Anda di halaman 1dari 56

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN


PRESTASI BELAJAR SISWA PADA BIDANG
STUDI BIOLOGI MELALUI PENERAPAN
METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
STAD
PADA SISWA KELAS X-IPA-2 SEMESTER I
SMA NEGERI 1 TAMBAKREJO TAHUN PELAJARAN 2020/2021

AMRUL ZAINAL ABIDIN, S.PD

2020
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN
PRESTASI BELAJAR SISWA PADA BIDANG
STUDI BIOLOGI MELALUI PENERAPAN
METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
STAD

Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas X-IPA-2 Semester I


SMA Negeri 1 Tambakrejo Tahun Pelajaran 2020/2021

OLEH:
AMRUL ZAINAL ABIDIN, S.Pd

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR


DINAS PENDIDIKAN
SMA NEGERI 1 TAMBAKREJO
2022
ABSTRAK

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA


BIDANG STUDI BIOLOGI MELALUI PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE STAD

Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas X-IPA-2 Semester I SMA Negeri 1
Tambakrejo Tahun Pelajaran 2020/2021

Disusun oleh: AMRUL ZAINAL ABIDIN, S.Pd

SMA Negeri 1 Tambakrejo-Bojonegoro

Penelitian tindakan ini dilatarbelakangi oleh permasalahan yang timbul dalam


pembelajaran Biologi, khususnya pada materi atau kompetensi dasar ”Mendeskripsikan ciri-
ciri virus, replikasi dan peranannya dalam kehidupan” di kelas X-IPA-2 Semester I SMA
Negeri 1 Tambakrejo Tahun Pelajaran 2020/2021. Guru dengan berbagai cara telah
mengusahakan agar semua siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran standar
juga telah dilaksanakan, berbagai media pembelajaran yang ada di sekolah telah
dimanfaatkan, berbagai bentuk penugasan telah pula diberikan untuk dilaksanakan oleh
siswa, baik di dalam maupun di luar kelas, mulai dari tugas melakukan observasi, melakukan
eksperimen, membuat laporan singkat hasil eksperimen atau hasil observasi, mengerjakan
LKS, dan lain sebagainya. Namun demikian, dalam berbagai kesempatan tanya jawab,
diskusi kelas, maupun ulangan harian, aktivitas dan prestasi belajar mereka sangat rendah.

Berdasarkan catatan guru, aktivitas siswa dalam tanya jawab dan diskusi kelas
masing-masing hanya sebesar 30% dan 35% dari 40 siswa yang ada. Sebagian besar dari
siswa justru memperlihatkan aktivitas yang tidak relevan dengan pembelajaran, seperti
kelihatan bengong dan melamun, kurang bergairah, kurang memperhatikan, bermain-main
sendiri, berbicara dengan teman ketika dijelaskan, canggung berbicara atau berdialog dengan
teman waktu diskusi, dan lain sebagainya. Sementara itu dari hasil ulangan harian/ulangan
blok, prestasi belajar mereka hanya sebesar 45% yang berhasil mencapai batas KKM
(Kriteria Ketuntasan Minimal). Padahal KKM yang ditetapkan bagi Kelas X SMA Negeri 1
Tambakrejo Tahun Pelajaran 2020/2021 untuk mata pelajaran biologi hanya sebesar 65.

Melihat data aktivitas dan prestasi belajar siswa yang demikian rendah tersebut jelas
hal itu mengindikasikan adanya permasalahan serius dalam kegiatan pembelajaran yang harus
segera dicarikan pemecahannya.

Bertolak dari permasalahan tersebut kemudian dilakukan refleksi dan konsultasi


dengan guru sejawat untuk mendiagnosis faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab
timbulnya masalah. Dari situ diperoleh beberapa faktor kemungkinan penyebab, di antaranya
adalah:
1. faktor rendahnya minat dan motivasi belajar siswa;

2. faktor penyampaian materi dari guru;

3. faktor pengelolaan kelas; dan

4. faktor kesulitan adaptasi dan kerjasama di antara siswa.

Dari berbagai faktor kemungkinan penyebab tersebut Guru lebih condong pada faktor
ke-4, yaitu faktor kesulitan adaptasi dan kerjasama di antara siswa, dan hal itu diduga kuat
sebagai faktor utama penyebab rendahnya aktivitas dan prestasi belajar siswa Kelas X-IPA-2
Semester I SMA Negeri 1 Tambakrejo Tahun Pelajaran 2020/2021 pada mata pelajaran
Biologi, khususnya pada materi/Kompetensi Dasar: “Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan
peranan virus dalam kehidupan”. Dugaan tersebut sangat beralasan, karena bagi siswa kelas
X, suasana sekolah di lingkungan SMA adalah suasana baru, yang jelas berbeda dalam segala
sesuatunya dengan suasana dan lingkungan sekolah mereka sebelumnya, baik itu menyangkut
tempat, teman sekolah, mata pelajaran, guru, dan lain sebagainya, yang kesemuanya masih
memerlukan waktu bagi mereka untuk beradaptasi dengan baik. Kesulitan siswa dalam
beradaptasi, terutama dengan materi pelajaran di SMA dan dengan teman-teman sekelas,
sangat mungkin menjadi penyebab utama rendahnya aktivitas mereka dalam pembelajaran
dan juga rendahnya prestasi belajar yang mereka capai.

Sebagai langkah dan upaya pemecahan terhadap masalah yang timbul dalam
pembelajaran biologi di Kelas X-IPA-2 Semester I SMA Negeri 1 Tambakrejo tersebut maka
dilakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau disebut pula dengan istilah Classroom
Action Research. Pendekatan dari segi metode pembelajaran yang dipilih dan digunakan
dalam penelitian tindakan ini adalah “Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student
Teams-Achievement Divisions atau Tim Siswa Kelompok Prestasi)”.

Banyak ahli berpendapat bahwa metode pembelajaran kooperatif (cooperative


learning) memiliki keunggulan dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit.
Pembelajaran kooperatif juga dinilai bisa menumbuhkan sikap multikultural dan sikap
penerimaan terhadap perbedaan antar-individu, baik itu menyangkut perbedaan kecerdasan,
status sosial ekonomi, agama, ras, gender, budaya, dan lain sebagainya. Selain itu yang lebih
penting lagi, pembelajaran kooperatif mengajarkan keterampilan bekerja sama dalam
kelompok atau teamwork. Pembelajaran kooperatif sangat menekankan tumbuhnya aktivitas
dan interaksi di antara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai
materi pelajaran demi tercapainya prestasi belajar yang optimal.

Berdasarkan latar pemikiran yang telah terurai maka penelitian tindakan kelas ini
diformulasikan dengan judul sebagai berikut: “UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS
DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA BIDANG STUDI BIOLOGI MELALUI
PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (Penelitian
Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas X-IPA-2 Semester I SMA Negeri 1 Tambakrejo Tahun
Pelajaran 2020/2021)”.

Pada akhirnya diharapkan, melalui penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe


STAD itu nantinya bisa memicu dan memacu tumbuhnya semangat kebersamaan, saling
membantu dan saling memotivasi di antara siswa, yang pada gilirannya juga bisa
meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi belajar mereka pada bidang studi biologi,
khususnya pada materi dan atau Kompetensi Dasar: “Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan
peranan virus dalam kehidupan”.

Adapun masalah utama yang ingin dicarikan pemecahannya melalui penelitian


tindakan ini adalah:

1. Apakah penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD bisa meningkatkan


aktivitas belajar siswa Kelas X-IPA-2 Semester I SMA Negeri 1 Tambakrejo Tahun
Pelajaran 2020/2021 pada bidang studi Biologi, khususnya pada materi/Kompetensi
Dasar: “Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi dan peranan virus dalam kehidupan”?

2. Apakah penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD bisa meningkatkan


prestasi belajar siswa Kelas X-IPA-2 Semester I SMA Negeri 1 Tambakrejo Tahun
Pelajaran 2020/2021 pada bidang studi Biologi, khususnya pada materi/Kompetensi
Dasar: “Mendiskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan peranan virus dalam kehidupan”?

Sehubungan dengan permasalahan tersebut, dari penelitian tindakan kelas yang telah
dilakukan diperoleh hasil bahwa melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD,
aktivitas belajar siswa pada pembelajaran Biologi di sini pada akhir siklus II mencapai hasil
yang fantastis, ditunjukkan dengan besaran angka prosentase sebesar 87,5% atau mengalami
peningkatan sebesar 25% dari siklus I. Sementara di sisi lain, aktivitas siswa yang tidak
relevan dengan pembelajaran mengalami penurunan yang cukup mengesankan sampai ke
tingkat yang serendah mungkin, ditunjukkan dengan besaran angka prosentase rata-rata
sebesar 12,5% pada akhir siklus II, atau mengalami penurunan sebesar 27,5% dari siklus I.

Selanjutnya, terkait dengan prestasi belajar dan ketuntatasan belajar siswa, penelitian
tindakan ini telah berhasil meningkatkan prestasi belajar dan atau ketuntasan belajar siswa
sebesar 15% dari siklus I ke siklus II. Angka prosentase kenaikan prestasi belajar siswa ini
sudah jauh melampaui kriteria pengujian hipotesis yang telah ditetapkan, yakni sebesar 10%
kenaikan dari siklus I ke siklus II. Dengan ini maka 85% lebih (tepatnya, 87,5%) dari siswa
subyek penelitian ini telah mengalami ketuntatasan belajar, yang berarti juga telah melampaui
batas kriteria ketuntasan yang telah ditetapkan dalam penelitian ini, yakni sebesar 85% siswa
dalam kelas harus mencapai ketuntasan belajar sebagai syarat keberhasilan penelitian
tindakan ini.

Dari hasil-hasil penelitian tindakan yang telah disebutkan, maka kedua hipotesis
penelitian yang telah dirumuskan untuk menjawab kedua permasalahan utama yang ada
dalam penelitian tindakan ini terbukti bisa diterima kebenarannya secara sah dan
meyakinkan.

Dari sini kemudian dirasakan perlu untuk memberikan saran, terutama kepada teman
sejawat guru, jika menghadapi masalah yang sama atau mirip dengan masalah pembelajaran
yang ada dalam penelitian tindakan ini, patut kiranya untuk dicoba mengatasinya melalui
penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD, baik untuk bidang studi yang sama dengan ini
ataupun untuk bidang studi yang lainnya. Mengingat satu dan lain hal, pembelajaran
kooperatif tipe STAD di samping prosedur penerapannya sederhana dan mudah, dampak
yang ditimbulkannya bagi peningkatan aktivitas belajar siswa sangat mengesankan dan
sangat sesuai dengan tuntutan paradigma pendidikan yang berkembang belakangan ini, yakni
pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan (PAIKEM) sesuai dengan
motto: “learning is fun”.

Bojonegoro, Desember 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak ditetapkannya Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tetang Standar Isi dan
berikutnya Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL),
maka di sekolah-sekolah dari jenjang pendidikan dasar dan menengah diterapkan kurikulum
baru yang dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, disingkat KTSP,
sebagai penyempurnaan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Tahun 2004. Semangat
yang mendasari pemberlakuan KTSP ini adalah semangat perubahan, perubahan dari suasana
keterpasungan menjadi suasana yang penuh dengan kebebasan dan kreativitas. Dari segi
proses pembelajaran, KTSP menghembuskan perubahan dari model pembelajaran yang
berpusat pada guru (teacher centered) menjadi model pembelajaran yang berpusat pada
subyek didik (students centered), perubahan dari kegiatan mengajar menjadi kegiatan
membelajarkan, dan seterusnya, dan seterusnya.

Penerapan KTSP membuat guru semakin pintar dan kreatif, karena mereka dituntut
harus mampu menyusun sendiri kurikulum yang sesuai dan tepat bagi peserta didiknya, guru
dituntut harus mampu merencanakan sendiri materi pelajarannya untuk mencapai kompetensi
yang telah ditetapkan. Hal ini jelas berbeda dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya yang
datang dari dan dibuat oleh Pemerintah Pusat, dan guru hanya tinggal menerapkannya,
sehingga nyaris tidak memberikan ruang dan tantangan bagi perkembangan ide dan
kreativitas dari guru.

Namun demikian, di balik perubahan-perubahan besar dan mendasar yang


dihembuskan oleh KTSP, tantangan yang dihadapi oleh guru tidaklah semakin ringan,
melainkan semakin berat. Penerapan Standar Isi dan Standar Kompetensi sebagai acuan dasar
dalam penyusunan KTSP membawa konsekuensi yang tidak ringan dalam implementasinya
di lapangan. Itu berarti KTSP menuntut adanya profesionalisme yang tinggi dari guru.

Dan dalam kaitannya dengan konsep pembelajaran biologi, KTSP menghendaki


dilakukakannya perubahan mendasar dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Kesalahan yang
selama ini terjadi dalam penyelenggaraan pembelajaran biologi tidak boleh terulang lagi.
Tugas guru sekarang ini bukanlah ”mengajar biologi”, tetapi ”membelajarkan siswa tentang
biologi”. Itu berarti bahwa kegiatan pembelajaran harus berpusat pada siswa, dan bukan pada
guru. Guru tidak lagi harus mendominasi kegiatan pembelajaran dengan metode ceramah
sampai berbusa-busa, sementara siswa hanya duduk manis mendengarkan sambil bengong
atau bahkan sampai terkantuk-kantuk.
Biologi sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu yang lahir dan
berkembang berdasarkan observasi dan eksperimen. Dengan demikian, belajar Biologi tidak
cukup hanya dengan menghafalkan fakta dan konsep yang sudah jadi, tetapi dituntut pula
menemukan fakta-fakta dan konsep-konsep tersebut melalui observasi dan eksperimen.
Melalui pembelajaran biologi siswa dilibatkan secara aktif untuk melakukan eksplorasi alam.
Melalui proses inilah dapat dikembangkan Keterampilan Sains (Keterampilan Proses
Ilmiah), sehingga pengalaman belajar yang benar-benar bermakna tentang Sains dapat
diperoleh subyek didik.

Keterampilan-keterampilan dalam bidang Sains (Biologi) meliputi:

 Observasi

 Klasifikasi, prediksi, inferensi

 Membuat hipotesis

 Mendisain dan melakukan percobaan

 Menggunakan alat ukur (pengamatan)

 Identifikasi variabel

 Mengontrol variabel

 Mengumpulkan data

 Mengorganisasi data (tabel, grafik, dll)

 Memaknakan data, tabel, dan grafik

 Menyusun kesimpulan

 Mengkomunikasikan hasil/ide/secara tertulis atau lisan

Keterampilan Sains yang dimiliki siswa merupakan pintu gerbang untuk menguasai
pengetahuan yang lebih tinggi dan akhirnya merupakan kecakapan hidup (Life Skill), karena
dengan keterampilan Sains yang dimiliki, maka siswa secara mental siap untuk menghadapi
permasalahan yang terjadi dalam hidupnya.

