Anda di halaman 1dari 20

BAB II

DASAR TEORI

II.1 Pengertian Sistem Pendingin


Refrigerasi adalah cabang ilmu pengetahuan yang menjelaskan
tentang pengendalian temperatur ruangan atau benda agar mencapai
temperatur dibawah lingkungan sekitar (Riadi, 2019). Sistem refrigerasi
(pendingin) yang paling umum digunakan adalah sistem refrigerasi
kompresi uap. Pada sistem ini terdapat empat komponen utama yang
berperan untuk menjaga temperatur ruangan tetap dibawah temperatur
lingkungan. Keempat komponen tersebut adalah kompresor, kondenser, alat
ekspansi dan evaporator, yang memiliki fungsi nya masing-masing dan
bekerja saling berkesinambungan (Riadi, 2019). Siklus refrigerasi kompresi
uap disajikan pada gambar II.1 berikut (Ajiwiguna, 2019).

Gambar II. 1 Siklus Refrigerasi Kompresi Uap

Cara kerja siklus refrigerasi berdasarkan gambar diatas adalah sebagai


berikut :

1) Proses 1-2 : Refrigeran (bahan pendingin) berfasa uap, bertekanan


dan bertemperatur rendah masuk ke kompresor. Refrigeran mengalami
proses kompresi, sehingga tekanan dan temperatur nya akan naik.

3
2) Proses 2-3 : Refrigeran berfasa uap panas lalu masuk ke
kondensor. Disini refrigeran akan mengalami proses kondensasi yakni
kalor nya dibuang ke lingkungan dan fasa nya berubah menjadi cair
jenuh.
3) Proses 3-4 : Refrigeran cair jenuh masuk ke alat ekspansi. Di
dalam alat ekspansi, refrigeran akan diturunkan tekananya sehingga
temperatur nya pun turun. Keluar dari alat ekspansi, refrigeran berwujud
campuran cair-uap bertemperatur rendah
4) Proses 4-1 : Refrigeran campuran cair-uap lalu masuk ke
evaporator. Di dalam evaporator, refrigeran akan mengalami proses
evaporasi, dimana refrigeran akan menyerap panas dari kabin yang akan
didinginkan (dikondisikan) sehingga fasa nya berubah menjadi uap jenuh
bertemperatur rendah.

Dan berikut adalah penjelasan dari empat komponen utama sistem


refrigerasi.

1) Kompresor
Kompresor adalah komponen paling penting di dalam sistem
refrigerasi. Bisa dikatakan komponen ini adalah jantungnya sistem,
bila komponen ini mati maka sistem tidak akan bekerja. Kompresor
memiliki fungsi untuk menghisap dan menekan refrigerant sebelum
disebarkan ke seluruh sistem.
Menurut jenisnya kompressor terbagi menjadi 3 bagian :
1. Kompresor Hermetic.
2. Kompresor Semi Hermetic.
3. Kompresor Open type.
Sedangkan menurut cara kerjanya kompresor terbagi menjadi 5
bagian yaitu :
1. Kompresor Sentrifugal.
2. Kompresor Screw
3. Kompresor Scroll
4. Kompresor Rotary
5. Kompresor Reciprocating
4
Gambar II.2 berikut dikutip dari “Mengenal Komponen Utama
Sistem Refrigerasi” (2015) menunjukan kompresor jenis hermetic.

Gambar II. 2 Kompresor Hermetic

2) Kondenser
Kondenser memiliki peran yang tidak kalah pentingnya dengan
kompresor, disini ada peristiwa kondensasi dimana refrigeran dari
kompresor akan dibuang kalornya ke lingkungan, dan fasa nya juga
berubah wujud menjadi cair. Kondensor di tempatkan diantara
kompresor dan alat ekspansi. Berdasarkan jenis zat yang
mendinginkannya, kondenser terbagi menjadi tiga macam, yakni :
a. Kondensor berpendingin udara (air cooled condenser)
b. Kondensor berpendingin air (water cooled condenser)
c. Kondensor berpendingin campuran air-udara (evaporative
condenser)
Gambar II.3 berikut dikutip dari “Daftar Harga Kondenser Mobil
Semua Tipe Update Agustus 2020 Lengkap” (2020) menunjukan
gambar kondenser.

