Anda di halaman 1dari 19

UAS METODOLOGI PENELITIAN

Dr. TONI WANDRA M.kes Ph.D

PERANAN TENAGA KESAHATAN DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

OLEH

dr. MARISA SAMOSIR

NIM: 230101058

METODOLOGI PENELITIAN

S2- KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat -
Nyalah tulisan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehinggan penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan Tugas UAS dengan Judul “Peranan Tenaga Kesehatan Dalam Penanggulangan
Bencana”.

Penulis Menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan. Hal ini disebabkan oleh
keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, semua kritik
dan saran pembaca akan penulis terima dengan senang hati demi perbaikan naskah penelitian
lebih lanjut. Tulisan ini dapat penulis selesaikan berkat adanya bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak, yang telah memberikan masukan
demi kelancaran dan kelengkapan naskah tulisan ini. Akhimya, semoga tulisan yang jauh dari
sempuma ini ada manfaatnya.

Bekasi, 19 Februari 2024

dr.Marisa Samosir

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL

KATA PENGANTAR........................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii

BAB I ................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang............................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 3

1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................................... 3

1.4.1 Manfaat Teoitis ................................................................................................... 3

1.4.2 Manfaat Praktis ................................................................................................... 3

BAB II .................................................................................................................................. 4

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................ 4

2.1 Peran Tenaga Kesehatan .............................................................................................. 4

2.2 Jenis Tenaga Kesehatan ............................................................................................... 4

2.3 Macam-Macam Peran Tenaga Kesahatan ..................................................................... 5

2.4 Kompetensi Tenaga Kesehatan dalam Kondisi Bencana ............................................... 6

2.5 Kesiapsiagaan .............................................................................................................. 7

BAB III ................................................................................................................................. 9

METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................................ 9

3.1 Desain Penelitian ......................................................................................................... 9

3.2 Metode Penelitian ........................................................................................................ 9

3.3 Metode Pendekatan ...................................................................................................... 9

3.4 Spesifikasi Penelitian ................................................................................................. 10

3.5 Desain Penelitian ....................................................................................................... 10

iii
3.6 Variabel dan Definisi Operasional.............................................................................. 10

3.7 Jenis data dalam penelitian ......................................................................................... 10

3.8 Metode Pengumpulan Data ........................................................................................ 11

BAB IV............................................................................................................................... 12

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................................................... 12

4.1 Hasil Penelitian .......................................................................................................... 12

4.2 Pembahasan ............................................................................................................... 12

BAB V ................................................................................................................................ 14

PENUTUP .......................................................................................................................... 14

5.1 Kesimpulan................................................................................................................ 14

5.2 Saran ........................................................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 15

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

UU No. 24 tahun 2007 mendefinisikan bencana sebagai “peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,
baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda,
dan dampak psikologis”. Kejadian bencana di dunia terus meningkat dan 76% diantaranya
adalah bencana hidrometerologi. Bencana hidrometerologi merupakan bencana yang
dipengaruhi oleh cuaca, seperti banjir, tanah longsor, siklon tropis dan kekeringan. Bencana
semakin meningkat karena dipengaruhi oleh meningkatnya jumlah penduduk, urbanisasi,
degradasi lingkungan, kemiskinan dan pengaruh perubahan iklim global. Indonesia secara
geografis dan demografis rentan terhadap terjadinya bencana alam dan bencana non alam,
termasuk potensi bencana akibat konflik sosial (Nurjannah, dkk, 2013).

Bencana dapat terjadi, karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau gangguan yang
mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan (vulnerability) masyarakat. Bila terjadi
hazard, tetapi masyarakat tidak rentan, maka berarti masyarakat dapat mengatasi sendiri
peristiwa yang mengganggu, sementara bila kondisi masyarakat rentan, tetapi tidak terjadi
peristiwa yang mengancam maka tidak akan terjadi bencana.