Dengan demikian proses belajar mengajar Biologi bukan sekedar transfer ilmu dari
guru kepada siswa. Pola interaksi seharusnya terjadi antara siswa dengan materi (obyek), dan
guru hanya bertindak sebagai motivator, fasilitator dan supervisor. Itulah perubahan
mendasar dalam pola pembelajaran biologi yang harus diakomodir dan disikapi secara positif
oleh guru biologi seiring dengan penerapan KTSP.
Namun demikian, meskipun sikap positif terhadap perubahan telah diakomodir oleh
guru, bukan berarti bahwa guru akan serta merta terbebas sama sekali dari masalah-masalah
yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran di kelas sepertinya
akan selalu memunculkan permasalahan seiring dengan perkembangan pribadi subyek didik
dan seiring pula dengan perkembangan sekolah dan tuntutan masyarakat yang semakin
dinamis. Terkait dengan itu tugas guru adalah merespon dan mencari pemecahan terhadap
setiap masalah yang timbul sepanjang masih dalam batas jangkauan kompetensi dan
profesinya demi terciptanya suasana belajar yang lebih baik dan kondusif dan demi
tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Seperti halnya yang terjadi dalam pembelajaran biologi di Kelas X-IPA-2 Semester I
SMA Negeri 1 Tambakrejo Tahun Pelajaran 2020/2021, khususnya terhadap penguasaan
materi/Kompetensi Dasar: “Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan peran virus dalam
kehidupan”. Guru dengan berbagai cara telah mengusahakan agar semua siswa aktif dalam
kegiatan pembelajaran. Pembelajaran standar juga telah dilakukan oleh guru, berbagai media
pembelajaran yang ada di sekolah telah dimanfaatkan, berbagai bentuk penugasan telah pula
diberikan untuk dilaksanakan oleh siswa, baik di dalam maupun di luar kelas, mulai dari
tugas melakukan observasi, melakukan eksperimen, membuat laporan singkat hasil
eksperimen atau hasil observasi, mengerjakan LKS, dan lain sebagainya. Namun demikian,
dalam berbagai kesempatan tanya jawab, diskusi kelas, maupun ulangan harian, aktivitas dan
prestasi belajar mereka sangat rendah. Berdasarkan catatan guru, aktivitas siswa dalam tanya
jawab dan diskusi kelas masing-masing hanya sebesar 30% dan 35% dari 40 siswa yang ada.
Sebagian besar dari siswa justru memperlihatkan aktivitas yang tidak relevan dengan
pembelajaran, seperti kelihatan bengong dan melamun, kurang bergairah, kurang
memperhatikan, bermain-main sendiri, berbicara dengan teman ketika dijelaskan, canggung
berbicara atau berdialog dengan teman waktu diskusi, dan lain sebagainya. Sementara itu
dari hasil ulangan harian/ulangan blok, prestasi belajar mereka hanya sebesar 45% yang
berhasil mencapai batas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Padahal KKM yang ditetapkan
bagi Kelas X SMA Negeri 1 Tambakrejo Tahun Pelajaran 2020/2021 untuk mata pelajaran
biologi hanya sebesar 65.

Melihat data aktivitas dan prestasi belajar siswa yang demikian rendah tersebut jelas
hal itu mengindikasikan adanya permasalahan serius dalam kegiatan pembelajaran yang harus
segera dicarikan pemecahannya.

Bertolak dari permasalahan tersebut kemudian dilakukan refleksi dan konsultasi


dengan guru sejawat untuk mendiagnosis faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab
timbulnya masalah. Dari situ diperoleh beberapa faktor kemungkinan penyebab, di antaranya
adalah:
1. faktor rendahnya minat dan motivasi belajar siswa;

2. faktor penyampaian materi dari guru;

3. faktor pengelolaan kelas; dan

4. faktor kesulitan adaptasi dan kerjasama di antara siswa.

Dari berbagai faktor kemungkinan penyebab tersebut Guru lebih condong pada faktor
ke-4, yaitu faktor kesulitan adaptasi dan kerjasama di antara siswa, dan diduga kuat sebagai
faktor utama penyebab rendahnya aktivitas dan prestasi belajar siswa Kelas X-IPA-2
Semester I SMA Negeri 1 Tambakrejo Tahun Pelajaran 2020/2021 pada mata pelajaran
Biologi, khususnya pada materi/Kompetensi Dasar: “Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan
peranan virus dalam kehidupan”. Dugaan tersebut sangat beralasan, karena bagi siswa kelas
X, suasana sekolah di lingkungan SMA adalah suasana baru, yang jelas berbeda dalam segala
sesuatunya dengan suasana dan lingkungan sekolah mereka sebelumnya, baik itu menyangkut
tempat, teman sekolah, mata pelajaran, guru, dan lain sebagainya, yang kesemuanya masih
memerlukan waktu bagi mereka untuk beradaptasi dengan baik. Kesulitan siswa dalam
beradaptasi, terutama dengan materi pelajaran di SMA dan dengan teman-teman sekelas,
sangat mungkin menjadi penyebab utama rendahnya aktivitas mereka dalam pembelajaran
dan juga rendahnya prestasi belajar yang mereka capai.

Sebagai langkah dan upaya pemecahan terhadap masalah yang timbul dalam
pembelajaran biologi di Kelas X-IPA-2 Semester I SMA Negeri 1 Tambakrejo tersebut maka
dilakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau disebut pula dengan istilah Classroom
Action Research. Pendekatan dari segi metode pembelajaran yang dipilih dan digunakan
dalam penelitian tindakan ini adalah “Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student
Teams-Achievement Divisions)”.

Banyak ahli berpendapat bahwa metode pembelajaran kooperatif (cooperative


learning) memiliki keunggulan dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit.
Pembelajaran kooperatif juga dinilai bisa menumbuhkan sikap multikultural dan sikap
penerimaan terhadap perbedaan antar-individu, baik itu menyangkut perbedaan kecerdasan,
status sosial ekonomi, agama, ras, gender, budaya, dan lain sebagainya. Selain itu yang lebih
penting lagi, pembelajaran kooperatif mengajarkan keterampilan bekerja sama dalam
kelompok atau teamwork. Pembelajaran kooperatif sangat menekankan tumbuhnya aktivitas
dan interaksi di antara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai
materi pelajaran demi tercapainya prestasi belajar yang optimal.

Berdasarkan latar pemikiran yang telah terurai maka penelitian tindakan kelas ini
diformulasikan dengan judul sebagai berikut: “UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS
DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA BIDANG STUDI BIOLOGI MELALUI
PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (Penelitian
Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas X-IPA-2 Semester I SMA Negeri 1 Tambakrejo Tahun
Pelajaran 2020/2021)”.

Pada akhirnya diharapkan, melalui penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe


STAD itu nantinya bisa memicu dan memacu tumbuhnya semangat kebersamaan, saling
membantu dan saling memotivasi di antara siswa, yang pada gilirannya juga bisa
meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi belajar mereka pada bidang studi biologi,
khususnya pada materi dan atau Kompetensi Dasar: “Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan
peranan virus dalam kehidupan”.

B. Rumusan Masalah

Untuk memberikan arahan bagi pelaksanaan penelitian, maka perlu dirumuskan


masalah-masalah pokok yang ingin dicarikan jawaban pemecahannya melalui penelitian
tindakan ini, sebagai berikut:

1. Apakah penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD bisa meningkatkan


aktivitas belajar siswa Kelas X-IPA-2 Semester I SMA Negeri 1 Tambakrejo Tahun
Pelajaran 2020/2021 pada bidang studi Biologi, khususnya pada materi/Kompetensi
Dasar: “Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi dan peranan virus dalam kehidupan”?

2. Apakah penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD bisa meningkatkan


prestasi belajar siswa Kelas X-IPA-2 Semester I SMA Negeri 1 Tambakrejo Tahun
Pelajaran 2020/2021 pada bidang studi Biologi, khususnya pada materi/Kompetensi
Dasar: “Mendiskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan peranan virus dalam kehidupan”?

C. Tujuan Penelitian Tindakan

Penelitian tindakan ini bertujuan:

1. Ingin mengetahui ada tidaknya peningkatan aktivitas belajar melalui penerapan metode
pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa Kelas X-IPA-2 Semester I SMA Negeri 1
Tambakrejo Tahun Pelajaran 2020/2021 dalam bidang studi Biologi, khususnya pada
materi/Kompetensi Dasar: “Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan peranan virus dalam
kehidupan”.

2. Ingin mengetahui ada tidaknya peningkatan prestasi belajar melalui penerapan metode
pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa Kelas X-IPA-2 Semester I SMA Negeri 1
Tambakrejo Tahun Pelajaran 2020/2021 dalam bidang studi Biologi, khususnya pada
materi/Kompetensi Dasar: “Mendiskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan peranan virus dalam
kehidupan”.
D. Batasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya permasalahan yang tidak diinginkan, maka perlu


diberikan batasan-batasan dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1. Penelitian tindakan ini hanya dilakukan terhadap siswa kelas X-IPA-2 Semester I SMA
Negeri 1 Tambakrejo Tahun Pelajaran 2020/2021.

2. Penelitian ini berlaku dalam ruang lingkup kegiatan pembelajaran bidang studi Biologi,
khususnya pada materi atau Kompetensi Dasar: “Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan
peranan virus dalam kehidupan”.

3. Rentang waktu pelaksanaan penelitian tindakan ini hanya berlangsung selama kurang
lebih 3 (bulan) mulai dari awal bulan September sampai dengan akhir Nopember 2007.

4. Pelaku dan pelaksana penelitian tindakan ini dilakukan secara individual oleh guru
bidang studi yang bersangkutan sendiri.

E. Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat, sekecil apapun, kepada:

1. Siswa; mereka diharapkan bisa mengambil pelajaran yang berharga tentang betapa
pentingnya kerjasama, saling membantu dan saling memotivasi demi tercapainya tujuan
bersama yang diinginkan, termasuk salah satu di antaranya adalah demi tercapainya
tujuan pembelajaran dan prestasi belajar yang telah ditetapkan bagi suatu lembaga, kelas
atau kelompok. Lebih dari itu, siswa secara sadar belajar menerapkan prinsip “simbiosis
mutualisme” dalam kehidupan riil di kelas, sebagaimana diajarkan dalam ilmu biologi,
demi kelangsungan hidup dan kemajuan ekosistem sekolah. Dengan kata lain, hasil
penelitian ini diharapkan bisa semakin meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi belajar
siswa Kelas X-IPA-2 Semester I SMA Negeri 1 Tambakrejo Tahun Pelajaran 2020/2021
pada bidang studi Biologi, khususnya pada penguasaan materi atau Kompetensi Dasar:
“Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi dan peran virus dalam kehidupan”.

2. Guru; hasil penelitian ini diharapkan bisa semakin meningkatkan kompetensi dan
profesionalisme guru dalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran yang
aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan demi tercapainya tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan. Sehingga dengan begitu aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa bisa
ditingkatkan secara optimal.
3. Sekolah; hasil penelitian ini setidaknya bisa menambah referensi dan khazanah bagi
kepustakaan sekolah, yang suatu saat mungkin berguna sebagai bahan pertimbangan
dalam menetapkan kebijakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di sekolah setempat.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Aktivitas Belajar Siswa

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan


kegiatan yang paling pokok. Ini berarti berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan
banyak bergantung pada bagaimana proses belajar itu dilakukan oleh peserta didik.
Pertanyaannya sekarang adalah, apakah belajar itu?

Dari pertanyaan sederhana tersebut tentu akan kita dapatkan beragam jawaban dengan
berbagai argumen yang tidak bisa dibilang sederhana. Hal itu wajar mengingat perbuatan
yang disebut belajar itu dalam kenyataannya memang ada bermacam-macam bentuk dan
jenisnya. Ada yang berpendapat bahwa belajar merupakan kegiatan menghafal fakta-fakta.
Guru yang berpendapat demikian akan merasa puas jika murid-muridnya telah sanggup
menghafal sejumlah fakta di luar kepala. Pendapat lain mengatakan bahwa belajar adalah
sama dengan latihan, sehingga hasil belajar akan nampak dalam keterampilan-keterampilan
tertentu yang bersifat mekanis atau otomatis. Alhasil, banyak definisi tentang apa itu belajar,
dan setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda satu sama lain.

Menurut James O. Whittaker (dalam Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, 1991),
belajar dapat didefinisikan sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah
melalui latihan atau pengalaman (”Learning may be difined as the process by which behavior
originates or is altered through training or experience”).

Hampir senada dengan pendapat di atas, Howard L. Kingsley (dalam Abu Ahmadi
dan Widodo Supriyono, 1991) menyatakan sebagai berikut: “Learning is the process by
which behavior (in the broader sense) is originated or changed through practice or training”
{Belajar adalah proses di mana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah
melalui praktek atau latihan}.

Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam
pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata (2005) menyebutkan
bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar.

Menurut Winarno Surakhmad (1980), belajar dapat dipandang sebagai hasil, sebagai
proses dan sebagai sebuah fungsi. Belajar dipandang sebagai hasil bilamana guru terutama
hanya melihat bentuk terakhir dari berbagai pengalaman interaksi edukatif. Yang
diperhatikan adalah menampaknya sifat dan tanda-tanda tingkah laku yang dipelajari.
Adapun belajar dipandang sebagai proses dimaksudkan adalah sebagai proses di mana guru
terutama melihat apa yang terjadi selama murid menjalani pengalaman-pengalaman edukatif
untuk mencapai sesuatu tujuan. Yang diperhatikan adalah pola-pola tingkah laku selama
pengalaman belajar itu berlangsung. Selanjutnya, belajar dipandang sebagai fungsi
dimaksudkan adalah bilamana perhatian ditujukan pada aspek-aspek yang menentukan atau
yang memungkinkan terjadinya perubahan tingkah laku manusia di dalam pengalaman
edukatif.

Sementara itu menurut Moh. Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu
proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara
keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan
lingkungannya”.

Jadi, kata kunci dari belajar menurut pendapat tersebut adalah perubahan perilaku.
Lebih lanjut Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan perilaku yang
diperoleh dari belajar, sebagai berikut:

1. Perubahan yang disadari dan disengaja (intensional).

Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang
bersangkutan. Begitu juga dengan hasil-hasilnya, individu yang bersangkutan menyadari
bahwa dalam dirinya telah terjadi perubahan, misalnya pengetahuannya semakin
bertambah atau keterampilannya semakin meningkat, dibandingkan sebelum dia
mengikuti suatu proses belajar.

