Disusun oleh:
Kelompok 7 IKM-A 2014
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun
makalah Manajemen Bencana dan KLB ini tepat pada waktunya. Dalam makalah
ini penulis akan membahas mengenai “Langkah Manajemen Kesehatan Reproduksi
Pasca Bencana Letusan Gunung Sinabung”.
Makalah ini berisikan tentang manajemen program penanggulangan pasca
bencana pada kesehatan reproduksi. Penyusunan makalah ini penulis banyak
mendapat tantangan dan hambatan dalam penulisannya. Penulis menyadari bahwa
masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu,
penulis mohon saran serta kritik yang dapat memperbaiki makalah ini lebih baik
lagi.
Akhir kata penulis sampaikan terima kasih pada semua pihak yang ikut
dalam membantu menyelesaikan tugas ini dan semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi penulis serta pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang memiliki potensi tinggi terjadinya berbagai
macam bencana. Salah satunya bencana gunung meletus, tidak heran jika
Indonesia memiliki julukan “Ring of Fire” karena memiliki banyak gunung
berapi. Hingga tahun 2012, Indonesia memiliki 127 gunung berapi aktif dengan
kurang lebih 5 juta penduduk yang berdiam di sekitarnya. Sejak 26 Desember
2004, setelah gempa besar dan tsunami terjadi, semua pola letusan gunung
berapi berubah, misalnya Gunung Sinabung, yang terakhir kali meletus pada
1600-an, tetapi tiba-tiba aktif kembali pada tahun 2010 dan meletus pada 2013.
Bencana yang terjadi juga dapat menimbulkan berbagai permasalahan salah
satunya adalah kesehatan reproduksi.
Semua orang termasuk mereka yang hidup dalam kondisi darurat bencana
berhak atas terjaganya kesehatan reproduksi. Kesehatan reproduksi adalah
keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata
terbebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala hal yang berkaitan dengan
sistem, fungsi dan proses reproduksinya. Manajemen kesehatan reproduksi
adalah suatu kegiatan pembinaan dan evaluasi yang meliputi aspek
perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi dalam lingkup nasional
dan lintas provinsi terkait dengan kesehatan reproduksi.
Kesehatan reproduksi sangat penting untuk diperhatikan dalam situasi krisis
seperti bencana karena kesehatan reproduksi merupakan hak setiap manusia dan
juga kebutuhan psikososial seseorang. Saat bencana, risiko kejadian kekerasan
seksual, penularan IMS, kehamilan yang tidak diinginkan, serta komplikasi
kehamilan meningkat. Selain itu, masalah kesehatan reproduksi lain yang
muncul ialah tempat persalinan kurang memadai dan kurangnya akses
pelayanan gawat darurat. Oleh karena itu, dalam situasi bencana, manajemen
kesehatan reproduksi sangat penting untuk dilakukan.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut.
1. Apa komponen dan indikator MISP dalam kesehatan reproduksi dalam
bencana?
2. Bagaimana manajemen program kesehatan reproduksi saat bencana?
3. Bagaimana penilaian dari Rapid Health Assesment pada kesehatan
reproduksi?
4. Bagaimana kebijakan program terkait kesehatan reproduksi saat terjadinya
bencana?
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah:
1. Mengetahui komponen dan indikator MISP dalam kesehatan reproduksi
dalam bencana
2. Mengetahui manajemen program kesehatan reproduksi saat bencana?
3. Mengetahui penilaian dari Rapid Health Assesment pada kesehatan
reproduksi
4. Mengetahui kebijakan program terkait kesehatan reproduksi saat terjadinya
bencana
1.4 Manfaat
Manfaat dari pembahasan makalah ini adalah:
1. Menjamin pemenuhan hak kesehatan reproduksi setiap orang yang
diperoleh melalui pelayanan kesehatan yang bermutu, aman, dan dapat
dipertanggungjawabkan sekalipun dalam situasi bencana.