5
Gambar II. 3 Kondenser

3) Alat Ekspansi
Alat ekspansi atau metering device berfungsi untuk mengatur
jumlah refrigeran yang akan masuk ke evaporator dan menurunkan
tekanan refrigeran (temperatur nya juga ikut turun). Komponen ini
letaknya berada di antara sisi tekanan tinggi dan sisi tekanan rendah
pada sistem. Contoh dari alat ekspansi yang biasa dipakai adalah :
a. Pipa kapiler (Capillary Tube)
b. TXV (Thermostatic Expansion Valve)
c. AXV (Automation Expansion Valve)

Berikut gambar II.4 yang menunjukan alat ekspansi jenis TXV (Kaka,
2009).

Gambar II. 4 Thermostatic Expansion Valve (TXV)

6
4) Evaporator
Evaporator terletak di sisi tekanan rendah sistem. Fungsi nya
adalah menyerap kalor dari kabin / ruang yang akan didinginkan
(dikondisikan). Refrigeran di dalam evaporator akan berwujud uap
jenuh dan bertemperatur rendah. Adapun jenis-jenis evaporator yang
biasa dipakai pada sistem :
a. Bare Tube Evaporator
b. Finned Tube Evaporator
c. Plate Surface Evaporator
Gambar II.5 berikut dikutip dari “10 Langkah Membersihkan
Evaporator AC Mobil” (2020) menunjukan gambar evaporator.

Gambar II. 5 Evaporator

Selain 4 komponen utama yang telah dibahas, ada beberapa komponen


pendukung yang juga tidak kalah penting perannya, diantaranya adalah :
1. Shock Absorber / Vibration Eliminator
Fungsi dari shock absorber adalah meredam getaran ketika kompresor
bekerja. Getaran di kompresor bisa menyebabkan pipa retak / pecah.
2. Liquid Receiver
Liquid receiver berfungsi untuk menampung sisa-sisa gas dari proses
kondensasi, sehingga keluar dari kondensor refrigeran benar-benar
berfasa cair.

7
3. Accumulator
Fungsi nya sama dengan liquid receiver, hanya saja accumulator
menampung zat cair hasil proses evaporasi di evaporator. Sehingga
keluaran evaporator benar-benar berfasa uap.
4. Filter Drier
Filter drier berfungsi untuk menyaring kotoran yang ada di dalam
refrigeran. Selain itu, komponen ini juga berfungsi untuk mengeringkan
uap air di dalam sistem dari hasil pemvakuman atau kebocoran.
5. Strainer
Strainer pada dasarnya memiliki fungsi yang sama dengan filter drier,
yakni menyaring kotoran dan mengeringkan uap air di dalam sistem.
Strainer biasa dipakai pada sistem kecil (AC, kulkas), letaknya diantara
kondenser dan alat ekspansi.
6. Sight Glass
Adanya sight glass, kita dapat mengetahui apakah refrigerant yang
mengalir / melewat benar-benar berfasa cair atau uap, selain itu bisa
juga untuk melihat cukup tidaknya refrigeran yang bersirkulasi di dalam
sistem. Sight glass juga bisa dijadikan indikator untuk mengetahui
apakah di dalam sistem terdapat uap air atau tidak.
7. Defrost Heater
Defrost heater berfungsi untuk memanaskan bunga es yang tertumpuk
di dalam evaporator.
8. Solenoid Valve
Solenoid valve berfungsi sebagai alat untuk menghentikan dan
mengalirkan refrigeran di dalam sistem. Selain itu biasanya solenoid
valve dipakai dalam keperluan pump down, pengevakuasian dan
pemvakuman refrigeran di liquid line.
9. High & Low Pressurestat (HLP)
HLP berfungsi untuk menjaga tekanan berlebih di dalam sistem
(tekanan tinggi atau rendah), maka bila tekanan di dalam sistem terlalu

8
tinggi / rendah (sesuai penyetelan) akan memutus arus ke kompresor,
sehingga sistem akan mati. Gambar II.6 berikut dikutip dari “Mengenal
Komponen Pendukung Sistem Refrigerasi” (2015) menyajikan gambar
komponen-komponen pendukung yang digunakan pada sistem
refrigerasi.