2. Perubahan yang berkesinambungan (kontinyu).

Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki pada dasarnya merupakan


kelanjutan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya. Begitu
juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh itu akan menjadi dasar
bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan berikutnya.

3. Perubahan yang fungsional.

Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup
individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa
mendatang.

4. Perubahan yang bersifat positif.

Perubahan perilaku yang terjadi bersifat normatif dan menujukkan ke arah kemajuan.
Misalnya, seorang mahasiswa sebelum belajar tentang Psikologi Pendidikan menganggap
bahwa dalam proses belajar mengajar tidak perlu mempertimbangkan perbedaan-
perbedaan individual atau perkembangan perilaku dan pribadi peserta didiknya, namun
setelah mengikuti pembelajaran Psikologi Pendidikan, dia memahami dan berkeinginan
untuk menerapkan prinsip-prinsip perbedaan individual maupun prinsip-prinsip
perkembangan individu jika dia kelak menjadi guru.
5. Perubahan yang bersifat aktif.

Untuk memperoleh perilaku baru, individu yang bersangkutan aktif berupaya melakukan
perubahan. Misalnya, mahasiswa ingin memperoleh pengetahuan baru tentang Psikologi
Pendidikan, maka mahasiswa tersebut aktif melakukan kegiatan membaca dan mengkaji
buku-buku psikologi pendidikan, berdiskusi dengan teman tentang psikologi pendidikan
dan sebagainya.

6. Perubahan yang bersifat permanen.

Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan menjadi
bagian yang melekat dalam dirinya. Misalnya, siswa belajar mengoperasikan komputer,
maka penguasaan keterampilan mengoperasikan komputer tersebut akan menetap dan
melekat dalam diri siswa tersebut.

7. Perubahan yang bertujuan dan terarah.

Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan
jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang

8. Perubahan perilaku secara keseluruhan.

Perubahan perilaku belajar bukan hanya sekedar memperoleh pengetahuan semata, tetapi
termasuk memperoleh pula perubahan dalam sikap dan keterampilannya. Misalnya,
mahasiswa belajar tentang “Teori-Teori Belajar”, disamping memperoleh informasi atau
pengetahuan tentang “Teori-Teori Belajar”, dia juga memperoleh sikap tentang
pentingnya seorang guru menguasai “Teori-Teori Belajar”. Begitu juga, dia memperoleh
keterampilan dalam menerapkan “Teori-Teori Belajar”.

Menurut Gagne (Abin Syamsuddin Makmun, 2003), perubahan perilaku yang


merupakan hasil belajar dapat berbentuk :

1. Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis
maupun tulisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan
sebagainya.

2. Kecakapan intelektual; yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan


lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan simbol
matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan dalam
membedakan (discrimination), memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan
hukum. Ketrampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah.

3. Strategi kognitif; kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan


keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu
kemampuan mengendalikan ingatan dan cara-cara berfikir agar terjadi aktivitas yang
efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan
strategi kognitif lebih menekankan pada proses pemikiran.

4. Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam
tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain, sikap adalah keadaan dalam diri
individu yang akan memberikan kecenderungan bertindak dalam menghadapi suatu
obyek atau peristiwa, di dalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai
pemikiran dan kesiapan untuk bertindak.

5. Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol
oleh otot dan fisik.

Sedangkan menurut Bloom, perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil belajar
meliputi perubahan dalam kawasan (domain) kognitif, afektif dan psikomotor, beserta
tingkatan aspek-aspeknya. Perubahan yang dihasilkan oleh proses belajar bersifat progresif
dan akumulatif, mengarah kepada kesempurnaan, misalnya dari tidak mampu menjadi
mampu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, baik mencakup aspek pengetahuan (cognitive
domain), aspek afektif (affective domain) maupun aspek psikomotorik (psychomotoric
domain).

Selanjutnya, perlu pula diketengahkan di sini empat pilar belajar sebagai landasan
pendidikan yang dikemukakan oleh organisasi pendidikan sedunia, yakni UNESCO (dalam
Nana Syaodih Sukmadinata, 2005), dalam rangka membangun kebersamaan masa depan
memasuki abad ke-21 dan dalam rangka menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan
dunia yang semakin cepat. Keempat pilar belajar dimaksud adalah: : belajar mengetahui
(learning to know), belajar berkarya (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live
together), dan belajar berkembang secara utuh (learning to be).

1. Belajar mengetahui (learning to know)

Belajar mengetahui berkenaan dengan perolehan, penguasaan dan pemanfaatan


informasi. Dewasa ini terdapat ledakan informasi dan pengetahuan. Hal itu bukan saja
disebabkan karena adanya perkembangan yang sangat cepat dalam bidang ilmu dan
teknologi, tetapi juga karena perkembangan teknologi yang sangat cepat, terutama dalam
bidang elektronika, memungkinkan sejumlah besar informasi dan pengetahuan tersimpan,
bisa diperoleh dan disebarkan secara cepat dan hampir menjangkau seluruh planet bumi.
Belajar mengetahui merupakan kegiatan untuk memperoleh, memperdalam dan
memanfaatkan pengetahuan. Pengetahuan diperoleh dengan berbagai upaya perolehan
pengetahuan, melalui membaca, mengakses internet, bertanya, mengikuti kuliah, dll.
Pengetahuan dikuasai melalui hafalan, tanya-jawab, diskusi, latihan pemecahan masalah,
penerapan, dll. Pengetahuan dimanfaatkan untuk mencapai berbagai tujuan: memperluas
wawasan, meningkatakan kemampuan, memecahkan masalah, belajar lebih lanjut, dll.
Pengetahuan terus berkembang, setiap saat ditemukan pengetahuan baru. Oleh karena itu
belajar mengetahui harus terus dilakukan, bahkan ditingkatkan menjadi knowing much
(berusaha tahu banyak).

2. Belajar berkarya (learning to do)

Agar mampu menyesuaikan diri dan beradaptasi dalam masyarakat yang berkembang
sangat cepat, maka individu perlu belajar berkarya. Belajar berkarya berhubungan erat
dengan belajar mengetahui, sebab pengetahuan mendasari perbuatan. Dalam konsep komisi
Unesco, belajar berkarya ini mempunyai makna khusus, yaitu dalam kaitan dengan
vokasional. Belajar berkarya adalah balajar atau berlatih menguasai keterampilan dan
kompetensi kerja. Sejalan dengan tuntutan perkembangan industri dan perusahaan, maka
keterampilan dan kompetisi kerja ini, juga berkembang semakin tinggi, tidak hanya pada
tingkat keterampilan, kompetensi teknis atau operasional, tetapi sampai dengan kompetensi
profesional. Karena tuntutan pekerjaan didunia industri dan perusahaan terus meningkat,
maka individu yang akan memasuki dan/atau telah masuk di dunia industri dan perusahaan
perlu terus bekarya. Mereka harus mampu doing much (berusaha berkarya banyak).

3. Belajar hidup bersama (learning to live together)

Dalam kehidupan global, kita tidak hanya berinteraksi dengan beraneka kelompok
etnik, daerah, budaya, ras, agama, kepakaran, dan profesi, tetapi hidup bersama dan bekerja
sama dengan aneka kelompok tersebut. Agar mampu berinteraksi, berkomonikasi, bekerja
sama dan hidup bersama antar kelompok dituntut belajar hidup bersama. Tiap kelompok
memiliki latar belakang pendidikan, kebudayaan, tradisi, dan tahap perkembangan yang
berbeda, agar bisa bekerjasama dan hidup rukun, mereka harus banyak belajar hidup
bersama, being sociable (berusaha membina kehidupan bersama)

4. Belajar berkembang utuh (learning to be)

Tantangan kehidupan yang berkembang cepat dan sangat kompleks, menuntut


pengembangan manusia secara utuh. Manusia yang seluruh aspek kepribadiannya
berkembang secara optimal dan seimbang, baik aspek intelektual, emosi, sosial, fisik,
maupun moral. Untuk mencapai sasaran demikian individu dituntut banyak belajar
mengembangkan seluruh aspek kepribadiannya. Sebenarnya tuntutan perkembangan
kehidupan global, bukan hanya menuntut berkembangnya manusia secara menyeluruh dan
utuh, tetapi juga manusia utuh yang unggul. Untuk itu mereka harus berusaha banyak
mencapai keunggulan (being excellence). Keunggulan diperkuat dengan moral yang kuat.
Individu-individu global harus berupaya bermoral kuat atau being morally.

Masalahnya sekarang adalah bagaimana meningkatkan aktivitas dan kreativitas


belajar dari siswa atau subyek didik dalam suatu proses pembelajaran? Pertanyaan demikian
sangatlah penting dikemukakan mengingat lembaga pendidikan (baca, sekolah) dengan
segala komponennya itu didirikan dan diselenggarakan tidak lain adalah untuk memfasilitasi
kepentingan belajar siswa. Tidak berlebihan kiranya jika dikatakan bahwa pada hekekatnya
mereka (siswa) itulah yang menjadi pemilik sekolah. Berbagai pembekalan yang diberikan
oleh para guru di sekolah pada hakikatnya, menurut Wardiman Djojonegoro, untuk
menginternalisasikan tiga nilai dasar. Masing-masing adalah (1) membangun atau
membentuk siswa yang memiliki orientasi ke depan dengan ciri-ciri, antara lain luwes,
tanggap terhadap perubahan, dan memiliki semangat berinovasi; (2) senantiasa punya hasrat
untuk mengeksploitasi lingkungan dan kekuatan-kekuatan alam, artinya tidak tunduk pada
nasib, senantiasa memecahkan masalah yang dihadapi dan berusaha menguasai iptek, dan (3)
memiliki orientasi terhadap karya yang bermutu atau punya achievement orientation, antara
lain ditandai oleh penilain yang tinggi terhadap hasil karya. Untuk menuju pada tiga nilai
dasar tersebut siswa harus dipacu kemauan belajarnya (Suyanto dan M.S. Abbas, 2001: 148).

Proses pembelajaran pada hakekatnya dimaksudkan untuk mengembangkan aktivitas


dan kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Namun
dalam pelaksanaannya seringkali kita tidak sadar, bahwa masih banyak kegiatan
pembelajaran yang dilaksanakan justru menghambat aktivitas dan kreativitas peserta didik.

Banyak resep untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif, di mana para peserta
didik dapat mengembangkan aktivitas dan kreativitas belajarnya secara optimal, sesuai
dengan kemampuannya masing-masing.

Gibbs (dalam E. Mulyasa, 2003:106) berdasarkan berbagai hasil penelitiannya


menyimpulkan bahwa kreativitas dapat dikembangkan dengan memberi kepercayaan,
komunikasi yang bebas, pengarahan diri, dan pengawasan yang tidak terlalu ketat. Hasil
penelitian tersebut dapat diterapkan dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini peserta didik
akan lebih kreatif jika:

a. dikembangkannya rasa percaya diri pada peserta didik, dan mengurangi rasa takut;
b. memberi kesempatan kepada seluruh peserta didik untuk berkomunikasi ilmiah seara
bebas dan terarah;
c. melibatkan peserta didik dalam menentukan tujuan belajar dan evaluasinya;
d. memberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter; dan
e. melibatkan mereka secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara
keseluruhan.

Kendatipun begitu, menurut E. Mulyasa (2003:107), kualitas pembelajaran sangat


ditentukan oleh aktivitas dan kreativitas guru dengan segala kompetensi profesionalnya.
Aktivitas dan kreativitas peserta didik dalam belajar sangat bergantung pada aktivitas dan
kreativitas guru dalam mempersiapkan rencana pembelajaran, penyampaian dan
pengembangan materi pelajaran, pemilihan metode dan media pembelajaran, serta penciptaan
lingkungan belajar yang kondusif. Guru dapat menggunakan berbagai pendekatan untuk
meningkatkan aktivitas dan kreativitas peserta didik. Pendekatan mana yang digunakan, harus
disesuaikan dengan kondisi lingkungan, kebutuhan peserta didik, dan tujuan yang ingin
dicapai.
Selanjutnya, yang dimaksud dengan aktivitas belajar siswa di sini adalah segala
bentuk kegiatan yang dilakukan oleh siswa terutama dalam proses pembelajaran di kelas atau
di sekolah. Bentuk kegiatan yang disebut aktivitas belajar itu dapat bermacam-macam, bisa
berupa mendengarkan, mencatat, membaca, membuat ringkasan, bertanya, menjawab
pertanyaan, berdiskusi, melakukan eksperimen, dan lain sebagainya, yang dengan itu semua
dapat diketahui bahwa kegitan pembelajaran berpusat pada siswa dan bukan pada guru. Guru
hanya sekedar berperan untuk memfasilitasi, membelajarkan, membimbing dan
mengarahkan, serta mengkoreksi dan mengevaluasi hasil belajar dari siswa.

B. Prestasi Belajar

Istilah prestasi belajar mempunyai hubungan yang erat kaitannya dengan hasil belajar.
Sebenarnya sangat sulit untuk membedakan pengertian prestasi belajar dengan hasil belajar.
Ada yang berpendapat bahwa pengertian prestasi belajar sama dengan hasil belajar. Akan
tetapi ada pula yang mengatakan bahwa hasil belajar berbeda secara prinsipil dengan prestasi
belajar. Hasil belajar menunjukkan kualitas jangka waktu yang lebih panjang, misalnya satu
cawu, satu semester dan sebagainya. Sedangkan prestasi belajar menunjukkan kualitas yang
lebih pendek, misalnya satu pokok bahasan, satu kali ulangan harian dan sebagainya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), prestasi adalah hasil yang telah
dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya). Sedangkan prestasi belajar
diartikan sebagai penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata
pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.

Nawawi (1981:100) mengemukakan pengertian hasil belajar sebagai keberhasilan


murid dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk nilai
atau skor dari hasil tes mengenai sejumlah pelajaran tertentu.

Selanjutnya Nawawi (1981:127) membedakan hasil belajar menjadi tiga macam yaitu:

a. Hasil belajar yang berupa kemampuan keterampilan atau kecakapan di dalam melakukan
atau mengerjakan suatu tugas, termasuk di dalamnya keterampilan menggunakan alat.

b. Hasil belajar yang berupa kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan tentang apa yang
dikerjakan, dan

c. Hasil belajar yang berupa perubahan sikap dan tingkah laku.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar memiliki
cakupan makna yang lebih luas dibanding prestasi belajar. Dengan kata lain, prestasi belajar
adalah sebagian dari hasil belajar pada mata pelajaran atau materi pelajaran tertentu yang
dinyatakan dengan nilai atau angka berdasarkan tes yang dikembangkan dan diberikan oleh
guru. Meskipun demikian, dalam tulisan ini kedua istilah tersebut dianggap identik dan
karenanya bisa saling dipertukarkan pemakaiannya.