Berdasarkan hasil kajian risiko, sebanyak 40.690.351 jiwa merupakan total jumlah jiwa
terpapar risiko bencana banjir di seluruh Provinsi di Indonesia dengan potensi kerugian
mencapai Rp. 2.210 Triliun (BNPB, 2014:24-25). Banjir menimbulkan beberapa masalah
seperti lumpuhnya aktivitas masyarakat, menimbulkan kerugian ekonomi, kesulitan air bersih,
menimbulkan masalah kesehatan, menimbulkan korban jiwa, menimbulkan kerusakan
lingkungan. Hal ini akan berdampak terhadap penyebaran wabah penyakit yang timbul didaerah
yang terkena banjir.

Dalam Permenkes Nomor 64 Tahun 2013 tentang Penanggulangan Krisis Kesehatan,


kesiapsiagaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi krisis
kesehatan melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
Tersedianya sumber daya manusia kesehatan yang telah siap siaga juga menjadi kendala

1
dalam upaya penanggulangan bencana. Diperlukan tenaga kesehatan yang cekatan, tanggap
dan siap melayani disaat kondisi apapun saat terjadi bencana. Dukungan kesehatan harus
diberikan secara merata kepada masyarakat yang membutuhkan, tanpa melihat darimana asal
ataupun golongan masyarakat terdampak tersebut. Namun, hal ini belum sepenuhnya
terlaksana, karena adanya keterlambatan ataupun kesulitan lain dalam penyaluran bantuan
(Thulusia, 2008).
UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, menjelaskan bahwa setiap
orang berkewajiban melakukan kegiatan penanggulangan bencana. Hal ini diartikan bahwa
tenaga kesehatan seharusnya selalu siap siaga untuk bisa memberikan pertolongan pertama
pada kondisi bencana hingga ke kondisi pemulihan pasca bencana, karena tenaga kesehatan
merupakan orang-orang yang memiliki pengetahuan serta kemampuan dalam bidang
kesehatan. Peran tenaga kesehatan di Indonesia diperjelas dalam Permenkes Nomor 64 Tahun
2013 tentang Penanggulangan Krisis Kesehatan, peraturan tersebut menjelaskan bahwa peran
tenaga kesehatan dalam penanggulangan krisis kesehatan berada diseluruh fase bencana di
Indonesia.
Kenyataannya, tenaga kesehatan hanya dilibatkan sebatas tenaga operasional medis
ketika dalam situasi tanggap darurat, hal tersebut menunjukkan bahwa tenaga kesehatan
belum sepenuhnya mengakomodir pelayanan kesehatan dalam masyarakat pada
penanggulangan bencana. Seperti hal nya profesi dokter, selama ini perhatian dokter hanya
terfokus pada upaya tanggap darurat yaitu kegiatan yang dilakukan pada saat atau setelah
terjadinya bencana, belum mengutamakan pencegahan dengan membangun ketahanan
individu, keluarga dan masyarakat terhadap bencana dan kedaruratan kemanusiaan lainnya
(Wilopo, 2017).

Salah satu faktor yang sangat penting untuk mencegah terjadinya bencana adalah
pelayanan kesehatan karena dapat mencegah atau meminimalisir terjadinya kejadian penyakit,
kecacatan hingga kematian (Nelson, 2018). Permasalahan dalam kesiapsiagaan fasilitas
kesehatan di Indonesia masih perlu perbaikan, koordinasi serta integrasi program dalam sektor
kesehatan juga belum berjalan, sistem klaster kesehatan belum diterapkan dalam upaya
penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana belum menjadi prioritas
program daerah rawan bencana (Pusat Krisis Kesehatan, 2017). Manajemen bencana yang
baik juga perlu diperhatikan, seperti dalam aspek perencanaan untuk merespon bencana yang
berisikan kegiatan-kegiatan sebelum bencana dan setelah bencana yang mungkin dapat
merujuk pada manajemen risiko dan konsekuensi bencana (Shaluf I, 2008). Tugas

2
penyelenggaraan penanggulangan bencana pada bidang kesehatan merupakan tanggung jawab
Menteri Kesehatan ditingkat pusat, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi ditingkat Provinsi,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ditingkat Kabupaten/Kota serta Kepala Puskesmas
di tingkat Kecamatan (Departemen Kesehatan RI, 2006:35-36).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa tujuan dari penanggulangan bencana alam?