Gambar II. 6 Komponen Pendukung Sistem Refrigerasi

II.2 Mesin Pendingin Water Chiller


Water chiller adalah sebuah mesin pendingin yang pada dasarnya
sama saja dengan mesin pendingin lainnya, yaitu bertujuan untuk
memberikan kenyamanan secara termal untuk ruang hunian (Fauzy, 2016).
Water chiller menggunakan prinsip sistem refrigerasi kompresi uap yang
sudah dijelaskan pada sub bab II.1. Water chiller juga biasanya digunakan
untuk gedung bertingkat seperti mall, rumah sakit dan gedung lainnya yang
berkapasitas besar. Sama hal nya dengan mesin pendingin lain, water chiller
memiliki empat komponen utama untuk menjalankan sistem yaitu
kompresor, kondenser, alat ekspansi dan alat evaporator (Fauzy, 2016).
Gambar II.7 berikut yang dikutip dari “Prinsip Pendingin Udara Chiller dan

9
Air Cooled Chiller” (2017) menyajikan mekanisme cara kerja sistem
refrigerasi air cooled chiller.

Gambar II. 7 Sistem Refrigerasi pada Air Cooled Chiller

Namun ada sedikit perbedaan, dimana pada water chiller


mendinginkan media air pada sisi evaporator terlebih dahulu, sebelum
nantinya air yang telah didinginkan tersebut akan dialirkan menuju FCU
(fan coil unit) untuk kapasitas kecil atau AHU (air handling unit) untuk
kapasitas besar. Setelah melawati FCU/AHU udara dingin yang telah
dihasilkan didistribusikan ke ruangan melalui ducting (saluran udara) (De,
2017). Water chiller dibagi menjadi dua jenis dari jenis kondenser nya,
yaitu air cooled chiller (water chiller berpendingin udara) dan water cooled
chiller (water chiller berpendingin air). Water chiller yang menjadi objek
penelitian tugas akhir ini adalah jenis air cooled chiller (water chiller
berpendingin udara). Berikut adalah gambar II.8 yang dikutip dari “Air
Cooled Chiller 30XA” (2020) menyajikan wujud fisik water chiller jenis air
cooled condenser.

10
Gambar II. 8 Air Cooled Chiller

II.3 Cara Kerja Air Cooled Chiller


Cara kerja dari sistem air cooled chiller adalah sebagai berikut :
Refrigeran uap bertekanan dan bertemperatur tinggi dari kompresor lalu
masuk ke kondenser. Kondenser yang digunakan adalah air cooled
condenser, dimana menggunakan udara untuk mendinginkan refrigeran.
Udara dari lingkungan akan terhisap oleh ventilator kondenser sehingga
udara tersebut akan melewati koil pada kondenser, maka terjadilah
pertukaran kalor. Berikut adalah gambar II.9 yang dikutip dari “Heat
Transfer Division to Provide an-Innovative Air-Cooled Condenser System
For Jackson Generation in Illinois” (2020) menyajikan proses pertukaran
kalor pada air cooled condenser.

Gambar II. 9 Cara Kerja Air Cooled Condenser


11
Gambar diatas adalah proses pertukaran kalor di air cooled condenser.
Udara akan menyerap panas dari refrigeran, sehingga refrigeran
mengembun dan akan mengalami kondensasi dimana fasa nya berubah
menjadi cair. Refrigeran cair jenuh bertekanan tinggi tersebut masuk ke alat
ekspansi untuk diturunkan tekanan nya dan temperatur nya pun akan turun.
Keluar dari alat ekspansi, refrigeran berwujud campuran uap-air. Setelah itu
refrigeran campuran tersebut masuk ke evaporator.

Di saat yang berssamaan, air dari chilled water tank akan disuplai
dengan bantuan evaporator pump menuju evaporator chiller. Air tersebut
akan diserap kalor nya oleh refrigeran di evaporator, sehingga air yang
keluar dari evaporator water chiller akan terasa dingin. Air dingin tersebut
lalu menuju FCU/AHU untuk mendinginkan udara. Udara dingin yang
terhembus akan didistribusikan ke setiap ruangan (De, 2017). Berikut adalah
gambar II.10 yang dikutip dari “AHU dan Ducting” (2010) menyajikan
proses di AHU (air handling unit).