Selanjutnya perlu dikemukakan di sini, bahwa hasil belajar (baca, prestasi belajar)
merupakan hasil dari proses yang kompleks. Hal itu disebabkan banyak faktor yang
mempengaruhi hasil atau prestasi belajar. Secara garis besar, faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil atau prestasi belajar itu dapat dibedakan atas dua macam, yaitu faktor
dari dalam diri individu (baca, subyek didik) atau disebut faktor internal, dan faktor dari luar
diri subyek didik, atau disebut faktor eksternal. Baik buruknya kualitas kedua faktor ini akan
banyak berpengaruh terhadap baik buruknya hasil atau prestasi belajar. Semakin baik kondisi
atau kualitas kedua faktor tersebut dimiliki oleh subyek didik, maka cenderung semakin baik
hasil atau prestasi belajar yang bisa dicapai. Demikian pula sebaliknya, semakin buruk
kondisi atau kualitas kedua faktor dimaksud, maka cenderung semakin buruk pula hasil atau
prestasi belajar yang dicapai.

Adapun faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar yaitu:

 Faktor fisiologi, seperti kondisi fisik dan kondisi indera.

 Faktor Psikologi, meliputi bakat, minat, kecerdasan, motivasi, kemampuan kognitif.

Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar adalah:

 Lingkungan, seperti keluarga, sekolah, masyarakat, lingkungan alam.

 Faktor Instrumental, seperti kurikulum, bahan pengajaran, sarana dan fasilitas.

C. Pembelajaran Kooperatif

Metode pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dikembangkan oleh Robert


Slavin dan kawan-kawannya dari Universitas John Hopkins. Tipe ini dipandang sebagai yang
paling sederhana dan paling langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif.

Belajar secara koperatif adalah strategi mengajar yang menyertakan partisipasi anak
dalam aktivitas belajar kelompok kecil yang mengembangkan interaksi positif. Pemikiran ini
mendiskusikan alasan untuk menggunakan strategi belajar secara koperatif di pusat dan
kelas-kelas, cara menerapkan strategi, dan keuntungan jangka panjang bagi pendidikan anak.

Belajar secara kooperatif dapat meningkatkan prestasi akademik, ini relatif mudah
diterapkan, dan tidak mahal. Anak-anak bertambah baik tingkah laku dan kehadirannya, serta
senang bersekolah adalah beberapa keuntungah belajar secara kooperatif (Slavin, 1987).
Abdurrahman dan Bintoro (2000:78) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif
adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih
asah, silih asih, dan silih asuh antara sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam
masyarakat nyata.”

Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didalamnya terdapat elemen-


elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah
adanya (1) saling ketergantungan positif, (2) interaksi tatap muka, (3) akuntabilitas individual
dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang
secara sengaja diajarkan”(Abdurrahman &Bintoro, 2000:78-790). Itulah unsur dasar yang
terdapat dalam metode pembelajaran kooperatif, yang perlu mendapatkan penjelasan lebih
lanjut sebagai berikut:

1. Saling ketergantungan positif;

Dalam pembelajaran kooperatif guru menciptakan suasana yang mendorong agar


siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang
dimaksud dengan saling memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal.
Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui (a) saling ketergantungan
pencapaian tujuan (b) saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, (c) saling
ketergantungan bahan dan sumber, (d) saling ketergantungan peran, dan (e) saling
ketergantungan hadiah.

2. Interaksi tatap muka;

Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka
sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan
sesama siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi
sumber belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi. Interaksi semacam itu sangat
penting karena ada siswa yang merasa lebih mudah belajar dari sesamanya.

3. Akuntabilitas individual;

Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Meskipun


demikan, penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi
pelajaran secara individual. Hasil penilaian secara individual tersebut selanjutnya
disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui
siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa anggota kelompok yang
dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua
anggotanya, dan karena itu tiap anggota kelompok harus memberikan urunan atau
kontribusi demi kemajuan kelompok. Penilaian kelompok secara individual inilah yang
dimaksudkan dengan akuntabilitas individual.
4. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi;

Dalam pembelajaran kooperatif, keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap


sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, mempertahankan
pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri dan berbagai sifat lain yang
bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal relationship) tidak
hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin
hubungan antara pribadi tidak hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari
sesama siswa.

Selanjutnya, bagaimanakah peran guru dalam pembelajaran kooperatif?


Pembelajaran kooperatif menuntut guru untuk berperan relatif berbeda dari model
pembelajaran tradisional. Berbagai peran guru dalam pembelajaran kooperatif tersebut dapat
dikemukanan sebagai berikut ini:

a. Merumuskan tujuan pembelajaran. Ada dua tujuan pembelajaran yang perlu diperhatikan
oleh guru, yaitu tujuan akademik (Academic objectives) dan tujuan keterampilan bekerja
sama (collaboratives skill objectives). Tujuan akademis dirumuskan sesuai dengan taraf
perkembangan siswa dan analisis tugas atau analisis konsep. Tujuan keterampilan
bekerja sama meliputi keterampilan memimpin, berkomunikasi, mempercayai orang lain
dan mengelola konflik.

b. Menentukan jumlah anggota dalam kelompok belajar. Jumlah anggota dalam tiap
kelompok belajar tidak boleh terlalu besar, biasanya 2 hingga 6 siswa. Ada 3 (tiga) faktor
yang menentukan jumlah anggota tiap kelompok belajar. Ketiga faktor tersebut adalah (1)
taraf kemampuan siswa, (2) ketersediaan bahan dan (3) ketersediaan waktu. Jumlah
anggota kelompok belajar hedaknya kecil agar tiap siswa aktif menjalin kerjasama
menyelesaikan tugas.

Ada sedikitnya 4 (empat) pertanyaan yang hendaknya dijawab oleh oleh guru saat
akan menempatkan siswa dalam kelompok. Keempat pertanyaan tersebut dapat
dikemukanan sebagai berikut:

1. Pengelompokan siswa secara homogen atau heterogen?

Pengelompokan siswa hendaknya heterogen. Heterogenitas kelompok mencakup


jenis kelamin, ras, agama (kalau mungkin) tingkat kemampuan (tinggi, sedang,
rendah) dan sebagainya.

2. Bagaimana menempatkan siswa dalam kelompok? Ada dua jenis kelompok belajar
kooperatif, yaitu (1) yang berorientasi bukan pada tugas (non task orientied) dan (2)
yang berorientasi pada tugas (task oriented). Kelompok belajar kooperatif yang
berorientasi bukan pada tugas tidak menuntut adanya pembagian tugas untuk tiap
angota kelompok. Kelompok belajar semacam ini tampak seperti pada saat siswa
mengerjakan soal-soal LKS atau soal-soal latihan yang diberikan guru yang
berbentuk prosedur penyelesaian dan mencocokan pendapatnya antar kelompok satu
dengan yang lain. Sedangkan kelompok belajar yang berorientasi pada tugas
menekankan adanya pembagian tugas yang jelas bagi semua anggota kelompok.
Kelompok belajar semacam ini tampak seperti pada saat siswa melakukan kunjungan
ke kebun binatang sehingga harus disusun oleh panitia untuk menentukan siapa yang
menjadi ketua, sekretaris, bendahara, seksi transportasi, seksi konsumsi, dan
sebagainya. Siswa yang baru mengenal belajar kooperatif dapat ditempatkan dalam
kelompok belajar yang berorientasi pada tugas, dari jenis tugas yang sederhana
hingga yang kompleks.

3. Siswa bebas memilih teman atau ditentukan oleh guru? Kebebasan memilih teman
sering menyebabkan kelompok belajar menjadi homogen sehingga tujuan belajar
kooperatif tidak tercapai. Anggota tiap kelompok belajar hendaknya ditentukan secara
acak oleh guru. Ada tiga teknik untuk menentukan anggota kelompok secara acak
yang dapat digunakan oleh guru. Ketiga teknik tersebut dapat dikemukakan sebagai
berikut:

1) Berdasarkan metode sosiemetri. Melalui metode sosiometri guru dapat


menentukan siswa yang tergolong disukai oleh banyak teman (bintang kelas)
hingga yang paling tidak disukai atau tidak memiliki teman (terisolasi).
Berdasarkan metode sosiometri tersebut guru menyusun kelompol-kelompok
belajar yang di dalam tiap kelompok ada siswa yang tergolong banyak teman,
yang tergolong biasa, dan yang terisolasi.

2) Berdasarkan kesamaan nomor. Jika jumlah siswa dalam kelas terdiri atas 30
siswa misalnya, dan guru ingin membentuk 10 kelompok belajar yang terdiri dari
1 hingga 10, maka para siswa yang bernomor sama dikelompokkan sehingga
terbentuk 10 kelompok siswa dengan masing-masing beranggotakan 3 orang
siswa yang memiliki karakteristik heterogen.

3) Menggunakan teknik acak berstrata. Para siswa dalam kelas lebih dahulu
dikelompokkan secara homogen atas dasar jenis kelamin dan atas dasar
kemampuannya (tinggi, sedang, rendah) dan sebagainya. Setelah itu, secara acak
siswa diambil dari kelompok homogen tersebut dan dimasukkan ke dalam
sejumlah kelompok-kelompok belajar yang heterogen.

4. Bagaimana menentukan tempat duduk siswa? Tempat duduk siswa hendaknya


disusun agar tiap kelompok dapat saling bertatap muka tetapi cukup terpisah antara
kelompok yang satu dengan kelompok lainnya. Susunan tempat duduk dapat dalam
bentuk lingkaran atau berhadap-hadapan.

c. Merancang bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan positif. Cara menyusun


bahan ajar dan penggunaannya dalam suatu kegiatan pembelajaran dapat menentukan
tidak hanya efektifitas pencapaian tujuan belajar siswa. Bahan ajar hendaknya dibagikan
kepada semua siswa agar mereka dapat berpartisipasi dalam pencapaian tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Jika kelompok belajar telah memiliki cukup
pengalaman, guru tidak perlu membagikan bahan ajar dengan berbagai petunjuk khusus.
Jika kelompok belajar belum banyak pengalaman atau masih baru, guru perlu memberi
tahu para siswa bahwa mereka harus bekerja sama, bukan bekerja sendiri-sendiri. Ada
sedikitnya 3 (tiga) macam cara untuk meningkatkan saling ketergantungan positif. Ketiga
macam cara tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:

1) Saling ketergantungan bahan. Tiap kelompok hanya diberi satu bahan ajar dan
kelompok harus bekerja sama untuk mempelajarinya.

2) Saling ketergantungan informasi. Tiap anggota kelompok diberi bahan ajar yang
berbeda bentuk untuk selanjutnya disatukan untuk disintesiskan. Bahan ajar juga
dapat disajikan dalam bentuk “jigsaw puzzle” sehingga dengan demikian tiap siswa
memiliki bagian dari bahan yang diperlukan untuk melengkapi atau menyelesaikan
tugas.

3) Saling ketergantungan menghadapi lawan dari luar. Bahan ajar disusun dalam suatu
bentuk pertandingan antara kelompok yang memiliki kekuatan seimbang sebagai
dasar untuk meningkatkan saling ketergantungan positif antar anggota kelompok.
Keseimbangan kekuatan antar kelompok perlu diperhatikan karena pretandingan antar
kelompok yang memiliki kekuatan seimbang atau memiliki peluang untuk kalah atau
menang yang sama dapat meningkatkan motivasi belajar.

d. Menentukan peran siswa untuk menunjang saling ketergantungan positif. Saling


ketergantungan positif dapat diciptakan melalui pembagian tugas kepada tiap anggota
kelompok dan mereka bekerja untuk saling melengkapi. Dalam mata pelajaran Biologi
misalnya, seorang anggota kelompok diberi tugas sebagai peneliti, yang lainnya sebagai
penyimpul, yang lainnya lagi sebagai penulis, dan yang lainnya lagi sebagai pemberi
semangat dan ada pula yang menjadi pengawas terjalinnya keja sama. Penugasan untuk
memerankan suatu fungsi semacam itu merupakan metode yang efektif untuk melatih
keterampilan menjalin kerja sama.

e. Menjelaskan tugas akademik. Ada beberapa aspek yang perlu disadari oleh para guru
dalam menjelaskan tugas akademik kepada para siswa. Beberapa aspek dimaksud dapat
dikemukanan sebagai berikut:

1) Menyusun tugas sehingga siswa menjadi jelas mengenai tugas tersebut. Kejelasan
tugas sangat penting bagi para siswa karena dapat menghindarkan mereka dari frustasi
atau kebingungan. Dalam pembelajran kooperatif siswa yang tidak dapat memahami
tugasnya dapat bertanya kepada kelompoknya sebelum bertanya kepada guru.

2) Menjelaskan tujuan belajar dan mengaitkannya dengan pengalaman siswa di masa


lampau.
3) Menjelaskan berbagai konsep atau pengertian atau istilah, prosedur yang harus diikuti
atau pengertian contoh kepada para siswa.

4) Mengajukan berbagai pertanyaan khusus untuk mengetahui pemahaman para siswa


mengenai tugas mereka.

f. Menjelaskan kepada siswa mengenai tujuan dan keharusan bekerja sama. Menjelaskan
tujuan dan keharusan bekerja sama kepada para siswa dilakukan dengan contoh sebagai
berikut:

1) Meminta kepada kelompok untuk menghasilkan suatu karya atau produk tertentu.
Jika karya kelompok berupa laporan, tiap anggota kelompok harus menandatangani
laporan tersebut sebagai tanda bahwa ia setuju dengan isi laporan kelompok dan
dapat menjelaskan alasan isi laporan tersebut.