2. Menjamin kesehatan ibu dalam usia reproduksi agar mampu melahirkan
generasi yang sehat dan berkualitas serta mengurangi angka kematian ibu
dalam situasi bencana.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Bencana
Definisi bencana dalam buku Disaster Management-A Disaster
Manager’s Handbook adalah suatu kejadian, alam, atau buatan manusai, tiba-
tiba atau progresif, yang menimbulkan dampak yang dahsyat (hebat) sehingga
komunitas (masyarakat) yang terkena atau terpengaruh harus merespon dengan
tindakan-tindakan luar biasa. Menurut UU No. 24 tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana mendefinisikan bencana sebagai “peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis”. Berdasarkan penyebabnya, bencana dibedakan atas 3 kategori yaitu
bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
longsor. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa kegagalan teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang
diakibatkan oleh perostiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh
manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas
masyarakat, dan teror.
Mengacu pada kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa bencana
merupakan suatu kejadian atau serangkaian eristiwa beupa gangguan atau
kekacauan yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam
maupun faktor manusia pada pola normal kehidupan yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda,
dan dampak psikologis. Gangguan atau kekacauan yang terjadi biasanya hebat,
terjadi tiba-tiba, tidak disangka dan dalam wilayah cakupan yang cukup luas.
Bencana dapat terjadi, karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa
atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan
(vulnerability) masyarakat. Bila terjadi hazard, tetapi masyarakat tidak rentan,
maka berarti masyarakat dapat mengatasi sendiri peristiwa yang mengganggu,
sementara bila kondisi masyarakat rentan, tetapi tidak terjadi peristiwa yang
mengancam maka tidak akan terjadi bencana.
2.2 Definisi Manajemen Bencana
Bencana adalah hasil dari munculnya kejadian luar biasa (hazard) pada
komunitas yang rentan (vulnerable) sehingga masyarakat tidak dapat mengatasi
berbagai implikasi dari kejadian luar biasa tersebut. Upaya untuk
menghindarkan masyarakat dari bencana baik dengan mengurangi kemungkinan
munculnya hazard maupun mengatasi kerentanan disebut dengan manajemen
bencana. Menurut William Nick Carter (1991) bahwa penganggulangan bencana
alam (disaster management) perlu diselengarakan melalui tahapan-tahapan :
persiapan (preparation), penghadangan atau penanganan (facing disaster),
perbaikan akibat kerusakan (reconstruction), pemfungsian kembali prasarana
dan sarana sosial yang rusak (rehabilitation), dan penjinakan gerak alam yang
menimbulkan bencana (mitigation). Tahapan-tahapan ini tidak mutlak, karena
salah satu tahapnya bisa mendahului yang lain. Dengan kata lain manajemen
bencana adalah sebuah ilmu pengetahuan terapan yang berupaya meningkatkan
tidakan-tindakan yang berkaitan dengan pencegahan, mitigasi,, kesiapsiagaan,
tanggap darurat dan pemulihan dengan menggunakan pengamatan dan analisa
yang sistematis atas bencana.
Pada dasarnya manajemen bencana merupakan sebuah proses yang
dinamis, proses tersebut terdiri dari fungsi manajemen klaksik yang meliputi
perencanaan, pengorganisasian, pembagian tugas, pengendalian dan
pengawasan. Proses tersebut juga melibatkan berbagai macam organisasi yang
harus bekerjasama untuk melakukan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan,
tanggap darurat, dan pemulihan akibat bencana.
Terdapat lima model manajemen bencana yaitu:
a. Disaster management continuum model. Model ini mungkin
merupakan model yang paling popular karena terdiri dari tahap-
tahap yang jelas sehingga lebih mudah diimplementasikan. Tahap-
tahap manajemen bencana di dalam model ini meliputi emergency,
relief, rehabilitation, reconstruction, mitigation, preparedness, dan
early warning.
b. Pre-during-post disaster model. Model manajemen bencana ini
membagi tahap kegiatan di sekitar bencana. Terdapat kegiatan-
kegiatan yang perlu dilakukan sebelum bencana, selama bencana
terjadi, dan setelah bencana. Model ini seringkali digabungkan
dengan disaster management continuum model.