Gambar II. 10 Proses di AHU

II.4 Konsep Perawatan


Perawatan adalah sebuah aktivitas yang bertujuan untuk
mempertahankan atau menjaga kualitas mesin agar dapat berfungsi dengan
baik ketika dioperasikan. Pekerjaan perawatan mengarah kepada perbaikan
12
kualitas, untuk meningkatkan kualitas mesin yang dikerjakan agar selalu
dalam kondisi yang baik saat beroperasi (Margana, 2010). Banyaknya atau
seringnya pekerjaan perawatan yang dilakukan tergantung pada :

1) Batas kualitas terendah yang diijinkan oleh mesin. Sedangkan batas


kualitas tertinggi bisa didapat berdasarkan perawatan mesin itu
sendiri
2) Waktu pemakaian atau lamanya operasi mesin tersebut yang bisa
menyebabkan turunnya kualitas atau ketahanan mesin itu sendiri. Ini
bisa terjadi akibat tekanan-tekanan, beban pakai, kondisi dan
pengaruh lain pada mesin tersebut dikarenakan lamanya beroperasi.
Aspek perawatan sangatlah penting untuk keberlangsungan mesin
selama beroperasi. Bagaimana mesin dirawat akan berpengaruh selama
mesin bekerja, sehingga hal ini perlu diperhatikan. Adanya program
perawatan yang teratur dapat mempertahankan kualitasnya dan
memperpanjang life time (umur pemakaian) sehingga bisa digunakan lebih
lama. Berikut adalah gambar yang menunjukan hubungan kualitas peralatan
dengan umur pemakaiannya.

Gambar II. 11 Hubungan Kualitas Alat dengan Umur Mesin

13
II.5 Jenis-Jenis Perawatan
Metode perawatan yang digunakan untuk mempertahankan kualitas
peralatan berbeda-beda. Hubungan antara jenis-jenis perawatan disajikan
pada gambar II.12 berikut (Margana, 2010).

Gambar II. 12 Hubungan Antara Jenis-Jenis Perawatan

II.5.1 Perawatan Darurat (Breakdown / Emergency Maintenance)


Perawatan ini bisa diartikan sebagai perawatan yang menunggu mesin
tersebut sampai benar-benar rusak atau terdapat tanda kerusakan di mesin
tersebut. Perawatan ini terbilang kurang efektif karena akan menimbulkan
biaya perawatan yang tinggi, kehilangan produksi akibat berhentinya mesin
beroperasi, keselamatan pekerjaan yang tidak terjamin dan tidak bisa
memprediksi waktu, tenaga, dan biaya pekerjaan (Margana, 2010).
Perawatan ini termasuk perawatan tidak terjadwal, karena kerusakan mesin
tidak dapat diprediksi sebelumnya dan tanpa ada monitoring pada mesin
sebelumnya.

II.5.2 Perawatan Pencegahan (Preventive Maintenance)


Perawatan pencegahan terbagi menjadi dua macam, yaitu :

1. Perawatan Terjadwal (Schedule Maintenance)


Perawatan seperti ini bertujuan untuk mencegah terjadinya
kerusakan pada mesin, dikarenakan adanya kegiatan perawatan
14
rutinan secara periodik dalam rentang waktu tertentu. Rentang waktu
ini bisa berdasarkan dari pengalaman ataupun rekomendasi dari pabrik
pembuat mesin tersebut. Strategi perawatan ini terbilang baik, karena
mampu meminimalisir kerusakan pada mesin sewaktu-waktu karena
adanya kegiatan perawatan sebelumnya. Namun ada beberapa
kekurangan dari perawatan seperti ini, yakni dari rentang waktu
perawatan mesin tersebut.
Jika rentang waktu nya terlalu pendek, bisa meningkatkan
kesalahan yang timbul dari kurang cermatnya para pekerja dalam
pemasangan atau perbaikan komponen. Belum lagi kontaminasi dari
luar yang bisa masuk ke dalam mesin akibat rentang waktu perawatan
yang terbilang pendek, dan jika rentang waktu nya terlalu panjang pun
ada kemungkinan mesin mengalami kerusakan sebelum diperbaiki.
Lalu apabila mesin masih dalam keadaan bagus, namun berdasarkan
jadwal perawatan ada yang harus diganti akan menimbulkan kerugian
juga.