2) Menyediakan hadiah bagi kelompok. Pemberian hadiah merupakan salah satu cara
untuk mendorong kelompok menjalin kerja sama sehingga terjalin pula rasa
kebersamaan antara anggota kelompok. Semua anggota kelompok harus saling
membantu agar masing-masing memperoleh skor hasil belajar yang optimal karena
keberhasilan kelompok ditentukan oleh keberhasilan tiap anggota.

g. Menyusun akuntabilitas individual. Suatu kelompok belajar tidak dapat dikatakan benar-
benar kooperatif jika memperbolehkan adanya anggota kelompok tertentu saja yang
mengerjakan seluruh pekerjaan kelompok. Suatu kelompok belajar juga tidak dapat
dikatakan benar-benar kooperatif jika memperbolehkan adanya anggota yang tidak
melakukan apapun demi kelompoknya. Oleh karena itu, untuk menjamin agar seluruh
anggota kelompok benar-benar menjalin kerjasama dan agar kelompok mengetahui
adanya anggota kelompok yang memerlukan bantuan atau dorongan, guru harus sering
melakukan pengukuran untuk mengetahui taraf penguasaan tiap siswa terhadap materi
yang sedang dipelajari.

h. Menyusun kerja sama antara kelompok. Hasil positif yang ditemukan dalam suatu
kelompok belajar kooperatif dapat diperluas ke seluruh kelas dengan menciptakan kerja
sama antar kelompok. Nilai tambahan dapat diberikan jika seluruh siswa di dalam kelas
meraih standar mutu yang tinggi. Jika suatu kelompok telah menyelesaikan pekerjaannya
dengan baik para anggotanya dapat diminta untuk membantu kelompok-kelompok lain
yang belum selesai. Upaya semacam ini memungkinkan terciptanya suasana kehidupan
kelas yang sehat, yang memungkinkan semua potensi siswa berkembang optimal dan
terintegrasi.

i. Menjelaskan kriteria keberhasilan. Penilaian dalam pembelajaran kooperatif bertolak dari


penilaian acuan patokan (criterium referenced). Pada awal kegiatan belajar guru
hendaknya menerangkan secara jelas kepada siswa mengenai bagaimana pekerjaan
mereka akan dinilai.
j. Menjelaskan perilaku siswa yang diharapkan. Perkataan kerjasama atau gotong royong
sering memiliki konotasi dan penggunaan yang bermacam-macam. Oleh karena itu guru
perlu mendefinisikan perkataan kerja sama tersebut secara operasional dalam bentuk
berbagai perilaku, antara lain dapat dikemukakan dengan kata-kata seperti “Tetaplah
berada dalam kelompokmu”, “Berbicaralah pelan-pelan”, “Berbicaralah menurut giliran,”
dan sebagainya. Jika kelompok mulai berfungsi secara efektif, perilaku yang diharapkan
dapat mencakup hal-hal sebagai berikut:

1) Tiap anggota kelompok menjelaskan bagaimana memperoleh jawaban.

2) Meminta kepada tiap anggota kelompok untuk mengaitkan pelajaran baru dengan
yang telah dipelajari sebelumnya.

3) Memeriksa untuk meyakinkan bahwa semua anggota kelompok memahami bahan


yang dipelajari dan menyetujui jawaban-jawabannya.

4) Mendorong semua anggota kelompok agar berpartisipasi dalam menyelesaikan tugas.

5) Memperhatikan dengan sungguh-sungguh mengenai apa yang dikatakan oleh


anggota lain.

6) Jangan mengubah pikiran karena berbeda dari pikiran anggota lain tanpa penjelasan
yang logis.

7) Memberikan kritik kepada ide, bukan kepada pribadi.

k. Memantau perilaku siswa. Setelah semua kelompok mulai bekerja, guru harus
menggunakan sebagian besar waktunya untuk memantau kegiatan siswa. Tujuan
pemantauan, guru harus menjelaskan pelajaran, mengulang prosedur atau strategi untuk
menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan dan mengajarkan keterampilan
menyelesaikjan tugas kalau perlu.

l. Memberikan bantuan kepada siswa dalam menyelesaikan tugas. Pada saat melakukan
pemantauan, guru harus menjelaskan pelajaran, mengulang prosedur atau strategi untuk
menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan, dan mengerjakan keterampilan
menyelesaikan tugas kalau perlu.

m. Melakukan intervensi untuk mengerjakan keterampilan bekerja sama. Pada saat


memantau kelompok-kelompok yang sedang belajar, guru kadang-kadang menemukan
siswa yang tidak memiliki keterampilan untuk menjalin kerja sama yang cukup dan
adanya kelompok yang memiliki masalah dalam menjalin kerja sama. Dalam kondisi
semacam itu, guru perlu memberikan nasihat agar siswa dapat bekerja efektif.
n. Menutup pelajaran. Pada saat pelajaran berakhir, guru perlu meringkas pokok-poko
pelajaran, meminta kepada siswa untuk mengemukakan ide atau contoh, menjawab
pertanyaan dan mengevaluasi hasil belajar mereka.

o. Menilai kualitas pekerjaan atau hasil belajar siswa. Guru menilai kualitas pekerjaan atau
hasil belajar para siswa berdasarkan penilaian acuan patokan. Para anggota kelompok
hendaknya juga diminta untuk memberikan umpan balik mengenai kualitas pekerjaan dan
hasil belajar mereka.

p. Menilai kualitas kerja sama antar anggota kelompok. Meskipun waktu belajar di kelas
terbatas, diperlukan waktu untuk berdiskusi dengan para siswa untuk membahas kualitas
kerja sama antar anggota kelompok pada hari itu. Pembicaraan dengan para siswa
dilakukan untuk mengetahui apa yang telah dilakukan dengan baik dan apa yang masih
perlu ditingkatkan pada hari berikutnya.

Demikian itulah gambaran umum tentang peran yang harus dilakukan oleh guru
dalam penerapan metode pembelajaran kooperatif.

Badeni (1998), menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu


pendekatan pengajaran yang efektif dalam pencapaian tujuan pendidikan, khususnya dalam
keterampilan interpersonal siswa.

Nur (1996: 25) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tidak hanya unggul
dalam membantu siswa memahami konsep-konsep IPA yang sulit, tetapi juga sangat berguna
untuk menumbuhkan kerjasama, berfikir kritis, kemauan membantu teman dan sebagainya.
Pada prinsipnya model pembelajaran kooperatif bertujuan mengembangkan tingkah laku
kooperatif antar siswa sekaligus membantu siswa dalam pelajaran akademisnya.

Ada banyak variasi pendekatan dalam model pembelajaran kooperatif. Setiap


pendekatan memberi penekanan pada tujuan tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi
pola interaksi siswa. Salah satu dari model pemebelajaran kooperatif adalah model atau tipe
STAD (Sudent Teams-Achievement Divisions) atau dapat diterjemahkan dengan istilah “Tim
Siswa Kelompok Prestasi”.

Keunggulan dari metode pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu adanya kerja
sama dalam kelompok dan dalam menentukan keberhasilan kelompok ter tergantung
keberhasilan individu. Namun demikian, setiap anggota kelompok tidak bisa
menggantungkan pada anggota yang lain. Pembelajaran kooperatif tipe STAD
menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi, saling
membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang optimal.

Model pembelajaran Student Teams-Achievement Divisions (STAD) yang


dikembangkan oleh Slavin, dkk tersebut secara garis besar terdiri dari 6 (enam) langkah,
sebagai berikut:
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut
prestasi, jenis kelamin, suku, dll);

2. Guru menyajikan pelajaran;

3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok.
Anggota yang tahu dan mengerti menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua
anggota dalam kelompok itu mengerti dan memahami materi yang dipelajari;

4. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis, anggota
dalam suatu kelompok tidak boleh saling membantu;

5. Memberi evaluasi; dan

6. Kesimpulan.

Dari berbagai pendapat tersebut kiranya bisa diambil suatu kesimpulan, bahwa
metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi
belajar siswa di kelas. Dan dari situ pula diduga kuat bahwa metode pembelajaran kooperatif
tipe STAD dapat menjadi salah satu solusi alternatif untuk memecahkan masalah yang timbul
dalam pembelajaran biologi di kelas X-IPA-2 Semester I SMA Negeri 1 Tambakrejo Tahun
Pelajaran 2020/2021, khususnya terhadap materi atau Kompetensi Dasar: “Mendeskripsikan
ciri-ciri, replikasi dan peranan virus dalam kehidupan”.

D. Hipotesis Tindakan

Bertolak dari kerangka pemikiran yang telah terurai kiranya dapat dirumuskan
hipotesis tindakan dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1. Bahwa penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran


Biologi, dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas X-IPA-2 Semester I SMA
Negeri 1 Tambakrejo Tahun Pelajaran 2020/2021, khususnya pada materi atau
Kompetensi Dasar: “Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi dan peranan virus dalam
kehidupan”.

2. Bahwa penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran


Biologi, dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas X-IPA-2 Semester I SMA
Negeri 1 Tambakrejo Tahun Pelajaran 2020/2021, khususnya pada materi atau
Kompetensi Dasar: “Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi dan peranan virus dalam
kehidupan”.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi, Subyek dan Waktu Penelitian

Seperti telah disinggung pada bagian terdahulu, lokasi atau tempat dilaksanakannya
penelitian ini adalah SMA Negeri 1 Tambakrejo yang terletak di daerah pinggiran luar ibu
kota Kabupaten wilayah Kecamatan Tambakrejo, Kabupaten Bojonegoro, Propinsi Jawa
Timur.

Dari segi letak geografis, ibu kota wilayah Kecamatan Tambakrejo ini berada di dekat
area hutan perhutani KPH Bojonegoro. Karena hal itu maklum jika siswa-siswi SMA Negeri
1 Tambakrejo ini juga banyak kemampuan kognitifnya kurang, ditambah lagi orang tua/wali
murid dari siswa-siswi banyak yang merantau ke luar kota untuk bekerja. Praktis siswa-siswi
SMA Negeri 1 Tambakrejo tinggal dengan sanak saudara (nenek, paman, bibi) dan sanak
saudara yang mengasuhnya pun rata-rata adalah buruh tani. Pergi pagi untuk bekerja dan sore
baru kembali. Jadi untuk sentuhan pemberian motivasi belajar tergolong kurang.

Adapun subyek penelitian dalam hal ini adalah siswa Kelas X-IPA-2 Semester I SMA
Negeri 1 Tambakrejo Tahun Pelajaran 2020/2021.

Selanjutnya berkaitan dengan masalah waktu, penelitian ini dilaksanakan dalam


rentang waktu selama kurang lebih 3 (tiga) bulan, mencakup keseluruhan tahapan yang
diperlukan, mulai dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap penulisan laporan
penelitian. Tepatnya, penelitian ini dijadwalkan dan dilaksanakan mulai awal bulan
September sampai dengan akhir bulan Nopember 2007.

B. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas, disingkat PTK. Penelitian
tindakan kelas berasal dari istilah bahasa Inggris Classroom Action Research, yang berarti
penelitian yang dilakukan pada sebuah kelas untuk mengetahui akibat tindakan yang
dilakukan terhadap subyek penelitian di kelas tersebut.

Menurut DR.Sulipan,M.Pd, dalam tulisannya yang disusun untuk Program Bimbingan


Karya Tulis Ilmiah Online (http://www.ktiguru.org) berjudul ”Penelitian Tindakan Kelas
(Classroom Action Research)”, pertama kali penelitian tindakan kelas diperkenalkan oleh
Kurt Lewin pada tahun 1946, yang selanjutnya dikembangkan oleh Stephen Kemmis, Robin
Mc Taggart, John Elliot, Dave Ebbutt dan lainnya. Pada awalnya penelitian tindakan menjadi
salah satu model penelitian yang dilakukan pada bidang pekerjaan tertentu di mana peneliti
melakukan pekerjaannya, baik di bidang pendidikan, kesehatan maupun pengelolaan sumber
daya manusia. Salah satu contoh pekerjaan utama dalam bidang pendidikan adalah mengajar
di kelas, menangani bimbingan dan konseling, dan mengelola sekolah. Dengan demikian
para guru atau kepala sekolah dapat melakukan kegiatan penelitiannya tanpa harus pergi ke
tempat lain seperti para peneliti konvensional pada umumnya. Adapun tujuan penelitian
tindakan kelas itu tidak lain adalah untuk memecahkan masalah, memperbaiki kondisi,
mengembangkan dan meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.

Menurut Suharsimi Arikunto (2002:82), penelitian tindakan adalah penelitian tentang


hal-hal yang terjadi di masyarakat atau sekelompok sasaran dan hasilnya langsung dapat
dikenakan pada masyarakat yang bersangkutan. Ciri atau karakteristik utama dalam
penelitian tindakan adalah adanya partisipasi dan kolaborasi antara peneliti dengan anggota
kelompok sasaran. Penelitian tindakan adalah salah satu strategi pemecahana masalah yang
memanfaatkan tindakan nyata dalam bentuk proses pengembangan inovatif yang dicoba
sambil jalan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah. Dalam prosesnya, pihak-pihak
yang terlibat dalam kegiatan tersebut dapat saling mendukung satu sama lain.

Sedangkan tujuan penelitian tindakan harus memenuhi beberapa prinsip sebagai


berikut;

1. Permasalahan atau topik yang dipilih harus memenuhi kriteria, yaitu benar-benar nyata
dan penting, menarik perhatian dan mampu ditangani serta dalam jangkauan kewenangan
peneliti untuk melakukan perubahan.

2. Kegiatan penelitian, baik inferensi maupun pengamatan yang dilakukan tidak boleh
sampai mengganggu atau menghambat kegiatan utama.

3. Jenis intervensi yang dicobakan harus efektif dan efisien, artinya terpilih dengan tepat
sasaran dan tidak memboroskan waktu, dana dan tenaga.

4. Metodologi yang digunalkan harus jelas, rinci dan terbuka, setiap langkah dari tindakan
dirumuskan dengan tegas sehingga orang yang berminat terhadap penelitian tersebut
dapat mengecek setiap hipotesis dan pembuktiannya.

5. Kegiatan penelitian diharapkan dapat merupakan proses kegiatan yang berkelanjutan (on-
going), mengingat bahwa pengembangan dan perbaikan terhadap kualitas tindakan
memang tidak dapat berhenti tetapi menjadi tantangan sepanjang waktu (Arikunto,
Suharsimi, 2002:82).

Menurut Sukidin, dkk (2002:54), ada 4 (empat) macam bentuk penelitian tindakan
kelas, yaitu : (1) penelitian tindakan guru sebagai peneliti, (2) penelitian tindakan kolaborasi,
(3) penelitian tindakan simultan terintegratif dan (4) penelitian tindakan sosial eksperimental.
Keempat bentuk penelitian tindakan itu ada persamaan dan perbedaannya.
Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian tindakan guru sebagai peneliti,
dimana guru terlibat langsung secara penuh dalam proses pelaksanaan penelitian, mulai dari
tahap menyusun perencanaan, melakukan tindakan, melakukan observasi dan tahap refleksi.
Kehadiran pihak lain dalam penelitian ini, kalaupun ada, peranannya sangat kecil dan tidak
dominan. Penelitian ini mengacu pada perbaikan pembelajaran yang berkesinambungan.