2. Apa andil tenaga kesehatan dalam penanggulangan bencana alam?
3. Apa bentuk tindakan tenaga kesehatan dalam penanggulangan bencana alam?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui peran pentingnya tenaga kesehatan dalam penaggulangan bencana alam.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoitis

Secara teoritis diharapkan dapat memberikan masukan untuk peneliti dalam


melakukan penelitian sejenis dan ataupun lanjutan, serta dapat memberikan manfaat
bagi pembaca, baik kepentingan akademis maupun untuk kepentingan pribadi.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini menjadi bahan pertimbangan bagi pihak terkait di dalam peranan tenaga
kesehatan, apakah sudah maksimal peranan tenaga kesehatan dalam menangani
bencana alam

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peran Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan merupakan komponen utama pemberi pelayanan kesehatan kepada


masyarakat dalam rangka tercapainya tujuan pembangunan kesehatan yang sesuai dengan
tujuan nasional sebagaimana diamanatkat oleh konstitusi. Selaku komponen utama pemberi
pelayanan kesehatan tentunya keberadaan, peran, dan tanggung jawab tenaga kesehatan
sangatlah penting dalam kegiatan pembangunan kesehatan. Pelaksanaan dan pendayagunaan
terhadap keberadaan, peran, dan tanggung jawab tenaga kesehatan tersebut berjalan dengan
baik, seimbang, teratur, terjaga mutunya, dan terlindungi baik bagi tenaga kesehatan itu sendiri
maupun bagi masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan tersebut tentu perlu pengaturan
yang dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan.

Pasal 1 angka 6 UU Kesehatan jo Pasal 1 angka 1 Undang.Undang Nomor 36 Tahun


2014 tentang Tenaga Kesehatan (selanjutnya disebut UU Tenaga Kesehatan) mendefinisikan
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Menurut Anna Kurniati dan Ferry Efendi pengertian tenaga kesahatan adalah Setiap
orang yang memperoleh pendidikan baik formal maupun non formal yang mendedikasikan diri
dalam berbagai upaya yang bertujuan mencegah, mempertahankan serta meningkatkan derajad
kesehatan masyarakat.

2.2 Jenis Tenaga Kesehatan

Tenaga Kesehatan Terdiri dari :

1. Tenaga medis
Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigI
2. Tenaga keperawatan
Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan
3. Tenaga kefarmasian

4
Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker
4. Tenaga kesehatan masyarakat
Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan,
mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian.
5. Tenaga gizi
Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien.
6. Tenaga keterapian fisik
Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara
7. Tenaga keteknisian medis.
Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi
elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik, teknisi transfusi
dan perekam medis.

Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan yang
dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan.

2.3 Macam-Macam Peran Tenaga Kesahatan

Menurut Potter dan Perry (2007) macam-macam peran tenaga kesehatan dibagi menjadi
beberapa, yaitu :

1. Sebagai Komunikator
Komunikator adalah orang yang memberikan informasi kepada orang yang
menerimanya.
2. Sebagai Motivator
Motivator adalah orang yang memberikan motivasi kepada orang lain
3. Sebagai Fasilitator
Fasilitator adalah orang atau badan yang memberikan kemudahan dalam menyediakan
fasilitas bagi orang lain yang membutuhkan.
4. Sebagai Konselor
Konselor adalah orang yang memberikan bantuan kepada orang lain dalam membuat
keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui pemahaman terhadap fakta-fakta,
harapan, kebutuhan dan perasaan-perasaan klien.