2. Perawatan Prediktif (Predictive Maintenance)


Perawatan prediktif didasari dari kondisi mesin itu sendiri
(condition based maintenance). Pada perawatan ini harus
dilakukannya monitoring secara rutin terhadap mesin, jika ada gejala
kerusakan harus langsung ditangani, dan jika tidak ada gejala pun
harus harus dicari sampai mesin tersebut benar-benar tidak ada
kemungkinan untuk mengalami kerusakan sama sekali

Secara garis besar, ada beberapa metode yang bisa dipakai


dalam kegiatan memonitoring suatu mesin, diantaranya adalah :

1. Monitoring Minyak Pelumas


Minyak pelumas bisa berfungsi sebagai pendingin, pencegah
korosi, peredam getaran, dan pembawa kontaminan dari luar
mesin sehingga bisa masuk untuk mengganggu kinerja mesin.
Ada beberapa cara untuk mengecek adanya kontaminan yang
terkandung dalam oli mesin, adalah sebagai berikut :
15
- Tes kekentalan (viscocity test)
- Tes perhitungan partikel (particle counting test)
- Tes kuantifair partikel (particle quantifier test)
- Tes gram keausan (wear debris test)
- Tes bilangan keasaman
- Tes ferografi (ferography test)
- Tes gelembung (bubble test)
2. Monitoring Visual
Menggunakan panca indera yang meliputi rasa, bau, dengar dan
lihat untuk mengetahui bagaimana kondisi mesin.
3. Monitoring Kinerja
Mengetahui kondisi mesin berdasarkan parameter kerja lalu
dibandingkannya dengan parameter standar
4. Monitong Geometris
Mengetahui penyimpanan geometris pada mesin yang meliputi
pengukuran levelling dan pengukuran posisi
5. Monitoring Getaran
Mengetahui kondisi mesin berdasarkan ada tidaknya getaran
pada mesin secara terus menerus sebelum melakukan aksi
perbaikan guna mencegah kerusakan lebih lanjut.
Ada tiga dasar kegiatan pada perawatan pencegahan yang harus dilakukan,
diantaranya adalah :

1. Inspeksi (langkah pemeriksaan), definisinya adalah pemeriksaan secara


rutin terhadap kelengkapan mesin dan peralatan guna :
 memastikan fasilitas mampu beroperasi secara memuaskan
 melakukan pemeriksaan terhadap kondisi fasilitas
 melakukan evaluasi terhadap potensi-potensi yang bisa menimbulkan
kerusakan
 melakukan penafsiran mengenai kemungkinan adanya kerusakan
 melakukan identifikasi komponen-komponen mesin
 membuat jadwal perbaikan berdasarkan kebutuhan

16
Ada beberapa pertimbangan dalam menentukan frekuensi untuk
melakukan inspeksi, yaitu beban kerja, umur, pengalaman dan fasilitas.
2. Perawatan, merupakan langkah pemeliharaan secara rutin yang
berdasarkan pada cara perawatan harian mingguan, bulanan dan
seterusnya. Atau dapat juga didasarkan pada jumlah jam pemakaian
tertentu atau satuan output/produksi.
3. Perbaikan, yang dimaksud dengan perbaikan disini adalah perbaikan
berskala kecil hasil dari pemeriksaan mesin.

II.5.3 Perawatan Korektif (Corrective Maintenance)


Perawatan korektif adalah perawatan yang tujuannya untuk
memperbaiki atau mengganti mesin yang mengalami kerusakan (Margana,
2010). Perawatan ini terdiri dari dua jenis yaitu :

1. Perawatan korektif terencana, yaitu perawatan korektif yang


pelaksanaannya sudah direncanakan terlebih dahulu saat mengetahui
mesin mengalami kerusakan

2. Perawatan korektif tak terencana, yaitu perawatan yang pelaksanannya


tidak direncanakan terlebih dahulu karena sifatnya yang mendadak.