c. Contract-expand model. Model ini berasumsi bahwa seluruh tahap-
tahap yang ada pada manajemen bencana (emergency, relief,
rehabilitation, reconstruction, mitigation, preparedness, dan early
warning) semestinya tetap dilaksanakan pada daerah yang rawan
bencana. Perbedaan pada kondisi bencana dan tidak bencana adalah
pada saat bencana tahap tertentu lebih dikembangkan (emergency
dan relief) sementara tahap yang lain seperti rehabilitation,
reconstruction, dan mitigation kurang ditekankan.
d. The crunch and release model. Manajemen bencana ini
menekankan upaya mengurangi kerentanan untuk mengatasi
bencana. Bila masyarakat tidak rentan maka bencana akan juga kecil
kemungkinannya terjadi meski hazard tetap terjadi.
e. Disaster risk reduction framework. Model ini menekankan upaya
manajemen bencana pada identifikasi risiko bencana baik dalam
bentuk kerentanan maupun hazard dan mengembangkan kapasitas
untuk mengurangi risiko tersebut.
Pendekatan lain adalah lingkaran manajemen bencana (disaster
management cycle) yang terdiri dari dua kegiatan besar. Pertama adalah
sebelum terjadinya bencana (pre event) dan kedua adalah setelah terjadinya
bencana (post event). Kegiatan setelah terjadinya bencana dapat berupa
disaster response/emergency response (tanggap bencana) ataupun disaster
recovery. Kegiatan yang dilakukan sebelum terjadinya bencana dapat
berupa disaster preparedness (kesiapsiagaan menghadapi bencana) dan
disaster mitigation (mengurangi dampak bencana). Ada juga yang
menyebut istilah disaster reduction, sebagai perpaduan dari disaster
mitigation dan disaster preparedness
Early warning
Mitigation
Protection
Recovery
Emergency
Responses/
Humanitarian
Reconstruction Relief
Damages, Losses
& Needs
Rehabilitation Assessment, and
CRISIS MANAGEMENT Master Plan/Action
Plan Formulation
2.3 Kesehatan Reproduksi Dalam Bencana
2.3.1 Definisi Kesehatan Reproduksi
Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial
yang menyeluruh dan tidak tidak semata-mata terbebas dari penyakit atau
kecacatan- dalam semua hal berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi
serta prosesnya. Kesehatan reproduksi oleh karena itu menyatakan bahwa
seseorang mampu memiliki kehidupan seks yang memuaskan dan aman dan
bahwa mereka memiliki kemampuan untuk bereproduksi dan bebas untuk
memutuskan, kapan dan seberapa sering melakukannya.
Situasi darurat bencana adalah suatu peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang telah mengakibatkan ancaman yang kritis terhadap kesehatan,
keselamatan, keamanan atau kesejahteraan suatu masyarakat atau sekelompok
besar orang. Kemampuan bertahan dari masyarakat yang terdampak menjadi
kewalahan dan bantuan dari luar dibutuhkan. Hal ini bisa merupakan akibat
dari peristiwa seperti konflik bersenjata, bencana alam, epidemi atau kelaparan
dan sering kali menyebabkan penduduk harus mengungsi.
Pada situasi bencana, laki-laki dan perempuan berhak untuk
memperoleh informasi dan memiliki akses ke metode-metode keluarga
berencana yang aman, efektif, terjangkau, dan dapat diterima, yang mereka
pilih sendiri, dan juga metode lainnya sesuai pilihan mereka sendiri untuk
pengaturan kesuburan yang tidak bertentangan dengan hukum. Mereka juga
harus memiliki hak untuk mengakses layanan kesehatan yang tepat yang
memungkinkan perempuan untuk menjalani kehamilan dan persalinan dengan
aman sehingga memberikan para pasangan peluang yang terbaik untuk
mendapatkan seorang bayi yang sehat.
2.3.2 Pedoman Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM)
Pedoman Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) merupakan
serangkaian kegiatan prioritas kesehatan reproduksi yang harus
dilaksanakan segera pada tanggap darurat krisis kesehatan untuk
menyelamatkan jiwa khususnya pada kelompok perempuan dan remaja
perempuan. PPAM Kesehatan Reproduksi, yang terdiri dari:
1. Identifikasi organisasi dan individu untuk memfasilitasi
koordinasi dan implementasi PPAM sebagai focal point.