5
2.4 Kompetensi Tenaga Kesehatan dalam Kondisi Bencana

Kompetensi seorang tenaga kesehatan dalam manajemen bencana merupakan


kemampuan mengarahkan dan memobilisasi (respon eksternal multisektoral), dengan
mengakses kebutuhan sumber daya lintas instansi kesehatan secara cepat, tepat dan terpadu
dalam kondisi bencana.

Upaya penanggulangan bencana memerlukan banyak sumber daya manusia (SDM) dari
berbagai sektor profesional, termasuk dokter. Bencana alam dan bencana karena ulah manusia,
termasuk serangan terorisme, dapat terjadi dan memerlukan tenaga dokter, meskipun sebagian
besar dokter belum pernah mendapatkan pelatihan secara formal dalam bidang ini. Tidak
menutup kemungkinan bahwa dokter akan diminta untuk memimpin upaya pertolongan
pertama di daerah mereka bekerja sampai dengan bantuan lainnya berdatangan. Tanpa
pengalaman dan pelatihan, tidak mungkin seorang dokter dapat melaksanakan tugas ini dengan
baik. Kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan pemulihan pasca bencana secara efektif memerlukan
tindakan terpadu dan terencana serta didukung SDM berpengalaman yang dapat menerapkan
ilmu pengetahuan dan keterampilannya pada situasi kritis dan darurat. Terlepas dari latar
belakang profesi mereka, pendidikan bagi SDM yang bertugas pada situasi bencana harus
didasari pengalaman untuk menangani situasi dalam krisis, kesesuaian dengan profesi yang
dimiliki, dan kompetensi lintas bidang keilmuan.

Meskipun demikian, dokter yang berhadapan dengan situasi krisis akibat bencana
sering kali kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan untuk bekerja
secara efektif pada kondisi bencana yang penuh tekanan. Daftar kompetensi berikut telah
disarikan dari berbagai kurikulum kedokteran tentang bencana dan kesehatan masyarakat dari
berbagai negara. Kompetensi-kompetensi berikut perlu didukung oleh perhimpunan dokter
kesehatan masyarakat dan direkomendasikan untuk revisi Standar Kompetensi Dokter
Indonesia tahun 2017. Hasilnya dapat menjadi langkah awal untuk memberikan gambaran
jenjang kompetensi yang diharapkan dari seorang profesional kesehatan dalam bidang
kedokteran tentang bencana dan kesehatan masyarakat.

6
2.5 Kesiapsiagaan

Menurut Peraturan Kepala Badan Penanggulangan bencana (BNPB) Nomor 4 Tahun


2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana, kesiapsiagaan
dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari
jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya
kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang
dilakukan antara lain:

1. Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya


2. Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor Penanggulangan bencana
(SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum)
3. Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan
4. Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.
5. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna
mendukung tugas kebencanaan.
6. Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early warning)
7. Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan)
8. Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan)

Menurut UU No. 24 tahun 2007, kesiapsiagaan dilakukan untuk memastikan upaya


yang cepat dan tepat dalam menghadapi kejadian bencana. Kegiatan kesiapsiagaan dilakukan
melalui :

1. penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana;


2. pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini;
3. penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar;
4. pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap
darurat;
5. penyiapan lokasi evakuasi;
6. penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran prosedur tetap tanggap darurat
bencana; dan
7. penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk pemenuhan
pemulihan prasarana dan sarana.

7
Sedangkan tujuan dari usaha kesiapsiagaan dalam bidang kesehatan antara lain:
1. Meminimalkan jumlah korban
2. Mengurangi penderitaan korban
3. Mencegah munculnya masalah kesehatan pascabencana
4. Memudahkan upaya tanggap darurat dan pemulihan yang cepat

8
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif untuk melihat gambaran hubungan
pengaturan tenaga kesehatan di dalam peraturan perundang-undangan dan azas kepastian hukum. Jenis
yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu jenis penelitian yang
menggambarkan, menguraikan atau pun mendeskripsikan suatu fenomena yang terjadi di suatu tempat,
misal komunitas, puskesmas, rumah sakit dan lain-lain (Lapau, 2013:15). Metode penelitian deskriptif
bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta, hubungan antar fenomena dan juga sifat-sifat yang diselidiki (Nazir, 2014:43).

