Segala puji hanya bagi Allah yang telah menunjukkan kita ke jalan Islam. Sebab dengan Islam ini seorang hamba akan bisa masuk ke dalam surga. Allah ta’ala berfirman mengenai kegembiraan penduduk surga,
اّلِلُ لََق حد َجاءَ ح ي لَ حوََل أَ حن َه َد َاَن ه َ اْلَ حم ُد هّلِل الذي َه َد َاَن ِلََذا َوَما ُكنها لنَ حهتَد َ “Mereka mengatakan; ‘Segala puji hanya bagi Allah yang telah menunjukkan kepada kami ke surga ini. Kami tidak akan mendapat petunjuk sekiranya Allah tidak memberikan petunjuk kepada kami. Sesungguhnya rasul-rasul Rabb kami telah datang dengan membawa kebenaran.’.” (QS. al-A’raaf: 43) Hidayah juga bukan yang perkara sepele, namun ia adalah anugerah Allah kepada hamba pilihan-Nya. Allah ta’ala berfirman,
َ اّلِلَ يَ حهدي َم حن يَ َشاءُ َوُه َو أ حَعلَ ُم ِبلح ُم حهتَد َ َ َ ح ح َح َ “Sesungguhnya engkau tidak akan bisa memberikan hidayah (taufik) kepada orang yang kamu cintai, akan tetapi Allah lah yang memberikan petunjuk kepada siapa saja yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui siapakah orang yang ditakdirkan mendapatkan hidayah.” (QS. al- Qashash: 56) Dalam sebuah riwayat disebutkan, disaat kematian akan menghampiri Abu Thalib maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun datang untuk menemuinya dan ternyata di sisinya telah ada Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah bin al-Mughirah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata; ‘Wahai pamanku, ucapkanlah la ilaha illallah, sebuah kalimat yang akan aku gunakan untuk bersaksi untukmu di sisi Allah’. َاّلِل ك َِبَا َعحن َد ه َ َي ع َم قُل ََل إَلَه إَهَل ه َ َاّلِلُ َكل َمةً أَ حش َه ُد ل َ َ َ ح Maka Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah mengatakan; ‘Wahai Abu Thalib, apakah kamu benci kepada agama Abdul Muthallib -bapakmu-?’.
َ َب أَتَر َغب َع حن َمله َة َعحب َد الحمطهل
ٍَ َال أَبو جه ٍل وعبد ه ب ُ ُ اّلِل بح ُن أََِب أ َُميهةَ ََي أ ََِب طَال ح ُ فَ َق َ ُ َ ح َ َح Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terus menawarkan dan mengulangi ajakannya itu, sampai akhirnya Abu Thalib mengucapkan perkataan terakhirnya kepada mereka bahwa dia tetap berada di atas agama Abdul Muthallib. Dia enggan untuk mengucapkan la ilaha illallah…” (HR. Muslim)
ٍ َال أَبُو طَال َ يد لَهُ تَحل َ َك الح َم َقالَةَ َح هَّت ق ُ َض َها َعلَحي َه َويُع َ اّلِلَ صلهى ه ُ اّلِلُ َعلَحيه َو َسله َم يَ حع َر َ ول ه ُ فَلَ حم يََزحل َر ُس ول ََل إَلَهَ إَهَل ه َ َالحمطهل ُاّلِل َ ب َوأ َََب أَ حن يَ ُق ُ Hal ini terkandung dalam ayat ‘Ihdinas shirathal mustaqim’. Maka jelaslah Hidayah merupakan anugerah dari Allah ta’ala kepada hamba yang dipilih-Nya. Setiap hamba senantiasa membutuhkan hidayah tersebut selama dia masih hidup di alam dunia ini. Oleh karena besarnya kebutuhan setiap hamba untuk memohon hidayah maka Allah pun mewajibkan untuk memintanya dalam sehari dan semalam minimal tujuh belas kali di dalam sholat. َ َ غض ََ َ ه َ َ َ وب َعلَي َه حم َوَلَ الضهال ي ُ مت َعلَي َه حم َغ َري امل َ َ َنع َ ين أ َ اهدنَ ا الصَرا َط املُستَق َيم صَرا َط الذ “(Ya Allah). Tunjukilah kami jalan yang lurus (shiratal mustaqim), yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat “ (Al Fatihah:6-7). Sahabat semua. Telah kita dapati banyak dari kisah-kisah orang-orang terdahulu yang patut untuk kita jadikan pelajaran terkait hilangnya nikmat hidayah. Pada zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ada seorang yang bernama Rajal bin Unfuwah. Dia pernah semajlis dengan Nabi. Saat itu, Nabi pernah bilang di hadapan para sahabatnya, "Sesungguhnya, di antara kalian ada seorang lelaki yang gigi gerahamnya di neraka lebih besar dari gunung Uhud.” Di zaman Khalifah Abu Bakar, si Rajal ini kemudian diutus untuk mendakwahi Musailamah Al-Kadzzab, sang nabi palsu dan para pengikutnya. Namun dirinya justru murtad dan bergabung dengan Musailamah. Hingga akhirnya, jasadnya ditemukan tergeletak dalam barisan pembela