Kegiatan perawatan korektif terbagi menjadi dua, diantara nya :

1. Reparasi minor, yaitu kegiatan pemeliharaan berupa perbaikan-


perbaikan kecil pada suatu mesin yang tidak ditemukan selama proses
pemeriksaan mesin
2. Reparasi mayor (overhaul), yaitu kegiatan pemeliharaan berupa
penggantian komponen secara keseluruhan. Overhaul ada yang
bulanan bahkan tahunan

II.6 Reliability, Failurability dan Availability Distribusi Weibull


1. Keandalan (Reliability)
Keandalan (reliability) adalah probabilitas sebuah mesin dapat
beroperasi dengan memuaskan pada saat kondisi dan waktu tertentu
(Muhsin, 2018). Karena sebuah probabilitas (kemungkinan) maka

17
nilai keandalan adalah : 0 ≤ R(t) ≤ 1. Nilai keandalan dapat dicari
dengan persamaan :
𝑡
R (t) = 1 − exp [− ] (II.1)
𝛼

2. Kerusakan (Failurability) / Fungsi Distribusi Kumulatif


Kerusakan (failurability) adalah probabilitas tidak siapnya mesin
untuk beroperasi karena mengalami kerusakan. Sama hal nya dengan
keandalan (reliability), kerusakan adalah sebuah probabilitas
(kemungkinan) yang bernilai 0 ≤ F(t) ≤ 1. Nilai laju kerusakan adalah
sisa dari nilai laju keandalan berskala 0 – 1. Maka, persamaan untuk
mencari nilai laju kerusakan adalah :

𝑡
𝐹(𝑡) = 1 − exp[−( ) ] (II.2)
𝛼

3. Availability
Ketersediaan (availability rate) adalah probabilitas ketersediaan
sebuah mesin untuk digunakan beroperasi pada waktu dan kondisi
tertentu. Tingkat ketersediaan pada distribusi Weibull dapat dicari
dengan persamaan :

𝑇𝑇𝐹
𝐴𝑣𝑎𝑖𝑙𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 =
𝑇𝑇𝐹 + 𝑇𝑇𝑅 (II.3)

II.7 Penaksiran Parameter Distribusi Weibull


Distribusi weibull adalah perhitungan distribusi kerusakan mesin yang
berfungsi untuk mengetahui performance (kinerja) mesin selama beroperasi
berdasarkan waktu kerusakan dan waktu perbaikannya selama waktu
tertentu (Otaya, 2016). Berikut adalah tabel perhitungan distribusi Weibull.
18
(Tabel II.1 Perhitungan Distribusi Weibull)
No. TTF(ti ) TTR Yi f(ti ) Xi Xi2 Xi.Yi R(ti ) F(ti ) Availability
1
2
3
4
5
6
7
∑Yi ∑Xi ∑Xi2 ∑XiYi

Nilai b Nilai β
Nilai a Nilai α

Distribusi weibull ini pada dasarnya mengubah fungsi distribusi


kumulatif (kerusakan) menjadi bentuk regresi linier sederhana. Regresi
linier sederhana adalah metode statistika untuk mengetahui hubungan antara
dua variabel yakni seberapa besar pengaruh nilai X terhadap nilai Y (Otaya,
2016). Sedangkan pada tugas akhir ini mengetahui seberapa besar pengaruh
lamanya kerusakan/perbaikan mesin terhadap tingkat keandalan, kerusakan
dan ketersediaan mesin. Persamaan regresi linier sederhana adalah :

𝑌 = 𝑎 + 𝑏𝑋 (II.4)

Keterangan :
Y = Variabel Terikat (variabel response)
a = Konstanta
b = Koefisien Regresi
X = Variabel Bebas
Sedangkan fungsi distribusi kumulatif (kerusakan) mesin adalah :
𝑡
𝐹(𝑡𝑖) = 1 − exp[−( ) ]
𝛼