3.2 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif penelitian hukum


normatif berdasarkan pada ilmu tentang kaidah hukum atau “normwisswn schaft” yang
membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan perumusan kaidah hukum. Ilmu tentang
kaidah hukum juga menelaah esensialita dalam kaidah hukum maupun tugas atau kegunaan
daripada kaidah-kaidah hukum tersebut (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji). Metode
penelitian ini meliputi metode pendekatan, spesifikasi penelitian, desain penelitian, variabel
dan definisi operasional, jenis data, metode pengumpulan data, dan metode analisis data .

3.3 Metode Pendekatan

Metode pendekatan pada penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif


(doctrinal legal approach), yang bertujuan mendiskripsikan pengaturan tenaga kesehatan di
dalam undang- undang dan azas kepastian hukum (penelitian hukum normatif terhadap Pasal
21 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan). Pendekatan yuridis normatif
(doctrinal legal approach) juga disebut sebagai pendekatan undang-undang (statute approach)
dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan
isu hukum yang sedang ditangani. Tujuannya untuk mempelajari adakah konsistensi dan
kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang lainnya atau antara undang-
undang dan Undang-Undang Dasar atau antara regulasi dan undang- undang (Peter Mahmud
Marzuki).

9
3.4 Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian ini menggunakan deskriptif analitis (Soerjono Soekanto) yang


bertujuan mendiskripsikan ketentuan hukum normatif terhadap pengaturan tenaga kesehatan
dalam peraturan perundang- undanganan, berdasarkan: (a) azas kepastian hukum dan (b)
pengaturan perundang-undangan yang berasal dari dokumentasi untuk melihat aspek ketentuan
hukum yang berlaku.

3.5 Desain Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif untuk melihat gambaran


hubungan pengaturan tenaga kesehatan di dalam peraturan perundang-undangan dan azas
kepastian hukum.

3.6 Variabel dan Definisi Operasional

Variabel dalam penelitian ini adalah kaidah tentang tenaga kesehatan dan azas
kepastian hokum, Sedangkan Definisi operasional dari variabel tersebut adalah:

1. Tenaga kesehatan setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan
yang untuk jenis tertentu, memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan
2. Azas kepastian hukum adalah jaminan yang diberikan oleh otoritas tertentu terhadap
hak dan kewajiban setiap subjek hukum, melalui perundang-undangan yang di
dalamnya tidak terdapat keterangan- keterangan yang saling bertentangan (kontradiksi
dan inkonsistensi), baik secara vertikal maupun horizontal dan tidak terdapat
pengertian-pengertian atau istilah-istilah yang dapat diartikan secara berlainan,
sehingga subjek hukum akan memperoleh akibat hukum yang dikehendaki dalam suatu
peristiwa hukum tertentu.

3.7 Jenis data dalam penelitian

Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari bahan-
bahan pustaka , terdiri dari:

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari: (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; (2) Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; (3) Undang.Undang Nomor 36 Tahun 2014

10
tentang Tenaga Kesehatan; (4) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran; (5) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit; (6)
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 dengan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK);
(7) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan; (8) Peraturan Pemerintah nomor 51 tahun 2009 tentang
pekerjaan Kefarmasian; (9) Peraturan menteri kesehatan nomor 1464 tahun 2010
tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan
2. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer,
seperti: (1) hasil-hasil penelitian; (2) hasil karya dari kalangan hukum antara lain: UU
Tenaga Kesehatan, UU Keperawatan, Kamus Hukum, Kamus besar bahasa Indonesia
dan lain-lain
3. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder

3.8 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian hukum normatif adalah
studi kepustakaan dengan tujuan untuk memperoleh data sekunder, jenis data sekunder yang
diambil adalah (1) bersifat pribadi seperti dokumen pribadi dan data pribadi (penelitian atau
hasil karya); (2) bersifat publik seperti data arsip, data resmi instansi pemerintah dan data lain,
misalnya yurisprudensi, dan lain-lain.

