 1992. Laporan Survei Pendataan Arkeologi Das Batang Hari Dan
Ekskavasi Sungai Langsat. Batusangkar: Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala
Wilayah Provinsi Sumbar-Riau.
Istiawan, Budi. 1995. Laporan Kemajuan Fisik Kegiatan Pembugaran Di Candi Sungai
Langsat II. Batusangkar: Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala Wilayah Provinsi
Sumbar-Riau.
Tim penyusun. 1996. Laporan Kemajuan Fisik Kegiatan Pemugaran Candi Sungai Langsat
II , Bagian Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah Dan Kepurbakalaan Sumatera Barat
Tahun Anggaran 1995/1996.
Tim Penyusun. 1996. Laporan Kemajuan Teknis Pemugaran Candi Sungai Langsat Ii
Tahap II, Bagian Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah Dan Kepurbakalaan Sumatera
Barat Tahun Anggaran 1996/1997.
Tim Penyusun. 1997. Laporan Kemajuan Fisik Kegiatan Pemugaran Candi Sungai Langsat
Tahap III. Batusangkar: Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala Wilayah Provinsi
Sumbar-Riau.
Tim Penyusun. 1997. Laporan Kemajuan Fisik Kegiatan Pemugaran Candi Sungai Langsat
Tahap III Bulan Agustus 1997. Batusangkar: Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala
Wilayah Provinsi Sumbar-Riau.
Tim Penyusun. 1997. Laporan Kemajuan Fisik Kegiatan Pemugaran Candi Sungai Langsat
Tahap III Bulan November 1997. Batusangkar: Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala
Wilayah Provinsi Sumbar-Riau.
Tim Penyusun. 1998. Laporan Kemajuan Fisik Kegiatan Pemugaran Candi Sungai Langsat
Tahap III Bulan Januari 1998. Batusangkar: Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala
Wilayah Provinsi Sumbar-Riau.
Tim Penyusun. 1998. Laporan Kemajuan Fisik Kegiatan Pemugaran Candi Sungai Langsat
Tahap III Bulan Februari 1998. Batusangkar: Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala
Wilayah Provinsi Sumbar-Riau.
Tim Penyusun. 1998. Pemugaran Candi Padangroco (Sungai Langsat) Tahap IV Bulan
Maret 1998. Batusangkar: Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala Wilayah Provinsi
Sumbar-Riau.
Tim Penyusun. 1998. Pemugaran Candi Padangroco (Sungai Langsat) Tahap IV Bulan
Oktober 1998. Batusangkar: Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala Wilayah Provinsi
Sumbar-Riau.
Tim Penyusun. 1998. Pemugaran Candi Padangroco (Sungai Langsat) Tahap IV Bulan
November 1998. Batusangkar: Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala Wilayah
Provinsi Sumbar-Riau.
Tim Penyusun. 1998. Pemugaran Candi Padangroco (Sungai Langsat) Tahap IV Bulan
Desember 1998. Batusangkar: Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala Wilayah
Provinsi Sumbar-Riau.
Istiawan, Budi. 1999. Laporan Kemajuan Fisik Pemugaran Candi Sungai Langsat/Padang
Roco Tahap V Bulan Juni 1999. Batusangkar: Suaka Peninggalan Sejarah Dan Purbakala
Wilayah Provinsi Sumbar-Riau.
Istiawan, Budi. 1999. Laporan Kemajuan Fisik Pemugaran Candi Sungai Langsat/Padang
Roco Tahap V Bulan Juli 1999.
Istiawan, Budi. 1999. Laporan Kemajuan Fisik Pemugaran Candi Sungai Langsat/Padang
Roco Tahap V Bulan Agustus 1999.
Istiawan, Budi. 1999. Laporan Kemajuan Fisik Pemugaran Candi Sungai Langsat/Padang
Roco Tahap V Bulan September 1999.
Istiawan, Budi. 1999. Laporan Kemajuan Fisik Pemugaran Candi Sungai Langsat/Padang
Roco Tahap V Bulan Oktober 1999.
Candi Padang Roco I secara astronomis terletak pada 00º57’49,19” LS dan 101º35’57,47”
BT, dengan ketinggian 118 meter dari permukaan air laut. Bagian yang dapat dipugar
hanya bagian kaki. Berdenah bujursangkar dengan ukuran 4,40 x 4,40 m², dengan tangga
di sisi baratdaya. Profil candi bagian atas berupa pelipit sisi genta atau pelipit padma.
Candi Padang Roco II, secara astronomis terletak pada 00º 57’ 49,35” LS dan 101º 35’
56,62” BT, dengan ketinggian 113 meter dari permukaan air laut. Denahnya berbentuk
bujursangkar dengan ukuran 25 x 25 m². Di ke-empat sisinya terdapat tangga/penampil
yang lebarnya 3,55 m.