Musailamah pada Perang Yamamah. Pada zaman Khalifah Umar bin Khattab Radhiyallahu 'anhu, ada seorang yang bernama Abdurrahman bin Muljam. Seorang shalih, muqri' (ahli baca Qur'an), dan wara'. Hingga suatu ketika, Umar bin Khattab mengutusnya ke Mesir agar mengajarkan Al-Qur'an di sana. Saat itu, Mesir berada di bawah kendali Gubernur Amr bin Ash radhiyallahu 'anhu. Maka Umar melayangkan surat kepadanya, yang isinya, "Aku telah mengirim kepadamu seorang yang shalih, Abdurrahman bin Muljam. Aku merelakan ia bagimu. Jika telah sampai, muliakanlah ia, dan buatkan sebuah rumah untuknya sebagai tempat mengajarkan Al-Qur`an kepada masyarakat." Seiring dengan perjalanan waktu, ternyata pemikirannya mulai berubah. Dia terjangkiti paham khawarij. Hingga suatu ketika pada zaman Khalifah Ali bin Abu Thalib, dia menjadi pelaku utama pembunuhan khalifah yang keempat itu. Jauh sebelumnya, pada zaman Nabi Musa 'alaihi salam, seorang yang bernama Bal'am bin Baura'. Seorang ulama' shalih yang diberikan pengetahuan tentang asma'ul a'dzam (nama- nama Allah yang agung) dan juga dikatakan mustajabun fid-duaa', kalau berdoa mesti dikabulkan oleh Allah. Namun, ternyata dia berubah menjadi musuh Nabi Musa. Hingga suatu ketika dia berusaha mendoakan keburukan untuk Nabi Musa atas perintah seorang penguasa yang merasa terancam dengan keberadaan Nabi Musa, yang akhirnya doa keburukan itu kembali kepada dirinya hingga lidahnya menjulur sampai dadanya. Kisah-kisah yang serupa dengan kisah di atas masih banyak. Pada intinya, dari kisah-kisah tersebut di atas kita bisa mengambil pelajaran berharga bahwa seshalih apapun kita, sebaik apapun kita, sebanyak apapun ilmu kita, tidak ada jaminan kita mati di atas hidayah atau dalam kondisi tetap beriman. Begitulah, perjalanan waktu yang akan menyaring setiap insan, termasuk kita. Bersyukur kepada Allah Ta'ala yang telah memberikan nikmat hidayah iman kepada kita hingga detik ini. Semoga nikmat itu terus menancap kuat dalam diri kita hingga ajal menjemput. Aamiin. Oleh karenanya, disana ada beberapa kiat atau upaya untuk merawat hidayah, diantaranya: 1. Memperdalam ilmu agama, baik berkaitan dengan akidah, ibadah, maupun muamalah. 2. Melazimi ibadah-ibadah yang wajib maupun sunnah. 3. Berteman dengan orang-orang shalih. 4. Membaca kisah-kisah orang shalih terdahulu dan mengambil pelajaran darinya. 5. Memperbanyak doa permohonan agar diberi keistiqomahan, diantaranya : َ َ اب ُ ت الح َوهه َ هك اَنح َ ب لَنَا َم حن له ُدنح َ ك َر حْحَةً ۚان َربهنَا ََل تُ َز حغ قُلُ حوبَنَا بَ حع َد ا حذ َه َديحتَ نَا َوَه ح "Wahai Rabb kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.” َ َ ُاللهم َي م َقلَب الح ُقل َ َت قُلُوبَنا َعلَى دين ك وب ثَبَ ح َ ُ َ "Ya Allah, wahai Dzat Yang membolak-balikkan hati, tetapkan hati kami untuk tetap berada di atas agama-Mu." َ َ ُّ اللهه هم إََّن أَسأَلُك الثهبات َِف حاْلَم َر والحع َزميةَ علَى َ َُسأَل ك يما َوأ ح ً ك قَ حلبًا َسلَ َُسأَل َ َك ُح حس َن َعبَ َادت ك َوأ ح َ َُسأَل ك َوأ حَ َك ُشكَحر نَ حع َمت َ َُسأَل الر حشد َوأ ح َ َ َ َ ح َ َ َ ح ُ َ ت َع هَّلم الحغُيو َ َ َ َ َ ً لَ َس ب ُ ُ َ هك أَنح َ َستَ حغفُرَك ل َما تَ حعلَ ُم إَن ك م حن َش َر َما تَ حعلَ ُم َوأ ح َ ََعوذُ ب ُ ك م حن َخ حَري َما تَ حعلَ ُم َوأَ َُسأَل صادقًا َوأ ح َ اَن “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu keteguhan dalam segala perkara, dan kemauan kuat untuk berbuat sesuatu yang benar, aku memohon kepada-Mu rasa syukur atas nikmat-Mu dan ibadah dengan baik kepada-Mu, aku memohon kepada-Mu hati yang bersih dan lisan yang jujur. Aku memohon kepada-Mu dari kebaikan yang Engkau mengetahuinya dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan yang Engkau mengetahuinya. Dan aku memohon ampunan-Mu atas (dosa-dosaku) yang Engkau mengetahuinya, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui yang ghaib’.” (Hadits Hasan. HR. Ahmad, at-Tirmidzi, an-Nasai, Ibnu Hibban. Lafadh dari Ahmad)