11
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Bencana terbagi menjadi beberapa fase yaitu pra bencana, siaga darurat, tanggap
darurat saat bencana , transisi darurat dan pasca bencana. Fase siaga darurat hanya untuk
bencana yang belum terjadi tapi warga sudah harus mengungsi seperti erupsi gunung. Pada
manajemen kesehatan terdapat pendekatan klaster. Klaster-klaster kesehatan dalam bencana
diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 tahun 2019. Sub klaster dari permenkes
sebenarnya didominasi bidang kesehatan masyarakat seperti pencegahan dan pengendalian
penyakit dan kesehatan lingkungan, kesehatan reproduksi, kesehatan jiwa, pelayanan gizi.

Dalam klasterklaster tersebut peran kesehatan masyarakat yang dibutuhkan. Saat terjadi
bencana selain kerusakan fasilitas, lingkungan dan akses, masalah dipengungsian adalah
masalah kesehatan masyarakat yang penting untuk diperhatikan. Saat bencana pengungsian
menjadi sumber risiko masalah kesehatan seperti penularan Covid-19, dan penyakit-penyakit
menular lainyaa. Apabila dibandingkan jumlah pengungsi dan jumlah orang yang sakit maka
jelas lebih banyak jumlah pengungsi. Disinilah tantangan bagi tenaga kesehatan masyarakat
untuk bisa mengkondisikan pengungsian agar tetap tercipta lingkungan dan suasana yang sehat.
Berikut bentuk peran/tindakan tenaga kesehatan dalam penanggulangan bencana alam.

4.2 Pembahasan

Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi sosial
tertentu. Peran menjadi bermakna ketika dikaitkan dengan orang lain. Penelitian ini
menunjukkan bahwa peran tenaga kesehatan terkait bencana dapat tergolong cukup, dimana
tenaga kesehatan yang memiliki peran yang cukup penting, dimana hasil ini mennunjukkan
bahwa dengan tenaga kesehatan yang berpendidikan tinggi memiliki peran baik, hal ini sejalan
dengan hasil penelitian Indri Setiawati, (2020) mengatakan bahwa pendidikan sangat
berpengaruh terhadap terwujudnya kesiapsiagaan bencana (Kurniawati & Suwito, 2017).

Fungsi pendidikan merupakan salah satu media terbaik untuk mempersiapkan segala
hal, Peran tenaga kesehatan di lingkup daerah yang rawan bencana banjir sangat lah

12
dibutuhkan, banyak faktor penyebab yang dapat mempengaruhi peran tenaga kesehatan dalam
kesiapsiagaan menghadapi bencana khususnya banjir, seperti kurangnya fasilitas dan tenaga
kesehatan dimana bekerja tidak sesuai tupoksi masing masing tenaga kesehatan, hal ini sejalan
dengan hasil yang menyebutkan bahwa fasilitas, pendidikan, tenaga kesehatan atau SDM
merupakan salah satu faktor penyebab kurangnya peran tenaga kesehatan.

Ada banyak peran tenaga kesehatan terkait bencana banjir yaitu tenaga kesehatan
mengikuti pelatihan dan pendidikan yang berhubungan dengan penanggulangan bencana untuk
tiap fasenya, tenaga kesehatan ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintah, organisasi
lingkungan, palang merah nasional, maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam
memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi bencana, tenaga kesehatan
terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan kesiapan masyarakat dalam
menghadapi bencana banjir (Setiawati,2020). Oleh karena itu peran tenaga kesehatan
khususnya perawat dalam kesiapsiagaan dalam mengahdapi bencana banjir, dengan tujuan
meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat di tingkatkan kembali, agar lebih
baik, dimana bisa terlibat dalam kesipasiagaan bencana banjir.