Ada banyak model penelitian tindakan yang dikemukakan oleh para ahli, tetapi secara
garis besar suatu penelitian tindakan lazimnya memiliki 4 (empat) tahapan yang harus dilalui,
yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi.

Kemmis dan Taggart (1988:14) menyatakan bahwa model penelitian tindakan adalah
berbentuk spiral. Tahapan penelitian tindakan pada suatu siklus meliputi empat tahapan, yaitu
tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan tahap refleksi. Siklus ini berlanjut dan akan
dihentikan jika dirasa sudah cukup memenuhi kebutuhan dan tujuan penelitian yang telah
ditetapkan.

Sesuai dengan jenis rancangan penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan
kelas, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart
(dalam Arikunto, Suharsimi, 2002:83), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus
yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observasi
(pengamatan) dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan
yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus I
dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan.

Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar 1
berikut:

Gambar 1: Alur PTK


Penjelasan alur diatas adalah:

1. Rancangan/rencana awal. Sebelum mengadakan penelitian, terlebih dahulu menyusun


rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan termasuk di dalamnya instrumen
penelitian dan perangkat pembelajaran atau rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

2. Pelaksanaan tindakan. Pada tahap ini guru menerapkan tindakan yang telah disusun dan
direncanakan sebelumnya, yang tidak lain adalah langkah-langkah kegiatan pembelajaran
terkait dengan penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD yang telah dipilih
dan ditetapkan.

3. Pengamatan atau observasi. Tahap ini pelaksanaannya bersamaan dengan tahap


sebelumnya, yakni pelaksanaan tindakan. Dan jika pelaksana tindakan (guru) sekaligus
bertindak sebagai pengamat (dalam penelitian tindakan individual, di mana guru
bertindak sekaligus sebagai peneliti tanpa kolaborasi dengan pihak lain), maka instrumen
pengamatan sebaiknya telah disiapkan secara terstruktur dan sistematis.

4. Refleksi. Tahap ini merupakan kegiatan untuk merenungkan dan memikirkan kembali
tindakan-tindakan yang sudah maupun yang belum dilakukan, keberhasilan dan
kekurangannya, hambatan-hambatan yang dihadapi selama melakukan tindakan, dan lain
sebagainya. Apabila guru pelaksana tindakan juga berstatus sebagai pengamat (peneliti),
maka refleksi dilakukan terhadap diri sendiri. Dengan kata lain, guru tersebut melihat
dirinya kembali, melakukan ”dialog” dengan dirinya sendiri untuk menemukan hal-hal
yang sudah dirasakan memuaskan hati karena sudah sesuai dengan rencana, atau untuk
menemukan hal-hal yang masih perlu diperbaiki. Dalam hal seperti ini maka guru
melakukan ”self evaluation”, introspeksi, oto-kritik, dan sebagainya yang sudah barang
tentu diharapkan bisa bersikap obyektif. Dan untuk menjaga obyektifitas yang diharapkan
seringkali diperlukan hasil refleksi itu divalidasi atau minimal dikonsultasikan dengan
teman sejawat, ketua jurusan, kepala sekolah, atau pihak lain yang kompeten dalam
bidang itu. Jadi pada intinya, kegiatan refleksi adalah kegiatan evaluasi tindakan, analisis,
pemaknaan, penjelasan, penyimpulan dan identifikasi tindak lanjut dalam perencanaan
siklus penelitian berikutnya.

C. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah tes buatan guru yang fungsinya
adalah (1) untuk menentukan seberapa baik siswa telah menguasai bahan pelajaran yang
diberikan dalam waktu tertentu, (2) untuk menentukan apakah suatu tujuan telah tercapai, dan
(3) untuk memperoleh suatu nilai (Arikunto, Suharsimi, 2002:149). Sedangkan tujuan dari tes
adalah untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa secara individu maupun secara klasikal. Di
samping itu tes juga berguna untuk mengetahui letak kesalahan-kesalahan yang dilakukan
siswa sehingga dapat dilihat di mana kelemahan, khususnya pada bagian mana dari materi
atau kompetensi dasar berikut indikator-indikatornya yang belum dikuasai siswa.

Selain tes, alat pengumpul data lain yang dipergunakan dalam penelitian tindakan ini
adalah format observasi berupa tabel-tabel isian yang telah dipersiapkan dan disusun secara
terstruktur dan sistematis, sehingga guru tinggal membubuhkan tanda centang atau check list
pada kolom-kolom tabel isian format observasi yang sesuai dengan aspek pengamatan. Di
samping itu dipergunakan juga teknik pengumpulan data yang bersifat dokumenter melalui
tugas-tugas prtofolio dan catatan-catatan pelajaran yang telah dibuat oleh siswa.

D. Variabel dan Data Penelitian

Beberapa pakar mengatakan bahwa dalam penelitian tindakan kelas hanya dikenal
adanya variabel tunggal, yaitu variabel tindakan. Namun beberapa pakar lain, sebagaimana
dikemukakan oleh DR.Sulipan,M.Pd, menyebutkan terdapat dua variabel, yaitu variabel
tindakan dan variabel masalah, karena tindakan yang dilakukan adalah untuk memecahkan
masalah.

Sehubungan dengan yang disebut belakangan itu maka dalam penelitian ini yang
menjadi variabel penelitian adalah “Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD”
sebagai variabel tindakan, atau dalam penelitian konvensional dikenal dengan sebutan
“variabel bebas” atau “variabel pengaruh” (independent variable), sedangkan “Aktivitas
Belajar dan Prestasi Belajar Siswa” sebagai variabel masalah, atau dalam penelitian
konvensional dikenal dengan istilah “variabel terikat” atau “variabel terpengaruh” (dependent
variable).

Adapun data yang diperlukan dalam penelitian tindakan ini dilihat dari sifatnya ada
yang berupa data kuantitatif dan ada pula yang berupa data kualitatif, atau kombinasi dari
keduanya. Data kuantitatif terutama adalah data yang berhubungan dengan prestasi belajar
siswa, yang datanya akan dijaring melalui alat tes tertulis yang dibuat sendiri oleh guru.
Sedangkan data kualitatif adalah data yang berhubungan dengan aktivitas belajar siswa dalam
kegiatan pembelajaran di kelas, seperti ketekunan dan kerajinannya dalam kegiatan
pembelajaran, tingkat keaktifannya dalam tanya jawab, semangat dan motivasinya dalam
belajar, partisipasinya dalam diskusi dan kerja kelompok, dan lain sebagainya. Untuk data
kualitatif ini pengumpulan datanya terutama dilakukan melalui format observasi dalam
bentuk tabel isian yang telah dipersiapkan sebelumnya dan disusun secara terstruktur dan
sistematis. Selain itu juga dilakukan pengumpulan data dengan teknik dokumentasi melalui
lembar-lembar portofolio dan catatan-catatan pelajaran dari siswa yang relevan.
E. Teknik Analisis Data

Sesuai dengan jenis rancangan penelitian yang dipakai di sini, yaitu penelitian
tindakan kelas (classroom action research), maka teknik analisis data yang relevan dan yang
diterapkan adalah teknik analisis deskriptif-kualitatif. Dengan teknik ini maka data yang telah
dikumpulkan dari hasil penelitian akan disortir dan selanjutnya disajikan dalam bentuk
prosentase atau tabel distribusi untuk selanjutnya dilakukan penafsiran dan pemaknaan secara
kualitatif dalam bentuk seperti, tinggi-rendah, tuntas-tidak tuntas, aktif-tidak aktif, dan lain
sebagainya sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

F. Prosedur Penelitian

Seperti telah dikemukakan pada bagian terdahulu, bahwa penelitian tindakan kelas
berjalan melalui siklus-siklus dalam sebuah spiral, di mana setiap siklus terdiri dari 4 (empat)
tahapan kegiatan yang terus berulang dan meningkat. Sejalan dengan itu maka prosedur
pelaksanaan penelitian ini diwujudkan dalam bentuk tahapan-tahapan siklus yang
berkesinambungan dan berkelanjutan, di mana untuk setiap siklus terdiri dari 4 (empat)
tahapan langkah yang secara garis besar adalah: 1) membuat perencanaan tindakan perbaikan,
2) implementasi atau pelaksanaan tindakan yang telah direncanakan, 3) melakukan observasi
atau pengamatan atas tindakan perbaikan yang dilakukan, dan 4) melakukan refleksi,
termasuk di dalamnya analisis, interpretasi dan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan,
sehingga bisa diketahui tindakan-tindakan mana yang sudah berhasil sesuai rencana dan
tindakan mana yang masih perlu diperbaiki lebih lanjut pada siklus berikutnya.

Untuk lebih jelasnya, prosedur pelaksanaan penelitian ini bisa dipaparkan sebagai
berikut:

Siklus I : meliputi tahapan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Perencanaan

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi:

 Identifikasi masalah dan penetapan alternatif pemecahan masalah;

 Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses belajar mengajar;

 Menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar;

 Memilih bahan pelajaran yang sesuai;

 Menentukan skenario pembelajaran sesuai dengan pendekatan yang telah dipilih, yang
dalam hal ini adalah metode pembelajaran kooperatif tipe STAD;
 Mempersiapkan sumber, bahan, dan alat bantu yang dibutuhkan;

 Menyusun lembar kerja siswa;

 Menyusun format observasi;

 Mengembangkan format evaluasi;

 Dan lain-lain persiapan yang berhubungan dengan pelaksanaan tindakan dan kegiatan
pembelajaran.

2. Tindakan

Kegiatan pada tahap ini merupakan pelaksanaan tindakan perbaikan dalam kegiatan
pembelajaran sesuai dengan pendekatan yang dipilih dan dengan mengacu pada skenario
pembelajaran yang telah direncanakan, yang dalam hal ini terdiri dari urut-urutan
tindakan sebagai berikut:

 Guru membuka pelajaran dengan terlebih dahulu melakukan apersepsi untuk menyiapkan
mental dan membangkitkan motivasi belajar siswa serta memberitahukan tujuan yang ingin
dicapai dari kegiatan pembelajaran;

 Siswa membentuk kelompok kecil beranggotakan 5 orang yang dibentuk secara acak
sesuai arahan dari guru;

 Siswa mendengarkan secara aktif penjelasan materi pelajaran secara global dari guru
tentang ciri-ciri virus reproduksi dan replikasinya;

 Siswa mengamati gambar-gambar atau foto-foto virus yang telah disiapkan oleh guru dan
dibagikan kepada setiap kelompok;

 Siswa melakukan tanya jawab dengan guru seputar materi pelajaran dan gambar-gambar
virus yang telah disampaikan oleh guru;

 Setiap kelompok diminta membuat dan merumuskan kesimpulan tentang materi yang
telah dipelajari di bawah bimbingan guru;

 Pada akhir kegiatan pembelajaran, siswa mencatat tugas kelompok yang diberikan oleh
guru untuk membuat rangkuman materi tentang virus beserta ciri-ciri dan
reproduksi/replikasinya sebagai bahan untuk diskusi kelas pada pertemuan yang akan datang;
3. Pengamatan

Tahap pengamatan atau observasi ini dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan


tindakan perbaikan di atas. Teknik pelaksanaannya untuk pengamatan ini dilakukan dengan
menggunakan format observasi terstruktur yang telah disiapkan sebelumnya, yaitu berupa
tabel-tabel isian untuk setiap aspek pengamatan dari aktivitas belajar siswa. Dengan
demikian, sambil melakukan tindakan (perbaikan), guru melakukan pengamatan terhadap
aktivitas belajar setiap siswa dalam proses pembelajaran.

4. Refleksi

Tahap ini merupakan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan, tindakan mana
yang sudah berhasil sesuai dengan rencana dan mana yang perlu diperbaiki sebagai acuan
untuk menyusun rencana tindakan pada siklus berikutnya.

Siklus II: meliputi tahapan langkah-langkah seperti pada siklus I, tetapi berbeda
bentuk dan sifat tindakan yang dilakukan. Bahkan boleh dikata, sikulus II ini merupakan
perbaikan dan peningkatan dari siklus I dengan tetap mengacu pada hasil tindakan dan
perbaikan pembelajaran yang ingin dicapai, sebagai berikut:

1. Perencanaan

Tahap perencanaan pada siklus II ini mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

 Identifikasi masalah yang muncul pada siklus I dan belum teratasi berikut penetapan
alternatif pemecahannya;

 Merumuskan rencana pembelajaran sebagai kelanjutan sekaligus perbaikan dari rencana


pada siklus sebelumnya;

 Pengembangan program tindakan yang perlu untuk mengatasi masalah yang muncul
ataupun yang belum teratasi melalui tindakan pada siklus I.

2. Tindakan

Pelaksanaan program tindakan pada siklus II ini mengacu pada identifikasi masalah
yang muncul pada siklus I, sesuai dengan alternatif pemecahan masalah yang sudah
ditentukan, antara lain melalui urut-urutan langkah sebagai berikut:

 Guru membuka pelajaran dengan terlebih dahulu melakukan apersepsi untuk menyiapkan
mental dan membangkitkan motivasi belajar siswa, serta untuk menjajagi kemampuan
pemahaman siswa tentang materi yang telah dipelajari sebelumnya;

 Siswa duduk bersama anggota kelompoknya masing-masing dan mendengarkan secara


aktif penjelasan materi pelajaran dari guru tentang peranan virus dalam kehidupan;
 Siswa terlibat aktif tanya jawab dengan guru tentang materi pelajaran yang telah dibahas.
Dalam kesempatan ini antar anggota kelompok tidak boleh saling membantu.

 Pada akhir kegiatan pembelajaran, siswa mencatat tugas kelompok yang diberikan oleh
guru untuk dikerjakan di luar kelas (Pekerjaan rumah) berupa membuat klipping dari koran,
majalah ataupun internet dengan tema “Perkembangan virus dan dampaknya bagi kehidupan
manusia”. Setiap anggota kelompok harus menyumbangkan minimal satu judul/topik kliping
sesuai dengan tema tersebut disertai komentar pribadi seperlunya dan dengan jelas
mencantumkan nama penyusunnya. Kliping yang dibuat oleh setiap anggota kelompok
tersebut kemudian disatukan dan menjadi milik hasil kerja kelompok yang bersangkutan
dengan tetap memperlihatkan nama masing-masing anggota kelompok kontributor (di bagian
dalam kliping) di samping menyebutkan nama-nama anggota kelompok di bagian sampul
depan kliping.