Berikut adalah penurunan fungsi distribusi kumulatif menjadi bentuk regresi


linier sederhana :

19
F(ti) = 1 – exp [-(ti / α)]β

1 - F(ti) = exp [-(ti / α)]β

ln [1 - F(ti)-1] = (ti / α)β

ln [ln [1 - F(ti)-1]] = ln (ti / α)β

ln [ln [1 - F(ti)-1]] = β ln (ti / α)

ln [ln [1 - F(ti)-1]] = β [ln(ti) – ln (α)]

1 / β [ln [ln [1 - F(ti)-1]]] = ln(ti) – ln (α)

1 / β [ln [ln [1 - F(ti)-1]]] = ln(ti) – ln (α) (II.5)

Maka berdasarkan hasil penurunan rumus diatas, akan di dapat penyesuaian


sebagai berikut :

Yi = ln ti (II.6)
a = ln α
α = exp a (II.7)

b=

β= (II.8)

Xi = ln [ln (1-f(ti)-1] (II.9)

Rumus-rumus diatas harus dicari nilainya untuk mengetahui tingkat


keandalan dan tingkat kerusakan mesin. Y pada penurunan fungsi diatas
adalah logaritma natural (ln) dari ti (waktu kerusakan mesin). X adalah

20
variabel bebas, X bisa dicari berdasarkan nilai f(ti). Dimana nilai f(ti) yang
dipakai disini adalah persamaan Bernard, yaitu :

, (II.10)
f(ti) =
,

Dimana :

i = Data ke-

n = Jumlah Data

Alfa (α) dalam hal ini digunakan untuk menentukan perbedaan range
repairability (waktu perbaikan mesin) satu dengan yang lainnya. Alfa (α)
dapat dicari dengan exponen dari nilai a (konstanta) pada regresi linier.
Sedangkan beta (β) adalah parameter bentuk dan dapat dicari dengan cara 1
dibagi nilai b. Nilai a dan b dapat dicari dari persamaan regresi liner dengan
menggunakan metode kuadrat terkecil (least square method) (Linda, 2011).
Berikut nilai a dan b :

∑ ∑ ∑ (II.11)
b=
∑ (∑ )

∑ ∑ (II.12)
a=

II.8 Kurva Bath Tube


Laju kerusakan mesin akan berubah sepanjang waktu. Dari
pengalaman maupun percobaan dapat diketahui bahwa kerusakan suatu
mesin / produk / komponen akan mengikuti suatu pola dasar kurva yang
disebut dengan kurva bath tube (Margana, 2010). Bentuk kurva bath tube
disajikan pada gambar II.13 berikut (Wibowo, 2013).

21
Gambar II. 13 Kurva Bath Tube

Daerah A, seiring berjalannya waktu mesin tersebut dioperasikan,


tingkat kerusakan nya menurun. Ini mengindikasikan mesin dalam kondisi
yang bagus untuk beroperasi akibat perawatan yang baik selama mesin
dioperasikan atau mesin masih baru digunakan (Primanocthora, 2019).
Mesin yang ada di daerah A ini memiliki nilai parameter bentuk (β) < 0
pada distribusi weibull.

Daerah B, tingkat kerusakan mesin tidak tergantung dengan seiring


berjalannya waktu mesin dioperasikan (Primanocthora, 2019). Di daerah ini,
mesin biasanya mengalami kerusakan yang mendadak akibat beban kerja
berlebih atau lebih dari biasanya. Mesin yang ada di daerah B ini memiliki
nilai parameter bentuk (β) = 1 pada distribusi weibull.

Daerah C, seiring berjalannya waktu mesin tersebut dioperasikan,


tingkat kerusakan nya cenderung naik sampai mesin tersebut sudah tidak
bisa dilakukan perawatan lagi (wear out) yang waktunya tidak bisa
ditentukan (Primanocthora, 2019). Ini mengindikasikan bahwa perawatan
pada mesin tersebut kurang baik atau umur mesin sudah tua namun terus
menerus dioperasikan. Mesin yang ada di daerah C ini memiliki nilai
parameter bentuk (β) > 1 pada distribusi weibull.

22

Anda mungkin juga menyukai