Focal point ditunjuk untuk mengkoordinasikan kegiatan
kesehatan reproduksi sejak awal untuk mengatasi keadaan gawat
darurat. Focal point akan bekerja dibawah koordinator umum bidang
kesehatan. Semua organisasi pemberi bantuan harus bekerja sesuai
dengan tugasnya dan siap siaga terhadap keadaan darurat. Kepekaan
terhadap aspek kesehatan reproduksi dan gender harus selalu
ditekankan dalam setiap pelatihan sumber daya manusia. Tenaga
kesehatan yang berpengalaman dalam bidang kesehatan reproduksi
harus ditempatkan paling sedikit selama 6 bulan, sesuai dengan
waktu yang diperkirakan untuk memantapkan pelayanan kesehatan
reproduksi komprehensif.
2. Pencegahan dan manajemen kekerasan seksual dan akibatnya
Semua petugas yang terlibat dalam penanggulangan keadaan
darurat harus sensitif terhadap masalah kekerasan seksual. Langkah-
langkah untuk membantu korban kekerasan seksual, termasuk
perkosaan, harus sudah disusun pada fase awal darurat. Korban
kekerasan seksual harus segera dirujuk ke fasilitas kesehatan dan
pihak yang berwajib harus terlibat untuk memberikan perlindungan
dan dukungan hukum.
3. Menekan penularan HIV
Upaya yang dilakukan dalam hal pencegahan HIV/AIDS
secara umum adalah dengan cara memberikan informasi mengenai
penyakit HIV Aids kepada kelompok orang yang beresiko tinggi
dalam terkena serangan penyakit ini.
A. Melaksanakan tindakan kewaspadaan universal (universal
precaution). Dalam keadaan darurat ada kecenderungan
mengabaikan tindakan kewaspadaan universal. Mematuhi
dan melaksanakan kewaspadaan universal/universal
precaution terhadap HIV dan AIDS Tindakan kewaspadaan
universal harus ditekankan pada pertemuan pertama dengan
para koordinator kesehatan. Dalam keadaan darurat, terdapat
kecenderungan mengabaikan tindakan kewaspadaan
universal sehingga membahayakan pasien dan juga petugas
kesehatan
B. Menjamin tersedianya kondom secara gratis. Kondom harus
dijamin ketersediaannya sejak awal dalam jumlah cukup.
Masyarakat harus diinformasikan tentang ketersediaan
kondom di fasilitas kesehatan dan fasilitas lainnya.
PEMBAHASAN
3.1 Penilaian RHA Kesehatan Reproduksi
Berdasarkan penilaian cepat atau Rapid Health Assesment (RHA) yang telah
dilakukan, sumber daya manusia perlu diperhatikan terutama yang masih berada
dalam radius 5-10 km yang mana pada area tersebut merupakan area yang rawan
terkena dampak dari erupsi Gunung Sinabung.
Data Penduduk yang Terkena Dampak Letusan Gunung Sinabung dan
Dampak:
PENUTUP
4.1 Keseimpulan
Kesehatan reproduksi sangat penting untuk diperhatikan dalam situasi
krisis seperti bencana karena kesehatan reproduksi merupakan hak setiap
manusia dan juga kebutuhan psikososial seseorang.
Saat bencana, risiko kejadian kekerasan seksual, penularan IMS,
kehamilan yang tidak diinginkan, serta komplikasi kehamilan meningkat.
Selain itu, masalah kesehatan reproduksi lain yang muncul ialah tempat
persalinan kurang memadai dan kurangnya akses pelayanan gawat darurat.
Oleh karena itu, dalam situasi bencana, manajemen kesehatan reproduksi
sangat penting untuk dilakukan.