 Pada pertemuan tatap muka selanjutnya, setiap kelompok siswa mempresentasikan hasil
kerja kelompoknya di depan kelas secara bergiliran disertai dengan tanya jawab antar siswa
antar kelompok. Dalam kesempatan ini siswa dalam suatu kelompok harus kompak dan
saling membantu dalam bertanya maupun dalam menjawab;

 Pada akhir kegiatan diskusi kelas, siswa membuat kesimpulan hasil diskusi di bawah
bimbingan guru.

 Setelah itu sampai akhir jam pelajaran, siswa secara individual mengerjakan soal Post tes
yang diberikan oleh guru.

3. Pengamatan (Observasi)

Sama seperti pada siklus I, tahap ini guru melakukan observasi sesuai dengan format
yang sudah disiapkan dan mencatat semua yang terjadi selama pelaksanaan tindakan
berlangsung.

5. Refleksi

Tahap ini juga sama seperti pada siklus I, yaitu meliputi kegiatan-kegiatan, antara lain
sebagai berikut:

 Melakukan evaluasi terhadap tindakan pada siklus II berdasarkan data yang terkumpul.

 Membahas hasil evaluasi tentang skenario pembelajaran pada siklus II.

 Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai dengan hasil evaluasi untuk digunakan pada
siklus III (Jika masih diperlukan).
Siklus III (bila diperlukan).

G. Indikator Keberhasilan dan Indikator Proses

Untuk mengetahui apakah penelitian tindakan ini berhasil mencapai tujuannya maka
perlu ditetapkan indikator keberhasilan dan indikator proses berikut kriteriannya masing-
masing. Dengan adanya indikator keberhasilan maka dapat dilakukan pengukuran dan mudah
diketahui apakah penerapan tindakan ini sudah tepat atau belum. Demikian pula dengan
indikator proses, perlu ditetapkan langkah-langkah pokok tindakan untuk mencapai
keberhasilan yang telah digariskan dalam indikator keberhasilan.

Dengan demikian maka tolok ukur atau kriteria keberhasilan penelitian ini dapat
dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi proses dan dari sisi hasil. Dari sisi proses, keberhasilan
penelitian ini dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang dipilih
sebagai alternatif pemecahan masalah dapat dilihat dari adanya perubahan tingkah laku
belajar siswa yang relevan atau yang positif secara signifikan, seperti meningkatnya motivasi
belajar siswa di kelas, meningkatnya partisipasi belajar siswa, meningkatnya keberanian
bertanya dan berpendapat, meningkatnya atensi atau perhatian siswa dalam proses
pembelajaran, meningkatnya kemampuan mendengarkan, meningkatnya kreativitas belajar
siswa, meningkatnya interaksi belajar siswa, dan lain sebagainya.

Sedangkan keberhasilan dari sisi hasil dapat dilihat dari meningkatnya prestasi hasil
belajar siswa dan ketuntasan belajar siswa secara signifikan sesuai dengan acuan yang telah
ditentukan dalam penelitian ini. Prinsip penilaian yang diterapkan di sini sedapat mungkin
mengacu pada Penilaian Berbasis Kelas atau Berbasis Peserta Didik, artinya penilaian
dilakukan sepenuhnya oleh guru terhadap seluruh aspek dan proses kegiatan belajar siswa
dengan isntrumen penilaian yang bervariasi dengan tetap memperhatikan perbedaan
kemampuan individual siswa. Oleh karena itu Pedoman acuan penilaian yang ditentukan
dalam penelitian ini untuk mengukur kemajuan hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa
ditetapkan berdasarkan kriteria PAP (Penilaian Acuan Patokan). Berdasarkan kriteria PAP,
kemajuan hasil belajar siswa melalui penerapan model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
dikatakan meningkat secara signifikan manakala dari hasil evaluasi di akhir tindakan
penelitian (siklus), seluruh siswa atau secara klasikal 85% dari siswa telah berhasil mencapai
batas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan untuk mata pelajaran
Biologi pada kelas X Semester I SMA Negeri 1 Tambakrejo Tahun Pelajaran 2020/2021,
yang dalam hal ini adalah sebesar 65. Atau secara prosentase, kemajuan hasil belajar siswa di
sini dikatakan meningkat secara signifikan manakala nilai rata-rata hasil belajar siswa di
akhir tindakan menunjukkan peningkatan sebesar 10% dari hasil belajar sebelumnya. Dan
dengan begitu berarti menandai berakhirnya siklus pelaksanaan program tindakan.

Berikut ini ditetapkan kisi-kisi indikator keberhasilan dan indikator proses sebagai
berikut:
Tabel 1: Kisi-kisi Indikator Keberhasilan

No Variabel Masalah Pemecahan Indikator Keberhasilan

Masalah
1 1.Aktivitas belajar Pembelajaran Meningkatnya aktivitas belajar
siswa Kooperatif Tipe siswa sebesar 10-20% secara
STAD kumulatif dalam aspek-aspek
berikut:

 Keberanian siswa dalam


bertanya dan mengemukakan
pendapat

 Motivasi dan kegairahan dalam


mengikuti pembelajaran
(menyelesaikan tugas mandiri
dan aktif mengerjakan tugas
yang diberikan oleh guru)

 Kerjasama dalam mengerjakan


tugas kelompok

 Kreativitas belajar (membuat


catatan, ringkasan, dan lainnya)

 Interaksi dengan guru selama


kegiatan pembelajaran

 Interaksi dengan sesama siswa


selama pembelajaran
(komunikasi dalam kelompok
belajar)

 Partisipasi aktif dalam kegiatan


pembelajaran (memperhatikan
dan mendengarkan, ikut
melakukan kegiatan kelompok,
selalu mengikuti petunjuk guru)

2.Menurunnya aktivitas yang tidak


relevan dengan belajar, sebagai
berikut:
 Tidak memperhatikan
penjelasan guru

 Asyik bermain sendiri

 Melamun dan tidak bergairah


belajar

 Mengobrol sendiri dengan


teman dalam proses belajar

 Mengerjakan tugas lain


2 2.Prestasi belajar Pembelajaran Sebanyak 85% dari siswa telah
siswa Kooperatif mencapai ketuntasan belajar sesuai
Tipe STAD KKM yang telah ditetapkan, yaitu
65.

Tabel 2: Kisi-kisi Indikator Proses

No Variabel Tindakan Indikator Proses Urutan Kegiatan Instrumen


Pengumpul Data

1 Pembentukan 1. Interaksi 1. Guru  Format


kelompok belajar dengan sesama mengarahkan observasi
secara acak siswa dalam pembentukan
terstruktur; proses belajar; kelompok  Lembar
beranggotakan portofolio
2 Pemberian dan 2. Kerjasama 5 orang secara siswa;
penyematan dalam heterogen
nomor identifikasi mengerjakan berdasarkan  Buku catatan
siswa selama tugas gender, sekolah pelajaran siswa.
proses; belajar kelompok; asal, dan
berlangsung kecerdasan.
3. Motivasi dan
3 Pemberian tugas kegairahan 2. Guru
kelompok; dalam proses membagikan
belajar; tanda nomor
Guru identifikasi
4
memfasilitasi 4. Keberanian yang harus
diskusi kelas; siswa dalam disematkan
bertanya dan pada diri siswa
5 Guru melakukan mengemukaka selama proses
tanya jawab n pendapat; belajar di kelas
tentang untuk
penguasaan materi 5. Kreativitas memudahkan
dengan seluruh belajar siswa observasi dan
siswa di kelas; (membuat penilaian
catatan, proses;
6 Guru memberikan ringkasan, dan
post tes tertulis ke- lainnya); 3. Guru
1 dan ke-2 dan menyampaikan
pada pertemuan 6. Interaksi kriteria
selanjutnya dengan guru penilaian hasil
menyampaikan selama dan penilaian
hasil evaluasi kegiatan proses
kepada siswa dan pembelajaran;
mengumumkannya 4. Guru
di depan kelas; 7. Partisipasi aktif memberikan
siswa dalam tugas kelompok
7 Pemeriksaan kegiatan dan
portofolio dan pembelajaran. mengarahkan
buku catatan perlunya
belajar siswa. pembagian
peran yang
jelas di antara
anggota
kelompok;

5. Guru
memfasilitasi
dan
membimbing
diskusi kelas;

6. Guru memandu
tanya jawab
tentang
penguasaan
materi;

7. Guru
membagikan
lembar soal
post tes ke-1
dan ke-2, dan
pada pertemuan
berikutnya
membagikan
dan
mengumumkan
hasilnya kepada
siswa;

8. Guru
memeriksa
hasil portofolio
dan buku
catatan
pelajaran siswa.

Selanjutnya perlu pula dikemukakan di sini kriteria penilaian hasil sehubungan


dengan penguasaan siswa terhadap materi atau kompetensi dasar dan kriteria penilaian proses
terkait dengan aktivitas belajar siswa, sebagai berikut:

Tabel 3

Kriteria Penilaian Prestasi Belajar

No NiIai Kriteria
1 < 65 Tidak Tuntas (Remidi)
2 65 - 75 Tuntas dan cukup
3 76 - 90 Tuntas dan Memuaskan
(Pengayaan)
4 91 - 100 Tuntas dan Sangat
Memuaskan (Pengayaan)

Tabel 4

Kriteria Aktivitas Siswa Yang Relevan Dengan Belajar

No Nilai/Frekuensi Kriteria
1 < 40 Rendah Sekali
2 41 - 55% Rendah
3 56 – 70% Cukup
4 71 – 85% Tinggi
5 86 – 100% Tinggi Sekali
Tabel 5

Kriteria Aktivitas Siswa Yang Tidak Relevan Dengan Belajar

No Nilai/Frekuensi Kriteria
1 1 – 20% Rendah Sekali
2 21 - 40% Rendah
3 41 – 60% Cukup
4 61 – 80% Tinggi
5 81 – 100% Tinggi Sekali

Indikator keberhasilan dan indikator proses yang telah ditetapkan tersebut dengan
sendirinya juga merupakan kriteria penerimaan ataupun penolakan hipotesis penelitian
(tindakan) yang telah dirumuskan di bagian awal penelitian.
BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Subyek dan Obyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X-IPA-2 Semester I SMA Negeri 1
Tambakrejo Tahun Pelajaran 2020/2021 yang berjumlah 40 orang siswa, terdiri dari 19 putra
dan 21 putri.

Adapun obyek penelitian tindakan kelas ini tidak lain adalah variabel tindakan dan variable
masalah. Variabel tindakan dimaksud adalah “penerapan pembelajaran kooperatif tipe
STAD”, sedangkan variabel masalah terdiri dari “aktivitas belajar siswa” dan “prestasi
belajar siswa”. Hasil penelitian terkait dengan kedua variabel penelitian tersebut dapat dilihat
pada bagian berikut ini.

B. Hasil Penelitian

Penelitian ini berjalan dalam dua siklus, yang dalam setiap siklusnya berlangsung dua
kali pertemuan atau pembelajaran tatap muka (setiap pertemuan = 2 x 45 menit). Setiap siklus
penelitian terdiri dari 4 (empat) tahap kegiatan utama, yaitu perencanaan, tindakan,
pengamatan dan refleksi. Data yang dikumpulkan dalamsetiap siklus adalah data yang
berhubungan dengan aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa melalui instrumen
pengumpul data yang telah ditetapkan, dalam hal ini adalah melalui format observasi dan
lembar soal tes yang telah disiapkan oleh guru.

Hasil Observasi terhadap aktivitas belajar siswa dari siklus ke siklus setelah diolah
dapat dilihat pada tabel 6 berikut ini :

Tabel 6

Data Aktivitas Belajar Siswa (N = 40)

Ketercapaian
Siklus I Siklus II
No INDIKATOR PROSES f % f %
1 Keberanian siswa dalam bertanya dan 22 55 33 82,5
mengemukakan pendapat
2 Motivasi dan kegairahan dalam proses 26 65 35 87,5
belajar (meyelesaikan tugas mandiri
atau tugas kelompok)
3 Kerjasama dalam kelompok 26 65 37 92,5
4 Kreativitas belajar siswa (membuat catatan, 28 70 35 87,5
ringkasan)
5 Interaksi dan komunikasi dengan sesama 25 62,5 34 85
siswa selama pembelajaran (dalam kerja
kelompok)
6 Interaksi dan komunikasi dengan guru 24 60 36 90
selama kegiatan pembelajaran
7 Partisipasi siswa dalam 25 62,5 38 95
pembelajaran (memperhatikan dan
mendengarkan, ikut melakukan kegiatan
kelompok, selalu mengikuti petunjuk guru).
Rata-rata 25 62,5 35 87,5

Berdasarkan data pada tabel 6 tersebut diketahui bahwa aktivitas belajar siswa
mengalami peningkatan dari 62,5% pada siklus I meningkat menjadi 87,5% pada siklus II,
yang berarti mengalami peningkatan sebesar 25%.

Selanjutnya, bagaimana data aktivitas siswa yang kurang relevan dengan


pembelajaran, dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini.

Tabel 7

Data Aktivitas Siswa Yang Kurang Relevan Dengan

Pembelajaran (N = 40)

Ketercapaian
Siklus I Siklus II
No INDIKATOR PROSES f % f %
1 Asyik bermain sendiri 16 40 7 17,5
2 Tidak/kurang memperhatikan penjelasan 18 45 5 12,5
dari guru atau teman sekelas
3 Mengobrol dan bercanda sendiri dengan 12 30 6 15
teman
4 Melamun dan kurang bergairah belajar 22 55 8 20
5 Mengerjakan tugas pelajaran lain 10 25 0 100
Rata-rata 16 40 5 12,5

Berdasarkan data pada tabel 7 diatas terlihat bahwa aktivitas siswa yang kurang
relevan dengan kegiatan pembelajaran mengalami penurunan, dari 40% pada siklus I menjadi
12,5% pada siklus II, yang berarti mengalami penurunan sebesar 27,5% pada akhir siklus II.
Selanjutnya, prestasi hasil belajar dan atau ketuntasan belajar siswa terhadap materi
pokok pembelajaran “virus, berikut ciri-ciri, replikasi dan peranannya dalam kehidupan”
setelah data diolah dan disederhanakan dapat dilihat pada tabel 8 berikut ini (Data mentahnya
dapat dilihat pada Lampiran 8).