13
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas disimpulkan bahwa peran tenaga kesehatan sangatlah


penting dalam penanggulangan bencana. Jumlah petugas kesehatan disesuaikan pada bencana
yang terjadi. Peran tenaga kesehatan khususnya kesehatan masyarakat menekankan
pencegahan agar tidak terjadinya penurunan kesehatan saat bencana. Setiap konsentrasi
peminatan kesehatan masyarakat memiliki fungsi masing-masing dalam penanggulangan
bencana yang saling berkaitan dalam pelaksanaannya.
Dampak bencana terhadap petugas kesehatan adalah keterbatasan sumber daya manusia
dan alat kesehatan serta obat-obatan, kesulitan terhadap fasilitas dan peralatan yang minim, dan
menimbulkan stress pada bencana tertentu. Selain pada tenaga kesehatan, bencana tentulah
menimbulkan banyak dampak kessehatan. Untuk mengurangi dampak tersebut maka tenaga
kesehatan harus trampil dan siap siaga pada saat bencana terjadi. Maka agar tenaga kesehatan
trampil, harus sering dilakukan pelatihan terkait penanggulangan bencana pada tenaga
kesehatan. Selain itu koordinasi yang baik juga sangat diperlukan baik antar tenaga kesehatan
maupun dengan profesi lainnya pun dengan masyarakat dan tokohnya.

5.2 Saran

a. Perlu adanya peningkatan pelatihan SDM Tenaga Kesehatan agar dapat memberikan
pelayanan yang maksimal untuk penanganan korban bencana
b. Perlu adanya penambahan tenaga kesehatan di masing-masing wilayah rawan bencana
sesuai dengan Pedoman Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan dalam
Penanggulangan Bencana Departemen Kesehatan (2006) dengan perekrutan tenaga
kerja medis maupun non medis khusus untuk kegiatan manajemen bencana
c. Perlu adanya penetapan dan sosialisasi kebijakan mengenai upaya pengelola program,
pengawasan serta koordinasi aktif terhadap penanggulangan bencana mulai dari pra
bencana, pada saat bencana dan pasca bencana

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Nurjanah, Sugiarto, R., Kuswanda, D., BP, S., & Adikoesoemo. (2013).
Manajemen Bencana. Jakarta: Alfabeta.
2. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2014. Rencana Nasional Penanggulangan
Bencana 2015-2019. Jakarta: BNPB.
3. Thulusia, C. 2008. Gambaran Penanggulangan Bencana Banjir di DKI Jakarta tahun
2007 oleh Subdinkes Gawat Darurat dan Bencana Dinas Kesehatan Provinsi DKI
Jakarta. Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia.
4. Pemerintah Republik Indonesia (RI). 2007. UndangUndang Republik Indonesia Nomor
24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Jakarta: Pemerintah RI.
5. Wilopo, S. A. 2017. Kompetensi Inti untuk Kedokteran Bencana dan Kesehatan
Masyarakat: Proposal untuk Revisi Standard Kompetensi Dokter Indonesia tahun 2017.
Yogyakarta: Fakultas Kedokteran: Universitas Gadjah Mada.
6. Anna Kurniati dan Ferry Efendi, Kajian SDM Kesehatan di Indonesia, Salemba
Medika, Jakarta, 2012 hal 3
7. A Potter, & Perry, A. G. 2007. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,. Proses,
Dan Praktik, edisi 4, Volume.2. Jakarta: EGC.
8. Lapau, B. 2013. Metode Penelitian Kesehatan, Metode Ilmiah Penulisan Skripsi, Tesis
dan Disertasi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor.
9. Nazir, M. 2014. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
10. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hal. 42.
11. Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, Edisi Revisi, Kencana,
Jakarta, 2014, hal. 133
12. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press Jakarta, 2012, hal. 101
13. Setiawati, I. (2020) ‘Gambaran pengetahuan dan sikap perawat tentang kesiapsiagaan
pelayanan kesehatan dalam menghadapi bencana banjir’, 10(2).

15

Anda mungkin juga menyukai