Program kesehatan reproduksi dalam situasi darurat bencana dapat
berjalan apabila telah prinsip-prinsip dasar telah berjalan sesuai dengan
fungsinya. Prinsip-prinsip dasar tersebut antara lain koordinasi, kualitas
pelayanan, komunikasi, partisipasi masyarakat, pengembangan kapasitas
teknis dan manajemen, akuntabilitas, hak asasi manusia (hak reproduksi), serta
advokasi.
Upaya kesehatan reproduksi pada situas idarurat bencana dilaksanakan
melalui penerapan komponen PPAM yang meliputi komponen keluarga
berencana, kekerasan berbasis gender, perawatan ibu dan bayi baru lahir, dan
IMS, pencegahan, dan pengobatan HIV. Selain itu layanan kesehatan
reproduksi komprehensif juga perlu dilaksanakan agar kesehatan reproduksi
pengungsi tetap terjaga.
Siklus proyek membantu petugas dan manajer program kesehatan
reproduksi memahami bagaimana masing-masing dapat digunakan untuk
menginformasikan perihal pembuatan keputusan sepanjang siklus rancangan
program, perencanaan dan pelaksanaannya
DAFTAR PUSTAKA
Bappenas. 2009. Pengarusutamaan Penanggulangan Bencana Dalam
Perencanaan Pembangunan. Diunduh dari https://www.bappenas.go.id pada
tanggal 07 November 2017
FKUB. 2014. Safe motherhood. http://bidan.fk.ub.ac.id/wp-
content/uploads/2014/08/Safe-Motherhood.pptm diakses kamis, 9
november 2017
Kementrian Kesehatan RI. 2015. Buku Pedoman Paket Pelayanan Awal Minimum
(PPAM) Kesehatan Reproduksi pada Krisis Kesehatan.
http://kesga.kemkes.go.id/images/pedoman/PEDOMAN%20KESPRO%20P
PAM.pdf. Diunduh pada 8 November 2017.
Naga, Mayang Anggraini. 2009. Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta. Diakses dari
laman : http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-paper-6688-KIA-1-
1.pdf
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
Prayogo, Kosmos. 2008. Pengaruh Manajemen Bencana .... Program Pascasarjana
Universitas Indonesia. Diunduh dari lib.ui.ac.id /files pada tanggal 07
November 2017
TUGAS PAK WINDHU
Situasi
20.000 orang mengungsi karena gempa bumi dan banjir ke daerah pegunungan.
Mereka tinggal di tenda-tenda yang dibuat secara darurat. Sekitar 1000 pengungsi
lagi diperkirakan akan datang.
a. jumlah pusat pelayanan kesehatan yang ada di daerah tersebut sedikit sekali
b. ada Rumah Sakit di kota terdekat dengan jarak 20 km
c. perempuan mengambil air dari sungai dekat tenda darurat
d. memsak menggunkan kayu bakar yang diambil dengfan jarak i km
e. ada laporan terjadi kekerasan dan ancaman
Respon
1. Kebutuhan apa yang segera diperlukan oleh pengungsi?
2. Intervensi ‘RH’ apa yang harus diimplemntasikan menurut anda
berdasarkan prioritas?
JAWAB
1. Kebutuhan apa yang segera diperlukan oleh pengungsi?
a. Air bersih
b. Fasiltas pelayanan kesehatan
c. Dapur umum
d. Perlindungan dari ancaman kekerasan dan acaman
e. Sarana transportasi ke rumah sakit
f. Tenda asmara
2. Intervensi RH apa yang harus diimplementasikan menurut anda berdasarkan
prioritas?
a. Penyediaan air bersih yang cukup di tempat pengungsian.
b. Penambahan fasilitas pelayanan kesehtana untuk mengantisipasi jumlah
pengungsi yang terus bertambah.
c. Pengadaan dapur umum yang memnuhi syarat kesehatan.
d. Perlindungan dari kekerasan dan ancaman selama dan setelah tahap
darurat dari aparat penegak hukum dan pejabat lokal yang harus
didorong untuk mengambil langkah-langkah efektif yang menjamin
keamanan pengungsi yang terkena dampak bencana alam.
e. Penyediaan sarana transportasi yang sesuai dengan medan pada wilayah
terdampak ke rumah sakit.