Candi Padang Roco III secara astronomis terletak pada 00º57’49,48” LS dan
101º35’57,44” BT, dengan ketinggian 123 meter dari permukaan air laut. Denahnya
berbentuk persegipanjang dengan ukuran 8,7 x 18,4 m². Bangunan yang tersisa hanya
struktur bata dengan tinggi 0,40 cm dan lebar 0.50 cm. Bangunan ini dibagi menjadi dua
ruang berbentuk bujursangkar, yang masing-masing berukuran 8,7 x 8,7 m². Salah satu
Ruang yang terletak di sebelah baratdaya, terdapat struktur bata berdenah bujursangkar
dengan ukuran 4,60 x 4,60 m² dengan tebal 50 cm. Bagian tengah dari ruang ini kosong.
Selain arca Bhairawa, di Kompleks Percandian Padang Roco ditemukan lapik arca yang
bertulisan (Krom 1912:49). Prasasti yang berukuran tinggi 33 cm, panjang 143cm, dan
lebar 84 cmini, dikenal dengan nama prasasti Padang Roco atau prasasti Dharmaśraya.
Prasasti ini ditulis dalam aksara Kawi dengan bahasa Sanskerta bercampur bahasa
Melayu Kuna, dikeluarkan pada tahun 1208 Śaka atau 1286 M. Dari isinya diketahui
bahwa arca Amoghapaśa adalah arca persembahan dari raja Kṛtanagara kepada raja
Śrīmat Tribhūwanarāja Mauliwarmadewa.
Arca Amogaphaśa yang mempunyai no. inv. D 198-6469 berukuran arca: tinggi 163 cm,
lebar bagian atas 97 cm, lebar bagian bawah 139 cm.Ia digambarkan bersama-sama
dengan 14 Awalokiteśwara lainnya yang digambarkan lebih kecil. Amoghapaśa
digambarkan berdiri di tengah, di sebelah kanannya adalah Hayagrīwa dan Bhṛkuti,
sementara di sebelah kirinya adalah Śyāmatārā dan Sudhanakumāra. Keempat arca yang
ada di kanan-kiri Amoghapaśa digambarkan menghadap ke arah Amoghapaśa. Di kanan-
kiri keempat arca tersebut terdapat bunga teratai yang sudah patah keluar dari
bonggolnya yang merupakan ciri dari arca-arca masa kerajaan Singhasāri.
Amoghapaśa dan empat Awalokiteśwara yang berada di kanan dan kirinya berdiri di atas
lapik padmaganda. Bagian tangan sudah pata, jika dilihat dari bagian patahannya, arca ini
bertangan delapan, sikap tangan dan atributnya sudah tidak diketahui lagi karena sudah
patah. Rambutnya memakai kirita makuṭa, dan perhiasan berupa upawita, kalung, anting,
kelat bahu, dan gelang kaki. Di bagian belakang kepala terdapat śirascakra berupa lidah
api yang di sebelah kanannya terdapat gambar matahari dan sebelah kiri terdapat
gambar bulan sabit.Di bawah lapik padmāsana tempat ia berdiri, bagian depannya
menggambarkan saptaratna (7 permata) dari penguasa dunia atau chakrawartin yang
terdiri dari seekor kuda (aśwaratna), sebuah cakra(chakraratna), seorang istri
dinamakan juga Lakṣmi (strīratna), sebuah permata (cintāmaṇi), seorang perdana
menteri (gehapati), seorang jenderal (pariṇāyaka), dan seekor gajah (hastiratna) (van
Lohuizen-de Leeuw 1976:299).
Foto . Prasasti yang terdapat pada lapik tempat arca Amoghapaśa berdiri
Disamping itu, di belakang arca dan lapik tempat Amoghapaśa berdiri terdapat tulisan,
oleh karena itu dikenal dengan nama prasasti Amoghapaśa. Prasasti ini ditulis dalam
aksara Kawi dengan bahasa Sanskerta dalam bentuk metrum. Angka tahunnya berupa
candra sangkala yang mengacu pada tahun 1268 Śaka atau 1347 M. Prasasti yang
dituliskan pada lapik maupun di belakang arca sudah dibaca oleh H. Kern (1907, 1917).
Sementara yang di lapik tempat Amoghapaśa berdiri belum ada yang membuat alih
aksaranya, mungkin Kern tidak menyadari kalau di bagian ini ada tulisannya. Aksara
pada bagian ini sudah sulit dibaca karena sudah banyak yang aus.