Tabel 8

Data Prestasi Belajar Siswa

Ketercapaian
Siklus I Siklus II
No Kriteria Penilaian f % f %
1 Tidak Tuntas (Remidi) 11 27,5 5 12,5
2 Tuntas 18 45 21 52,5
3 Tuntas Memuaskan (Pengayaan) 8 20 10 25
4 Tuntas Sangat Memuaskan (Pengayaan) 3 7,5 4 10

N= 40 40

Dari data pada tabel 8 di atas dapat diketahui bahwa prestasi belajar dan atau ketuntasan
belajar siswa dari siklus I ke siklus II cenderung mengalami peningkatan yang relatif besar.
Dari 11 siswa (27,5%) yang tidak tuntas pada siklus I menurun menjadi hanya 5 siswa
(12,5%) yang tidak tuntas dan memerlukan remidi pada akhir siklus II. Seiring dengan itu
jumlah siswa yang tuntas tetapi tidak perlu pengayaan juga meningkat, dari 18 siswa (45%)
pada siklus I meningkat menjadi 21 siswa (52,5%) pada siklus II. Siswa dalam kategori tuntas
tetapi tidak memerlukan pengayaan ini merupakan jumlah yang terbesar dalam sebaran
distribusi. Berikutnya adalah siswa yang “tuntas dengan predikat memuaskan” dan “sangat
memuaskan”, masing-masing sebanyak 8 (20%) dan 3 (7,5%) pada siklus I dan hanya
meningkat sedikit pada akhir siklus II, yaitu masing-masing menjadi 10 (25%) dan 4 (10%).
Baik yang tuntas memuaskan maupun yang tuntas sangat memuaskan, keduanya adalah
termasuk kategori siswa yang perlu mendapat program pengayaan. Jumlah siswa dalam
kategori yang terakhir itu secara kumulatif pada akhir siklus II adalah sebanyak 14 siswa
(35%).

C. Pembahasan Hasil

Dari data hasil penelitian yang telah tersaji pada tabel 6, 7, dan 8 tersebut dengan jelas
diketahui bahwa aktivitas belajar siswa dalam segala aspek pengamatan mengalami
peningkatan yang sangat berarti dari siklus I ke siklus II. Penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD melalui tindakan guru yang berupa pembentukan kelompok belajar
secara acak terstruktur ditambah dengan pemberian dan penyematan tanda nomor identifikasi
selama proses belajar untuk memudahkan observasi dan penilaian sepertinya cukup ampuh
untuk menggugah motivasi dan gairah belajar siswa. Siswa seolah menjadi sangat terkesan
dengan penciptaan suasana belajar dan proses penilaian yang tampak serius dan resmi dari
guru. Mereka berusaha untuk tampil sebaik mungkin dalam rangka mendapat penilaian yang
terbaik dari guru selama proses pembelajaran. Apalagi setelah mereka mengetahui tentang
aturan main dalam penilaian proses maupun penilaian hasil.

Itulah kiranya yang mendorong siswa untuk, sepertinya, berlomba dan terpacu
meningkatkan aktivitas belajar mereka di kelas. Dari yang semula kelihatan pemalu dan
pendiam berubah menjadi pro-aktif dalam berinteraksi dan berkomunikasi, baik dengan guru
maupun apalagi dengan teman sekelas atau teman kelompok belajarnya; dari yang semula
pemalas, pelamun dan kurang bergairah belajar mendadak menjadi rajin dan bersemangat
belajar; dari yang semula kelihatan peragu dan penakut berubah menjadi penuh percaya diri
dalam kegiatan tanya jawab; dari yang semula kelihatan “cuek” dan egois berubah menjadi
penuh “atensi” dan mau berbagi dengan teman. Hal itu semua terbukti dari data hasil
penelitian sebagaimana tersajikan pada tabel 6 di atas, di mana aktivitas belajar siswa dalam
segala aspek pengamatan dari 62,5% pada siklus I meningkat menjadi 87,5% pada akhir
siklus II, yang berarti naik sebesar 25%. Berdasarkan kriteria penilaian aktivitas belajar
yang telah ditetapkan (lihat tabel 4 Bab III), prosentase aktivitas belajar sebesar 87,5% itu
tergolong tinggi sekali. Demikian pula angka prosentase kenaikan sebesar 25% tersebut jelas
jauh melampaui kriteria keberhasilan penilaian proses sekaligus kriteria pengujian hipotesis
yang telah ditetapkan dalam penelitian ini, yakni sebesar 10%. Dengan demikian maka
hipotesis penelitian (tindakan) pertama yang dirumuskan di bagian terdahulu dalam penelitian
ini bisa diterima kebenarannya secara meyakinkan. Hal itu berarti, bahwa “penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD pada mata pelajaran Biologi, khususnya pada
materi/Kompetensi Dasar “Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi dan peranan virus dalam
kehidupan” terbukti dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa Kelas X-IPA-2 Semester I
SMA Negeri 1 Tambakrejo Tahun Pelajaran 2020/2021.

Memang harus diakui, bahwa dengan model pembelajaran kooperatif seperti yang
diterapkan dalam penelitian tindakan ini suasana belajar di kelas menjadi “kesannya” agak
ramai dan cenderung gaduh. Sesekali sering terdengar suara tepukan meriah dan gelak tawa
riang dari para siswa untuk memberikan “applause” dan support atau karena munculnya
spontanitas perilaku jenaka dari teman sekelas ketika berdiskusi ataupun saat mengerjakan
tugas-tugas kelompok dan tanya jawab.. Meskipun begitu suasana kelas tetap kondusif bagi
proses pembelajaran, dan bahkan siswa sepertinya merasakan adanya suasana belajar yang
menyenangkan (joyful learning atau learning is fun). Hal ini setidaknya terbukti dari semakin
menurunnya secara signifikan aktivitas siswa yang tidak relevan dengan belajar dari siklus I
ke siklus berikutnya, sebagaimana terlihat dari sajian data pada tabel 7 di atas, dari 40%
aktivitas siswa yang kurang relevan dengan pembelajaran pada siklus I turun menjadi 12,5%
pada siklus II. Dan berdasarkan kriteria penilaian yang telah ditetapkan untuk ini (lihat tabel
5 Bab III), angka prosentase 12,5% itu tergolong rendah sekali. Itu artinya apa? Penerapan
tindakan melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD terbukti bisa mereduksi atau
mengurangi sampai seminimal mungkin aktivitas siswa yang tidak relevan dengan
pembelajaran.
Demikian pula halnya bila ditinjau dari segi hasil, data hasil belajar atau prestasi
belajar siswa sebagaimana tersajikan pada tabel 8 di atas dengan jelas membuktikan bahwa
telah terjadi peningkatan yang sangat signifikan pada prestasi belajar siswa, dari semula
hanya 29 siswa (18 + 8 + 3 ) atau sebesar 72,5% yang tuntas belajar pada siklus I meningkat
menjadi 35 siswa (21 + 10 + 4) atau sebesar 87,5% pada akhir siklus II, yang berarti
mengalami peningkatan sebesar 15% untuk kategori ini. Sementara itu untuk kategori
penilaian hasil yang lain, yakni kategori siswa yang tidak tuntas, dari semula sebanyak 11
siswa (27,5%) yang tidak tuntas pada siklus I berkurang secara drastis menjadi hanya 5 siswa
(12,5%) yang tidak tuntas pada akhir siklus II, yang berarti berkurang sebesar 15%.

Meskipun angka prosentase kenaikan bagi yang tuntas maupun prosesntase


pengurangan bagi yang tidak tuntas dari siklus I ke siklus II tersebut tidak terlalu fantastis,
yakni masing-masing hanya, kebetulan sama 15%, namun bila dihubungkan dengan kriteria
keberhasilan yang telah ditetapkan sebelumnya untuk pengujian hipotesis, yakni kenaikan
10%, maka hal itu sudah lebih dari cukup membanggakan. Terlebih lagi bila dilihat dari segi
kriteria keberhasilan secara klasikal yang telah ditetapkan, yakni sebesar 85% dari seluruh
siswa dalam kelas harus mencapai ketuntasan belajar, sementara dari penilaian hasil di akhir
siklus II ini hanya menyisakan 12,5% yang tidak tuntas (yang berarti 87,5% siswa telah
mencapai ketuntasan belajar), maka dari situ dapat dipahami lebih jauh bahwa tindakan guru
melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD ini telah berhasil mencapai tujuannya.
Dengan demikian pula maka hipotesis penelitian (tindakan) kedua yang dirumuskan dalam
penelitian ini terbukti dapat diterima kebenarannya secara sah dan meyakinkan. Penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pembelajaran Biologi, khususnya pada
materi atau kompetensi dasar “mendeskripisikan ciri-ciri virus, replikasi dan peranannya
dalam kehidupan” terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar siswa Kelas X-IPA-2
Semester I SMA Negeri 1 Tambakrejo Tahun Pelajaran 2020/2021.
BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Simpulan utama yang dihasilkan dalam penelitian tindakan kelas ini merupakan
jawaban terhadap masalah penelitian yang telah dirumuskan, sebagai berikut:

1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada bidang studi Biologi,
khususnya pada materi atau kompetensi dasar “mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi dan
peranan virus dalam kehidupan” terbukti telah berhasil meningkatkan sebesar 25% (dari
semula 62,5% pada siklus I menjadi 87,5% pada akhir siklus II) dari aktivitas belajar
siswa Kelas X-IPA-2 Semester I SMA Negeri 1 Tambakrejo Tahun Pelajaran 2020/2021.

2. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada bidang studi Biologi,
khususnya pada materi atau kompetensi dasar “mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi dan
peranan virus dalam kehidupan” terbukti juga telah berhasil meningkatkan sebesar 15%
(dari semula 27,5% yang tidak tuntas pada siklus I berkurang menjadi 12,5% yang tidak
tuntas pada akhir siklus II) dari prestasi belajar atau ketuntasan belajar siswa Kelas X-
IPA-2 Semester I SMA Negeri 1 Tambakrejo Tahun Pelajaran 2020/2021.

Dengan demikian maka tindakan guru dalam menerapkan model pembelajaran


kooperatif tipe STAD pada bidang studi Biologi di sini telah berhasil mencapai tujuan yang
diinginkan.

B. Saran

Mengingat hasil-hasil penelitian yang telah dicapai di sini, maka disarankan:

1. Kepada siswa; mereka para siswa hendaknya lebih meningkatkan kerjasamanya dalam
kegiatan pembelajaran, terutama dalam mengerjakan tugas-tugas kelompok yang
diberikan oleh guru. Dengan begitu maka selain akan menimbulkan rasa saling asah,
saling asih dan saling asuh di antara siswa juga akan mempermudah upaya pencapaian
tujuan pembelajaran di sekolah.

2. Kepada teman sejawat, guru; jika menghadapi masalah pembelajaran yang sama atau
yang mirip dengan masalah yang ada dalam penelitian ini, kiranya patut dicoba untuk
diatasi dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, pada bidang studi
yang sama dengan ini ataupun untuk bidang studi yang lain. Mengingat satu dan lain hal,
model pembelajaran kooperatif tipe STAD selain prosedurnya mudah dan sederhana,
dampaknya sangat terasa bagi peningkatan aktivitas belajar siswa sesuai dengan tuntutan
dan trend pembelajaran yang berkembang akhir-akhir ini.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi,Abu,Drs., dan Supriyono,Widodo,Drs., Psikologi Belajar, Jakarta, Penerbit Rineka


Cipta, 1991.

De Porter,Bobbi dan Hernacki,Mike dalam Abdurrahman,Alwiyah (penerjemah), Quantum


Learning, Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan,
Bandung, Kaifa, 2002.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI; Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai
Pustaka, 1990.

Mulyasa,E., Dr.,M.Pd., Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik dan


Implementasi, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2003.

--------------------------, Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep, Strategi, dan Implementasi,


Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2003.

Gordon,Thomas, dalam Mudjito,Drs.,MA. (Penyadur); Guru Yang Efektif, Cara Mengatasi


Kesulitan Dalam Kelas, Jakarta, CV Rajawali, 1984.

Hamalik,Oemar,Dr., Perencanaan dan Manajemen Pendidikan, Bandung, Penerbit CV


Mandar Maju, 1991.

Madya,Suwarsih,Prof.,Ph.D., Teori dan Praktik, Penelitian Tindakan (Action Research),


Bandung, Penerbit Alfabeta, 2006.

Pemerintah RI; UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta,
Penerbit Cemerlang, 2003.

-------------------; UU RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, Bandung, Penerbit
Citra Umbara, 2006.

Surakhmad,Winarno,Dr.,M.Sc.,Ed.; Metodologi Pengajaran Nasional, Bandung, Penerbit


Jemmars, 1980.

Sunarto,H.,Prof.,Dr. dan Hartono, Ny.B.Agung,Dra.; Perkembangan Peserta Didik, Jakarta,


Penerbit Rineka Cipta, 1999.

Sudjana,Nana,Dr.; Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung, Penerbit PT Remaja,


1989.
Suyanto,Prof.,Drs.,M.Ed.,Ph.D. dan Abbas,M.S.,Drs.,M.Si.; Wajah dan Dinamika
Pendidikan Anak Bangsa, Yogyakarta, Penerbit Adi Cita Karya
Nusa, 2001.

Sulipan,Dr., Artikel Bimbingan Karya Tulis Ilmiah Online, “Penelitian Tindakan Kelas
(Classroom Action Research)”, http://www.ktiguru.org/
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran I

Format Observasi Aktivitas Belajar Siswa

Siklus I dan II

No Nama Keberanian Motivasi Kerja Kreativitas Interaksi Interaksi Partisipasi


Siswa bertanya belajar sama belajar Sesama Dengan dalam
dalam siswa guru pembelajaran
kelompok
Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk
1
2
3
4
5
6
7
8
9
40

Lampiran II

Format Observasi

Aktivitas Siswa Yang Kurang Relevan Dengan Pembelajaran

Siklus I dan II

No Nama Asyik Kurang Berbicara Melamun Mengerjakan


Siswa bermain memperhatikan sendiri dan kurang tugas
sendiri penjelasan dengan bergairah pelajaran
guru teman lain
Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk Ya Tdk
1
2
3
4
5
6
7
8
9
40

Lampiran III

INTRUMEN PENILAIAN MEMBUAT RANGKUMAN MATERI

Standar Kompetensi :

Kompetensi Dasar :

Tanggal Penilaian :

Kriteria /Aspek
No Nama siswa 1 2 3 3 5 6 Skor
Nilai
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
40.

Kriteria:

1. Kelengkapan dan keluasan cakupan materi

2. Keruntutan sitematika rangkuman

3. Kecermatan dan ketepatan bahasa

4. Kerapian tulisan

5. Ketepatan waktu pengumpulan

6. Keanekaragaman sumber informasi


Lampiran IV

INSTRUMEN PENILAIAN KLIPING

Standar Kompetensi :

Kompetensi Dasar :

Indikator :

Tanggal Penilaian :

Kriteria /Aspek
No Nama siswa 1 2 3 3 5 6 Skor
Nilai
11

Anda mungkin juga menyukai